PERILAKU HARIAN PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostis) SAAT MUSIM BERBIAK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT, JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU HARIAN PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostis) SAAT MUSIM BERBIAK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT, JAKARTA"

Transkripsi

1 20 Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2006, hlm Vol. 1, No. 1 ISSN PERILAKU HARIAN PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostis) SAAT MUSIM BERBIAK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT, JAKARTA Erni Jumilawaty Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Jalan. Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan Abstract Black Cormorants (Phalacrocorax sulcirostis) Daily Behavior ofreeding Season in Pulau Rambut Wildlife Sanctuary, Jakarta was observed during February June There were 10 pair cormorant selected for study daily behavior in theirs nest, that is nest construction, take care of child, body maintenance, locomotion and social behavior. The nests were marked with textile band. 265 hours were spent to study behavior. Body maintenance (2709 point), locomotion (1430 point), take care of child (1352 point) and social interaction (1307 point) were in the greatest quantities and turn over brood (53 point) were smaller quantities than the others behavior. Nest contruction and take care of child were done by two parents. Nest contruction were spent 7-12 days. Turn over ensued to three time in 11 hour i.e AM, PM dan PM child of cormorant were eaten four time in 11 hour i.e AM, AM, PM and PM. Keywords: cormorant, daily behavior, breeding season, Pulau Rambut Wildlife PENDAHULUAN Setiap organisme memiliki kemampuan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak pada habitat yang sesuai dengannya. Salah satu cara untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan mempertahankan perilaku keseharian pada saat musim berbiak. Faktor yang sangat menentukan perilaku ini di antaranya habitat tempat tinggalnya meliputi keamanan dan ketersediaan sumber daya hayati yang dapat mendukung kelestariannya terutama pada saat berbiak, di mana organisme membutuhkan keamanan dan ketersediaan makanan lebih baik dibandingkan pada saat tidak memasuki musim berbiak. Perilaku harian organisme merupakan faktor yang berasal dari hewan itu sendiri. Setiap hewan memiliki karakter perilaku harian yang berbeda sesuai anatomi dan morfologi tubuh yang dimilikinya. Seperti halnya pada burung air, jenis perilaku harian yang kelihatan pada saat musim berbiak tiba akan berbeda dengan jenis perilaku yang tampak pada jenis burung lainnya. Suaka Margasatwa Pulau Rambut ( E, 5 57 S) merupakan sebuah pulau kecil dan masih merupakan bagian dari Kepulauan Seribu. Pulau ini merupakan habitat burung air terbesar di Jawa Barat dan telah ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa pada tahun 1999 melalui SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 275/kpts-II/1999. Pulau Rambut dihuni 14 jenis burung-burung air yaitu: 2 jenis cangak, 3 jenis kuntul, roko-roko, pelatuk besi, bangau bluwok, pecuk ular, 3 jenis pecuk, 2 jenis kowak ( Mardiastuti, 1992; Mahmud, 1991). Burung-burung ini memiliki musim berbiak yang hampir bersamaan pada setiap tahunnya sehingga merupakan pemandangan yang sangat menarik untuk mengamati perilaku harian dari burung-burung tersebut pada saat musim berbiak tiba. Studi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku harian burung pecuk pada saat musim berbiak tiba meliputi perilaku membuat sarang, mengasuh anakan, dan perilaku lainnya yang dilakukan pada saat musim berbiak. BAHAN DAN METODE Studi ini dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2001 bertepatan dengan musim biak 2001 di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, dengan mengambil 10 pasang pecuk yang sedang berbiak. Pohon tempat bersarang ditandai dengan pita dan diberi nomor. Studi dilakukan dari sebuah pohon dengan bantuan teropong binokuler mulai jam WIB dengan menggunakan metode scan sampling. Perilaku yang diamati meliputi: mengeram, membuat sarang, perawatan diri, memberi makan, agonistik, melompat, dan

2 Vol. 1, 2006 terbang dengan mencocokkan gambar perilaku berdasarkan buku acuan menurut (Van Tets, 1965; M endall, 1936 dan Johnsgard, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku harian pecuk yang diamati dalam penelitian ini meliputi: perilaku membuat sarang, perilaku mengeram dan perilaku mengasuh anak. Hasil pengamatan jumlah dan persentase lama aktivitas masing-masing dibagi menjadi tiga waktu yang diringkas pada Gambar 1, 2, dan 3 yaitu jam pengamatan (pagi hari) WIB, (siang hari) WIB dan (sore hari) WIB. Gambar 1-3 terlihat 4 aktivitas yang paling sering dilakukan yaitu: perawatan diri, lokomosi, interaksi sosial, dan mengasuh anak. Persentase perilaku perawatan diri memiliki nilai tertinggi pada ketiga waktu pengamatan (pagi, siang, dan sore hari), diikuti dengan lokomosi, interaksi sosial dan mengasuh anakan (pagi dan siang), hal ini disebabkan ke 4 aktivitas ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Pada Gambar 1-3 dapat dilihat bahwa aktivitas perilaku paling banyak dilakukan pada jam WIB dan terendah pada jam WIB. Aktivitas mengeram, mengasuh anak dan membuat sarang paling tinggi terjadi pada jam WIB. Data keseluruhan jumlah dan persentase perilaku diringkas pada Gambar 4 dan 5. Pada Gambar 4 dapat dilihat ada 3 aktivitas yang dilakukan dengan proporsi yang hampir sama yaitu perilaku perawatan tubuh, lokomosi, dan interaksi sosial. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sarjono (1995) dan Fithri (1987) perilaku istirahat pecuk yang sedang berbiak lebih kecil dibandingkan dengan pecuk non berbiak, hal ini dikarenakan pecuk lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengeram, melindungi, dan mengasuh anakan. Untuk memberi makan anakan biasanya induk dapat berkali-kali datang dan pergi sampai anakan benar-benar memperoleh makanannya. Setiap memberi makan, induk datang 2-4 kali datang dan pergi. Seiring dengan bertambahnya usia anakan, aktivitas induk mencari makan juga akan bertambah selain itu bila anakan sudah hampir besar induk juga harus menambah ranting untuk sarang, sehingga lokomosi merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan, diiringi dengan aktivitas perawatan tubuh yang selalu mengikuti semua aktivitas lainnya. Dengan kata lain pecuk yang sedang berbiak lebih banyak melakukan aktivitas utama di antaranya perawatan tubuh, lokomosi, dan interaksi sosial, dibandingkan pecuk yang tidak J. Biologi Sumatera 21 dalam keadaan berbiak. Sedang waktu istirahat lebih rendah bila dibandingkan dengan pecuk yang tidak berbiak. Pada Gambar 4 terdapat variasi jam pertukaran pengeraman dan pemberian makan atau mengasuh anak, hal ini disebabkan data yang diperoleh selama pengamatan berasal dari 15 individu yang berbeda. Umumnya ke-15 individu ini memperlihatkan jam pertukaran yang hampir sama setiap hari, meskipun terjadi perbedaan hanya beberapa menit (10-15 menit dari jam pertukaran di hari sebelumnya). Pada Gambar 4 terlihat bahwa puncak perilaku mengeram terjadi dua kali yaitu pada jam WIB dan antara jam WIB. Yang dimaksud dengan mengeram ini meliputi mengeram dalam arti sebenarnya, dan duduk di dalam sarang untuk melindungi anakan. Hal ini diduga erat kaitannya dengan faktor suhu, di mana pada saat pagi hari ( WIB) induk melindungi telur dan anakan dari udara yang lembab (menghangatkan) dan pada saat menjelang siang di mana suhu udara mulai naik dan sinar matahari mulai meningkat maka induk akan melindungi anakan dan telur dari sinar matahari. Kenyataannya, sulit untuk mengetahui apakah anakan sudah menetas atau belum karena anakan tidak mengeluarkan suara. Kesulitan membedakan ini terutama pada saat pengamatan perilaku mengasuh anakan dan mengeram, karena pohon sarang tidak di panjat seperti pemeriksaan harian telur. Baru setelah anakan berumur seminggu terlihat mulai menggerakgerakkan kepalanya. Untuk mengetahui apakah anakan sudah menetas dapat dilakukan dengan cara: 1) melihat cangkang yang terdapat di sekitar pohon yang diamati, 2) mendengarkan suara anakan, 3) mengamati bila induk sering berdiri dan jarang terlihat mengeram serta seperti menarik sesuatu dari dalam sarang (selain ranting). Hal kedua dapat dilakukan bila pengamatan dilakukan dekat dengan objek. Berdasarkan pembagian waktu pengamatan pagi, siang, dan sore (Gambar 1-3) dapat dilihat bahwa aktivitas paling tinggi pecuk pada saat bersarang terjadi pada saat siang hari, aktivitas paling rendah terjadi pada saat sore hari di mana pecuk sudah kembali ke sarang setelah lelah melakukan aktivitas pada saat siang dan pagi hari. Pada pagi hari pecuk lebih banyak menghabiskan waktunya untuk merawat dan melindungi anakan. Pecuk yang mengeram lebih banyak melakukan beberapa aktivitas dibandingkan dengan yang mengasuh anakan. Dari semua aktivitas selama mengeram yang paling sering

3 22 Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2006, hlm ISSN Vol. 1, No. 1 dilakukan oleh pecuk adalah berputar, berdiri, menelisik. Sedangkan pointing, gaving paling sering dilakukan pada saat banyak gangguan dan saat udara panas bersamaan dengan kegiatan cooling dan panting. Semua jenis kegiatan dan gerakan yang dilakukan oleh pecuk selama umum dilakukan pada saat siang hari. Nest pengamatan dicocokkan dengan hasil worring umumnya dilakukan pada saat siang hari pengamatan van Tets (1965). Gambar 1. Persentase perilaku pecuk pada jam (pagi hari) WIB di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, 2001 Gambar 2. Persentase perilaku pecuk pada jam (siang hari) WIB di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, 2001

4 Vol. 1, 2006 J. Biologi Sumatera 23 Gambar 3. Persentase pecuk pada jam (sore hari) WIB di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, 2001 Gambar 4. Histogram jumlah perilaku pecuk pada setiap jam pengmatan Gambar 5. Histogram perbedaan tiga aktivitas utama pecuk di tiga lokasi tanpa membedakan waktu pengamatan

5 24 JUMILAWATY J. Biologi Sumatera DAFTAR PUSTAKA Altmann J Observational Study of Behaviour: Sampling Method. Behaviour 49: Faaborg J Ornithology an Ecological Approach. New Jersey: Prentice Hall Fithri A Studi Perilaku Makan Burung Pecuk Kecil (Phalacrocorax niger) Dan Pecuk Besar (P. sulcirostris). Skripsi Mahasiswa Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Kortlandt A Patterns of Pair-Formation and Nest-Building in The European Cormorant Phalacrocorax carbo sinensis. Ardea 83: Matthews CW & Fordham RA Behaviour of The Little Pied Cormorant Phalacrocorax melanoleucos. Emu 96: Sarjono AP Ekologi Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris Brandt, 1931) di Taman Burung Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Skripsi mahasiswa. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sellers RM Wing-Spreding Behaviour of Cormorant Phalacrocorax carbo. Ardea 83: Van Tets GF Comparative Study of Some Sosial Communication Patterns in The Pelecaniformes. Lawrence, Kansas: The Allen Press. Van Eerden MR & Voslamber B Mass Fishing by Cormorants Phalacrocorax carbo at Lake Ijsselmeer, The Netherlands: a Recent and Succesfull adaptation to a Turbid Environment. Ardea 83: Welty JC The Life of Birds. New York: Senders College Publishing.

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN DAN KURVA PERTUMBUHAN ANAKAN

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN DAN KURVA PERTUMBUHAN ANAKAN KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN DAN KURVA PERTUMBUHAN ANAKAN PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN PECUK KECIL (Phalacrocorax niger) DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT, TELUK JAKARTA Erni Jumilawaty Abstract

Lebih terperinci

HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH

HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH PERILAKU HARIAN ANAKAN KUNTUL KERBAU (Bubulcus ibis L.) di KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH MARIATI 110805038 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STUD1 POPULASI PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN BURUNG-BURUNG AIR LAINNYA DI T A M BURUNG KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA

STUD1 POPULASI PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN BURUNG-BURUNG AIR LAINNYA DI T A M BURUNG KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA Media Konservasi Vol. V No. (I), April 1996 : 55-59 STUD1 POPULASI PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN BURUNG-BURUNG AIR LAINNYA DI T A M BURUNG KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA (Population

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekayaan jenis burung di Pulau Serangan, Bali pada bulan Februari sampai Maret tahun 2016. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 kali, yang dilaksanakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN SIAMANG (Symphalangus syndactylus) di BALI ZOO PARK, DESA BATUAN, GIANYAR, BALI

PERILAKU HARIAN SIAMANG (Symphalangus syndactylus) di BALI ZOO PARK, DESA BATUAN, GIANYAR, BALI PERILAKU HARIAN SIAMANG (Symphalangus syndactylus) di BALI ZOO PARK, DESA BATUAN, GIANYAR, BALI Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Biologi FMIPA

Lebih terperinci

ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA. Oleh: Onrizal

ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA. Oleh: Onrizal ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA Oleh: Onrizal Sejarah Kawasan Pulau Rambut merupakan salah satu pulau dari 108 pulau yang menyusun Kepulauan Seribu yang

Lebih terperinci

Peranan Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Terhadap Keberadaan Jenis-Jenis Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta

Peranan Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Terhadap Keberadaan Jenis-Jenis Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta Peranan Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Terhadap Keberadaan Jenis-Jenis Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta The Role of The Kinds of Mangrove Plants Against Presence in Kinds Waterbird in

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI SITI RAHMADANI

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI SITI RAHMADANI 1 KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI SITI RAHMADANI 100805005 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH VEGETASI MANGROVE TERHADAP KEBERADAAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG AIR DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

PENGARUH VEGETASI MANGROVE TERHADAP KEBERADAAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG AIR DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT 1 PENGARUH VEGETASI MANGROVE TERHADAP KEBERADAAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG AIR DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT Irvan Nurmansyah, Dahlan, Lina Kristina Dewi Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dan bentuk rangka yang memungkinkan untuk terbang (Harrison dan Greensmith,

BAB I PENGANTAR. dan bentuk rangka yang memungkinkan untuk terbang (Harrison dan Greensmith, 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Burung adalah anggota hewan bertulang belakang (vertebrata) yang termasuk ke dalam Kelas Aves. Berdasarkan struktur morfologi dan anatomi tubuh, Kelas Aves memiliki

Lebih terperinci

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan 7. PEMBAHASAN UMUM Morfologi Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi Dari hasil pengamatan selama 12 bulan terhadap perubahan morfologi yang terjadi pada gonad jantan dan betina. Tampak perubahan

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

PERENCANAAN INTERPRETASI DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA. Oleh : Andi Nur Gustiana Syam E

PERENCANAAN INTERPRETASI DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA. Oleh : Andi Nur Gustiana Syam E PERENCANAAN INTERPRETASI DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Oleh : Andi Nur Gustiana Syam E34101077 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI

065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI 2cB8 065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kuntul Besar dan Cangak Abu Klasifikasi burung Kuntul Besar dan Cangak Abu. Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Aves Ordo : Ciconiiformes Famili : Ardeidae

Lebih terperinci

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 9 PERNYATAAN

Lebih terperinci

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Pola Perilaku Berselisik... (Moh Galang Eko Wibowo) 11 POLA PERILAKU BERSELISIK (GROOMING BEHAVIOUR) MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis, RAFFLES 1821) DI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 9 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun tahun 2005-2006, warga kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) mendapat gangguan dengan munculnya pemandangan di sepanjang jalan Ganesha yang dipenuhi oleh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU MASHUDI A. mashudi.alamsyah@gmail.com GIRY MARHENTO girymarhento@gmail.com

Lebih terperinci

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PENELITI & PEMERHATI BURUNG DI INDONESIA

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PENELITI & PEMERHATI BURUNG DI INDONESIA PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PENELITI & PEMERHATI BURUNG DI INDONESIA 13-14 Februari 2015 FAKULTAS KEHUTANAN, INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA, BOGOR PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PENELITI & PEMERHATI

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A / Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS Pratiwi A.A. Talumepa*, R. S. H. Wungow, Z. Poli, S. C. Rimbing Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM ORNITHOLOGI DISUSUN OLEH: DR. ERNI JUMILAWATY, M.SI

PENUNTUN PRAKTIKUM ORNITHOLOGI DISUSUN OLEH: DR. ERNI JUMILAWATY, M.SI PENUNTUN PRAKTIKUM ORNITHOLOGI DISUSUN OLEH: DR. ERNI JUMILAWATY, M.SI LABORATORIUM EKOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Erni Jumilawaty 1 Erni Jumilawaty 2 TATA TERTIB PRAKTIKUM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN MANFAAT EKOLOGI TANAMAN

PENGERTIAN DAN MANFAAT EKOLOGI TANAMAN EKOLOGI TANAMAN BAB PENGERTIAN DAN MANFAAT EKOLOGI TANAMAN KOMPETENSI DASAR Menyimpulkan adanya hubungan timbal balik yang erat antara tanaman dengan lingkungannya. URAIAN SINGKAT Ekologi tanaman adalah

Lebih terperinci

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

MUSIM BERBIAK, PERTUMBUHAN ANAKAN DAN KESUKSESAN PERKEMBANGBIAKAN BANGAU BLUWOK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

MUSIM BERBIAK, PERTUMBUHAN ANAKAN DAN KESUKSESAN PERKEMBANGBIAKAN BANGAU BLUWOK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT MUSIM BERBIAK, PERTUMBUHAN ANAKAN DAN KESUKSESAN PERKEMBANGBIAKAN BANGAU BLUWOK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT Breeding Season, Chick development and Breeding Success of Milky Strok At Pulau Rambut Wildlife

Lebih terperinci

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air 121 V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air Banyaknya spesies burung air yang ditemukan sangat didukung oleh tersedianya habitat lahan basah yang bervariasi. Hasil analisis spasial menunjukkan

Lebih terperinci

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan, Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 449 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Burung Walet (Collocalia) Di Habitat Alami (In-Situ) Dan Habitat Buatan (Ex-Situ) Menteri Kehutanan Dan Perkebunan, Menimbang

Lebih terperinci

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET BUPATI BANGKA, Menimbang : bahwa guna

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Nikmaturrayan 1, Sri Kayati Widyastuti 2, I Gede Soma 3 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD),

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PERBANDINGAN PERILAKU BERSARANG ORANGUTAN JANTAN DENGAN ORANGUTAN BETINA DEWASA (Pongo abelii) DI STASIUN PENELITIAN SUAQ BALIMBING Fauziah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian dan siklus PTK sebagai berikut : Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Untuk pelajaran IPA sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian dan siklus PTK sebagai berikut : Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Untuk pelajaran IPA sebagai BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Setting dalam penelitian ini meliputi 3 : langkah penelitian, waktu penelitian dan siklus PTK sebagai berikut : 1. Tempat penelitian Penelitian Tindakan

Lebih terperinci

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI SKRIPSI YESI MAHARDIKA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachma. Waktu penelitian Mei 2015. Berikut adalah

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN SKRIPSI Oleh : PARRON ABET HUTAGALUNG 101201081 / Konservasi Sumber Daya Hutan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539

Lebih terperinci

Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia:

Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia: Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia: 2007-2011 Dokumen ini diambil langsung dari Teks Kemitraan dan memberikan kerangka kerja untuk memandu pelaksanaan Kemitraan Jalur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan, binatang peliharaan, pemenuhan kebutuhan ekonomi, dan estetika

Lebih terperinci

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS Langkah kami setelah mencari tahu dan segala informasi tentang Pulau Nias adalah survey langsung ke lokasi site untuk Tugas Akhir ini. Alangkah

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Mengapa kita mengamati burung? Berbagai jawaban bias diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ada yang tertarik karena

Lebih terperinci

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract The effects of nest cover types on incubation period and hatching rate of Olive Ridley turtle Lepidochelys olivacea in the Turtle Conservation Unit, Pariaman by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Moh Galang Eko Wibowo

SKRIPSI. Oleh Moh Galang Eko Wibowo POLA PERILAKU BERSELISIK (GROOMING BEHAVIOUR) MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis, RAFFLES 1821) DI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian desktriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat gambaran secara

Lebih terperinci

Matahari dan Kehidupan Kita

Matahari dan Kehidupan Kita Bab 5 Matahari dan Kehidupan Kita Tema Peristiwa dan Kesehatan Pernahkah kalian berjalan di siang hari yang terik? Misalnya, saat sepulang sekolah. Apa yang kalian rasakan? Kalian tentu merasa kepanasan.

Lebih terperinci

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy) Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (1) : 55 60 ISSN 0216 0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus

Lebih terperinci

PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI MARLIN ANDIKA 061202026 DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran: BAB 4 PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Mengetahui berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. 2. Menjelaskan pentingnya

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

MODEL LOGISTIK UNTUK SATU SPESIES

MODEL LOGISTIK UNTUK SATU SPESIES Bab 3 MODEL LOGISTIK UNTUK SATU SPESIES Dalam pembahasan bab ini penulis akan mencoba menjelaskan mengenai model untuk satu pohon. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa untuk pengamatan data secara

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya; KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung Walet (Collocalia spp) merupakan salah

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PADANG KOTA TERCINTA PEMERINTAH KOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 07 TAHUN 2009 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

Momoa. Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn. PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Cetakan Pertama: November 2012

Momoa. Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn. PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Cetakan Pertama: November 2012 Momoa Momoa Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn Copyright 2012 Hans Post, Kees Heij, Lies van der Mijn Naskah : Hans Post dan Kees Heij Penerjemah : Indah Groeneveld Penyunting : Yuki HE Frandy Gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan Pantai Batu Kalang terletak di pinggir pantai selatan Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). Menurut Linnaeus (1766) dalam Sulistiani (1991)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KOMUNITAS BURUNG DI BAWAH TAJUK: PENGARUH MODIFIKASI BENTANG ALAM DAN STRUKTUR VEGETASI IMANUDDIN

KOMUNITAS BURUNG DI BAWAH TAJUK: PENGARUH MODIFIKASI BENTANG ALAM DAN STRUKTUR VEGETASI IMANUDDIN KOMUNITAS BURUNG DI BAWAH TAJUK: PENGARUH MODIFIKASI BENTANG ALAM DAN STRUKTUR VEGETASI IMANUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci