V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air
|
|
- Doddy Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 121 V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air Banyaknya spesies burung air yang ditemukan sangat didukung oleh tersedianya habitat lahan basah yang bervariasi. Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa lahan basah yang berupa hamparan lumpur, sawah, tambak, belukar rawa dan hutan belukar di Percut Sei Tuan merupakan lokasi penting bagi burung air sebagai tempat mencari makan. Hasil analisis juga mendukung pendapat Ge et al. (2009) yang menyatakan pentingnya suatu habitat bagi populasi burung air dapat diprediksi dari potensi makanan, ketersediaan tempat beristirahat dan mencari makan, kondisi iklim, tekanan predasi dan gangguan manusia. Habitat yang bervariasi akan menyediakan lebih banyak variasi ruang dan jenis makanan yang dibutuhkan burung air dibandingkan habitat yang seragam. Hal ini mencengah terjadinya peningkatan kepadatan burung air pada satu lokasi sehingga mengurangi peluang terjadinya kompetisi, terutama bagi spesies yang memiliki morfologi yang sama (ukuran dan cara memperoleh makan yang mirip) seperti dua spesies bangau (Mycteria cinerea dan Leptoptilos javanicus) yang ditemukan selalu bersamaan. Kompetisi antara kedua spesies ini tidak terjadi karena sumber makanan yang ditemukan cukup banyak baik jumlah spesies (26 jenis) maupun jumlah individu. Kompetisi akan terjadi antara spesies yang memiliki kebutuhan yang sama pada saat sumber daya terbatas (Yates et al. 2000). Untuk menghindari terjadinya kompetisi kedua spesies ini memilih jenis makanan yang berbeda, hal yang sama terjadi pada spesies burung pantai yang memiliki cara memperoleh makan dan kebutuhan makan yang sama. Bagi spesies burung air yang memiliki kepadatan tinggi dan mencari makan di lokasi yang sama dengan kebutuhan makan yang sama, untuk menghindari terjadi kompetisi, umumnya spesies burung air melalukan teknik mencari makan secara berkelompok dan membagi jenis makanan yang dikonsumsi (food resource partitioning) (Borges & Shanbhag 2007; Holm & Burger 2002). Model kesesuaian habitat secara fungsional menggambarkan hubungan antara hidupan liar dan variabel habitat. Model habitat dibuat untuk mengetahui
2 122 preferensi habitat oleh spesies, fisiologi dan perilaku spesies (Guisan & Zimmerman 2000), habitat yang sesuai untuk spesies dan hubungan habitat dengan hewan (Tobalske & Tobalske 1999; Johnson 2007), memprediksi pengaruh perubahan habitat terhadap variasi spesies, distribusi spesies hewan dan sebaran geografi, prediksi area dengan keanekaragaman spesies atau lokasi ditemukannya spesies terkonsentrasi (Williams 2003). Burung pantai dan burung merandai tidak memilih lahan basah di Tanjung Rejo sebagai lokasi makan, tetapi memilih Bagan Percut, Pematang Lalang dan Pantai Labu. Hal ini disebabkan gangguan akibat aktivitas manusia relatif tinggi dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya, seperti pemasangan jaring untuk menangkap burung air, perburuan, suara atau kegaduhan yang ditimbulkan oleh aktivitas permainan billyar yang tidak jauh dari lokasi makan (± 10m) dan konversi lahan menjadi tambak, kolam pancing dan perkebunan kelapa sawit. Burung pantai masih memilih habitat di Bagan Percut meskipun ada gangguan berupa pengerukan dan penimbunan lumpur. Sebaliknya, burung merandai lebih memilih Pematang Lalang dan Pantai Labu sebagai tempat mencari makan. Pemilihan habitat Bagan Percut oleh burung pantai diduga karena lokasi ini memiliki hamparan lumpur yang paling luas dibandingkan lokasi lainnya. Ini mendukung hasil penelitian Burger et al. (1997) yang menyatakan bagi burung pantai hamparan lumpur merupakan lokasi yang sangat penting untuk memperoleh makanan sebagai sumber energi, kepentingan burung pantai dalam memanfaatkan hamparan lumpur sebagai lokasi makan, beristirahat dan aktivitas lainnya dibandingkan dengan rawa atau pantai terbuka diatas 80%. Kepentingan burung pantai terhadap hamparan lumpur sangat dipengaruhi oleh cara mencari makan dan morfologi. Burung merandai tidak menggunakan hamparan lumpur sebanyak burung pantai menggunakannya, sehingga adanya gangguan mengakibatkan burung merandai tidak banyak menggunakan habitat di Bagan Percut. Selain faktor keamanan, konversi lahan yang menyebabkan lokasi mencari makan telah tidak sesuai lagi diduga menjadi penyebab tidak dipilihnya Tanjung Rejo oleh burung merandai karena lahan basah yang diduga menjadi lokasi mencari makan telah tidak sesuai.
3 123 Tekstur sedimen yang lembut dan lembab di hamparan lumpur mempermudah penetrasi paruh burung pantai untuk menangkap mangsa yang terdapat pada kedalaman tertentu (Liordos 2010). Sebaliknya, sedimen yang terlalu lembek akan menyulitkan pergerakan burung air terutama burung pantai yang tidak memiliki selaput pada kakinya seperti pada burung merandai. Sedikitnya pemanfaatan sawah oleh burung-burung pantai diduga karena sawah yang berada di lokasi penelitian merupakan jenis tadah hujan, sehingga memiliki kecenderungan kering dan tekstur tanah yang keras. Model kesesuaian habitat burung merandai dan burung pantai menunjukkan bahwa pemilihan lokasi makan oleh burung air sangat ditentukan oleh faktor keamanan, ketersediaan tempat, ketersediaan makanan, spesies, dan lokasi makan. Hasil penelitian ini menunjukkan burung merandai lebih sensitif terhadap gangguan dibandingkan burung pantai yang merupakan burung migran. Burton et al. (2006) mengemukakan bahwa respon burung air terhadap gangguan akibat aktivitas manusia sangat ditentukan oleh spesies, tipe gangguan, tipe habitat, ketersediaan makanan dan lokasi. Ukuran tubuh burung, jumlah dalam kelompok, frekuensi dan jumlah gangguan, jarak dari sumber gangguan dan kecepatan gangguan merupakan faktor yang menentukan respon burung air terhadap gangguan akibat aktivitas manusia (Borgmann 2010). Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi tingginya keanekaragaman burung air di lokasi penelitian diantaranya keadaan lingkungan perairan dalam hal ini kualitas air seperti salinitas, suhu, bahan organik, DO dan BOD. Selain mendapatkan makanan sebagai sumber energinya burung air juga membutuhkan air untuk diminum, air merupakan kebutuhan primer makluk hidup yang membantu proses metabolisme diantaranya pengaturan termoregulasi dan osmoregulasi (Dilger & Rice 2004). Salinitas merupakan faktor yang mempengaruhi kehidupan burung air, salinitas membahayakan burung air dan dapat menyebabkan berkurangnya berat badan akibat dehidrasi ketika burung air meminum air dengan salinitas tinggi. Burung air menghindari air dengan salinitas tinggi untuk. Kandungan garam menyebabkan berkurangnya kemampuan menahan air pada bulu dan meningkatnya pengeluaran energi akibat proses termoregulasi (Hannam et al. 2003).
4 124 Pengaruh faktor fisik dan kimia air terhadap jumlah individu burung air dan jumlah spesies burung air dibuktikan dengan hasil analisis regresi stepwise (Lampiran 13 dan 14). Pengaruh faktor fisik dan kimia air memperlihatkan jumlah spesies burung air sebesar 88% dan jumlah individu sebesar 74%. Masing-masing faktor fisik dan kimia ini memberikan pengaruh berbeda ada yang memberikan pengaruh positif dan negatif. Pengaruh faktor fisik dan kimia air ini lebih besar pada spesies burung air dibandingkan jumlah individu burung air. Migrasi merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman burung air yang ditemukan di lokasi penelitian. Percut Sei Tuan merupakan lokasi penting bagi persinggahan burung air migran. Ini dibuktikan dengan banyaknya spesies migran yang ditemukan di lokasi penelitian pada bulan September sampai Maret mencapai 28 spesies (Lampiran 2). Dipilihnya lokasi ini sebagai salah satu lokasi persinggahan bagi burung migran diprediksi karena faktor makanan yang tersedia dan luasnya hamparan lumpur yang terbentuk pada saat air laut surut. Luas hamparan lumpur yang terbentuk juga sangat ditentukan oleh hamparan lumpur yang saling berdekatan, sehingga mempermudah burung air untuk berpindahpindah tempat dalam mengeksploitasi makrozoobentos sebagai sumber makanan. Gangguan pada garis pantai berupa fragmentasi, dan isolasi antara patch akan mempengaruhi komunitas burung air karena terputuskan hubungan antara satu lokasi dengan lokasi makan yang lain dan meningkatnya kemungkinan predator (Faaborg et al. 1995). Fluktusi komposisi spesies maupun individu diduga sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan setiap bulannya dan ketersediaan sumber makanan dan yang paling utama kedatangan spesies migran. Migrasi hewan menyebabkan fluktuasi kepadatan populasi secara musiman pada suatu area. Perubahan populasi ini disebabkan oleh faktor internal (keberhasilan reproduksi) dan eksternal (makanan, predasi dan perubahan iklim) (Ge et al. 2009). Hamparan lumpur merupakan lokasi utama mencari makan oleh burungburung pantai, terutama jenis-jenis anggota Scolopacidae dan Charadriidae, dan burung merandai famili Ciconiidae (Jenis Mycteria cinerea dan Leptoptilos javanicus). Hamparan lumpur diduga bukan merupakan lokasi mencari makan utama bagi burung-burung merandai genus Egretta yang bersarang di hutan
5 125 mangrove di Tanjung Rejo, bahkan beberapa jenis burung merandai, yaitu Butorides striata, Ardea. Plegadis falcinellus selama pengamatan berlangsung tidak pernah ditemukan mencari makan. Jenis ini hanya ditemukan di hutan mangrove dekat kolam ikan pada siang menjelang sore. Phalacrocorax sulcirostris hanya ditemukan di hutan mangrove sebagai tempat bersarang dan saat pengamatan hanya ditemukan beberapa individu yang sedang mencari makan di kolam ikan dekat dengan hutan mangrove. Banyaknya burung yang memanfaatkan hamparan lumpur sebagai tempat mencari makan ditunjang kelimpahan dan keanekaragaman sumber daya pakan (bivalvia, gastropoda, crustacean dan polychaeta) yang lebih tinggi dibandingkan dengan habitat lainnya. Ketersediaan makanan merupakan faktor penting untuk menentukan kesesuaian habitat bagi burung pantai (Sutherland et al. 2000). Keanekaragaman Burung Air dan Makrozoobentos Hamparan lumpur dan pantai merupakan habitat penting bagi burung air (burung pantai) sebagai tempat mencari makan. Pemilihan dan penggunaan hamparan lumpur sangat tergantung pada ketersediaan makrozoobentos.kualitas lokasi mencari makan ditentukan oleh kelimpahan makrozoobentos dan adanya bahaya predasi (Pomeroy 2006). Makrozoobentos (bivalvia, gastropoda, crustacean dan polychaeta) merupakan makanan utama bagi burung air. Makanan merupakan sumber energi untuk melakukan aktivitas dan proses fisiologi diantaranya, reproduksi, tumbuh dan berkembang serta kemampuan untuk bertahan hidup. Makanan merupakan salah satu faktor penentu distribusi burung air (Evan & Dugan 1984). Kebutuhan makanan per hari spesies burung pantai dipengaruhi oleh waktu mencari makan dan ketersediaan makanan, produksi panas, kapasitas dan ukuran dari sistem organ, predasi, dan jumlah mangsa (Zwarts et al. 1990a; Kvist & Lindstrom 2000). Komposisi dan keanekaragaman makrozoobentos ini sangat dipengaruhi oleh banyak diantaranya salinitas, ph, bahan organik, kecerahan, BOD, DO, suhu, kecerahan dan profil sedimen (ukuran sedimen). Analisis regresi stepwise yang dilakukan untuk mengetahui kadar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kelimpahan makrozoobenthos menunjukkan bahwa faktor yang sangat kuat
6 126 mempengaruhi kehadiran makrozoobentos diantaranya ph (77%), salinitas (72%), DO (65%), BOD (60%), kecerahan (67%) dan ketinggian air (59%). Bahan organik dan suhu memberikan pengaruh yang lemah (< 20%). Pengaruh faktor kimia dan fisika terhadap makrozoobentos memperlihatkan hubungan negatif artinya makin tinggi nilai unsur ini akan menyebabkan penurunan jumlah makrozoobentos. Ini membuktikan bahwa makrozoobentos memiliki kisaran nilai yang masih dapat ditolerir untuk mendukung kehidupannya. Nilai yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memberi pengaruh negatif yang berdampak pada hilangnya spesies makrozoobentos. Faktor kimia dan fisik perairan juga secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan burung air. Hasil ini mendukung pendapat Wiens (1989) kelimpahan burung pada skala lokal dipengaruhi oleh karakteristik habitat (luas lahan basah dan ketinggian air, dan kondisi fisik dan kimia air), ketersediaan, distribusi dan kepadatan makanan, dan ketersediaan lokasi yang sesuai untuk reproduksi atau istirahat. Gangguan dan Keanekaragam Burung Air di Masa Depan Kehadiran dan aktivitas manusia disekitar lokasi mencari makan merupakan ancaman bagi keberadaan burung air, sehingga burung air menghindar dan mencari lokasi yang lebih aman. Kehadiran manusia mempengaruhi keberhasilan memperoleh makanan, kehilangan waktu mencari makan dan kehilangan energi untuk terbang dan menghindar. Kehadiran manusia dan gangguan yang ditimbulkan oleh manusia akan menyebabkan perubahan komposisi komunitas (De Boer 2002). Gangguan manusia, kerusakan habitat atau hilangnya habitat akan mempengaruhi komunitas burung (Willem et al. 2011). Macam-macam gangguan akibat aktivitas manusia yang membahayakan bagi kelestarian burung air seperti: pemasangan jaring untuk menangkap burung pantai, perburuan dan penjualan burung pantai, kebisingan yang disebabkan permainan billyar tidak jauh dari lokasi mencari makan dan suara perahu motor di sekitar area mencari makan. Berdasarkan situasi saat ini, diprediksi terjadi penurunan jumlah populasi terutama jenis bangau (Mycteria cinerea dan Leptoptilos javanicus) yang
7 127 dilindungi di masa depan. Setelah pencanangan agro-marinepolitan 2007 terjadi penurunan populasi M. cinerea sebesar 27% setiap tahun dan berkisar 16% setiap bulannya dan L. javanicus mengalami penurunan sebesar 3% setiap tahun dan bulannya (Lampiran 8-10) (Jumilawaty & Aththorick 2007). Gangguan habitat di Percut Sei Tuan menyebabkan tidak ditemukan lagi beberapa spesies yang sebelumnya ditemukan diantaranya Amaurornis phoenicurus, Ixobrychus cinnamomeus, Ixobrychus sinensis dan Porzana sp (Jumilawaty & Aththorick 2007; Akasia Indonesia 2007) (Lampiran 8-11). Akibat tingginya tekanan gangguan, diprediksi burung air akan meninggalkan Tanjung Rejo dan Bagan Percut sebagai lokasi mencari makan dan cenderung memilih Pematang Lalang, Pantai Labu dan wilayah sekitarnya. Ancaman lainnya area mencari makan burung air akan semakin menyempit dan terkumpul hanya di sekitar Pematang Lalang dan Pantai Labu, hal ini disebabkan adanya pembangunan bandara internasional pengganti Bandara Polonia. Upaya Konservasi Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki potensi hutan mangrove yang besar sekitar ha dengan peruntukan status Hutan Suaka Alam (HSA) seluas 2.580,60 ha dan Hutan Penggunaan lain (HPL) seluas 1.236,40 ha (BPS Kabupaten Deli Serdang, 2005). Penetapan wilayah ini menjadi kawasan yang dilindungi diperkuat dengan Sk Menhut No. 44/Menhut-II/2005, tanggal 16 Februari 2005, tentang penunjukan kawasan hutan Propinsi Sumatera Utara. Untuk kelestarian burung air diperlukan berbagai cara; mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk 1) mengatur kembali tata ruang penggunaan wilayah dan mengembalikan fungsi perlindungan, 2) meningkatkan taraf pendapatan perkapita penduduk yang umumnya nelayan dan petani, 3) meningkatkan taraf pendidikan masyarakat dan memberikan penyuluhan tentang pentingnya wilayah ini bagi kelestarian burung air, 4) meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap lingkungan dan keberadaan burung air, 5) mengikut serta masyarakat dalam upaya pelestarian burung air dengan menciptakan rasa aman bagi burung air mencari makan dan memberikan ganjaran bagi para pelaku penembakan burung-burung air dilokasi penelitian, 6) melibatkan para pemilik modal yang terdapat di lokasi penelitian dalam upaya pelestarian.
IV KESESUAIAN HABITAT BURUNG AIR. Abstrak
84 IV KESESUAIAN HABITAT BURUNG AIR Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis kesesuaian habitat burung air di Percut Sei Tuan terkait komponen habitat yang menyusun model kesesuaian habitat. Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI
KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH: FIVIN ENDHAKA OLIVA 090805056 DEPARTEMEN BIOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat
Lebih terperinci2.2. Struktur Komunitas
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Perairan Estuari Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan
15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman burung yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah burung yang tercatat di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air kurang memberikan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat
17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman burung yang sangat tinggi. Sukmantoro et al. (2007), menjelaskan bahwa terdapat 1.598 jenis burung yang dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air sangat penting bagi kehidupan manusia, hampir semua kegiatan makhluk hidup dimuka bumi memerlukan air, mulai dari kegiatan rumah tangga sehari-hari sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena
Lebih terperinciKAJIAN TENTANG KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI HUTAN MANGROVE ACEH BESAR PASCA TSUNAMI 2004
KAJIAN TENTANG KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI HUTAN MANGROVE ACEH BESAR PASCA TSUNAMI 2004 Study on Avi-fauna Diversity in Mangrove Area in Aceh Besar Post Tsunami 2004 Ruskhanidar 1 dan Muhammad Hambal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama
Lebih terperinciANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA
ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA ANDI KURNIAWAN Pusat Studi Pesisir & Kelautan Universitas Brawijaya Workshop II - Kajian Kerentanan dan Risiko Iklim untuk Kota/Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat
Lebih terperinciIII KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN BURUNG AIR. Abstrak
51 III KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN BURUNG AIR Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis struktur komunitas makrozoobentos di Percut Sei Tuan terkait dengan kekayaan spesies, keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari
7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari
Lebih terperinciPENDAHULUAN. stabil terhadap morfologi (fenotip) organisme. Dan faktor luar (faktor yang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman makhluk hidup yang merupakan makhluk hidup yang menunjukan keseluruhan variasi gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah. Keanekaragaman
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keanekaragaman Menurut Krebs (1978) keanekaragaman (diversity) merupakan banyaknya jenis yang biasanya disebut kekayaan jenis (species richness). Helvoort (1981)
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Lebih terperinciRINGKASAN. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan satusatunya
RINGKASAN MISWAR BUDI MULYA. Kelimpahan dan Distribusi Kepiting Bakau (Scylla spp) serta Keterkaitannya dengan Karakteristik Biofisik Rutan Mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman jenis burung yang tinggi dapat mencerminkan tingginya keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan salah satu kawasan di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena
Lebih terperinciPIL (Penyajian Informasi Lingkungan)
PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL adalah suatu telaah secara garis besar tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan atau diusulkan yang kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan dari kegiatan
Lebih terperinciProsedur Pelaksanaan ANDAL
Prosedur Pelaksanaan ANDAL Canter (1977) membagi langkah-langkah dalam melakukan pelaksanaan ANDAL; o Dasar (Basic) o Rona Lingkungan (Description of Environmental Setting) o Pendugaan Dampak (Impact assesment)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539
Lebih terperinciTugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /
Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Dabong merupakan salah satu desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang memiliki hamparan hutan mangrove yang cukup luas. Berdasarkan Surat
Lebih terperinci1BAB I PENDAHULUAN. memiliki garis pantai sepanjang km (Cappenberg, dkk, 2006). Menurut
1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam baik laut maupun darat. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki garis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh
Lebih terperinciKajian Pemanfaatan Jenis Burung Air di Pantai Utara Indramayu, Jawa Barat
Kajian Pemanfaatan Jenis Burung Air di Pantai Utara Indramayu, Jawa Barat Sofian Iskandar dan Endang Karlina Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor ABSTRACT Study on a utilization
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang
Lebih terperinciMigrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD
STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI KAWASAN PANTAI BARU KECAMATAN PANTAI LABU DELI SERDANG SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH:
KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI KAWASAN PANTAI BARU KECAMATAN PANTAI LABU DELI SERDANG SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH: NURUL HUSNA SIREGAR 090805009 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan mengandung pengertian suatu perubahan besar yang meliputi perubahan fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali
ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi. Biota laut yang tinggi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciMATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si
MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si Apa yang dimaksud biodiversitas? Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah : keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks
Lebih terperinciPENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan masyarakat tumbuhan atau hutan yang beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki peranan penting dan manfaat yang
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN
Lebih terperinciEKOSISTEM. Yuni wibowo
EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies
Lebih terperincisedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun mahluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun mahluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Namun demikian perlu disadari bahwa keberadaan air di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Keragaman Jenis Keragaman adalah gabungan antara kekayaan jenis dan kemerataan dalam satu nilai tunggal (Ludwig, 1988 : 8). Menurut Wirakusumah (2003 : 109),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain untuk minum, mandi dan mencuci, air bermanfaat juga sebagai sarana transportasi, sebagai sarana
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :
54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken
Lebih terperinci3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa
3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian
Lebih terperinciLampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi
106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu bentang alam yang memiliki keunikan karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang
Lebih terperinci