UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT"

Transkripsi

1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT SKRIPSI RAMAZA RIZKA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA MEI 2017

2 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi RAMAZA RIZKA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA MEI 2017 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 ABSTRAK Nama Program Studi Judul Skripsi : Ramaza Rizka : Strata-1 Farmasi : Formulasi Sabun Padat Kaolin Penyuci Najis Mughalladzah dengan Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa dan Asam Stearat Sabun padat kaolin merupakan salah satu sediaan yang digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan sabun yang mengandung tanah kaolin sebagai penyuci najis mughalladzah dengan variasi konsentrasi minyak kelapa dan asam stearat. Formulasi sabun tanah ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dibuat tiga formula dengan variasi konsentrasi minyak kelapa, yaitu FM1 (20%); FM2 (25%); FM3 (30%) untuk menurunkan kadar air pada sabun padat kaolin. Tahap kedua dibuat tiga formula dengan variasi konsentrasi asam stearat, yaitu FA1 (10%); FA2 (12%); FA3 (14%) untuk mendapatkan kekerasan sabun yang paling optimal. Sabun dievaluasi sifat fisiknya yaitu ph, kekerasan, kadar air, daya bersih, tinggi dan stabillitas busa serta uji aktivitas antibakteri dan evaluasi menurut SNI, yaitu kandungan asam lemak dan minyak mineral. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui semakin meningkat konsentrasi minyak kelapa, maka semakin rendah kadar air sabun tersebut sehingga konsentrasi minyak kelapa 30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa yang memberikan kadar air paling rendah pada sabun padat kaolin. Hasil sabun variasi asam stearat menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh signifikan terhadap kekerasan, kadar air, daya bersih, tinggi dan stabilitas busa. Formula A3 menunjukkan sifat fisika kimia paling optimal pada sabun padat kaolin. Hasil uji aktivitas antibakteri dengan uji swab pada formula A3 menunjukkan sabun tanah dapat menghilangkan bakteri dari air liur anjing. Hasil uji mutu sabun menurut SNI menunjukkan formula A3 memenuhi persyaratan mutu sabun mandi menurut SNI. Kata Kunci: Najis mughalladzah, sabun padat, kaolin, minyak kelapa, asam stearat vi

7 ABSTRACT Name Study Program Title : Ramaza Rizka : Pharmacy : Formulation of Kaolin Solid Soap for Cleansing Najis Mughalladzah by Varying Coconut Oil and Stearic Acid Concentration Kaolin soap is one of alternative Islamic cleansing method of najis al-mughalladzah. The aim of this study is to get a formula kaolin soap as Islamic cleansing method of najis al-mughalladzah by varying coconut oil and stearic acid concentration. The study was divided into two steps. The first step, soap were prepared in three formula by varying coconut oil as follows: FM1 (20%); FM2 (25%); FM3 (30%) to obtain a concentration of coconut oil that produces the lowest water content in kaolin soap. The second step, soap were prepared in three formulas by varying the concentration of stearic acid as follows: FA1 (10%); FA2 (12%); FA3 (14%) to obtain a concentration of stearic acid that produces the highest hardness in kaolin soap. The soap evaluation including organoleptic test, ph, hardness, water content, ability of cleansing, height and stability of foam, also activity antibacterial, and evaluation of SNI standard including total fatty acids, free fatty acid and mineral oil for selected formula. The result showed that increase of coconut oil concentrations causing the lowest water content. The lowest water content was obtained with 30% of coconut oil consentration. The result showed that increase of stearic acid concentraions have significant effect on hardness, water content, ability of cleansing, height and stability of foam. The result showed activity antibacterial of swab test indicate kaolin soap was evaporated bacterial saliva of canines. Formula A3 is qualified the SNI standard. Keywords: Najis al-mughalladzah, solid soap, kaolin, coconut oil, stearic acid vii

8 KATA PENGANTAR بسم رلاهللا Alhamdulillahirabbal alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul Formulasi Sabun Padat Kaolin Penyuci Najis Mughalladzah dengan Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa dan Asam Stearat bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada Kesempatan ini Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Yuni Anggraeni, M.Farm, Apt dan Dr. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dan dukungan dalam penelitian ini. 2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan. 4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya. 5. Kedua orang tua, ayahanda tersayang H. Zainuddin dan ibunda tercinta Hj. Yuslina yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta, dan kasih sayang yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu memberikan keberkahan, kesehatan, keselamatan, perlindungan, cinta, dan kasih sayang kepada kedua orang tua hamba tercinta. viii

9 6. Adik dan kakakku tersayang Muhammad Luthfi Rizki, Noviza Rizkia S.Pd, Ferawati Amd. Kep yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 7. Seluruh keluarga besar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang amat besar. 8. Kakak-kakak laboran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, kak eris, kak lisna, kak walid, kak zainab, kak rahmadi atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian. 9. Aulia, Luthfia, Berliana, Marissa, Asyraq, Tri wahyuni, Amalia serta teman-teman laboratorium yang telah banyak memberi semangat dan kebersamaannya, terima kasih atas kerjasamanya dalam penelitian ini. 10. Kakak yang begitu baik hatinya, yaitu Mauliana yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung hingga skripsi ini selesai. 11. Sahabat sekaligus my roommate, Zakiyatul Munawaroh, Elok Faikoh, Fifi Nur Hidayah Ningseh yang telah memberi kebersamaan kepada penulis sampai penyusunan skripsi ini selesai. 12. Maria Ulfa, Nurul Husna, Ariyati Ariska, dan seluruh personil 50 mania yang nan jauh di Pulau Sumatera yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman seperantauan, Putri Andira, Rauzatul Mulia, Mayu Zamzahira yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 14. Saudara-saudaraku CSS MoRA wa bil khusus angkatan CSSMoRA 2013 yang telah memberikan kecerian, ilmu dan pengalaman tak terhingga. 15. Teman seperjuangan farmasi 2013 yang selalu menemani keseharian penulis di bangku perkuliahan dan menyisakan banyak suka duka, keluh kesah selama berada di. Terimakasih atas kebersamaan dan ilmu yang kalian berikan selama ini dan semoga kita dapat sukses dalam kehidupan kedepannya. ix

10 16. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini. Jakarta, 1 Mei 2017 Penulis x

11 HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Ramaza Rizka NIM : Program Studi Fakultas Jenis Karya : Farmasi : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan : Skripsi Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi karya ilmiah saya dengan judul: FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademis sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada Tangggal : 6 Juni 2017 Yang Menyatakan (Ramaza Rizka) xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... xi DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Thaharah Macam-Macam Thaharah Najis dan Cara Menghilangkannya Sabun Pengertian Sabun Metode Pembuatan Sabun Komponen Pembentuk Sabun Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI Kaolin Sifat Fisika Kimia Sabun Uji Statistik ANOVA Antimikroba xii

13 2.8.1 Air Liur Anjing Bakteri Metode Pengujian Antibakteri BAB III METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Alat Bahan Hewan Penelitian Prosedur Kerja Formulasi Sabun Padat Kaolin Pembuatan Sabun Kaolin Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Sabun Evaluasi Daya Bersih Sabun Teknik Analisis Data Evaluasi Sabun Menurut SNI Uji Aktifitas Antimikroba BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Sabun Padat Kaolin Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Pengamatan Organoleptis Pengujian ph Pengujian Kekerasan Pengujian Kadar air Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Asam Stearat Pengamatan Organoleptis Pengujian ph Pengujian Kekerasan Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa Pengujian Kadar Air Daya Bersih Sabun Pengujian Asam Lemak Bebas xiii

14 4.4.. Pengujian Aktivitas Antibakteri Uji Swab dengan Sabun yang Mengandung Tanah Uji Swab dengan Sabun yang Tidak Mengandung Tanah Uji Swab dengan Akuades Steril Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB 5 PENUTUP Kesimpulan Saran 58 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 66 xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa Tabel 2.2 Perbandingan Komponen dan Jumlah Asam Lemak Minyak Kelapa dan Minyak Kelapa Sawit Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi Tabel 2.4 Komponen Air Liur Anjing Tabel 2.5 Klasifikasi Respon Hambatan Tabel 3.1 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Tabel 3.2 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Tabel 4.3 ph Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa Tabel 4.4 Kekerasan Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat Tabel 4.7 ph Sabun Tanah Variasi Asam Stearat Tabel 4.8 Kekerasan Sabun Tanah Variasi Asam Stearat Tabel 4.9 Tinggi Busa Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat Tabel 4.10 Stabilitas Busa Sabun Tanah Konsentrasi Asam Stearat Tabel 4.11 Penilaian Daya Bersih Sabun Tanah Kaolin terhadap Kotoran Minyak Kelapa Tabel 4.12 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang Mengandung Tanah Tabel 4.13 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang Tidak Mengandung Tanah Tabel 4.14 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Akuades Steril Tabel 4.15 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sabun dengan Metode Difusi Tabel 4.16 Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI xv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Sabun sebagai Pembersih Gambar 2.2 Reaksi Saponifikasi trigliserida Gambar 2.3 Reaksi Netralisasi Asam Lemak xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat Bahan Minyak Kelapa Lampiran 2. Sertifikat Bahan Natrium Hidroksida Lampiran 3. Sertifikat Bahan Asam Stearat Lampiran 4. Sertifikat Bahan Cocamidopropyl Betaine Lampiran 5. Sertifikat Bahan Kaolin Lampiran 6. Sertifikat Bahan Triklosan Lampiran 7. Hasil Uji Statistik ph Sabun Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa).. 72 Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa).. 74 Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Kadar Air Sabun Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Lampiran 10. Hasil Uji Statistik ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Asam Stearat) Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Daya Bersih Sabun Padat Kaolin Lampiran 16. Perhitungan Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin Lampiran 17. Perhitungan Kadar Air Sabun Padat Kaolin Lampiran 18. Hasil Pengujian Mutu Sabun Menurut SNI Lampiran 19. Alur Penelitian Lampiran 20. Gambar Sabun Lampiran 21. Hasil Uji Swab Sabun yang Mengandung Tanah Lampiran 22. Hasil Uji Swab Sabun yang Tidak Mengandung Tanah Lampiran 23. Hasil Uji Swab dengan Akuades Steril Lampiran 24. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Lampiran 25. Gambar Penetrometer xvii

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan dan kesucian adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan guna menjalin hubungan yang baik kepada Allah SWT dan manusia. Dalam beribadah, umat islam dituntut untuk menjaga kebersihan dan kesucian (Thaharah). Dalam kitab fiqih, thaharah selalu berada pada bab awal yang dibahas oleh para fuqaha. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya thaharah dalam islam. Rasulullah SAW bersabda At-Thahuur (suci) adalah sebagian dari iman (HR. Muslim). Dengan demikian, thaharah memiliki tingkatan yang tinggi mengenai persoalan iman dan shalat. Persoalan iman dan shalat berhubungan erat dengan persoalan batin. Jika seseorang baik dalam segi iman dan shalatnya, maka baik pula batinnya. Oleh karena itu, thaharah adalah salah satu syarat untuk mencapai kesempurnaan iman dan shalat. Dalam pemahaman syariah (hukum) Islam, thaharah berarti bersuci dari hadas dan najis. Adapun alat yang digunakan untuk bersuci adalah menggunakan air dan tanah (Abu, 2015). Pada zaman sekarang ini, tuntutan adanya label halal pada berbagai produk obat dan makanan berkembang pesat. Hal ini seiring dengan bertambah pula berbagai produk obat dan makanan dari berbagai industri obat dan pangan. Segala bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai adanya bahan dasar non-halal atau bahan yang berasal dari babi dan derivatnya seperti (daging, lemak, ataupun gelatin babi). Dengan demikian, para peneliti pasti akan bersentuhan langsung dengan babi dan derivatnya. Selain peneliti bidang halal, babi dan anjing juga menjadi hewan yang akrab digunakan dalam dunia kedokteran, kedokteran hewan, farmasi, dan pemelihara anjing yang beragama islam. Dalam al-qur an Surat al-an am ayat 145 Allah SWT berfirman, yang artinya: Daging babi adalah rijsun. Dalam Kamus Besar Bahasa Arab-Melayu, rijsun adalah kotoran, benda-benda yang kotor, perlakuan yang buruk, dan perkara yang 1

19 2 haram (najis). Semua yang berasal dari sentuhan babi dan anjing merupakan najis mughalladzah. Menurut Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal, menyatakan bahwa bekas babi atau anjing dilakukan dengan cara di-sertu (dicuci dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dengan tanah/debu atau penggantinya yang memiliki daya pembersih yang sama). Kemudiaan Pada tahun 2008, MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa debu atau tanah yang digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah dapat diganti dengan sabun (Zurinal, 2008). Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat dan kesibukan masyarakat yang semakin padat, maka timbullah kecenderungan masyarakat untuk memilih segala sesuatu yang praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Hal ini mendorong para peneliti untuk terus berinovasi menciptakan produk yang dapat memenuhi keinginan masayarakat tersebut. Oleh karena itu, salah satu produk yang dapat dikembangkan oleh peneliti adalah sabun tanah atau sabun antinajis untuk memudahkan masyarakat islam untuk bersuci dari najis mughalladzah. Sabun yang mengandung tanah ini juga telah banyak dipasarkan di Thailand dan Malaysia, dimana penjualannya mencapai 6-7 kali lipat dibandingkan sabun yang tidak mengandung tanah. Menurut Fatwa dari Komite Islam Bangkok, konsentrasi tanah (clay) yang digunakan dalam pembuatan sabun yang telah dipasarkan di Thailand adalah 0,05-95%. Konsentrasi ini dapat digunakan sebagai penyuci najis mughalladzah sesuai dengan peraturan islam (Dahlan, 2010). Hal ini dapat memotivasi negara lain khususnya yang mayoritas penduduknya adalah umat islam untuk mengembangkan formula sabun tanah yang optimal agar dapat diproduksi dalam skala industri. Oleh Karena itu, diharapkan industri Indonesia juga dapat mengembangkan formula sabun tanah ini dengan hasil yang optimal sehingga tidak perlu mengimpor dari negara lain bahkan dapat mengekspor produk sabun ini ke negara lain. Terdapat 2 jenis sabun yang dikenal, yaitu sabun padat dan sabun cair (Hambali dkk, 2005). Sabun padat/batang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari (Qisti, 2009). Keunggulan sabun padat yaitu lebih ekonomis dan memiliki kestabilan fisik

20 3 yang lebih baik dibandingkan dengan sabun cair, dimana sabun cair yang mengandung tanah akan cenderung mengalami pengendapan selama penyimpanan. Sabun padat sering mengandung asam lemak bebas untuk memperbaiki kekerasan sabun dan meningkatkan penampilan fisik produk. Pemilihan minyak yang digunakan dalam pembuatan sabun padat sangat menentukan kinerja produk. Salah satu contoh minyak dilihat dari segi kinerja produk adalah Minyak kelapa. Minyak kelapa sebagai salah satu bahan dasar sabun padat dapat memberikan daya dan stabilitas busa yang baik, dan warna yang lebih menarik (Anggraeni, 2014). Selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak kelapa terbesar di dunia sehingga ketersediaan bahan baku pembuatan sabun bukan merupakan suatu kendala. Selain minyak, hal penting lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam formula sabun untuk penyuci najis adalah jenis tanah yang digunakan. Tanah yang digunakan untuk pembuatan produk farmasi seperti sabun sebaiknya memenuhi spesifikasi pharmaceutical grade untuk mendapatkan formula sabun yang optimal (Anggraeni, 2014). Terdapat berbagai jenis tanah dengan berbagai kandungan mineral dan organik serta ukuran partikel yang berbeda sehingga akan mempengaruhi sifat tanah tersebut. Sifat tanah yang berbeda akan menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda. Tekstur tanah ditentukan oleh komponen pembentuk tanah yaitu pasir, lanau, dan lempung. Tanah lempung akan memberikan tekstur yang halus dan berukuran koloidal sehingga jika diformulasi, tanah tersebut akan homogen dan stabil didalam sediaan. Dalam penelitian ini, digunakann kaolin (clay) sebagai tanah yang suci. Kaolin adalah jenis lempung yang mengandung mineral kaolinit dan terbentuk melalui proses pelapukan. Kaolin mengandung mineral kaolinit (Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4 ) sebagai bagian yang terbesar, sehingga kaolin biasanya disebut sebagai lempung putih (Nidya, 2008). Pembuatan sabun batang dari komponen tanah untuk menyucikan diri dari najis mughalladzah ini telah diteliti sebelumnya oleh Mauliana, mahasiswa farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu membuat formulasi sabun padat bentonit dengan variasi konsentrasi asam stearat dan natrium lauril sulfat. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa kandungan kadar air pada sabun tersebut terlalu

21 4 tinggi yaitu mencapai 24,82%, sedangkan syarat kadar air dalam sabun padat menurut SNI maksimal 15%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya air yang ditambahkan saat proses pembuatan sabun dan hasil samping proses penyabunan (Karo, 2011). Apabila sabun terlalu lunak/tidak keras, maka akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource, 2017). Selain itu, jumlah asam lemak yang terdapat dalam sabun padat tersebut terlalu rendah yaitu 0,23%, sedangkan syarat jumlah asam lemak dalam sabun padat tipe 1 menurut SNI adalah >10%. Hal ini dapat disebabkan karena dalam formulasi sabun padat tersebut ditambahkan beberapa bahan tambahan dengan jumlah yang tinggi sehingga sabun padat tersebut memiliki lebih sedikit stok sabun. Stok sabun yang dihasilkan merupakan hasil reaksi saponifikasi dari asam lemak. Asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk larut dalam air sehingga sabun lebih tahan lama pada kondisi setelah digunakan, sehingga jika jumlah asam lemak sabun rendah maka sabun akan cepat habis ketika digunakan (Karo, 2011). Asam lemak yang terkandung dalam sabun dapat berasal dari asam stearat dan minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku. Pada penelitian Mauliana (2016), tanah yang digunakan adalah bentonit dengan konsentrasi 20%. Pada konsentrasi tersebut sabun padat bentonit ini tidak dapat lagi dinaikkan kekerasannya, karena ketika konsentrasi asam stearat dinaikkan lagi maka proses pembuatan sabun tersebut tidak dapat dituangkan ke dalam cetakan sehingga tidak menghasilkan sabun padat yang sempurna. Sabun tanah bentonit juga memiliki warna yang coklat gelap, sehingga mengurangi minat konsumen untuk menggunakan sabun ini. Menurut Asad dkk, Bentonit bersifat sangat menyerap air dan memiliki susut tinggi sehingga dapat menyebabkan sabun menjadi lebih lunak. Oleh karena itu, menurut penelitian Mauliana (2016) perlu dilakukan reformulasi kembali sabun padat antinajis agar dapat memenuhi persyaratan SNI terutama untuk menurunkan kadar air dan meningkatkan kandungan jumlah asam lemak total. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula dari penelitian Mauliana (2016) yaitu dengan mengganti tanah bentonit menjadi tanah kaolin agar didapatkan penampilan fisik sabun yang lebih menarik, lalu menurunkan konsentrasi tanah dari

22 5 20% menjadi 12%. Penurunan konsentrasi ini diikuti dengan peningkatan konsentrasi minyak dan asam stearat yang digunakan agar dapat menurunkan kadar air dan meningkatkan jumlah asam lemak yang terdapat didalam sabun padat ini. Modifikasi lainnya, yaitu dengan mengganti NaOH 30% menjadi NaOH 35%. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Langingi (2012) pada konsentrasi NaOH 35%, sabun padat yang dihasilkan memiliki kadar air yang memenuhi syarat SNI. Langingi (2012) juga telah membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH (25%, 30%, 35%) yang digunakan, maka kadar air dalam sabun semakin rendah, karena semakin sedikit air yang digunakan. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh modifikasi tersebut terhadap penurunan kadar air dan peningkatan jumlah asam lemak didalam sabun padat kaolin. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak kelapa terhadap kadar air dan kekerasan pada sabun padat kaolin? 2. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat terhadap sifat fisika kimia sabun padat kaolin? 3. Pada konsentrasi berapakah asam stearat dapat memberikan sifat fisika kimia paling optimal pada sabun padat kaolin? 4. Apakah formula sabun padat kaolin yang dipilih memenuhi syarat mutu sabun menurut SNI? 5. Apakah formula sabun padat kaolin yang dipilih memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri yang terdapat pada air liur anjing? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Memberikan solusi terbaik untuk menyucikan najis mughalladzah dengan menggunakan sabun padat yang mengandung tanah kaolin.

23 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak kelapa terhadap kadar air dan kekerasan pada sabun padat kaolin 2. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat terhadap sifat fisika kimia sabun padat kaolin 3. Mengetahui konsentrasi asam stearat yang dapat memberikan sifat fisika kimia paling optimal pada sabun padat kaolin 4. Mengetahui apakah formula sabun padat kaolin yang dipilih memenuhi syarat mutu sabun menurut SNI 5. Apakah formula sabun padat kaolin memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri yang terdapat pada air liur anjing 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh peningkatan konsentrasi minyak kelapa terhadap kadar air dan kekerasan pada sabun padat kolin dan mendapatkan konsentrasi minyak yang memberikan kadar air dan kekerasan paling baik pada sabun padat kolin 2. Memberikan informasi mengenai pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat terhadap sifat fisika kimia pada sabun padat kaolin dan mendapatkan konsentrasi terbaik dari asam stearat yang memberikan sifat fisika kimia paling optimal pada sabun padat yang diharapkan dapat memenuhi persyaratan mutu sabun menurut SNI 3. Meningkatkan efisiensi umat islam untuk menyucikan diri dari najis mughalladzah dengan menggunakan produk sabun yang nyaman, aman, dan praktis 4. Memberikan informasi aktivitas antimikroba sabun padat kaolin terhadap bakteri yang terdapat dalam air liur anjing

24 7 5. Memberikan peluang kepada industri produk kosmetik halal di Indonesia dan di Dunia untuk mengembangkan produk sabun penyuci najis mughalladzah 6. Meningkatkan peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang teknologi farmasi yaitu dapat memberi informasi mengenai formula sabun penyuci najis mughalladzah yang ekonomis namun tetap memberikan sifat fisika kimia sabun yang baik.

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Thaharah Kata thaharah berasal dari kata bahasa Arab at-thaharah yang berarti bersuci. Dalam pemahaman syariah (hukum) Islam, thaharah berarti bersuci dari hadas dan najis dengan menggunakan sarana yang ditentukan oleh syariat islam (Zurinal dan Amiruddin, 2008). Thaharah merupakan persyaratan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah Swt seperti shalat dan membaca al-quran. Dalam al-quran ditegaskan bahwa Allah mencintai orang-orang yang selalu menjaga kebersihan dan kesucian, seperti firman-nya dalam surat al- Baqarah (2) ayat 222: إ ن هللا ي ح ة الت ى ات ي ه و ي ح ة ال م ت ط ه ر ي ه Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. al-baqarah (2): 222). Kebersihan juga merupakan bagian yang penting dalam kesempurnaan iman seseorang Muslim. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Saw bersabda: Artinya: Kebersihan adalah sebagian dari iman. (HR. Muslim). الى ظ ف ح م ه ا ل ي م ان 2.2 Macam-macam Thaharah Secara umum thaharah (bersuci) dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Bersuci dari hadas, yaitu mensucikan diri dari hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar dengan melakukan wudhu, mandi, atau tayammum. b. Bersuci dari najis, yaitu mensucikan badan, pakaian, dan tempat dari najis dengan air yang suci dan mensucikan, atau dengan benda-benda suci yang keras, seperti batu, kayu, tisu, dan lain-lainnya. 8

26 9 Standar thaharah atau tolak ukur sesuatu dikatakan suci atau bersih arus terhindar dari tiga sifat sebagai berikut: 1. Warna. Apabila wujud najis itu sudah tidak terlihat lagi oleh pancaindra. 2. Bau. Apabila aroma bau yang terdapat dalam najis sudah tidak tercium. 3. Bentuk atau wujudnya. Maka dari itu, tiga sifat tersebut harus terpenuhi jika seseorang akan membersihhkan najis yang merupakan suatu tolak ukur dikatakan suci/bersih (Khoirunnisa, 2010) 2.3 Najis dan Cara Menghilangkannya (Thaharah) Najis menurut bahasa artinya sesuatu yang dianggap kotor. Sedang menurut syara adalah sesuatu yang dianggap kotor yang menghalangi kesahihan sholat (Al- Dimyathy dalam Hasanah 2011). Oleh karena itu, agar ibadah menjadi sah dan diterima oleh Allah SWT maka umat islam harus terhindar dari sesuatu yang kotor seperti najis. Najis dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yakni: a. Najis mukhaffafah, yaitu najis ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umumnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya. Cara mensucikan benda yang terkena najis mukhaffafah ialah cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena najis itu, tidak perlu dibasahi secara menyeluruh (Kassim, 2012). b. Najis mughalladzah, yaitu najis berat, seperti najis anjing dan babi serta keturunan dari keduanya. Cara menyucikannya yaitu wajib dibasuh 7 kali dan salah satu di antaranya dengan air yang bercampur tanah (Kassim, 2006). Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: ع ه أ ت ى ه ر ي ر ج ق ال ق ال ر س ى ل هللا ص ل ى هللا ع ل ي ه و س ل م ط ه ى ر ا و اء أ ح د ك م ا ذ ا و ل غ ف ي ه ال ك ل ة ا ن ي غ س ل ه س ث ع م ر اخ أ و ل ه ه ت ال تر اب

27 10 Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w: "Suci bejana salah seorang di antara kamu bila dijilat anjing, hendaklah mencucinya tujuh kali, permulaannya hendaklah dicampur dengan tanah/debu. (H.R Muslim). Hadist ini menunjukkan bahwa anjing adalah najis. Kenajisan anjing dikategorikan oleh fuqaha sebagai najis mughalladzah (najis berat) karena cara penyuciannya memerlukan proses samak atau sertu. Walaupun hadist di atas menyebut tentang cara penyucian bekas jilatan anjing saja, namun sebagian fuqaha menggunakan kaedah qiyas untuk menyamakan hukum dengan cara pembasuhan tersebut untuk seluruh anggota tubuh anjing. Hukum menyentuh anjing atau babi tanpa sebab yang mendesak adalah haram. (Bahagian Pengurusan Fatwa Malaysia, 2013). Menurut Mazhab Syafi i dan Hambali, bulu anjing adalah najis. Bulu anjing yang kering tidak perlu disamak, melainkan dibasuh dengan air mutlak saja. Akan tetapi, Jika bulu anjing tersebut basah maka perlu dibasuh sebanyak tujuh kali dan basuhan yang pertama menggunakan tanah. Hal ini sesuai dengan Hadist shahih yang telah disebutkan sebelumnya. Penyucian benda yang terkena badan anjing diqiyaskan juga kepada benda yang terkena badan babi, yaitu perlu disucikan sebanyak tujuh kali, di mana yang pertamanya adalah tanah (Bahagian Pengurusan Fatwa Malaysia, 2013). Menurut Mazhab Hanafi, najis anjing hanya air di sekitar mulut, hidung, dan kotorannya. Sedangkan menurut Mazhab maliki, najis anjing hanya kotorannya saja (Hakim, 2008) c. Najis mutawassithah, yaitu najis sedang, seperti kotoran manusia atau binatang. Najis sedang ini terbagi atas dua bagian: 1. Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak terlihat (tidak tampak). Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang terkena najis tersebut (Hasanah, 2011) 2. Najis ainiyah, yaitu najis yang terlihat (masih ada zat, warna, dan baunya). Cara mencuci najis ini hendaklah dengan dihilangkan zat, rasa, warna, dan baunya, kecuali bila setelah dihilangkan dengan cara digosok, maka dimaafkan (Hasanah, 2011).

28 Sabun Pengertian Sabun Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani yang umumnya ditambakan zat pewangi atau antiseptik yang digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994). Didalam sabun terdapat surfaktan yang dapat mengikat kotoran dari permukan kulit dan melarutkannya bersama air pada saat dibilas. Hal ini dikarenakan sabun memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya. Gugus non polar memiliki sifat hidrofobik dan dapat berikatan dengan kotoran, terutama lemak dan minyak. Gugus polar bersifat hidrofilik dapat berikatan dengan air, sehingga pada saat pembilasan kotoran dapat terbawa dalam air bilasan (Salam, 2003 dalam Handi, 2008) Mekanisme pembersihan oleh sabun yaitu: saat kontak dengan air, sabun berpenetrasi di antara kulit dan kotoran untuk menurunkan gaya adhesi dan membuatnya lebih mudah dihilangkan. Kotoran tersebut selanjutnya dapat dihilangkan secara fisik dan kemudian terdispersi dalam larutan sabun sebagai hasil emulsifikasi oleh molekul sabun. Beberapa kotoran dapat dihilangkan dengan cara tersolubilisasi dalam misel yang terbentuk oleh sabun (Mitsui, 1997) [Sumber: Wilson, 2013] Gambar 2.1. Sabun sebagai Pembersih Sabun diproduksi dan diklasifikasi menjadi beberapa grade mutu. Sabun dengan grade mutu A diproduksi dari bahan baku minyak atau lemak yang terbaik

29 12 dan mengandung sedikit alkali bebas. Sabun grade mutu A biasanya digunakan sebagai sabun mandi, sabun dengan grade mutu B diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah dan mengandung sedikit alkali tetapi kandungan alkali pada sabun tersebut tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun ini biasanya digunakan untuk keperluan mencuci pakaian dan piring. Sedangkan sabun grade C mengandung alkali bebas yang relatif tinggi yang berasal dari bahan baku lemak atau minyak yang berwarna gelap (Kirk dkk, 1954 dalam Handi, 2008) Metode Pembuatan Sabun Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara minyak/lemak atau trigliserida dengan alkali menghasilkan gliserol dan asam lemak (sabun), sedangkan proses netralisasi terjadi karena minyak atau lemak masing-masing diubah menjadi asam lemak melalui proses splitting/hydrolysis dan menghasilkan asam lemak yang dapat bereaksi dengan soda kaustik (NaOH) mengahasilkan sabun dan air (SDA, 1994). Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut: [Sumber: Mitsui, 1996] Gambar 2.2 Reaksi Saponifikasi trigliserida [Sumber: Mitsui, 1996] Gambar 2.3 Reaksi Netralisasi Asam Lemak

30 13 Minyak ataupun lemak yang digunakan hanya berbeda dalam segi bentuk saja, Dimana minyak secara umum berbentuk cair, sedangkan lemak berbentuk padat. Alkali yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun padat adalah natrium hidroksida, sedangkan dalam pembuatan sabun cair atau shampoo adalah kalium hidroksida (Mitsui, 1997) Komponen Pembentuk Sabun Secara umum, sabun dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali (Anggraeni, 2014). Disamping itu juga digunakan bahan tambahan lain seperti surfaktan, humektan, antioksidan, agen antimikroba, pewarna, parfum, dan bahan tambahan khusus (seperti processing aids, binders (gum and resin), fillers, exfoliants, antiacne, dan anti-irritants) (Barel dkk, 2009). Berikut uraian bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi sabun tanah penyuci najis mughalladzah: 1. Minyak kelapa Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang paling penting yang digunakan dalam pembuatan sabun (Barel dkk, 2009). Keuntungan dari minyak kelapa adalah memberikan sabun padat dengan warna yang terang dan busa berlimpah. Sifat fisikokimia minyak kelapa dijelasan pada tabel berikut ini: Tabel 2.1 Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa Jenis Uji Persyaratan Bau Khas kelapa segar, tidak tengik Rasa Khas minyak kelapa Warna Tidak berwarna hingga kuning pucat Bilangan iod 4,1-11,0 g iod/100 g Asam lemak bebas Maks. 0,2% Bilangan peroksida Maks 2,0 Angka lempeng total Maks 0,1 mg/kg [ Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2008]

31 14 Minyak kelapa adalah salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak yang paling kompleks. Minyak kelapa mengandung 86% asam lemak jenuh dan 14% asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif (Mursalin, 2015). Asam lemak yang paling dominan di dalam minyak kelapa adalah asam laurat. Asam laurat atau asam dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai sedang yang tersusun dari 12 atom C (BM: 200,3 g.mol-1). Asam laurat memiliki titik lebur 44 C dan titik didih 225 C sehingga pada suhu ruang berwujud padatan berwarna putih, dan mudah mencair jika dipanaskan. Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun serta vitamin A dan C yang berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang bisa merusak kulit seperti kulit kering, noda hitam, kusam, dan keriput (Maripa, 2015). Berikut ini merupakan perbandingan jumlah asam lemak minyak kelapa dan minyak kelapa sawit: Tabel 2.2 Perbandingan Komponen dan Jumlah Asam Lemak Minyak Kelapa dan Minyak Kelapa Sawit Asam Lemak Rumus Kimia Minyak Kelapa (%) Minyak Kelapa Sawit (%) Asam Lemak Jenuh Asam kaprilat C 7 H 17 COOH 7,4 - Asam kaprat C 9 H 19 COOH 6,3 - Asam Laurat C 11 H 23 COOH 47,8 - Asam miristat C 13 H 27 COOH 18,3 1,1 Asam palmitat C 15 H 32 COOH 9,0 43,5 Asam stearate C 17 H 35 COOH 2,8 4,2 Asam Lemak Tidak Jenuh Asam oleat C 17 H 33 COOH 6,3 40,8 Asam linoleat C 17 H 31 COOH 2 10,2 [Sumber: Paye dkk, 2006]

32 15 2. Natrium Hidroksida (NaOH) Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap) (Mitsui, 1997). Pada penelitian ini akan dibuat sabun padat sehingga alkali yang digunakan adalah NaOH. Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40 serta merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol. NaOH dapat berbentuk pelet, serpihan, batang, atau bentuk lain, selain itu juga memiliki warna yang putih dan bersifat higroskopis, bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap CO 2 dan lembab (Departemen Kesehatan RI, 1995 dan Rowe dkk, 2009) 3. Asam Stearat Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat (C 18 H 36 O 2 ) dan heksadekanoat (C 16 H 32 O 2 ). Berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat, sedikit berbau, mirip lemak lilin; larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P (Departemen Kesehatan RI, 1995 dan Rowe dkk, 2009). Asam stearat tidak kompatibel dengan kebanyakan logam hidroksida dan mungkin tidak kompatibel dengan agen pereduksi dan agen pengoksidasi.asam stearat berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997). 4. Gliserin Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirop, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat dan higroskopis. Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol 95% P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak (Departemen Kesehatan RI, 1979). Gliserin digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi <30%. Gliserin berfungsi sebagai humektan, yaitu skin conditioning agent yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Gliserin merupakan bahan yang higroskopis. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol stabil secara kimia. Dapat terkristalisasi jika disimpan pada suhu rendah dan kristal tersebut tidak meleleh hingga dipanaskan pada 20 o C (Rowe dkk, 2009). 5. Butylated Hydroxy Toluene/ BHT

33 16 Berupa serbuk hablur padat, putih, bau khas dan lemah. BHT praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali dan dilute aqueous asam mineral; sangat larut dalam aseton, benzena, etanol 95%, eter, metanol, dan minyak mineral. Digunakan sebagai antioksidan untuk minyak dan lemak dengan konsentrasi 0,02% (Rowe dkk, 2009). Basis sabun dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi (misalnya oleat, linoleat, dan linolenat) dan adanya aditif sabun tertentu, seperti pengaroma, cenderung menjadi rentan terhadap perubahan oksidatif atmosfer yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, preservatif (chelating agent dan antioksidan) diperlukan untuk mencegah dari terjadinya oksidasi. Antioksidan yang paling umum digunakan dalam hubungannya dengan chelating agent pada sabun batang adalah butylated hydroxytoluene (BHT) (Barel dkk, 2009). 6. Triklosan Triklosan berupa serbuk putih kristal halus, memiliki titik leleh pada suhu 57 C dan terlindung dari cahaya. Triklosan praktis tidak larut dalam air; larut dalam alkohol, dalam aseton, dan metil alkohol; sedikit larut dalam minyak. Triklosan biasa digunakan sebagai antimikroba atau pengawet dalam produk sabun, krim dan larutan dalam konsentrasi sampai 2% (Sweetman, 2009). Penambahan antimikroba pada sabun batang memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang (Barel dkk, 2009). Triklosan digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,3% (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008). Penambahan antimikroba pada sabun batang memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang, terutama antara mencuci dan mandi. Sabun batang sangat efektif dalam menghilangkan mikrobial flora. Antimikroba yang umum digunakan dalam bentuk sabun batang adalah trichlorocarbanilide (TCC), trikloro difenil hidroksietil (triclosan), dan para-chloro m-xylenol (PCMX). TCC efektif terhadap bakteri gram positif, sedangkan triclosan dan PCMS efektif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Barel dkk, 2009) 7. Natrium Lauril Sulfat Natrium Lauril Sulfat (NLS) berbentuk serbuk putih, berbusa lembut, banyak dan tebal, merupakan surfaktan yang larut dalam air, berkinerja baik dan kuat

34 17 membersihkan kotoran dan minyak, menghasilkan sediaan dengan warna yang baik tetapi memiliki kekurangan jika digunakan dalam konsentrasi tinggi, yaitu dapat menyebabkan iritasi kulit (Hunting, 1983 dalam Wiradika). NLS merupakan tipe surfaktan anionik (Paye dkk, 2006). Jenis surfaktan yang banyak digunakan pada pembuatan sabun adalah tipe anionik karena lebih tidak mengiritasi dan dapat sebagai pengontrol viskositas (Butler, 2000 dalam Wiradika). Natrium Lauril Sulfat (NLS) memiliki panjang rantai karbon 12. Surfaktan ini kurang ditoleransi oleh kulit. Ketika panjang rantai meningkat, yaitu antara C14 sampai C18, penetrasi melalui stratum korneum, potensi iritasi, dan kapasitas busa menjadi menurun. Lauril sulfat tersedia dalam bentuk berbagai garam, diantaranya: Natrium Lauril Sulfat (NLS), Amonium Lauril Sulfat (ALS), Magnesium Lauril Sulfat [Mg (LS) 2 ] dan Trietanolamin Lauril Sulfat (TEALS). Toleransi lauril sulfat terhadap kulit berturut-turut sebagai berikut: Mg (LS) 2 > TEALS > NLS > ALS (Paye et al., 2006). 8. Kokamidoproil Betain Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amino ([R 1 R 2 R 3 ]N+CH 2 COOH), yang diklasifikasikan sebagai kationik karena menunjukkan muatan positif permanen. Kokamidopropil disebut juga dengan surfaktan amfoterik. Muatan positif dari betain berasal dari nitrogen kuartener sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat (betaine), sulfat (sulfobetaine atau sultaine), atau fosfat (phospho betaine atau phostaine) (Paye dkk, 2006). Betain adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah dan pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik. Betain memiliki efek iritasi yang rendah pada mata dan kulit, bahkan dengan adanya betain dapat menurunkan efek iritasi surfaktan anionik (Barel dkk, 2009). 9. Etanol Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Berupa cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Etanol sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P. Etanol mudah menguap pada suhu rendah, mendidih pada 78 o C, dan mudah terbakar (Departemen Kesehatan RI, 1995).

35 Parfum Parfum merupakan bahan tambahan pada produk kosmetik yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Umumnya, penggunaan parfum untuk menutupi bau dari asam lemak pada formulasi sabun padat. Parfum yang digunakan tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan produk akhir. Jumlah parfum yang digunakan pada sabun padat berkisar antara 0,3% sampai 1,7% (untuk sabun deodorant) (Barel dkk, 2009) 11. Aquades Aquades memiliki nama lain aqua purificata, air murni. Berbentuk cairan, jernih, tidak berbau, dan tidak berasa. ph 5-7. Untuk meningkatkan stabilitas selama penyimpanan maka aquades harus dilindungi dari kontaminasi partikel ion bahan organik yang dapat menaikkan konduktivitas dan jumlah karbon organik. Fungsi aquades adalah sebagai pelarut (Departemen Kesehatan RI, 1995) Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk sabun yang beredar di pasaran mencakup dalam tabel berikut ini: Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi Karakteristik Tipe I Tipe II Superfat Kadar air Maks. 15% Maks. 15% Maks. 15% Total lemak >10% 64-70% >70% Alkali bebas Maks 0,1% Maks 0,1% Maks 0,1% (dihitung sebagai NaOH) Asam lemak bebas < 2,5% < 2,5% 2,5-7,5% Minyak Mineral Negatif Negatif Negatif [Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1994] Optimalisasi dalam formulasi sabun perlu dilakukan untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan sesuai dengan harapan. Optimasi-optimasi yang dilakukan

36 19 dalam pembuatan sabun, biasanya dalam hal prosedur pembuatan dan bahan yang digunakan (Priani, 2010). 2.5 Kaolin Tanah liat atau clay didefinisikan sebagai partikel yang kurang dari 1/265 mm (0.004 mm) atau kurang dari mm. Pada teknik difraksi x-ray ditemukan bahwa sebagian besar sedimen clay-sized terdiri dari kumpulan lapisan mineral silikat, sehingga istilah clay mineral berasal dari lapisan mineral silikat yang berbutir halus (<0,002 mm). Terminologi yang digunakan di sini adalah sebagai berikut : 1. Clay merupakan sedimen atau batuan (claystone) yang berukuran kurang dari 0,002 mm. 2. Clay-sized merupakan patikel yang memiiki dimensi kurang dari 0,002 mm. 3. Clay mineral merupakan lapisan mineral silica terjadi pada fraksi clay-size, sedimen, sedimen batuan, dan batuan yang lapuk. 4. Agillaceous merupakan batuan atau sedimen yang mengandung jumlah clay mineral signifikan. Definisi clay mineral memiliki persyaratan ukuran, yang merupakan kriteria nonmineralogikal. Berikut beberapa mineral yang termasuk sebagi clay mineral, antara lain kaolinit, smektit, illit, vermikulit, dan klorit. Clay telah digunakan sejak dahulu dan terus digunakan dalam berbagai produk industri dan komersial. Beberapa kegunaan dari clay antara lain pelapis dan pengisi kertas, keramik, kosmetik, produk tahan api, produk bangunan, semen porttland, absorben, makanan sebagai aditif makanan, dan obat-obatan (Nesse, 2012). Bahan clay yang digunakan dalam penilitian adalah kaolin. Kaolin adalah aluminium silikat hidrat alam yang telah dimurnikan dengan pencucian dan pengeringan. Kaolin berupa serbuk ringan, putih, bebas dari butiran kasar, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan licin (Departemen Kesehatan RI, 1995). Kaolin mengandung mineral kaolinit (Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4 ) sebagai bagian yang terbesar, sehingga kaolin biasanya disebut sebagai lempung putih (Nidya, 2008). Kaolin secara alami mengandung mineral yang digunakan dalam formulasi oral dan

37 20 topikal di bidang farmasi. Dalam pengobatan oral, kaolin digunakan sebagai diluen dalam formulasi tablet dan kapsul, juga biasa digunakan sebagai pembawa suspensi. Kaolin dapat berfungsi sebagai adsorben, agen pensuspensi, diluen tablet dan kapsul (Rowe dkk, 2006). Kaolin praktis tidak larut dalam dietil eter, etanol (95%), air, pelarut organik lainnya, asam encer dingin, dan larutan alkali hidroksida. Kaolin merupakan bahan atau material yang stabil dan tidak beracun dan tidak toksik (Rowe dkk, 2006). Kaolin terbentuk melalui proses pelapukan atau alterasi hidrotermal mineral aluminosilikat. Untuk pembentukan kaolin, maka pada proses pelapukan atau alterasi harus bersih dari ion-ion seperti ion Na, K, Ca, Mg, dan Fe. Kaolin tidak dapat menyerap air, sehingga tidak dapat mengembang ketika kontak dengan air (Nidya, 2008) 2.6 Sifat Fisika Kimia Sabun Secara umum, sifat fisika dalam sabun terdiri dari kekerasan, stabilitas busa, mudah dibilas, tegangan permukaan, tegangan antar muka, dan stabilitas emulsi. Sedangkan sifat kimia pada sabun pada umumnya berupa ph, kadar air, jumlah asam lemak total, alkali bebas, asam lemak bebas, dan minyak mineral (Girgis, 2003). a. Kekerasan Kekerasan sabun batang merupakan pengukuran mekanis terhadap resistensi batangan terhadap tekanan fisik. Sabun batang pada umumnya memiliki tingkat kekerasan tertentu (Priani, 2010). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Gusviputri dkk, 2013). Apabila sabun terlalu lunak, maka akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource, 2017).

38 21 b. ph Sabun pada umumnya mempunyai ph sekitar 9-10 (Tarun, 2014). Menurut ASTM, 2001) ph sabun yang relatif aman adalah ph merupakan indikator potensi iritasi pada sabun. ph sabun yang relatif basa dapat membantu kulit untuk membuka pori-porinya kemudian busa dari sabun mengikat sabun dan kotoran lain yang menempel di kulit (Setyoningrum, 2010). ph yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kerusakan kulit apabila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, atau pembilasan tidak sempurna. Apabila kulit terkena cairan sabun, ph kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan setelah tiga puluh menit ph kulit menjadi normal kembali. (Wasitaatmaja, 1997). c. Busa Busa (foam) adalah suatu system disperse yang terdiri atas gelembung gas yang dibungkus oleh lapisan cairan (Grace, 2010). Busa merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam penentuan mutu sabun. Metode laboratorium untuk mengevaluasi busa yaitu tes tinggi pembusaan Ross-Miles (Ross-Miles foam height test). Pada tes tersebut, sabun dilarutkan kemudian dituang dari ketinggian yang telah ditentukan menuju permukaan larutan sabun yang sama. Tinggi busa dan stabilitasnya diukur. (Paye dkk, 2006). Sabun dengan busa melimpah pada umumnya lebih disukai oleh konsumen. Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa. waktu hidup busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998 dalam Grace, 2010) d. Kadar Air Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu. Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009). Prinsip dari pengujian kadar air sabun adalah pengukuran kekurangan berat

39 22 setelah pengeringan pada suhu 105 C. Tingkat kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh kadar air sabun. Semakin tinggi kadar air maka sabun akan semakin lunak (SNI, 1994). e. Jumlah Asam Lemak Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%. hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009). f. Minyak Mineral Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan kekeruhan (Qisti, 2009). Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya asam lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak, dan pada penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya kekeruhan (SNI, 1994). 2.7 Uji Statistik ANOVA Analisis varians (analysis of variance) atau ANOVA adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Dalam praktik, analisis varians dapat merupakan uji hipotesis (lebih sering dipakai) maupun pendugaan. ANOVA (Analysis of variances) digunakan untuk melakukan analisis komparasi multivariabel. Anova digunakan untuk membandingkan rata-rata populasi, bukan ragam populasi. Jenis data yang tepat untuk ANOVA adalah nominal dan ordinal pada variabel bebasnya, jika data pada variabel bebasnya dalam bentuk interval atau ratio maka harus diubah dulu dalam bentuk ordinal atau nominal.

40 23 ANOVA satu arah (one way anova) digunakan apabila yang akan dianalisis terdiri dari satu variabel terikat dan satu variabel bebas. 2.8 Antimikroba Antimiroba adalah senyawa kimia yang khas dihasilkan oleh organisme hidup termasuk stuktur analoginya yang dibuat secara sintetik yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme (Siswandono dan Soekardjo, 1995) Air Liur Anjing Air liur anjing yang dihasilkan oleh aksesoris sistem digestivus kelenjar saliva (apparatus digestorius). Apparatus digestivus terdiri dari rongga mulut, pharynx, alimentary canal dan kelenjar aksesorius. Kelenjar aksesorius terdiri dari gigi, lidah, kelenjar ludah, hati, gallbladder, pankreas dan kantung anal (Evans, 1993). Saliva terdiri dari 95% berupa cairan dan sisanya merupakan komponen komponen yang larut dibedakan atas komponen anorganik elektrolit dan bentuk ion, seperti Na+, K+, Mg²+, Cl, dan fosfat, dan komponen organik terutama protein, musin, lipida, asam lemak, dan ureum (Vasudevan, 2011).

41 24 Tabel 2.4 Komponen Air Liur Anjing [Sumber: Bailie, 1978]

42 Bakteri Bakteri merupakan mikroorganime bersel satu dan berkembang biak dengan cara membelah diri (aseksual). Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya penampan bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 μm dan panjangnya sekitar 1-6 μm (Jawetz dkk, 2001). Bakteri dibagi dalam golongan gram positif dan gram negatif berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan gram. Perbedaan antara bakteri gram positif dan gram negatif dapat dilihat dari perbedaan dinding sel. Dinding sel bakteri gram positif sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk struktur tebal dan kaku. Kekakuan pada dinding sel bakteri yang disebabkan karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz dkk, 2001). Dinding sel bakteri gram positif mengandung lapisan peptidoglikan yang tebal. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang tipis, membran luar yang terdiri dari protein, lipoprotein, fosfolipid dan lipopolisakarida, daerah periplasma dan membran dalam. Bakteri gram negatif terdiri atas satu atau sedikit lapisan peptidoglikan pada dinding selnya. Selain itu dinding sel bakteri gram negatif ini mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia. (Jawetz dkk, 2001) Metode Pengujian Antibateri Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi. Metode difusi dilakukan dengan mengukur diameter zona bening yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan bakteri oleh suatu senyawa antibateri (Hermawan dkk., 2007). Menurut Greenwood (1995) klasifikasi respon penghambatan dapat dilihat pada tabel berikut:

43 26 Tabel 2.5 Klasifikasi Respon Hambatan Diameter zona bening Respon hambatan pertumbuhan 10 mm Tidak ada mm Lemah mm Sedang >20 mm Kuat [Sumber: Kining, 2015] Salah satu cara uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi adalah metode sumuran. Uji ini dilakukan dengan membuat suatu lubang yang berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Pada umumnya, hasil yang diperoleh dapat diamati setelah inkubasi selama jam dengan suhu 37 C. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekeliling lubang yang menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri (Bonang, 1992).

44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian II Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Laboratorium Formulasi Sediaan Semi Solid dan Liquid Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Laboratorium Diagnostik Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Non-Pangan, Balai Pengujian Barang, Ciracas Jakarta Timur. 3.2 Alat dan Bahan Alat Timbangan analitik, thermometer, penetrometer, penjepit kayu, magnetic stirrer, hot plate, cawan petri, api bunsen, jarum ose, pinset, gelas ukur (Pyrex), cakram disk kosong, tip, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cotton swab steril, vortex mixer, aluminium foil, autoclave (ALP Ogawa Seiki), micropipette (Thermoscientific), mikropipet, korek api, kertas label, bunsen, incubator (France Etuves), batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, spatula, pot, cetakan sabun, ph meter, oven, waterbath, dan alat-alat gelas kimia lainnya Bahan Kaolin (KaMin Performance Minerals), gliserin, natrium hidroksida (Chengdu Huarong Chemical Company Limited), asam stearat (Shadhong Biotechnologi), natrium lauril sulfat, kokamidopropil betain (Evonik Industries), butylated hydroxytoluen, minyak kelapa (24 Chatham Place), triklosan (DevImpex), etanol 96%, parfum strawberry, aquadest, NaCl fisiologis, air liur anjing, media Mueller Heenton Agar (MHA), Plate Count Agar (PCA), Buffered pepton, dan aquadest steril. 27

45 Hewan Penelitian Hewan yang akan diteliti adalah 3 ekor anjing. Sampel yang digunakan yaitu air liur anjing dari ketiga anjing tersebut. Ketiga anjing berasal dari Rumah Sakit Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. 3.3 Prosedur Kerja Formulasi Sabun Padat Kaolin Dilakukan formulasi sabun tanah dengan memvariasikan konsentrasi asam stearat dan minyak kelapa. Sabun tanah dibuat dalam 6 formula seperti yang tertera pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 Tabel 3.1 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa BAHAN FORMULA FM1 FM2 FM3 Minyak kelapa 20 % 25 % 30 % NaOH 35 % 10 % 10 % 10 % Asam stearate 9 % 9 % 9 % Kokamidopropilbetain 5 % 5 % 5 % NLS 4 % 4 % 4 % Kaolin 12 % 12 % 12 % Gliserin 20 % 20 % 20 % BHT 0,02 % 0,02 % 0,02 % Triklosan 0,1 % 0,1 % 0,1 % Etanol 96% 1 % 1 % 1 % Parfum Qs Qs Qs Aquadest Add 100 % Add 100 % Add 100 %

46 29 Tabel 3.2 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat BAHAN FORMULA FA1 FA2 FA3 Minyak kelapa 30 % 30 % 30 % NaOH 35 % 10 % 10 % 10 % Asam stearate 10 % 12 % 14 % Kokamidopropilbetain 5 % 5 % 5 % NLS 4 % 4 % 4 % Kaolin 12 % 12 % 12 % Gliserin 20 % 20 % 20 % BHT 0,02 % 0,02 % 0,02 % Triklosan 0,1 % 0,1 % 0,1 % Etanol 96% 1 % 1 % 1 % Parfum Qs Qs Qs Aquadest Add 100 % Add 100 % Add 100 % [Sumber: Mauliana, 2016 dengan modifikasi] Pembuatan Sabun Kaolin Ditimbang masing-masing komponen formula sesuai kebutuhan. Asam stearat, minyak kelapa, dan BHT dilebur hingga suhu 70 C di dalam cawan penguap di atas penangas air. Lalu ditambahkan larutan NaOH 35% pada suhu 70%, diaduk sampai terbentuk massa yang homogen. Ditambahkan secara berturut-turut gliserin, natrium lauril sulfat, kokamidopropil betain, triklosan (yang telah dilarutkan dalam etanol 96%), kaolin, dan sisa air yang telah dicampurkan dengan pewarna sedikit demi sedikit pada suhu 70 C, diaduk hingga homogen. Kemudian dilakukan pendinginan pada suhu 50 C-40 C, setelah itu ditambahkan parfum secukupnya. Diaduk sampai terbentuk massa sabun padat. Campuran dituangkan kedalam cetakan yang sebelumnya telah diolesi gliserin, didiamkan sampai mengeras pada lemari pendingin. Kemudian sabun dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan evaluasi (Mauliana, 2016 dengan modifikasi).

47 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Sabun 1 Pengamatan Organoleptik Pengamatan oraganoleptis dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk, warna dan bau dari sabun padat yang dihasilkan (Tjitraresmi dkk, 2010) 2 Tingkat Busa dan Stabilitas Busa Sebanyak 1 gram sabun dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml aquades, kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Busa yang terbentuk diukur tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa awal). Tinggi busa diukur kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir). Menurut Harry (1973) syarat tinggi busa sabun yaitu 1,3-22 cm (Apgar, 2010). Stabilitas busa dihitung dengan rumus (Piyeli dkk, 1999 dalam Jannah, 2009): Stabilitas Busa (1 jam) = 100 % - % Busa yang hilang % Busa yang hilang = x 100 % 3 ph Sabun Sampel dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam gelas kimia. Akuades yang memiliki ph 7 ditambahkan sebanyak 10 ml dan diaduk sampai larut kemudian dilakukan pengukuran ph dengan cara memasukkan ph meter yang telah dikalibrasi dengan ph 4, 7, dan 9. Selanjutnya ph meter didiamkan beberapa saat hingga didapatkan ph yang tetap (Laeha, 2015). Menurut ASTM (2001) ph sabun yang relatif aman adalah Kekerasan Sabun Pengukuran kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Jarum pada penetrometer ditusukkan ke dalam sampel dan dibiarkan untuk menembus bahan selama 5 detik pada temperature konstan

48 31 (27 C). Kedalaman penetrasi jarum ke dalam bahan dinyatakan dalam 1/10 mm dari angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer (jannah, 2009) 5 Kadar air Cawan petri yang telah dikeringkan ditimbang lalu dimasukkan dalam oven pada suhu 105 C selama 30 menit (W 0 ). Sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan petri yang telah dikeringkan (W 1 ). Dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 1 jam. Lalu didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang lalu ditimbang (W 2 ). Kemudian dihitung dengan rumus berikut: (Standar Nasional Indonesia, 2016) Keterangan: Kadar air = x 100 Kadar air dalam satuan % fraksi massa W 0 = bobot cawan kosong (g) W 1 = bobot contoh uji dan cawan sebelum pemanasan (g) W 2 = bobot contoh uji dan cawan setelah pemanasan (g) W = bobot sampel 6 Asam Lemak Bebas Disiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alcohol dalam labu Erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 0,5 indikator phenolphthalein 1 % dan didinginkan sampai suhu 70 C kemudian dinetralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol. Selanjutnya ditimbang dengan teliti ± 5 g sampel dan dimasukkan ke dalam alkohol netral diatas, ditambahkan batu didih, dan dipanasi agar cepat larut di atas penangas air, dididihkan selama 30 menit. Larutan didinginkan samapi 70 C dan dititar dengan larutan KOH 0,1 N dalam alkohol sampai timbul warna merah yang tahan sampau 15 detik. Kemudian dihitung dengan rumus berikut: (Standar Nasional Indonesia, 2016) Asam Lemak Bebas = x 100 %

49 32 Keterangan: Asam lemak bebas dalam satuan % fraksi massa V = volume KOH yang digunakan (ml) N = normalitas KOH yang digunakan B = bobot sampel (g) 282 = berat ekuivalen asam oleat (C 18 H 34 O 2 ) Evaluasi Daya Bersih Sabun Evaluasi daya bersih sabun dilakukan terhadap 9 orang responden (menggunakan rumus federer) sehat dengan usia kisaran tahun. Setiap responden diberikan 6 sampel sabun yang terdiri dari formula FA1, FA2, FA3. Pengujian dilakukan dengan cara membersihkan tangan responden (yang sudah dikotori dengan minyak kelapa sebanyak 250 mg dengan luas area 5 x 5 cm 2 ) dengan sampel sabun yang akan diuji. Kekesatan tangan responden dievaluasi secara organoleptik dan dinilai dengan rentang nilai 1-5. Semakin tinggi nilainya menunjukkan tingkat kekesatan yang semakin tinggi Teknik Analisis Data Data dari beberapa formula hasil evaluasi berupa ph, tinggi busa, stabilitas busa, dan kekerasan busa, diuji secara statistik dengan analisis varian satu arah (one way ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk mengetahui perbedaan bermakna antara formula hasil pengujian. Data yang tidak terdistribusi normal dan tidak homogeny, dilanjutkan dengan analisis statistik nonparametrik yaitu uji Kruskal Wallis (Mauliana, 2016) Evaluasi Sabun Menurut SNI Pengujian mutu sabun menurut SNI meliputi jumlah asam lemak, dan minyak mineral dilakukan di Laboratorium Non Pangan, Balai Pengujian Mutu Barang, Direktorat Pengembangan Mutu Barang, Ciracas, Jakarta Timur.

50 Uji Aktifitas Antimikroba 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Alat-alat yang terbuat dari besi dan kaca, swab serta media kultur disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Alat-alat yang terbuat dari kaca atau gelas diutamakan sterilisasi menggunakan oven pada suhu 160 C C selama 2 jam. Sedangkan alat-alat seperti spatula besi, dan alat yang sama digunakan pada laboratorium bakteriologi disterilkan dengan dipanaskan diatas bunsen (Sarles dkk, 1956; Harley, 2005; Ryan and Ray, 2004). 2. Persiapan Air Liur Anjing Air liur anjing sebanyak 0,5 ml dilarutkan dengan 4,5 ml NaCl Fisiologis (1:9). Campuran tersebut dihomogenkan dengan mengggunakan vortex. 3. Uji Swab Sabun Tanah Kaolin terhadap Air Liur Anjing Suspensi bakteri sampel sebanyak 100 µl dituangkan ke tangan kemudian digosokkan pada kedua tangan. Tangan dicuci menggunakan sabun kaolin sebanyak 1 kali pada bilasan pertama dan diswab, kemudian dicuci menggunakan aquadest steril dan diswab kembali menggunakan cotton swab (bilasan kedua hingga ketujuh). Cotton swab dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 10 ml larutan 0,1% buffered pepton water dan dihomogen. Larutan yang berisi cotton swab diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml 0,1% buffered pepton water, kemudian didapatkan hasil pengenceran Hasil pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam media PCA dengan suhu C dan diinkubasi selama 24 jam (37 C), kemudian dihitung jumlah bakteri yang bertahan (Hakim, 2008 dengan modifikasi). 4. Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Tanah Kaolin terhadap Bakteri Air Liur Anjing Menggunakan Uji Difusi Suspensi bakteri sampel dimasukkan ke dalam media Mueller Heenton Agar (MHA) sebanyak 1 ml kemudian diamkan hingga memadat. Lubang

51 34 dibuat pada media yang sudah memadat dan dimasukkan sabun tanah yang sudah dilarutkan ke dalam NaCl fisiologis (1:1) sebanyak 50 µl, kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona hambat pertumbuhan bakteri pada masing-masing kertas cakram (Hakim, 2008; Nurainy dkk, 2008 dengan modifikasi).

52 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Formulasi Sabun Padat Kaolin Dalam penelitian ini sabun padat yang mengandung tanah kaolin dibuat dengan menggunakan variasi konsentrasi minyak kelapa dan variasi konsentrasi asam stearat. Formula dasar sabun ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mauliana, mahasiswa farmasi. Mauliana (2016) membuat formulasi sabun padat bentonit dengan variasi konsentrasi asam stearat dan natrium lauril sulfat. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa kandungan kadar air pada sabun tersebut terlalu tinggi yaitu mencapai 24,82%, sedangkan syarat kadar air dalam sabun padat menurut SNI maksimal 15%. Selain itu, jumlah asam lemak yang terdapat dalam sabun padat tersebut terlalu rendah yaitu 0,23%, sedangkan syarat jumlah asam lemak dalam sabun padat tipe 1 menurut SNI adalah >10%. Pada penelitian Mauliana (2016), Tanah yang digunakan adalah bentonit dengan konsentrasi 20%. Pada konsentrasi tersebut sabun padat bentonit ini tidak dapat lagi dinaikkan kekerasannya, karena ketika konsentrasi asam stearat dinaikkan lagi maka proses pembuatan sabun tersebut tidak dapat dituangkan ke dalam cetakan sehingga tidak menghasilkan sabun padat yang sempurna. Sabun tanah bentonit juga memiliki warna yang coklat gelap, sehingga mengurangi minat konsumen untuk menggunakan sabun ini. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula dari penelitian Mauliana (2016) yaitu dengan mengganti tanah bentonit menjadi tanah kaolin agar didapatkan penampilan fisik sabun yang lebih menarik, lalu menurunkan konsentrasi tanah menjadi 12%. Penurunan konsentrasi ini diikuti dengan peningkatan konsentrasi minyak dan asam stearat. Penggunaan variasi konsentrasi minyak bertujuan untuk mendapatkan jumlah asam lemak yang paling tinggi pada sabun padat kaolin, sedangkan variasi konsentrasi asam stearat bertujuan untuk 35

53 36 mendapatkan konsentrasi asam stearat yang dapat memberikan kekerasan paling tinggi pada sabun padat kaolin. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun padat kaolin meliputi minyak kelapa, natrium hidroksida, asam stearat, kokamidopropil betain, Natrium lauril sulfat (NLS), kokamidopropil betain, kaolin, gliserin, BHT, triklosan, etanol 96%, parfum, dan akuades. Pada proses pembuatan sabun, asam stearat, BHT, dan minyak kelapa terlebih dahulu dilebur di atas penangas air hingga suhu 70 C sampai melebur sempurna. Setelah itu, ditambahkan larutan NaOH 35% pada suhu yang sama yaitu 70 C ke dalam fase minyak tersebut sehingga terbentuk stok sabun. Setelah terbentuk stok sabun, selanjutnya ditambahkan secara berturut-turut gliserin, Natrium lauril sulfat (NLS), triklosan (yang telah dilarutkan dalam etanol 96%), lalu ditambahkan kaolin dan sisa air sedikit demi sedikit ke dalam campuran massa sabun. Setelah itu, massa sabun dimasukkan ke dalam cetakan sabun, dan dibiarkan mengeras selama ± 24 jam di dalam lemari pendingin untuk mempercepat proses pemadatan sabun. Sabun yang telah mengeras, dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama ± 24 jam pada suhu ruang, lalu dievaluasi sifat fisika kimia sabun. Fungsi dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula sabun tetsebut, antara lain adalah: minyak kelapa dan natrium hidroksida berfungsi sebagai bahan pembentuk sabun padat melalui proses saponifikasi, stok sabun yang dihasilkan harus merupakan reaksi sempurna antara asam lemak dengan alkali, untuk menghindari adanya asam lemak bebas atau alkali bebas yang tertinggal dalam sabun (Karo, 2011). Asam stearat berfungsi sebagai pengeras (Mitsui, 1997). Asam stearat merupakan kristal padat yang meleleh pada suhu C (Rowe dkk, 2009) sehingga perlu dilelehkan terlebih dahulu. BHT berfungsi sebagai antioksidan. Dalam pembuatan sabun diperlukan penggunaan antioksidan karena sabun tersusun dari asam lemak yang sebagian mengandung ikatan tak jenuh yang mudah teroksidasi sehingga menimbulkan ketengikan (Setyoningrum, 2010). Gliserin berfungsi sebagai humektan, yaitu skin conditioning agent yang dapat meningkatkan kelembaban kulit (Mitsui, 1997). NLS dan Kokamidopropil betain berfungsi sebagai pembentuk busa. Natrium lauril sulfat (NLS) adalah surfaktan anionik, sedangkan kokamidopropil

54 37 betain adalah surfaktan amfoterik. Kombinasi NLS dengan kokamidopropil betain bertujuan untuk meningkatkan kompatibilitas NLS terhadap kulit dan menghasilkan busa yang lebih baik serta buasa yang lebih stabil (Paye dkk, 2006). Triklosan berfungsi sebagai pengawet (antimikroba). Penambahan antimikroba pada sabun padat bermanfaat untuk penggunaan jangka panjang, terutama pada saat pencucian (Barel dkk, 2009). Etanol 96% berfungsi sebagai pelarut terhadap triklosan, dikarenakan triklosan praktis tidak larut dalam air, namun larut dalam alkohol (Sweetman, 2009). Kaolin adalah golongan tanah liat (clay) yang digunakan sebagai agen penyuci najis mughalladzah. Nabi Muhammad SAW dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim tidak memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah. Hal ini menunjukkan semua jenis tanah yang ada di atas muka bumi ini boleh digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah. Berdasarkan kitab Mughni al-muhtaj, Juzu 1, Hal 137 menyebutkan semua jenis tanah termasuk debu pasir dapat digunakan untuk membersihkan najis mugalladzah. Pengharum yang digunakan adalah pengaharum strawberi yang memberikan efek harum pada sabun yang dihasilkan. Terdapat tiga formula dengan komposisi minyak kelapa yang berbeda, yaitu: formula M1 dengan konsentrasi minyak kelapa 20%; formula M2 dengan konsentrasi minyak kelapa 25%; dan formula M3 dengan konsentrasi minyak kelapa 30%. Dari ketiga formula tersebut dilakukan evaluasi organoleptis, ph, kadar air, dan kekerasan sabun untuk mendapatkan sabun yang paling keras dan tidak berminyak. Pada formula M3 didapatkan sabun yang lebih keras dibandingkan formula M1 dan M2. Apabila konsentrasi minyak ditingkatkan lagi >30% dihasilkan sabun yang berminyak yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan ketika digunakan. Oleh karena itu, formula M3 dimodifikasi kembali dengan membuat tiga formula baru dengan komposisi asam stearat yang berbeda, yaitu sebagai berikut: formula A1 dengan konsentrasi asam stearat 10%; formula A2 dengan konsentrasi asam stearat 12%; dan forula A3 dengan konsentrasi asam stearat 14% dari ketiga formula tersebut dilakukan evaluasi sifat fisika kimia sabun berupa organoleptis, ph, tinggi dan stabilitas busa, kadar air, kekerasan sabun, dilakukan pula evaluasi daya bersih pada

55 38 sabun padat kaolin. Dari hasil evaluasi sifat fisika kimia sabun dan evaluasi daya bersih, dipilih konsentrasi asam stearat terbaik untuk selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap aktivitas antibakteri dengan menggunakan metode difusi dan uji swab. Selain itu dilakukan pula evaluasi mutu sabun mandi menurut SNI yang meliputi jumla total tasam lemak, asam lemak bebas dan minyak mineral. 4.2 Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Formula Nilai ph Kedalaman Penetrasi (10-1 mm) M1 9,890 ± 0, ,50 ± 1,0000 M2 9,877 ± 0, ,33 ± 0,7637 M3 9,856 ± 0, ,50 ± 0,5000 SK 10,262 ± 0, ± 1,5000 Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD Pengamatan Organoleptis Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Formula Bentuk Warna Bau M1 Padat Putih gading Aroma strawberi M2 Padat Putih gading Aroma strawberi M3 Padat Putih gading Aroma strawberi Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat kaolin setelah 2x24 jam diperoleh hasil yang baik. Dari pengamatan organoleptis, tidak terdapat perbedan dari formula sabun dengan variasi konsentrasi minyak kelapa. Secara fisik dengan peningkatan konsentrasi minyak tidak mempengaruhi bentuk, warna, dan bau sabun padat tanah yang dihasilkan.

56 Pengujian ph Derajat keasaman atau ph merupakan indikator potensi iritasi pada sabun atau disebut juga sebagai parameter kimiawi untuk mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Nilai ph merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting untuk menentukan mutu sabun (Hardian dkk, 2014). Sabun pada umumnya mempunyai ph sekitar 9-10 (Tarun, 2014). Menurut ASTM (2011) ph sabun yang relativ aman adalah ph sabun yang relatif basa dapat membantu kulit untuk membuka pori-porinya kemudian busa dari sabun mengikat sabun dan kotoran lain yang menempel di kulit (Setyoningrum, 2010), ph yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kerusakan kulit apabila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, atau pembilasan tidak sempurna. Apabila kulit terkena cairan sabun, ph kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan setelah tiga puluh menit ph kulit menjadi normal kembali. (Wasitaatmaja, 1997). Berdasarkan hasil evaluasi ph sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa menunjukkan nilai ph sabun pada umumnya yaitu dengan nilai rata-rata ph antara 9,856-9,890 Nilai ph sabun komersil sebagai pembanding memiliki nilai sebesar 10,262. Hasil menunjukkan bahwa ph turun seiring dengan meningkatknya konsentrasi minyak kelapa yang ditambahkan dalam sabun padat kaolin. Peningkatan konsentrasi minyak kelapa seiring dengan peningkatan kandungan asam-asam lemak pada sistem emulsi yang terdapat didalam sabun. Kandungan asam-asam lemak dalam minyak dapat menurunkan ph emulsi (Smaoui dkk., 2012). Semakin banyak jumlah asam lemak pada sistem emulsi maka jumlah ion hidrogen yang terdisosiasi menjadi semakin besar (Aulia dkk., 2014). Hal ini memberikan dampak pada semakin rendahnya ph emulsi yang dihasilkan. Akan tetapi penurunan ph yang terjadi tidak berbeda signifikan antarfomula M1, M2, M3.

57 40 Tabel 4.3 ph Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa Percobaan Formula FM1 FM2 FM3 1 9,881 9,868 9, ,899 9,890 9, ,891 9,873 9,852 Rata-rata 9,890 9,877 9,856 Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi minyak kelapa menunjukkan data terdistribusi secara normal. Perbedaan ph FM1, FM2, FM3 tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap ph sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan ph sabun komersil Lifebuoy menunjukkan data tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji kruskal wallis yang menunjukkan nilai yang signifikan (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan ph yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan sabun komersil. Akan tetapi ph pada sabun padat kaolin dan ph sabun komersil masuk kedalam rentang persyaratan ph sabun menurut ASTM (2001) yaitu Pengujian Kekerasan Kekerasan sabun batang merupakan pengukuran mekanis terhadap resistensi batangan terhadap tekanan fisik. Sabun batang pada umumnya memiliki tingkat kekerasan tertentu (Priani, 2010). Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar (Mauliana, 2016). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh

58 41 biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Gusviputri dkk, 2013). Apabila sabun terlalu lunak, maka akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource, 2017). Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa diperoleh nilai penetrasi sabun berkisar 27, mm sampai 39, mm. nilai petrasi pada sabun komersil adalah 16, mm. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi minyak kelapa, maka semakin meningkat kekerasan sabun padat kaolin. Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi (asam laurat, asam miristat), Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap diantara atom karbonnya, sehingga semakin banyak jumlah asam lemak jenuh maka sabun yang dihasilkan semakin keras (Gusviputri dkk, 2013). Dari nilai kedalaman penetrasi yang diperoleh, maka kekerasan sabun yang memiliki kekerasan paling tinggi adalah formula M3 dengan konsentrasi minyak kelapa 30%. Nilai penetrasi yang dihasilkan pada formula M3 masih jauh jika dibandingkan dengan nilai penetrasi sabun komersil. Oleh karena itu, konsentrasi minyak kelapa 30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa pada formulasi sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat untuk ditingkatkan kembali kekerasannya, sehingga didapatkan kekerasan sabun yang paling optimal. Tabel 4.4 Kekerasan Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa Nilai Kedalaman Penetrasi (10-1 mm) Percobaan Formula FM1 FM2 FM3 1 40,50 34,50 28, ,50 33,50 27, ,50 35,00 27,00 Rata-rata 39,50 34,33 27,50

59 42 Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi minyak kelapa menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun padat kaolin. Kekerasan sabun mandi belum memiliki standar persayaratan yang harus dipenuhi, sehingga dilakukan pengujian terhadap sabun komersil Lifebuoy sebagai pembanding. Hasil pengujian menunjukkan nilai penetrasi sabun komersil sebesar 16, mm. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan kekerasan sabun komersil Lifebuoy menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kekerasan yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan sabun komersil Pengujian Kadar Air Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu. Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009). Banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun. Apabila sabun terlalu lunak/tidak keras, maka akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource, 2017). Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun padat. Semakin tinggi kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin lunak, sebaliknya semakin rendah kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin keras (Hardian dkk., 2014) Dari hasil evaluasi kadar air sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa diperoleh kadar air berturut-turut yaitu 23,2%; 20,1%; dan 17,2%. Hasil pengujian kadar air menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi minyak kelapa, maka semakin rendah kadar air yang terdapat dalam sabun padat kaolin. Dari

60 43 nilai kadar air yang diperoleh, maka formula sabun yang memiliki kadar air paling rendah adalah formula M3 dengan konsentrasi minyak kelapa 30%. Nilai kadar air yang dihasilkan pada formula M3 masih belum memenuhi syarat kadar air menurut SNI yaitu 17,2% sedangkan syarat menurut SNI adalah maksimal 15%. Oleh karena itu, konsentrasi minyak kelapa 30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa pada formulasi sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat untuk menurunkan kembali kedar airnya, sehingga didapatkan kadar air yang memenuhi syarat SNI. Selanjutnya hasil analisis statistik One way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig < 0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa berpengaruh nyata terhadap kadar air sabun padat kaolin. 4.3 Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Asam Stearat Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat Formula Nilai ph Kedalaman Penetrasi (10 - Tinggi Busa (cm) Stabilitas Busa (%) 1 mm) A1 9,872 ± 0, ,50 ± 0,5000 3,07 ± 0, ,62 ± 1,9860 A2 9,904 ± 0, ,67 ± 0,7637 2,97 ± 0, ,67 ± 3,3350 A3 9,913 ± 0, ,50 ± 1,3229 2,57 ± 0, ,48 ± 2,1808 SK 10,262 ± 0, ,50 ± 1,5000 3,66 ± 0, ,35 ± 1,6512 Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD

61 Pengamatan Organoleptis Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat Formula Bentuk Warna Bau A1 Padat Putih gading Aroma strawberry A2 Padat Putih gading Aroma strawberry A3 Padat Putih gading Aroma strawberry Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat kaolin setelah 2x24 jam diperoleh hasil yang baik. Dari pengamatan organoleptis, tidak terdapat perbedan dari formula sabun dengan variasi konsentrasi asam stearat. Sama halnya dengan sabun yang menggunakan variasi konsentrasi minyak kelapa, secara fisik dengan peningkatan konsentrasi asam stearat tidak mempengaruhi bentuk, warna, dan bau sabun padat tanah yang dihasilkan, yaitu sabun berbentuk padat, berwarna putih gading, dan memiliki aroma seperti buah strawberry Pengujian ph Hasil pengujian ph sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan nilai rata-rata ph antara 9,871-9,913. Nilai ph sabun komersil sebagai pembanding memiliki nilai sebesar 10,262. Hasil menunjukkan bahwa ph meningkat seiring dengan meningkatknya konsentrasi asam stearat yang ditambahkan dalam sabun padat kaolin. Kenaikan ph seiring dengan peningkatan konsentrasi asam stearate belum dapat diketahui secara pasti, namun hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya penurunan COOH yang terionisasi dan peningkatan COOH yang tidak terionisasi (Frazer, 1994) Hal ini memberikan dampak pada semakin meningkatnya ph sabun yang dihasilkan. Akan tetapi peningkatan ph yang terjadi tidak berbeda signifikan antarfomula A1, A2, A3.

62 45 Tabel 4.7 ph Sabun Tanah Variasi Asam Stearat Percobaan Formula FA1 FA2 FA3 1 9,910 9,900 9, ,856 9,901 9, ,849 9,913 9,907 Rata-rata 9,871 9,904 9,913 Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data terdistribusi secara normal. Perbedaan ph FM1, FM2, FM3 tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat tidak berpengaruh nyata terhadap ph sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan ph sabun komersil Lifebuoy menunjukkan data tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji kruskal wallis yang menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan ph yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil Pengujian Kekerasan Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat diperoleh nilai penetrasi sabun berkisar 18, mm sampai 25, mm. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi asam stearat maka kekerasan sabun padat kaolin juga meningkat. Asam stearat berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997). Asam stearat juga termasuk golongan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap diantara atomnya, sehingga menyebabkan kekerasan sabun dapat meningkat. Selain itu, kekerasan sabun ini juga dapat disebabkan oleh perubahan jumlah kadar air yang ditambahkan ke dalam massa sabun. Dengan meningkatnya konsentrasi asam

63 46 stearat yang ditambahkan, maka jumlah kadar air yang ditambahkan akan semakin berkurang sehingga kadar airnya akan semakin rendah (Langingi dkk, 2012). Pada konsentrasi asam stearat yang lebih tinggi (>14%), sabun yang dibentuk tidak dapat dituang kedalam cetakan, melainkan mengeras di atas penangas. Oleh karena itu batas maksimal konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14%. Nilai penetrasi sabun komersil adalah 16, mm. Dari nilai kedalaman penetrasi yang diperoleh, menunjukkan bahwa masing-masing formula dengan variasi konsentrasi asam stearat memiliki kekerasan yang cukup baik. Akan tetapi, sabun yang memiliki kekerasan yang paling tinggi dan mendekati kekerasan sabun komersil adalah formula A3 dengan konsentrasi asam stearat 14%. Tabel 4.8 Kekerasan Sabun Variasi Asam Stearat Nilai Kedalaman Penetrasi (10-1 mm) Percobaan Formula FA1 FA2 FA3 1 26,00 23,50 18, ,50 22,50 20, ,00 22,00 17,50 Rata-rata 25,50 22,67 18,50 Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan kekerasan sabun komersil Lifebuoy menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kekerasan yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil.

64 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa Dari hasil evaluasi tinggi busa sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat berkisar antara 2,6-3,1 cm. Tinggi busa pada sabun komersil yaitu 3,6 cm. Menurut Priani (2010) jika konsentrasi asam stearat ditingkatkan maka akan menyebabkan busa sabun berkurang, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.11 bahwa semakin tinggi konsentrasi asam stearat maka tinggi busa semakin rendah. Hasil evaluasi stabilitas busa sabun padat kaolin selama 1 jam diperoleh persentase stabilitas busa berkisar antara 95,62% - 97,48%. Stabilitas busa yang dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam stearat. Stabilitas busa yang dihasilkan pada sabun komersil yaitu 96,35%. Menurut Hambali (2005) asam stearat dapat berfungsi sebagai pengeras sabun dan penstabil busa. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian ini bahwa semakin tinggi konsentrasi asam stearat dalam sabun padat kaolin maka semakin stabil busa yang dihasilkan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa masing-masing formula dengan variasi konsentrasi asam stearat memiliki tinggi busa dan stabilitas busa yang cukup baik. Menurut Harry (1973) syarat tinggi busa sabun yaitu 1,3-22 cm (Apgar, 2010). Tabel 4.9 Tinggi Busa Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat Pengukuran Tinggi Busa (cm) Percobaan Formula FA1 FA2 FA3 0 menit 1 jam 0 menit 1 jam 0 menit 1 jam 1 3,0 2,8 3,0 2,9 2,6 2,5 2 3,1 3,0 2,9 2,9 2,7 2,6 3 3,1 3,0 3,0 2,8 2,6 2,6 Rata-rata 3,1 2,9 3,0 2,9 2,6 2,6

65 48 Tabel 4.10 Stabilitas Busa Sabun Tanah Konsentrasi Asam Stearat Stabilitas Busa (%) Percobaan Formula FA1 FA2 FA3 1 93,33 96,67 96, , , ,77 93, Rata-rata 95,62 96,67 97,48 Hasil uji statistik One way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan tinggi busa sabun padat kaolin terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig < 0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa sabun padat kaolin yang dihasilkan. Kemudian uji lanjut Tukey HSD antara formula A1 dengan formula A2 memiliki nilai sig > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara tinggi busa formula A1 dengan formula A2. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap tinggi busa formula sabun padat kaolin dengan sabun komersil menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan nilai sig > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan tinggi busa yang bermakna antara sabun padat kaolin vaariasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil. Selanjutnya hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig > 0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan stabilitas busa sabun komersil Lifebuoy menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan stabilitas busa yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil.

66 Kadar Air Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada formula A1, A2, dan A3 diketahui bahwa kadar air sabun secara berturut-turut adalah 15,4%; 13,8%; 11,6%. Kadar air dapat mempengaruhi kekerasan dari sabun padat kaolin. Semakin rendah kadar air maka semakin keras sabun yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian maka dapat dilihat bahwa kadar air pada formula A1 tidak memenuhi syarat sabun menurut SNI, yaitu 15,4%. Sedangkan untuk formula A2 dan A3 sudah memenuhi syarat kadar air sabun mandi padat yaitu <15%. Selanjutnya hasil analisis statistik One way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig < 0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearate berpengaruh nyata terhadap kadar air sabun padat kaolin Daya Bersih Sabun Daya bersih sabun tanah diujikan kepada 9 responden yang sudah dikotori dengan minyak kelapa. Setelah dicuci dengan sampel sabun, kekesatan kulit dinilai dengan kriteria angka 1-5 (*) seperti yang tercantum pada tabel Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada sabun padat kaolin, nilai kekesatan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam stearat. Hal ini menunjukkan bahwa formula A3 memiliki kekuatan daya bersih yang cukup baik. Menurut Qisti (2009) sabun yang menggunakan konsentrasi asam stearat yang tinggi dapat memberikan kekesatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan konsentrasi asam stearat yang rendah. Dalam penelitian ini telah membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam stearat yang digunakan maka semakin tinggi daya bersih yang dihasilkan pada sabun padat kaolin. Hasil uji statistik terhadap daya bersih sabun padat kaolin menunjukkan data yang tidak terdistribusi secara normal, sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis yang menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh nyata terhadap daya bersih sabun padat kaolin.

67 50 Tabel 4.11 Penilaian Daya Bersih Sabun Tanah Kaolin terhadap Kotoran Minyak Kelapa Responden Penilaian Kekesatan FA1 FA2 FA Rata-rata 3,0 3,6 4,0 (*) Keterangan: 1 : Sangat rendah; 2 : Rendah; 3 : Sedang; 4 : Tinggi; 5 : Sangat tinggi Pengujian Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan yang berminyak (Qisti, 2009). Adanya asam lemak bebas dapat diperiksa apabila pada pengujian alkali bebas ternyata tidak terjadi warna merah dari indikator phenolphthalein setelah pendidihan dalam alkohol netral. Asam lemak bebas yang melarut dalam alcohol netral selanjutnya dititrasi dengan KOH alkoholis (SNI, 2016). Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada formula terbaik (formula A3) diketahui bahwa jumlah asam lemak bebas pada sabun padat kaolin adalah 1,24%.

68 51 Jumlah asam lemak bebas yang dihasilkan tersebut memenuhi persyaratan mutu sabun mandi menurut SNI yaitu maksimal 2,5%. Hal ini berarti bahwa pada sabun padat kaolin yang dihasilkan memiliki jumlah asam lemak bebas yang rendah sehingga sabun tersebut memiliki daya bersih yang baik dan juga memiliki kemampuan yang baik untuk membersihkan minyak dari bahan yang berminyak. 4.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Uji Swab dengan Sabun yang Mengandung Tanah Dari hasil uji swab, dimana suspensi bakteri air liur anjing dibersihkan dengan sabun tanah dan dibilas dengan aquadesilata steril sebanyak 1, 3, 5, dan 7 kali menghasilkan data sebagai berikut: Tabel 4.12 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang Mengandung Tanah Pencucian Jumlah Bakteri (cfu/cm 2 ) Anjing I Anjing II Anjing III 0 Tidak terhingga Tidak terhingga Tidak terhingga Dari tabel tersebut jumlah bakteri pada anjing I, II, dan III pada tangan tanpa pencucian adalah tidak terhingga, pencucian 1 sebanyak 1, 2, dan 0, pencucian 3, 5, 7 tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Hal ini menunjukan bahwa bakteri yang tertinggal pada tangan merupakan bakteri yang berasal dari air liur anjing. Frekuensi pembilasan membantu mengurangi jumlah bakteri, jadi semakin banyak frekuensi pembilasan maka semakin sedikit bakteri yang tertinggal. Dari hasil uji swab ini maka dapat dilihat bahwa adanya komponen tanah didalam sabun dapat menghasilkan efek yang optimal dalam menghilangkan bakteri yang disebabkan air liur anjing. Sabun memiliki bagian non polar yaitu gugus R yang akan mengikat

69 52 kotoran, sedangkan gugus COONa akan mengikat air karena sama-sama polar. Kotoran tersebut dapat lepas karena kotoran terikat pada sabun dan sabun terikat pada air. Adanya komponen tanah mempengaruhi daya bersih sabun teradap bakteri air liur anjing. Menurut William dan Haydel (2010), clay mineral yang berasal dari alam memiliki kemampuan adsorpsi dan absorpsi. Kaolin merupakan salah satu jenis clay mineral sehingga dapat menyerap bakteri air liur anjing ketika dibilas dengan air Uji Swab dengan Sabun yang Tidak Mengandung Tanah Sebagaimana percobaan dalam uji swab dengan menggunakan sabun tanah, maka telah dilakukan dalam uji swab dengan sabun yang tidak mengandung tanah untuk melihat pengaruh tanah terhadap jumlah bakteri air liur anjing setelah dicuci dengan aquadestilata steril. Hasil uji swab tersebut disajikan dalam Tabel 4.13, yaitu sebagai berikut: Tabel 4.13 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang Tidak Mengandung Tanah Pencucian Jumlah Bakteri (cfu/cm 2 ) Anjing I Anjing II Anjing III Dari tabel tersebut jumlah bakteri pada anjing I, II, dan III pada pencucian 1 sebanyak 7, 5, dan 4 cfu/cm 2, pencucian 3 sebanyak 3, 4, dan 3 cfu/cm 2, pencucian 5 sebanyak 2, 3, dan 3 cfu/cm 2, pencucian 7 pada anjing I, dan II ditemukan bakteri sebanyak 1 cfu/cm 2 dan pada anjing III tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Hal ini menunjukan bahwa adanya kandungan tanah didalam sabun padat kaolin mempengaruhi jumlah bakteri yang berasal dari air liur anjing. Selain itu sama halnya dengan sabun yang mengandung tanah, frekuensi pembilasan pada sabun yang tidak mengandung tanah juga membantu mengurangi jumlah bakteri, jadi semakin banyak

70 53 frekuensi pembilasan maka semakin sedikit bakteri yang tertinggal. Dari hasil uji swab ini maka dapat dilihat bahwa sabun yang mengandung tanah memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menghilangkan jumlah bakteri yang tertinggal di tangan dibandingkan dengan sabun yang tidak mengandung tanah Uji Swab dengan Akuades Steril Sebagaimana percobaan dalam uji swab dengan menggunakan sabun yang mengandung tanah dan sabun yang tidak mengandung tanah, maka dilakukan pula uji swab dengan akuades steril untuk melihat jumlah bakteri air liur anjing setelah dicuci dengan aquadestilata steril tanpa menggunakan sabun yang mengandung tanah dan sabun yang tidak mengandung tanah. Hasil uji swab tersebut disajikan dalam Tabel 4.14, yaitu sebagai berikut: Tabel 4.14 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Aquadest Steril Pencucian Jumlah Bakteri (cfu/cm 2 ) Anjing I Anjing II Anjing III 1 Tidak terhingga Tidak terhingga Tidak terhingga Dari tabel tersebut jumlah bakteri pada anjing I, II, dan III pada pencucian 1 tidak terhingga, pencucian 3 sebanyak 70, 20, dan 6 cfu/cm 2, pencucian 5 sebanyak 4, 6, dan 2 cfu/cm 2, pencucian 7 sebanyak 2, 3, dan 1 cfu/cm 2. Hal ini menunjukan bahwa pencucian dengan menggunakan akuades steril mempengaruhi jumlah bakteri yang berasal dari air liur anjing, dimana jumlah bakteri yang didapatkan lebih banyak jika dibandingkan dengan menggunakan sabun yang mengandung tanah dan sabun yang tidak mengandung tanah. Pada hasil ini, sama halnya dengan sabun yang mengandung tanah, frekuensi pembilasan dengan menggunakan akuades steril juga membantu mengurangi jumlah bakteri, jadi semakin banyak frekuensi pembilasan maka semakin sedikit bakteri yang tertinggal. Dari hasil uji swab ini maka dapat

71 54 dilihat bahwa sabun yang mengandung tanah memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menghilangkan jumlah bakteri yang tertinggal di tangan dibandingkan dengan sabun yang tidak mengandung tanah dan akuades steril. 4.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Uji aktivitas antibakteri ini bertujuan untuk mencari mekanisme kerja sabun padat kaolin terhadap bakteri yang terdapat pada air liur anjing. Pengujian aktivitas antibakteri sabun padat kaolin menggunakan metode hole/cup atau yang lebih dikenal dengan cara sumuran, prinsipnya pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji, lalu diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai dengan mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling lubang (Bonang, 1992). Hasil uji aktivitas antibakteri tersebut disajikan dalam Tabel 4.15 yaitu sebagai berikut: Tabel 4.15 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Padat Kaolin Diameter zona Perlakuan hambat (mm) Berdasarkan tabel di atas (tabel 4.15) dapat dilihat bahwa sabun padat kaolin tidak memberikan zona hambat yang terbentuk di sekeliling cakram. Pada pengujian ini formula sabun tidak ditambahkan antimikroba triklosan untuk mengetahui bahwa tidak ada pengaruh triklosan terhadap penghambatan bakteri pada air liur anjing. Hasil menunjukkan bahwa mekanisme kerja sabun padat kaolin terhadap bakteri adalah tidak dengan cara membunuh bakteri melainkan dengan membilas bakteri tersebut bersama dengan air, hal ini dibuktikan melalui uji swab yang telah dilakukan sebelumnya.

72 Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Tabel 4.16 Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI No Karakteristik Satuan Hasil Pengujian Persyaratan Sabun Tipe 1 1 Jumlah Asam lemak % 27 >10 2 Minyak Mineral - Negatif Negatif Jumlah Asam Lemak Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak atau lemak. Asam lemak diperoleh secara alami melalui saponifikasi trigliserida. Asam lemak sukar larut dalam air. Hal ini dapat membuat sabun menjadi lebih tahan lama pada kondisi setelah digunakan (Hambali dkk, 2004). Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Pengukuran jumlah asam lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah asam lemak yang terdapat dalam sabun dengan cara memutus ikatan antara asam lemak dengan natrium pada sabun menggunakan asam kuat (Widiyanti, 2009). Sabun yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70% (SNI, 1994). Artinya bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30%. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan daya bersih yang lebih baik terhadap kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan (Karo, 2011). Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui bahwa jumlah asam lemak sabun padat kaolin diperoleh sebesar 27%. Jumlah asam lemak tersebut memenuhi persyaratan menurut SNI yaitu minimal >10% (Sabun tipe 1). Hal ini menunjukkan bahwa sabun padat kaolin ini dapat meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan.

73 Minyak Mineral Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan kekeruhan (Qisti, 2009). Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya asam lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak, dan pada penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya kekeruhan (SNI, 1994). Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui bahwa kandungan minyak mineral pada sabun padat kaolin adalah negatif. Kandungan minyak mineral ini memenuhi persyaratan mutu sabun menurut SNI yaitu negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sabun padat kaolin memiliki daya emulsi yang sesuai dengan sabun mandi biasa.

74 BAB 5 PENUTUP Kesimpulan 1. Peningkatan konsentrasi minyak kelapa dapat mempengaruhi kekerasan dan kadar air pada sabun padat kaolin. Semakin tinggi konsentrasi minyak kelapa dalam formula sabun, maka semakin tinggi kekerasan dan semakin rendah kadar air pada sabun padat kaolin. 2. Formula yang menunjukkan karakteristik kekerasan paling tinggi dan kadar air paling rendah adalah formula sabun dengan konsentrasi minyak kelapa 30%. 3. Konsentrasi asam stearat 14% (formula A3) merupakan konsentrasi asam stearat terbaik dalam memberikan sifat fisika kimia sabun seperti kekerasan, kadar air, ph, tinggi busa dan stabilitas busa pada sabun padat kaolin. 4. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri menggunakan uji swab menunjukkan bahwa sabun yang mengandung tanah lebih efektif untuk menghilangkan bakteri pada air liur anjing dibandingkan dengan sabun yang tidak mengandung tanah dan akuades steril. 5. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat zona bening. Sehingga disimpulkan bahwa mekanisme kerja sabun padat kaolin terhadap bakteri air liur anjing adalah tidak dengan cara membunuh bakteri melainkan dengan membilas bakteri tersebut bersama dengan air. 6. Berdasarkan hasil uji mutu sabun menunjukkan bahwa jumlah total asam lemak, asam lemak bebas dan minyak mineral memenuhi syarat mutu sabun mandi menurut SNI. 57

75 Saran 1. Melakukan pengujian iritasi sedian untuk mendukung tingkat keamanan sabun padat kaolin yang telah diformulasikan. 2. Melakukan pengujian uji efektivitas pengawet dalam sabun padat kaolin untuk mencegah pertumbuhan mikroba setelah jangka waktu pemakaian.

76 59 DAFTAR PUSTAKA Abu, 2015., Fiqh Bersuci Dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi Edisi 10. Penerbit Pustaka Hudaya. Al-Khatib Al-Syarbini, Muhammad. Mughni Al-Muhtaj Juz 1, Beirut-Lebanon: Dar El- Marefah Anggraeni, Nustiana Ika, 2014., Optimasi Formula Sabun Bentonit Dengan Kombinasi Minyak Kelapa (Coconut Oil) Dan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Menggunakan Simplex Lattice Design. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Asad, Md. Abdullah., Shantanu Kar., Mohammad Ahmeduzzaman dan Md. Raquibul Hasan Suitability of Bentonit Clay: an analytical approach, J of Earth Science 2013; 2(3): 88-95, Bangladesh: Scince Publishing Group. ASTM Interntional, Standard Guide for ph of Aqueous Solutions of Soaps and Detergents. PA , United States: D Aulia, Isnin., Bambang Setiaji, Akhmad Syoufian Pengaruh Konsentrasi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Stabilitas Emulsi Kosmetik dan Nilai Sun Protection Factor (SPF). Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Tentang Kosmetik. Jakarta: BPOM RI. Bahagian Pengurusan Fatwa, Kedudukan Anjing dalam Islam serta Hukum Berkaitannya. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I Handbook of Cosmetics Science and Technology, 3 rd Edition. New York: Informa Healthcare USA, Inc. Bonang G, Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan Edisi 16. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Dahlan, Winai., Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok; Patent Cooperation Treaty. WO 2010/ A2

77 60 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Jilid IV. Jakarta: BPOM RI, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Jilid IV. Jakarta: BPOM RI, Edoga, M. O Comparison of Various Fatty Acid Sources for Making Soft Soap (Part 1): Quantitative Analysis. Nigeria: Department of Chemical Engineering, Federal University of Technology, Minna, Nigeria. J of Engineering and Applied Sciences 4(2): Evans, Howards E Miller's Anatomy Of The Dog 3" Edition. W.B Saunders Company, USA Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Standardisasi Fatwa Halal. Bidang Pom Dan Iptek. Fizri, Ahmad , An-Mugh (Antimughaladzah): Solusi Mudah Bersuci Dengan Aroma Terapi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Frazer., J.H Schulman, H.C Stewart Emulsification of Fat in The Intestine of The Rat and Its Relationship To Absorption. London, J. Physiol: 103, Girgis, A. Y Production of High Quality Castile Soap from High Rancid Olive Oil, Grasas y Aceites. Vol. 54. Fasc. 3 (2003), Grace, Pengaruh Peningkat Konsentrasi Carbopol 920 Sebagai Bahan Pengental Terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sediaan Shampoo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Gusviaputri, A., Meliana, N. P. S., Aylianawati & Indraswati, S. 2013, Pembuatan Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai Antiseptik Alami, Widya Teknik. Vol , No. 1, 2013 (11-12) Hakim, Jeffry Tanah dan Sabun Tanah Sebagai Bahan Antimikroba Terhadap Air Liur Anjing. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hambali E., Suryani, A. & Rifai M., Membuat Sabun Transaparan untuk Gift dan Kecantikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

78 61 Handi, Abdullah Tanah Steril dan Sabun Cair Tanah Steril Sebagai Bahan Antimikroba Terhadap Air Liur Anjing. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Hardian, Khairil., Akhyar Alii, dan Yusmarini Evaluasi Mutu Sabun Padat Transparan Dari Minyak Goreng Bekas dengan Penambahan (Sodium Lauryl Sulfate) dan Sukrosa, Jom Faperta Vol. 1 No.2 Oktober Skripsi.Riau: Fakultas Pertanian Universitas Riau. Harley, John P Laboratory Exercises in Microbiology, Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies. Hasanah, Uswatun Perilaku Bersuci Masyarakat islam: Etika Membersihkan Najis (Studi di Masyarakat Pulo Gerbang Jakarta Timur). Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum. Hermawan, A., Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betlr L.) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Dengan Metode Difusi Disk. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Jannah, Barlianty Sifat Fisik Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A Medical Microbiology. USA: Mc Grraw Hill. Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Karo, Armi Yuspita Pengaruh Penggunaan Kombinasi Jenis Minyak Terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Kassim, Norrahimah , New Approach of Samak Clay Usage for Halal Industry Requirement. Malaysia: INHAC, Procedia-Social and Behavorial Scinces 121 (2014)

79 62 Khairunnisa Perilaku Thaharah (Bersuci) Masyarakat Bukit Kemuning Lampung Utara Tinjauan Sosiologi ukum. Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum. Kining, Ekajayanti Aktivitas Antibiofiilm Ekstrak Air Daun Melinjo, Daun SIngkong, dan Daun Pepaya Terhadap Bakteri Pseudomonas aeroginosa Secara In Vitro. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Laeha, Nur Ainee Pengaruh Penggunaan Gliserin Sebagai Humektan Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Vitamin C dalam Sabun Padat. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Langingi, Raymon., Lidya I. Momuat., Maureen G. Kumaunang Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karotenoid Wortel. J Mipa Unsrat Maripa, Baiq Risni., Yeti Kurniasih, dan Ahmadi Pengaruh Konsentrasi NaOH Terhadap Kualitas Sabun Padat dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera) yang Ditambahkan Sari Bunga Mawar (Rosa L.). Skripsi. Mataram: Pendidikan Kimia, FPMIPA IKIP Mauliana, 2016., Formulasi Sabun Padat Bentonit Dengan Variasi Konsentrasi Asam Stearat Dan Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Merrill, R. C., 1943,. Determining The Mechanical Stability Of Emulsion. Vol. 15(12), , Analytical Chemistry, Acs Publications, California. Mitsuy, T New Cosmetic Science. Amsterdam-Netherlands: Elsevier Science B.V. Mursalin., Hariyandi, Purwiyatno., Purnomo, Eko Hari., Andarwulan, Nuri., Fardiaz, Dedi Karakteristik Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa. Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nesse, Willim D Introduction to Mineralogy. Second Edition. New York : Oxford University Press, Inc. Nidya, Chitraningrum, 2008., Sifat Mekanik dan Termal Pada Bahan Nanokomposit Epoxy-Clay Tapanuli. Skripsi. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

80 63 Nurainy, Fibra, Samsul Rizal, dan Yudiantoro Pengaruh Konsentrasi Kitosan Terhadap Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar (Sumur). J Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 13, No. 2. Paye, Marc, Andre O. Barel dan H.I. Maibach Handbook of Cosmetic Science and Technology, 2 nd Edition. New York: CRC Press. Priani, S. E., Lukmayani, Y Pembuatan Sabun Transparan Berbahan Dasar Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Prosiding SnaPP, Edisi Eksakta. ISSN: Qisti, Rachmiati., Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rowe, Raymond C., dkk, ed Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6 th ed. London: Pharmaceutical Press. Rumaizi, Babi Menurut Perspektif Islam, Budaya Dan Agama Lain, Persatuan Ulama Malaysia Cawangan Selangor. Ryan, Kenneth J. and C. George Ray Sherris Medical Microbiology, Fourh Edition. United States of America : The McGraw-Hill Companies. Saputri, Wiradika., Naniek Setaidi Radjab, Kori Yati Perbandingan Optimasi Natrium Lauril Sulfat dengan Optimasi Natrium Lauril Eter Sulfat Sebagai Surfaktan Terhadap Sifat Fisik Sabun Mandi Cair Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA; Jakarta Sarles, William Bowen, William Carroll Frazier, Joe Bransford Wilson, and Stanley Glenn Knight Microbiology, General and Applied, Second Edition. New York : Harpers Brothers. Setyoningrum, Elizabeth Nita Maharani Optimasi Formula Sabun Transparan dengan Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Cocoamidopropil Betaine: Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Siswandono, dan B. Soekardjo., Kimia Medisinal I, Airlangga University Press Surabaya.

81 64 Smaoui, Slim., Hajer Ben Hilma, Raoudha Jarraya, Nozha Grati Kamoun, Raoudha Ellouze, ;Mohammed Damak, Cosmetic Emulsion from Virgin Olive Oil: Formulation and Bio-physical Evaluation. J of Biotechnology Vol. 11(40), pp Soap and Detergent Associaation Soaps and Detergents. 2 nd Edition. Washington DC. Soap Making Resource, Saponification Table Plus The Characteristics of Oils in Soap. diakses 30 januari 2017 pukul Standarisasi Nasional Indonesia Standar Mutu Sabun Mandi, SNI , Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Standarisasi Nasional Indonesia Standar Mutu Minyak Kelapa Virgin (VCO), SNI 7381:2008, Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Standarisasi Nasional Indonesia Standar Mutu Sabun Mandi/Sabun Padat, SNI 3532:2016. Jakarta: Badan Standardisasi nasional Suwandi, Usman Mikroorganisme Penghasil Antibiotik. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma. Sweetman, S. C Martindale: The Complete Drug Reference, 35th ed.. London: Pharmaceutical Press. Tarun, Jose., Jose susan., Jacob Suria, Veronica John Susan, and Sebastian Criton Evaluation of ph of Bathing Soaps and Shampoos for Skin and Hair Care. PMCID: PMC Diakses 30 januari 2017 pukul Tjitraresmi, Ami., Sri Agung Fitri Kusuma dan Dewi Rusmiati Formulasi Dan Evaluasi Sabun Cair Antikeputihan Dengan Ekstrak Etanol Kubis Sebagai Zat Aktif. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran Bandung. Vasudevan, D.M., Sreekumari S., and Kannaan Vaidyanathan Textbook of Biochemistry For Dental Student. Ed. 2nd. India: Jaypee. Wasitaatmadja, S., M Penuntun Ilmu Kosmetik Medik: Jakarta: UI Press.

82 65 Widiyanti, Yunita Kajian Pengaruh Jenis Minyak Terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Williams LB, Haydel SE Evaluation of The Medicinal Use of Clay Minerals as Antibacterial Agents. International Geology Review. 52: Wilson, Tracy V How Play-doh Modeling Compound Works (Surfactans and Inhibitors), diakses 28 Januari 2017 pukul Zurinal dan Aminuddin Fiqh Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

83 66 Lampiran 1. Sertifikat Bahan Minyak Kelapa

84 67 Lampiran 2. Sertifikat Bahan Natrium Hidroksida

85 68 Lampiran 3. Sertifikat Bahan Asam Stearat

86 69 Lampiran 4. Sertifikat Bahan Cocamidopropyl Betaine

87 70 Lampiran 5. Sertifikat Bahan Kaolin

88 71 Lampiran 6. Sertifikat Bahan Triklosan

89 72 Lampiran 7. Hasil Uji Statistik ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Uji Normalitas Formula Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. ph * *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Uji Normalitas Formula Sabun Padat Kaolin dengan Sabun Komersil Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. ph a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) ph Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig Uji Homogenitas ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) dengan Sabun Komersil ph Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig

90 73 Uji ANOVA ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) ph ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji Kruskal Wallis ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) dengan sabun komersil Test Statistics a,b ph Chi-Square Df 3 Asymp. Sig..021 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: formula Uji Lanjut Tukey HSD ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Dependent Variable: ph Tukey HSD Multiple Comparisons Mean Difference 95% Confidence Interval (I) formula (J) formula (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

91 74 Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. kekerasan * *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) dengan Sabun Komersil Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. kekerasan * *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Test of Homogeneity of Variances kekerasan Levene Statistic df1 df2 Sig

92 75 Lampiran 8. Lanjutan Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) dengan Sabun Komersil Test of Homogeneity of Variances kekerasan Levene Statistic df1 df2 Sig Uji ANOVA Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) kekerasan ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji Lanjut Tukey HSD Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Dependent Variable: kekerasan Tukey HSD Multiple Comparisons Mean 95% Confidence Interval (I) formula (J) formula Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

93 76 Lampiran 9. Hasil Uji Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Uji Normalitas Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. kadarair a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas Kadar air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Test of Homogeneity of Variances kadarair Levene Statistic df1 df2 Sig Uji ANOVA Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) ANOVA kadarair Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

94 77 Lampiran 10. Hasil Uji Statistik ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Asam Stearat) Uji Normalitas ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Ph a. Lilliefors Significance Correction Uji Normalitas ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Ph a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) ph Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig Uji Homogenitas ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil ph Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig

95 78 Lampiran 10. Lanjutan Uji ANOVA ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) ph ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji Kruskal Wallis ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Test Statistics a,b Ph Chi-Square Df 3 Asymp. Sig..057 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: formula Uji Lanjut Tukey HSD ph Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Dependent Variable: ph Tukey HSD Multiple Comparisons Mean 95% Confidence Interval (I) formula (J) formula Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

96 79 Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. kekerasan * *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Kekerasan * *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Test of Homogeneity of Variances kekerasan Levene Statistic df1 df2 Sig

97 80 Lampiran 11. Lanjutan Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Test of Homogeneity of Variances kekerasan Levene Statistic df1 df2 Sig Uji ANOVA Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) kekerasan ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji Lanjut Tukey HSD Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Dependent Variable: kekerasan Tukey HSD Multiple Comparisons Mean 95% Confidence Interval (I) formula (J) formula Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

98 81 Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. tinggibusa a. Lilliefors Significance Correction Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. tinggibusa a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Test of Homogeneity of Variances tinggibusa Levene Statistic df1 df2 Sig Uji Homogenitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Test of Homogeneity of Variances tinggibusa Levene Statistic df1 df2 Sig

99 82 Lampiran 12. Lanjutan Uji ANOVA Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) tinggibusa ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji Lanjut Tukey HSD Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Dependent Variable: tinggibusa Tukey HSD Multiple Comparisons Mean 95% Confidence Interval (I) formula (J) formula Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

100 83 Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin Uji Normalitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Stabilitasbusa a. Lilliefors Significance Correction Uji Normalitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Stabilitasbusa * *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Test of Homogeneity of Variances stabilitasbusa Levene Statistic df1 df2 Sig Uji Homogenitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun Komersil Test of Homogeneity of Variances stabilitasbusa Levene Statistic df1 df2 Sig

101 84 Lampiran 13. Lanjutan Uji ANOVA Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) stabilitasbusa ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji Lanjut Tukey HSD Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Dependent Variable: stabilitasbusa Tukey HSD Multiple Comparisons Mean 95% Confidence Interval (I) formula (J) formula Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

102 85 Lampiran 14. Hasil Uji Kadar Air Sabun Padat Kaolin Uji Normalitas Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. kadarair a. Lilliefors Significance Correction Uji Homogenitas Kadar air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) Test of Homogeneity of Variances kadarair Levene Statistic df1 df2 Sig Uji ANOVA Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) ANOVA kadarair Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

103 86 Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Daya Bersih Sabun Padat Kaolin Uji Normalitas Daya Bersih Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. dayabersih a. Lilliefors Significance Correction Uji Kruskal wallis Daya Bersih Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) Test Statistics a,b Dayabersih Chi-Square df 2 Asymp. Sig..016 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: formula

104 87 Lampiran 16. Perhitungan Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin % Busa yang hilang = x 100 % = x 100 % = 6,67 % Stabilitas Busa (1 jam) = 100 % - % Busa yang hilang = 100 % - 6,67 % = 93,33 % Formula Stabilitas Busa (%) M1 95,62 M2 96,67 M3 97,48 Lampiran 17. Perhitungan Kadar Air Sabun Padat Kaolin Kadar air = x 100 % = x 100 % = 23,2 % Formula Kadar Air M1 23,2 M2 20,1 M3 17,2 A1 15,4 A2 13,8 A3 11,6

105 88 Lampiran 18. Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI

106 89 Lampiran 18. Lanjutan

107 90 Lampiran 19. Alur Penelitian Pengumpulan dan pemilihan bahan Pembuatan formula M1, M2, dan M3 Evaluasi ph, kekerasan, dan kadar air, lalu dipilih formula terbaik Pembuatan formula A1, A2, dan A3 Pengujian Pengujian sifat Pengujian Analisis data dengan One Way ANOVA, lalu dipilih formula terbaik Pengujian aktivitas antibakteri Pengujian mutu menurut Uji Swab Metode Difusi

108 91 Lampiran 20. Gambar Sabun FM1 (Minyak Kelapa 20%) FM2 (Minyak Kelapa 25%) FM3 (Minyak Kelapa 30%) FA1 (Asam Stearat 10%) FA2 (Asam Stearat 12%) FA3 (Asam Stearat 14%)

109 92 Lampiran 21. Hasil Uji Swab Sabun yang Mengandung Tanah A0 B0 C0 A1 B1 C1 A3 B3 C3

110 93 Lampiran 21. Lanjutan A5 B5 C5 A7 B7 C7

111 94 Lampiran 22. Hasil Uji Swab Sabun yang Tidak Mengandung Tanah A1 B1 C1 A3 B3 C3

112 95 Lampiran 22. Lanjutan A5 B5 C5 A7 B7 C7

113 96 Lampiran 23. Hasil Uji Swab dengan Akuades Steril A1 B1 C1 A3 B3 C3

114 97 Lampiran 23. Lanjutan A5 B5 C5 A7 B7 C7 Keterangan: A : Anjing 1; B : Anjing 2; C : Anjing 3; 0, 1, 3, 5, 7 : Pencucian

115 98 Lampiran 24. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dengan metode difusi (a) (b) (c) Keterangan: Hasil uji aktivitas antibakteri sabun padat kaolin (a) uji 1 (b) uji 2 (c) uji 3

116 99 Lampiran 25. Gambar Penetrometer

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak

Lebih terperinci

FORMULASI SABUN PADAT BENTONIT DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM STEARAT DAN NATRIUM LAURIL SULFAT

FORMULASI SABUN PADAT BENTONIT DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM STEARAT DAN NATRIUM LAURIL SULFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN PADAT BENTONIT DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM STEARAT DAN NATRIUM LAURIL SULFAT SKRIPSI MAULIANA 1112102000091 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M0310033)

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M0310033) SABUN MANDI Disusun Oleh : Winda Puspita S (M0307070) Arista Margiana (M0310009) Fadilah Marsuki (M0310018) Hartini (M0310022) Ika Lusiana (M0310024) Isnaeni Nur (M0310026) Isya Fitri A (M0310027) Nosafarma

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI SKRIPSI NURUL IMAYUNI

OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI SKRIPSI NURUL IMAYUNI OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI SKRIPSI NURUL IMAYUNI 100802028 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I- 1. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN I- 1. Bab I Pendahuluan I- 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan utama manusia adalah sabun, karena hampir semua manusia di seluruh dunia memakai sabun untuk keperluan hidupnya, diantaranya adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun merupakan produk yang dihasilkan dari reaksi penyabunan asam lemak dengan alkali. Minyak yang umum digunakan dalam pembentukan sabun adalah trigliserida (Bunta,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sabun Transparan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sabun Transparan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Transparan SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun mandi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

BAB II: METODOLOGI PENELITIAN...25 A. Bahan...25 B. Alat...25 C. Jalannya Penelitian Formula Sabun Cair Bentonit Formulasi Sabun Cair

BAB II: METODOLOGI PENELITIAN...25 A. Bahan...25 B. Alat...25 C. Jalannya Penelitian Formula Sabun Cair Bentonit Formulasi Sabun Cair DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN PERNYATAN...iv HALAMAN PERSEMBAHAN...v KATA PENGANTAR...vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR TABEL...xii DAFTAR LAMPIRAN...xiii INTISARI...xv

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud CLEANSING CREAM Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud perawatan kulit agar kulit menjadi bersih dan sehat terlindung dari kekeringan~an sengatan cuaca, baik panas

Lebih terperinci

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN 5.1. Tujuan Percobaan Memahami reaksi penyabunan 5.2. Tinjauan Pustaka Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserida, kedua istilah ini berarti triester dari

Lebih terperinci

FORMULASI SABUN MANDI CAIR DENGAN LENDIR DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn.)

FORMULASI SABUN MANDI CAIR DENGAN LENDIR DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn.) FORMULASI SABUN MANDI CAIR DENGAN LENDIR DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn.) Boesro Soebagio, Sriwidodo, Irni Anggraini Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD, Jatinangor-Sumedang ABSTRAK Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I- 1. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN I- 1. Bab I Pendahuluan I- 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan berkaitan dengan kebersihan, mulai dari kebersihan individu hingga kebersihan lingkungan. Kebersihan individu, harus selalu dijaga dengan melakukan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbesar penyakit kulit dengan manifestasi klinik berupa abses pada kulit, nanah dan bisul. Infeksi pada kulit

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BEBAS ALKOHOL (ETANOL)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BEBAS ALKOHOL (ETANOL) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BEBAS ALKOHOL (ETANOL) Disusun oleh: AGUS HERYANTO I 8310004 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Madu

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Madu TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang sering ditemui di dalam masyarakat adalah acne vulgaris atau biasa disebut dengan jerawat. Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

SKRIPSI KIKI ANDRIANI

SKRIPSI KIKI ANDRIANI PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA, KEKUATAN PARFUM, KADAR AIR, ALKALI BEBAS, ASAM LEMAK BEBAS, DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA SABUN MANDI DAN SABUN CUCI PADAT SKRIPSI KIKI ANDRIANI

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Metode pembuatan sabun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang banyak menyebabkan masalah pada kulit, terutama peradangan pada kulit (Daili et al., 2005). Kulit merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sabun 2.1.1. Pengertian Sabun Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. salah satu syarat sahnya ibadah (Mughniyah, 2002). Selain menggunakan air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. salah satu syarat sahnya ibadah (Mughniyah, 2002). Selain menggunakan air 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menyucikan diri dari kotoran dan najis biasa disebut dengan istilah thaharah. Thaharah sangat diperhatikan dalam ajaran Islam karena merupakan salah satu

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI CAIR MINYAK ATSIRI JERUK PURUT (Citrus hystrix DC.) DENGAN KOKAMIDOPROPIL BETAIN SEBAGAI SURFAKTAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI CAIR MINYAK ATSIRI JERUK PURUT (Citrus hystrix DC.) DENGAN KOKAMIDOPROPIL BETAIN SEBAGAI SURFAKTAN SKRIPSI FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI CAIR MINYAK ATSIRI JERUK PURUT (Citrus hystrix DC.) DENGAN KOKAMIDOPROPIL BETAIN SEBAGAI SURFAKTAN SKRIPSI Oleh : DWI RIZKI FEBRIANTI K 100 090 127 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu kondisi yang turut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu kondisi yang turut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu kondisi yang turut mangambil andil dalam bidang kesehatan nasional. Prevalensi nasional terkait masalah kesehatan gigi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA A. Rasyidi Fachry *, Anggi Wahyuningsi, Yuni Eka Susanti *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki efek herbal adalah daun, biji, dan daging buahnya.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki efek herbal adalah daun, biji, dan daging buahnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman avokad ( Persea americana Mill.) atau biasa disebut avokad merupakan tanaman yang sangat populer di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika tengah, yaitu

Lebih terperinci

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven IOCD International Symposium and Seminar of Indonesian Medicinal Plants xxxi, Surabaya 9-11 April 2007 Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven Yudi Padmadisastra Amin Syaugi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB SKRIPSI

PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB SKRIPSI PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITRO EMULSI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) MENGGUNAKAN EMULGATOR TWEEN 80 DAN GOM ARAB SKRIPSI OLEH: Rutlin Valentina Silaban NIM 121524148 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI SABUN HERBAL

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI SABUN HERBAL PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI SABUN HERBAL Praptanti Sinung Adi Nugroho Program Studi Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta Abstrak Sabun merupakan

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Bersuci (thaharah) merupakan syarat sah suatu ibadah (Al-Bugha, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Bersuci (thaharah) merupakan syarat sah suatu ibadah (Al-Bugha, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Bersuci (thaharah) merupakan syarat sah suatu ibadah (Al-Bugha, 2007). Bersuci terbagi menjadi dua bagian yaitu bersuci dari kotoran (najis jasmani) dan bersuci

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di khasanah dunia ilmiah dikenal adanya produk yang disebut dengan synthetic detergent yang disingkat dengan istilah syndent. Kata synthetic (sintetik) sepertinya memberi

Lebih terperinci

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin) GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari x BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lipid Pengertian lipid secara umum adalah kelompok zat atau senyawa organik yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari zat

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Sabun Pencuci Piring Cair dengan Inovasi Penambahan Ekstrak Aloe Vera sebagai Anti Bakterial yang Bernilai Ekonomis Tinggi

LAPORAN TUGAS AKHIR. Sabun Pencuci Piring Cair dengan Inovasi Penambahan Ekstrak Aloe Vera sebagai Anti Bakterial yang Bernilai Ekonomis Tinggi LAPORAN TUGAS AKHIR Sabun Pencuci Piring Cair dengan Inovasi Penambahan Ekstrak Aloe Vera sebagai Anti Bakterial yang Bernilai Ekonomis Tinggi Disusun Oleh: MUHAMAD RENHARD I 8313035 SINGGIH I 8313059

Lebih terperinci

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI SHALAT KEPADA SISWA SMAN DI KOTA BANJARMASIN

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI SHALAT KEPADA SISWA SMAN DI KOTA BANJARMASIN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI SHALAT KEPADA SISWA SMAN DI KOTA BANJARMASIN TESIS Oleh: FADLIYANUR NIM. 1202520950 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ANTASARI PASCASARJANA

Lebih terperinci

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( ) KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 3 ) R I N I T H E R E S I A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 2 ) Menetukan Sistem Periodik Sifat-Sifat Periodik Unsur Sifat periodik

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR ALKALI BEBAS PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI TUGAS AKHIR OLEH: NADYA DWI RIZKY NIM

PENETAPAN KADAR ALKALI BEBAS PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI TUGAS AKHIR OLEH: NADYA DWI RIZKY NIM PENETAPAN KADAR ALKALI BEBAS PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI TUGAS AKHIR OLEH: NADYA DWI RIZKY NIM 102410036 PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH I. Tujuan Praktikan dapat memahami dan menstandarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan larutan baku primer H 2 C 2 O 4 2H 2 O II. Dasar Teori Reaksi asam basa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT KAPUK SEBAGAI SUMBER BASA DALAM PEMBUATAN SABUN LUNAK TRANSPARAN

PEMANFAATAN KULIT KAPUK SEBAGAI SUMBER BASA DALAM PEMBUATAN SABUN LUNAK TRANSPARAN PEMANFAATAN KULIT KAPUK SEBAGAI SUMBER BASA DALAM PEMBUATAN SABUN LUNAK TRANSPARAN Eka Kurniasih Staf Pengajar ABSTRAK Sabun transaparan atau juga disebut juga sabun gliserin adalah jenis sabun mandi yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMBOROSAN MENGGUNAKAN METODE VALUE STREAM MAPPING DAN SIX SIGMA DENGAN MENGIMPLEMENTASI KONSEP LEAN MANUFACTURING TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PEMBOROSAN MENGGUNAKAN METODE VALUE STREAM MAPPING DAN SIX SIGMA DENGAN MENGIMPLEMENTASI KONSEP LEAN MANUFACTURING TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PEMBOROSAN MENGGUNAKAN METODE VALUE STREAM MAPPING DAN SIX SIGMA DENGAN MENGIMPLEMENTASI KONSEP LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus di PT. CHIA JIANN INDONESIA FURNITURE) TUGAS AKHIR Diajukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Oleh : Ahmad Abdillah NPM:

Oleh : Ahmad Abdillah NPM: PETUNJUK-PETUNJUK RASULULLAH SAW TERHADAP PENDIDIKAN PEMUDA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MASA KINI (Kajian terhadap Kitab al-hady an-nabawiy fi Tarbiyah al-aula d fi Ḍaui al-kita b wa as-sunnah)

Lebih terperinci

KHUTBAH JUM AT. Kebersihan Jalan Menuju Surga. Khutbah 5

KHUTBAH JUM AT. Kebersihan Jalan Menuju Surga. Khutbah 5 KHUTBAH JUM AT Khutbah 5 Kebersihan Jalan Menuju Surga ا ل سلا م ع ل ي ك م و ر حم ة الل ه و ب ر ك ات ه ا لح م د ل ل ه ال ذ ي ب نى ا لا س لا م ع ل ى الن ظ اف ة. أ ش ه د ا ن لا ا ل ه إ لا االله و ح د ه لا

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

Analisis Makanan, Kosmetik Kosme & Perbekalan Farmasi S H A M P O O

Analisis Makanan, Kosmetik Kosme & Perbekalan Farmasi S H A M P O O Analisis Makanan, Kosmetik & Perbekalan Farmasi S H A M P O O S H A M P O O Suatu bentuk sediaan untuk digunakan pada rambut, yang mengandung detergen. Tujuan utama dari shampoo : Untuk mencuci, menghilangkan

Lebih terperinci

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 2- ) Resume Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Kimia Analitik I Oleh: Dhoni Fadliansyah Wahyu NIM. 109096000004 PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak A. Pengertian Lemak Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam lemak (asam karboksilat pada suku tinggi) dan dapat larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

ANALYSIS OF FATTY ACID COMPOSITION IN VARIOUS BRAND BATH SOAPS USING GC-MS ABSTRACT

ANALYSIS OF FATTY ACID COMPOSITION IN VARIOUS BRAND BATH SOAPS USING GC-MS ABSTRACT ANALYSIS OF FATTY ACID COMPOSITION IN VARIOUS BRAND BATH SOAPS USING GC-MS ABSTRACT Bath soap is generally used as a skin cleanser and there are few coupled with antibacterial substance. Bath soap contains

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK LAKI-LAKI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIKAN ANAK LAKI-LAKI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM PENDIDIKAN ANAK LAKI-LAKI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1 Oleh : ARIF HIDAYANTO 0806010018 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA

Lebih terperinci

APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN ABSTRACT

APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN ABSTRACT E. Hambali, T. K. Bunasor, A. Suryani dan G. A. Kusumah APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN Erliza Hambali, Tatit K Bunasor, Ani Suryani dan Giri Angga

Lebih terperinci