Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014"

Transkripsi

1 Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014 Sukadi, Abdur Rahman Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia kadisetio@gmail.com Abstrak Indek standar pencemaran udara DKI Jakarta tahun 2012 dan 2013, prosentase parameter kritis terbanyak berada di Kelapa Gading. PM 10 merupakan salah satu parameter kritis, dan SO 2 juga menjadi parameter tertinggi di Kelapa Gading dibanding 5 wilayah lain. Untuk mengestimasi risiko kesehatan terhadap populasi berisiko maka dilakukan analisis risiko kesehatan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading. Konsentrasi risk agent diperoleh dari stasiun pemantau kualitas udara BPLHD DKI Jakarta selama 365 hari pada tahun Berat badan, waktu pajanan harian, frekuensi pajanan dan lama pajanan diukur dari 80 responden. Estimasi risiko kesehatan dinyatakan dalam Risk Quotient (RQ), dihitung dari intake risk agent dan dosis referensinya (RfC). Risiko kesehatan dianggap berisiko apabila RQ>1. Hasil penelitian menunjukkan RQ PM 10 dan SO 2 pajanan realtime tidak berisiko. Pajanan lifespan konsentrasi maksimum PM 10 berisiko terhadap kesehatan populasi kecuali tukang parkir. Konsentrasi PM 10 harus diturunkan hingga 130 µg/m 3 yang merupakan batas aman untuk semua pupolasi, atau mengurangi waktu pajanan dan frekuensi pajanan. Analysis of the Health Risks of Exposure to PM 10 and SO 2 at Kelapa Gading, North Jakarta in 2014 Abstract Air pollution standard index of Jakarta in 2012 and 2013, the percentage of the most critical parameters are in Kelapa Gading. PM 10 is one of the critical parameters, and SO 2 also became the highest parameters in Kelapa Gading than 5 other regions. To estimate the health risks to the population at risk the health risk analysis of PM 10 and SO 2 in Kelapa Gading. Concentration risk agent obtained from the air quality monitoring station BPLHD for 365 days in Weight, daily exposure time, exposure frequency and duration of exposure were measured from 80 respondents. Health risk estimates expressed in the Risk Quotient (RQ), calculated from the intake and the risk agent reference dose (RFC). The health risks are considered at risk if RQ>1. The results showed RQ PM 10 and SO 2 exposure risk is not realtime. Lifespan exposure to the maximum concentration of PM 10 risk for population health except parking attendants. PM 10 concentration must be lowered to 130 µg/m 3 which is the safe limit for all pupolasi, or reduce the time of exposure and frequency of exposure. Keywords: Kelapa Gading; risk analysis; PM 10, SO 2 Pendahuluan Pencemaran udara merupakan masalah lingkungan global yang menjadi perhatian semua negara. Negara berkembang menghadapi masalah polusi udara yang jauh lebih serius dibandingkan negara maju. Pencemar udara berasal dari kegiatan yang bersifat alami seperti letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik spora tumbuhan dan lain sebagainya. Sumber pencemar akibat aktivitas manusia yaitu akibat aktivitas transportasi, 1

2 industri, persampahan, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran dari rumah tangga (Soedomo, 2001). Ada enam kriteria polutan udara yang terdiri dari lima polutan primer (langsung) dan satu polutan sekunder. Polutan primer yaitu particulate matter yang diameternya kurang dari 10µm (PM 10 ), SO 2, NO 2, CO, dan partikulat timbal, polutan sekunder yaitu Ozon (EPA, 1990). Pencemar udara di DKI Jakarta digolongkan dalam dua kelompok sumber yaitu sumber bergerak dan tidak bergerak. Sumber tidak bergerak yaitu kegiatan industri, rumah tangga dan pembakaran sampah, sedangkan sumber bergerak yaitu kegiatan transportasi (SLHD, 2012). Polutan debu (total partikel) berasal dari sumber tidak bergerak sebesar 279,45 ton/tahun dan sumber bergerak sebesar ,00 ton/tahun. SO 2 berasal dari sumber tidak bergerak sebesar 46,86 ton/tahun dan sumber bergerak sebesar ,90 ton/tahun (SLHD, 2012). Sumber bergerak merupakan penyebab terbesar pencemaran untuk parameter SO 2 dan debu. Data ISPU DKI Jakarta tahun 2013, hanya 1% hari dengan kriteria sehat, 42% sedang, 50% tidak sehat dan 7% sangat tidak sehat. Parameter kritis ISPU yang dominan adalah Ozon dan PM 10. Data indek standar pencemar udara tahun 2012 dan 2013 menyatakan Kelapa Gading merupakan daerah dengan prosentasi parameter kritis pencemaran udara yang paling tinggi di DKI Jakarta. Parameter PM 10 dipilih karena merupakan parameter kritis yang dominan pada ISPU di Jakarta setelah ozon. Sedangkan SO 2 menjadi parameter paling tinggi di Kelapa Gading dibandingkan dengan lima wilayah yang lain. Udara yang tercemar polutan termasuk PM 10 dan SO 2 sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang beraktivitas sehari-hari di tempat ini. Kajian risiko kesehatan di kawasan ini belum dilakukan sehingga tidak diketahui besarnya tingkat risiko kesehatan oleh pajanan PM 10 dan SO 2 pada masyarakat berisiko yang menghabiskan sebagian besar aktivitasnya di wilayah ini. Untuk memprediksi risiko kesehatan maka dilakukan studi analisis risiko pajanan PM 10 dan SO 2 pada masyarakat yang berisiko dikawasan Kelapa Gading. Penelitian ini bertujuan untuk meprakirakan risiko kesehatan pajanan PM 10 dan SO 2 pada masyarakat yang berisiko serta merumuskan pengendaliannya. Tinjauan Teoritis Particulate matter atau partikel debu melayang merupakan campuran yang sangat kompleks dari berbagai senyawa organik dan anorganik seperti sulfat, nitrat, ammonia, sodium klorida, karbon, debu mineral, dan air (WHO, 2011). Partikel debu yang sering 2

3 dikenal adalah partikel debu 10 mikron atau sering disebut PM 10. PM 10 memiliki ukuran diameter 10 mikron yang secara umum partikel ini bisa masuk melalui hidung maupun tenggorokan dan nantinya akan sampai ke paru-paru. PM 10 yang terhirup ini bisa memberikan efek kesehatan yang buruk bagi organ paru-paru dan jantung (EPA, 2013). Nilai baku mutu PM 10 udara ambien tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah 150 µg/m 3 untuk episode 24 jam. Nilai ini sama dengan yang ditetapkan Pemda Provinsi DKI Jakarta yaitu 150 µg/m 3 untuk episode 24 jam. WHO menetapkan 50 µg/m 3 untuk episode 24 jam. Sedangkan NAAQS menetapkan 150 µg/m 3 untuk episode 24 jam dan 50 µg/m 3 untuk arithmatic mean tahunan.(epa, 1990). Sulfur dioksida (SO 2 ) merupakan salah satu dari kelompok sulfur oksida (SOx) selain sulfur trioksida (SO 3 ). SO 2 memiliki karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara. Konsentrasi SO 2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera penciuman manusia ketika konsentrasi berkisar antara 0,3 1 ppm (Wardana, 2004). Sulfur dioksida (SO 2 ) memberikan efek negatif pada sistem pernafasan dan fungsi paru-paru. Peradangan yang disebabkan SO 2 akan mengakibatkan batuk, sekresi lendir yang berlebihan, peningkatan gejala asma dan bronkitis kronis serta membuat manusia lebih mudah mendapatkan infeksi pada saluran pernafasan (WHO, 2005). Paparan jangka pendek bahkan untuk tingkat tinggi SO 2 dapat memiliki merugikan efek pada fungsi pernapasan, khususnya bagi mereka yang menderita asma. Nilai baku mutu SO 2 udara ambien tercantum dalam PP No. 41 tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara yaitu 365 µg/m 3 untuk episode 24 jam. Sedangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan 260 µg/m 3 untuk episode 24 jam. WHO menetapkan 20 µg/m 3 untuk episode 24 jam. Sedangkan NAAQS menetapkan 75 ppb (198 µg/m 3 ) untuk episode 1 jam dan 80 µg/m 3 untuk arithmatic mean tahunan (EPA,1990). Model kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan yang selama ini dilakukan ada dua, yaitu studi epidemiologi kesehatan lingkungan (EKL) dan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL). EKL umumnya dilakukan atas dasar kejadian penyakit (disease oriented) atau kondisi lingkungan yang spesifik (agent oriented) (WHO 1983), sedangkan ARKL bersifat agent spesifik dan site spesifik. ARKL adalah proses perhitungan atau prakiraan risko pada suatu organisme sasaran, sistem atau sub populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpajan oleh agent tertentu, dengan memerhatikan karakteristik yang melekat pada agent itu dan karakteristik sistem 3

4 sasaran yang spesifik (IPCS, 2004a). Risko itu sendiri didefinisikan sebagai kebolehjadian (probabilitas) efek merugikan pada suatu organisme, sistem atau (sub) populasi yang disebabkan oleh pemajanan suatu agent dalam keadaan tertentu (IPCS, 2004a). Penelitian di Kelapa Gading ini bermula dari risk agent yaitu PM 10 dan SO 2, bukan dari data kejadian penyakit yang ada di wilayah ini. Model analisis dampak yang tepat untuk digunakan adalah ARKL, karena kajian kilas depan dengan meramalkan besaran tingkat risiko kesehatan yang bisa menimpa populasi yang berisiko pada suatu waktu. Analisi resiko kesehatan lingkungan adalah salah satu bagian dari manajemen risiko dimana merupakan proses memperkirakan peningkatan risiko kesehatan pada populasi yang terpajan oleh sejumlah zat beracun (EPA, 2011). Analisis risiko adalah proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau (sub) populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian yang menyertainya setelah terpajan oleh agen tertentu dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agen yang menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik (IPCS, 2004). Bahaya lingkungan terdiri atas tiga agen risiko, yaitu chemical agents (zat-zat kimia), physical agents (energi radiasi atau gelombang elektromagnetik berbahaya) dan biological agents (organisme patogen) (Rahman, 2010). Analisis risiko merupakan studi yang melakukan estimasi tingkat risiko pada populasi yang setelah terkena suatu pajanan yang membahayakan (Louvar and Louvar, 1998). Penilaian risiko dan manajemen risiko merupakan dasar dari pelaksanaan peraturan. Penilaian risiko digunakan untuk menilai efek kesehatan individu atau populasi dari suatu bahan dan situasi berbahaya. Sedangkan manajemen risiko adalah proses menimbang alternatif kebijakan dan memilih yang paling sesuai dengan peraturan, mengintegrasikan hasil penilaian risiko dengan teknik data dan masalah sosial, ekonomi, dan politik untuk mencapai keputusan (NRC, 1983). Analisis risiko kesehatan (health risk assessment) adalah suatu proses memperkirakan masalah kesehatan yang mungkin timbul dan besarnya akibat yang ditimbulkannya pada suatu waktu tertentu. Analisis risiko terdiri dari empat tahap kajian, yaitu identifikasi bahaya (hazard potential identification), analisis dosis-respon (dose-response assesment), analisis pemajanan (exposure assesment) dan karakterisasi risiko (risk characterization), yang kemudian dilanjutkan dengan manajemen risiko dan komunikasi risiko (US-EPA/NRC,1983 dalam Louvar, 1998). 4

5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode prediksi atau prakiraan, dengan desain penelitiannya estimasi pajanan, estimasi asupan, estimasi risiko dan rumusan manajemen. Metode ini disebut juga metode ARKL yang di harmonisasikan IPCS, yaitu studi untuk menghitung atau memperkirakan risiko akibat pajanan beberapa agen pada suatu populasi dengan memperhatikan karakteristik agent dan populasi. Subjek studi dalam penelitian adalah populasi manusia yang berisiko yaitu satpam, tukang ojeg, pedagang kaki lima dan tukang parkir dimana populasi tersebut relatif sering terpajan oleh polusi pada udara ambien di kawasan Kelapa Gading. Sedangkan risk agent berupa konsentrasi PM 10 dan SO 2. yang tedapat dalam udara ambien di kawasan Kelapa Gading. Populasi yang berisiko pada penelitian ini adalah masyarakat yang menghabiskan sebagian besar aktivitas hariannya di luar rumah di kawasan Kelapa Gading. Sampel yang diambil adalah satpam, tukang ojeg, pedagang kaki lima, tukang parkir, dengan radius 0 1 kilo meter dari stasiun pemantau kualitas udara DKI2 (Kelapa Gading), dengan kriteria inklusi berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan yang bekerja lebih atau sama dengan satu tahun di tempat tersebut. Sampel lingkungan adalah konsentrasi PM 10 dan SO 2 di kawasan Kelapa Gading, yang didapatkan dari data pengukuran stasiun pemantau kualitas udara otomatis DKI2 (Kelapa Gading) tahun Penelitian ini dilakukan di Kelapa Gading Provinsi DKI Jakarta pada Bulan Pebruari- Maret Pengambilan data antropometri pada tukang ojeg, tukang parkir, pedagang kaki lima dan satpam dilakukan di jalan yang berada dalam radius 1 km dari stasiun pemantau udara otomatis DKI2 (Kelapa Gading) yang terletak di komplek Kantor Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading. Besar responden ditentukan dengan by criteria, yaitu jumlah responden yang ditemukan di tempat penelitian sesuai dengan kriteria sampel. Besar sampel lingkungan yaitu konsentrasi PM 10 dan SO 2 hasil pengukuran stasiun pemantau udara otomatis DKI2 selama 365 hari mulai bulan Januari Desember Pengambilan sampel responden tersebut menggunakan metode purposive sampling. Responden dipilih sesuai dengan kirteria yang ditentukan dan bersedia untuk dijadikan responden kemudian dilakukan wawancara dan penimbangan berat badan. Sampel konsentrasi PM 10 dan SO 2 diambil dari data hasil pengukuran stasiun pemantau udara otomatis DKI2 yang telah terkumpul di kantor BPLHD Provinsi DKI Jakarta. Pengukuran di stasiun 5

6 pemantau kualitas udara otomatis PM 10 menggunakan alat Verewa F dengan metode Beta-Absorption C-14 dan SO 2 menggunakan Alat Horiba APSA 370 dengan metode UV Fluorescence. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : data konsentrasi PM 10 dan SO 2 dalam 365 hari yang terkumpul dikonversi menjadi satuan mg/m 3, data sampel antropometri dan data risk agent di input terpisah, data dianalisis diskriptif untuk memperoleh sebaran datanya normal atau tidak normal. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data dalam suatu variabel penelitian itu normal atau tidak normal. Jika p-value Uji Normalitas > 0,05 maka data normal dan jika p- value Uji Normalitas < 0,05 maka data tidak normal. Untuk data yang normal maka dipergunakan nilai mean dan jika data tidak normal dipergunakan nilai median. Prosedur dalam analisis risiko kesehatan pajanan PM 10 dan SO 2 dengan langkah-langkah ARKL meliputi sebagai berikut : Identifikasi bahaya (Hazard Identification), Penelitian ini dilakukan analisis risk agent dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai agent yang diteliti yaitu PM 10 dan SO 2. Efek debu (PM 10 ) terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa kadar debu berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala batuk. Debu yang mengendap di dalam saluran pernafasan, menyebabkan oedema mukosa dinding saluran pernafasan sehingga terjadi penyempitan saluran. Faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernafasan adalah batuk, dahak, sesak nafas, bunyi mengi (Putranto, 2007). Sulfur dioksida (SO 2 ) memberikan efek negatif pada sistem pernafasan dan fungsi paru-paru. Peradangan yang disebabkan SO 2 akan mengakibatkan batuk, sekresi lendir yang berlebihan, peningkatan gejala asma dan bronkitis kronis serta membuat manusia lebih mudah mendapatkan infeksi pada saluran pernafasan (WHO, 2005). Analisis Pemajanan (Eksposure Assesement), Analisa pajanan dilakukan dengan mengestimasi jumlah asupan atau intake inhalasi setiap harinya dengan menghitung konsentrasi PM 10 dan SO 2, laju asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan berat badan. Data konsentrasi PM 10, SO 2 dan data antropometri kemudian dianalisis untuk mendapatkan nilai Intake pemajanan realtime dan lifespan dari PM 10 dan SO 2 dengan menggunakan persamaan berikut : C x R x te x fe x Dt I nk = (1) Wb x tavg I adalah asupan/intake (mg/kg/hari), C adalah konsentrasi agen risiko (mg/m 3 ), R adalah laju inhalasi (m 3 /jam), t E adalah waktu pajanan (jam/hari), f E adalah frekuensi pajanan 6

7 (hari/tahun), D t adalah durasi pajanan (tahun), W b adalah berat badan (kg), dan t avg adalah periode rata-rata harian (30 x 365 hari/tahun untuk zat non karsinogenik). Nilai t E didapatkan dari penelitian, f E dihitung dengan mengurangi waktu satu tahun (365 hari) dengan lama responden (dalam hari) meninggalkan lokasi studi. Nilai Dt merupakan hasil penelitian yang menyatakan waktu responden tinggal di lokasi studi dan terpajan agen risiko untuk perhitungan realtime, sedangkan untuk perhitungan sepanjang hayat dapat digunakan nilai Dt default, yaitu 30 tahun. R adalah laju inhalasi, berdasarkan US-EPA, 1990 nilai R default adalah 20 m 3 /hari untuk laju inhalasi dengan berat badan 70 kg. Dikarenakan antropometri masyarakat Indonesia berbeda, maka laju inhalasi diturunkan dari berat badan dengan persamaan logaritmik y= 5,3ln(x) 6,9 dengan y = R (m3/hari) dan x = Wb (kg) (Abrianto, 2004). Analisis Dosis Respon (Dose-Respones Assessment), Dalam penelitian ini analisis respon dilakukan dengan melakukan kajian literatur terhadap PM 10 dan SO 2. Dosis referensi adalah konsentrasi rujukan yang merupakan nilai toksisitas kuantitatif non karsinogenik sebagai estimasi dosis pajanan harian yang tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan sepanjang hayat (IPCS, 2004). Untuk menentukan Dosis referensi (RfC) dapat dilihat dalam daftar IRIS (EPA, 2006) dan MRL (ATSDR, 2008). PM 10 dan SO 2 belum tersedia dalam daftar keduanya. RfC debu dan SO 2 tidak ditetapkan dari NOAEL atau LOAEL melainkan diturunkan dari National Ambient Air Quality Standard (NAAQS) (Rahman, et. Al., 2008). Baku Primer (Primary Standard) NAAQS (EPA, 1990) untuk PM 10 yaitu 50 µg/m 3 (arithmatic mean tahunan) dan SO 2 yaitu 80 µg/m 3 (arithmatic mean tahunan). Berdasarkan konsentrasi aman I = RfC, maka dapat digunakan persamaan berikut : C x R x te x fe RfC = Wb x tavg RfC adalah dosis atau konsentrasi referensi secara inhalasi (mg/kg/hari), C adalah konsentrasi (mg/m 3 ), R adalah laju asupan (m 3 /jam), t E adalah waktu pajanan (jam/hari), f E adalah frekuensi pajanan (hari/tahun), Wb adalah berat badan (kg), t avg adalah periode rata-rata harian (365 hari/tahun). Karakteristik Resiko (Risk Characterization), Karakteristik resiko adalah perkiraan risiko numerik, didapat dari perbandingan asupan (intake) dengan dosis respons (RfC). Tingkat risiko dinyatakan dengan Risk Quotient (RQ). Untuk mengetahui karakteristik risiko (RQ), digunakan persamaan : RQ = I (3) RfC (2) 7

8 Risiko kesehatan perlu dikendalikan jika RQ >1, jika RQ <1 risiko tidak perlu dikendalikan tetapi kondisi harus dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak melebihi 1. Manajemen Risiko, merumuskan manajemen risiko pada responden yang berisiko (nilai RQ>1) dengan menghitung konsentrasi yang aman, lama pajanan harian yang aman (t E aman) dan frekuensi pajanan tahunan yang aman (f E aman) bagi kelompok responden yang berisiko. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini: Wb x t avg x RfC Cnk (aman) = R x te x fe Wb x t avg x RfC tenk aman = C x R x fe fenk aman = Wb X tavg x RfC C x R X te (4) (5) (6) Hasil Konsentrasi PM 10 dan SO 2 Konsentrasi PM 10 dan SO 2 di kawasan Kelapa Gading diperoleh dari pengukuran stasiun pemantau kualitas udara Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi DKI Jakarta. Konsentrasi PM 10 dan SO 2 harian mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2013, yang didapatkan dalam satuan µg/m 3 dikonversi menjadi mg/m 3. Konsentrasi PM 10 dan SO 2 dalam satu tahun diperoleh data minimum, rata-rata dan maksimum tercantum dalam table 1. berikut: Tabel 1. Konsentrasi PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading, 365 hari bulan Januari Desember 2013 Parameter Konsentrasi (mg/m 3 ) Min Maks Mean/Median SD p-value**) Distribusi PM 10 0,014 0,203 0,065* 0,023 0,005 Tidak normal SO 2 0,001 0,114 0,033^ 0,019 0,065 Normal Keterangan = * : Nilai median ^ = Nilai mean ** : Uji Normalitas Data Kolmogrov-Smirnov Karakteristik Antropometri Data karakteristik antropometri seperti berat badan, pajanan harian, frekuensi pajanan, durasi pajanan pada total responden maupun per kelompok berisiko dikawasan Kelapa Gading dapat dilihat dalam tabel 2. 8

9 Tabel 2. Karakteristik Antropometri Responden (n=80) per kelompok populasi berisiko di Kelapa Gading Tahun 2014 Kelompok populasi berisiko Min Maks Mean/ SD p-value Distribusi Median **) Semua Kelompok Populasi Berat badan (kg) Wb * 13,58 0,037 Tidak normal Pajanan harian (jam/hari) te * 2,58 0,000 Tidak normal Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe ,5* 42,75 0,000 Tidak normal Durasi pajanan (tahun) Dt ,5* 6,6 0,000 Tidak normal Laju inhalasi (m 3 /jam) R 0,55 0,75 0,63^ 0,04 0,182 Normal Tukang Ojeg (n=35) Berat badan (kg) Wb * 13,95 0,040 Tidak normal Pajanan harian (jam/hari) te * 2,59 0,004 Tidak normal Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe * 25,59 0,000 Tidak normal Durasi pajanan (tahun) Dt * 6,95 0,037 Tidak normal Laju inhalasi (m 3 /jam) R α 0,56 0,75 0,63^ 0,04 0,200 Normal Tukang Parkir (n=14) Berat badan (kg) Wb ,21^ 13,17 0,200 Normal Pajanan harian (jam/hari) te ,93^ 1,85 0,200 Normal Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe * 83,07 0,001 Tidak normal Durasi pajanan (tahun) D ,86^ 6,88 0,110 Normal Laju inhalasi (m 3 /jam) R α 0,55 0,72 0,62^ 0,04 0,200 Normal Pedagang Kaki Lima (n=21) Berat badan (kg) Wb ,71^ 15,33 0,058 Normal Pajanan harian (jam/hari) te ,38^ 2,52 0,060 Normal Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe * 21,18 0,006 Tidak normal Durasi pajanan (tahun) Dt ,29^ 6,49 0,096 Normal Laju inhalasi (m 3 /jam) R α 0,56 0,75 0,62^ 0,05 0,079 Normal Satpam (n=10) Berat badan (kg) Wb ^ 7,85 0,078 Normal Pajanan harian (jam/hari) te * 1,39 0,000 Tidak normal Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe ^ 39,34 0,132 Normal Durasi pajanan (tahun) Dt ,10^ 3,32 0,143 Normal Laju inhalasi (m 3 /jam) R α 0,58 0,68 0,66* 0,03 0,006 Tidak normal Keterangan : * = Nilai median ^ = Nilai mean ** = Uji Normalitas Data Kolmogrov-Smirnov α = dari persamaan y = 5,3 ln(x) 6,9, dengan y = R (m 3 /hari) dan x = Wb (kg) (Abrianto, 2004) Data karakteristik antropometri rata-rata berat badan paling rendah pada tukang ojeg dan paling tinggi pada satpam. Rata-rata pajanan harian paling rendah pada tukang parkir dan paling tinggi pada tukang ojeg dan satpam. Rata-rata frekuensi pajanan paling rendah pada satpam dan paling tinggi pada tukang parkir. Rata-rata durasi pajanan paling rendah satpam dan paling tinggi tukang ojeg. Responden rata-rata berusia 36,65 tahun dan berjenis kelamin laki-laki (98,75%). Responden paling banyak bekerja sebagai tukang ojeg(43,8%) dan berpendidikan SLTP (48,8%). Sebagian besar responden tidak memakai masker selama bekerja (91,2%) dan memiliki kebiasaan merokok (87,5%). Variabel gangguan kesehatan bahwa 35 (43,8%) orang 9

10 pernah mengalami gangguan pernafasan dalam 2 minggu terakhir, dan sebagian besar pernah mengalami gangguan pernafasan selama bekerja di daerah Kelapa Gading (58,8%). Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Analisis pajanan dilakukan berdasarkan dua kategori yaitu pajanan realtime dan pajajanan lifespan. Pajanan realtime menggunakan nilai durasi pajanan (Dt) sebenarnya, yaitu lama responden bekerja atau beraktivitas dilokasi penelitian dengan satuan tahun. Besarnya nilai laju inhalasi (R) yaitu berdasarkan persamaan y = 5,3 ln(x) 6,9, dengan y = R (m 3 /hari) dan x = Wb (kg) (Abrianto, 2004). Perhitungan Intake PM 10 dan SO 2 pada responden wilayah Kelapa Gading digunakan persamaan (1). Nilai rata-rata Intake realtime PM 10 dan SO 2 pada kelompok populasi berisiko berdasarkan konsentrasi pajanan di kawasan Kelapa Gading dapat dilihat pada tabel 3. berikut : Tabel 3. Intake PM 10 dan SO 2 Konsentrasi Minimum, Rata-rata, Maksimum untuk Pajanan realtime pada kelompok populasi berisiko di kawasan Kelapa Gading Kelompok populasi Intake PM 10 (mg/kg/hari) Intake SO 2 (mg/kg/hari) Cmin (0,014) Crata-rata (0,065) Cmaks (0,203) Cmin (0,001) Crata-rata (0,033) Cmaks (0,114) Tukang Ojeg 0,0005^ 0,0022^ 0,0070^ 0,00003^ 0,0011^ 0,0039^ Tukang Parkir 0,0002* 0,0010^ 0,0032^ 0,00002^ 0,0005^ 0,0018^ Pedagang Kaki Lima 0,0003^ 0,0016^ 0,0051^ 0,00003^ 0,0008^ 0,0029^ Satpam 0,0001* 0,0009^ 0,0021* 0,00002^ 0,0003* 0,0017^ Keterangan : * = Distribusi tidak normal (Nilai median) ^ = Distribusi normal (nilai mean) Dari tabel diatas diketahui bahwa kelompok pekerjaan tukang ojeg memiliki Intake pajanan PM 10 dan SO 2 paling tinggi untuk pajanan realtime. Nilai rata-rata Intake lifespan PM 10 dan SO 2 pada kelompok populasi berisiko dapat dilihat pada table 4 berikut : Tabel 4. Intake PM 10 dan SO 2 Konsentrasi Minimum, Rata-rata, Maksimum untuk Pajanan lifespan pada kelompok populasi berisiko di Kawasan Kelapa Gading Kelompok populasi Intake PM 10 (mg/kg/hari) Intake SO 2 (mg/kg/hari) Cmin (0,014) Crata-rata (0,065) Cmaks (0,203) Cmin (0,001) Crata-rata (0,033) Cmaks (0,114) Tukang Ojeg 0,0014* 0,0060^ 0,0188^ 0,00009^ 0,0031^ 0,0106^ Tukang Parkir 0,0009^ 0,0044^ 0,0137^ 0,00007^ 0,0022^ 0,0077^ Pedagang Kaki Lima 0,0012^ 0,0055^ 0,0173^ 0,00009^ 0,0028^ 0,0097^ Satpam 0,0012^ 0,0056^ 0,0176^ 0,00009^ 0,0029^ 0,0099^ Keterangan : * = Distribusi tidak normal (Nilai median) ^ = Distribusi normal (nilai mean) 10

11 Dari tabel diatas diketahui bahwa kelompok pekerjaan tukang ojeg memiliki Intake pajanan PM 10 dan SO 2 paling tinggi untuk pajanan lifespan. Analisis Dosis Respon Tahapan analisis resiko ini disebut juga dengan toxicity assessment, analisis tahap ini menyangkut identifikasi jenis efek yang merugikan yang berhubungan dengan pemajanan zat toksik yang telah diidentifikasi dan hubungan besar pajanan dengan efek merugikan kesehatan. Ukuran toksisitas dari suatu risk agent dengan efek non karsinogen dalam Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) untuk dihirup (inhalasi) dinyatakan dengan RfC (Reference Concentration) (Rahman, 2004). Dosis referensi adalah konsentrasi rujukan yang merupakan nilai toksisitas kuantitatif non karsinogenik sebagai estimasi dosis pajanan harian yang tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan sepanjang hayat (IPCS, 2004). Dosis referensi (RfC) PM 10 dan SO 2 belum tersedia, baik dalam daftar IRIS (EPA, 2006) maupun dalam tabel MRL (ATSDR, 2008). RfC PM 10 dan SO 2 tidak ditetapkan dari NOAEL atau LOAEL melainkan diturunkan dari National Ambient Air Quality Standard (NAAQS) (Rahman, et. Al., 2008). Baku mutu nasional udara ambien menurut Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 maupun Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 551 tahun 2001, tidak dapat digunakan karena nilai default faktor-faktor pemajanannya tidak diketahui. RfC PM10 Baku Primer (Primary Standard) NAAQS (EPA, 1990) untuk PM 10 adalah 50 µg/m 3 (arithmatic mean tahunan). Berdasarkan konsentrasi aman I = RfC, dengan nilai default R = 0,83 m 3 /jam, t E = 24 jam/hari, f E = 350 hari/tahun, W b = 70 kg, t avg = 365 hari/tahun, maka dapat dihitung dengan persamaan (2) : 0,05 mg m3 jam hari m3 x 0,83 jam x 24 hari x 350 tahun!"# = = 0,014 mg/kg/hari 70 kg x 365 hari/tahun RfC SO2 Baku Primer (Primary Standard) NAAQS (EPA, 1990) untuk SO 2 adalah 80 µg/m 3 (arithmatic mean tahunan). Berdasarkan konsentrasi aman I = RfC, dengan nilai default R = 0,83 m 3 /jam, t E = 24 jam/hari, f E = 350 hari/tahun, W b = 70 kg, t avg = 365 hari/tahun, maka dapat dihitung dengan persamaan (2) : 0,08 mg m3 jam hari x 0,83 x 24 x 350 m3 jam hari tahun!"# = = 0,022 mg/kg/hari 70 kg x 365 hari/tahun 11

12 Karakteristik Risiko Karakteristik risiko dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko. Karakteristik risiko ini dinyatakan dalam notasi Risk Quotien (RQ). Hasil perhitungan di dapatkan nilai RQ > 1 dan nilai RQ < 1. Suatu keadaan dinyatakan berisiko(tidak aman) apabila nilai RQ > 1 sehingga keadaan ini perlu dilakukan pengendalian dan tidak berisiko (aman) apabila nilai RQ < 1. Untuk mengehitung RQ maka digunakan persamaan (3). Nilai rata-rata Tingkat Risiko realtime untuk parameter PM 10 dan SO 2 pada kelompok populasi berisiko dapat dilihat pada tabel 5 berikut : Tabel 5. Tingkat Risiko (RQ) PM 10 dan SO 2 Konsentrasi Minimum, Rata-rata, Maksimum untuk Pajanan realtime pada kelompok populasi berisiko di Kawasan Kelapa Gading Kelompok populasi RQ PM 10 RQ SO 2 Cmin (0,014) Crata-rata (0,065) Cmaks (0,203) Cmin (0,001) Crata-rata (0,033) Cmaks (0,114) Tukang Ojeg 0,035^ 0,160^ 0,500^ 0,002^ 0,052^ 0,179^ Tukang Parkir 0,016^ 0,074^ 0,231^ 0,001^ 0,024^ 0,083^ Pedagang Kaki Lima 0,025^ 0,117^ 0,366^ 0,001^ 0,038^ 0,131^ Satpam 0,010* 0,048* 0,151* 0,001^ 0,016* 0,054* Keterangan : * = Distribusi tidak normal (Nilai median) ^ = Distribusi normal (nilai mean) Tingkat resiko (RQ) PM 10 dan SO 2 pada semua kelompok populasi untuk realtime hasilnya masih dibawah 1 (RQ<1), kelompok tukang ojeg memiliki RQ paling tinggi dan tukang parkir memiliki RQ paling rendah. Dari data ini berarti RQ realtime tidak berisiko (aman). Nilai rata-rata Tingkat Risiko lifespan untuk parameter PM 10 dan SO 2 pada kelompok populasi berisiko dapat dilihat pada tabel 6. Tingkat resiko (RQ) PM 10 pajanan lifespan pada konsentrasi maksimum untuk kelompok populasi tukang ojeg, pedagang kaki lima dan satpam nilai diatas 1 (RQ>1), sedangkan pada konsentrasi minimum dan rata-rata nilai dibawah 1 (RQ<1). RQ SO 2 pajanan lifespan pada semua tingkat konsentrasi dan semua kelompok populasi memiliki RQ kurang dari 1. Tabel 6. Tingkat Risiko (RQ) PM 10 dan SO 2 Konsentrasi Minimum, Rata-rata, Maksimum untuk Pajanan lifespan pada kelompok populasi berisiko di Kawasan Kelapa Gading Kelompok populasi RQ PM 10 RQ SO 2 Cmin (0,014) Crata-rata (0,065) Cmaks (0,203) Cmin (0,001) Crata-rata (0,033) Cmaks (0,114) Tukang Ojeg 0,093^ 0,430^ 1,344^ 0,005^ 0,139^ 0,480^ Tukang Parkir 0,068^ 0,314^ 0,981^ 0,003^ 0,102^ 0,351^ Pedagang Kaki Lima 0,085^ 0,395^ 1,233^ 0,004^ 0,128^ 0,441^ Satpam 0,087^ 0,402^ 1,256^ 0,004^ 0,130^ 0,449^ Keterangan : * = Distribusi tidak normal (Nilai median) ^ = Distribusi normal (nilai mean) 12

13 Pembahasan Konsentrasi PM 10 dan SO 2 Sebaran data konsentrasi PM 10 di kawasan Kelapa Gading selama 365 hari pada tahun 2013 tidak normal (p-value 0,005) sehingga digunakan nilai median, sedangkan sebaran data konsentrasi SO 2 normal (p-value 0,065) maka yang dipakai nilai mean. Nilai median konsentrasi PM 10 adalah 0,065 mg/m 3, minimum 0,014 mg/m 3 dan maksimum 0,203 mg/m 3, sedangkan nilai mean konsentrasi SO 2 adalah 0,033 mg/m 3, minimum 0,001 mg/m 3 dan maksimum 0,114 mg/m 3 (Tabel 5.1). Dengan baku mutu 150 µg/m 3 (0,15 mg/m 3 ) untuk PM 10 dan 365 µg/m 3 (0,365 mg/m 3 ) untuk SO 2 (PP 41/1999), rata-rata konsentrasi kedua parameter tersebut masih memenuhi baku mutu. Berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.551 tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Tingkat Kebisingan di Propinsi DKI Jakarta, yaitu PM µg/m 3 dan SO µg/m3, rata-rata konsentrasi kedua parameter tersebut juga masih dibawah baku mutu. Nilai Konsentrasi PM 10 dan SO 2 ini lebih rendah dibanding di 9 kota besar dengan nilai median PM µg/m 3 dan nilai mean SO 2 33,14 µg/m 3 (Nukman et al., 2005). Penelitian lain di kawasan Bunderan HI mendapatkan hasil konsentrasi PM 10 pada hari kerja 0,0571 mg/m 3, hari libur 0,0524 mg/m 3, HBKB 0,0479 mg/m 3 dan SO 2 pada hari kerja 0,0370 mg/m 3, hari libur 0,0352 mg/m 3, 0,0306 mg/m 3 (Wardani, 2012). Konsentrasi PM 10 ini lebih rendah dari konsentrasi di Kelapa Gading, sedangkan konsentrasi SO 2 lebih tinggi dari konsentrasi di Kelapa Gading. Karakteristik Antropometri Variabel antropometri berat badan dan laju inhalasi merupakan variabel yang sangat berpengaruh terhadap besar dosis aktual suatu risk agent yang diterima individu. Hasil pengukuran antropometri dan pola aktivitas menghasilkan nilai faktor-faktor pemajanan, yaitu berat badan untuk semua kelompok populasi rata-rata 63 kg, waktu pajanan 10 jam/hari, frekuensi pajanan 310,5 hari/tahun durasi pajanan 7,5 tahun dan laju inhalasi 0,63 m 3 /jam. Sedangkan untuk kelompok populasi berisiko seperti tukang ojeg, tukang parkir, pedagang kaki lima dan satpam nilainya bervariasi tercantum dalam tabel 2. Hasil ini berbeda dengan studi ARKL di 9 kota besar padat transportasi (Nukman et al., 2005), di 5 lokasi tambang kapur (Rahman et al., 2008), pemukiman dekat tambang batu kapur di Sukabumi (Suryaman et al., 2011) yaitu berat badan rata-rata 55 kg, frekuensi pajanan 350 hari/tahun. Hasil ini juga berbeda dengan nilai default EPA (1990), yaitu berat 13

14 badan 70 kg, frekuensi pajanan 350 hari/tahun, laju inhalasi 0,83 m 3 /jam. Rata-rata berat badan 63 kg ini merupakan temuan baru yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelian ini responden yang diteliti laki-laki sangat dominan (98,75%), sehingga memungkinkan didapat rata-rata berat badan yang lebih tinggi dari penelitian sebelumnya. Perbedaan laju inhalasi disebabkan perbedaan berat badan, untuk nilai default berdasarkan rata-rata berat badan orang Eropa yaitu 70 kg, sedangkan untuk orang Indonesia lebih rendah. Laju inhalasi dalam penelitian ini di turunkan dari kurva logaritmik berat badan terhadap laju inhalasi normal (Abrianto, 2004), yatu persamaan y = 5,3 ln(x) 6,9, dengan y = R (m 3 /hari) dan x = Wb (kg). Laju inhalasi berdasarkan persamaan ini dianggap lebih cocok untuk orang Indonesia. Sebagian besar responden berpendidikan SLTP 48,8%. Dengan rendahnya tingkat pendidikan responden ini akan berpengaruh pada rendahnya pengetahuan tentang pencemaran udara dan perlindungan diri dari udara yang tercemar. Perilaku responden menunjukkan bahwa sebagian responden tidak memakai masker pada waktu kerja yaitu 91,2% dan kebiasaan merokok sebanyak 87,5% responden merokok. Perilaku responden ini dapat menyebabkan responden lebih berisiko untuk terkena gangguan pernafasan. Sebanyak 58,8% responden pernah mengalami gangguan pernafasan selama bekerja. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Analisis pajanan dilakukan berdasarkan dua kategori yaitu pajanan realtime dan pajajanan lifespan. Intake pajanan realtime menggunakan nilai durasi pajanan (Dt) sebenarnya seperti pada Tabel 3. Berdasarkan kelompok populasi berisiko Intake realtime PM 10 dan SO 2 paling tinggi pada tukang ojeg baik pada konsentrasi pajanan minimum, ratarata maupun maksimum. Sedangkan Intake pajanan lifespan yaitu lama responden yang melakukan aktivitasnya sampai 30 tahun kedepan seperti pada Tabel 4. Berdasarkan kelompok populasi berisiko Intake lifespan PM 10 dan SO 2 paling tinggi juga pada tukang ojeg baik pada konsentrasi pajanan minimum, rata-rata maupun maksimum. Hasil penelitian ini sama dengan di Bunderan HI, kelompok tukang ojeg memiliki Intake realtime dan lifespan lebih tinggi dibanding kelompok lainnya (Wardani, 2012). Karakteristik Risiko Karakteristik risiko dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko. Karakteristik risiko atau Risk Quotien (RQ) yang di kaji pada kelompok populasi berisiko yaitu tukang ojeg, tukang parkir, pedagang kaki lima, dan satpam di Wilayah Kelapa Gading. Tingkat Resiko (RQ) 14

15 dihitung berdasarkan pajanan realtime dan lifespan dengan konsentrasi PM 10 dan SO 2 minimum, rata-rata, maksimum. Nilai RfC PM10 adalah 0,014 mg/kg/hari diturunkan dari Baku Primer (Primary Standard) arithmatic mean tahunan NAAQS (EPA, 1990). Nilai RfC PM10 ini sama dengan nilai yang digunakan pada penelitian di 5 lokasi penambangan kapur (Rahman et al., 2008) dan pada penelitian di pemukiman disekitar tambang kapur di Sukabumi (Suryaman & Rahman, 2011). Berbeda dengan nilai yang digunakan pada 9 kota besar (Nukman et al., 2005), yaitu RfC PM10 0,03 mg/kg/hari, yang diturunkan dari studi epidemiologi di Taiwan (Chen et al., 1998). Berbeda juga dengan nilai yang digunakan pada penelitian Wardani (2012) dan Suhananto (2013), yaitu RfC PM10 0,0018 mg/kg/hari diturunkan dari Baku Primer (Primary Standard) NAAQS untuk episode 24 jam. Nilai RfC SO2 adalah 0,022 mg/kg/hari, diturunkan dari Baku Primer (Primary Standard) arithmatic mean tahunan NAAQS (EPA, 1990). Berbeda dengan nilai yang digunakan Nukman et al (2005), yaitu RfC SO2 0,0125 mg/kg/hari, yang diturunkan dari studi epidemiologi di Taiwan (Chen et al., 1998). Episode arithmatic mean tahunan digunakan karena penelitian analisis risiko pajanan kronis atau jangka panjang. Nilai Tingkat Risiko (RQ) realtime PM 10 dan SO 2 pada konsentrasi minimum, rata-rata, maksimum untuk semua kelompok populasi tidak berisiko/aman (RQ<1) seperti tercantum pada Tabel 5. Nilai RQ lifespan SO 2 pada konsentrasi minimum, rata-rata, maksimum untuk semua kelompok populasi tidak berisiko/aman (RQ<1). Nilai RQ lifespan PM 10 pada konsentrasi minimum dan rata-rata untuk semua kelompok populasi tidak berisiko/aman (RQ<1), sedangkan pada konsentrasi maksimum untuk kelompok populasi tukang ojeg, pedagang kaki lima dan satpam berisiko/tidak aman (RQ>1) seperti tercantum pada Tabel 6. Tingkat risiko berdasarkan Risk Agent PM 10 lebih berisiko dibandingkan SO 2. Hasil ini sama dengan penelitian pada 9 kota besar bahwa risiko debu (PM 10 dan TSP) jauh lebih besar dari pada SO 2 dan NO 2 (Nukman et al., 2005). Hasil yang sama juga penelitian di Bunderan HI bahwa PM 10 lebih berisiko dibandingkan SO 2 dan NO 2 (Wardani, 2010). Tingkat risiko berdasarkan segmen populasi yang paling tinggi pada tukang ojeg, dan yang paling rendah pada tukang parkir, perbedaan ini dipengaruhi oleh variabel pemajanan seperti berat badan, waktu pajanan, frekuensi pajanan. Manajemen Risiko Pajanan jalur inhalasi pilihan alternatif pengelolaan risiko yang memungkinkan dengan menurunkan konsentrasi pajanan, mengurangi waktu keterpajanan dan frekuensi pajanan 15

16 (Kemenkes, 2012). Upaya manajemen risiko dilakukan dengan cara memanipulasi komponen yang ada kecuali nilai RfC, sehingga nilai RQ = 1. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat resiko diatas maka RQ realtime tidak berisiko pada konsentrasi minimum, rata-rata, maksimum untuk semua kelompok populasi. RQ SO 2 lifespan tidak berisiko pada konsentrasi minimum, rata-rata, maksimum untuk semua kelompok pupulasi. RQ PM 10 lifespan tidak berisiko pada konsentrasi minimum, rata-rata untuk semua kelompok pekerjaan, sehingga tidak perlu dilakukan manajemen risiko, tetapi perlu dipertahankan variabel-variabel pemajanannya sehingga tidak menyebabkan RQ>1. RQ PM 10 lifespan berisiko pada konsentrasi maksimum untuk kelompok populasi tukang ojeg, pedagang kaki lima dan satpam, sehingga harus dilakukan manajemen risiko. Penentuan Konsentrasi Aman (C) Penentuan konsentrasi aman dilakukan berdasarkan persamaan (4), hasilnya dapat dilihat pada tabel 7. Konsentrasi PM 10 dan SO 2 yang aman untuk kelompok populasi berbeda-beda sesuai hasil perhitungan (Tabel7). Konsentrasi maksimum PM 10 di Kelapa Gading pada saat pengukuran 0,203 mg/m 3, maka harus diturunkan sampai konsentrasi aman. Konsentrasi aman untuk semua kelompok populasi diambil dari yang paling rendah yaitu tukang ojeg 0,130 mg/m 3. Jadi konsentrasi PM 10 harus diturunkan sebesar 0,073 mg/m 3 (35,9%). Konsentrasi aman untuk SO 2 masih diatas konsentrasi maksimum pada saat pengukuran 0,224 mg/m 3. Tabel 7. Konsentrasi aman (mg/m 3 ) PM 10 dan SO 2 pada kelompok populasi berisiko di kawasan Kelapa Gading dengan f E 350 hari/tahun Kelompok Populasi Konsentrasi PM 10 (mg/m 3 ) Konsentrasi PM 10 (mg/m 3 ) Saat pengukuran (maks) Batas tertinggi aman Saat pengukuran (maks) Batas tertinggi aman Semua kelompok populasi 0,203 0,143* 0,114 0,225* Tukang Ojeg 0,203 0,130* 0,114 0,227* Tukang Parkir 0,203 0,195^ 0,114 0,307^ Pedagang Kaki Lima 0,203 0,165^ 0,114 0,259^ Satpam 0,203 0,143^ 0,114 0,224^ Keterangan : * = Nilai Median ^ = Nilai Mean Dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku yaitu Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.551 tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta, konsentrasi aman PM 10 dan SO 2 masih dibawah baku mutu. Baku mutu yang berada diatas konsentrasi aman berarti belum melindungi pada populasi yang ada di Kelapa Gading. Penetapan baku mutu yang 16

17 berlaku tidak mencantumkan nilai default faktor pemajanan. Apabila dalam penetapan baku mutu di adopsi dari negara lain seperti Amerika dengan default berat badan 70 kg, maka baku mutu tidak akan melindungi orang Indonesia yang berat badannya dibawah dari 70 kg (Nukman, et. Al., 2005). Penurunan konsentrasi Risk Agent ini berkaitan dengan sumber pencemar utama yaitu sumber bergerak atau transportasi. Manajemen risiko untuk mengurangai pencemaran PM 10 akibat transportasi antara lain membatasi usia kendaraan bermotor, penggunaan bahan bakar gas, membatasi kendaraan bermesin dua langkah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan program untuk menurunkan pencemaran udara yang bersumber dari kendaraan bermotor, yaitu penerapan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), pengurangan penggunaan kendaraan bermotor. Program-program ini harus diikuti penerapan aturan yang tegas sehingga bisa menurunkan pencemaran udara. Pemberlakuan HBKB di Jalan Sudirman-Thamrin bisa menurunkan konsentrasi PM 10 di Bunderan HI (Wardani, 2012). Maka perlu diberlakukan HBKB di kawasan Kelapa Gading setiap seminggu sekali. Penanaman pohon atau penghijauan juga bisa menurunkan konsentrasi PM 10, terbukti konsentrasi PM 10 daerah bervegetasi lebih rendah dibanding yang tidak bervegetasi (Suhananto, 2013). Penentuan Waktu Pajanan Aman dan Frekuensi Pajanan Aman Penentuan waktu pajanan aman dilakukan berdasarkan persamaan (5) dan frekuensi pajanan aman berdasarkan persamaan (6), hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Rekomendasi waktu pajanan aman (jam/hari) dan frekuensi pajanan aman (hari/tahun) untuk konsentrasi maksimal PM 10 dan SO 2 pada kelompok populasi berisiko di kawasan Kelapa Gading Kelompok populasi berisiko PM 10 SO 2 te fe te fe Semua kelompok populasi 7,9* 246,1* 22* 310,5* Tukang Ojeg 8,2* 223,5* 23^ 310* Tukang Parkir 7,6* 336,8^ 21,2* 346* Pedagang Kaki Lima 7,3* 283,9^ 20,5* 335* Satpam 9^ 245,8^ 25,3^ 313^ Keterangan : * = Nilai median ^ = Nilai mean Waktu pajanan aman PM 10 dan SO 2 untuk kelompok populasi berbeda-beda sesuai hasil perhitungan (Tabel 8). Rata-rata waktu pajanan untuk semua kelompok populasi berdasarkan hasil pengukuran adalah 10 jam/hari, sedangkan waktu pajanan aman PM 10 adalah 7,9 jam/hari. Jadi harus mengurangi waktu pajanan sesuai waktu pajanan aman. 17

18 Perhitungan frekuensi pajanan aman PM 10 dan SO 2 untuk kelompok populasi berbedabeda sesuai hasil perhitungan (Tabel 8). Rata-rata frekuensi pajanan untuk semua kelompok populasi berdasarkan hasil pengukuran adalah 310,5 hari/tahun, sedangkan frekuensi pajanan aman PM 10 adalah 246,1 hari/tahun. Jadi harus mengurangi frekuensi pajanan sesuai frekuensi pajanan aman. Penurunan waktu pajanan dan frekuensi pajanan ini berkaitan dengan jam kerja harian kelompok populasi. Untuk satpam bisa terapkan jam kerja dengan 8 jam/hari karena ada aturan jam kerja harian, tetapi untuk tukang ojeg, tukang parkir, pedagang kaki lima tidak ada jam kerja harian, sehingga sangat tergantung pada kesadaran individu masing-masing. Perlu sosialisasi kepada kelompok masyarakat berisiko mengenai jam kerja yang aman dari risiko kesehatan akibat pajanan pajanan PM 10. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan yang muncul dalam penelitian analisis risiko di Kelapa Gading ini antara lain : Variasi responden 98,75 % laki-laki, sehingga memungkinkan rata-rata berat badan lebih besar dibanding penelitian sebelumnya. Data jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang berlalu lintas, serta konsumsi bahan bakar dan kebiasaan berkendaraan tidak dihitung dalam penelitian ini, sehingga pengelolaan resiko dengan penurunan konsentrasi PM 10 tidak bisa diestimasikan secara tepat. Kesimpulan Tingkat resiko pajanan realtime PM 10 dan SO 2 pada kelompok populasi berisiko di Wilayah Kelapa Gading masih aman, sedangkan tingkat risiko pajanan lifespan PM 10 pada konsentrasi maksimum tidak aman bagi kelompok populasi tukang ojeg, pedagang kaki lima dan satpam sehingga perlu dikendalikan. Manajemen risiko pajanan PM 10 harus dilakukan agar tidak mengganggu kesehatan kelompok populasi berisiko, yaitu dengan mengurangi konsentrasi PM 10 yang berasal dari kendaraan bermotor, dan mengurangi waktu pajanan, frekuensi pajanan untuk kelompok populasi tertentu. Saran Masyarakat perlu memperhatikan waktu kerja harian sesuai batas waktu pajanan aman agar tidak terkena risiko kesehatan yang merugikan akibat pajanan udara ambien yang tercemar PM 10. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan revisi baku mutu udara ambien yang didasarkan pada nilai default faktor pemajanan yang sesuai dengan masyarakat Jakarta. Penelian selanjutnya agar memperhatiakan variasi jenis kelamin responden secara 18

19 proporsional sehingga rata-rata berat badan mewakili populasi yang sebenarnya serta menambahkan variabel jumlah, jenis kendaraan bermotor yang berlalu lintas, konsumsi bahan bakar dan kebiasaan berkendaraan untuk merumuskan pengelolaan risiko yang tepat sasaran. Daftar Referensi Abrianto, Harry. (2004), Analisis Risiko Pencemaran Partikel Debu Terhirup (PM10) Terhadap Siswa Selama Berada di Sekolah Dasar Negeri 1 Pondok Cina, Kota Depok, Jawa Barat, Skripsi Universitas Indonesia. BPLHD DKI Jakarta. (2012). Status Lingkungan Hidup Daerah Propinsi DKI Jakarta Tahun diakses tanggal 25 Pebruari f Chen, P.C., et al.(1998). Adverse Effect of Air Pollution on Respiratory Health of Primary School Children in Taiwan. Environmental Health porspectives. Vol.106. No.6. di akses 12 Maret IPCS. (2004), IPCS Risk Assessment Terminology, Part 1: IPCS/OECD Key Generic Terms used in Chemical Hazard/Risk Assessment; Part 2: IPCS Glossary of KeyExposure Assessment Terminology, Geneva: World Health Organization and Environmental Programme on Chemical Safety. Keputusan Gubernur Popinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2001). Keputusan Gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Nomor 551 Tahun 2001 Tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan Di Propinsi DKI Jakarta. Kolluru, R.V., Bartell, S.M., Pitblado, R.M., Stricoff, R.S. (1996), Risk Assesment and Management Handbook, McGraw-Hill Inc. Louvar, J.F., Louvar,B.D. (1998). Health and Environmental Risk Analysis : Fundamentals with Aplication, New jersey: Prentice Hall Nukman et.al. (2005). Analisis dan Manajemen Risiko Kesehatan Pencemaran Udara; Studi Kasus di Sembilan Kota Besar Padat Transportasi. Jurnal Ekologi Kesehatan 4(2) : NRC. (1983). Risk Assessment in The Federal Goverment: Managing Process Washington DC : National Research Council, National Academic of Science Press. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendlian Pencemaran Udara. Putranto, A., (2007). Pajanan Debu Kayu (PM10) dan Gejala Penyakit Saluran Pernafasan pada Pekerja Mebel Sektor Informal di Kota Pontianak Kalimantan Barat, Thesis, PS-UI. 19

20 Rahman et. al. (2008). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pertambangan Kapur Di Sukabumi, Cirebon, Tegal, Jepara dan Tulung Agung. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.7 No.1 : Rahman, A. (2007). PUBLIC HEALTH ASSESSMENT: Model Kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri FKM UI. Depok. Rahman A. (2010), Prinsip-prinsip dasar dan metode analisis risiko kesehatan lingkungan, Bahan ajar pelatihan teknis dan manajemen amdal bagi petugas kesehatan Suhananto, Z. (2013). Perbandingan Tingkat Risiko Pajanan PM10 Pada Jalan Raya Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi terhadap Gangguan Kesehatan Penduduk yang Tinggal di Dekat Jalan Raya Bogor, Kota Depok. Skripsi, Program Studi Kesehatan Lingkungan FKM UI. Suryaman,U.S., Rahman, A. (2011). Wilayah Aman Bagi Pemukiman Dekat Tambang Batu Kapur ; Suatu pendekatan Manajemen Risiko. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.10 No.4 : US EPA. (1990). Exposure Factors Handbook, U.S Environmental Protection Agency EPA 600/8-89/043 United States. Environmental Protection Agency (EPA). (2011). Air Quality Planning and Standards. di akses pada tanggal 12 Maret United States. Environmental Protection Agency (EPA). (2013). Particulate Matter (PM) Basic Information. di akses pada tanggal 12 Maret Wardani, Tri Kusuma (2012). Perbedaan Tingkat Risiko Kesehatan oleh Pajanan PM10, SO2, dan NO2 pada Hari Kerja, Hari Libur dan Hari Bebas kendaraan Bermotor di Bunderan HI Jakarta. Skripsi, Program Studi Kesehatan Lingkungan FKM UI. Wardhana, WA.(2004). Dampak Pencemaran lingkungan. Yogyakarta. Penerbit Andi. WHO. (1983). Environmental Health Criteria 27: Guidelines on Studies in Environmental Epidemiology. Geneva: World Health Organization. World Health Organization.(2005). Air Quality Guidelines for Particulate Matter, Ozon, Nitrogen Dioxide and Sulfur Dioxide. Geneva : WHO press. Diunduh dari Pada tanggal 28 Maret WHO.(2011). Health Aspect of Air Pollution with Particulate Matter, Ozone and Nitrogen Dioxide. Report on WHO Working Group: Bonn 20

Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM 10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2014

Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM 10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2014 Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM 10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2014 Nurilma Fauzia, Agustin Kusumayati Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Konsentrasi Partikulat yang Diukur Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan di lokasi pertambangan Kapur Gunung Masigit, didapatkan bahwa total

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

Bagian Epidemiologi & Biosta s k Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang

Bagian Epidemiologi & Biosta s k Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang Studi Literatur PRINSIP DAN METODE ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN JKMA Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas diterbitkan oleh: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman. Abstrak

Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman.   Abstrak TINGKAT RISIKO KESEHATAN PAJANAN NO 2, SO 2, TSP DAN Pb SERTA OPSI-OPSI PENGELOLAANNYA PADA POPULASI BERISIKO DI KAWASAN PERKANTORAN KUNINGAN PROVINSI DKI JAKARTA Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

Environmental Health Risk Assessment

Environmental Health Risk Assessment Environmental Health Risk Assessment Aria Gusti Study Programme of Public Health Sciences, Medical Faculty, Andalas University Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) Aria Gusti Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

Ahmad., et al, Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan risk agent total suspended particulate...

Ahmad., et al, Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan risk agent total suspended particulate... Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Dengan Risk Agent Total Suspended Particulate di Kawasan Industri Kota Probolinggo (Environmental Health Risk Assessment With Risk Agent Total Suspended Particulate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat berlangsung tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN (ARKL) KUALITAS UDARA AMBIEN DAN KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR KELURAHAN KEBONSARI SURABAYA (Berdasarkan Parameter Indeks Standar Pencemar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan Lingkungan menurut Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2014 adalah upaya pencegahan penyakit dan/ atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003)

STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003) STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program S-1 Program

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

Bagian Epidemiologi & Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang

Bagian Epidemiologi & Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang Studi Literatur PRINSIP DAN METODE ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Diterima Januari 2013 Disetujui Februari 2014 Dipublikasikan 1 April 2014 Defriman Djafri 1 1 Bagian Epidemiologi & Biostatistik

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv. ABSTRAK...

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv. ABSTRAK... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

Keywords: Carbon monoxide, Traders, Environmental Health Risk Analysis, Ambarawa. Literature: 9,

Keywords: Carbon monoxide, Traders, Environmental Health Risk Analysis, Ambarawa. Literature: 9, ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN (ARKL) AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA (CO) MELALUI INHALASI PADA PEDAGANG DI SEPANJANG JALAN DEPAN PASAR PROJO AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG Rionaldo Elen Pamungkas,

Lebih terperinci

Perbandingan Tigkat Risiko Pajanan PM 10 pada Jalan Raya Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi terhadap Kesehatan Penduduk

Perbandingan Tigkat Risiko Pajanan PM 10 pada Jalan Raya Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi terhadap Kesehatan Penduduk 1 Perbandingan Tigkat Risiko Pajanan PM 10 pada Jalan Raya Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi terhadap Kesehatan Penduduk Zani Suhananto Departemen Kesehatan lingkungan FKM-UI zani.suhananto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES Jenis batubara BATUBARA? C (%) H (%) O (%) N (%) C/O Wood 50,0 6,0 43,0 1,0 1,2 Peat 59,0 6,0 33,0 2,0 1,8

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

dan TSP) Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya

dan TSP) Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya Artikel Penelitian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ( dan TSP) Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya Isa Ma'rufi Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA PADA HARI KERJA DAN CAR FREE DAY

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA PADA HARI KERJA DAN CAR FREE DAY UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA PADA HARI KERJA DAN CAR FREE DAY DI KAWASAN JALAN RAYA PUPUTAN NITI MANDALA RENON DENPASAR TAHUN 2016 FRANSISCA HELEN YUNIAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya volume dan kapasitas paru-paru manusia hanya dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Tetapi selain itu, faktor penyakit dan aktifitas seseorang

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PULOGADUNG JAKARTA TIMUR

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PULOGADUNG JAKARTA TIMUR ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PULOGADUNG JAKARTA TIMUR Annisa Amaliana, Yusniar Hanani Darundiati, Nikie Astorina Yunita Dewanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kelangsung hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG Bariyadi Rifa i* ), Tri joko ** ), Yusniar Hanani D *** )

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR CO dan NO 2 SERTA KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG ASONGAN DI TERMINAL AMPLAS TAHUN 2014 SKRIPSI. Oleh : IRMAYANTI NIM.

ANALISIS KADAR CO dan NO 2 SERTA KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG ASONGAN DI TERMINAL AMPLAS TAHUN 2014 SKRIPSI. Oleh : IRMAYANTI NIM. ANALISIS KADAR CO dan NO 2 SERTA KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG ASONGAN DI TERMINAL AMPLAS TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : IRMAYANTI NIM. 081000069 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran lingkungan terutama

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Syahrul Basri dkk. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan... ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN (MODEL PENGUKURAN RISIKO PENCEMARAN UDARA TERHADAP KESEHATAN) Syahrul Basri*, Emmi Bujawati**, Munawir Amansyah***,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS AMONIA (NH 3 ) PADA PEMULUNG DI TPA JATIBARANG, SEMARANG

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS AMONIA (NH 3 ) PADA PEMULUNG DI TPA JATIBARANG, SEMARANG ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS AMONIA (NH 3 ) PADA PEMULUNG DI TPA JATIBARANG, SEMARANG Wahyu Sekar Harjanti, Yusniar Hanani D., Nikie Astorina Y. D. Bagian Kesehatan Lingkungan,FakultasKesehatanMasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Pencemaran udara terjadi ketika komposisi udara dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen hidup yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tanpa minum manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga

Lebih terperinci

Sandy N sakati*, Odi. R. Pinontoan**, J. M. L Umboh**

Sandy N sakati*, Odi. R. Pinontoan**, J. M. L Umboh** ANALISIS RISIKO KESEHATA PARTIKEL DEBU TOTAL TERHADAP RISIKO PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI KOTA SALAKAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN Sandy N sakati*, Odi. R. Pinontoan**, J. M. L Umboh**

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KUALITAS UDARA AMBIEN DI KOTA AMBON

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KUALITAS UDARA AMBIEN DI KOTA AMBON ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KUALITAS UDARA AMBIEN DI KOTA AMBON Environment Health Risk Assessment of Ambient Air Quality in Ambon Kornelis Urbanus Rumselly Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 5, No. 4 (2016)

Tersedia online di:  Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 5, No. 4 (2016) ESTIMASI SEBARAN DAN ANALISIS RISIKO TSP DAN PB DI TERMINAL BIS TERHADAP KESEHATAN PENGGUNA TERMINAL (STUDI KASUS: TERMINAL MANGKANG DAN PENGGARON, SEMARANG) Gina Fita Prilila *), Irawan Wisnu Wardhana

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN POLUTAN UDARA PADA PEKERJA SOL SEPATU (DI SEKITAR JALAN RAYA BUBUTAN KOTA SURABAYA)

KARAKTERISTIK RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN POLUTAN UDARA PADA PEKERJA SOL SEPATU (DI SEKITAR JALAN RAYA BUBUTAN KOTA SURABAYA) KARAKTERISTIK RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN POLUTAN UDARA PADA PEKERJA SOL SEPATU (DI SEKITAR JALAN RAYA BUBUTAN KOTA SURABAYA) Health Risk Characteristic Due to Air Pollution Exposure in Shoe Soles

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAJANAN TIMBAL

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAJANAN TIMBAL ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAJANAN TIMBAL (Pb) MELALUI JALUR INHALASI PADA OPERATOR DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DI KOTA KENDARI TAHUN 2016 (STUDI DI SPBU TIPULU, WUA-WUA, ANDUONOHU

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS UDARA

ANALISIS KUALITAS UDARA ANALISIS KUALITAS UDARA Kualitas Udara Pencerminan dari konsentrasi parameter kualitas udara yang ada di dalam udara Konsentrasi parameter udara tinggi kualitas udara semakin Jelek Konsentrasi parameter

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi Penelitian

Bab IV Metodologi Penelitian Bab IV Metodologi Penelitian Alur penelitian yang dilakukan terdiri atas survei lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, analisis partikulat, serta analisis paparan unsur-unsur kimia. Metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi makhluk hidup lainnya (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan lingkungan di dunia yang utama adalah pencemaran udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Kuliah Minggu V Laboratorium Pencemaran Udara dan Perubahan Iklim (LPUPI) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Host of Urban Problems Problem

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Cross sectional (penelitian survey), Sifat data adalah kuantitatif dan kualitatif. Sifat data kuantitatif deskriptif

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP DASAR ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN

PRINSIP-PRINSIP DASAR ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PRINSIP-PRINSIP DASAR ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Abdur Rahman PKKL FKM UI, 2007 SALAHPAHAM TENTANG RISIKO Risiko pasti terjadi Risiko dapat dihilangkan Baku Mutu & pedoman dianggap sebagai batas

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beracun, dengan bau khas" telur busuk". (IPCS,1985). Struktur Kimia dari hidrogen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beracun, dengan bau khas telur busuk. (IPCS,1985). Struktur Kimia dari hidrogen 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Hidrogen Sulfida 2.1.1. Karakteristik Hidrogen Sulfida Hidrogen sulfida atau H 2 S adalah senyawa kimia gas yang tidak berwarna, lebih berat daripada udara,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor. Sekitar

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pajanan PM2,5 di Udara Ambien Siang Hari terhadap Masyarakat di Kawasan Industri Semen

Analisis Risiko Pajanan PM2,5 di Udara Ambien Siang Hari terhadap Masyarakat di Kawasan Industri Semen Artikel Penelitian Analisis Risiko Pajanan PM2,5 di Udara Ambien Siang Hari terhadap Masyarakat di Kawasan Industri Semen Risk Analysis of PM2,5 Exposure in Ambien Air at Noon towards Community in Cement

Lebih terperinci

GANGGUAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI TPA ALAK KOTA KUPANG. Health Problems of Scavengers at the Alak Landfill, Kupang City

GANGGUAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI TPA ALAK KOTA KUPANG. Health Problems of Scavengers at the Alak Landfill, Kupang City Siprianus Singga : Gangguan Kesehatan pada Pemulung di TPA Alak Kota Kupang GANGGUAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI TPA ALAK KOTA KUPANG Health Problems of Scavengers at the Alak Landfill, Kupang City Siprianus

Lebih terperinci

Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara

Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara Tujuan: 1. Mengulas faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan untuk pemantauan dan pengendalian udara 2. Aturan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #3 Genap 2015/2016. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #3 Genap 2015/2016. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #3 Definisi 2 Risiko: Ukuran dari probabilitas/kemungkinan. Penilaian Kuantitatif Risiko (Penilaian Risiko): Perkiraan risiko untuk berbagai fenomena lingkungan. Contoh: risiko dari badai, banjir,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di Indonesia pertumbuhan penduduk meningkat terus menerus setiap tahunnya begitu pula dengan jumlah transportasi. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia dan jumlah

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Setiap makhluk hidup membutuhkan udara untuk mendukung kehidupannya secara

Lebih terperinci

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan Umumnya gejala yang timbul seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, mata terasa seperti terbakar dan sensitif

Lebih terperinci

Keywords : PM 10, health risk, EHRA, Kaligawe, Semarang City Bibliography : 68,

Keywords : PM 10, health risk, EHRA, Kaligawe, Semarang City Bibliography : 68, ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN PARTICULATE MATTER (PM 10 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI (Studi Kasus : Jalan Kaligawe Kota Semarang) Astri Wulandari, Yusniar Hanani

Lebih terperinci

PENILAIAN RISIKO PAPARAN ASAP KENDARAAN BERMOTOR PADA POLANTAS POLRESTABES SURABAYA TAHUN 2014

PENILAIAN RISIKO PAPARAN ASAP KENDARAAN BERMOTOR PADA POLANTAS POLRESTABES SURABAYA TAHUN 2014 PENILAIAN RISIKO PAPARAN ASAP KENDARAAN BERMOTOR PADA POLANTAS POLRESTABES SURABAYA TAHUN 04 Kurnia Dwi Cahya Rose, Abdul Rohim Tualeka Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Mayarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan penyakit pada manusia, salah satunya adalah terjadinya ketidakseimbangan antara hubungan tiga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya dapat ditimbulkan dari aktivitas kegiatan di tempat kerja setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN BENZENE PADA PEKERJA DI BAGIAN LABORATORIUM INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN BENZENE PADA PEKERJA DI BAGIAN LABORATORIUM INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN BENZENE PADA PEKERJA DI BAGIAN LABORATORIUM INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI Dewi Kartikasari, Nurjazuli, Mursid Rahardjo Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci