BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beracun, dengan bau khas" telur busuk". (IPCS,1985). Struktur Kimia dari hidrogen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beracun, dengan bau khas" telur busuk". (IPCS,1985). Struktur Kimia dari hidrogen"

Transkripsi

1 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Hidrogen Sulfida Karakteristik Hidrogen Sulfida Hidrogen sulfida atau H 2 S adalah senyawa kimia gas yang tidak berwarna, lebih berat daripada udara, flammable, explosive, corrosive, dan sangat berbahaya, beracun, dengan bau khas" telur busuk". (IPCS,1985). Struktur Kimia dari hidrogen Sulfida adalah sebagai berikut : Rumus Kimia Berat Molekul Titik didih Titik Lebur Berat Jenis Tekanan Uap Bentuk Kelarutan : H 2 S : 34,1g/mol : -77 C (760 mmhg) : -82 C : 1,2 g/ml : 1740 kpa (pada 20 C) : Gas (Pada Suhu Kamar) : Sedikit Larut dalam air Sumber dan kegunaan H 2 S Sumber dari Hidrogen sulfida atau H 2 S terbagi menjadi dua yaitu sumber alamiah dan aktifitas manusia.secara alamiah hidrogen sulfida dihasilkan oleh proses alam seperti letusan gunung berapi.adapun sumber yang berasal dari aktifitas manusia adalah berasal dari industri dan limbahnya (IPCS, 2000). 9

2 10 Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi empat antara lain: 1) Limbah cair 2) Limbah padat 3) Limbah gas dan partikel 4) Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Namun dari kegiatan industri yang dilakukan terdapat dampak negatif berupa hasil sampingan, dimana cukup menyedot perhatian publik yaitu berupa limbah. Mengingat pentingnya menjaga ekosistem lingkungan sehinggga sangat perlu untuk melakukan penanganan limbah dengan tujuan menghindari terjadinya kehilangan keseimbangan alam yang dapat menimbulkan berbagai ancaman dimasa yang akan datang. Dalam penanganan limbah terdapat dua alternatif dalam menangani limbah yaitu melakukan penanganan dengan tujuan mereduksi bahan-bahan limbah sampai dengan batas baku mutu limbah yang aman untuk dibuang atau dengan melakukan proses pengolahan menjadi bahan atau produk yang dapat dimanfaatkan (Suharto, 2010).

3 11 H 2 S adalah gas yang tersebar di lingkungan sepert di air sumur, saluran air buangan dan udara sekitar pabrik kertas, industri tekstil gudang pupuk serta tempat pembusukan limbah organik. Tubuh manusia juga memproduksi H 2 S di dalam mulut dan usus, tetapi dalam konsentrasi sangat kecil. Besar Risiko dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya waktu paparan,durasi paparan, berat badan dan konsentrasi dari bahan pencemar.jumlah intake ditentukan oleh variabel tersebut yang akan mengakibatkan besar risiko akan semakin besar (Sianipar 2009) Media Paparan H 2 S 1. Media Air H 2 S memiliki berat jenis lebih berat dibandingkan udara, hal ini menyebabkan H 2 S sering terkumpul di udara pada lapisan bawah dan sering terdapat pada air permukaan dan dapat sedikit larut dalam air. Senyawa H 2 S dapat menguap dari air permukaan kembali ke udara sehingga konsentrasi hidrogen sulfida kecil. 2. Media Udara Manusia dapat mengidentifikasi bau H 2 S ini pada konsentrasi 0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan penciuman. Hidrogen sulfida dilepaskan dari sumbernya terutama sebagai gas dan menyebar di udara. Gas ini dapat bertahan di udara rata-rata 18 jam 3 hari. Selama waktu itu H 2 S dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO 2 ).

4 12 Konsentrasi H 2 S dalam udara (ambien) di Amerika Serikat berkisar antara 0,11 0,33 ppb. Sedangkan pada daerah yang belum berkembang dilaporkan 0,02 0,07 ppb. Kasus yang disebabkan oleh paparan H 2 S adalah Peristiwa yang terjadi di Pozta Rica pada tahun 1950 disebabkan kesalahan penanganan gas di dalam industri kilang minyak di Mexico dekat Gulf of Mexico. Paparan H 2 S yang disebabkan kebocoran pipa berlangsung menit memungkinkan gas tersebut masuk ke udara bebas dan ke daerah pemukiman (udara tak bebas). Penyakit timbul menit sejak mulai kebocoran. Dari 320 orang yang terserang, 22 orang meninggal. 3. Media Makanan Paparan H 2 S melalui jaur ingesti lewat makanan relatif kecil, masuknya gas H 2 S ke dalam tubuh diabaikan. Proses dekomposisi zat organik yang terkandung di dalam limbah dapat berlangsung baik secara aerobik dan anaerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka penguraian berlangsung secara aerob, sehingga akan terbentuk gas-gas H 2 S, CO 2, NH 3, PO 4 dan SO 4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian limbah akan berlangsung secara anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH 3, CH 4 dan H 2 S yang berbau tidak enak (Suriawiria,1985). Selain faktor oksigen, faktor lain yang mempengaruhi dekomposisi limbah adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah yang mengakibatkan jika pada musim hujan proses dekomposisi akan meningkat sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar.

5 13 Jika kebutuhan oksigen tersebut tidak terpenuhi, maka proses dekomposisi limbah akan berlangsung secara anaerob Toksikokinetik Toksikokinetik H 2 S adalah pergerakan H 2 S di dalam tubuh manusia yang akan mengalami 4 fase yaitu absorbsi,distribusi,metabolisme dan ekskresi (ATSDR,2000) Absorbsi Laju absorbsi H 2 S tergantung terhadap konsentrasi dan daya larutnya, lebih banyak dan lebih cepat diabsorbsi melalui inhalasi dari pada paparan lewat oral. H 2 S yang terserap melalui kulit sangat kecil (ATSDR, 2000). Absorbsi H 2 S dari paparan inhalasi terutama akibat ukuran partikel H 2 S yang kecil dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Partikel dengan ukuran kecil akan mengalami penetrasi pada sacus alveolaris yang sebagian dari partikel akan mengalami pembersihan oleh macrrophage dan sebagian lainnya akan diabsorbsi dalam darah. Zona alveolar merupakan bagian dalam paru dengan permukaan seluas 50 sampai 100 m². Gas pada alveoli hampir selalu menyatu dengan aliran darah yang tergantung pada kelarutan gas tersebut. ( Mukono, 2005). Jalur inggesti/oral merupakan jalur sangat minimum dari absorbsi paparan H 2 S, karena kelarutannya dalam air kecil dan mudah menguap serta tidak ada laporan dari ilmuwan bahwa orang-orang yang keracunan H 2 S mengalami diare. Jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit relatif kurang baik / impermeable dan sebagai pelindung yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari pengaruh lingkungan. Kulit tidak dapat melakukan pertukaran zat dengan darah. Perpindahan

6 14 bahan dari luar lapisan yang terserap ke dalam sistem vaskuler sangat lambat. Hal tersebut karena luas pori hanya sekitar > 100 µm. Jika penyerapan secara perlahan maka kulit berperan penting dalam efek lolos pertama (first pass effect) Distribusi H 2 S yang terabsorbsi melalui tiga jalur masuk kedalam tubuh manusia, akan didistribusikan keseluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Kadar H 2 S yang terkandung dalam darah tergantung pada cairan plasma, cairan interstitial dan cairan intracelular. Menurut ATSDR 2000, H 2 S didistribusikan melalui plasma darah dimana pada sel darah merah Hidrogen sulfida berikatan dengan Haemoglobin sehingga dapat meningkatkan konsentrasi H 2 S dalam darah untuk kemudian diangkut dan diedarkan ke seluruh tubuh manusia Metabolisme Saat masuk kedalam tubuh H 2 S akan mengalami metabolisme. H 2 S akan menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa.sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi Ekskresi Ginjal merupakan organ yang efisien dalam mengeliminasi H 2 S dari tubuh. Pada kondisi suhu badan dapat juga diekskresi melalui paru-paru.

7 Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida Kemampuan H 2 S menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen didalam darah.pada kondisi normal seseorang bernafas dengan menghirup oksigen.oksigen sangat dibutuhkan manusia untuk proses oksidasi didalam tubuh.oksigen yang masuk keparu-paru akan dibawa oleh darah keseeluruh tubuh termasuk ke otak.jika seseorang menghirup udara yang telah bercampur dengan H 2 S maka komposisi oksigen yang masuk kedalam tubuh akan berkurang sehingga kinerja otak akan terganggu.tingkat konsentrasi H 2 S di otak yang semakin tinggi akan mengakibatkan lumpuhya saraf penciuman dan hilangnya fungsi kontrol otak dan paru-paru.akibat fatalnya adalah paru-paru akan melemah dan berhenti bekerja sehingga seseorang dapat hilang kesadaran dan meninggal dalam waktu tertentu (US EPA, 2003) Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan Efek Akut Menurut IPCS, 1995 efek yang ditimbulkan H 2 S sesuai dengan konsentrasi paparan. Pada paparan mendekati 50 ppm akan timbul gejala perasaan mengantuk dan sakit kepala. Pada konsentrasi ppm akan terjadi iritasi pada hidung, tenggorokan dan saluran pernafasan. Pada paparan dengan konsentrasi sekitar 100 ppm dapat menyebabkan fatigue dan pusing, paparan H 2 S lebih dari 200 ppm dapat menyebabkan gejala-gejala mabuk (pusing berat), mati rasa dan mual. Dan paparan H 2 S lebih dari 500 ppm dapat menyebabkan kelainan mental serta adanya gangguan koordinasi.

8 16 Paparan jangka pendek H 2 S dengan konsentrasi tinggi (misalnya, 600 ppm) dapat menghasilkan kelelahan, pusing, sakit kepala, kehilangan koordinasi, mual, dan pingsan sedangkan paparan 1000 ppm dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan pernapasan (ATSDR, 2001) Efek kronis Efek Kronis yang diakibatkan oleh Paparan H 2 S dapat dilihat pada Sebuah studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis karena polutan H 2 S pada konsentrasi rendah. Nilai rata-rata konsentrasi H2S di Varkaus, Finlandia dilaporkan 1,4 2,2 ppb (2-3 µg/m³), 17,3 ppb (24 µg/m³) dan 109,4 ppb (152 µg/m³) maksimum selama 24 jam. Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk, infeksi pada saluran pernafasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tetangganya (Parti-Pellinen, et al.1996). Tabel 2.1 Hubungan Dosis Respon Akut Pajanan Hidrogen Sulfida Dosis Respon 0,13 ppm Bau Minimal 4,60 ppm Mudah Terdeteksi, bau sedang 10 ppm Iritasi pada mata 27 ppm Bau tidak enak 100 ppm Batuk,iritasi mata, kehilangan sensasi bau setelah paparan 2-5 menit ppm Radang mata,iritasi saluran nafas (1 jam paparan) ppm Hilang Kesadaran, henti nafas kematian dalam menit ppm Hilang Kesadaran dengan segera,henti nafas dan kematian dalam beberapa menit Sumber : IPCS,1985

9 Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) Konsep dan Definisi Risiko adalah dampak yang merugikan kesehatan pada suatu organisme, sistem, atau (sub) populasi yang disebabkan oleh pajanan suatu agen dalam jumlah dan dengan jalur pajanan tertentu. Risiko kesehatan adalah dampak negative yang hanya bisa dikelola tetapi tidak dapat dihilangkan. assessment), manajemen risiko (risk management) dan komunikasi risiko (risk communication) (IPCS, 2004). Analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpapar oleh agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu sendiri didefenisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam keadaan tertentu (Rahman,2005). Analisa risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu. Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents (bahan-bahan kimia), physical agents (energi berbahaya dan biological agents (makhluk hidup atau organisme). Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang

10 18 telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi, bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemamparan yang akan datang (Rahman, 2005) Tujuan analisis risiko adalah untuk menilai dan memperkirakan risiko kesehatan manusia yang disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan. Analisis dapat dilakukan pada pemajanan lingkungan yang telah terjadi dengan efek merugikan yang sudah atau belum terjadi. Dengan efek merugikan yang sudah atau belum terjadi. Hasil dari analisis risiko ini sangat bermanfaat terutama bagi para pengambil keputusan untuk melakukan manajemen pengendalian risiko kesehatan yang ada atau mungkin timbul di kemudian hariserta berguna untuk dasar melakukan komunikasi risiko kepada seluruh sector yang terkait. (Rahman, 2005) Langkah-Langkah Langkah-langkah dalam analisis risiko kesehatan menurut Louvar and louvar (1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4 langkah utama yaitu : 1) Identifikasi Bahaya (Hazard Identification), 2) Analisis Pemaparan (Exposure assessment), 3) Analisis Dosis Respon (Dose Response Assessment), 4) Karakteristik Risiko (Risk Characterization). IPCS (2004), sedang mengharmonisasikan berbagai model analisis risiko yang berbeda-beda dari berbagai negara. Gambar 2.1. merupakan draft harmonisasi IPCS (2004), sebagai rangkuman dari berbagai model yang ada. (Rahman, 2005) Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar (1998) dan Koluru

11 19 (1996), hanya ditambah dengan perumusan masalah. Sebagai langkah awal, perumusan masalah sangat menentukan apakah analisis risiko diperlukan. Perumusan masalah sekurang-kurangnya membutuhkan beberapa pertimbangan awal mengenai identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan analisis pemaparan. Langkah ini diharapkan menghasilkan : a) Pertanyaan-pertanyaan tersurat (eksplisit) yang harus dijawab dalam karakterisasi risiko untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko, b) Penetapan sumber-sumber data tersedia yang diperlukan, dan c) Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan analisis risiko. Identifikasi Bahaya Identifikasi Sumber Analisis Pajanan Analisis Dosis Respon Karakteristik Risiko Manajemen Risiko Komunikasi Risiko Gambar 2.1. Langkah-langkah dalam Analisis Risiko Kesehatan

12 20 Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan biasanya dilakukan karena adanya peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar kepedulian meraka, maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan data dan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah lingkungan dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit berbasis lingkungan, insiden dan prevalen, hasil-hasil monitoring kualitas lingkungan atau studi epidemiologi kesehatan lingkungan, merupakan sumber data yang lazim dipakai untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari gangguan kesehatan yang teramati (disease oriented), tingkat pencemaran (agent oriented, contohnya yang melampaui baku mutu), atau keduanya Identifikasi Bahaya (hazard identification) Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengenali struktur dan komposisi yang melekat dalam risk agent serta efek yang merugikan kesehatan (Louvar, 1998). Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa human epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community trial maupun disain observasional seperti case control dan cohort, molecular epidemiology, studi toksikologi berbasis hewan (uji hayati atau bioassay), studi toksikologi in-vitro, atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Respon

13 21 tubuh terhadap bahan-bahan kimia beracun tergantung pada lama / panjang dan jumlah pajanannya. Pajanan jangka pendek dengan konsentrasi bahan kimia yang rendah boleh jadi tidak menimbulkan efek nyata tetapi bila jangka waktu pajanannya lama maka bahan kimia tersebut dapat menimbulkan bahaya..dalam studi-studi ini bisa jadi diperoleh banyak efek, namun yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya adalah efek-efek yang merugikan kesehatan (Rahman, 2005) Analisis Pemaparan (exposure assessment) Analisis pemaparan merupakana tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki ketidakpastian (BPOM RI, 2001). Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan. Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan, terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru et al, 1996). Analisis pajanan dilakukan untuk mengdentifikasi tentang dosis atau jumlah yang diterima seseorang. Jalur intake (asupan) agen risiko harus diketahui dahulu melalui analisis pajanan ini antara lain jalur masuk melalui ingesti (saluran pencernaan), melalui jalur inhalasi atau pernapasan maupun melalui air. Selain itu juga dibutuhkan data mengenai waktu, frekuensi, lama pemajanan, karakteristik manusia sasaran (antropometri) dan pola aktifitas sasaran.

14 22 Intake (asupan) adalah jumlah asupan yang diterima individu per berat badan per hari. Perhitungan mengenai intake (asupan) digunakan persamaan (Louvar and Louvar, 1998) sebagai berikut : Keterangan : CxRxtxFxDt I WbxtAvg. (1) I = asupan (intake), jumlah risk agent (toluen) yang masuk ke dalam tubuh manusia per berat badan per hari (m 3 /kg/hari) C = konsentrasi risk agent,udara (mg/m 3 ), makanan (mg/kg) dan minuman (mg/l) R = laju (rate) asupan, makanan (kg/hari), udara (m 3 /hari), minuman (L/hari) te fe Dt = waktu pajanan harian ( jam/hari) = frekuensi pajanan (hari/tahun) = durasi pajanan (tahun), realtime atau proyeksi 30 tahun Wb = berat badan manusia / responden (kg) tavg = periode waktu rata-rata untuk efek non karsinogenik 30 tahun x 365 hari/tahun atau 70 tahunx365 hari/tahun untuk efek karsinogenik Dalam analisis risiko kesehatan manusia (risk health risk assessment), berbagai jalur pajanan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total (Total Daily Intake) yang dinyatakan sebagai ( mg/kgbb/hari ).

15 23 Tabel 2.2. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan No Aspek Keterangan 1 Agent Biologis,kimia dan Fisika Agent tunggal,berganda dan campuran 2 Sumber Antropogenik/non antropogenik,area/titik,bergerak/diam,indoor/outdoor 3 Media Pembawa Udara,air,tanah,debu,makanan dan produk 4 Jalur Paparan Menghirup udara yanterkontaminasi,makanan,menyentuh permukaan benda 5 Konsentrasi paparan g/m 3 (udara), mg/kg (Makanan),mg/Liter (air),% berat 6 Rute Paparan Inhalasi,KOntak Kulit,Ingesti,rute berganda 7 Durasi Detik,menit,jam,hari,minggu,bulan,tahun,seumur hidup 8 Frekuensi Kontiniu, Intermiten,bersirkulasi,acak 9 Latar paparan Pemukiman/bukan pemukiman,lingkungan kerja/bukan lingkungan kerja,indoor/outdoor. 10 Populasi terpapar Populasi umum,sub populasi,individu 11 Lingkup Geografis Tempat/sumber spesifik,local,regional,nasional,internasional,global 12 Kerangka waktu Masa lalu,sekarang,masa depan,tren Sumber :Human Exposure Asssment,Enviromental Health Criteria (WHO,2000) Analisis Efek (effect assesment) Menurut (BPOM RI, 2001) Analisis efek adalah perkiraan hubungan antara dosis atau tingkat paparan pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek yang dialibatkannya. Termasuk deskripsi hubungan kuantitatif antara derajat paparan terhadap suatu bahan kimia dengan derjaat efek toksik. Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama, karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia,

16 24 risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan sensitivitas setiap individu (BPOM RI, 2001). Sehingga konsep risiko mengandung pengertian probabilitas yang disebut dengan RfC (Reference Consentration ). RfC bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah (Rahman, 2005). Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas zat tersebut dan dinyatakan sebagai : 1) Tingkat paparan paling tinggi yang efek biologinya tidak teramati (NOAEL). 2) Tingkat paparan paling rendah yang efek biologinya teramati (LOAEL). 3) Efek-efek temporer dan permanen atau dosis efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4) Luka permanen. 5) Efek fungsional kronis. 6) Efek mematikan. Reference consentration ditetapkan dengan membagi NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) dengan UF (Uncertainty Factor) x MF (Modifying Factor) (Kolluru et al, 1996). RfC NOAEL UF MF Analisis Dosis-Respon untuk Efek Non-Karsinogen H 2 S Tahap analisis risiko ini menyangkut identifikasi jenis efek merugikan yang berhubungan dengan pajanan zat toksik yang telah diidentifikasi juga menyangkut hubungan besar pajanan dengan efek yang merugikan.

17 25 Tujuan analisis dosis respon adalah untuk menduga apakah risk agent yang terpilih berpotensi menimbulkan efek yang merugikan pada populasi yang berisiko. Tujuan lainnya adalah untuk membuat estimasi hubungan kuantatif tingkat pemajanan dengan peningkatan efek merugikan kesehatan. Analisis dosis respon merupakan satu kesatuan dengan analisis pajanan.). Konsentrasi acuan (RfC) ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus percobaan yang tepapar H 2 S secara inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis seperti perubahan suara tikus menjadi sengau dan radang pada mukosa penciuman tikus. Nilai RfC untuk H 2 S yang terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,001 mg/m³. Asal- usul RfC didasarkan pada suatu nilai NOAEL = 1 mg/m³ dengan nilai LOAEL = 2,6 mg/m³ dengan suatu faktor ketidakpastian 1. Dengan demikian, perhitungan untuk RfC paparan kronik H2S dari udara adalah sebagai berikut (US EPA,2003) : 3 1mg/m RfC ,001mg/m 2 hari dimana : 1mg/m³ = nilai NOAEL 1 = nilai faktor ketidakpastian (uncertainry factor, UF) 1000 = nilai rekomendasi faktor ketidakpastiakn untuk paparan dalam udara Karakteristik Risiko (risk characterization) Karakteristik risiko adalah perkiraan suatu risiko yang merugikan yang dapat terjadi pada manusia akibat dari pajanan yang dinyatakan dengan Risk Quotient (RQ). Perkiraan tersebut dapat dilakukan melalui estimasi risiko, yaitu kuantifikasi

18 26 probabilitas terjadinya risiko berdasarkan identifikasi bahaya, analisis efek dan analisis pajanan. Karakterisasi risiko adalah penghubung antara risiko dengan manajemen risiko. Asupan manusia (intake) dibandingkan dengan konsentarsi acuan (RfC). Rasio antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Quetients), disingkat RQ. Dalam Analaisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), RQ menyatakan kemungkinan risiko yang potensial terjadi. Semakin besar RQ di atas 1, semakin besar pula kemungkinan risiko iru terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1, maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi (Kolluru et al, 1996). K arakteristik risiko didapat dengan perhitungan perkiraann tingkat risiko dengan persamaan perhitungan RQ (Kolluru, 1996) adalah sebagai berkut : Risk Quotients (RQ) = Intake (m 3 /kg-hari). (2) RfC/ RfD (m 3 /kg-hari) Apabila RQ < 1 menunjukkan indikasi tidak adanya kemungkinan terjadinya risiko efek yang merugikan, tetapi segala kondisi tetap dipertahankan sehingga nilai RQ tidak melebih satu. Sedangkan RQ > 1 menunjukkan indikasi adanya kemungkinan terjadinya risiko efek yang merugikan yang juga berarti semakin besar pajanan risk agent berakibat semakin besar menimbulkan risiko kesehatan sehingga perlu dilakukan pengendalian risiko terhadap efek pajanan tersebut Manajemen Risiko Menurut Mansyur M tahun 2007 manajemen risiko kesehatan adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan. Manajemen risiko adalah upaya yang didasarkan pada informasi tentang risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu

19 27 analisis risiko, untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek yang merugikan kesehatan oleh paparan zat toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian digunakan untuk memutuskan upaya-upaya pengendalian dengan memperhatikan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan teknologi, perangkat hukum dan perundangan, sosial, ekonomi dan informasi politik. Formula untuk manajemen risiko adalah membuat berbagai macam scenario sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya. Upaya-upaya pengendalian risiko pada dasarnya ada tiga, yaitu : 1) Pengendalian secara administratif (legal) 2) Pengendalian Pajanan Bahan Kimia 3) Pendidikan dan Pelatihan 1. Pengendalian Secara Administratif (legal) Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal ádalah penetapan standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan (BML). Dalam pengendalian secara teknik, aspek-aspek teknologi sangat penting karena pemilihan teknologi yang tepat dapat menjamin ketaatan legal dan administratif (Rahman, 2005). 2. Pengendalian Pajanan Bahan Kimia Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah; pengendalian secara teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir adalah penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment). Pengendalian pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya kesehatan, atau

20 28 menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat diterima (acceptable level). Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja dengan tujuan menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri. 3. Pendidikan dan Pelatihan Menurut Suyono (1993) kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi termasuk penyampaian instruksi dan pelatihan, perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan dan latihan merupakan komponen penting dalam perlindungan kesehatan. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja: 1) Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di lingkungan masyarakat 2) Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta hygiene perorangan yang baik 3) Mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentu 4) Melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguan kesehatan sesegera mungkin 2.6. Gas Hidrogen Sulfida dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara Pengaruh limbah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan limbah tersebut. Misalnya, limbah beracun, limbah korosif terhadap tubuh, teratogenik dan lain-lain.

21 29 Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah. Dekomposisi limbah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan meng hasilkan gas H 2 S, N 2, H 2 dan NH 3 ( Soemirat, 2004). Gas H 2 S yang dilepaskan dari limbah mempengaruhi kualitas udara disekitarnya. H 2 S ini bersifat racun bagi tubuh juga berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat diterima. Jadi penumpukan limbah yang membusuk tidak dapat dibenarkan Kerangka Teori Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan terdiri dari empat langkah sebagai berikut ( Yassi et al.,2001) 1. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya dilakukan terhadap kandungan H 2 S dalam udara yang dihirup oleh masyarakat di sekitar KIM dengan mengukur konsentrasi H 2 S. 2. Analisis Dosis-Respon Analisis dosis-respon tidak dilakukan dalam penelitian ini. Dosis-respon H 2 S diperoleh dari US EPA (2003) yang menyatakan konsentrasi acuan (Reference Concentration, RfC) untuk paparan asam sulfida secara inhalasi adalah 0,001 mg/m³.

22 30 3. Analisis Paparan Analisis paparan dilakukan dengan pengukuran besarnya paparan, yaitu dengan mengestimasi jumlah asupan udara yang dihirup setiap harinya dengan memperhitungkan konsentrasi H 2 S dalam udara, frekuensi paparan, durasi paparan, dan berat badan. 4. Karakteristik Risiko Karaktersitik risiko adalah perkiraan risiko secara numerik, melalui estimasi risiko dengan kuantitatif probabilitas yaitu perbandingan antara asupan dengan konsntrasi acuan (RfC). Tingkat risiko dinyatakan dengan bilangan risiko ( Risk Quetients). Semakin besar nilai RQ > 1, semakin besar kemungkinan risiko kesehatan yang potensial terjadi. Sebaliknya semakin kecil nilai RQ < 1, semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi ( Kollura et al.,1996). Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan sebelumnya maka disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal yang berkaitan dengan H 2 S dalam analisis risiko. Kerangka teori yang disajikan diadopsi dari Louvar dan Louvar (1998)

23 31 Analisis Risiko Identifikasi Bahaya Asam Sulfida Memiliki Sifat Sifat : Rumus Molekul :H 2 S Berat Molekul : 34,1 Bentuk : gas (Pada suhu kamar) Warna :Tidak Berwarna Bau : Bau Telur Busuk Titik didih : -77 C (760 mmhg) Kerapatan gas :1,2 Kelarutan : Sedikit larut dalam air Identifikasi Sumber Air,Udara, Makanan Analisis Paparan Paparan dari udara melalui inhalasi Paparan dari makanan dan air melalui ingesti Paparan dari air dan konta Analisis Dosis Respon Dosis acuan (RFD) Secara Oral : 0,003 mg/kg-hari KonsentrasiAcuan (RFC) Secara Inhalasi : 0,001 mg/kg-hari Karakteristik Risiko Tingkat Risiko tinggi (RQ>1) Tingkat Risiko rendah (RQ 1) Manajemen Risiko Gambar 2.2.Alur Analisis Risiko Paparan H 2 S Sumber :Louvar FL dan Louvar BD, Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka disusun suatu kerangka teori yang merupakan modifikasi hasil ringkasan dari

24 32 IPCS 1985, ATSDR 2000 dan Louvar 1998 yang dianalisis mulai dari sumber, mekanisme absorsi ke dalam tubuh manusia hingga efek terhadap kesehatan. Konsenterasi Hidrogen Sulfida: -Radius 300 m -Radiun 800 m Sekitar Kawasan industri Medan di Kecamatan Medan Labuhan Jumlah Asupan/Intake (I) Laju Asupan (R) Lama Pajanan (te) Frekuensi Pemajanan (fe) Durasi Pajanan (Dt) Berat Badan (Wb) Besar Risiko Kesehatan (RQ) akibat Pajanan Hidrogen Sulfida RQ >1 Risiko Tinggi RQ<1 Risiko Rendah Efek Hidrogen Sulfida Gangguan Pernafasan Batuk Sakit Kepala Gambar 2.3. Kerangka Konsep

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri dapat dilaksanakan pada masukan,

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 TESIS. Oleh

ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 TESIS. Oleh ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 TESIS Oleh REINHARD H. SIANIPAR 077031007/MKLI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

PENGANTAR TOKSIKOLOGI INDUSTRI Pengertian Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun. Bahan toksik atau racun adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I. Menimbang a. bahwa kegiatan industri yang mengolah, menyimpan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

Environmental Health Risk Assessment

Environmental Health Risk Assessment Environmental Health Risk Assessment Aria Gusti Study Programme of Public Health Sciences, Medical Faculty, Andalas University Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) Aria Gusti Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran terhadap lingkungan hidup akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian pemerintah, khususnya pihak akademisi, terutama terhadap kehadiran polutan beracun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet

Material Safety Data Sheet 0 1 0 Health 1 Fire 0 Reactivity 0 Nama: Calcium sulfate Rumus Kimia: BaSO4 Material Safety Data Sheet Calcium Sulfate MSDS Bagian 1: Identifikasi Produk Personal Protection E Bagian 2: Identifikasi Bahaya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat berlangsung tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih banyak menghabiskan

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR OLEH ELGA MARDIA BP. 07174025 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

Keselamatan Penanganan Bahan Kimia. Kuliah 9

Keselamatan Penanganan Bahan Kimia. Kuliah 9 Keselamatan Penanganan Bahan Kimia Kuliah 9 Bahan Kimia & Kesehatan Mengetahui apakah suatu gangguan kesehatan berkaitan dengan pekerjaan tidaklah selalu mudah. Jangan mengabaikan pusing-pusing, flu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

Bagian Epidemiologi & Biosta s k Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang

Bagian Epidemiologi & Biosta s k Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang Studi Literatur PRINSIP DAN METODE ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN JKMA Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas diterbitkan oleh: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

Bagian Epidemiologi & Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang

Bagian Epidemiologi & Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang Studi Literatur PRINSIP DAN METODE ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Diterima Januari 2013 Disetujui Februari 2014 Dipublikasikan 1 April 2014 Defriman Djafri 1 1 Bagian Epidemiologi & Biostatistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Lambda-cyhalothrin 25 g/l : Taekwando 25 EC : (S)-α-cyano-3-phenoxybenzyl

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES Jenis batubara BATUBARA? C (%) H (%) O (%) N (%) C/O Wood 50,0 6,0 43,0 1,0 1,2 Peat 59,0 6,0 33,0 2,0 1,8

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN SISTEM HARMONISASI GLOBAL KLASIFIKASI DAN LABEL PADA BAHAN KIMIA

DAFTAR LAMPIRAN SISTEM HARMONISASI GLOBAL KLASIFIKASI DAN LABEL PADA BAHAN KIMIA 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-IND/PER/4/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 87/M-IND/PER/9/2009 TENTANG SISTEM HARMONISASI GLOBAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 yaitu melalui upaya kesehatan lingkungan

Lebih terperinci

Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014

Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014 Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014 Sukadi, Abdur Rahman Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia E-mail:

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Konsentrasi Partikulat yang Diukur Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan di lokasi pertambangan Kapur Gunung Masigit, didapatkan bahwa total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang pesat dalam dunia industri migas tidak lepas keterkaitannya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang pesat dalam dunia industri migas tidak lepas keterkaitannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam dunia industri migas tidak lepas keterkaitannya dari penggunaan beraneka ragam bahan kimia (ATSDR, 2000; ATSDR, 2007). Hal ini berdampak

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Imidacloprid 10% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kimida 10 WP Nama Kimia : (E)-1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG Bariyadi Rifa i* ), Tri joko ** ), Yusniar Hanani D *** )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya dapat ditimbulkan dari aktivitas kegiatan di tempat kerja setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

Lembar data keselamatan

Lembar data keselamatan PT. International Paint Indonesia Lembar data keselamatan CBL549 INTERLAC 549 SIGNAL GREEN No Versi 1 Tanggal revisi 11/27/13 1. Identifikasi produk dan perusahaan 1.1. Pengidentifikasi produk INTERLAC

Lebih terperinci

Nama : Irritant. Lambang : Xi. Contoh : NaOH, C 6 H 5 OH, Cl 2. Nama : Harmful. Lambang : Xn

Nama : Irritant. Lambang : Xi. Contoh : NaOH, C 6 H 5 OH, Cl 2. Nama : Harmful. Lambang : Xn Seperti yang telah kita ketahui, bahan-bahan kimia yang biasa terdapat di laboratorium kimia banyak yang bersifat berbahaya bagi manusia maupun bagi lingkungan sekitar. Ada yang bersifat mudah terbakar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor (Chandra,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran Plumbum (Pb) merupakan masalah penting yang sering terjadi di negara-negara berkembang. Pencemaran lingkungan oleh Pb disebabkan karena pembuangan hasil

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003)

STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003) STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program S-1 Program

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru-paru merupakan alat ventilasi dalam sistem respirasi bagi tubuh, fungsi kerja paru dapat menurun akibat adanya gangguan pada proses mekanisme faal yang salah satunya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I. Menimbang

Lebih terperinci

BAHAN KIMIA BERBAHAYA ALDI KURNIA TAMA

BAHAN KIMIA BERBAHAYA ALDI KURNIA TAMA BAHAN KIMIA BERBAHAYA ALDI KURNIA TAMA 1417031006 Tabel Bahan Kimia Berbahaya No Nama Bahan Kimia Simbol Keterangan 1 Natrium Peroxide Oksidasi Korosif 2 Acrylamide 3 Sodium Hidroxide Korosif 4 Napthalene

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50 TOKSIKOMETRIK TOKSIKOMETRIK Toksikologi erat hubungannya dengan penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek toksik sehubungan dengan terpaparnya mahluk hidup. Sifat spesifik dan efek suatu paparan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Syahrul Basri dkk. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan... ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN (MODEL PENGUKURAN RISIKO PENCEMARAN UDARA TERHADAP KESEHATAN) Syahrul Basri*, Emmi Bujawati**, Munawir Amansyah***,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air di suatu tempat dapat berpengaruh terhadap tempat lain yang lokasinya jauh dari sumber pencemaran. Hal ini karena gaya grafitasi, air yang dapat mengalir

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU VISI DAN MISI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Materi Sebelum UTS Overview konsep hazard, risk dan control

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak untuk hidup sehat telah ditetapkan secara internasional sebagai hak dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan hanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi, dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan Lingkungan menurut Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2014 adalah upaya pencegahan penyakit dan/ atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi silang pada salah satu huruf di lembar jawab! 1. Di Indonesia, pengaturan lingkungan

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH CLUSTER I CHEMICALS RISK ASSESSMENT

TUGAS MAKALAH CLUSTER I CHEMICALS RISK ASSESSMENT TUGAS MAKALAH CLUSTER I CHEMICALS RISK ASSESSMENT Nama : SHIFA DWI KOESUMAHELMI NPM : 1206259764 KELAS: NON-REG / 2012 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMTKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( )

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( ) AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan (121411048) Widya Fiqra (121411061) Yulia Endah Permata (121411062) Pengertian Reaksi Terhadap Zat Lain AlCl₃ Kegunaan dan Manfaat MSDS Proses Pembuatan KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Glufosinate ammonium 150 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kenbast 150 SL Nama Kimia : ammonium 4-(hydroxyl(methyl)

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Mancozeb 80% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kencozeb 80 WP Nama Kimia : Manganese etylenebis (dithiocarbamate)(polymeric)

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : 2,4-D Dimethyl ammonium 865 g/l : Ken-Amine 865 SL : 2, 4-dichlorophenoxy

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #3 Genap 2015/2016. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #3 Genap 2015/2016. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #3 Definisi 2 Risiko: Ukuran dari probabilitas/kemungkinan. Penilaian Kuantitatif Risiko (Penilaian Risiko): Perkiraan risiko untuk berbagai fenomena lingkungan. Contoh: risiko dari badai, banjir,

Lebih terperinci