Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman. Abstrak"

Transkripsi

1 TINGKAT RISIKO KESEHATAN PAJANAN NO 2, SO 2, TSP DAN Pb SERTA OPSI-OPSI PENGELOLAANNYA PADA POPULASI BERISIKO DI KAWASAN PERKANTORAN KUNINGAN PROVINSI DKI JAKARTA Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Abstrak Pencemaran udara dewasa ini telah memberikan kontribusi terhadap meningkatnya levels of exposure terhadap kejadian penyakit di daerah perkotaan. Pemantauan udara ambien oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan kenaikan konsentrasi SO 2, NO 2, TSP dan Pb dalam 5 tahun terakhir di kawasan perkantoran Kuningan walaupun masih berada di bawah baku mutu nasional kecuali parameter TSP 314 µg/m 3 telah melebihi baku mutu daerah Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi besar risiko pajanan SO 2, NO 2, TSP dan Pb menggunakan pendekatan observasional analitik dengan menggunakan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Populasi berisiko berjumlah 49 orang dengan tiga segmen populasi yaitu satpam, tukang ojek dan pedagang diambil dengan kriteria minimal 1 tahun yang telah beraktivitas di sekitar lokasi Stasiun Pemantau Kualitas Udara dengan jangkauan 500 meter. Hasil penelitian menunjukkan Risk Quotient (RQ) pada semua segmen populasi memiliki RQ <1 untuk pajanan realtime dan RQ >1 untuk pajanan sepanjang hayat pada populasi satpam. Berbeda dengan SO 2 pajanan sepanjang hayat menunjukkan RQ >1 pada semua segmen populasi memiliki rata-rata umr saat ini 37 tahun. Untuk pengelolaan risiko pada RQ >1 populasi satpam yang mewakili pajanan 18 jam/hari memiliki waktu pajanan aman 14 jam/hari dengan durasi aman 14 tahun. Sedangkan waktu pajanan aman untuk populasi ojek dan pedagang adalah 15 jam/hari dengan frekuensi aman 299 hari/tahun. Konsentrasi SO 2 dan NO 2 pada lokasi studi memiliki probabilitas lebih besar untuk berisiko terhadap kesehatan dari nilai RQ >1 dibanding konsentrasi TSP dan Pb dalam media lingkungan pada semua segmen populasi. Health Risk Assessment and Management Among Populations at Risk from NO2, SO2, TSP and Pb Exposure in The Office Region Kuningan Provinsi DKI Jakarta Abstract Current polluted air has impacted to the increased levels of exposure disease incident in urban areas. Ambient air monitoring by Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta has showed an increasing concentrations of SO 2, NO 2, TSP and Pb for the last 5 years in Kuningan, although its concentrations was below the national quality standards but some found that TSP was exceeded above 230 µg/m 3. The purpose of this study is to estimate the risk quotient of SO 2, NO 2, TSP and Pb using Health Risk Assessment study. High-risk population based on one year minimum exposure with 500 meters range from Air Quality Monitoring Station was found by total 49 people. Result showed that securites are at risk for noncancer effects of health with Risk Quotient (RQ) >1 for lifetime exposure. Other found that SO 2 known at risk with RQ>1 to all of the population and only relevant during 14 years of exposure while the concentration of TSP and Pb showed there are no risk of health 1

2 effects over the next 30 years. To manage health risk of RQ>1 the securities are should reducing time of exposure from 18 hours/day to 14 hours/day while motorcycle taxy and hawker should calculated 15 hours/day of time with total frequency 299 days/year. This study estimated the concentration of SO2 with 106 µg/m 3 and NO2 with 430 µg/m 3 should increasing an adversely noncarcinogenic of human health effect such as respiratory system diordes towards security, motorcycle taxi and hawker in Kuningan. Keywords: Air Polluttion, Health Risk Analysis; NO 2 ; Pb; SO 2 ; TSP. Pendahuluan Wardhana (2010) mengemukakan bahwa aktivitas internal bumi dan aktivitas manusia bersumber transportasi, industri, pembuagan sampah dan pembakaran stasioner menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti pencemaran udara dan pemanasan global. Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan dan pesatnya pembangunan berbagai sektor mengakibatkan penambahan beban lingkungan dan tidak seimbangnya dengan daya dukung lahan. Laju pertambahan kendaraan setiap tahun di DKI Jakarta mencapai 10 persen sedangkan pertambahan jalan hanya sebesar 1,4 persen (BPLHD, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan United States Environmental Protection Agency (US- EPA) dan Kementerian Lingkungan Hidup mencatat sekitar lima juta penduduk Indonesia menderita penyakit yang terkait dengan pencemaran udara atau 57,8 persen penduduk Indonesia mengalami penyakit akibat pencemaran udara. (KemenLH, 2010). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa ISPA menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Sedangkan data Profil Kesehatan Jakarta tahun 2012 menunjukkan sekitar 46 persen penyakit masyarakat bersumber dari pencemaran udara antara lain gejala pernapasan 43 persen, iritasi mata 1,7 persen dan asthma 1,4 persen. Period prevalence ISPA tahun 2013 di Indonesia adalah 25 persen tidak berbeda dengan tahun 2007 dan DKI Jakarta masih termasuk 10 provinsi dengan prevalensi yang tinggi. Untuk pneumonia, DKI Jakarta merupakan provinsi ketujuh yang memiliki prevalensi tinggi diatas period prevalence pneumonia di Indonesia tahun 2013 yaitu 1,80 persen. Sedangkan prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan tahun 2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%) dan provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat, Papua dan DKI Jakarta. (Riskesdas, 2013). Dalam beberapa tahun terakhir studi tentang pencemaran udara banyak dilakukan secara epidemiologis dan hanya ada beberapa studi mengenai Analisis Risiko Kesehatan 2

3 Lingkungan (ARKL) terkait pencemaran udara di DKI Jakarta dengan area industri, terminal serta pemukiman dan belum ada yang melakukan studi di area perkantoran. Maharani (2013) membandingkan tingkat risiko kesehatan di wilayah industri Pulogadung dengan wilayah pemukiman Tebet dan menemukan bahwa nilai RQ pada masyarakat masih berada di bawah ambang batas atau relatif aman. Studi-studi lainnya, Listanti (2007) meneliti pajanan lifetime NO 2 pada populasi pedagang di Terminal Bis Pasar Senen memiliki tingkat risiko diatas 1. Sedangkan studi untuk road site pernah dilakukan oleh Wardani (2012) tentang perbedaan tingkat risiko pajanan PM 10, SO 2 dan NO 2 pada hari kerja, hari libur dan hari bebas kendaraan bermotor di Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta menemukan bahwa adanya perbedaan bermakna konsentrasi SO 2 pada hari libur dengan hari kerja dan Sukadi (2014) menemukan bahwa tingkat risiko pajanan lifetime PM 10 pada tukang ojek, pedagang dan satpam di Kelapa Gading berisiko menimbulkan efek nonkarsinogenik kesehatan. Studi ARKL yang dilakukan saat ini masih kebanyakan pada wilayah industri, terminal dan pemukiman, sehingga penelitian ini mengambil wilayah perkantoran di Kuningan sebagai pemusatan kegiatan perekonomian dan merupakan salah satu wilayah segitiga emas Kota Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran risiko kesehatan (RQ) SO 2, NO 2, TSP dan Pb terhadap populasi berisiko di kawasan perkantoran Kuningan, DKI Jakarta dan merumuskan pengelolaan risikonya. Tinjauan Teoritis Golongan pencemar udara dapat dibedakan ke dalam senyawa primer dan sekunder. Senyawa pencemar primer adalah golongan senyawa-senyawa yang memiliki daya untuk mematikan sejak dari sumber. Golongan senyawa sekunder adalah golongan senyawasenyawa yang dihasilkan oleh reaksi senyawa primer dan memiliki daya yang mematikan sesudah reaksi itu berlangsung. Pencemaran udara yang merupakan akibat dari kegiatan manusia dibangkitkan oleh enam sumber utama yaitu pengangkutan, kegiatan rumah tangga, pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar minyak atau batubara, pembakaran sampah, pembakaran sisa pertanian dan kebakaran hutan, dan pembakaran bahan bakar dari emisi proses. (Kusnoputranto, 1995). A. Sulfur Dioksida (SO2) Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan Sox terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi 3

4 tenggorokan terjadi pada kadar SO 2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm (Depkes RI, 1999). B. Nitrogen Dioksida (NO2) Oksida nitrogen seperti NO dan NO 2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO 2 empat kali lebih beracun daripada NO. NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO 2 yang bersifat racun. Pemajanan NO 2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Depkes RI, 1999). C. Total Suspended Particulate (TSP) Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikulat-partikulat, baik berbentuk padat maupun cair, ke dalam paru-paru. Faktor yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikulat, karena ukuran partikulat yangmenentukan seberapa jauh penetrasi partikulat ke dalam sistem pernafasan (Depkes RI, 1999). Partikulat yang berukuran diameter kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal di dalam alveoli. Pembersihan partikulat-partikulat yang sangat kecil tersebut dari alveoli sangat lambat dan tidak sempurna dibandingkan dengan di dalam saluran yang lebih besar. Beberapa partikulat yang tetap tertinggal di dalam alveoli dapat terabsorpsi ke dalam darah. (BPLHD Jawa Barat, 2009). Penelitian ini menggunakan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan yang pada dasarnya mengenal empat langkah, yaitu : 1. Identifikasi Bahaya Informasi identifikasi bahaya bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent memakai pendekatan agent dengan mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan tosksitas risk agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di tempat-tempat lain. (Rahman, 2007). 2. Analisis Dosis Respon Dosis referensi adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan ha-rian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat (IPCS 2004). Dosis referensi dibedakan untuk pajanan inhalasi (udara) yang disebut Reference Concentration (RfC). Dosis respon dapat dilihat di Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 2007) yang tersedia di dan pangkalan data TOXNET di yang lebih besar daripada IRIS. (Louvar and Louvar 1998). 4

5 3. Analisis Pemajanan Analisis pemajanan, atau exposure assessment yang disebut juga penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent agar jumlah asupan yang diterima in-dividu dalam populasi berisiko bisa dihitung. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menghitung asupan adalah semua variabel (ATSDR 2005; Louvar and Louvar 1998 dalam Rahman, 2007). I = Asupan (intake), mg/kg/hari C = Konsentrasi risk agent, mg/m3 (medium udara) dan g/hari (medium air) R = Laju asupan atau konsumsi, M3/jam (inhalasi) dan L/h (air), g/hari (makanan) t E = Waktu pajanan, jam/hari f E = Frekuensi pajanan, hari/tahun D t = Durasi pajanan, tahun (real time atau proyeksi, 30 tahun default residensial) W b = Berat badan, kg t avg =Perioda waktu rata-rata (Dt x 365 hari/tahun untuk zat karninogen, 70 x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen) 4. Karakterisasi Risiko Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk Quotient (RQ, Tingkat Risiko) untuk efek-efek nonkarsinogenik (ATSDR 2005; EPA 1986; IPCS 2004; Kolluru 1996; Louvar and Louvar 1998) dan Excess Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik (EPA 2005). RQ dihitung dengan membagi asupan nonkarsinogenik (Ink) risk agent dengan RfD atau RfC-nya menurut persamaan: RQ = CDI(ChronicDailyDose) RfD / RfC 5. Manajemen Risiko Setelah melakukan keempat langkah ARKL di atas maka telah dapat diketahui apakah suatu agen risiko aman/dapat diterima atau tidak. Pengelolaan risiko bukan termasuk langkah ARKL melainkan tindak lanjut yang harus dilakukan bilamana hasil karakterisasi risiko menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman ataupun unacceptable. Dalam penentuan konsentrasi aman (C aman ) semua variabel dan nilai yang digunakan sama dengan variabel dan nilai pada perhitungan intake seperti persamaan berikut. Selanjutnya waktu pajanan aman (te aman ), frekuensi aman (fe aman ), dan durasi pajanan aman (Dt aman ), dapat 5

6 dikelola bila pemajanan terjadi pada lingkungan kerja ataupun lingkungan pendidikan yang tidak permanen seperti pada lingkungan tempat tinggal (pemukiman). Batas aman dihitung dengan persamaannya berikut: Metode Penelitian Merupakan penelitian observational analitik dengan menggunakan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) dengan analisis univariat. Sumber data untuk konsentrasi SO2, NO2, TSP dan Pb diperoleh dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta. Pengukuran konsentrasi TSP mengacu kepada SNI , menggunakan alat High Volume Air sampler. Pengukuran konsentrasi NO2 mengacu kepada SNI menggunakan metode Griess Saltzman. Pengukuran kadar Sulfur dioksida (SO2) menggunakan metode pararosanilin sesuai acuan SNI dan pengukuran kadar timbal (Pb) mengacu kepada SNI dengan destruksi basah dari TSP. Data antropometri dan penilaian pajanan diperoleh langsung dengan wawancara dan survei langsung. Penelitian ini dilakukan pada populasi berisiko di wilayah Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang terletak di Kantor BPLHD Provinsi DKI Jakarta dengan peruntukan perkantoran wilayah Kuningan, Jakarta Selatan. Dilakukan pada bulan April sampai Juni Populasi pada penelitian ini adalah individu yang dalam kegiatan sehari-hari beraktivitas di wilayah sekitar lokasi SPKU. Untuk memperoleh sampel agar sesuai dengan kriteria maka perhitungan sampel diambil dengan metode purposive sampling karena tidak setiap populasi pada daerah studi penelitian dikategorikan berisiko sehingga perlu ditentukan kriteria yang diambil secara sengaja berdasarkan waktu kontak dengan agen risiko. Besar sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 49 orang, dimana jumlah tersebut adalah responden yang ditemukan dan bersedia untuk diwawancarai pada saat survei dilaksanakan. Populasi berisiko yang telah diambil secara purposive kemudian diklasifikasikan menurut jenis pekerjaannya sehingga diperoleh tiga segmen populasi yaitu satpam (satuan pengaman), tukang ojek (omprengan jasa ekonomi), dan pedagang yang berada di jalan raya sekitar lokasi penelitian. 6

7 Identifikasi bahaya dilakukan dengan mengidentifikasi hasil pengukuran udara ambien selama tahun 2009 sampai tahun Konsentrasi NO 2 dari tahun 2009 sampai tahun 2013 di Kuningan mengalami penurunan pada tahun 2010 dan 2012 serta kenaikan konsentrasi sebesar 38% pada tahun 2013 dari tahun sebelumnya. Sedangkan konsentrasi SO 2 dalam 5 tahun terakhir tidak pernah terjadi penuruan konsentrasi dan mengalami fluktuasi kenaikan dengan konsentrasi tertinggi pada tahun 2013 dengan kenaikan sebesar 56% dari tahun Untuk konsentrasi TSP di Kuningan dalam 5 tahun terakhir mengalami penurunan dari tahun 2009 sampai 2011 namun kemudian mengalami kenaikan 72% pada tahun 2012 dan Berbeda dengan konsentrasi Pb per tahun selama 2009 sampai 2013 mengalami fluktuasi kenaikan dimana konsentrasi pada tahun 2013 adalah konsentrasi tertinggi dengan kenaikan sebesar 53% dari tahun Dalam penelitian ini analisis dosis respon dinyatakan sebagai risk agent yang terhirup (inhaled) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari) sebagai konsentrasi rujukan yang merupakan nilai toksisitas yang tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan sepanjang hayat (IPCS, 2004). Meskipun bukti epidemiologis efek NO 2 dan SO 2 terhadap kesehatan telah banyak terdokumentasi namun hanya NO 2 yang nilai RfC sudah tersedia yaitu 0,02 mg/kg/hari (US-EPA, 1990) sedangkan dosis referensi dari TSP, SO 2 dan Pb belum tersedia dalam daftar Integrated Risk Informastion System (IRIS), RfC TSP, SO 2 dan Pb tidak ditetapkan dari dosis yang digunakan untuk menyebabkan efek paling rendah atau No Observed Adverse Effect Level (NOAEL) dan Lowest Observed Adverse Effect Level (LOAEL) melainkan diturunkan dari National Ambient Air Quality Standard (NAAQS) yang merupakan baku mutu udara ambien oleh US-EPA dimana baku mutu nasional udara ambien menurut PP No. 41 tahun 1999 dan Keputusan Gubernur (KepGub) No. 551 tahun 2001 tidak dapat digunakan karena nilai default faktor-faktor pemajanannya tidak diketahui. Adapaun nilai default dosis respon SO2, TSP dan Pb diturunkan dengan perhitungan sebagai berikut: - Dosis Respon SO 2 Baku primer atau primary standard NAAQS (EPA,1990) untuk SO 2 adalah 95 µg/m 3 (arithmatic mean) tahunan. Berdasarkan konsentrasi aman intake untuk RfC dengan nilai default R=0,83 m 3 /jam, waktu pajanan (t E ) = 24 jam/hari, frekuensi pajanan (f E ) = 350 hari/tahun, berat badan (W b ) = 70 kg, dan periode waktu rata-rata (t avg ) = 365/tahun, maka dapat dihitung: (0,95mg/m3) x (0,83m3/jam) x (24jam/hari) x (350hari/tahun) RfC(SO2) = (70kg) x (365hari/tahun) = 0,026 mg/kg/hari 7

8 - Dosis Respon TSP Baku primer atau primary standard NAAQS (EPA, 2006 untuk TSP adalah 260 µg/m 3. Berdasarkan konsentrasi aman intake untuk RfC dengan nilai default R=0,83 m 3 /jam, waktu pajanan (t E ) = 24 jam/hari, frekuensi pajanan (f E ) = 350 hari/tahun, berat badan (W b ) = 70 kg, dan periode waktu rata-rata (t avg ) = 365/tahun, maka dapat dihitung: (0,26mg/m3) x (0,83m3/jam) x (24jam/hari) x (350hari/tahun) RfC(TSP) = (70kg) x (365hari/tahun) -. Dosis Respon Pb = 0,071 mg/kg/hari RfC Pb ditetapkan menggunakan primary standard NAAQS (US-EPA, 2004) sebesar 1,5 µg/m 3 di udara. Dengan nilai default US-EPA residensial 24 jam/hari, 350 hari/tahun, 0,83 M 3 /jam inhalasi, 30 tahun durasi pajanan dan berat badan 70 kg sehingga dosis referensi untuk Pb dihitung sebagai berikut: (0,0015mg/m3) x (0,83m3/jam) x (24jam/hari) x (350hari/tahun) RfC(Pb) = (70kg) x (365hari/tahun) = 0,0004 mg/kg/hari Hasil Penelitian Tabel 1. Konsentrasi PM 10, SO 2, NO 2, TSP dan Pb dengan Metode Sesaat di Kawasan Perkantoran Kuningan Tahun 2013 Parameter Konsentrasi (mg/m 3 ) Min Max Mean Median SD p-value^ NO 2 0,0111 0,1060 0,0473 0,0415 0,0251 0,200** SO 2 0,0042 0,4307 0,0667 0,0488 0,0830 0,000* TSP 0,0352 0,3140 0,1587 0,1533 0,0570 0,200** Pb 0,0000 0,0013 0,0003 0,0001 0,0003 0,000* Keterangan * = Nilai median **= Nilai mean ^ = Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) Sumber: (BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2013) Tabel (1) merupakan hasil pengukuran konsentrasi SO 2, NO 2, TSP dan Pb setelah dikonversikan ke dalam satuan mg/m 3. Nilai konsentrasi semua parameter kemudian 8

9 dilakukan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov dengan rata-rata konsentrasi NO 2 dan TSP menggunakan nilai mean sedangkan konsentrasi dari SO 2 dan Pb menggunakan nilai median. Tabel 2. Karakteristik Sosiodemografi Responden (n=49) di Kawasan Kuningan Jakarta Variabel Jumlah (%) Jenis Kelamin - Laki-laki 44 (89,8) - Perempuan 5 (10,2) Pekerjaan: - Tukang Ojek - Pedagang - Satpam Pendidikan: - Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA 21 (42,9) 22 (44,9) 6 (12,2) 6 (12,2) 7 (14,3) 16 (32,7) 20 (40,8) Umur Keterangan: Min 17 Maks 60 Mean 36,65 SD 9,77 ^ = Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) p-value^ 0,200 Tabel 3. Karakteristik Antropometri Responden (n=49) pada Kawasan Kuningan Jakarta Selatan Tahun 2014 Kelompok Populasi Berisiko Min Max Mean Median SD p-value ^ Semua Kelompok (n=49) Berat Badan (kg) Wb ,82 60* 13,300 0,020 Pajanan harian (jam/hari) te ,61 10* 4,582 0,000 Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe ,98 334* 34,584 0,000 Durasi pajanan (tahun) Dt ,24 5* 9,358 0,000 Tukang Ojek (n=21) Berat badan (kg) Wb * 13,442 0,080 Pajanan harian (jam/hari) te ,24 10* 2,278 0,005 Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe * 338 7,593 0,200 Durasi pajanan (tahun) Dt ,43 6* 7,916 0,000 Pedagang (n=22) Berat badan (kg) Wb ,23* 59,50 14,074 0,200 Pajanan harian (jam/hari) te ,45 9,5* 4,372 0,000 Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe ,91 328,5* 48,083 0,000 Durasi pajanan (tahun) Dt ,82 5,50* 10,861 0,014 Satpam (n=6) Berat badan (kg) Wb ,17* 61 8,256 0,200 Pajanan harian (jam/hari) te ,17 18* 9 0,059 Frekuensi pajanan (hari/tahun) fe * 347,5 11,392 0,200 Durasi pajanan (tahun) Dt ,5 3* 9,16 0,003 Keterangan: ^ = Uji Normalitas Data Kolmogrov-Smirnov (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) * = Nilai yang digunakan berdasarkan nilai numerik p-value 9

10 Tabel (2) merupakan hasil survei yang dilakukan pada 49 responden yang memenuhi kriteria, terdiri dari tukang ojek (42,9%), pedagang (44,9%) dan satpam (12,7%). Tukang ojek adalah setiap individu yang mewakili pajanan 10 jam/hari atau mengikti jam kerja karyawan di sekitar lokasi penelitian. Pedagang adalah setiap individu yang menjajakan barang di sekitar lokasi penelitian mewakili pajanan setiap hari sedangkan satpam adalah individu yang mewakili pajanan rata-rata 18 jam per hari. Ketiga segmen populasi rata-rata menempuh pendidikan SMA (40,8%) dan SMP (32,7%) yang memiliki umur rata-rata sekitar 37 tahun. Kelompok populasi Realtime Tabel 4. Intake SO 2, NO 2, TSP dan Pb pada Konsentrasi Maksimal (C max ), Konsentrasi Ratarata (C avg ) dan Konsentrasi Minimum (C min ) untuk pajanan realtime dan lifetime di kawasan perkantoran Kuningan, Jakarta Selatan Tahun 2014 Intake NO 2 (mg/kg/hari)^ Intake SO 2 (mg/kg/hari)^ C max C min C avg C max C min C avg (0,1060-0,0111) mg/m 3 (0,0473) mg/m 3 (0,4307-0,0042) mg/m 3 (0,0488) mg/m 3 Tukang Ojek 0,00210** 0,00022** 0,00093** 0,00856** 0,00008** 0,00156** Pedagang 0,00291** 0,00004** 0,00274** 0,01183** 0,00011** 0,00215** Satpam 0,00283** 0,00030** 0,00125** 0,11500* 0,00011* 0,00209* Lifetime Tukang Ojek 0,02840** 0,00030** 0,00125** 0,01152** 0,00011** 0,00210** Pedagang 0,15000* 0,00100** 0,00659* 0,06104* 0,00100** 0,11045* Satpam 0,23167* 0,00250* 0,01016* 0,09350* 0,00100** 0,17000* Kelompok populasi Realtime Intake TSP (mg/kg/hari)^ Intake Pb (mg/kg/hari)^ Tukang Ojek 0,00624** 0,00070** 0,00318** 2,5x10-5 ** 5,9x10-7 ** 5,2x10-6 ** Pedagang 0,00863** 0,00096** 0,00440** 3,5x10-5 ** 5,8x10-7 ** 5,2x10-6 ** Satpam 0,00839** 0,00093** 0,00427** 3,4x10-6 ** 6,4x10-7 ** 5,4x10-6 ** Lifetime Tukang Ojek 0,00840** 0,00094** 0,00428** 1,8x10-4** 4,1x10-6* 3,4x10-5** Pedagang 0,04468* 0,00495* 0,22636* 1,7x10-4* 4,1x10-6* 4x10-6** Satpam 0,68166** 0,00766** 0,34833** 2,6x10-4** 6,3x10-6** 6,6x10-5* Keterangan: ^ = Uji Normalitas Data Kolmogrov-Smirnov(One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) * = Distribusi tidak normal (p-value 0,05) menggunakan nilai median ** = Distribusi normal (p-value >0,05) mengggunakan nilai mean 10

11 Tabel (4) merupakan nilai inhalation rate (R) atau laju inhalasi digunakan acuan yaitu nilai default US-EPA 20 M 3 /hari yang diubah menjadi 0,83 M 3 /jam dengan berat badan 70 kg. Nilai RQ untuk pajanan realtime dan lifetime pada populasi berisiko di kawasan perkantoran Kuningan yang terdapat pada Tabel (5) menunjukkan estimasi tingkat risiko pada setiap parameter pencemar udara ambien. Nilai RQ >1 terdapat pada kelompok populasi satpam untuk pajanan konsentrasi maksimal NO 2 dengan durasi pajanan 30 tahun ke depan atau lifetime, sedangkan untuk pajanan konsentrasi maksimal SO 2, semua kelompok populasi dinyatakan berisiko 30 tahun ke depan berdasarkan nilai numerik RQ. Tabel 5. Tingkat Risiko/ RQ (Risk Quotient) NO 2 dan SO 2 untuk pajanan realtime dan lifetime pada populasi berisiko di Kuningan, Jakarta Selatan Tahun 2014 Kelompok populasi Realtime RQ NO 2 (mg/kg/hari)^ RQ SO 2 (mg/kg/hari)^ C max C min C avg C max C min C avg (0,1060-0,0111) (0,0473) (0,4307-0,0042) (0,0488) mg/m 3 mg/m 3 mg/m 3 mg/m 3 Tukang Ojek 0,14200* 0,01500* 0,06200* 0,44300* 0,00400* 0,08100* Pedagang 0,23359** 0,24409** 0,10286** 0,72986** 0,00709** 0,13254** Satpam 0,14200* 0,01500* 0,06250* 0,44250* 0,00450* 0,08050* Lifetime Tukang Ojek 0,73390** 0,07680** 0,32285** 2,29133** 0,00228** 0,41661* Pedagang 0,75186* 0,07872* 0,33109* 2,35022* 0,00200* 0,42727* Satpam 1,15233** 0,12066** 0,50750** 3,50555** 0,00366** 0,65483** Kelompok populasi Realtime RQ TSP (mg/kg/hari)^ RQ Pb (mg/kg/hari)^ Tukang Ojek 0,11800* 0,13000* 0,06000* 0,08562* 0,00200* 0,01779* Pedagang 0,12150* 0,01350* 0,06200* 0,87931* 0,00206* 0,01827* Satpam 0,11850* 0,13000* 0,06050* 0,85511* 0,00220* 0,01777* Lifetime Tukang Ojek 0,61176** 0,06814** 0,31174** 0,40000* 0,01000* 0,09000* Pedagang 0,62749** 0,06986** 0,31981** 0,40000* 0,01000* 0,09000* Satpam 0,96150** 0,10716** 0,49000** 0,68333** 0,01500* 0,14333* 11

12 Tabel 6. Rekomendasi konsentrasi aman (mg/m 3 ) NO 2, SO 2, TSP dan Pb pada populasi berisiko di Kuningan, Jakarta Selatan Tahun 2014 Kelompok Populasi C aman NO 2^ C aman SO 2^ C aman TSP^ C aman Pb^ Semua Kelompok 0,15933** 0,20714** 0,56566** 0,00319** Ojek 0,15956** 0,21103* 0,57628** 0,00324** Pedagang 0,18630* 0,19627* 0,66140* 0,00302* Satpam 0,10797** 0,14036** 0,34577** 0,00216** Tabel 7. Rekomendasi waktu pajanan (jam/hari) pajanan berdasarkan konsentrasi maksimal NO 2, SO 2, TSP dan Pb Kelompok Populasi te(aman) (NO2, SO2, TSP, Pb) t E(aman) NO 2^ t E(aman) SO 2^ t E(aman) TSP^ t E(aman) Pb^ Semua Kelompok 15,830 16,169** 5,173** 19,377** 22,602** Ojek 14,644 14,958* 4,785* 17,926* 20,909* Pedagang 12,453 12,720** 4,069** 15,243** 17,780** Satpam 14,443 14,845** 4,749** 17,790** 20,750** Tabel 8. Rekomendasi frekuensi (hari/tahun) pajanan berdasarkan konsentrasi maksimal NO 2, SO 2, TSP dan Pb Kelompok Populasi fe (aman) (SO2, NO2, TSP, Pb) f E(aman) SO 2^ f E(aman) NO 2^ (Dt=45) f E(aman) TSP^ (Dt=54) f E(aman) Pb^ (Dt=73) Semua Kelompok 298, ,36 340,33** 339,88** 342,12** Ojek 302, ,33 348,48* 348,02* 350,32* Pedagang 236, ,23 338,03* 108,15* 337,59* Satpam 219, ,20 337,59* 213,19 212,91** Keterangan: ^ = Uji Normalitas Data Kolmogrov-Smirnov(One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) * = Distribusi tidak normal (p-value 0,05) menggunakan nilai median ** = Distribusi normal (p-value>0,05) menggunakan nilai mean 12

13 Selanjutnya untuk manajemen risiko yang dapat dilakukan apabila konsentrasi risk agent tetap adalah dengan mengurangi waktu pajanan harian atau frekuensi pajanan tahunan responden. Semua konsentrasi yang digunakan adalah dengan rekomendasi nilai konsentrasi maksimum. Berdasarkan perhitungan dapat ditabulasi pada Tabel (7) diketahui bahwa semua kelompok dinyatakan aman untuk pajanan 16 jam/hari untuk konsentrai maksimum NO 2 (D t =30tahun), sedangkan SO 2 dengan konsentrasi maksimum memiliki waktu pajanan per hari lebih singkat yaitu 5 jam/hari (D t =30tahun), sedangkan untuk TSP 19 jam/hari (D t =30 tahun) dan Pb memiliki waktu pajanan yang masih aman selama 22 jam/hari (D t =35tahun). Dari Tabel (8) diatas dapat dilihat rekomendasi frekuensi pajanan didasarkan pada konsentrasi maksimum. Untuk durasi pajanan 30 tahun, NO 2, TSP dan Pb terhitung aman jika terpajanan selama 30 tahun karena nilai numerik dari frekuensi melebihi jumlah hari sepanjang tahun (365 hari/tahun) sedangkan untuk SO 2, frekuensi pajanan untuk durasi 30 tahun dapat dikatakan aman jika terpajan sebanyak 170 hari dalam setahun untuk semua segmen populasi. Untuk mengetahui frekuensi pajanan aman pada parameter NO 2, TSP dan Pb maka dilakukan manipulasi pada durasi pajanan aman, sehingga diketahui bahwa semua segmen populasi memiliki durasi pajanan yang berbeda. Untuk konsentrasi maksimum NO 2 sebesar 0,4307 mg/m 3 walaupun terpajan sepanjang 45 tahun, asupan dinyatakan acceptable. Dengan nilai durasi aman maka diketahui frekuensi aman sepanjang tahun untuk NO 2 adalah 340 hari/tahun. Dapat dikatakan bahwa semua segmen populasi walaupun terpajan selama 54 tahun oleh debu TSP dengan konsentrasi maksimum 0,3140 mg/m 3 masih dapat diterima dengan frekuensi terpajan 339 hari/tahun. Sedangkan untuk durasi pajanan Pb memiliki durasi terlama yaitu selama 73 tahun dengan frekuensi 342 hari/tahun. Pembahasan Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua populasi berisiko pada wilayah studi karena sampel diambil secara purposive yakni hanya terdapat tiga segmen populasi berisiko saat survei dilaksanakan. Perhitungan intake pada populasi berisiko hanya berdasarkan waktu pajanan selama berada di wilayah studi, sehingga pajanan di luar wilayah studi tidak dihitung. Selain itu, nilai Reference Concentration (RfC) dan laju inhalasi mengadopsi nilai default dari US-EPA yang mengacu pada berat badan orang Amerika yaitu 70 kg sedangkan nilai rata-rata berat badan pada penelitian ini adalah 64 kg dengan asumsi bahwa risiko dapat diterima walaupun terpajan secara terus menerus oleh risk agents dengan durasi pajanan masing-masing dan perubahan keadaan lingkungan. 13

14 Jakarta merupakan wilayah yang paling berpengaruh oleh dampak perubahan iklim di Asia Tenggara (EEPSEA, 2009 dalam Yuniarti 2009). Perubahan iklim sangat dipengaruhi oleh pencemaran udara, seperti di perkotaan umumnya disebabkan oleh adanya emisi yang ditimbulkan oleh aktivitas industri, transportasi dan timbunan sampah dalam jumlah besar (BLH Surabaya, 2012). Pencemaran udara yang terjadi di Kuningan memiliki potensi terjadi karena sumber antropogenik atau akibat aktivitas manusia karena jika ditinjau dari wilayah studi, Kuningan merupakan kawasan perkantoran dan tidak berdekatan dengan aktivitas industri sehingga dapat dikatakan berdasarkan kedudukan sumbernya merupakan sumber bergerak (mobile source) yang berasal dari kendaraan bermotor. Faktor yang mempengaruhi pencemaran udara di daerah Kuningan antara lain peningkatan jumlah kendaraan, pola lalu lintas akibat terpusatnya kegiatan perekonomian dan perkantoran, kesamaan waktu aliran lalu lintas kendaraan, kemacetan, jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor serta jenis bahan bakar yang digunakan. Baku mutu nasional pada udara ambien adalah PP No. 41 tahun 1999 dan KepGub No. 551 tahun 2001 untuk Jakarta. Dalam penelitian ini, acuan yang digunakan disesuaikan adalah baku mutu daerah DKI Jakarta yaitu KepGub 551/2001 dengan baku mutu NO 2 sebesar 400 µg/m 3, SO 2 sebesar 900 µg/m 3, TSP sebesar 230 µg/m 3 dan Pb 2,00 µg/m 3. Pengukuran dilakukan sebanyak 24 kali sepanjang tahun 2013 dan hasilnya menunjukkan nilai yang bervariasi. Jika ditinjau, pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jl. Rasuna Said dapat menjadi determinan yang mempengaruhi nilai konsentrasi SO 2, NO 2, TSP dan Pb di kawasan Kuningan. HBKB di Jl. Rasuna Said pada tahun 2009 dan tahun 2010 dilaksanakan 2 kali mampu menurunkan konsentrasi NO2 sebesar 53% dan TSP 78% sedangkan SO 2 dan Pb masing-masing sebesar 88% dan 93% mengalami kenaikan. Tahun 2011 HBKB dilaksanakan 12 kali terbukti mampu menurunkan konsentrasi TSP 81% sedangkan konsentrasi SO 2, NO 2 dan Pb mengalami kenaikan.tahun 2012 HBKB yang dlaksanakan 24 kali mampu menurunkan NO 2 sebesar 47% sedangkan SO 2, TSP dan Pb mengalami kenaikan. Berbeda pada tahun 2013, semua nilai konsentrasi untuk semua parameter mengalami kenaika nrata-rata sebesar 68% namun data mengenai frekuensi pelaksanaan HBKB belum teresdia. Berdasarkan tinjuan ini, dapat dikatan bahwa pelaksanaan HBKB belum mampu menurunkan konsentrasi SO 2 dan Pb karena nilai konsentrasi yang mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai tahun 2013 walaupun frekuensi HBKB ditingkatkan. 14

15 Exposure assessment pada populasi berisiko dinyakan dengan konotasi te, fe dan Dt dimana waktu pajanan rata-rata sebesar 10 jam/hari yang bekerja sepanjang 334 hari/tahun dan durasi terpajanan di daerah Kuningan selama 5 tahun. Dari ketiga kelompok populasi durasi maksimum terdapat pada kelompok pedagang selama 39 tahun dan tersingkat pada ketiga segmen populasi selama 1 tahun. Berdasarkan pajanan per hari, satpam merupakan kelompok yang paling lama terpajan sepanjang hari yaitu dengan rata-rata 18 jam/hari diikuti oleh tukang ojek (10 jam/hari) dan pedagang (9,5 jam/hari). Untuk frekuensi pajanan jumlah hari per tahun, satpam masih menjadi kelompok dengan frekuensi tertinggi sebesar 344 hari/tahun dan tersingkat adalah pedagang (328 hari/tahun) dibanding tukang ojek (337 hari/tahun). Dari ketiga kelompok populasi berisiko, satpam memiliki pajanan terlama di wilayah studi atau dapat dikatakan merupakan kelompok dengan exsposure terbesar terhadap kontaminan di udara ambien. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu kerja satpam yang berkerja 24 jam per hari dengan siklus 2 hari kerja dan 1 hari libur sepanjang tahun atau hanya memiliki rata-rata 21 hari libur sepanjang tahun. Intake pajanan realtime dihitung berdasarkan konsentrasi rata-rata, konsentrasi maksimum dan minimum dari SO 2, NO 2, TSP dan Pb. Dari perhitungan, nilai intake rata-rata NO 2 terbesar pada pedagang (0,00274 mg/kg/hari) dan satpam (0,00125 mg/kg/hari), SO 2 terbesar pada pedagang (0,00215 mg/kg/hari) diikuti satpam (0,00209 mg/kg/hari) dan tukang ojek (0,00156 mg/kg/hari). Asupan TSP paling besar pada pedagang (0,0044 mg/kg/hari) dan satpam (0,00427 mg/kg/hari) sedang laju asupan untuk Pb tertinggi pada satpam (0, mg/kg/hari) dan pedagang (0, mg/kg/hari). Nilai intake pada ketiga kelompok populasi dipengaruhi oleh lamanya aktivitas berada pada wilayah studi dimana aktivitas paling lama terdapat pada kelompok satpam yaitu 24 jam/hari sehingga dapat dinyatakan lebih berisiko dibanding kedua kelompok lainnya.. Dapat dinyatakan untuk semua kelompok populasi pajanan realtime, risiko masih dapat diterima atau masih berada di bawah dosis referensi. Sedangkan untuk pajanan lifetime, terdapat beberapa responden yang dinyatakan berisiko diantaranya satu responden dari kelompok pedagang dinyatakan berisiko pada konsentrasi maksimum NO 2 dan TSP. Untuk konsentrasi maksimum SO 2, 11 pedagang dan 1 satpam dinyatakan berisiko. Durasi pajanan lifetime konsentrasi maksimum NO 2 secara keseluruhan adalah 9 orang (18%) dinyatakan berisiko. Konsentrasi maksimum SO 2 terdapat 48 orang atau 98% dinyatakan berisiko dan pada konsentrasi rata-rata terdapat 1 orang atau 2% berisiko. Konsentrasi maksimum pada TSP terdapat 4 orang atau sebanyak 8% berisiko. RQ di setiap segmen populasi tidak sama, besar risiko kesehatan untuk pajanan realtime paling besar pada pajanan SO 2 dan Pb pada 15

16 konsentrasi maksimum dimana probabilitas risiko lebih besar pada segmen populasi pedagang dibanding tukang ojek dan satpam. Untuk pengelolaan risiko yang perlu diperhatikan adalah pajanan 30 tahun karena merupakan prakiraan risiko nonkarsinogenik yang berjangka sepanjang hayat. Secara keseluruhan pada ketiga segmen populasi, satpam dengan pajanan SO 2 pada konsentrasi maksimum (0,4307mg/M 3 ) merupakan kelompok yang paling berisiko. Dari exposure assessment, waktu pajanan satpam rata-rata adalah 18 jam/hari dengan rata-rata durasi pajanan 3 tahun, durasi maksimal 25 tahun dengan berat badan rata-rata 62 kg dan maksimal 75 kg. Untuk frekuensi pajanan kelompok berisiko pajanan lifetime memiliki rata-rata 344 hari/tahun atau dapat dikatakan kelompok satpam hanya 21 hari tidak terpajan kontaminan di udara ambien sepanjang tahun saat bekerja pada wilayah studi. Merujuk kepada Tabel (15) waktu pajanan aman untuk semua segmen populasi pada konsentrasi maksimum NO 2 adalah 16 jam perhari, TSP 19 jam per hari dan Pb masih dinyatakan aman jika terpajan selama 26 jam per hari berbeda dengan SO 2 pada konsentrasi maksimum memiliki waktu pajanan aman tersingkat yaitu 5 jam per hari. Kesimpulan Besaran rata-rata konsentrasi SO 2, NO 2, TSP dan Pb dari SPKU Kuningan selama tahun 2013 mengalami kenaikan jika dibandingkan dalam 5 tahun terakhir walaupun masih berada di bawah baku mutu daerah KepGub 551 tahun Kecuali konsentrasi TSP (430 µg/m 3 ) pada bulan Juli dan September telah melewati baku mutu KepGub 551/200 dan PP No. 41 tahun 1999 sebagai acuan teknis yang sudah tidak memadai karena belum diperbaharui selama 15 tahun. Berdasarkan kedudukan sumbernya, potensi pencemar udara di Kuningan berasal dari sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor karena berada dekat dengan jalan raya (road site). Intake pajanan NO 2 dan Pb ditemukan lebih besar pada populasi pedagang dengan rata-rata (median) pajanan harian 9 jam/hari sedangkan intake pajanan SO 2 dan TSP lebih besar pada populasi satpam dengan rata-rata pajanan harian (median) 18 jam/hari, artinya populasi tukang ojek yang terpajan 10 jam/hari memiliki intake pajanan yang lebih kecil dibanding kedua segmen populasi lainnya. Besaran risiko pada semua segmen populasi dengan untuk durasi realtime, dapat dinyatakan aman atau tidak berisiko RQ <1. Untuk durasi lifetime, semua segmen populasi dengan konsentrasi maksimum TSP (0,3140 mg/m 3 ) dan Pb (0,0013 mg/m 3 ) juga dinyatakan tidak berisiko RQ <1, kecuali pada konsentrasi maksimum NO 2 (0,1060 mg/m 3 ) populasi 16

17 satpam, dinyatakan berisiko menimbulkan gangguan kesehatan karena nilai RQ >1. Berbeda dengan konsentrasi maksimum SO 2 (0,4307 mg/m 3 ), semua segmen populasi dinyatakan berisiko terhadap kesehatan hingga 30 tahun ke depan dengan nilai RQ >1. Konsentrasi aman NO 2 berkisar 159 µg/m 3 dimana lebih kecil 40% dari konsentrasi aman baku mutu daerah NO µg/m 3, konsentrasi aman SO 2 berkisar 207 µg/m 3 yang juga lebih kecil 23% dari konsentrasi aman baku mutu daerah SO µg/m 3. Berbeda dengan TSP yang berdasarkan nilai konsentrasi aman lebih besar 41% dan Pb lebih besar 63% dari baku mutu daerah. Dapat dikatakan bahwa baku mutu daerah yaitu KepGub 551 tahun 2001 dengan acuan teknis PP 41 tahun 1999 harus disesuaikan dengan kriteria waktu dan frekuensi pajanan karena dengan rata-rata berat badan 60 kg dan pajanan 10 jam/hari, parameter NO 2 dan SO 2 tidak sesuai dengan dosis referensi sedangkan parameter TSP dan Pb masih aman dan sesuai dosis referensi. Waktu pajanan aman pada semua segmen populasi adalah 15 jam yang memiliki selisih 5 jam dari waktu realtime untuk semua pajanan agen risiko. Frekuensi pajanan pada SO 2 dinyatakan aman jika terpajan 170 hari/tahun selama 14 tahun berbeda dengan TSP dan Pb yang masih aman dan tidak berisiko menimbulkan gangguan kesehatan jika terpajan masing-masing selama 45 tahun dan 73 tahun ke depan. Khusus untuk NO2, populasi satpam berisiko jika terpajan 30 tahun ke depan sedangkan untuk tukang ojek dan pedagang dinyatakan aman jika terpajan sampai masing-masing 43 tahun dan 52 tahun ke depan. Satpam yang merupakan kelompok dengan estimasi risiko terbesar dibanding kelompok lain, memiliki waktu pajanan 56% lebih lama dengan frekuensi pajanan 344 hari/tahun dibanding tukang ojek (337 hari/tahun) dan pedagang (328 hari/tahun) karena satpam memiliki pajanan harian selama 18 jam/hari menjadi 14 jam/hari, artinya populasi satpam harus mengurangi pajanan 4 jam/hari agar tidak berisiko menimbulkan gangguan kesehatan selama 30 tahun ke depan dengan rata-rata umur saat ini 37 tahun. Berbeda dengan populasi tukang ojek dan pedagang yang jika dibandingkan pajanan harian aman tukang ojek memiliki selisih 5 jam dari pajanan realtime dan selisih 4 jam pada pedagang, artinya pajanan harian realtime pada kedua segmen populasi masih aman dan tidak berisiko untuk 30 tahun ke depan. Saran Bagi Pemerintah Daerah. pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) oleh BPLHD di Jl. Prof. Dr. Satrio yang telah dilaksanakan dua kali sebulan menjadi satu kali perminggu atau 4 kali sebulan, mengintensifkan RTH Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk 17

18 menyerap gas beracun, dimana saat ini pembangunan gedung-gedung bertingkat dan pusat perbelanjaan di Kuningan mempengaruhi kebutuhan ruang, menurunnya daya dukung dan fungsi kualitas lingkungan hidup. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan area pemakanan Menteng Pulo di Casablanca dengan menambah pepohonan dan menjadikannya sebagai sebuah hutan kota, pembatasan kendaraan pribadi seperti penggalakan aksi bike to work dan penegasan peraturan kepada pegawai pemerintah untuk menggunakan kendaraan umum setiap hari Jumat dalam rangka pengurangan kendaraan pribadi. Selain itu, penggalakan green transport juga dapat dilakukan dengan meningkatkan peran angkutan umum seperti peremajaan Kopaja yang beroperasi di daerah Kuningan agar nyaman, aman, dan mengganti bahan bakar dengan bahan bakar yang rendah nitrogen, sulfur dan timbal. Pembangunan jalan raya non-tol di daerah lokasi penelitian menambah potensial penurunan kualitas udara sehingga perlu adanya pengadaan pemantauan udara ambien dari pengukuran manual menjadi otomatis. Selain untuk tetap melindungi populasi sensitif, metode pengukuran manual membutuhkan banyak tenaga, dan pemborosan penggunaan energi listrik selain itu metode ini juga membutuhkan analisis di laboratorium sedangkan dengan metode otomatis dapat diketahui rata-rata kualitas udara harian dan hasilnya langsung terekam secara otomatis. Merumuskan suatu standar kualitas udara ambien nasional berdasarkan kriteria primer dan sekunder seperti NAAQS oleh US-EPA untuk melindungi kesehatan masyarakat (populasi sensitif) dengan batas aman yang cukup standar. Primer merupakan batas yang tidak boleh melebihi berbasis kesehatan termasuk melindungi populasi sensitif seperti penderita asthma, anak-anak, dan orang berusia lanjut dan sekunder merupakan batas yang tidak boleh melebihi basis kesejahteraan seperti menghindari terjadinya penurunan visibilitas, kerusakan bangunan, dan kematian hewan serta tumbuh-tumbuhan. Bagi Masyarakat, mengadakan sosialisasi kepada masyarakat dengan mengajak stakeholder yang dapat dilakukan pada saat HBKB. Sosialisasi ini berupa peningkatan tentang terjadinya fenomena perubahan iklim seperti meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, perubahan intensitas dan periode hujan, pergeseran musim hujan, kemarau dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan hidup serta meningkatkan peran aktif masyarakat sebagai kontrol sosial dalam pengelolaan lingkungan hidup seperti penggalakan penghijauan di pemukiman. Pembentukan kelompok aksi peduli lingkungan melalui Puskesmas setempat dengan sosialisasi untuk mengubah kebiasaan merokok dan penggunakan masker massal. Mengatur waktu kerja yang aman oleh perusahaan terhadap satpam yaitu dengan mengurangi shift kerja untuk melindungi satpam dari risiko 18

19 terhadap kesehatan. Sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan waktu kerja dalam seminggu adalah 40 jam sedangkan populasi satpam dalam penelitian ini memiliki waktu kerja 72 jam dalam seminggu sehingga telah melebihi ambang batas. Dapat pula dilakukan dengan rotasi kerja bagi satpam yang bertugas di dalam gedung dan di luar gedung. Peningkatan daya tahan tubuh bagi populasi berisiko melalui Puskesmas setempat seperti sosialisasi meningkatkan frekuensi olahraga, memberi asupan nutrisi yang cukup bagi tubuh untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah radikal bebas. Daftar Referensi. Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diunduh dari: 03 April Mendorong Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan Dari Pencemaran Udara. Diakses dar: 16 Juni Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun Diunduh dari: 03 April Badan Lingkungan Hidup Surabaya. (2012). Laporan Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya. Diunduh dari: 10 Juni, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Diunduh dari: April Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. (2009). Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diunduh dari: 07 April Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. (2010). Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diunduh dari: 07 April Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. (2011). Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diunduh dari: 07 April Badan Pengelola Lingkungan Hidup Jawa Barat. (2012). Status Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat. Diunduh dari: 17 April Departemen Kesehatan RI. (1999). Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Diunduh dari: 13 April Departemen Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Diunduh dari: KIJakarta_2012.pdf. 20 Mei Departemen Kesehatan RI. (2004). Profil Kesehatan Indonesia Tahun Diunduh dari: 20 Mei

20 EPA. (1983). Risk Assessment in The Federal Government Managing the Process. Diunduh dari: 10 April EPA. (1997). Exposure Factors Handbook. National Center for Environmental Assesment Office of Research and Development. United States of America: Diakses dari: April US EPA (2010). Sulfur oxides(so 2 ):Implement. United States of America. Diakses dari: 10 April 2014 EPA. (2012). National Ambient Air Quality Standards (NAAQS). Diunduh dari: 10 April IPCS. (2004). IPCS Risk Assessment Terminology. Geneva: World Health Organization. Diunduh dari: 10 April Kusnoputranto, Haryoto. (1995). Toksikologi Lngkungan. Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan. Listanti, Astri. (2007). Analisis Risiko Gangguan Kesehatan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Terpajan Oleh Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Udara Ambien di Terminal Bus Pasar Senen, Jakarta Pusat Tahun Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Depok. Louvar FL and Louvar BD. (1998). Health and Environmental Risk Analysis Volume 2. New Jersey: Prentice Hall PTR. Maharani. (2013). Perbedaan Tingkat Risiko Kesehatan Oleh Pajanan NO 2, SO 2 dan TSP di Kawasan Industri PT. JIEP dan Kawasan Pemukiman di Tebet Provinsi DKI Jakarta. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rahman, Abdur. (2007).Public Health Assessment: Model kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasinya Untuk Manajemen Risiko Kesehatan. Depok: Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri FKM UI. Rahman, Abdur. (2004). Analisis Kualitas Lingkungan; Modul KML22420 ed 4. Depok: Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKM UI. Sukadi. (2014). Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Wardhana, Wisnu Arya. (2010). Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta: Andi. Wardhani, Tri. (2012). Perbedaan Tingkat Risiko Kesehatan Oleh Pajanan PM10, SO2 dan NO2 Pada Hari Kerja, Hari Libur dan Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Bundaran HI Jakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Depok. Yuniarti, Ade. (2009). Hubungan Iklim di Kota Admninistrasi Jakarta. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 20

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Konsentrasi Partikulat yang Diukur Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan di lokasi pertambangan Kapur Gunung Masigit, didapatkan bahwa total

Lebih terperinci

Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM 10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2014

Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM 10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2014 Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM 10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2014 Nurilma Fauzia, Agustin Kusumayati Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014

Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014 Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM 10 dan SO 2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014 Sukadi, Abdur Rahman Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia E-mail:

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

Bagian Epidemiologi & Biosta s k Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang

Bagian Epidemiologi & Biosta s k Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang Studi Literatur PRINSIP DAN METODE ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN JKMA Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas diterbitkan oleh: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

Ahmad., et al, Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan risk agent total suspended particulate...

Ahmad., et al, Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan risk agent total suspended particulate... Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Dengan Risk Agent Total Suspended Particulate di Kawasan Industri Kota Probolinggo (Environmental Health Risk Assessment With Risk Agent Total Suspended Particulate

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003)

STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003) STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program S-1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan Lingkungan menurut Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2014 adalah upaya pencegahan penyakit dan/ atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAJANAN TIMBAL

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAJANAN TIMBAL ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAJANAN TIMBAL (Pb) MELALUI JALUR INHALASI PADA OPERATOR DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DI KOTA KENDARI TAHUN 2016 (STUDI DI SPBU TIPULU, WUA-WUA, ANDUONOHU

Lebih terperinci

dan TSP) Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya

dan TSP) Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya Artikel Penelitian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ( dan TSP) Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya Isa Ma'rufi Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja Fakultas

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN (ARKL) KUALITAS UDARA AMBIEN DAN KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR KELURAHAN KEBONSARI SURABAYA (Berdasarkan Parameter Indeks Standar Pencemar

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi Penelitian

Bab IV Metodologi Penelitian Bab IV Metodologi Penelitian Alur penelitian yang dilakukan terdiri atas survei lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, analisis partikulat, serta analisis paparan unsur-unsur kimia. Metodologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PULOGADUNG JAKARTA TIMUR

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PULOGADUNG JAKARTA TIMUR ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PULOGADUNG JAKARTA TIMUR Annisa Amaliana, Yusniar Hanani Darundiati, Nikie Astorina Yunita Dewanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

Keywords: Carbon monoxide, Traders, Environmental Health Risk Analysis, Ambarawa. Literature: 9,

Keywords: Carbon monoxide, Traders, Environmental Health Risk Analysis, Ambarawa. Literature: 9, ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN (ARKL) AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA (CO) MELALUI INHALASI PADA PEDAGANG DI SEPANJANG JALAN DEPAN PASAR PROJO AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG Rionaldo Elen Pamungkas,

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR CO dan NO 2 SERTA KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG ASONGAN DI TERMINAL AMPLAS TAHUN 2014 SKRIPSI. Oleh : IRMAYANTI NIM.

ANALISIS KADAR CO dan NO 2 SERTA KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG ASONGAN DI TERMINAL AMPLAS TAHUN 2014 SKRIPSI. Oleh : IRMAYANTI NIM. ANALISIS KADAR CO dan NO 2 SERTA KELUHAN KESEHATAN PEDAGANG ASONGAN DI TERMINAL AMPLAS TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : IRMAYANTI NIM. 081000069 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat berlangsung tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Syahrul Basri dkk. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan... ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN (MODEL PENGUKURAN RISIKO PENCEMARAN UDARA TERHADAP KESEHATAN) Syahrul Basri*, Emmi Bujawati**, Munawir Amansyah***,

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS AMONIA (NH 3 ) PADA PEMULUNG DI TPA JATIBARANG, SEMARANG

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS AMONIA (NH 3 ) PADA PEMULUNG DI TPA JATIBARANG, SEMARANG ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS AMONIA (NH 3 ) PADA PEMULUNG DI TPA JATIBARANG, SEMARANG Wahyu Sekar Harjanti, Yusniar Hanani D., Nikie Astorina Y. D. Bagian Kesehatan Lingkungan,FakultasKesehatanMasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA PADA HARI KERJA DAN CAR FREE DAY

ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA PADA HARI KERJA DAN CAR FREE DAY UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN KARBON MONOKSIDA PADA HARI KERJA DAN CAR FREE DAY DI KAWASAN JALAN RAYA PUPUTAN NITI MANDALA RENON DENPASAR TAHUN 2016 FRANSISCA HELEN YUNIAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kelangsung hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

Bagian Epidemiologi & Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang

Bagian Epidemiologi & Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang Studi Literatur PRINSIP DAN METODE ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Diterima Januari 2013 Disetujui Februari 2014 Dipublikasikan 1 April 2014 Defriman Djafri 1 1 Bagian Epidemiologi & Biostatistik

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan lingkungan di dunia yang utama adalah pencemaran udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

Perbandingan Tigkat Risiko Pajanan PM 10 pada Jalan Raya Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi terhadap Kesehatan Penduduk

Perbandingan Tigkat Risiko Pajanan PM 10 pada Jalan Raya Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi terhadap Kesehatan Penduduk 1 Perbandingan Tigkat Risiko Pajanan PM 10 pada Jalan Raya Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi terhadap Kesehatan Penduduk Zani Suhananto Departemen Kesehatan lingkungan FKM-UI zani.suhananto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN GAS HIDROGEN SULFIDA (H 2 S) PADA PEMULUNG AKIBAT TIMBULAN SAMPAH DI TPA JATIBARANG KOTA SEMARANG Bariyadi Rifa i* ), Tri joko ** ), Yusniar Hanani D *** )

Lebih terperinci

: benzene, level of health risk, gas station

: benzene, level of health risk, gas station ANALISIS RISIKO KESEHATAN AKIBAT PAPARAN BENZENE MELALUI INHALASI PADA PETUGAS STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DI SEKITAR KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Dimas Triyadi, Nurjazuli, Hanan

Lebih terperinci

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 5, No. 4 (2016)

Tersedia online di:  Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 5, No. 4 (2016) ESTIMASI SEBARAN DAN ANALISIS RISIKO TSP DAN PB DI TERMINAL BIS TERHADAP KESEHATAN PENGGUNA TERMINAL (STUDI KASUS: TERMINAL MANGKANG DAN PENGGARON, SEMARANG) Gina Fita Prilila *), Irawan Wisnu Wardhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen hidup yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tanpa minum manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya

Lebih terperinci

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan 33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi Penelitian

Bab IV Metodologi Penelitian Bab IV Metodologi Penelitian 4.1 Alur Penelitian Secara umum alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1: PENDAHULUAN Survei Tempat Penelitian Proses Kerja Jumlah Pekerja Kondisi Ruang Kerja PENGUMPULAN

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71 GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Dessy Gusnita Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah yang mempunyai tugas utama untuk menghantarkan oksigen ke paru-paru. Hemoglobin dapat meningkat ataupun

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Kuliah Minggu V Laboratorium Pencemaran Udara dan Perubahan Iklim (LPUPI) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Host of Urban Problems Problem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

Keywords : PM 10, health risk, EHRA, Kaligawe, Semarang City Bibliography : 68,

Keywords : PM 10, health risk, EHRA, Kaligawe, Semarang City Bibliography : 68, ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN PARTICULATE MATTER (PM 10 ) PADA PEDAGANG KAKI LIMA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI (Studi Kasus : Jalan Kaligawe Kota Semarang) Astri Wulandari, Yusniar Hanani

Lebih terperinci

Sandy N sakati*, Odi. R. Pinontoan**, J. M. L Umboh**

Sandy N sakati*, Odi. R. Pinontoan**, J. M. L Umboh** ANALISIS RISIKO KESEHATA PARTIKEL DEBU TOTAL TERHADAP RISIKO PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI KOTA SALAKAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN Sandy N sakati*, Odi. R. Pinontoan**, J. M. L Umboh**

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Cross sectional (penelitian survey), Sifat data adalah kuantitatif dan kualitatif. Sifat data kuantitatif deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

Keywords : Indoor Air Pollution, Nitrogen Dioxide (NO₂), Parking Area

Keywords : Indoor Air Pollution, Nitrogen Dioxide (NO₂), Parking Area ANALISIS KUALITAS NO 2 DALAM RUANG PADA PERPARKIRAN BASEMENT DAN UPPER GROUND ( Studi Kasus : Mall X, Semarang) Qiyam Maulana Binu Soesanto, Haryono Setiyo Huboyo, Endro Sutrisno Program Studi Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN BENZENE PADA PEKERJA DI BAGIAN LABORATORIUM INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN BENZENE PADA PEKERJA DI BAGIAN LABORATORIUM INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN BENZENE PADA PEKERJA DI BAGIAN LABORATORIUM INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI Dewi Kartikasari, Nurjazuli, Mursid Rahardjo Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR JURNAL TUGAS AKHIR STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR Oleh : AYUKO HIRANI SALEH D121 10 265 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara

Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara Tujuan: 1. Mengulas faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan untuk pemantauan dan pengendalian udara 2. Aturan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

Nurdin Zakaria, R. Azizah Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Nurdin Zakaria, R. Azizah Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ANALISIS PENCEMARAN UDARA (SO 2 ), KELUHAN IRITASI TENGGOROKAN DAN KELUHAN KESEHATAN IRITASI MATA PADA PEDAGANG MAKANAN DI SEKITAR TERMINAL JOYOBOYO SURABAYA Nurdin Zakaria, R. Azizah Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan hidup semua mahluk hidup terutama manusia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur mulai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor. Sekitar

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pajanan PM2,5 di Udara Ambien Siang Hari terhadap Masyarakat di Kawasan Industri Semen

Analisis Risiko Pajanan PM2,5 di Udara Ambien Siang Hari terhadap Masyarakat di Kawasan Industri Semen Artikel Penelitian Analisis Risiko Pajanan PM2,5 di Udara Ambien Siang Hari terhadap Masyarakat di Kawasan Industri Semen Risk Analysis of PM2,5 Exposure in Ambien Air at Noon towards Community in Cement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan senyawa campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandung nitrogen, oksigen, uap air dan gas-gas lain. Udara ambien,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES Jenis batubara BATUBARA? C (%) H (%) O (%) N (%) C/O Wood 50,0 6,0 43,0 1,0 1,2 Peat 59,0 6,0 33,0 2,0 1,8

Lebih terperinci

GANGGUAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI TPA ALAK KOTA KUPANG. Health Problems of Scavengers at the Alak Landfill, Kupang City

GANGGUAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI TPA ALAK KOTA KUPANG. Health Problems of Scavengers at the Alak Landfill, Kupang City Siprianus Singga : Gangguan Kesehatan pada Pemulung di TPA Alak Kota Kupang GANGGUAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI TPA ALAK KOTA KUPANG Health Problems of Scavengers at the Alak Landfill, Kupang City Siprianus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci