5 HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menyajikan data dan informasi yang meliputi kondisi umum lokasi penelitian, fasilitas, operasional dan manajemen PPN Palabuhanratu guna mendukung tujuan penelitian, hasil perhitungan yang berkaitan dengan tujuan penelitian yakni arah pengembangan, memformulasikan pola pengembangan dan prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu. 5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian PPN Palabuhanratu terletak di kota Palabuhanratu yang merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi. Menurut Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sukabumi (1999) bahwa Palabuhanratu dijadikan ibu kota Kabupaten Sukabumi yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi, pusat perdagangan dan jasa, pusat pengembangan perikanan laut dan pusat pengembangan pariwisata. Dengan adanya perubahan fungsi kota, maka banyak hal yang belum dapat ditangani dan ditata oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi misalnya tata ruang wilayah pesisir dan laut belum dapat dibuat karena Pemerintah Daerah masih mengupayakan agar ada bantuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Provinsi. Selain itu dengan perubahan fungsi kota, maka kondisi ini membawa dampak terhadap kemajuan pembangunan kota Palabuhanratu terutama untuk mendukung pembangunan sektor perikanan dan kelautan. Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah dataran tinggi di Jawa Barat yang memiliki ketinggian berkisar 296 m. Luas wilayah Kabupaten Sukabumi sekitar ha dan merupakan daerah terluas di Jawa Barat. Secara geografis Kabupaten Sukabumi terletak antara 6 o 57-7 o 25 LS dan 16 o o BT, dengan curah hujan rata-rata pada tahun 2 sebanyak 13 hari hujan setiap tahun, sehingga bulan basah lebih banyak dibandingkan bulan kering dengan kelembaban 7-9%. Pada tahun 2 tercatat jumlah penduduknya sebanyak jiwa. Kota Palabuhanratu berada di ketinggian 5 meter dari permukaan laut. Di belakang kota ini terbentang bukit-bukit sehingga sedikit sekali areal persawahan. Penduduk banyak bekerja di kebun-kebun dan sebagai nelayan. Pada saat musim ikan, mereka beralih pekerjaannya menangkap ikan di laut. Luas

2 Kecamatan Palabuhanratu adalah ha. Jumlah penduduk Kecamatan Palabuhanratu sebanyak orang atau 4% dari jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi memiliki 35 desa pesisir dan 9 kecamatan pesisir, yakni Kecamatan Tegalbuleud, Cibitung, Surade, Ciracap, Ciomas, Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak dan Cisolok. Luas seluruh kecamatan pesisir ha (34,19% dari luas Kabupaten Sukabumi ha). Bila dilihat dari luas wilayah pesisir, maka prioritas pembangunan sebaiknya di arahkan pada daerah pesisir dan laut. Batas administratif Kabupaten Sukabumi adalah sebelah: Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Selatan dengan Samudera Hindia, Timur dengan Kabupaten Cianjur, dan Barat dengan Kabupaten Lebak. Panjang pantainya 117 km membentang dari Mina Jaya (Kecamatan Surade) sampai Cibangban (Kecamatan Cisolok) dan di sepanjang pantai tersebut terdapat 7 tempat pendaratan ikan dengan jumlah nelayan orang atau,58% dari jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2, dengan rincian Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Mina Jaya-Kecamatan Surade sebanyak 118 orang, PPI Ujung Genteng-Kecamatan Ciracap 399 orang, PPI Ciwaru-Kecamatan Ciomas jumlah nelayan 146 orang, PPI Loji-Kecamatan Simpenan 515 orang, PPN Palabuhanratu-Kecamatan Palabuhanratu 7.4 orang, PPI Cisolok- Kecamatan Cisolok orang dan PPI Cibangban-Kecamatan Cisolok 49 orang. Berdasarkan penyebaran nelayan di masing-masing kecamatan sepanjang pesisir, maka Palabuhanratu paling banyak jumlahnya, yakni sebanyak 7.4 orang atau 63% dari jumlah nelayan Kabupaten Sukabumi. Diantara ketujuh tempat pendaratan ikan, PPN Palabuhanratu memiliki fasilitas operasional yang paling baik. Hasil tangkapan ikan dari kapal yang berasal dari 6 PPI lain tersebut sebagian diangkut ke Palabuhanratu. Keenam PPI dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Semua PPI yang ada belum dibentuk unit pelaksana teknis (UPT)-nya dan belum ada petugas khusus yang menangani PPI tersebut. Gambar 6 memperlihatkan peta penyebaran lokasi pelabuhan perikanan di Kabupaten Sukabumi. Semua urusan pembangunan dan operasional PPI ditangani langsung oleh kepala cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, sehingga 75

3 operasional PPI tersebut belum optimal. Pengumpulan data statistik dilaksanakan tidak sempurna dan tidak ada petugas khusus untuk pengumpulan data statistik. Data statistik dikumpulkan langsung oleh Kepala Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi I I U Sumber: Lubis et al. 25. Gambar 6 Peta penyebaran lokasi pelabuhan perikanan di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan data klimatologi stasiun Maranginan Palabuhanratu, bahwa musim hujan di Palabuhanratu berlangsung dari bulan November sampai April, dimana 71% curah hujan tahunan dalam periode tersebut mencapai 1662 mm, dan rata-rata curah hujan bulanan mencapai 192 mm. Curah hujan tahunannya termasuk besar yaitu sebesar 2565 mm dan rata-rata bulanan berkisar mm. Hampir setiap bulan di Palabuhanratu terjadi hujan. Pada tahun 26 terjadi kemarau panjang yakni sejak bulan April sampai dengan bulan Oktober

4 Kondisi kemarau panjang ini justru membawa dampak yang positif bagi nelayan karena hasil tangkapan ikannya lebih banyak dari biasanya. Penyebabnya adalah terjadi pertumbuhan chlorofil di perairan sehingga menumbuh suburkan perairan. Temperatur rata-rata bulanan berkisar antara 25,8 C sampai 28,8 C. Kawasan Palabuhanratu mempunyai iklim monsoon dan pola angin di sekitar Palabuhanratu dipengaruhi oleh musim tersebut, yaitu musim barat selama bulan November-Maret dan musim timur bulan Mei-September. Kecepatan angin berkisar antara 4,4-23,5 km per jam. Kecepatan angin cukup kencang (>2 km/ jam) bertiup pada bulan-bulan Agustus sampai dengan Desember. Secara keseluruhan angin dominan bertiup dari Tenggara (22,6%) dan Barat (13,6%). Bila dipilah menurut bulannya, angin dominan bertiup dari arah: Januari dari Barat dan Barat Laut, Februari dari Barat Laut, Maret dari Barat Laut, April sampai Oktober dari Tenggara, November dari Tenggara dan Barat, dan Desember dari Barat Laut. Menurut penyelidikan PT. Tripatra Engineering (1989), Palabuhanratu terletak pada zone gempa 2 yaitu zone gempa dengan aktivitas tinggi, dengan koefisien gempanya,7 g. Oleh karena itu, disamping kerusakan langsung akibat guncangan gempa, bencana dapat pula timbul akibat gelombang tsunami yang melanda daerah pantai. Lahan lokasi PPN Palabuhanratu merupakan daratan yang terbentuk dari endapan yang dibawa Sungai Cipalabuhan dan Cipanyairan. Jenis sedimen terutama adalah lanau, pasir, dan kerikil. Lahan semacam ini sangat cocok untuk penempatan bangunan konstruksi beton pelabuhan. Topografi lahan di lokasi pelabuhan perikanan dan sekitarnya sepanjang pantai dapat dikatakan datar, akan tetapi di belakang kota Palabuhanratu topografinya berbukit-bukit. Ketinggian tanah lahan lokasi pelabuhan perikanan berkisar +1, 3,5 m LWS. Gambaran kondisi batimetri di lokasi PPN Palabuhanratu adalah: (1) Kedalaman -5, LWS dicapai dari garis pantai 5-8 m ke laut, dengan kemiringan pantai berkisar 6-1%. (2) Pada jarak 5 8 m dari garis pantai ke arah laut kemiringan dasar laut sangat curam yaitu berkisar 25 36%. 77

5 (3) Daerah dengan kemiringan dasar laut yang relatif landai terletak di bagian Selatan dan Barat Daya pelabuhan. Gambar 7 menunjukkan gambaran kondisi batimetri di lokasi PPN Palabuhanratu. Palung dengan kedalaman 1-2 m Pelabuhan saat ini m 5 m Skala 1 : 1.5 U Gambar 7 Batimetri perairan dekat site PPN Palabuhanratu (Sumber : Ditjen. Perikanan dan PT. Perentjana Djaja, 1999). Hasil analisis data pasang surut oleh Ditjen. Perikanan dan PT Perentjana Djaja (1999) adalah: 1) Highest Water Spring (HWS) = 165,2 cm. 2) Mean High Water Spring (MHWS) = 149,9 cm. 3) Mean High Water Level (MHWL) = 113,9 cm. 4) Mean Sea Level (MSL) = 75,3 cm. 78

6 5) Mean Low Water Level (MLWL) = 35,2 cm. 6) Mean Low Water Spring (MLWS) = 1,5 cm, dan 7) Lowest Water Spring (LWS) = cm. Gambar 8 menunjukkan korelasi antara rambu pengamatan pasang surut dan elevasi. Palem rambu pasut Referensi HWS 257, cm HWS 165,2 cm MHWS 241,7 cm MHWS 149,9 cm MHWL 25,7 cm MHWL 113,9 cm MSL 167,1 cm MSL 75,3 cm MLWL 127, cm MLWL 35,2 cm MLWS LWS 12,3 cm 91,8 cm Chart Datum MLWS LWS 1,5 cm. cm. cm Gambar 8 Pasang surut air laut di PPN Palabuhanratu (Sumber: Ditjen. Perikanan dan PT. Perentjana Djaja, 1999). Secara umum gelombang besar terjadi selama musim barat, yaitu pada bulan November-Maret. Pada musim barat ini banyak nelayan takut melaut karena mengandung resiko tinggi, terutama untuk kapal-kapal ukuran kecil (<1 GT). Sebaliknya selama musim timur kondisi perairan Palabuhanratu relatif tenang. Pada musim ini gelombang didominasi oleh swell dengan arah rambatan menuju selatan dan barat daya. Pada saat musim barat terjadi pengikisan pantai sehingga pada bagian-bagian pantai terjadi penggerusan/abrasi pantai ke arah darat, namun pada saat musim timur, terjadi hal sebaliknya, yakni terjadi penumpukan pasir dan bibir pantai melebar ke arah laut. Menurut Adi (1995), perubahan musim di Palabuhanratu sangat berpengaruh terhadap kegiatan perikanan. Pada umumnya upaya penangkapan ikan terbesar terjadi pada musim Selatan, ditandai dengan angin yang lemah, laut 79

7 tenang serta curah hujan yang rendah. Musim Selatan merupakan musim terjadinya banyak ikan dan musim tersebut terjadi pada bulan Juni-Oktober. Sebaliknya pada musim Barat merupakan musim kurang ikan ditandai dengan angin yang bertiup kencang, gelombang besar dan sering terjadi hujan lebat. Periode musim barat berlangsung sekitar bulan November Mei. Tabel 12 menunjukkan periode musim ikan di PPN Palabuhanratu. Tabel 12 Musim ikan di PPN Palabuhanratu Musim Selatan/ banyak ikan Barat/ kurang ikan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Selanjutnya menurut Baskoro et al. (24), bahwa pengetahuan mengenai pola migrasi ikan bagi usaha pemanfaatan sumberdaya adalah dengan mengetahui pola migrasi ikan yang menjadi tujuan penangkapan, maka efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan dapat dilakukan dengan baik. Selanjutnya dengan mengetahui pola migrasi ikan, maka kita dapat mengetahui keberadaan ikan disuatu perairan sekaligus dapat pengetahui swimming layer dari suatu jenis ikan. Ikan pelagis besar yang merupakan high migration (migrasi jauh) seperti ikan tuna disebabkan oleh beberapa hal seperti untuk keperluan memijah karena memang naluri sejak lahirnya memijah disuatu tempat, untuk mencari makan, dan untuk mencari lingkungan yang optimum. Selanjutnya dikatakan bahwa tuna mata besar (big eye tuna) menyebar di Samudera Pasifik melalui perairan diantara pulau-pulau Indonesia ke Samudera Hindia. Pemijahan tuna ini terjadi di bagian Timur dan bagian Barat Samudera Hindia, di Indonesia ikan ini banyak ditangkap di laut-laut dalam antara lain di perairan sebelah Selatan Jawa, sebelah Barat Daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda dan Laut Maluku. Untuk jenis ikan albacore, penangkapannya banyak dilakukan di Samudera Hindia. Pencatatan di Benoa-Bali yang menjadi salah satu pusat pendaratan ikan tuna menunjukkan, jenis albacore hampir tertangkap sepanjang tahun, terutama bulan April-September yang merupakan musim dengan tangkapan yang bagus. 8

8 Arus di Palabuhanratu sangat lemah, arus umumnya ditimbulkan oleh angin musim yang dipengaruhi oleh pasang surut dan besarnya kedua komponen arus ini sangat lemah. Selama musim timur, arus di sepanjang Pantai Selatan Jawa bergerak menuju barat dan pada musim barat arus berbalik arah. Sedimentasi yang terjadi di sekitar mulut kolam pelabuhan disebabkan masuknya sebagian longshore sedimen terdiri dari pasir dengan diameter rata-rata 2 mm. Pada waktu musim hujan atau banjir, material longshore sedimen terdiri dari campuran sedimen yang berasal dari sungai dan dasar pantai. Sungai Cipalabuhan yang bermuara di samping kolam pelabuhan adalah sungai yang aktif membawa endapan sampah kota, lumpur dan pasir. Dalam merencanakan Pelabuhan Perikanan Samudera Palabuhanratu (PPS Palabuhanratu), faktor adanya pengaruh sungai ini perlu diperhitungkan dengan matang sehingga dapat mengeliminir pengaruh masuknya sedimen ke dalam kolam pelabuhan yang akan dibangun tersebut. Terhindarnya mulut kedua kolam (kolam I dan II) dari masuknya endapan sedimen disebabkan karena posisi mulut berada pada palung dengan kedalaman 1-2 m (Gambar 7). Pengalaman meletakkan posisi mulut kolam ini hendaknya diaplikasikan juga pada kolam III yang akan dibangun pada PPS Palabuhanratu. 5.2 Kondisi PPN Palabuhanratu Operasional PPN Palabuhanratu sangat tergantung kepada kondisi fisik pembangunannya dan sejauh mana hubungan PPN Palabuhanratu dengan wilayah produksi dan wilayah distribusi Fasilitas PPN Palabuhanratu Fasilitas yang telah dibangun sejak operasionalnya pada tahun 1993 adalah: 1) Fasilitas pokok: (a) Lahan seluas 12,2 ha. Sebagian lahan digunakan untuk pembangunan kolam seluas 5 ha dan untuk bangunan darat berupa gedung dan perkantoran. Pada saat ini, lahan pelabuhan sudah semuanya dimanfaatkan, sehingga tidak tersedia lagi untuk industri perikanan. Dalam upaya untuk mengembangkan PPN Palabuhanratu yang ada sekarang agar lebih optimal fungsinya dan pengembangannya menjadi 81

9 PPS Palabuhanratu, maka kapasitas beberapa fasilitas pelabuhan perikanan perlu di tingkatkan sehingga memerlukan tambahan perluasan areal terutama untuk mengembangkan fasilitas pokok seperti dermaga dan kolam pelabuhan serta penyediaan areal bagi industri perikanan. Ketersediaan lahan untuk perluasan areal akan disiapkan oleh pemerintah daerah di selatan areal pelabuhan perikanan yang ada sekarang. Lahan yang akan dibebaskan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat tersebut akan digunakan untuk pembangunan fasilitas pokok dan areal industri perikanan. (b) Penahan gelombang pada pengembangan PPN Palabuhanratu dan pengembangan menjadi PPS Palabuhanratu sangat diperlukan karena adanya penambahan kapasitas kolam pelabuhan. Berdasarkan pengalaman pembangunan penahan gelombang dermaga I dan penahan gelombang dermaga II, maka konstruksi yang paling sesuai untuk pembangunan penahan gelombang baru adalah dengan batu buatan yang disebut dengan a-jack. A-jack digunakan pertama kalinya di Indonesia pada pembangunan dermaga PPN Palabuhanratu, namun a-jack juga perlu disempurnakan dalam pembuatannya yakni dengan penambahan pemakaian tulang besi, sehingga lebih kokoh dan tidak mudah patah. A-jack telah digunakan pada pembangunan penahan gelombang dermaga II sejak tahun 2, sampai saat ini kondisinya masih baik. Penggunaan a-jack telah digunakan pula oleh PPS Cilacap dan PPN Prigi. Penggunaan a-jack sebagai pengganti batu alami sangat tepat, hal ini dikarenakan ketersediaan batu alami yang sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan sangat terbatas (misalnya dibutuhkan ukuran batu sampai dengan 7 ton). Keunggulan a- jack dibandingkan dengan batu alami adalah, a-jack mempunyai 11 kali daya redam gelombangnya dibandingkan dengan daya redam batu alami (PT. Perentjana Djaja, 1999). (c) Kolam pelabuhan dermaga I seluas 3 ha dengan kedalaman kolam 1,5 3,5 m. Pendangkalan kolam tetap akan terjadi karena adanya sampahsampah yang berasal dari limbah padat dan limbah cair yang dibuang dari kapal-kapal, aktivitas docking dan aktivitas tempat pelelangan ikan serta 82

10 adanya sampah-sampah yang berasal dari adanya arus pasang ke dalam kolam. Pihak pelabuhan harus memiliki petugas khusus untuk mengatasi sedimen ini dengan membersihkan kolam dari sampah-sampah padat dan cair secara rutin setiap minggu. Pihak pelabuhan dapat saja mengadakan kapal pemungut sampah di kolam. Untuk limbah padat yang terendap di dasar kolam, maka pihak pelabuhan harus dapat mengusahakan untuk melakukan pengerukan kolam secara periodik. Sebaiknya pihak pelabuhan memiliki back hoe jenis long arm guna mengeruk kolam. Selain itu untuk pengaturan kapal di kolam, maka zonasi penempatan kapal di kolam dermga I perlu ditingkatkan kepatuhan pemanfaatannya sehingga tidak mengganggu aktivitas di kolam terutama pada saat proses bongkar muat ikan dan tambat kapal. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya peningkatkan keamanan dan ketertiban di kolam dermaga I oleh tim keamanan terpadu dan pengurus-pengurus kapal. (d) Kolam dermaga II, seluas 2 ha dioperasionalkan sejak tahun 22 dengan kedalaman kolam 4 m. Kolam dermaga II perlu dilakukan pemeliharaan, terutama menjaga kebersihan kolam dari buangan sampah, selain itu perlu dijaga ketertiban pemanfaatan kolam. Berdasarkan kondisi kolam dermaga I dan dermaga II yang sudah penuh (melebihi kapasitas tampung), maka untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu saat ini dan pembangunan PPS Palabuhanratu diperlukan penambahan kapasitas kolam baik dari segi perluasannya maupun dari segi kedalaman kolam. (e) Dermaga (wharf) I sepanjang 5 m berkonstruksi beton dibangun tahun 1993 dan telah berfungsi secara baik. Sepanjang dermaga sudah disediakan fender agar kapal tidak bersentuhan langsung dengan badan dermaga yang terbuat dari beton. Kemudian juga tersedia bolard untuk digunakan sebagai tempat pengikat kapal. Kondisi fender dan bolard saat ini dalam keadaan rusak, sehingga pihak pelabuhan diharapkan memperbaiki atau menggantinya dengan yang baru. Dermaga II sepanjang 41 m berkonstruksi beton dibangun tahun 22 dan telah berfungsi secara baik. Sebagian fender dan bolard telah rusak sehingga perlu 83

11 diganti dengan yang baru. Dengan adanya pembangunan kolam baru sehingga memerlukan dermaga yang baru (f) Tempat pendaratan di pantai (beach landing) seluas 66 m 2 berfungsi untuk pendaratan kapal ukuran kecil (jenis kapal kincang) dan untuk tempat perbaikan kapal. Lokasi beach landing berada di pangkal kolam dermaga I. Selain itu juga sudah tersedia fasilitas slipway yang dapat mengakomodir kapal berukuran <3 GT. Kondisi slipway dalam keadaan rusak namun masih dapat digunakan. PT. CKU sebagai pengelola diharapkan untuk memperbaikinya. Dengan adanya slipway di kolam dermaga I, menyebabkan kondisi kolam menjadi kotor karena limbah hasil perbaikan kapal terbawa hanyut oleh arus pasang surut ke dalam kolam. Dalam rencana pengembangan PPS Palabuhanratu, maka perlu dirancang konstruksi dock dan slipway dan secara khusus ditempatkan dalam satu kolam yang terpisah dengan kolam utama, sehingga tidak mengganggu aktivitas-aktivitas kapal di kolam dan kebersihan kolam dapat terjaga. Selain itu perlu dirubah fungsi tempat pendaratan di pantai ini kearah tempat perbaikan kapal dan diharapkan pemerintah daerah mampu menyiapkan tempat pendaratan di pantai ke arah selatan pelabuhan (diluar kolam pelabuhan), yakni di pantai Patuguran sehingga kapal-kapal kecil berukuran <5 GT dapat memanfaatkan tempat pendaratan di pantai tersebut, sedangkan untuk menarik kapal-kapal kecil dalam memanfaatkan tempat pendaratan di pantai patuguran yang akan dibangun oleh pemerintah daerah, maka perlu dilengkapi dengan fasilitas pemasaran dan pengolahan hasil perikanan di sekitar tempat pendaratn tersebut. 2) Fasilitas fungsional dan operasionalnya berupa: (a) Tempat pelelangan ikan (TPI) seluas 9 m 2 dalam keadaan baik dan terpelihara. TPI telah menyediakan fasilitas air bersih, tetapi terbatas penggunaannya untuk keperluan karyawan TPI. Nelayan cenderung menggunakan air laut untuk membersihkan ikannya karena mudah diperoleh di depan dermaga dan ketersediaan air tawar di TPI belum 84

12 cukup memadai. Pada tahun 24 telah dilakukan penyediaan pompa air laut guna memperoleh air laut yang bersih, namun dalam operasionalnya mengalami kesulitan dalam pemeliharaan karena alat pemompanya mudah korosi akibat pengaruh air laut. Pada tahun 25 telah disediakan pompa air laut bertekanan tinggi guna membersihkan lantai TPI. Setiap hari dilakukan pembersihan lantai oleh petugas kebersihan. Sampah cair langsung dibuang ke perairan laut sekitar dermaga. Kondisi ini menyebabkan kotornya air laut. Kegiatan tersebut dilakukan karena PPN Palabuhanratu belum mempunyai unit pengolah limbah cair dan limbah padat. Pembersihan sampah padat dilakukan oleh petugas, kemudian dikumpulkan dalam tempat sampah sementara yang telah disediakan di sekitar TPI. Setiap dua hari sampah-sampah yang ada dalam tempat sampah sementara diangkut oleh mobil sampah, kemudian dibuang ke tempat pembuangan akhir di daerah Cibadak. PPN Palabuhanratu sebaiknya memiliki tempat pembakaran limbah padat (incinerator), sehingga tidak tergantung kepada tempat pembuangan sampah. Pada saatnya nanti PPN Palabuhanratu diharapkan memiliki instalasi pengolah limbah (IPAL). Limbah cair, sebaiknya diolah terlebih dahulu hingga menjadi bersih kemudian dapat dibuang ke laut. Selain itu tersedia pula fasilitas untuk pelelangan ikan seperti timbangan, trays (keranjang ikan), gerobak dorong, sound system, kantor TPI. Semua fasilitas tersebut dikelola oleh KUD dan sebagian alat tersebut disewakan kepada nelayan. Pengoptimalan fungsi TPI, akan diarahkan untuk menciptakan TPI yang benar-benar hygienis sesuai dengan persyaratan tempat pelelangan ikan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.1/MEN/27 tanggal 5 Januari 27 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, bahwa persyaratan tempat pelelangan ikan adalah : a) Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan. b) Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang hygiene. 85

13 c) Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai. d) Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan, e) Kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam TPI. f) Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan, wadah harus dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih. g) Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan ditempat yang mudah dilihat dengan jelas. h) Mempunyai pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup. i) Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan. Sebagai akibat adanya penambahan produksi ikan, maka diperlukan lagi tambahan gedung pelelangan ikan. Dalam operasionalnya berbeda dengan penataan TPI awal, yakni menampung ikan komoditi ekspor sehingga fasilitas TPI dan operasionalnya harus mengikuti standar penanganan ikan untuk ekspor. (b) Pasar ikan 352 m 2 digunakan untuk tempat penjualan ikan secara grosir. Biasanya jenis-jenis ikan yang dijual disini adalah jenis-jenis ikan untuk konsumsi lokal dan restoran atau pembeli yang datang dari luar Palabuhanratu. Jenis-jenis ikan segar yang terjual antara lain adalah kakap, udang, tongkol, kuwe, cumi-cumi. Selain gedung pasar ikan, pihak pelabuhan telah membangun lapak-lapak sebanyak 6 lapak yang telah diisi oleh penjual ikan eceran dan ikan olahan kering. Dengan adanya lapak-lapak ini, maka kebersihan, ketertiban dan keindahan di sekitar TPI lebih terjaga. Pihak pelabuhan juga menanam tanaman hias di sekitar TPI dan menyediakan tempat-tempat sampah. Permasalahan yang dihadapi adalah belum semua kios atau lapak pasar ikan digunakan oleh pedagang 86

14 karena kondisi ikan pada saat paceklik sangat kurang. Selain itu adanya keengganan pemilik lapak menggunakan lapaknya karena lokasi lapak berada jauh kedalam. Untuk pengembangan PPN Palabuhanratu, maka pasar ikan ini perlu ditata kembali terutama mengenai tata ruangnya, sistem drainase, sistem instalasi air bersih, instalasi BBM dan pengaturan pemanfaatannya oleh pedagang-pedagang serta menjaga kebersihan, ketertiban dan keindahan pasar agar tidak terlihat kumuh (c) Kantor pelabuhan 528 m 2 digunakan untuk keperluan administrasi pelabuhan. Kantor utama digunakan untuk keperluan kepala pelabuhan dan kepala seksi serta untuk perpustakaan, gudang arsip, pusat informasi pelabuhan perikanan. Kondisi kantor saat ini sudah terisi penuh dan kondisi fisik bangunannya perlu diperbaharui sehingga untuk pengadaan kantor pada PPN Palabuhanratu yang akan dikembangkan secara optimal sebaiknya dibangun gedung baru dengan konstruksi bertingkat empat dan khusus lantai pertama dibuat tidak memakai ruangan (bebas partisi) guna mengantisipasi adanya kejadian tsunami. (d) Pos pelayanan terpadu yang terdiri dari petugas syahbandar, PPN Palabuhanratu, TNI AL, Polisi Air dan petugas pengawas SDI. Kondisi fisik gedung saat ini perlu direhab atau dibangun baru, karena sebagian bangunannya sudah mengalami pelapukan dan belum disiapkan fasilitas pendingin ruangan (AC). Selain itu petugas kurang disiplin menempati pos sehingga memperlemah kinerja pelayanan, untuk itu perlu dibuat kesepakatan bersama tentang operasional pos pelayanan terpadu guna meningkatkan kinerja pelayanan. (e) Kantor syahbandar (petugas dari PPN Palabuhanratu). Saat ini syahbandar di pelabuhan perikanan ada dua yakni syahbandar umum dari Departemen Perhubungan dan syahbandar perikanan dari Departemen Kelautan dan Perikanan. Syahbandar perikanan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 26 belum dapat menjalankan tugasnya karena menurut kesepakatan antara Dirjen. Perikanan Tangkap dan Dirjen. Perhubungan Laut bahwa syahbandar umum di PPN Palabuhanratu akan 87

15 ditarik kemudian syahbandar perikanan sudah mulai berfungsi. Kantor yang digunakan untuk petugas syahbandar sementara berada di pos pelayanan terpadu, namun pada tahun 27 akan dibangun kantor khusus syahbandar di pelabuhan perikanan. Petugas syahbandar perikanan yang telah dilatih ada dua orang dibantu oleh satu orang staf PPN Palabuhanratu. Tugas syahbandar adalah untuk mengeluarkan surat ijin berlayar (SIB). Sebelum syahbandar beroperasional, maka pihak manajemen PPN Palabuhanratu harus sudah mempersiapkan personil yang bertugas sebagai syahbandar, administrasi yang diperlukan seperti form SIB, standard operational procedure (SOP) syahbandar, koordinasi dengan instansi terkait khususnya mengenai ruang lingkup tugas dan mempersiapkan kantor operasional sementara syahbandar. (f) Kantor pengawasan perikanan dan kelautan digunakan untuk aktivitas pengawasan perikanan dan kelautan. Kondisi kantornya cukup representatif karena selain baru, setiap ruangan dilengkapi pendingin ruangan (AC). Jumlah personil pengawasan sebanyak lima orang, yang telah memiliki kewenangan untuk menyidik sebanyak empat orang karena telah berstatus sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Dalam pelaksanaan tugasnya untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan pelimpahan berkas perkara kepada Kejaksaan dibantu oleh petugas Angkatan Laut, Polisi Air, Dinas Perikanan dan Kelautan. Selama tahun 26 telah dilakukan dua kali gelar operasi ke laut dan berhasil menangkap 15 kapal ukuran <3 GT karena tidak memiliki surat ijin penangkapan. Dari hasil penyelidikan ini telah dilimpahkan perkaranya kepada PPNS Kabupaten Sukabumi karena menyangkut kapal-kapal berukuran <3 GT. Menurut petugas pengawasan bahwa lembaga pengawasan ini akan ditingkatkan menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen. Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan sehingga tidak tergantung pada pelabuhan perikanan. Permasalahan yang dihadapi adalah sangat sedikitnya petugas pengawas (lima orang) sehingga banyak tugas-tugas yang tidak tertangani dengan baik, sebagai contoh masih banyaknya kapal-kapal yang tidak berijin yang 88

16 memerlukan pembinaan lebih lanjut. Selain gelar operasi, kegiatankegiatan yang sudah terlaksanan adalah pembentukan dan penumbuhan kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) perikanan dan kelautan. Terhadap permasalahan sedikitnya jumlah petugas dan luasnya wilayah pengawasan, maka disepanjang 117 km pantai Sukabumi ada sebanyak 7 tempat pendaratan ikan, pada masing-masing tempat tersebut telah dibentuk POKMASWAS yang beranggotakan masing-masing 2 orang terdiri dari tokoh nelayan, pengusaha, tokoh masyarakat, petugas desa, nelayan. Mulai pada tahun 23, secara resmi POKMASWAS di 7 titik tersebut telah dikukuhkan dengan surat keputusan Bupati. Sebanyak 14 orang telah dilakukan pemusatan latihan di PPN Palabuhanratu guna menyerap pengetahuan mengenai perikanan dan kelautan serta peraturanperaturan yang berkaitan dengan pengawasan. Dalam operasionalnya POKMASWAS telah dilengkapi radio SSB (single side band) yang dapat dihubungkan dan didengar nelayan dilaut yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan. Setiap hari petugas POKMASWAS ini diminta untuk melaporkan kejadian perikanan di wilayahnya kepada pusat POKMASWAS di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan laporan dari POKMASWAS tersebut, maka PPN Palabuhanratu akan melakukan koordinasi dengan stakeholder yang terkait dengan permasalahan tersebut. Jaringan radio SSB ini juga telah dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah, Angkatan Laut dan Polisi Air. POKMASWAS telah membentuk forum POKMASWAS yang bertugas untuk mengkoordinasikan masalahmasalah yang berkaitan dengan tugas pengawasan. Hasil kerja dari POKMASWAS telah melaporkan tentang kejadian penggunaan alat, bahan terlarang dalam melakukan penangkapan ikan hias di karang. Terhadap laporan ini pemerintah daerah telah mengupayakan penyelesaiannya dengan cara musyawarah. Permasalahannya adalah, petugas POKMASWAS menghendaki agar pemerintah dapat memberikan insentif kepada mereka setiap bulan. 89

17 (g) Laboratorium Bina Mutu Hasil Perikanan seluas 17 m 2 digunakan untuk pemeriksaan hasil tangkapan nelayan, selama ini pengujian yang dilaksanakan antara lain pengujian organoleptik dan pengujian formalin. (h) Balai pertemuan nelayan 15 m 2 secara aktif digunakan sebagai tempat pelatihan-pelatihan nelayan, rapat HNSI, pengajian, sunatan. Balai ini perlu dilengkapi dengan sound system, AC dan penambahan kursi serta fasilitas audio visual. (i) Puskesmas nelayan yang beroperasi setiap hari Selasa dan Kamis dengan jumlah pasien 55 orang setiap hari. Pelayanan dilakukan oleh dokter umum dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Biaya pengobatan relatif murah sebesar Rp 3.,- setiap kali berobat. Direncanakan Puskesmas Nelayan ini akan ditingkatkan menjadi RS Pelabuhan Perikanan yang berfungsi memberi pelayanan kesehatan nelayan dan kesehatan lingkungan pelabuhan. (j) Kantor penjualan BBM 96 m 2 dilengkapi dengan tangki BBM berkapasitas 32 m 3 dan 28 m 3. Usaha BBM yang bernama SPDN ini dikelola oleh KUD Mina Sinar Laut bekerjasama dengan Perum Prasarana Samudera Jakarta. KUD Mina memperoleh aliran minyak sebanyak 16 Kl sebulan untuk keperluan BBM solar bagi kapal-kapal ukuran <3 GT. Harga jual BBM Solar untuk nelayan sama dengan harga BBM di SPBU. Kebutuhan solar untuk 628 buah kapal yang ada pada tahun 25 adalah sebanyak 1.82 kl/bulan, namun yang tersedia di SPDN sebanyak 16 kl/bulan ditambah 5 kl/bulan di SPBB sehingga kekurangannya diperoleh dari SPBU. Menurunnya frekuensi jumlah kapal melaut setiap bulan dari sejumlah 6 kapal per bulan menjadi 5 kapal per bulan sebagai akibat kenaikan biaya operasional melaut terutama harga solar BBM. Dengan adanya pengembangan PPN Palabuhanratu, maka SPDN dan SPBB yang ada perlu ditambah persediaan solarnya sehingga memenuhi kebutuhan kapal untuk operasi ke laut. Hampir semua nelayan menghendaki agar harga BBM untuk nelayan diturunkan menjadi 9

18 Rp 2.5/liter guna menutupi biaya operasional melaut yang terus membengkak. (k) Tangki air 4 m 3 dan rumah pompa 27 m 2 dikelola oleh PT. Eko Mulyo Sukabumi. Air bersih dialirkan oleh PDAM ke reservoir kemudian baru dialirkan ke kapal-kapal nelayan yang ada di pinggir dermaga. Apabila PDAM tidak beroperasi, maka pihak pelabuhan telah menyediakan mobil tanki air bersih dimana air bersih diambil di sumber mata air milik perorangan, sehingga penyediaan air bersih untuk kapal-kapal nelayan tidak mengalami masalah. Untuk jangka menengah dan panjang, penambahan kapasitas air bersih ini perlu ditingkatkan dengan cara membuat reservoir baru yang diisi oleh sumber air tanah dan untuk keperluan lainnya maka perlu dilakukan pemanfaatan air Sungai Cimandiri untuk dialirkan ke pelabuhan perikanan. (l) Tempat perbaikan jaring 5 m 2 saat ini sudah tidak berfungsi lagi dan dialih fungsikan menjadi areal industri. Saat ini telah ditempati oleh perusahaan cold storage. (m) Gudang box 74 m 2 digunakan untuk menyimpan box-box dan trays. (n) Gardu jaga 52 m 2 digunakan untuk pos keamanan pelabuhan. (o) Toilet umum 45 m 2 sudah berfungsi yang dikelola oleh koperasi karyawan. 3) Fasilitas penunjang berupa rumah operator seluas 131 m 2 dan guest house seluas 15 m 2 serta mushola nelayan Kondisi operasional PPN Palabuhanratu Operasional pelabuhan dijalankan oleh satu manajemen yang dibentuk oleh pemerintah pusat. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, maka manajemen pelabuhan saat ini menjalankan fungsi dalam rangka membantu aktivitas perikanan agar lebih efisien dan efektif, dan ikut membina dan mengembangkan perekonomian masyarakat nelayan. Pada umumnya nelayan-nelayan tangkap di Palabuhanratu yang mengoperasikan alat payang, gill net dan pancing kekurangan modal serta mengalami kesulitan dalam memperoleh faktor produksi seperti alat tangkap, mesin, bahan bakar dengan harga yang murah, kebutuhan-kebutuhan 91

19 tersebut harus dibeli dari pedagang perantara dengan harga yang tinggi. Selain itu biaya operasional melaut diperoleh dari pinjaman uang melalui rentenir/tengkulak dengan cara yang mudah, dan sebagai imbalannya nelayan harus menjual hasil tangkapan ikannya kepada rentenir dengan harga yang tidak wajar, akibatnya pendapatan nelayan semakin berkurang. Menyadari hal tersebut, maka sejak tahun 23 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah mencoba meluncurkan program revitalisasi pelabuhan perikanan dan menumbuhkan unit-unit bisnis perikanan terpadu (UBPT) di pelabuhan perikanan, dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi pelabuhan perikanan, yang semula hanya melayani aktivitas perikanan di pelabuhan, kemudian diperluas untuk ikut membina pengembangan ekonomi perikanan. Dengan demikian tugas dan fungsi pelabuhan perikanan yang dijalankan merupakan ujung tombak pelaksanaan program DKP di daerah, termasuk juga menjalankan program-program lain di luar DKP, seperti fungsi kesehatan pelabuhan, keamanan dan ketertiban pelabuhan, imigrasi dan kesyahbandaran. Pelaksanaan fungsi PPN Palabuhanratu selama program revitalisasi pelabuhan perikanan dijalankan sejak periode tahun adalah: (1) Sebagai tempat tambat labuh kapal: 1) Menyelenggarakan pemeliharaan vender dan bolard yang ada di dermaga, lampu suar pintu masuk kolam pelabuhan, penerangan dermaga, instalasi air di dermaga. 2) Menyelenggarakan fungsi kesyahbandaran, yakni mempersiapkan tenaga syahbandar. 3) Melakukan fungsi pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan, pemberian ijin kapal keluar masuk pelabuhan. 4) Melakukan pemantauan dan pengaturan terhadap kapal yang berlabuh dan bongkar muat. 5) Menerima dan mengelola jasa tambat. 6) Memberikan kemudahan dalam hal kebutuhan sarana dan jasa komunikasi dan telekomunikasi. (2) Tempat pendaratan ikan: 1) Memberikan pelayanan teknis untuk pendaratan ikan. 92

20 2) Menyediakan tenaga dan sarana pendaratan. 3) Pelayanan untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan. 4) Alat bantu bongkar dan alat angkut ikan hasil tangkapan lainnya. 5) Pelayanan terhadap kebutuhan tenaga dan petugas bongkar muat ikan. (3) Tempat untuk memperlancar kegiatan kapal-kapal perikanan. 1) Memberikan pelayanan teknis untuk memudahkan kapal-kapal melakukan kegiatan di pelabuhan (merapat, berlabuh, bongkar muat, keluar pelabuhan). 2) Melayani kebutuhan kapal (BBM, es, garam dan perbekalan lain). 3) Memberikan dokumen perijinan surat tanda bukti lapor kedatangan /keberangkatan kapal (STBLKK). 4) Membantu pemeriksaan kesehatan kapal. 5) Membantu melaksanakan pemeriksaan dokumen keimigrasian ABK warga negara asing. 6) Membantu pelaksanaan pemeriksaan muatan sehubungan dengan peraturan bea dan cukai. 7) Memberikan pelayanan dalam hal kebutuhan perbekalan ABK, jasa perbengkelan dan perawatan kapal serta jasa lainnya. (4) Tempat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. 1) Menyediakan dan merawat tempat pelelangan ikan. 2) Menyediakan pasar ikan dan lapak pengecer ikan segar. 3) Menyediakan gedung perkantoran dan toko BAP. (5) Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan. 1) Mengadakan dan mengembangkan berbagai sarana yang mendukung penanganan pasca penangkapan ikan (tempat/ruangan penanganan, pengolahan dan pengepakan ikan, ruangan pendingin, pabrik es dll.). 2) Membantu Dinas Perikanan dalam pembinaan kegiatan penanganan, pengolahan, pengepakan dan pengangkutan hasil perikanan serta penyuluhannya sebagai upaya untuk menjamin mutu hasil perikanan. 3) Mengkoordinasikan upaya pembinaan mutu hasil perikanan bersama Dinas Perikanan. 93

21 4) Membantu kelancaran sertifikasi mutu ikan dari Dinas Perikanan. 5) Melakukan uji tes formalin pada ikan dan bekerja sama dengan Polres setempat dalam pemberantasan penggunaan formalin. (6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data. 1) Mengkoordinasikan pengumpulan data statistik perikanan di pelabuhan bersama dengan Dinas Perikanan. 2) Mewajibkan kepada unit usaha yang beroperasi di lingkungan pelabuhan untuk memberikan data yang diperlukan. 3) Melakukan tindakan pemeriksaan teknis kapal perikanan. 4) Melakukan pemantauan tugas dan kegiatan pemeriksaan kapal perikanan oleh petugas pengawasan penangkapan ikan. 5) Penyuluhan dan sosialisasi hasil riset serta mengadakan pelatihan berkaitan dengan peningkatan usaha perikanan. (7) Tempat pelaksanaan pengawasan (MCS) sumberdaya ikan. 1) Penyebaran dan pengumpulan log book. 2) Melakukan pendataan dan evaluasi terhadap log book. 3) Melakukan pendugaan stock. 4) Melakukan perhitungan terhadap CPUE. 5) Memberikan informasi tentang kondisi fishing ground. Hasil dari program revitalisasi pelabuhan perikanan dari Ditjen. Perikanan Tangkap yang dijalankan adalah tumbuhnya pelaku-pelaku unit bisnis di pelabuhan, seperti : (1) KUD Mina Sinar Laut bergerak dibidang pelayanan SPDN (station package dealer nelayan) untuk menyediaan solar kapal perikanan ukuran <3 GT, penyelenggaraan pelelangan ikan. (2) Yayasan Anak Nelayan bergerak dibidang pengolahan ikan dalam bentuk filet ikan dan usaha rumpon serta mengasuransikan sebagian nelayan binaannya. (3) Program pengembangan perikanan tangkap skala kecil dari Ditjen. Perikanan Tangkap yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh nelayan skala kecil dalam melakukan aktivitas perikanannnya sehingga pendapatannya semakin meningkat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan 94

22 adalah berupa optimalisasi kapal dan alat penangkapan ikan (OPTIKAPI), optimalisasi pelelangan ikan (OPTILANPI), optimalisasi pengolahan ikan (OPTIHANKAN) dan optimalisasi pemasaran ikan (OPTISARKAN) yakni berupa pembentukan kelompok usaha bersama (KUB), pelatihan terhadap nelayan dan memberi bantuan permodalan berupa unit alat tangkap, pengolahan dan tempat pemasaran ikan.tabel 14 menunjukkan perkembangan KUB binaan PPN Palabuhanratu. Berdasarkan Tabel 13, dari 9 KUB yang ada semuanya telah beroperasional, ditandai oleh jumlah anggota yang terlibat sebanyak 2 orang. Pada tahun 25, KUB tersebut telah berhasil melakukan usaha penangkapan ikan atas bantuan kapal yang diberikan oleh pemerintah sebanyak kg senilai Rp dan dapat disimpan sebanyak Rp untuk dana bergulir bagi anggotanya. Tabel 13 Kondisi kelompok usaha bersama (KUB) binaan PPN Palabuhanratu tahun 25 Nama KUB Jumlah anggota Jumlah prod (kg) Nilai Prod (Rp) Dana bergulir (Rp) Majelis Nusantara Putra Bahari Nusantara Cempaka Putih Nusantara Gumelar Nusantara Bungsu Nusantara Majelis Nusantara Lembayung Nusantara Sumber Bahari Bina Usaha Nusantara J U M L A H Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. (4) PT. Citra Karya Utama bergerak dibidang docking kapal. (5) PT. AGB bergerak dibidang cold storage dengan membeli semua produk hasil tangkapan ikan nelayan. Hasil ikan olahan diekspor ke negara Korea. (6) CV Burhan bergerak penjualan suku cadang alat bahan perikanan. (7) PT. Sari Sagara bergerak di bidang penangkapan ikan dengan alat tangkap longline dan cold storage. 95

23 (8) PT. Paridi mengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar di Bunker (SPBB) bergerak dibidang penyediaan solar untuk kapal ukuran >3 GT. Menerima pasokan solar dari Pertamina sebanyak 1.5 kl setiap bulan. (9) Bank Danamon dalam penyediaan kredit untuk nelayan. Sampai bulan Agustus 26 sudah tersalurkan kredit sekitar Rp 4...,-. (1) PT. Ratu Prima bergerak dibidang cold storage dan pabrik es. (11) Tumbuh dan berkembangnya 8 kelompok masyarakat pengawas perikanan (POKMASWAS) yang berada di setiap titik pendaratan ikan. Tugasnya adalah mengawasi kegiatan perikanan di daerahnya dan melaporkan kepada PPN Palabuhanratu tentang kejadian tersebut melalui radio SSB. (12) Digunakannya peta prakiraan daerah penangkapan ikan oleh kapal nelayan sebanyak 52 kapal setiap bulannya, sehingga nelayan memiliki alternatif petunjuk tentang daerah penangkapan ikan. (13) Terbangunnya PUSKESMAS nelayan pada tahun 25 yang melayani ratarata sebanyak 15 orang nelayan setiap bulan. (14) Berfungsinya Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP) yang memiliki jaringan langsung internet ke Ditjen. Perikanan Tangkap, sehingga data pelabuhan on line ke DKP. (15) Beroperasionalnya kios IPTEK yang menyampaikan hasil-hasil penelitian dan kegiatan perikanan dan kelautan kepada masyarakat perikanan. (16) Program statistik perikanan yakni pelaksanaan pengumpulan data secara benar dan akurat menurut petunjuk yang telah ditetapkan oleh Ditjen. Perikanan Tangkap. Pelaksanaan program ini telah menghasilkan tersedianya data statistik perikanan tentang produksi ikan tuna berikut ukuran dan beratnya, statistik ikan lainnya, statistik distribusi ikan dan pengolahan ikan. Walaupun di PPN Palabuhanratu sangat baik pendataan statistiknya, namun sangat disayangkan pendataan kabupaten belum sempurna terutama pengumpulan data karena keterbatasan petugas. 96

24 Pelayanan PPN Palabuhanratu terhadap aktivitas-aktivitas perikanan antara lain adalah: (1) Kapal perikanan Kapal-kapal perikanan yang mendarat di PPN Palabuhanratu dan melakukan operasi penangkapan ikan di WPP 9 sejak periode tahun dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, bahwa komposisi kapal-kapal berukuran kecil (<5 GT) jumlahnya semakin meningkat yakni pada tahun 1993 sebanyak 342 unit meningkat menjadi 428 unit pada tahun 25. Kapal motor berukuran 5-3 GT juga mengalami kenaikan yakni dari 65 unit pada tahun 1993 meningkat menjadi 18 unit pada tahun 25. Begitu juga untuk kapal motor ukuran 3-15 GT naik dari 13 unit pada tahun 1993 menjadi 68 unit pada tahun 25. Tabel 15 menunjukkan jumlah kapal yang mendarat di PPN Palabuhanratu berdasarkan daerah asalnya. Tabel 14 Jumlah kapal yang mendarat di PPN Palabuhanratu periode tahun satuan: unit Tahun PMT Kapal Motor Kapal Motor < 5 GT 5-3 GT >3 15 GT Jumlah Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. Berdasarkan Tabel 15, dari 676 unit kapal pada tahun 25, terdapat sebanyak 465 unit kapal atau 69% berasal dari Palabuhanratu sedangkan sisanya berasal dari daerah lain. 97

25 Tabel 15 Jumlah kapal perikanan yang mendarat di PPN Palabuhanratu berdasarkan daerah asal tahun 25 satuan: unit No Daerah asal Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah 1 Palabuhanratu Ujung Genteng Ciwaru Loji Cisolok Cibangban Cisaar Binuangeun Cilacap Pekalongan Jakarta Benoa Bali Sibolga NTT NTB Jawa Timur Jumlah Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. (2) Produksi ikan Produksi ikan PPN Palabuhanratu sejak tahun berfluktuasi setiap tahunnya, Tabel 16 menunjukkan produksi ikan di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan Tabel 16, jumlah produksi semakin meningkat yakni dari kg pada tahun 1993 menjadi kg pada tahun 25. Produksi ikan pada tahun 25 sebesar kg atau 53% berasal dari pendaratan langsung di dermaga PPN Palabuhanratu, sedangkan sisanya sebesar kg atau 47% berasal dari ikan yang masuk ke PPN Palabuhanratu melalui jalan darat. Pada tahun 1993, tercatat ikan segar yang didistribusikan sebesar kg dan naik menjadi kg pada tahun 25, atau rata-rata kenaikan sebesar 3,77%. Jumlah ikan yang didistribusikan tertinggi adalah sebanyak kg pada tahun 25 dan terendah sebanyak kg pada tahun 1995 Sedangkan distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu sejak tahun 1993 sampai 25 ditunjukkan seperti pada Tabel

26 Tabel 16 Produksi ikan di PPN Palabuhanratu periode tahun Tahun Produksi ikan didaratkan Produksi ikan masuk pelabuhan lewat darat Jumlah produksi pelabuhan Jumlah Rata-rata Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. Satuan : kg Tabel 17 Produksi ikan segar dari PPN Palabuhanratu periode tahun Satuan : kg Tahun Produksi ikan segar Rata-rata Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu,

27 Distribusi ikan pindang dari PPN Palabuhanratu pada periode tahun ditunjukkan seperti pada Tabel 18. Tabel 18 Produksi ikan pindang dari PPN Palabuhanratu periode tahun Satuan : kg Tahun Ikan pindang Rata-rata Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. Rata-rata pendistribusian ikan pindang sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 25 adalah kg. Volume distribusi ikan pindang mengalami perkembangan, yakni dari kg pada tahun 1993, naik menjadi kg pada tahun 25 atau rata-rata kenaikan sebesar 89,51%. Distribusi ikan asin dari PPN Palabuhanratu pada periode tahun ditunjukkan seperti pada Tabel 19. Ikan-ikan asin dibuat oleh pengolah ikan asin yang berada di sepanjang pantai Sukabumi. Bahan-bahan ikan asin umumnya berasal dari PPN Palabuhanratu yang merupakan hasil tangkapan bagan dan sebagian kecil dari ikan-ikan hasil tangkapan pancingan. Rata-rata distribusi ikan asin dari Palabuhanratu sebesar kg/tahun. Kota tujuan distribusi ikan asin adalah ke Palabuhanratu, Sukabumi, Cibadak, Cicurug, Bogor, Cianjur dan Bandung. 1

28 Tabel 19 Produksi ikan asin dari PPN Palabuhanratu periode tahun Tahun Ikan asin Rata-rata Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. Satuan: kg (2) Pelayanan logistik Terdapat tiga kebutuhan kapal yang sangat penting untuk disediakan yaitu BBM solar, air bersih dan es. 1) Solar Volume pemakaian solar sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 25 terus meningkat, peningkatan sangat besar terjadi pada tahun 22 yakni meningkat dari liter tahun 21 menjadi liter pada tahun 22 atau naik 286,71%. Pada tahun 24, solar meningkat dari liter pada tahun 23 menjadi liter, kemudian pada tahun 25 jumlah solar yang digunakan nelayan menurun menjadi sebesar atau turun sebesar 46,74%. Pada tahun 25, nelayan dikejutkan terhadap adanya kenaikan harga BBM untuk kapal ikan berukuran >3 GT dengan harga Rp 5.3 per liter (Oktober 25), akibatnya walaupun Pertamina telah membangun SPBB untuk melayani BBM solar bagi kapal berukuran >3 GT, namun saat ini tetap saja nelayan mencari harga solar yang lebih murah yakni di SPDN dan SPBU dengan harga Rp

29 per liter (Oktober 25). Hal yang salah ini tidak akan berlangsung lama, sehingga pemerintah harus membantu kapal-kapal ikan yang berukuran >3 GT untuk memperoleh solar dengan harga yang sama dengan harga di SPBU Ton Tahun Gambar 9 Kebutuhan logistik solar (BBM) di PPN Palabuhanratu periode tahun Pada tahun 24 permintaan solar naik 115,29%. Kenaikan permintaan solar tersebut sebagai akibat beroperasinya dermaga II (Gambar 9). Permasalahan yang ada dalam menyalurkan solar untuk keperluan operasional kapal ikan sampai dengan tahun 22 adalah bahwa selama ini kapal-kapal ikan sudah terbiasa membeli solar dari dua SPBU yang ada di Palabuhanratu. Kegiatan penyaluran BBM untuk kapal ikan yang diperoleh dari SPBU melanggar peraturan yang ada karena SPBU hanya diperuntukkan penyediaan solarnya bagi kendaraan bermotor di darat. Kebutuhan BBM solar untuk nelayan yang memiliki kapal berukuran <3 GT dipasok dari SPDN (Station Package Dealer untuk Nelayan). Bahan bakar solar untuk kapal berukuran >3 GT, sebelumnya dipasok dari 2 unit SPBU yang ada di Palabuhanratu ditambah satu buah SPBU lagi yang baru beroperasi pada tahun 24, namun sejak bulan Oktober 25, kebutuhan solar untuk kapal berukuran >3 GT juga telah dipasok dari SPBB (stasiun pengisian bahan bakar di bunker) PPN Palabuhanratu yang dikelola oleh PT Paridi. SPBB tersebut berlokasi di dalam pelabuhan dan dikhususkan untuk menyalurkan solar ke kapalkapal yang berukuran <3 GT dengan harga bersubsidi, yakni Rp 4.3/liter (bulan Oktober 25) atau lebih murah Rp 2,- dibandingkan dengan harga di 12

30 SPBU. Selama ini SPDN memperoleh DO (delivery order) solar dari Pertamina sebanyak 16 kiloliter/bulan. Solar sebanyak itu cukup untuk kebutuhan kapal berukuran <3 GT yang berjumlah 68 buah dengan rincian ukuran kapal 5-3 GT sebanyak 18 buah dan kapal ukuran <5 GT sebanyak 428 buah. Kebutuhan solar setiap hari untuk kapal berukuran 3 15 GT, selama ini rata-rata 6 ton diperoleh dari tiga buah SPBU yang ada di Palabuhanratu. Tabel 2 Pemakaian BBM solar untuk kapal di PPN Palabuhanratu periode tahun Satuan : liter Tahun Kebutuhan BBM Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. 2) Air Kebutuhan air bersih untuk nelayan dipasok dari PDAM kemudian dikelola oleh pihak PPN Palabuhanratu. Gambar 1 menunjukkan gambaran perkembangan kebutuhan air bersih sejak tahun di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan Gambar 1, pemakaian air meningkat tajam sampai dengan tahun 25, yakni sebesar liter atau rata-rata/hari sebanyak ,42 liter. Peningkatan penggunaan air bersih ini sebagai akibat semakin banyaknya kapal perikanan dari luar masuk ke PPN Palabuhanratu. Permasalahan yang ada dalam menyalurkan air bersih untuk kapal ikan adalah tidak setiap hari PDAM dapat menyalurkan air bersih untuk keperluan kapal ikan. 13

31 Ton Tahun Gambar 1 Perkembangan kebutuhan air di PPN Palabuhanratu periode tahun Setiap hari Senin dan Kamis, PDAM memutuskan tidak menyalurkan air ke PPN Palabuhanratu dengan alasan belum mampu menyalurkan air bersih untuk kebutuhan maksimal, sehingga pihak manajemen pelabuhan pada tahun 25 telah mengadakan mobil tangki air guna menyediakan air bersih apabila PDAM tidak menyalurkan air bersih ke PPN Palabuhanratu. Permasalahan penyediaan air bersih sudah dapat diatasi oleh manajemen pelabuhan. Selama ini kebutuhan air bersih di PPN Palabuhanratu digunakan untuk keperluan melaut, aktivitas kantor, kapal, TPI dan WC umum. Tabel 21 Kebutuhan air bersih di PPN Palabuhanratu periode tahun Satuan : liter Tahun Kebutuhan air Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu,

32 3) Es Pemerintah seharusnya mendorong penggunaan es sebagai bahan pengawet untuk menciptakan cold chain system dalam mempertahankan mutu ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan dan untuk mencegah penggunaan formalin sebagai bahan pengawet ikan, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi terhadap bahaya penggunaan formalin pada ikan dan perlu dilakukan penegakan hukum bagi pengguna formalin. Selain itu pemerintah juga harus mengatur tentang tata perdagangan formalin di pasar. Penggunaan es sebagai pengawet oleh nelayan Palabuhanratu dari tahun ke tahun semakin berkembang karena konsumen juga menghendaki ikan yang lebih segar dan bermutu. Sejak periode tahun penggunaan es meningkat yakni dari balok pada tahun 1993 meningkat menjadi balok pada tahun 24. Peningkatan ini disebabkan penggunaan es balok oleh kapal longline. Es disuplai oleh satu pabrik es di Palabuhanratu yang berkapasitas 1 balok per hari, padahal kebutuhan es setiap harinya sebasar 15 balok, sehingga kapal-kapal yang membutuhkan es harus antri selama 3 hari di pelabuhan. Banyak investor ingin membangun pabrik es, namun mereka masih mempertimbangkan keberlangsungan usahanya mengingat kondisi operasional kapal-kapal sedang mengalami penurunan akibat kenaikan harga BBM. Gambar 11 menunjukkan perkembangan pemakaian es di PPN Palabuhanratu Jum lah (balok) Tahun Gambar 11 Perkembangan kebutuhan es di PPN Palabuhanratu periode tahun

33 Tabel 22 Kebutuhan logistik es di PPN Palabuhanratu periode tahun Satuan : balok Tahun Kebutuhan es Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Manajemen pelabuhan perikanan Pengelolaan pelabuhan perikanan tergantung antara lain kepada aspek legalitas, organisasi, tata hubungan kerja, kondisi sumberdaya manusia, standard operational procedure (SOP) dan pelayanan. (1) Legalitas pelabuhan perikanan Sejak tahun 1974, yakni permulaan adanya pelabuhan perikanan di Indonesia sampai dengan tahun 24, peraturan yang mengatur mengenai pelabuhan perikanan belum ada, walaupun UU No.9 tahun 1985 tentang Perikanan menyebutkan antara lain bahwa pelabuhan perikanan dibina oleh pemerintah, namun sampai tahun 24 peraturan pemerintah tentang pelabuhan perikanan belum diterbitkan sehingga pembangunan dan operasional pelabuhan sangat tergantung kepada aturan yang dikeluarkan oleh menteri perhubungan. Sejak tahun 24 telah ada pengaturan tentang pelabuhan perikanan yakni pada UU No.31 tahun 24 tentang Perikanan serta telah dikeluarkannya peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.16/MEN/26 tanggal 23 Juni 26. Selain itu terdapat pula peraturan lain yakni : 16

34 1) Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 26 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.62 tahun 22 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 2) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.46/MEN/22 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan. 3) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.17/MEN/26 tentang Usaha Perikanan Tangkap. (2) Organisasi pelabuhan perikanan Didalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. KEP.26.I/MEN/21 tanggal 1 Mei 21 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, telah ditetapkan bahwa susunan organisasi PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut : 1) Kepala pelabuhan perikanan, yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas pokok dan fungsi pelabuhan perikanan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan dan operasional pelabuhan. 2) Sub Bagian Tata Usaha, yang mempunyai wewenang melakukan administrasi keuangan, kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga, pelaporan dan pengembangan serta pengelolaan informasi dan publikasi perikanan. 3) Seksi Tata Pengusahaan, yang bertugas untuk melakukan pembangunan, pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban serta pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan. 4) Seksi Tata Pelayanan, yang bertugas melakukan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan, memfasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik perikanan serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi perikanan. 5) Kelompok jabatan fungsional, yang terdiri dari jabatan fungsional pengawas penangkapan yang mempunyai tugas melakukan kegiatan pengawasan 17

35 penangkapan ikan serta jabatan fungsional kehumasan yang mempunyai tugas untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan fungsi-fungsi kepelabuhanan. Struktur organisasi PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Lampiran 4. (3) Tata hubungan kerja Di wilayah PPN Palabuhanratu terdapat beberapa lembaga yang terkait dengan pengelolaan wilayah pelabuhan yang masing-masing mempunyai kewenangan yang berbeda. PPN Palabuhanratu berkewajiban mengkoordinasikan segenap kegiatan yang dilakukan oleh instansi terkait agar lebih bersinergi untuk mencapai tujuan. Instansi tersebut antara lain adalah : 1) UPT Pelabuhan Perikanan UPT pelabuhan perikanan mempunyai wewenang (a) Menyelenggarakan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sarana pokok dan penunjang yang menjadi aset pemerintah. (b) Menyelenggarakan pelayanan teknis terhadap kapal perikanan. (c) Menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan kebersihan di pelabuhan perikanan. (d) Menyelenggarakan fungsi kesyahbandaran. (e) Mengkoordinasikan kegiatan instansi terkait di pelabuhan. 2) Dinas Perikanan Dinas perikanan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah dibidang perikanan 3) Kesehatan Pelabuhan Kesehatan pelabuhan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan penanganan dan pengawasan kesehatan di pelabuhan. 4) POLISI AIR Polisi air mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan penangkapan, penyidikan dan penanggulangan kasus-kasus kejahatan umum/kriminal. 18

36 5) TNI Angkatan Laut TNI AL mempunyai wewenang menjaga pertahanan dan keamanan laut termasuk melakukan upaya hukum terhadap pelanggaran perikanan di laut. (4) Sumberdaya manusia Jumlah pegawai PPN Palabuhanratu saat ini sebanyak 69 orang yang terdiri dari 57 orang PNS dan 12 orang pegawai honorer. Secara terperinci komposisi pegawai PPN Palabuhanratu disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Komposisi pegawai PPN Palabuhanratu berdasarkan pendidikan Satuan : orang Unit kerja PENDIDIKAN S2 S1 D4 D3 SLTA SLTP SD TSD Jumlah Kepala pelabuhan Subbag. Tata Usaha Seksi Tata Pelayanan Seksi Tata Pengusahaan Honorer Jumlah Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 25 Keterangan : TSD = Tidak Tamat SD (5) Standard operational procedure (SOP) Beberapa SOP yang telah dipersiapkan oleh PPN Palabuhanratu antara lain adalah: operasional pelelangan ikan, operasional bengkel, operasional alat berat, operasional tambat labuh, operasional K3 (kebersihan, keindahan dan ketertiban), operasional sewa tanah, gedung bangunan, operasional instalasi air bersih, instalasi BBM, aliran dari barang (flow of goods), aliran orang (flow of person) dan tata tertib lainnya seperti keluar masuk kapal. 5.3 Arah Pengembangan PPN Palabuhanratu Potensi sumberdaya ikan dan daerah penangkapan kapal-kapal dari Palabuhanratu (1) Sumberdaya ikan Menurut Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (25), bahwa kelompok ikan pelagis besar di perairan Samudera Hindia (WPP 9) masih besar peluang untuk dimanfaatkan, 19

37 karena baru dimanfaatkan sebesar ton atau 51,41% dari potensi sebesar ton/tahun. Begitu juga untuk kelompok ikan pelagis kecil baru dimanfaatkan sebesar ton atau 5,44% dari potensi sebesar ton/tahun. Jenis-jenis ikan pelagis besar yang dominan didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah tuna, cakalang, tenggiri, layaran, tongkol, jangilus, namun jenis ikan yang merupakan komoditas ekspor adalah ikan tuna dan cakalang, serta ikan layur yaitu jenis ikan demersal. Dalam kaitan pengembangan PPN Palabuhanratu, maka pemanfaatan sumberdaya ikan diarahkan untuk memanfaatkan kelompok SDI pelagis besar, pelagis kecil dan demersal. Pendaratan ikan di PPN Palabuhanratu tahun 25 tercatat sebanyak 67% terdiri dari jenis ikan pelagis besar, 8% jenis ikan pelagis kecil, 21% jenis ikan demersal dan 4% jenis ikan lainnya dari produksi sebesar 6.61 ton. Sehingga arah ke depan dalam pemanfaatan SDI untuk jenis-jenis ikan, sama dengan kondisi saat ini, yakni lebih mengutamakan untuk memanfaatkan jenis ikan pelagis besar. Jenis-jenis ikan utama yang akan dimanfaatkan adalah tuna albacora, tuna big eye, tuna yellowfin, cakalang, tongkol, layur. Unit penangkapan ikan yang prospek untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan tuna longline, hal ini sesuai dengan hasil kajian PPN Palabuhanratu (26) bahwa longline adalah unit alat penangkapan ikan yang paling produktif. Unit penangkapan ikan tuna longline sejak tahun 23 telah dimulai penggunaannya di PPN Palabuhanratu bersamaan dengan adanya kolam II yang dapat mengakomodir kapal-kapal tuna longline berukuran 3-15 GT. Adapun produksi ikan tuna hasil tangkapan longline dan frekuensi kapal tuna longline yang mendaratkan ikan tuna periode tahun seperti Tabel 24. Berdasarkan Tabel 24, bahwa dalam kurun waktu tahun 23-25, jumlah produksi tuna tertinggi terjadi pada tahun 25 sebesar kg dan produksi terendah terjadi pada tahun 23 yang disebabkan oleh pertama kalinya kapal tuna longline mendarat di PPN Palabuhanratu. Ikan tuna yang paling banyak didaratkan di PPN Palabuhanratu berdasarkan jenis pada tahun 26 adalah tuna yellow fin. Menurut Fuji Kizae (196) yang diacu oleh Nurani et al. (27) bahwa 11

38 fishing ground tuna untuk bigeye, yellowfin, albacore, swordfish, dan sedikit jenis sailfish dan southern bluefin berada di Samudera Hindia. Tabel 24 Produksi, frekuensi kapal dan CPUE unit penangkapan tuna longline di PPN Palabuhanratu periode tahun Tahun Frekuensi kapal tuna longline yang mendaratkan ikan (kali) Produksi (kg) CPUE , , , ,78 Rata-rata , ,29 Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. Adapun perkembangan upaya penangkapan (CPUE) tuna longliner seperti pada Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa sejak tahun 23 sampai dengan 26, secara umum grafik CPUE menunjukkan kenaikan, walaupun pada tahun 24 terjadi penurunan yang disebabkan oleh berkurangnya musim ikan tuna di Samudera Hindia. Kenaikan CPUE terbesar terjadi pada tahun 26 disebabkan oleh musim ikan tuna di Samudera Hindia Nilai CPUE Tahun Gambar 12 CPUE unit tuna longline di PPN Palabuhanratu periode tahun

39 Adanya kenaikan nilai CPUE untuk unit tuna longline mengindikasikan bahwa unit alat tangkap tuna longline masih berpeluang untuk dikembangkan guna mendukung arah pengembangan PPN Palabuhanratu. (2) Daerah penangkapan ikan nelayan Palabuhanratu Kapal-kapal nelayan dari Palabuhanratu menangkap ikan di WPP 9 (Samudera Hindia), namun demikian tidak semua WPP 9 dijadikan daerah penangkapan ikan karena perairan WPP 9 sangat luas yang membentang dari perairan laut di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sampai ke perairan laut Nusa Tenggara Timur. Jauhnya daerah penangkapan ikan yang ditempuh tergantung antara lain pada ukuran kapal dan kapasitas mesin kapal yang dimiliki nelayan (Tabel 25). Daerah penangkapan ikan untuk kapal perahu motor tempel (< 5 GT) yang menggunakan jenis alat tangkap payang, pancing ulur, rampus, jaring klitik dan trammel net, berada di Teluk Palabuhanratu (jalur penangkapan ikan I sepanjang -3 mil laut) yang jarak operasinya sekitar 2 jam. Kapal-kapal ini dalam operasi umumnya tidak membawa es karena lamanya operasi penangkapan hanya satu hari (one day fishing). Hasil tangkapan ikan ditempatkan di dalam box styrofoam. Jenis-jenis ikan yang tertangkap khususnya oleh kapal yang menggunakan alat tangkap payang adalah ikan cakalang, pepetek dan ikan pelagis kecil lainnya. Pancing ulur biasanya bergabung dengan alat tangkap jaring. Jenis ikan yang tertangkap lebih dominan adalah ikan layur. Kapal dengan alat tangkap trammel net memiliki daerah penangkapan di muara sungai untuk menangkap udang. Daerah penangkapan ikan untuk kapal motor <1 GT yang menggunakan jaring purse seine, bagan, gillnet, pancing ulur dan rawai memiliki daerah penangkapan di Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng, Cidaun dan Ujung Kulon yang berjarak sekitar 2-4 jam (jalur penangkapan ikan I sepanjang 3-6 mil laut dan jalur penangkapan ikan II, sepanjang >6 mil laut). Jenis-jenis ikan yang tertangkap, khusus untuk purse seine adalah ikan cakalang dan ikan pelagis kecil lainnya. Bagan apung tersebar di dalam teluk, jenis ikan yang tertangkap oleh bagan adalah jenis ikan-ikan pelagis kecil. Bagan saat ini menjadi alat yang sangat tidak ramah lingkungan karena menggunakan jaring dengan mata jaring 112

40 yang sangat kecil (< 2 inci) yang mengakibatkan tertangkapnya semua ukuran ikan. Tabel 25 Daerah penangkapan ikan dari kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu tahun 24 No Jenis/ukuran kapal Jenis alat tangkap Daerah penangkapan ikan 1 Perahu Motor Tempel ( PMT) 2 Kapal Motor (KM) < 1 GT 3 Kapal Motor (KM) 11-2 GT 4 Kapal Motor (KM) 21-3 GT 5 Kapal Motor (KM) > 3 GT Payang Pancing ulur Rampus Jaring klitik Trammel net Purse seine Bagan Gillnet Pancing ulur Rawai Gillnet Rawai Gillnet Rawai Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Teluk Palabuhanratu Ujung Genteng, Cidaun, Ujung Kulon (Perairan Selatan Jawa) Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng Sumatera, Jawa Tengah Sumatera Sumatera, Jawa Tengah Sumatera Gillnet Sumatera, Jawa Tengah Rawai Sumatera, Jawa Tengah Tuna long Samudra Hindia line Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 26. Kapal motor yang berukuran 11 - >3 GT (jalur penangkapan ikan II sepanjang >6-12 mil laut dan jalur penangkapan ikan III sepanjang >12-2 mil laut) dengan alat tangkap gillnet dan rawai memiliki daerah penangkapan sampai ke daerah Sumatera, Samudera Hindia dan Jawa Tengah, bahkan kadang-kadang menangkap ikan sampai ke perairan Pulau Christmas (Australia). Jarak tempuh ke daerah penangkapan sekitar 2-4 hari perjalanan. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di daerah tersebut adalah ikan cakalang, tuna, marlin, pari, cucut dan layaran. Kapal motor berukuran 11- >3 GT umumnya telah memiliki dokumen kapal yang cukup lengkap, namun banyak kapal-kapal ini tidak memiliki kompas dan 113

41 peta laut sehingga seringkali menangkap ikan pada wilayah negara lain seperti Australia. Permasalahan yang muncul didalam memanfaatkan sumberdaya ikan adalah tidak ditaatinya ketentuan jalur penangkapan ikan menurut SK Menteri Pertanian No.392/kpts/IK.12/4/99 sehingga menyebabkan terjadinya konflik antara nelayan gillnet, payang dengan nelayan longline. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan diperoleh informasi bahwa pada tahun 26 terjadi konflik antara nelayan gillnet dengan nelayan yang memanfaatkan rumpon, namun telah dapat diredam konflik tersebut dengan cara mengajak semua nelayan untuk memanfaatkan rumpon berdasarkan tata tertib yang disepakati. Permasalahan lain adalah belum tertibnya kapal-kapal dari luar Palabuhanratu mengurus surat ijin andon kapal dari Dinas Perikanan setempat sehingga hal ini akan berpotensi menimbulkan konflik Faktor-faktor pendukung pengembangan PPN Palabuhanratu Terdapat beberapa indikasi bahwa PPN Palabuhanratu perlu untuk dikembangkan yakni berdasarkan lokasi sektor basis (LQ) yang memiliki komoditas untuk dapat diekspor seperti ikan tuna, indeks relatif nilai produksi (I), kepadatan kolam pelabuhan. Kemudian perlu ditentukan solusi permasalahan pengembangan PPN Palabuhanratu dan jenis-jenis fasilitas yang diperlukan, kekuatan persaingan PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan pelabuhan perikanan lain di WPP 9 Samudera Hindia. (1) Kapal perikanan di WPP 9 Samudera Hindia Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (23), bahwa terdapat 13 propinsi yang menghadap WPP 9 Samudera Hindia, yakni: Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT. Selanjutnya didalam 13 provinsi tersebut ada sebanyak 65 kabupaten, dan 216 pelabuhan perikanan yang mempunyai kontribusi dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di perairan WPP 9 termasuk kapal-kapal dari DKI Jakarta, disamping itu juga menurut informasi beberapa nelayan yang diperoleh dari 114

42 wawancara menyatakan bahwa terdapat kapal-kapal nelayan negara asing yang ikut memanfaatkan secara ilegal penangkapan ikan. Jumlah kapal dari 13 provinsi yang memanfaatkan sumberdaya ikan di WPP 9 Samudera Hindia seperti Tabel 26. Tabel 26 Jumlah perahu/kapal perikanan laut menurut daerah perairan pantai dan provinsi di WPP 9 Samudera Hindia, 24 Satuan: unit No Perairan Pantai 1 Barat Sumatera NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Lampung 2 Selatan Jawa Banten Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur 3 Bali-Nusatenggara Bali Nusa Teng.Barat Nusa Teng.Timur Kapal ukuran 3-1 GT Kapal ukuran 1->1 GT Jumlah kapal provinsi semua ukuran DKI Jakarta Jumlah Sumber: Ditjen. Perikanan Tangkap, 26. Jumlah kapal yang memanfaatkan SDI di WPP 9 tahun 24 sebanyak unit, yakni tersebar di Pantai Barat Sumatera sebanyak unit dan 93 unit diantaranya berukuran 3 1 GT dan 9 unit berukuran 1-1 GT, di Selatan Jawa sebanyak unit diantaranya berukuran 3 1 GT sebanyak 59 unit dan berukuran 1-1 GT sebanyak 29 unit, di perairan Bali-Nusa Tenggara sebanyak unit, diantaranya berukuran 3 1 GT sebanyak

43 unit dan berukuran 1-1 GT sebanyak 17 unit, dan dari DKI Jakarta sebanyak unit diantaranya berukuran 3 1 GT sebanyak 919 unit dan kapal ukuran 1->1 GT unit. Jumlah kapal berukuran 3 1 GT dari WPP 9 tersebut yang berpeluang mendarat di PPN Palabuhanratu yang akan dikembangkan tersebut sebanyak 1.24 unit (Gambar 13). Menurut Triatmojo (1996) menyebutkan bahwa kapal sebagai sarana pelayaran mempunyai peran sangat penting didalam sistem angkutan laut. (2) Pelabuhan perikanan di WPP 9 Samudera Hindia Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.11/ Men/ 24 tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal Perikanan, menetapkan lokasi pelabuhan pangkalan bagi kapal yang daerah penangkapannya di WPP 9 Samudera Hindia, adalah: Pelabuhan Perikanan Sabang-NAD, PPN Sibolga-Sumatera Utara, PPP Pulau Tello-Sumatera Utara, PPS Bungus-Sumatera Barat, PPI Pulai Baai- Bengkulu, PPS Nizam Zachman Jakarta, PPN Palabuhanratu-Jawa Barat, PPS Cilacap-Jawa Tengah, PPI Sadeng-Yogyakarta, PPI Muncar-Jawa Timur, PPN Prigi-Jawa Timur, PPI Pengambengan-Bali dan Pelabuhan Umum di Benoa-Bali. Pelabuhan-pelabuhan tersebut menjadi pesaing bagi PPN Palabuhanratu yang dikembangkan. Namun dari 12 pelabuhan perikanan tersebut yang dapat didarati oleh kapal >3 GT dan merupakan pesaing bagi PPN Palabuhanratu adalah PP Sabang, PPS Bungus, PPP Pulau Tello, PPS Nizam Zachman Jakarta, PPS Cilacap, dan Pelabuhan Umum Benoa, atau dua diantaranya berada di Selatan Jawa yaitu PPN Palabuhanratu dan PPS Cilacap. Jumlah PP/PPI yang merupakan basis kapal-kapal penangkapan ikan terdapat 216 unit (Gambar 14) yang menghadap Samudera Hindia, maka Jawa Timur memiliki jumlah PPI/PP yang paling banyak, yakni 24 PPI/PP (11,11%), Jawa Barat 23 PPI/PP (1,65%), Jawa Tengah memiliki 22 PPI/PP (1,18%), dan NTB memiliki 21 PPI/PP (9,7%). Menurut Pane et al. (25), bahwa aktivitas perikanan tangkap pulau Jawa terkonsenterasi di wilayah Pantai Utara Jawa dan selebihnya di Pantai Selatan Jawa, sehingga perlu ada upaya untuk menyeimbangkan aktivitas perikanan antara lain dengan mengembangkan perikanan dan pelabuhan perikanan di Selatan Jawa. 116

44 U A B Jml U A B Jml 83 9 U A B Jml U A B Jml 1 U A B Jml W N E 2 15 S 5 1 Sabang Sibolga Keterangan : U : Ukuran kapal A : 3 1 GT : 1.24 UNIT B : > 1 GT : UNIT TOTAL : UNIT 1 5 P.Tello Bungus 5 P.Baai Jakarta U Jml 5 1 P. Ratu Cilacap Prigi Benoa Kupang A B U Jml U Jml U Jml U Jml U Jml U Jml U Jml U Jml 15 A A 919 A 6 A 48 A 2 A 3 A 157 A 9 2 B B B 5 B 24 B B B 17 B Gambar 13 Jumlah perahu/kapal perikanan laut menurut daerah perairan pantai dan provinsi di WPP 9 Samudera Hindia tahun 24 (Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 26). 117

45 P A Jml P A Jml P A Jml 1 P A Jml P A Jml N B C D B 1 C 24 D Sabang P.Tello 1 B 1 C 2 D Sibolga Bungus 19 B C D 12 B C D 1 W S Keterangan : P : Jenis Pelabuhan A : PPS : 3 B : PPN : 3 C : PPP : 3 D : PPI : 27 TOTAL : 216 PP PP DIDARATI KAPAL >3 GT : 11 PP E P.Baai Jakarta P Jml P Jml P P. Ratu Cilacap Prigi Jml P Jml Benoa P Jml P Kupang Jml P Jml P Jml P Jml 1 A A 1 A A 1 A A A A A 15 2 B C D 13 B C D B C D 1 22 B C D 21 B C D 19 B C D 1 23 B C D 11 B C D 21 B C D Gambar 14 Jumlah pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang berada di WPP 9 Samudera Hindia tahun 24 (Sumber : Ditjen. Perikanan Tangkap, 26). 118

46 (3) Pergerakan kapal dari PPN Palabuhanratu Adapun hubungan PPN Palabuhanratu dengan fishing ground dijelaskan sebagai berikut (Gambar 15): PPN Palabuhanratu Cilacap, Jakarta, Binuangeun, P.Baai, Ujung Genteng, Lempasing Fishing ground di WPP 9 Samudera Hindia 3 Gambar 15 Pergerakan kapal perikanan dari PPN Palabuhanratu dan fishing ground. Keterangan gambar: Kapal menuju fishing ground Kapal menjual ikan = Kapal berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground (WPP 9 ), mendaratkan ikan di PPN Palabuhanratu. = Kapal berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground, mendaratkan ikan di tempat lain. = Kapal berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground, menjual ikan di tengah laut mendarat di PPN Palabuhanratu. = Kapal berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground, mendaratkan atau menjual ikan di pelabuhan perikanan atau PPI asal kapal atau pelabuhan perikanan lainnya atau di tengah laut. = Kapal berasal dari tempat lain ke fishing ground, mendaratkan atau menjual ikan di PPN Palabuhanratu. 119

47 1) Kapal berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground, kemudian mendaratkan ikan di PPN Palabuhanratu. Kapal-kapal jenis motor tempel berukuran <5 GT dengan alat tangkap bagan, payang, pancing ulur, jaring rampus, jaring klitik, dan jaring dogol yang berjumlah 266 unit (tahun 24) melakukan operasi penangkapan ikan harian (one day fishing) hanya di sekitar perairan pantai Sukabumi/Teluk Palabuhanratu dengan lama tempuh dari PPN Palabuhanratu ke daerah penangkapan ikan antara 1 2 jam. Musim penangkapan ikan untuk alat-alat tersebut tergantung kepada banyaknya keberadaan ikan di laut, dan kondisi gelombang, ombak dan angin. Walaupun musim barat, ternyata kapal-kapal ukuran kecil ini banyak juga melakukan operasi penangkapan ikan, mungkin mereka sudah terbiasa dengan kondisi musim barat. Jumlah nelayan per unit penangkapan ikan antara 1 3 orang. Mereka melaut membawa es setengah balok yang dimasukkan ke dalam box styrofoam. BBM yang digunakan adalah bensin dan minyak tanah yang mudah diperoleh di pelabuhan. Jenis ikan yang didaratkan berupa ikan layur, kakap merah, kerapu, baronang, kuwe, udang, lobster, cumi-cumi, teri, selayang dan kembung. Karena operasi penangkapannya one day fishing, maka ikan yang didaratkan masih segar dan disukai oleh sea food restaurant. Produksi ikan yang didaratkan oleh perahu motor tempel ini pada tahun 24 sebanyak kg atau 4,92% dari jumlah produksinya sebesar kg, Pasarnya cukup bagus dan banyak penampungnya di PPN Palabuhanratu, maka mereka tidak pernah menjual hasil tangkapannya ke tempat pendaratan ikan lain atau menjualnya di tengah laut. Selain alasan itu, umumnya nelayan kecil ini sudah terikat kepada pemodal/tengkulak/rentenir dalam menjual hasil tangkapan ikannya. Dengan terikatnya nelayan kepada tengkulak, maka sistem pelelangan ikan tidak berfungsi sehingga gedung pelelangan ikan tidak berfungsi optimal. Akibat keterikatan nelayan kepada tengkulak, maka nelayan tidak memperoleh harga jual ikan yang normal. Sampai saat ini belum ada satu lembaga atau aturan pun yang dapat membantu melepaskan keterikatan nelayan terhadap tengkulak, walaupun sudah ada 12

48 upaya pemerintah memberikan jaminan kredit kepada nelayan melalui perbankan. 2) Kapal-kapal yang berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground, kemudian mendaratkan ikan di pelabuhan perikanan lain Kapal motor berukuran 5-1 GT dengan alat tangkap purse seine, gill net dan rawai melakukan operasi penangkapan ikan dengan lama operasi sekitar seminggu di Teluk Palabuhanratu, Ujung Genteng, Cidaun, dan Ujung Kulon. Waktu tempuh ke daerah penangkapan ikan sekitar 3 5 jam. Jumlah ABK sebanyak 4 1 orang. Sewaktu ke laut mereka mengisi BBM solar sekitar 6 liter, air bersih sebanyak 1 liter, dan es sebanyak 2 balok. Semua kebutuhan melaut mereka peroleh di pelabuhan. Frekuensi keluar kapal motor berukuran 5-1 GT pada tahun 24 tercatat untuk unit penangkapan purse seine sebanyak 1119 kali atau rata-rata sebulan sebanyak 93 kali, unit alat tangkap gillnet sebanyak 483 kali atau rata-rata sebulan sebanyak 4 kali dan unit alat tangkap pancing/rawai sebanyak 117 setahun atau rata-rata sebulan sebanyak 85 kali. Frekuensi kapal masuk untuk kapal ukuran 5-1 GT pada tahun 24 sebanyak 187 kali untuk jenis unit alat tangkap purse seine atau rata-rata 16 kali sebulan, sedikitnya unit alat tangkap purse seine masuk kembali ke Palabuhanratu disebabkan antara lain banyaknya kapal purse seine mendarat di tempat lain misalnya di Sibolga karena kapal purse seine melakukan penangkapan ikan pada fishing ground yang dekat dengan Sibolga. Unit alat tangkap gillnet sebanyak 163 kali atau 134 kali sebulan dan unit alat tangkap pancing/rawai sebanyak 355 kali setahun atau atau rata-rata 3 kali sebulan. Setelah mereka memperoleh hasil tangkapan berupa ikan tuna, cakalang, tongkol, layur dan jenis ikan pelagis lainnya, maka sebagian didaratkan di PPN Palabuhanratu dan ada sebagian menjual/mendaratkan hasil tangkapan ikan ke tempat pendaratan lain seperti di daerah Binuangeun atau ke Ujung Genteng. Umumnya kapal dari Palabuhanratu yang mendaratkan hasil tangkapan ke daerah lain dengan alasan harga dan layanan di TPI di luar Palabuhanratu lebih baik. 121

49 Kapal motor ukuran 1-3 GT dengan alat tangkap gillnet, rawai dan purse seine mengisi perbekalan melaut berupa solar, es, air bersih dan makanan di PPN Palabuhanratu. Setelah melakukan operasi penangkapan ikan selama 7 14 hari, hasil tangkapannya didaratkan di PPI Binuangeun (Banten) atau PPI Pulau Baai (Bengkulu) atau PPI Lempasing (Lampung). Jumlah kapal ukuran 1 3 GT yang melakukan kegiatan seperti ini berjumlah 5 unit kapal. Kegiatannya tidak berlangsung lama, hanya sewaktu-waktu saja tergantung pada harga ikan. Apabila harga ikan lebih baik di luar PPN Palabuhanratu, maka kapal-kapal tersebut akan mendaratkan hasil tangkapannya ke pelabuhan di luar PPN Palabuhanratu. 3) Kapal-kapal yang berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground, kemudian mendaratkan/menjual ikan di tengah laut. Menurut informasi dari beberapa orang nelayan bahwa kapal-kapal ukuran 1-3 GT dijalankan oleh ABK yang ditunjuk oleh pemilik kapal (juragan), dari PPN Palabuhanratu kapal tersebut berangkat ke fishing ground, hasil tangkapannya dijual kepada kapal-kapal lain di tengah laut tanpa sepengetahuan pemilik kapal. Jumlah kapal seperti ini sedikit sekali (5 unit kapal). Kegiatan ini terjadi karena ABK yang menjalankan kapal tersebut ingin mendapatkan penghasilan lebih, akibatnya pemilik kapal sangat dirugikan. Kapal motor berukuran 1-3 GT dengan alat tangkap gillnet dan rawai dengan lama operasi sampai 3 minggu mempunyai daerah pangkapan ikan di perairan Lampung, Bengkulu, Jawa Barat Bagian Selatan dan Jawa Tengah bagian Selatan. Waktu tempuh ke daerah penangkapan ikan antara 2-4 hari. Jumlah ABK sebanyak 5-6 orang. Semua kebutuhan BBM, air bersih dan es diperoleh di PPN Palabuhanratu. Sebagian kapal jenis ini setelah melakukan operasi penangkapan akan mendaratkan hasil tangkapannya berupa ikan tuna, cakalang, tongkol, tenggiri, layur, cucut dan jenis ikan pelagis lainnya di PPI lain seperti di Lampung dan Bengkulu, atau ke Binuangeun. Sebagian lagi mendaratkan hasil tangkapan ikannya ke PPN Palabuhanratu. Mutu ikan yang didaratkan umumnya sudah menurun, dikarenakan tidak sempurnanya palkah kapal dan buruknya penanganan ikan pasca 122

50 penangkapan. Frekuensi kapal keluar pada tahun 24 untuk ukuran kapal 1-3 GT dengan alat tangkap gillnet sebanyak 147 kali dan rawai sebanyak 9 kali. Frekuensi kapal masuk pada tahun 24 untuk ukuran 1-3 GT sebanyak 2 kali, rawai sebanyak 54 kali. 4) Kapal-kapal yang berasal dari PPN Palabuhanratu berangkat ke fishing ground, kemudian mendaratkan/menjual ikan di PPN Palabuhanratu atau pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan lainnya atau di tengah laut. Kapal berukuran 3-15 GT dengan alat tangkap gillnet, rawai dan long line dengan lama operasi 2 sampai 3 bulan melakukan penangkapan ikan ke Perairan Pantai Selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Waktu tempuh ke daerah penangkapan ikan selama 4-5 hari. Frekuensi kapal masuk selama tahun 24 rata-rata 27 kali per bulan (Lampiran 5) dan keluar sebanyak 24 kali per bulan (Lampiran 6). Semua kapal jenis ini sudah memiliki kelompok tangkapan, yakni mereka sudah memiliki kapal khusus untuk mengumpulkan hasil tangkapan ikan. Kapal-kapal tangkapan akan berkomunikasi melalui radio SSB dengan kapal pengumpul setelah hasil tangkapannya diperoleh, kemudian kapal pengumpul membawanya ke PPN Palabuhanratu. Semua hasil tangkapan yang dikumpulkan tersebut sudah didata oleh kapal pengumpul untuk disampaikan kepada petugas produksi/statistik di PPN Palabuhanratu terutama dalam pengisian log book. Terdapat juga sebagian kecil atau sekitar 1% kapal jenis ini setelah menangkap ikan, hasil tangkapannya dibawa ke pelabuhan lain seperti ke PPS Nizam Zachman atau ke PPS Cilacap. 5) Kapal berasal dari tempat lain ke fishing ground mendaratkan atau menjual ikan ke PPN Palabuhanratu Selama ini banyak kapal andon dari luar Palabuhanratu setelah melakukan penangkapan ikan di tengah laut kemudian kapal tersebut mendaratkan atau menjual ikan ke PPN Palabuhanratu. Ukuran kapal yang melakukan operasi penangkapan ikan di tengah laut adalah >1 GT. Akhirakhir ini banyak sekali kapal-kapal melakukan kerja sama dalam satu kelompok untuk meningkatkan pendapatan kelompok usaha penangkapan 123

51 tersebut, sebagai contoh setiap 1 kapal longline yang sedang melakukan operasi penangkapan di tengah laut, hasilnya langsung dikumpulkan dalam satu kapal angkut untuk didaratkan atau dijual di PPN Palabuhanratu. Dari uraian di atas, maka sistem pendaratan ikan dari kapal-kapal yang berasal dari PPN Palabuhanratu beragam, tidak semua data hasil tangkapan kapalkapal PPN Palabuhanratu tercatat, hal ini berkaitan dengan semakin luasnya wilayah foreland dan kapal-kapal dari PPN Palabuhanratu memiliki daerah penangkapan yang semakin jauh ke laut bebas. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Lubis (22), yang menyatakan bahwa hubungan pelabuhan perikanan dengan foreland ditandai dengan aktivitas kapal yang melalukan operasi penangkapan di daerah fishing ground kemudian setelah memperoleh hasil maka kapal-kapal tersebut bisa saja kembali ke pangkalan atau mendarat ke tempat pendaratan lainnya. Dari kelima pergerakan kapal perikanan dari PPN Palabuhanratu ke fishing ground, maka yang paling banyak terjadi saat ini adalah bentuk pergerakan kapal pertama, yakni kapal dari PPN Palabuhanratu ke fishing ground kemudian mendaratkan hasilnya di PPN Palabuhanratu yang diperkirakan pada tahun 25 sebanyak 68 unit kapal atau 9%, sisanya sebanyak 1% atau 68 unit kapal bergerak dari PPN Palabuhanratu ke fishing ground kemudian mendaratkan ikan di tempat lain atau menjualkan ikan atau transhipment di tengah laut. Selanjutnya dari pergerakan kapal tersebut diatas, ada beberapa hal yang kemungkinan dapat menimbulkan masalah yakni : 1) Apabila kapal berasal dari PPN Palabuhanratu, berangkat ke fishing ground mendaratkan ikan di tempat lain menyebabkan terganggunya operasional pelabuhan, karena produksinya tidak tercatat di Palabuhanratu dan mengurangi pendapatan pelabuhan dan pendapatan masyarakat pemasar ikan. Kondisi tersebut terjadi karena adanya selisih harga antara PPN Palabuhanratu yang lebih rendah dibandingkan dengan harga ikan di tempat lain, atau kondisi keamanan, ketertiban di tempat lain jauh lebih kondusif dibandingkan dengan di PPN Palabuhanratu. Untuk mencegah hal tersebut 124

52 tidak terjadi, maka PPN Palabuhanratu selain mempersiapkan fasilitas juga melakukan pelayanan prima terhadap aktivitas-aktivitas perikanan. 2) Apabila kapal berasal dari PPN Palabuhanratu, berangkat ke fishing ground, menjual ikan di tengah laut, kemudian mendaratkan kapalnya di PPN Palabuhanratu, juga akan mempengaruhi operasional pelabuhan. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan meningkatkan pengawasan oleh aparat pengawas. Kondisi yang diharapkan adalah kapal-kapal yang berasal dari PPN Palabuhanratu, berangkat ke fishing ground mendaratkan ikan di PPN Palabuhanratu atau kapal-kapal yang berasal dari tempat lain ke fishing ground, mendaratkan atau menjual ikannya di PPN Palabuhanratu. (4) Lokasi PPN Palabuhanratu sebagai sektor basis Berdasarkan data PDRB sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi atas dasar harga berlaku rata-rata setiap tahun selama tahun 2-24 adalah sebesar Rp ,94 juta (Lampiran 7), PDRB seluruh sektor dalam Kabupaten Sukabumi atas dasar harga berlaku rata-rata setiap tahun selama tahun 2 24 sebesar Rp ,51 juta (Lampiran 8), PDRB sub sektor perikanan Provinsi Jawa Barat atas dasar harga berlaku rata-rata selama tahun 2-24 sebesar Rp ,3 juta (Lampiran 9) dan PDRB seluruh sektor Provinsi Jawa Barat atas dasar harga berlaku rata-rata setiap tahun selama tahun 2-24 sebesar Rp ,6 juta (Lampiran 1), maka diperoleh nilai LQ sebagai berikut : ,44 LQ = , ,3 =1, ,6 LQ = 1,69 LQ>1, artinya bahwa sub sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi adalah sektor basis. Sukabumi sebagai sektor basis akan menghasilkan produk yang dapat di ekspor berupa ikan. Sektor basis ini apabila berkembang akan mempengaruhi sektor non basis seperti kegiatan pelayanan jasa tenaga kerja dan sebagainya. Sehingga arah pengembangan PPN Palabuhanratu dalam kaitannya 125

53 sebagai lokasi sektor basis adalah bahwa PPN Palabuhanratu sebagai sentra produksi ikan terutama ikan komoditas untuk ekspor seperti tuna. (5) Indeks relatif nilai produksi (I) Kualitas pemasaran ikan dari ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu sejak tahun 2 sampai dengan tahun 24 ditentukan dengan menggunakan Indeks Relatif Nilai Produksi (I). Berdasarkan produksi ikan dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun 2 sebesar kg dan Rp (Lampiran 11) dan produksi ikan dan nilai produksi ikan laut di Kabupaten Sukabumi periode tahun 2 sebesar kg dan Rp (Lampiran 12), maka diperoleh nilai indeks relatif nilai produksi (I) sebagai berikut: I = =, Berdasarkan produksi ikan dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun 21 sebesar kg dan Rp (Lampiran 11) dan produksi ikan dan nilai produksi ikan laut di Kabupaten Sukabumi periode tahun 21 sebesar kg dan Rp (Lampiran 12), maka diperoleh nilai indeks relatif nilai produksi (I) sebagai berikut: I = =, Berdasarkan produksi ikan dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun 22 sebesar kg dan Rp (Lampiran 11) dan produksi ikan dan nilai produksi ikan laut di Kabupaten Sukabumi periode tahun 22 sebesar kg dan Rp (Lampiran 12), maka diperoleh nilai indeks relatif nilai produksi (I) sebagai berikut: I = =,

54 Berdasarkan produksi ikan dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun 23 sebesar kg dan Rp (Lampiran 11) dan produksi ikan dan nilai produksi ikan laut di Kabupaten Sukabumi periode tahun 23 sebesar kg dan Rp (Lampiran 12), maka diperoleh nilai indeks relatif nilai produksi (I) sebagai berikut: I = =, Berdasarkan produksi ikan dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu tahun 24 sebesar kg dan Rp (Lampiran 11) dan produksi ikan dan nilai produksi ikan laut di Kabupaten Sukabumi periode tahun 24 sebesar ton dan Rp (Lampiran 12), maka diperoleh nilai indeks relatif nilai produksi (I) sebagai berikut: I = =, Berdasarkan produksi ikan dan nilai rata-rata produksi ikan di PPN Palabuhanratu periode tahun 2 24 sebesar ton dan Rp (Lampiran 11) dan produksi ikan dan nilai produksi ikan laut rata-rata di Kabupaten Sukabumi periode tahun 2 24 sebesar 6.33,89 ton (Lampiran 12) dan produksi (I) rata-rata sebagai berikut: I = =, , 6.33,89 Jika dilihat indeks relatif nilai produksi (I) PPN Palabuhanratu (I) selama periode tahun 2-24, maka diperoleh perkembangan indeks relatif nilai produksinya seperti pada Tabel

55 Tabel 27 Nilai indeks relatif nilai produksi (I) PPN Palabuhanratu periode tahun 2-24 Tahun Indeks relatif nilai produksi (I) 2,22 21,28 22,78 23,78 24,99 Rata-rata,67 Keterangan Kualitas pemasaran PPNP lebih rendah dari Sukabumi Kualitas pemasaran PPNP lebih rendah dari Sukabumi Kualitas pemasaran PPNP lebih rendah dari Sukabumi Kualitas pemasaran PPNP lebih rendah dari Sukabumi Kualitas pemasaran PPNP lebih rendah dari Sukabumi Kualitas pemasaran PPNP lebih rendah dari Sukabumi Berdasarkan Tabel 27, terlihat bahwa indeks relatif nilai produksi dari tahun ke tahun terjadi peningkatan bahkan pada tahun 24 nilainya hampir mendekati angka 1, artinya bahwa kualitas pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu selalu mengalami perbaikan kualitas setiap tahun. Sehingga berdasarkan indeks relatif nilai produksi tersebut, maka arah pengembangan PPN Palabuhanratu adalah melakukan upaya agar mutu produk ikan dapat dipertahankan mulai dari penangkapan ikan di laut, penanganan ikan di atas kapal sampai ke pelabuhan dan persiapan distribusinya. Kemudian mekanisme pemasaran ikan melalui mekanime pelelangan ikan agar dibenahi terutama tentang manajemen pengelolaan pelelangan ikan dan bakul. Dengan cara mempertahankan mutu dan pelaksanaan penjualan ikan melalui mekanisme pelelangan ikan maka harga atau nilai ikan akan semakin besar dan pada akhirnya akan menaikkan pendapatan nelayan. (6) Kapasitas kolam pelabuhan PPN Palabuhanratu saat ini memiliki 2 kolam. Fungsi kolam PPN Palabuhanratu saat ini selain untuk tempat berlabuh, juga sebagai tempat istirahat dan seringkali juga untuk tempat perbaikan ringan kapal. Kondisi kolam sangat tenang karena kolam terlindung oleh dermaga dan breakwater. Tinggi maksimum gelombang di kolam sekitar 5 cm terjadi pada saat musim barat. Kolam juga 128

56 relatif aman terhadap pengaruh sedimentasi karena kuantitas sedimen yang masuk ke kolam relatif sedikit. Tabel 28 Kondisi kolam PPN Palabuhanratu tahun 27 Kolam Luas (ha) Kedalaman (m) Kapasitas (unit) Jlh kapal (unit) di kolam bln Maret 27 I 3 1,2, dan II 2 4 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Keterangan Penuh Lebih dari setengah kolam digunakan Kolam I memiliki luas 3 ha dengan kedalaman 1,5 m, 2 m dan 3 m. Kolam I dipenuhi oleh kapal-kapal berukuran <3 GT. Pada saat musim barat yang terjadi pada bulan Maret 27, di kolam I terdapat 334 unit kapal (terdiri dari 215 unit kapal ukuran <5 GT dan 119 unit kapal ukuran 5-3 GT) dan di kolam II sebanyak 24 unit kapal (ukuran kapal 3-15 GT). Kondisi kolam II cukup tenang dengan luas kolam 2 ha dan kedalaman kolam 4 m, berkapasitas 4 kapal yang berukuran 3 15 GT. Penuhnya kolam disebabkan oleh banyaknya kapal yang tidak melaut akibat biaya operasional semakin tinggi dan kurang lamanya musim ikan atau kondisi kapal sedang docking atau rusak atau sedang diservis atau sedang musim barat. Sehingga arah pengembangan kolam sebaiknya diperluas Tabel 29 Kondisi jumlah kapal di kolam tahun 25 Jenis kapal Perahu motor tempel KM 1-2 GT KM 2-3 GT KM 3-15 GT Jumlah Rata-rata keluar (kali)/hari 6,1 19,7 1,1,3 81,2 Rata-rata masuk (kali)/hari 6,3 19,8 1,1,3 81,5 Sumber: Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 25. Jumlah kapal di kolam yang sedang docking/ rusak/ servis(unit) tahun

57 (7) Persaingan PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan 6 unit pelabuhan perikanan yang ada di WPP 9 Samudera Hindia Berdasarkan metode skalogram, maka diperoleh nilai indeks hierarki (I i ) berdasarkan fasilitas, pendidikan sumberdaya manusia, jenis ikan, jenis alat tangkap dan jenis kapal dari 6 unit pelabuhan perikanan di WPP 9 Samudera Hindia seperti pada Tabel 3, 31, 32, 33 dan 34. Tabel 3 Nilai indeks hierarki PPN Palabuhanratu terhadap 5 unit pelabuhan perikanan lainnya di WPP 9 Samudera Hindia berdasarkan fasilitas tahun 25. Pelabuhan Perikanan (PP) Jumlah Jenis Fasilitas Index A Index B PPS Jakarta 58 93,1 12,723 PPN Palabuhanratu - Jabar 54 88,9 11,897 PPS Bungus- Sumbar 47 77,1 1,376 PPS Cilacap - Jateng 47 63,3 1,1 PPN Prigi - Jatim 39 53,9 8,472 PPN Sibolga - Sumut 32 43,7 6,89 Keterangan : Index A = bobot kelangkaan. Index B = bobot fasilitas. Berdasarkan Tabel 3 bahwa nilai indeks hierarki untuk persaingan pelabuhan berdasarkan fasilitas ternyata PPS Jakarta lebih unggul dibandingkan pelabuhan perikanan lainnya baik dari segi jumlah jenis fasilitas dengan nilai 58 maupun dari segi kelangkaan dengan nilai 93,1 dan dari segi bobot fasilitas dengan nilai 12,7. Hasil perhitungan persaingan pelabuhan berdasarkan fasilitas seperti pada Lampiran 16. Hasil persaingan pendidikan sumberdaya manusia berdasarkan strata pelabuhan seperti pada Tabel 31. Berdasarkan sumberdaya manusia pengelola pelabuhan bahwa PPN Palabuhanratu lebih unggul dibandingkan dengan 5 unit pelabuhan perikanan lainnya baik dari segi jumlah jenis pendidikan SDM pengelola pelabuhan dengan nilai 7, bobot kelangkaan dengan nilai 1,2 dan bobot SDM pengelola pelabuhan dengan nilai 2,4. Hasil perhitungan persaingan pelabuhan berdasarkan jumlah jenis pendidikan SDM pengelola pelabuhan seperti pada Lampiran

58 Tabel 31 Nilai indeks hierarki PPN Palabuhanratu terhadap 6 unit pelabuhan perikanan lainnya di WPP 9 Samudera Hindia berdasarkan pendidikan (starata) sumberdaya pengelola pelabuhan tahun 25 Pelabuhan Perikanan Jumlah Jenis Pendidikan SDM Index A Index B PPN Palabuhanratu - Jabar 7 1,4 2,4 PPS Jakarta 6 7,4 2,1 PPS Cilacap - Jateng 6 7,4 2,1 PPS Bungus- Sumbar 5 5,9 1,8 PPN Prigi - Jatim 5 5,9 1,6 PPN Sibolga - Sumut 4 6,2 1,4 Keterangan : Index A = bobot kelangkaan. Index B = bobot jenis pendidikan SDM. Berdasarkan jenis ikan ekonomis penting yang didaratkan di pelabuhan (Tabel 32), bahwa PPN Palabuhanratu lebih unggul dibandingkan dengan 5 unit pelabuhan perikanan lainnya baik dari segi jumlah jenis ikan yang didaratkan dengan nilai 34, bobot kelangkaan dengan nilai 94,4 dan bobot jenis ikan dengan nilai 7,3. Hasil perhitungan persaingan pelabuhan berdasarkan jenis ikan ekonomis penting seperti pada Lampiran 18. Tabel 32 Nilai indeks hierarki PPN Palabuhanratu terhadap 6 unit pelabuhan perikanan lainnya di WPP 9 Samudera Hindia berdasarkan jenis ikan ekonomis penting tahun 25 Pelabuhan Perikanan (PP) Jumlah Jenis ikan Index A Index B PPN Palabuhanratu - Jabar 34 94,4 7,3 PPS Cilacap Jateng 28 73,4 6,1 PPN Prigi Jatim 18 33,9 3,9 PPS Jakarta 15 22,9 3,3 PPN Sibolga Sumut 9 13,4 2, PPS Bungus- Sumbar ,3 Keterangan : Index A = bobot kelangkaan. Index B = bobot jenis ikan. 131

59 Tabel 33 Nilai indeks hierarki PPN Palabuhanratu terhadap 6 unit pelabuhan perikanan lainnya di WPP 9 Samudera Hindia berdasarkan jenis alat penangkapan ikan tahun 25 Pelabuhan Perikanan (PP) Jumlah jenis alat penangkapan ikan Index A Index B PPN Palabuhanratu - Jabar 11 32,6 2,76 PPS Jakarta 7 24,6 1,943 PPN Prigi - Jatim 7 19,4 1,864 PPN Sibolga - Sumut 5 1,4 1,226 PPS Bungus- Sumbar 3 3,6,76 PPS Cilacap - Jateng 3 5,4,723 Keterangan : Index A = bobot kelangkaan Index B = bobot jenis alat penangkapan ikan Berdasarkan jenis alat penangkapan ikan di pelabuhan (Tabel 33), bahwa PPN Palabuhanratu lebih unggul dibandingkan dengan 5 unit pelabuhan perikanan lainnya baik dari segi jumlah jenis alat tangkap dengan nilai 11, bobot kelangkaan dengan nilai 32,6 dan bobot jenis alat tangkap dengan nilai 2,76. Hasil perhitungan persaingan pelabuhan berdasarkan jenis alat penangkapan ikan seperti pada Lampiran 19. Tabel 34 Nilai indeks hierarki PPN Palabuhanratu terhadap 6 unit pelabuhan perikanan lainnya di WPP 9 Samudera Hindia berdasarkan jenis kapal (GT) tahun 25 Pelabuhan Perikanan (PP) Jumlah jenis ukuran kapal Index A Index B PPS Jakarta 7 13,4 2,17 PPN Palabuhanratu - Jabar 7 1,4 2,57 PPS Cilacap - Jateng 6 7,4 1,77 PPS Bungus- Sumbar 5 5,4 1,387 PPN Sibolga - Sumut 5 5,4 1,387 PPN Prigi - Jatim 4 6 1,152 Keterangan : Index A = bobot kelangkaan. Index B = bobot jenis kapal. Berdasarkan ukuran kapal di pelabuhan (Tabel 34), bahwa PPS Jakarta dan PPN Palabuhanratu lebih unggul dibandingkan dengan 4 unit pelabuhan perikanan lainnya baik dari segi jumlah jenis alat tangkap dengan nilai 7, PPS Jakarta 132

60 dengan bobot kelangkaan sebesar 13,4 dan bobot ukuran kapal dengan nilai 2,17. Hasil perhitungan persaingan pelabuhan berdasarkan ukuran kapal seperti pada Lampiran 2. Berdasarkan perhitungan di atas, maka secara keseluruhan hasil perhitungan persaingan seperti Tabel 35. Tabel 35 Hasil perhitungan persaingan 6 unit pelabuhan perikanan di WPP 9 Samudera Hindia tahun 25 Pelabuhan Perikanan Jenis persaingan Fasilitas SDM Ikan Alat tangkap Kapal A B C A B C A B C A B C A B C PPN Palabuhanratu PPS Jakarta PPS Cilacap PPN Prigi PPS Bungus PPN Sibolga Keterangan : A = jenis. B = bobot kelangkaan. C = bobot jenis. Persaingan 6 unit pelabuhan perikanan di WPP 9 Samudera Hindia diperoleh hasil bahwa PPN Palabuhanratu unggul dari segi jenis pendidikan SDM pengelola pelabuhan, jenis ikan ekonomis penting yang didaratkan dan jenis alat penangkapan ikan. PPS Jakarta unggul dari segi jenis fasilitas dan jenis kapal Daerah distribusi hasil tangkapan PPN Palabuhanratu Luasnya daerah distribusi sangat tergantung kepada teknik pengolahan, pengaturan sarana transportasi, konsentrasi konsumen dan kebiasaan makan konsumen (Lubis, 22). (1) Daerah distribusi berdasarkan pada teknik pengolahan Di PPN Palabuhanratu dan daerah sekitarnya, teknik pengolahan ikan masih didominasi oleh teknik pengolahan tradisional seperti pindang, pengasinan, terasi, kerupuk kulit ikan. Terdapat pula produk olahan lain seperti bakso ikan, fish nugget dan abon ikan. Ikan-ikan segar yang dikumpulkan oleh pengusaha cold storage selanjutnya dilakukan processing-nya kemudian diekspor ke negara lain 133

61 melalui Jakarta. Akibat dari kondisi teknik pengolahan masih didominasi oleh teknik pengolahan tradisional, maka luas hinterland terbatas hanya di dalam negeri, dengan daerah pendistribusian ke Jakarta, Bandung, Cianjur, Sukabumi. Ikan-ikan segar seperti tuna dan layur diekspor ke Jepang dan Korea. Arah tehnik pengolahan ikan lebih mengutamakan mutu sehingga program cold chain system harus dijalankan terutama untuk ikan-ikan segar yang akan diekspor ataupun untuk konsumsi lokal. Menurut Hanafiah (1983) bahwa cold chain system mencakup penggunaan metode-metode icing, chiling dan freezing pada hasil perikanan selama proses-proses pengangkutan, penyimpanan dan penjualan sehingga kesegaran dari hasil perikanan tersebut dapat dipertahankan. Peranan pelabuhan didalam penyiapan cold chain system adalah melengkapi kapasitas pabrik es, menyiapkan atau memfasilitasi adanya cool room dan mobil truck freezer. Daerah distribusi ikan mencapai negara Jepang atau Korea bahkan sampai ke pasar Uni Eropa atau Amerika untuk produk ikan segar terutama ikan tuna. Diupayakan pula peningkatan teknik pengolahan tradisional dan diversifikasi hasil olahan terutama dalam menjaga hygienitas produk. Diharapkan dalam jangka pendek daerah distribusi ikan dari Palabuhanratu tidak akan mengalami perubahan karena melemahnya kondisi perekonomian dalam negeri termasuk sektor perikanan tangkap. (2) Sarana transportasi Sarana transportasi berkaitan dengan masalah pengangkutan. Menurut Hanafiah (1983), bahwa pengangkutan berarti bergeraknya atau pemindahan barang-barang dari tempat produksi dan / atau tempat penjualan ke tempat-tempat dimana barang-barang tersebut akan dipakai. Pengangkutan dengan bantuan komunikasi akan memperluas daerah pasar dari barang. Pengangkutan hasil-hasil perikanan yang sifatnya cepat dan mudah rusak itu memerlukan kecepatan dan perawatan serta handling tambahan selama di perjalanan. Perkembangan teknologi dibidang pengangkutan darat, laut dan udara telah memberikan sumbangan sangat berarti bagi distribusi hasil perikanan. Pengangkutan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan volume lebih besar. Perkembangan refrigerated transportation telah memungkinkan pengangkutan jarak jauh untuk hasil perikanan. Kondisi sarana transportasi hasil perikanan dari PPN Palabuhanratu ke luar dengan 134

62 menggunakan sarana transportasi darat berupa kendaraan roda empat (mobil pick up), truk cool room, truk freezer dan angkutan kendaraan roda dua untuk jarak yang lebih dekat. Arah pengembangan sarana transportasi adalah menyiapkan sarana transportasi darat yang memenuhi syarat untuk mengangkut hasil perikanan yakni dalam bentuk kendaraan roda empat yang memiliki cool room dan freezer sehingga jangkauan pengangkutan produk semakin luas dan jauh. Selama ini pengangkutan produk melalui udara diangkut dari Palabuhanratu ke pabrik pengepakan ikan di Jakarta kemudian diangkut keluar negeri dengan pesawat udara. Adanya rencana pemerintah provinsi untuk menyiapkan lapangan udara di Palabuhanratu sangat mendukung arah pengembangan transportasi pengangkutan ikan yang lebih cepat dengan volume yang lebih besar dan menerapkan prinsipprinsip cold chain system. Angkutan melalui laut tetap menggunakan pelabuhan umum di Jakarta untuk keperluan ekspor. (3) Konsentrasi dan kebiasaan makan konsumen Semua kegiatan distribusi ditujukan untuk menyediakan kepada konsumen berupa ikan pada waktu, tempat dan dalam waktu yang diinginkan. Menurut Hanafial (1983) bahwa distribusi ikan dilakukan produsen, wholesaler ataupun retailer harus dimulai dengan menganalisa konsumen antara lain berapa jumlah konsumen, tempat tinggal mereka, berapa pendapatan mereka, serta bagaimana penggunaannya, apa kesukaannya bagaimana susunan kebutuhan mereka dan sebagainya. Tingkat konsumsi ikan rata-rata penduduk Indonesia tahun 25 masih rendah yakni sebesar 22,76 kg/kapita/tahum (Barani, 26), belum sesuai dengan standar FAO sebesar 3 kg/kapita/tahun dan jika dibandingkan dengan negara Jepang yang tingkat konsumsi ikan penduduknya mencapai 15 kg/kapita/tahun, Malaysia 48 kg/kapita/tahun dan Thailand 32,4 kg/kapita/tahun (Ditjen. Perikanan Tangkap, 26). Masih rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat di Indonesia disebabkan antara lain adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mau memilih ikan sebagai pilihan menu utamanya dan tingkat pendapatan yang belum mampu untuk membeli ikan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan kesadaran pentingnya ikan sebagai sumber protein yang rendah kolesterol maka kebutuhan ikan akan semakin meningkat. Dalam hal ini 135

63 diperlukan peranan pelabuhan untuk mendistribusikan ikan bermutu ke daerah konsumen dalam jumlah yang cukup. Distribusi produk perikanan dari Palabuhanratu selama ini terkonsentrasi pada konsumen di daerah Jakarta dan Jawa Barat yang jumlah penduduknya menurut hasil sensus penduduk dari Biro Pusat Statistik tahun 2 sekitar 44 juta. Jumlah konsumen akan bertambah banyak akibat dari peningkatan jumlah produksi. Permintaan akan produk perikanan akan bertambah dan semakin berkualitas akibat dari semakin berubahnya selera konsumen akibat bertambahnya pendapatan dan semakin banyaknya tempat-tempat penjualan ikan baik dipasar tradisional maupun di supermarket serta akibat pengaruh melemahnya permintaan akan produk protein dari daging sapi, ayam karena adanya wabah flu burung dan penyakit sapi gila (Direktorat Standardisasi dan Akreditasi, 25). Tuntutan makanan yang bergizi dan rendah kolesterol banyak terdapat pada produk perikanan sehingga jumlah permintaan ikan akan meningkat. Peranan pelabuhan perikanan terhadap konsentrasi konsumen adalah mempersiapkan produk ikan yang didaratkan dan ikan yang didistribusikan dalam keadaan bermutu baik sehingga pelabuhan perikanan harus mempersiapkan hygienitas penanganan ikan di pelabuhan perikanan. PPN Palabuhanratu telah mempersiapkan laboratorium bina mutu guna dipakai sebagai sarana pemeriksaan kualitas ikan sebelum keluar dari PPN Palabuhanratu. (4) Pemasaran ikan di hinterland Pemasaran ikan di hinterland akan dijelaskan mulai dari PPN Palabuhanratu, hinterland primer, hinterland sekunder dan hinterland perpaduan. 1) Pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu Terdapat dua bentuk kegiatan pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu yakni yang mengikuti pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) dan tidak melalui TPI (Gambar 16). Ikan-ikan yang tidak dilelang ada yang berasal dari pendaratan langsung dan ada dari ikan-ikan yang berasal dari luar pelabuhan masuk melalui jalan darat seperti ikan-ikan dari Jakarta, Cianjur, Binuangeun, Ujung Genteng, Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Loji. Kondisi ini dikarenakan ikanikan dari daerah tersebut yang masuk ke PPN Palabuhanratu telah 136

64 memperlihatkan surat keterangan asal ikan dan telah membayar retribusi di tempat asal ikan tersebut sehingga di PPN Palabuhanratu tidak membayar retribusi lagi. Ikan-ikan dari luar Palabuhanratu melalui darat terjadi pada saat di Palabuhanratu tidak musim ikan guna memenuhi bahan baku untuk unit pengolahan pindang. Produksi ikan PPN Palabuhanratu Ikan dari luar PPNP lewat jalan darat Ikan didaratkan langsung di dermaga PPNP Non TPI Non TPI TPI Pengecer Pengolah Agen longline Agen layur Bakul Konsumen lokal Cold storage di Jakarta Cold storage P.Ratu Pengecer Pengolah Pengecer Agen Ikan segar untuk konsumsi lokal Ekspor melalui Jakarta Ke Jepang Ekspor melalui Jakarta Ke Korea Konsumen lokal Konsumen luar Palabuhanratu : Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bogor Gambar 16 Pola pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu tahun 24. Penjualan ikan melalui pelelangan ikan di TPI harus mengikuti aturan sebagaimana yang diatur oleh Perda Provinsi No 8 dan 9 tahun 2, antara lain bahwa semua ikan yang didaratkan diharuskan untuk dilelang di TPI, dikecualikan untuk ikan-ikan sebagai lauk-pauk, hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan yang bertujuan olah raga dan hasil penangkapan untuk kepentingan 137

65 penelitian. Ikan-ikan yang dilelang adalah ikan dengan kategori baik secara organoleptik. Sampai bulan Oktober dalam tahun 25 tercatat jumlah ikan yang dilelang sebesar kg dengan nilai Rp , (Lampiran 13). Jika dibandingkan dengan produksi ikan PPN Palabuhanratu (Lampiran 14), maka jumlah ikan yang dilelang dalam kurun waktu yang sama hanya 22,76% dari total produksi pelabuhan sebesar kg. Rendahnya produksi ikan yang dilelang penyebab utamanya adalah lemahnya manajemen KUD sebagai pengelola TPI. Jumlah ikan yang masuk melalui darat sampai bulan Nopember dalam tahun 25 tercatat sebesar kg atau 75,77% dari produksi ikan yang didaratkan langsung atau 43,11% dari jumlah produksi seluruh pelabuhan sebesar kg. Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan di TPI Palabuhanratu adalah sebagai berikut: 1) Setelah kapal melaporkan kedatangannya ke petugas pelabuhan, maka kapal akan mendapatkan nomor urut pendaratan di dermaga. 2) Setelah ikan didaratkan di dermaga di depan TPI, pemilik harus melapor kepada petugas TPI. 3) Ikan dicuci dengan air laut, kemudian dipisahkan menurut jenis dan ukuran untuk menentukan harga, dimasukkan kedalam keranjang yang disediakan oleh pengelola TPI. 4) Ikan ditimbang oleh petugas TPI, kemudian ikan yang sudah ditimbang mendapat label/karcis yang berisikan nama pemilik dan nomor urut lelang. 5) Para bakul/pembeli diijinkan untuk melihat ikan-ikan yang akan dilelang. 6) Lelang dilaksanakan secara terbuka dan bebas. Penawaran dimulai dengan harga terendah. Penawaran tertinggi dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menjadi pembeli ikan yang dilelang. Pemenang lelang dicatat dalam karcis lelang. 7) Bakul sebagai pembeli membayar tunai hasil pembeliannya kepada petugas TPI ditambah biaya retribusi lelang 3%. Apabila pembayaran tidak tunai, maka harus ada persetujuan dari manajer TPI. 8) Pihak TPI membayarkan hasil pelelangan kepada nelayan setelah dipotong retribusi sebesar 2%. 138

66 9) Kemudian ikan masuk ke ruang pengepakan untuk selanjutnya didistribusikan ke luar TPI. Berbagai pihak yang terlibat dalam pelelangan ikan adalah nelayan sebagai penjual, bakul sebagai pembeli dan KUD Mina Sinar Laut sebagai penyelenggara lelang. Permasalahan dalam pelelangan ikan adalah belum tertibnya pelaksanaan pelelangan ikan, seperti para bakul tidak menitip uang jaminan lelang karena bakul-bakul kurang memiliki modal, dengan kata lain setelah pelelangan dilaksanakan nelayan peserta lelang tidak memperoleh uang tunai dari bakul sebagai pembeli. Bakul sudah dapat membayar uang lelang kepada nelayan tersebut setelah beberapa hari kemudian (5 hari). Kondisi ini terjadi karena bakul menunggu uang hasil pembelian ikan dari pihak konsumen (pengolah dan pengusaha cold storage). Apabila bakul tidak dapat membayar hasil lelang maka seharusnya pihak KUD Mina sebagai penyelenggara lelang harus bertanggung jawab terhadap kasus tersebut. Jumlah bakul/pembeli besar di TPI sebanyak 144 orang dan pengecer ikan segar 51 orang. Selain itu ada sebanyak 32 orang tenaga kerja bongkar muat ikan yang terlibat di TPI. Pengurus kapal/penjual ada sebanyak 171 orang. Berdasarkan wawancara dengan nelayan dan pengusaha perikanan bahwa solusi terhadap permasalahan pelelangan ikan antara lain dapat ditempuh melalui : 1) Menghadirkan investor lain selain bakul untuk membeli hasil pelelangan ikan. Diharapkan pemerintah daerah dapat mengundang pengusaha untuk membantu pembelian ikan di pelelangan. Ajakan tersebut dapat melalui promosi atau temu mitra usaha. Alternatif lain, para bakul diberikan kredit murah sebagau jaminan untuk mengikuti pelelangan ikan. 2) Manajemen KUD sebagai pelaksanan lelang harus dilakukan perombakan, terutama untuk memasukan tenaga yang berpendidikan dan berpengalaman dalam bidang perkoperasian Peranan pelabuhan perikanan dalam mengembangkan sistem pelelangan ikan adalah untuk menciptakan sistem pelelangan sesuai dengan aturan dan mencari pembeli potensial sebanyak mungkin untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan pada tingkat harga yang menguntungkan nelayan tanpa merugikan pedagang pengumpul. 139

67 Ikan yang didaratkan langsung dijual melalui non TPI: 1) Ikan-ikan tuna segar yang didaratkan oleh kapal longline selama bulan Januari sampai dengan bulan September 25 sebanyak kg atau rata-rata sebulan sebanyak 4,58 ton per hari. Ikan-ikan tersebut selanjutnya diurus oleh agen untuk segera diangkut menggunakan mobil cool box ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta diproses untuk tujuan ekspor. 2) Semua ikan hasil pancingan dalam bentuk segar ditampung oleh agen penjualan/ lapak yang merangkap tengkulak, kemudian dijual ke bakul/ pengecer dan konsumen lokal, atau ke restoran-restoran. Ikan layur segar dijual oleh agen penjual ke perusahaan cold storage yang ada di Palabuhanratu. Ikan-ikan layur tersebut diproses pengepakannya dan dimasukkan kedalam cold storage, kemudian diekspor. Kegiatan pemasaran ikan di luar sistem pelelangan ikan diarahkan kepada tuntutan pasar secara bebas dan peranan pelabuhan perikanan mempersiapkan atau memfasilitasi adanya fasilitas untuk menampung produk perikanan baik dalam bentuk lahan maupun gudanggudang untuk industri perikanan menciptakan iklim yang kondusif dilingkungan pelabuhan perikanan sehingga pengusaha dapat berusaha tanpa gangguan. 2) Hinterland primer Hinterland primer adalah daerah distribusi untuk ikan-ikan segar. Pada tahun 1993, tercatat ikan segar yang didistribusikan sebesar kg dan naik menjadi kg pada tahun 25, atau rata-rata kenaikan sebesar 3,77%. Jumlah ikan yang didistribusikan tertinggi adalah sebanyak kg pada tahun 25 dan terendah sebanyak kg pada tahun Gambar 17 menunjukkan perkembangan distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu periode tahun Tujuan distribusi terbanyak adalah ke Jakarta pada tahun 24 yaitu sebesar kg (81,74%), sebagian besar untuk tujuan ekspor ke Cina, Jepang dan Korea yang diangkut dengan pesawat terbang melalui bandara Soekarno Hatta. Selebihnya didistribusikan ke Palabuhanratu, Sukabumi, Bandung, Bogor, Cikotok, Cianjur dan Cirebon. Wilayah distribusi tersebut menurut Lubis (22) termasuk dalam hinterland primer. Wilayah hinterland primer dalam negeri 14

68 tersebut terfokus kepada produk ikan yang bukan komoditas ekspor untuk memenuhi pasaran dalam negeri seperti supermarket, restoran dan pasar retail yang menyiapkan fasilitas untuk penjualan ikan segar. Jumlah (Ton) Tahun Gambar 17 Distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu periode tahun Arah pengembangan hinterland primer lebih diutamakan untuk memasarkan produk ikan segar ke luar negeri karena lokasi PPN Palabuhanratu termasuk lokasi sektor basis yang mana produk unggulannya berupa ikan tuna dan ikan layur yang merupakan komoditas ekspor, sehingga ikan segar lebih dominan untuk diekspor ke negara Jepang, Amerika, Korea, Taiwan bahkan sampai ke negara Uni Eropa. 3) Hinterland sekunder Hinterland sekunder atau tidak langsung adalah hinterland yang merupakan daerah distribusi ikan hasil pengolahan dan hasil pembekuan (Lubis, 22). Jenisjenis ikan olahan di PPN Palabuhanratu yang didistribusikan adalah pindang, ikan asin dan abon. Volume distribusi ikan pindang mengalami perkembangan, yakni dari 6 ton pada tahun 1993, naik menjadi ton pada tahun 25 atau ratarata kenaikan sebesar 89,51%. Kenaikan tersebut disebabkan oleh tersedianya bahan baku yang cukup berupa ikan cakalang untuk dijadikan pindang. Adanya kenaikan permintaan pindang oleh daerah konsumen di Sukabumi, Cibadak, Bogor, Jakarta dan Cianjur (Gambar 18). 141

69 Ikan pindang ini didistribusikan ke Palabuhanratu, Sukabumi, Bogor, Cianjur, dan Bandung dengan jumlah distribusi terbanyak ke Bogor dan Bandung. Jumlah unit pengolahan/rumah tangga perikanan adalah pemindangan 27 RTP dan 18 rumah tangga buruh perikanan (RTBP), pengeringan 3 RTP dan 9 RTBP, pendinginan/segar 2 RTP dan 91 RTBP, pembekuan 1 RTP dan 15 RTBP, terasi 6 RTP dan 22 RTBP, bakso ikan 5 RTP dan 1 RTBP, abon ikan 2 RTP dan 5 RTBP dan kerupuk ikan 2 RTP dan 11 RTBP. Produksi (Ton) Tahun Gambar 18 Distribusi ikan pindang dari PPN Palabuhanratu periode tahun Unit pengolahan atau rumah tangga perikanan (RTP) tersebut berada di dalam pelabuhan seperti 2 unit cold storage dan lainnya berada tersebar di Palabuhanratu. Saat ini terdapat tiga unit perusahaan cold storage milik Korea di Palabuhanratu, terutama menampung ikan layur untuk diekspor ke Korea. Ikan-ikan asin dibuat oleh pengolah ikan asin yang berada di sepanjang pantai Sukabumi. Bahan-bahan ikan asin umumnya berasal dari PPN Palabuhanratu yang merupakan hasil tangkapan bagan dan sebagian kecil dari ikan-ikan hasil tangkapan pancingan. Tahun 24, jumlah ikan asin dari Palabuhanratu yang didistribusikan ke kota Palabuhanratu, Sukabumi, Bogor, Cianjur dan Bandung sebesar kg atau pendistribusian terbanyak adalah ke Sukabumi dan Bogor. Menurut Mahyuddin et al. (25), Saat ini telah berkembang luas pemakaian formalin terhadap produk ikan di kalangan pedagang ikan di PPN 142

70 Palabuhanratu. Kondisi ini selain mengakibatkan rusaknya kesehatan masyarakat yang memakan produk perikanan berformalin tersebut, juga membuat lemahnya kualitas pemasaran di PPN Palabuhanratu. Pihak pelabuhan sejak tahun 25 telah memiliki laboratorium sendiri dalam memeriksa kandungan formalin pada ikan. Berdasarkan hasil pengujian formalin yang telah dilaksanakan terhadap beberapa jenis ikan segar dan ikan olahan yang dijual di pasar ikan PPN Palabuhanratu, serta produk ikan olahan dari pengolah Palabuhanratu, diperoleh bahwa beberapa ikan segar seperti ikan marlin, ikan layur, cumi-cumi, kembung dan peperek mengandung formalin. Jenis olahan ikan asin seperti cumi asin, pari asin, jambal roti asin positif mangandung formalin. Pemakaian formalin secara bebas terjadi karena ada dorongan dari pedagang pengecer untuk mempertahan mutu ikan dengan harga yang murah sehingga kualitas ikan dan harganya dapat dipertahankan tanpa memperhatikan bahayanya terhadap kesehatan manusia. Selain itu lemahnya pengawasan terhadap penjualan formalin dan pemakaian formalin pada produk perikanan serta belum adanya bahan pengganti formalin sebagai bahan pengawet ikan Saat ini pihak manajemen pelabuhan telah memasang spanduk tentang bahaya penggunaan formalin sebagai bahan pengawet ikan. Pihak PPN Palabuhanratu telah melakukan kerja sama dengan pihak POLRI guna mencegah penggunaan formalin. Pihak POLRI telah menggunakan laboratorium milik PPN Palabuhanratu untuk melakukan pengujian formalin. Secara keseluruhan mekanisme pendistribusian ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan dari luar PPN Palabuhanratu pada tahun 25 terlihat pada Gambar 19. Arah pengembangan hinterland sekunder adalah untuk mendistribusikan ikan-ikan olahan dalam bentuk ikan beku, ikan pindang, ikan asin dan produk ikan olahan lainnya untuk tujuan ekspor ataupun dipasarkan di dalam negeri. Ikan beku yang di produksi oleh perusahaan cold storage bertujuan untuk melakukan ekspor ikan beku ke luar negeri seperti ikan layur beku dipasarkan ke Korea, ikan tuna beku dipasarkan ke Jepang dan sebagiannya lagi untuk keperluan pembuatan ikan kaleng dan pindang. Ikan pindang, ikan asin dan produk ikan olahan lainnya adalah komoditas untuk pasaran dalam negeri. 143

71 Produksi ikan PPN Palabuhanratu kg Ikan dari luar PPNP lewat jalan darat kg Ikan didaratkan langsung di dermaga PPNP kg Ikan segar kg Ikan pindang bahan baku dari PPNP kg Ikan pindang bahan baku dari luar kg Ikan asin kg Proses lainnya kg Pal.ratu (9%) Sukabumi (1%) Bandung (2%) Bogor (%) Jakarta (82%) Ekspor (6%) Pal.ratu (5%) Sukabumi (34%) Bogor (31%) Cianjur (24%) Bandung (6%) Pal.ratu (12%) Sukabumi (13%) Bogor (23%) Cianjur (25%) Bandung (21%) Garut (6%) Pal.ratu (1%) Gambar 19 Distribusi ikan dari PPN Palabuhanratu tahun 25. 4) Hinterland perpaduan Hinterland perpaduan atau overlapping hinterland adalah suatu hinterland yang merupakan wilayah pendistribusian ikan dari beberapa pelabuhan perikanan yaitu dari pelabuhan perikanan besar dan kecil atau dari beberapa pelabuhan perikanan yang sama besar atau sama kecil (Lubis, 22). Hinterland perpaduan dari PPN Palabuhanratu adalah kota-kota Jakarta, Bandung, Sukabumi, Bogor, Cianjur dan Cirebon serta ekspor ke luar negeri (ke Jepang dan Korea). Pada daerah-daerah tersebut dipasok juga ikan-ikan dari pelabuhan perikanan lain seperti dari Pekalongan, Pati, Tegal, Batang, Indramayu, Lampung dan daerah lain di luar Jawa. Hal ini dikarenakan kebutuhan ikan untuk daerah-daerah tersebut cukup besar walaupun tingkat rata-rata konsumsi ikan penduduknya di 144

72 bawah rata-rata konsumsi ikan nasional pada tahun 25 yakni sebesar 22,76 kg/kapita/tahun (Barani, 26). Tingkat konsumsi ikan daerah Sukabumi 16,82 kg/kapita/tahun. Umumnya ikan-ikan dari Pantai Utara Jawa adalah ikan untuk konsumsi lokal, sedangkan ikan-ikan dari kawasan Timur Indonesia yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Muara Baru Jakarta adalah ikan-ikan untuk diekspor. Hinterland perpaduan Jakarta selain hasil tangkapan dari PPN Palabuhanratu juga dari tempat-tempat pendaratan ikan di sepanjang Pantai Sukabumi yaitu PPI Cisolok sebesar 244 ton, PPI Ujung Genteng sebesar 459 ton, tempat pendaratan ikan Cibitung sebesar 77 ton, tempat pendaratan ikan Tegal Buled sebesar 85 ton, PPI Mina Jaya sebesar 42 ton, PPI Ciwaru sebesar ton, PPI Loji sebesar 48 ton, tempat pendaratan ikan Cipatuguran sebesar 47 ton dan PPI Cibanban sebesar 452 ton pada tahun 25. Adapun jenis-jenis ikan yang dikirim ke daerah hinterland perpaduan di Jakarta adalah ikan cakalang, layur, tongkol dan tuna serta ikan demersal seperti ikan kuwe, udang lobster. Selain dari PPI di sepanjang pantai Sukabumi, Jakarta juga mendapat pasokan ikan dari wilayah lain baik dari Pulau Jawa maupun dari luar Pulau Jawa seperti Sumatera. Dengan adanya hinterland perpaduan ini, maka PPN Palabuhanratu harus mempersiapkan diri untuk bersaing terutama kesiapan fasilitas dan pelayanan serta penyediaan ikan yang berkualitas baik. (5) Prasarana perhubungan Prasarana perhubungan selain jalan, laut juga ada prasarana udara sangat penting untuk menghubungkan pelabuhan dengan daerah konsumen. Dari Palabuhanratu ke daerah lain atau menuju Jakarta, Bandung, Sukabumi dan Cianjur, Bogor dapat ditempuh melalui jenis prasarana: 1) Melalui Cikidang, dengan jarak tempuh sampai ke Cibadak sekitar 4 km atau dapat ditempuh sekitar 1 jam dengan kondisi jalan lebar 6 m beraspal cukup baik untuk dilalui jenis kendaraan roda empat kecil seperti sedan, minibus. Truk atau kontainer mengalami kesulitan melewati jalan ini karena berlikuliku dan menempuh medan yang cukup berat, sehingga kurang baik dilalui oleh mobil truk atau mobil kontainer. Jalan ini sering digunakan untuk mobil 145

73 touring sejenis mobil pick up mitsubithsi diesel atau truk ukuran kecil. Jalan melalui Cikidang ini telah ditetapkan sebagai jalan provinsi sehingga ada kewajiban pemerintah provinsi untuk mengembangkan jalan ini. Direncanakan jalan ini untuk diperlebar dari lebar 6 meter menjadi lebih lebar lagi (sekitar 1 meter), kemudian mengurangi tanjakan-tanjakan dan belokanbelokan jalan yang cukup berbahaya. Dengan adanya rencana pengembangan jalan melalui Cikidang ini, maka diharapkan mobil kontainer dan truk ukuran besar dapat melaluinya dengan mudah, sehingga memperlancar arus distribusi ikan dan waktu tempuh lebih cepat dari Palabuhanratu ke Jakarta atau Bandung melalui Cikidang. 2) Melalui Cikembang, dengan waktu tempuh sampai ke Cibadak 1,5 jam atau jaraknya sekitar 55 km. Kondisi jalan ini relatif baik, beraspal dengan lebar jalan 8 m. Mobil kontainer ukuran sedang sering menggunakan jalan ini untuk mengangkut ikan tujuan Jakarta. Permasalah jalan melalui Cikembang adalah kondisi jalan yang berliku-liku, relatif sempit dan banyak tanjakan. Jalan melalui Cikembang ini telah ditetapkan sebagai jalan negara, sehingga pemerintah pusat, pemerintah provinsi berkewajiban untuk mengembangkan jalan ini. Direncanakan jalan ini akan diperlebar sampai dengan 1 m dan mengurangi tanjakan dan belokan sehingga dapat mengurangi waktu tempuh dan dapat memperlancar arus distribusi ikan dari Palabuhanratu ke Cibadak melalui Cikidang. 3) Melalui Cikembar, dengan jarak tempuh sampai ke Sukabumi sekitar 2 jam dengan jarak sekitar 7 km. Jalan ini telah ditetapkan juga sebagai jalan negara sehingga perbaikan jalan juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kondisi jalan beraspal dengan lebar 8 meter. Jalan ini sering digunakan mobil kontainer ukuran sedang untuk mengangkut ikan tujuan Sukabumi atau Cianjur dan Bandung. Jenis angkutan untuk mengangkut ikan dari pelabuhan adalah mobil pick up touring, truk, truk box serta truk thermoking ber-freezer. Diharapkan jalan ini dapat diperlebar menjadi 1 meter. 4) Jalan lainnya adalah Palabuhanratu Cisolok Bayah Pandeglang - Jakarta. Kondisi jalan ini belum sempurna, sehingga praktis belum digunakan untuk 146

74 jalan mengangkut ikan. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten akan merehab dan memperlebar jalan yang keluar dari Palabuhanratu. Diharapkan adanya perbaikan dan pelebaran jalan ke Pandeglang ini dapat memperlancar arus distribusi ikan ke daerah lain. 5) Saat ini Pemerintah Provinsi telah membuat jalan lingkar luar trans selatan Jabar yang menghubungkan Bandung Pangandaran - Ciamis, Garut Tasikmalaya Cianjur - Palabuhanratu sejauh 367 km. Dengan adanya jalan lingkar luar trans Selatan Jabar, maka diharapkan hubungan dan distribusi ikan dari Palabuhanratu atau dari daerah sekitarnya ke Palabuhanratu dapat berjalan lancar dengan daerah pemasaran yang luas, selain itu juga akan menambah kuantitas mobil yang melewatinya. 6) Direncanakan juga membuat lapangan terbang berlokasi di Palabuhanratu guna mengakomodasi perkembangan perikanan dan pariwisata. Rencana ini sudah sesuai dengan kebutuhan distribusi ikan yang memerlukan sarana yang lebih cepat sehingga ikan dari Palabuhanratu akan cepat sampai ke konsumen. Daerah-derah konsumen yang akan dituju adalah Jepang, Korea, Amerika, China. Pasar dalam negeri adalah Jakarta, Sukabumi, Cianjur, Bogor, Bandung, Depok, Tangerang, Bekasi dan Serang. Keuntungan lain dari adanya sarana pesawat terbang ini adalah akan mempercepat pembangunan daerah sekitarnya karena akan mendukung wilayah Kabupaten Sukabumi sebagai lokasi sektor basis. 7) Pemerintah Pusat telah merencanakan membangun jalan tol dari Ciawi ke Sukabumi-Cianjur-Bandung. Dengan adanya rencana ini, maka Palabuhanratu akan berkembang pesat dan akan berpengaruh kepada operasional dan pengembangan PPN Palabuhanratu. 5.4 Pola Pengembangan PPN Palabuhanratu Dalam penelitian ini, pola pengembangan pelabuhan ditentukan dengan mengoptimalkan fungsi pelabuhan dengan berbagai permasalahan yang ada melalui analisis kebutuhan terhadap produksi, kapal dan fasilitas. 147

75 5.4.1 Target jumlah produksi PPN Palabuhanratu (1) Jumlah MSY WPP 9 Samudera Hindia sebesar ton, sehingga jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 8% sebesar ton. (2) Kapasitas minimum untuk PPS diperoleh dari kapasitas minimum standar untuk PPS sebesar 6 ton/hari atau 21.9 ton/tahun dikalikan dengan jumlah PPS di WPP 9 sebanyak 3 unit sehingga menjadi 65.7 ton/tahun. Kapasitas minimum untuk PPN diperoleh dari kapasitas minimum standar untuk PPN sebesar 3 ton/hari atau 1.95 ton/tahun dikalikan dengan jumlah PPN di WPP 9 sebanyak 3 unit sehingga menjadi ton/tahun. Kapasitas minimum untuk PPP diperoleh dari kapasitas minimum standar untuk PPP sebesar 1 ton/hari atau 3.65 ton/tahun dikalikan dengan jumlah PPP di WPP 9 sebanyak 3 unit sehingga menjadi 1.95 ton/tahun. Kapasitas minimum untuk PPI diperoleh dari kapasitas minimum standar untuk PPI sebesar 5 ton/hari atau ton/tahun dikalikan dengan jumlah PPI di WPP 9 sebanyak 27 unit sehingga menjadi ton/tahun. Jumlah seluruh kapasitas minimum untuk pelabuhan perikanan adalah sebesar ton/tahun. (3) Kapasitas minimum PPN diperoleh dari jumlah kapasitas minimum untuk PPN sebesar ton/tahun dibagi dengan jumlah semua kapasitas minimum pelabuhan perikanan sebesar ton/tahun dikalikan dengan JTB WPP 9 Samudera Hindia sebesar ton/tahun diperoleh 57.1 ton/tahun. Alokasi pemanfaatan SDI untuk PPN Palabuhanratu diperoleh dari kapasitas minimum PPN sebesar 57.1 ton/tahun dibagi dengan jumlah PPN di WPP 9 sebanyak 3 unit, diperoleh hasil sebesar 19. ton/tahun. Perhitungan target alokasi pemanfaatan SDI untuk PPN Palabuhanratu seperti pada Tabel

76 Tabel 36 Perhitungan target alokasi pemanfaatan SDI di WPP 9 untuk PPN Palabuhanratu Tipe pelabuhan PPS PPN PPP PPI Kapasitas minimum (ton)/hari Jumlah PP/PPI (unit) Sumberdaya Ikan Potensi lestari (ton) Estimasi JTB (8% potensi) (ton) Kapasitas minimum masing-masing tipe pelabuhan perikanan berdasarkan kelompok SDI (ton/tahun) PPS PPN PPP PPI Jumlah 18 x 365 = x 365 = x 365 = x 365 = Alokasi pemanfaatan SDI untuk PPN Palabuhanratu (Ton) Pelagis besar Pelagis kecil Demersal Ikan karang Udang paneid Lobster Cumi-cumi Jumlah Produksi ikan yang didaratkan di dermaga PPN Palabuhanratu periode tahun (ton) = ton Rata-rata/tahun = ton Peluang pengembangan penangkapan PPN Palabuhanratu (ton) = = ton

77 5.4.2 Target jumlah kapal yang akan diakomodir oleh PPN Palabuhanratu (1) Berdasarkan jenis unit penangkapan yang lebih prospek ke depan, menurut hasil kajian pemantauan dan evaluasi CPUE PPN Palabuhanratu tahun 25 diperoleh hasil bahwa untuk unit penangkapan longline berukuran 3 GT memiliki nilai produktivitas paling tinggi yakni 1 ton/gt per tahun. Kemudian diikuti dengan unit penangkapan ikan longline berukuran 5 GT dengan nilai,4 ton/gt per tahun, longline 1 GT dengan nilai,24 ton/gt per tahun, longline 15 GT dengan nilai,2 ton/gt per tahun, payang dengan nilai.9 ton/gt per tahun, bagan dengan nilai,2 ton/gt per tahun, purse seine dengan nilai,6 ton/gt per tahun. Dengan demikian dalam perhitungan target kapal untuk PPN Palabuhanratu digunakan produktivitas 1 ton/gt per tahun. (2) Persentase jumlah masing-masing tipe kapal diperoleh dari jumlah GT untuk masing-masing tipe kapal dibagi dengan jumlah semua tipe kapal sehingga diperoleh persentase awal sebesar 17% untuk kapal <5 GT, 29% untuk kapal 5-3 GT dan 54% untuk kapal 3-15 GT. Persentase pengembangan kapal diperoleh 15% (lebih kecil dari persentase awal) yakni adanya pengurangan 2% dari kondisi semula karena beberapa kapal ukuran kecil (<5 GT) tidak semua diakomodir di PPN Palabuhanratu. Persentase pengembangan untuk kapal 5-3 GT dikurangi menjadi 25% dari kondisi semula 29% karena jumlah kapal-kapal ukuran tersebut saat ini sudah cukup memadai sehingga penambahan jumlahnya diharapkan tidak terlalu besar. Persentase pengembangan kapal 3-15 GT mengalami kenaikan dari 54% menjadi 6% disebabkan oleh adanya rencana penambahan kolam baru. (3) Persentase GT masing-masing ukuran kapal yang akan dikembangkan (15%, 25% dan 6%) dikalikan dengan target jumlah produksi maksimum PPN Palabuhanratu perhitungan target jumlah produksi (19. ton/tahun) diperoleh produksi maksimum tipe kapal <5 GT sebesar 2.85 ton, kapal 5-3 GT sebesar 4.75 ton dan kapal 3-15 sebesar 11.4 ton. (4) GT kapal yang diperlukan untuk pengembangan diperoleh dari produksi maksimum masing-masing tipe kapal dibagi 1 ton/gt (target produktivitas) 15

78 sehingga diperoleh untuk kapal <5 GT sebesar 285 GT, kapal 5-3 GT sebesar 475 GT dan kapal 3-15 GT sebesar 114 GT. (5) Target jumlah kapal untuk masing-masing tipe ukuran kapal diperoleh dari GT kapal untuk pengembangan dibagi dengan rata-rata GT masing-masing tipe kapal (<5 GT = 5 GT, 5-3 GT = 2 GT dan 3-15 GT = 1 GT). Untuk kapal <5 GT diperoleh hasil sebanyak 57 unit dari semula 428 unit, untuk kapal 5-3 GT sebanyak 238 unit dari semula 18 unit dan untuk kapal 3-15 GT sebanyak 114 unit dari semula 68 unit. Dari hasil penjumlahan jumlah kapal masing-masing ukuran diperoleh target jumlah seluruh kapal yang akan dikembangkan untuk pola ini sebesar 922 unit. Hasil perhitungan target jumlah kapal dengan target produksi ikan sebesar 19. ton/tahun seperti pada Tabel 37. Tabel 37 Hasil perhitungan target jumlah kapal untuk pengembangan PPN Palabuhanratu dengan target produksi ikan 19. ton/tahun Target produksi maksimum PPNP (ton) 19. Target produktivitas unit penangkapan (ton/gt) 1 Ukuran kapal (GT) < Jumlah Jumlah kapal tahun 25 (unit) Rata-rata GT Jumlah GT kapal tahun Persentase awal (%) Persentase pengembangan (%) Produksi (ton) GT kapal yg diperlukan Target jml kapal pengembangan (unit) Target kapasitas fasilitas (1) Perhitungan luas kolam (m 2 ) L = Lt + 3 [(n x l x b)] Lt = π r 2 Radius putar (r), D = 2r = 3 x panjang kapal terbesar 2r = 3 x 3 meter, r = 45 meter. Lt = 3,14 x 45 x 45 = m 2 151

79 3 [(n x l x b)] = Luas kolam = = m 2. Hasil perhitungan luas kolam selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 38. (2) Perhitungan kebutuhan panjang dermaga (m) D = Jumlah frekuensi kapal maksimum x l x ( jarak aman antar kapal =,1) x l Hasil perhitungan seperti Tabel 39, yakni panjang dermaga = m. (3) Kedalaman kolam (m) Kedalaman kolam untuk kapal <5 GT 3 GT sama dengan kedalaman kolam pola lama yakni sampai dengan 3,5 meter dan kedalaman kolam untuk kapal 3-15 GT sedalam 4 m. Tabel 38 Hasil perhitungan luas kolam PPN Palabuhanratu Variabel Volume Jumlah kapal maksimum berlabuh pada peak season (n) (unit) < 5 GT GT GT 4 Jumlah 483 Jumlah frekuensi kapal pada peak season (unit / hari) < 5 GT GT GT 2 Jumlah 88 Panjang kapal (l) (m) < 5 GT GT 18, GT 3 Jumlah 58,5 Lebar kapal (b) (m) < 5 GT GT 4, GT 6,45 Jumlah 12,95 Luas putaran (π r 2 ) (m 2 ) ( n x (l x b)) < 5 GT GT GT 7.74 Jumlah ( n x (l x b)) Luas kolam (m 2 )

80 (4) Luas Gedung TPI Untuk menampung produksi 19. ton/tahun atau 52 ton per hari maka dibutuhkan bangunan TPI seluas : (52/18) x 9 = 2.6 m 2. (5) Kapasitas pabrik es (ton/tahun) K = 2 x 19. ton = 38. ton/tahun. (6) Kebutuhan solar (kl/tahun) S =,2 liter per DK per jam (Ditjen Perikanan dan PT. Perentjana Djaja, 1999). Ukuran kapal < 5 GT = mesin 15 DK, ukuran kapal 5-3 GT = mesin 6 DK, ukuran kapal 3 1 GT = mesin 18 DK, ukuran kapal 1-15 GT = mesin 225 DK. 1) Kebutuhan solar untuk kapal ukuran <5 GT adalah jumlah kapal x (,2) x (jumlah trip per tahun) x (24 jam) x (jumlah hari operasi per trip) x (15 DK) = 57 x,2 x 12 x 24 x 1 x 15 = liter = kl/tahun. 2) Kebutuhan solar untuk kapal ukuran 5-3 GT adalah jumlah kapal x (,2) x (jumlah trip per tahun) x (24 jam) x (jumlah hari operasi per trip) x (6 DK) = 238 x,2 x 12 x 24 x 14 x 6 = liter = kl/tahun. 3) Kebutuhan solar untuk kapal ukuran 3-1 GT adalah jumlah kapal x (,2) x (jumlah trip per tahun) x (24 jam) x (jumlah hari operasi per trip) x (18 DK) = 8 x,2 x 6 x 24 x 3 x 18 = liter = kl/tahun. 4) Kebutuhan solar untuk kapal ukuran 1-15 GT adalah jumlah kapal x (,2) x (jumlah trip per tahun) x (24 jam) x (jumlah hari operasi per trip) x (225 DK) =34 x,2 x 4 x 24 x 6 x 225 = liter = kl/tahun. 5) Jumlah solar yang dibutuhkan adalah : kl/tahun. (7) Kebutuhan air bersih (kl/tahun) 1) Menurut Ditjen. Perikanan dan PT Perentjana Djaja (1999) standar kebutuhan air bersih untuk ABK sebesar 2 liter/orang/hari sehingga : - Untuk kapal <5 GT ada sebanyak 57 x (5 ABK) x (2 liter) x (12 trip) x (1hari) = 6.84 kl/tahun. 153

81 - Untuk kapal 5-3 GT ada sebanyak 238 x (8 ABK) x (2 liter) x (12 trip) x (14 hari) = kl/tahun. - Untuk kapal 3-1 GT ada sebanyak 8 x (15 ABK) x (2 liter) x (6 trip) x (3 hari) = 4.32 kl/tahun. - Untuk kapal 1-15 GT ada sebanyak 34 x (15 ABK) x (2 liter) x (4 trip) x (6 hari) = kl/tahun. Tabel 39 Hasil perhitungan panjang dermaga PPN Palabuhanratu No Variabel Volume 1 Jumlah frekuensi kapal pada peak season / hari (unit) < 5 GT GT GT 2 Jumlah 88 2 Panjang kapal (l) (m) < 5 GT GT 18, GT 3 Jumlah 58,5 3 Panjang dermaga (D) (m) < 5 GT GT GT 18 Jumlah ) Kebutuhan baku es (ton/tahun) Menurut Ditjen. Perikanan dan PT Perentjana Djaja (1999) kebutuhan air untuk TPI adalah 1 kl air untuk 1 ton es = 38. kl. 3) Kebutuhan ikan (kl/tahun) Menurut Ditjen. Perikanan dan PT Perentjana Djaja (1999) kebutuhan air untuk TPI adalah 1 liter per kg ikan = 19. kl/tahun. 4) Kebutuhan TPI Menurut Ditjen. Perikanan dan PT Perentjana Djaja (1999) kebutuhan air untuk TPI adalah 1,5 liter / m 2. TPI yang ada saat ini seluas 9 m 2 dengan 154

82 produksi 18 ton/ hari. Untuk menampung produksi 19. ton/tahun atau 52 ton per hari maka dibutuhkan bangunan TPI seluas : (52/18) x 9 = 2.6 m 2. Jadi kebutuhan air untuk TPI yang akan dikembangkan adalah : 1,5 x 2.6 m 2 = 3.9 liter/m 2 per hari, atau kl/m 2 per tahun. 5) Kebutuhan penghuni Menurut Ditjen. Perikanan dan PT Perentjana Djaja (1999), kebutuhan air untuk penghuni adalah 1% dari kebutuhan total = kl/tahun. Tabel 4 Hasil perhitungan kebutuhan air bersih Satuan : kl/tahun No Variabel Volume 1 Kebutuhan ABK < 5 GT GT GT GT Kebutuhan baku es Kebutuhan ikan Kebutuhan TPI Kebutuhan penghuni Jumlah (8) Luas lahan (ha) Luas lahan yang diperlukan menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.1/Men/24 tanggal 24 Februari 24 tentang pelabuhan perikanan diperlukan seluas minimal 15 ha belum termasuk kolam pelabuhan. Sehingga paling tidak maksimum luas lahan yang diperlukan untuk PPN Palabuhanratu adalah 3 ha (sesuai dengan batas minimum lahan PPS) Pengembangan wilayah distribusi (hinterland) Pengembangan wilayah distribusi berkaitan dengan daerah konsumen atau hilir dari pelabuhan perikanan yakni sampai sejauh mana konsumen menyerap ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan sehingga perlu suatu pola pengembangan mengenai jumlah dan daerah konsumen. Jumlah penduduk disuatu tempat atau negeri merupakan konsumen potensial. Berdasarkan jumlah produksi ikan yang ada saat ini dan target produksi 155

83 serta rata-rata tingkat konsumsi penduduk, maka akan diperoleh jumlah konsumen untuk produksi ikan PPN Palabuhanratu. Menurut Barani (26), bahwa tingkat konsumsi/kapita penduduk secara nasional pada tahun 25 sebesar 22,76 kg/ kapita /tahun (angka perkiraan). Apabila dari target jumlah produksi PPN Palabuhanratu sebesar 19.. kg/tahun untuk dipasarkan didalam negeri sebanyak 65% atau kg dan sisanya 35% atau kg untuk diekspor, maka diperkirakan jumlah konsumen dalam negeri yang akan mengkonsumsi ikan dari PPN Palabuhanratu sebanyak kg dibagi 22,76 kg menjadi orang. Dari produksi ikan yang akan dikonsumsi oleh penduduk dalam negeri sebesar kg, maka didistribusikan untuk hinterland primer dalam negeri sebesar 32% atau sebesar kg dan untuk hinterland sekunder dalam negeri sebesar 33% atau sebesar kg. Rincian jumlah konsumen seperti pada Tabel 41. Daerah konsumen untuk ikan yang berasal dari Palabuhanratu apabila diasumsikan sama dengan kondisi tahun 25, maka dari produksi ikan 19.. kg diperoleh penyebaran untuk distribusi hinterland primer dalam negeri sebesar kg dan hinterland primer untuk ekspor sebesar kg, hinterland sekunder sebesar kg. Adapun pengembangan penyebaran produksi untuk hinterland primer sebesar kg yakni daerah Sukabumi sebesar kg, Bandung sebesar kg, Jakarta sebesar kg dan untuk ekspor sebesar kg. Hinterland sekunder untuk ikan pindang sebesar kg tersebar ke Sukabumi sebesar kg, Bogor sebesar kg, Cianjur sebesar kg, Bandung sebesar kg. Hinterland sekunder untuk ikan asin sebesar kg tersebar ke Sukabumi sebesar kg, Bogor sebesar kg, Cianjur sebesar kg, Bandung sebesar kg dan Garut sebesar kg. Berdasarkan kondisi tersebut terlihat bahwa untuk hinterland primer penyebaran yang dominan adalah Jakarta (42%) dan untuk ikan ekspor (35%), sedangkan pada hinterland sekunder penyebarannya merata. 156

84 Tabel 41 Pola hinterland hubungannya dengan PPN Palabuhanratu posisi tahun 25 dan pengembangan PPN Palabuhanratu Variabel Posisi tahun 25 Pengembangan PPN Jumlah produksi (kg) Distribusi di hinterland primer dalam negeri (kg) Distribusi di hinterland primer luar negeri/ekspor (kg) Distribusi di hinterland sekunder (kg) Jumlah konsumen dalam negeri (orang) Daerah sebaran produksi a. Hinterland primer (kg) -Sukabumi (1%) (kg) -Bandung (2%)(kg) -Jakarta (82%) -Ekspor (6%)(kg) (48%) (32%) (3%) 6.65.(35%) (49%) (33%) (51%) (1%) (2%) (82%) (6%) (77%) (5%) (1%) (42%) (52%) b.hinterland sekunder (kg) Ikan pindang (55%) (kg) - Sukabumi (39%)(kg) - Bogor (31%) (kg) - Cianjur (24%) (kg) - Bandung (6%) (kg) Ikan asin (45%) (kg) - Sukabumi (25%) (kg) - Bogor (23%) (kg) - Cianjur (25%) (kg) - Bandung (21%) (kg) - Garut (6%) (kg) (49%) (33%) Prioritas Pengembangan PPN Palabuhanratu Prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu yang akan ditentukan, diperlukan agar pola pengembangan yang telah disusun tersebut dapat dijalankan lebih terarah. Dalam penentuan prioritas pengembangan ini ditentukan alternatif prioritas pengembangan, kemudian dari alternatif prioritas pengembangan tersebut, maka ditentukan prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu. 157

85 5.5.1 Penentuan alternatif prioritas pengembangan dan solusinya Jenis alternatif prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu berturut-turut adalah: Peningkatan jumlah kapal, peningkatan jumlah ikan, peningkatan jumlah tenaga kerja, peningkatan pendapatan pelabuhan, peningkatan PAD. Prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu diperoleh setelah penetapan alternatif prioritas pengembangan melalui analisis PHA. Didalam analisis PHA akan terjadi interaksi antar berbagai komponen pada jenis solusi pengembangan, jenis alternatif prioritas pengembangan dan keterkaitan pelaku guna mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu. Komponen pelaku/lembaga yang dianggap berperan untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu adalah : Ditjen. Perikanan Tangkap, PPN Palabuhanratu, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi (Dinas Perikanan), KUD Mina Sinar Laut, nelayan. Selanjutnya solusi pengembangan, pelaku/lembaga dan alternatif prioritas pengembangan berdasarkan interaksi keterkaitannya dalam bentuk struktur hirarki PHA seperti Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa, dalam penentuan prioritas pengembangan pelabuhan perikanan dilakukan terhadap lima alternatif solusi pengembangan dan lima alternatif pelaku/lembaga, setiap alternatif prioritas pengembangan dipertimbangkan untuk setiap solusi pengembangan yang akan dijalankan dan pelaku/lembaga yang berperan dalam pengembangan PPN Palabuhanratu. Agar semua kepentingan dapat diakomodasikan maka setiap bentuk solusi pengembangan, pelaku/lembaga dan alternatif prioritas pengembangan diminta pertimbangannya kepada stakeholder melalui kuesioner. Berdasarkan lima alternatif prioritas pengembangan yaitu: (1) Peningkatan pendapatan pelabuhan, (2) Peningkatan jumlah kapal, (3) Peningkatan produksi ikan, (4) Peningkatan PAD dan (5) Peningkatan lapangan kerja maka urutan prioritas pengembangan yang dianggap paling sesuai untuk pengembangan PPN Palabuhanratu adalah: (1) Peningkatan jumlah kapal yang mendarat di PPN Palabuhanratu, dengan nilai prioritas paling tinggi sebesar,244 pada inconsistency,1. Batas inconsistency yang diperbolehkan secara statistik adalah maksimum,1 (Gambar 2). Masih sedikitnya kapal berukuran >3 15 GT mendarat di kolam pelabuhan. Pada tahun 22 terdapat kapal >5 GT yang mendarat 158

86 sebanyak 145 buah kapal atau 31% dari jumlah kapal sebanyak 462 unit (Tabel 14). Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan kolam I untuk menampung kapal-kapal >3 GT karena dengan luas kolam 3 ha dominan diisi oleh kapal-kapal ukuran <1 GT (95%). Kapal-kapal ukuran <1 GT hanya melakukan penangkapan ikan di sepanjang perairan pantai sampai dengan 12 mil sehingga produksi ikan yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan sekelas PPN Palabuhanratu. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi (21), bahwa potensi ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan cakalang sudah sangat jauh dari perairan pantai. Sebagai akibatnya, maka kapal-kapal penangkap ikan harus diperbesar ukurannya menjadi >1 GT, khususnya kapal berukuran >3 GT sehingga dapat menjangkau daerah penangkapan ikan pada jalur >12 mil dari pantai atau menarik kapal-kapal dari luar masuk ke Palabuhanratu. GOAL OPTIMALISASI FUNGSI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU LEMBAGA/ PELAKU Ditjen Perikanan Tangkap (.244) PPN Palabuhanratu (.38) Pemda/ Dinas (.112) KUD (.122) Nelayan (.214) SOLUSI PENGEMBANGAN Perluasan kolam dan dermaga (.29) Perluasan lahan (.253) Operas ional pelelangan ikan Pengadaan BBM (.86) (.272) Pelayanan prima (.99) ALTERNATIF PRIORITAS PENGEMBANGAN Peningkatan penda patan pelabuhan (.221) Peningkatan Jlh kapal (.244) Peningkatan produksi ikan (.232) Peningkatan PAD (.143) Peningkatan lapangan kerja (.16) Gambar 2 Hasil proses hirarki analitik untuk alternatif prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu. 159

87 Peningkatan jumlah kapal yang mendarat adalah merupakan alternatif prioritas pengembangan yang pertama untuk dilaksanakan terutama untuk kapal-kapal yang berukuran >3 GT, karena saat ini struktur armada di PPN Palabuhanratu komposisinya >95% terdiri dari kapal-kapal ukuran kecil (<1 GT). Tercatat pada tahun 22 jumlah kapal 3-15 GT mendarat di PPN Palabuhanratu sebanyak rata-rata 16 unit kapal dalam satu bulan atau rata-rata 4 buah kapal dalam seminggu. Kapal ukuran kecil <1 GT sangat mendominasi dengan jumlah 423 unit atau 93,58% dari jumlah kapal yang ada pada tahun 22 sebanyak 452 unit kapal, daerah operasi penangkapan kapalkapal tersebut masih berada di sepanjang pantai Kabupaten Sukabumi. Akibatnya produksi ikan yang didaratkan juga rendah yakni sebesar kg atau kg/bulannya. Banyaknya kapal-kapal ukuran kecil, akan menimbulkan permasalahan operasional pelabuhan terutama kesulitan dalam pengaturan kapal di kolam yang berdampak terhadap frekuensi kapal yang akan melakukan pendaratan di PPN Palabuhanratu. Menurut Rogge et al. (1987) bahwa untuk mewujudkan PPN Palabuhanratu, maka kapal-kapal yang berukuran <5 GT berbasis di PPI Cisolok (berjarak 11 km dari Palabuhanratu) sehingga kapal-kapal berukuran kecil akan berkurang di PPN Palabuhanratu dan memberi peluang kapal-kapal berukuran >5 GT berbasis lebih banyak di PPN Palabuhanratu. Prioritas pengembangan peningkatan jumlah kapal berukuran besar akan mempengaruhi produksi ikan yang didaratkan dan peningkatan aktivitas di pelabuhan sehingga fungsi pelabuhan akan lebih dioptimalkan. Apabila prioritas pengembangan ini dilaksanakan maka terhadap solusi pengembangan perlu diupayakan untuk direalisasikan terutama keputusan untuk memperluas kolam dan dermaga, perluasan lahan, operasional pelelangan ikan, penyediaan BBM serta pelayanan prima oleh pelabuhan (Gambar 2). (2) Alternatif kedua adalah peningkatan jumlah produksi ikan yang didaratkan dengan nilai rasio kepentingan, 232 pada inconsistency,1. Pelaksanaan alternatif ini sejalan dengan pelaksanaan alternatif peningkatan jumlah kapal berukuran 3 GT 15 GT mendarat di PPN Palabuhanratu. 16

88 Jumlah ikan yang didaratkan belum sesuai dengan jumlah ikan yang seharusnya mendarat di PPN Palabuhanratu. Kondisi ini disebabkan oleh sedikitnya kapal-kapal ukuran >1 GT mendarat di PPN Palabuhanratu. Pada tahun 22 tercatat jumlah kapal yang berukuran >3 GT mendarat di PPN Palabuhanratu hanya 13 unit dan yang berukuran >1 GT sebanyak 29 unit (PPN Palabuhanratu, 23). Produksi ikan yang didaratkan mengalami peningkatan yang berfluktuatif sejak tahun Rata-rata ikan yang didaratkan setiap tahun sejak tahun 21 sampai dengan 25 yakni ton. Produksi ikan yang didaratkan tertinggi pada tahun 25 sebesar 6.61 ton dan produksi terendah pada tahun 21 sebesar ton (Lampiran 15). Penurunan produksi tersebut antara lain disebabkan oleh kondisi cuaca terutama gelombang di laut cukup besar yang terjadi berbulan-bulan sehingga mengurangi jumlah kapal yang melaut. Disamping karena faktor alam, hal tersebut disebabkan juga oleh musim ikan sangat berkurang dan potensi perikanan di fishing ground-nya sudah menurun. Menurut Lubis (22), bahwa produksi perikanan yang didaratkan menurun disuatu pelabuhan disebabkan antara lain: 1) Harga ikan di pelabuhan perikanan tidak layak. Pada tahun 21 kondisi pemasaran ikan melalui aktivitas pelelangan tidak berjalan sempurna akibat lemahnya manajemen KUD Mina sebagai pengelola pelelangan ikan sehingga harga ikan tidak sesuai dengan harga pasar. Rata-rata harga ikan cakalang di pasaran sebesar Rp 5./kg, namun karena tidak ada proses lelang maka harga ikan turun menjadi sekitar Rp 3./kg. Akibatnya banyak kapal-kapal dari luar Palabuhanratu seperti dari Cilacap sedikit (2 buah kapal setiap bulan) mendarat di PPN Palabuhanratu. 2) Lokasi pelabuhan perikanan berjauhan dengan lokasi perumahan nelayan. Kondisi ini tidak berlaku untuk PPN Palabuhanratu karena perumahan nelayan relatif dekat dengan lokasi pelabuhan perikanan. 3) Daerah pemasarannya jauh atau terdapat permasalahan dalam pendistribusian ikan. Kondisi di PPN Palabuhanratu memang jarak antara pelabuhan perikanan dengan daerah pemasaran relatif jauh yakni di Jakarta 161

89 dan Bandung dengan kondisi jalan yang sempit dan berliku-liku sehingga mempersulit pendistribusian ikan ke daerah konsumen. 4) Potensi perikanan di daerah penangkapan ikan sudah menurun. Hal ini disebabkan banyaknya alat tangkap bagan yang berada di Teluk Palabuhanratu yang menyebabkan ikan-ikan pelagis besar jumlahnya sedikit memasuki teluk. 5) Tidak terdapatnya fasilitas yang diperlukan dan atau beberapa fasilitas yang ada sudah rusak. Kondisi ini memang sesuai dengan PPN Palabuhanratu, dimana kondisi fasilitasnya tidak dapat mengakomodir kapal-kapal berukuran >3 GT. Akibatnya banyak kapal-kapal dari luar tidak masuk ke PPN Palabuhanratu. 6) Tidak terdapatnya pengorganisasian aktivitas yang baik di pelabuhan perikanan. Hal ini tidak berlaku bagi PPN Palabuhanratu karena aktivitasnya terorganisir dengan baik, walaupun beberapa SOP yang ada belum dijalankan oleh petugas secara optimal. Menurut statistik PPN Palabuhanratu 25, bahwa jenis-jenis ikan yang banyak didaratkan adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) kg dengan nilai Rp ,-, ikan tongkol lisong ( Auxis thazard) kg dengan nilai produksi Rp ,-, tongkol abu-abu (Thunnus tonggol) kg dengan nilai produksi Rp ,-, tongkol banyar kg dengan nilai produksi Rp ,-, ikan eteman/koyo (Menemaculata sp) kg dengan nilai produksi Rp ,-, ikan layur (Trichiurus sp) kg dengan nilai produksi Rp ,-, ikan tuna albakora (Thunnus alalunga) kg dengan nilai produksi Rp ,-, tuna yellow fin (Thunnus albacares) kg dan nilai produksi Rp ,-,ikan tembang (Sardinella fimbriata) kg dengan nilai produksi Rp ,- dan ikan layang (Decapterus ruselli) kg dengan nilai produksi Rp ,-. 162

90 Jumlah (Ton) Tahun Produksi Ikan Didaratkan Produksi Ikan Masuk Pelabuhan Jumlah Produksi Pelabuhan Gambar 21 Produksi ikan di PPN Palabuhanratu periode tahun Selain ikan yang didaratkan oleh kapal penangkap, banyak juga ikan yang masuk melalui darat ke pelabuhan yakni dari Jakarta, Cianjur, Binuangeun, Ujung Genteng, Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Loji dan dari Lampung. Jenis ikan yang masuk lewat darat ke pelabuhan antara lain cakalang, layaran, layur, peperek, tembang, tuna dan tongkol. Pada tahun 24 tercatat sebanyak kg ikan masuk ke pelabuhan melalui darat Nilai Cakalang Tongkol lisong Tongkol abu-abu Tongkol banyar Eteman Layur Tuna albakora Jenis ikan Tuna Tembang yellow fin Layang Produksi (ton) Nilai (Rp. jutaan) Gambar 22 Produksi dan nilai produksi ikan-ikan ekonomis penting di PPN Palabuhanratu tahun 24 (Sumber : PPN Palabuhanratu, 25). 163

91 Sebagian ikan yang ada di PPN Palabuhanratu didistribusikan untuk keperluan bahan baku pengolahan ikan seperti pindang yang berlokasi di Palabuhanratu, ikan asin, abon ikan yang berlokasi di Cisolok, dan untuk ikan-ikan jenis tertentu seperti layur diekspor ke Korea. Selain itu ikanikan olahan juga dijual ke Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bogor dan Cirebon. Lokasi tersebut menurut Lubis (22) termasuk hinterland sekunder yaitu daerah distribusi dari ikan-ikan olahan. (3) Alternatif ketiga adalah peningkatan pendapatan pelabuhan dengan nilai rasio kepentingan,221 pada inconsistency,1. Pendapatan pelabuhan akan meningkat apabila terjadi peningkatan perluasan kolam dan dermaga, perluasan lahan, peningkatan operasional pelelangan ikan, penyediaan BBM dan pelayanan prima oleh pelabuhan. Pendapatan pelabuhan sangat kecil. Sebagai akibat jumlah produksi ikan yang belum sesuai dengan harapan sekelas PPN Palabuhanratu, maka pendapatan PPN Palabuhanratu juga relatif kecil, disamping itu PPN Palabuhanratu belum memiliki areal khusus untuk industri perikanan. Pada tahun 25 tercatat pendapatan pelabuhan sebesar Rp yang diperoleh dari sewa tanah dan bangunan, sewa peralatan, sewa gedung, pas pintu masuk (uang peron), retribusi dari pedagang, sewa listrik dan usaha air bersih. Jumlah pendapatan pelabuhan rata-rata per tahun sejak periode tahun adalah sebesar Rp (Tabel 42). Relatif kecilnya pendapatan pelabuhan disebabkan oleh kecilnya tarif yang diatur oleh PP 62 tahun 2, seperti sewa lahan Rp.1. / m 2 per tahun. Banyak pendapatan lain yang dihasilkan oleh pelabuhan misalnya retribusi lelang tidak masuk menjadi pendapatan pelabuhan melainkan menjadi PAD. Menurut PKSPL-IPB dan Ditjen. Perikanan (2) bahwa pungutan perikanan termasuk pendapatan pelabuhan merupakan pungutan non pajak. Hasil pungutan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan pelabuhan perikanan sehingga layanan terhadap aktivitas perikanan dapat dijalankan dengan lebih efisien dan efektif. 164

92 Tabel 42 Pendapatan PPN Palabuhanratu berdasarkan PP 62 tahun 2 tentang PNBP periode tahun Tahun Jumlah (Rp) Jumlah Rata-rata (4) Alternatif keempat adalah peningkatan lapangan kerja dengan nilai rasio kepentingan sebesar,16 pada inconsistency,1. Peningkatan lapangan kerja bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat nelayan yakni dengan adanya pelaksanaan alternatif prioritas pengembangan pertama dan kedua, yang berdampak terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja. Apabila alternatif prioritas pengembangan ini dijalankan memerlukan peningkatan perluasan kolam dan dermaga, perluasan lahan, peningkatan operasional pelelangan ikan, penyediaan BBM dan pelayanan prima oleh pelabuhan. Jumlah tenaga kerja yang terserap relatif kecil disebabkan belum berkembangnya kapal-kapal berukuran besar (>3 GT) yang mendarat di PPN Palabuhanratu, belum banyaknya industri perikanan yang tumbuh di PPN Palabuhanratu. Pada tahun 25 jumlah tenaga kerja sebanyak 4.31 orang terdiri dari nelayan yang langsung terlibat dalam produksi sebanyak orang, nelayan yang tidak langsung terlibat dalam produksi sebanyak 83 orang (Tabel 43). Dengan adanya pengembangan PPN Palabuhanratu, maka diperkirakan jumlah tenaga kerja akan semakin meningkat. 165

93 Tabel 43 Jumlah tenaga kerja di PPN Palabuhanratu tahun 25 Jenis-jenis tenaga kerja Jumlah (orang) Nelayan Bakul 15 Pedagang ikan segar 6 Pedagang ikan asin 15 Pemindang 8 Penyedia es 1 Penyedia garam 5 Penyedia BBM 11 Penyedia alat tangkap 5 Tenaga kerja bongkar muat 4 Pengurus dan penjual kapal 175 Tukang roda 5 Docking 67 Juru batu 7 Pengrajin alat tangkap 14 Motoris 24 Jumlah 4.31 (5) Alternatif kelima adalah peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dengan nilai rasio kepentingan sebesar,143 pada inconsistency,1. PAD sangat kecil, disebabkan oleh terbatasnya tanah areal industri yang ada di dalam pelabuhan, sehingga PAD daerah Kabupaten Sukabumi dari pelabuhan sangat sedikit. Sumber PAD terbanyak berasal dari retribusi lelang, namun banyak sekali sumber-sumber pendapatan daerah tidak langsung, sebagai contoh tumbuhnya usaha-usaha pendukung aktivitas perikanan seperti perhotelan, toko-toko yang menjual kebutuhan masyarakat nelayan, perbankan dan industri-industri perikanan lainnya seperti cold storage dan pabrik es yang menghasilkan PAD dari pajak. 166

94 Berdasarkan Gambar 23 bahwa untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu maka prioritas solusi pengembangan yang perlu dijalankan adalah: (1) Pembangunan kolam dan dermaga dengan nilai rasio kepentingan paling penting dibandingkan dengan bentuk solusi permasalahan lainnya yaitu,29 pada inconsistency,1. Batas inconsistency yang diperbolehkan secara statistik adalah maksimum,1. Keputusan ini dianggap tepat karena selama ini masalah yang dihadapi adalah terbatasnya kapasitas kolam dan dermaga. (2) Penambahan kapasitas penyediaan BBM dengan nilai,272 adalah merupakan bentuk solusi pengembangan kedua yang perlu dijalankan untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu. Hal ini beralasan karena semakin banyak dan semakin besar ukuran kapal yang mendarat maka memerlukan BBM yang banyak pula. Gambar 23 Posisi masing-masing bentuk solusi pengembangan pada aplikasi program PHA. 167

95 (3) Perluasan lahan dengan nilai,253 adalah solusi pengembangan yang sangat mendesak untuk dilakukan dan merupakan satu paket dengan pembangunan kolam dan dermaga. Lahan yang berada di sebelah selatan pelabuhan sekarang adalah merupakan lahan yang cocok untuk membangun kolam dan dermaga. Lahan tersebut akan dibebaskan oleh pemerintah daerah. (4) Pelayanan prima dengan nilai adalah syarat mutlak yang diperlukan agar aktivitas pelabuhan berjalan efisien dan efektif sehingga dengan nilai,99 maka pelayanan prima adalah salah satu solusi pengembangan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan fungsi PPN Palabuhanratu. (5) Penyelenggaraan lelang dengan nilai,86 adalah solusi pengembangan untuk menggerakkan aktivitas pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu. Penyelenggaraan lelang yang baik akan meningkatkan harga jual ikan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nelayan. Gambar 24 Perbandingan peningkatan jumlah kapal dengan peningkatan produksi untuk semua solusi pengembangan. 168

96 Sebagai perbandingan menyeluruh antara prioritas pengembangan yang terpilih terhadap semua alternatif prioritas pengembangan maka ditunjukkan dua perbandingan yaitu pertama peningkatan jumlah kapal dan peningkatan jumlah produksi, kedua peningkatan jumlah kapal dan peningkatan jumlah pendapatan pelabuhan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 24. Pada Gambar 24 terlihat bahwa solusi pengembangan perluasan lahan dan penyediaan BBM diakomodir pada peningkatan jumlah kapal masing-masing lebih tinggi dari peningkatan produksi. Solusi pengembangan penyediaan BBM diakomodir pada prioritas pengembangan peningkatan jumlah kapal dengan nilai lebih tinggi dari penyediaan lahan (Gambar 25). Penyediaan BBM selama ini mengalami kendala karena pasokan sangat kurang dan harganya relatif mahal yakni lebih besar dari harga solar bersubsidi sebesar Rp 4.8 (beda harga Rp 5), sehingga mengganggu operasional kapal melaut dan berdampak pada operasional PPN Palabuhanratu. Gambar 25 Perbandingan peningkatan jumlah kapal dan peningkatan pendapatan untuk semua solusi pengembangan. 169

97 Dari aspek kelembagaan untuk merealisasikan prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu, maka berdasarkan olahan PHA diperoleh bahwa, lembaga yang berperan dalam pembangunan PPN Palabuhanratu adalah Ditjen.Perikanan Tangkap, PPN Palabuhanratu, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, KUD Mina Sinar Laut dan nelayan. Gambar 26 memperlihatkan posisi masing-masing lembaga untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu. Gambar 26 Posisi lembaga yang berperan dalam pengembangan PPN Palabuhanratu berdasarkan olahan PHA. Posisi pertama adalah PPN Palabuhanratu yang merupakan instansi pusat yang ada di daerah dan merupakan UPT Departemen Kelautan dan Perikanan sehingga sangat berkepentingan untuk mengembangkan PPN Palabuhanratu dan sebagai pelaksana program. Posisi ketiga adalah Ditjen. Perikanan Tangkap yang merupakan instansi pemerintah pusat yang akan mengeluarkan kebijakan dapat tidaknya PPN Palabuhanratu dikembangkan karena segala kebijakan pengembangan PPN Palabuhanratu termasuk aspek pendanaannya dikeluarkan 17

98 oleh Dirjen. Perikanan Tangkap. Posisi ketiga adalah nelayan yang berpengaruh terhadap pengembangan PPN Palabuhanratu dari aspek pengguna, karena semakin berkembang PPN Palabuhanratu, maka diharapkan aktivitas perikanan yang melibatkan nelayan akan semakin bekembang. Posisi keempat adalah KUD Mina sebagai lembaga usaha nelayan sangat berperan didalam mengembangkan PPN Palabuhanratu guna mengoptimalkan fungsinya sehingga berkembangnya PPN Palabuhanratu akan menjadikan secara otomatis usaha KUD akan berkembang. Posisi kelima adalah Pemerintah daerah yang sangat diharapkan dukungannya dalam meyiapkan lahan guna pembangunan fasilitas dan lahan industri yang akan dikelola oleh pemerintah daerah. Selain itu pemerintah daerah berkewajiban untuk mempersiapkan prasarana untuk kelancaran aksesibilitas dari Palabuhanratu ke luar Palabuhanratu. Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Pemerintah Jawa Barat sangat berkepentingan untuk mengembangkan PPN Palabuhanratu karena akan berdampak terhadap pembangunan ekonomi daerah. Pemerintah daerah diharapkan membantu penyediaan lahan, jalan dan pelabuhan udara untuk kepentingan PPN Palabuhanratu mengembangkan dan mengoptimalkan fungsinya. KUD dan nelayan berperan dalam hal penggunaan PPN Palabuhanratu sebagai basis usaha. Pada Gambar 26 terlihat bahwa PPN Palabuhanratu mempunyai rasio kepentingan paling tinggi (pertama), yaitu,38 pada inconsistency,2. Hal ini cukup beralasan karena PPN Palabuhanratu adalah pelaksana sehingga mempunyai komitmen besar untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu. Kebijakan pembangunan PPN Palabuhanratu dihasilkan Ditjen. Perikanan Tangkap dengan nilai rasio kepentingan kedua sebesar,244 dan inconsistency,2. Pelaku yang berperan dalam pengembangan PPN Palabuhanratu : nelayan, KUD dan PEMDA masing masing memiliki nilai rasio kepentingan ketiga, keempat dan kelima sebesar,112,,122, dan, Sensitivitas prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu Berdasarkan prioritas pengembangan yang telah ditentukan di atas, maka perlu ditentukan seberapa besar persentase perubahan yang terjadi pada strategi prioritas yang telah ditetapkan, yakni dengan melakukan perubahan terhadap 171

99 parameter-parameter yang mempengaruhinya seperti strategi, solusi pengembangan dan stakeholder-nya. Kestabilan prioritas pengembangan pelabuhan perikanan yang telah dipilih perlu dilakukan uji sensitivitas terhadap strategi terpilih tersebut. Untuk melihat sensitifnya perubahan strategi maka berdasarkan simulasi terhadap grafik sensitivitas (Gambar 27) diperoleh hasil seperti pada Tabel 44 : Tabel 44 Hasil uji sensitivitas terhadap prioritas pengembangan pelabuhan perikanan terpilih Hasil uji sensitivitas terhadap Rasio peningkatan jumlah kapal sebagai No Aspek/kriteria kepentingan prioritas pertama (RK )awal Range RK stabil Range RK sensitif 1 Ditjen. PT,244 1 Tidak ada 2 PPNP,38 1 Tidak ada 3 PEMDA,112,987 Tidak ada 4 KUD,122,995 Tidak ada 5 Nelayan,214,992 Tidak ada Hasil uji sensitivitas terhadap prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu terpilih (peningkatan jumlah kapal sebagai prioritas pertama) terlihat pada Tabel 44. Berdasarkan Tabel 44, RK Ditjen Perikanan Tangkap masih di range RK stabil, artinya bahwa Ditjen Perikanan Tangkap sangat mendukung pengembangan PPN Palabuhanratu dengan prioritas pengembangan peningkatan jumlah kapal. Begitu juga untuk pelaku yang lain seperti PPN Palabuhanratu,, Pemda, KUD dan nelayan tidak mengganggu kestabilan alternatif prioritas pengembangan. Hal tersebut dimungkinkan karena keempat pelaku/lembaga tersebut lebih besar dukungannya terhadap pengembangan PPN Palabuhanratu. Pemerintah daerah akan membantu terhadap proses pembebasan lahan dalam rangka pengembangan PPN Palabuhanratu (Gambar 27). Pemerintah daerah juga berkewajiban untuk mempersiapkan aksesibilitas prasarana perhubungan. Selanjutnya untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi investor, maka pemerintah harus memberikan insentif keringanan pajak kepada pengusaha, menghindari adanya pajak yang berlebihan akibat adanya otonomi 172

100 daerah serta memberikan kemudahan didalam proses perijinan dan menciptakan kondisi keamanan yang kondusif dalam berusaha. Gambar 27 Hasil uji sensitivitas peningkatan jumlah kapal sebagai prioritas pertama prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu. Pengembangan PPN Palabuhanratu dengan prioritas pengembangan peningkatan jumlah kapal yang mendarat menghendaki untuk segera dilengkapi fasilitas terutama perluasan kolam pelabuhan dan penambahan kapasitas dermaga, kapasitas BBM, dan perluasan lahan. Kendala yang mungkin akan timbul dalam melaksanakan prioritas pengembangan ini adalah tidak tersedianya dana untuk pengembangan PPN Palabuhanratu, sehingga pembangunan fasilitas belum dapat dilakukan atau terkendala karena adanya kebijakan pemerintah, misalnya tentang kenaikan BBM sehingga menyebabkan menurunnya aktivitas perikanan. Kondisi 173

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Topografi dan Geografi Topografi wilayah Palabuhanratu adalah bertekstur kasar, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran bergelombang dan terdiri atas daerah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu juga merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4.1 DESKRIPSI PPSC Gagasan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Cilacap diawali sejak dekade 1980-an oleh Ditjen Perikanan dengan mengembangkan PPI Sentolokawat, namun rencana

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaaan Umum Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 119

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun LAMPIRAN 96 97 Lampiran 1 Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 Tahun Produktivitas Produksi Pertumbuhan Ratarata per Pertumbuhan ikan yang Rata-rata didaratkan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak di Teluk Jakarta tepatnya di Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB III DESKRIPSI AREA 32 BAB III DESKRIPSI AREA 3.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan keindahan serta menjaga kelestarian wilayah pesisir, sejak tahun 1999 Pemerintah

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Daerah Penelitian 5.1.1. Letak Geografis Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah perikanan potensial di perairan selatan Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

4 KONDISI UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 4 KONDISI UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta terletak di Muara

Lebih terperinci

Geliat MINAPOLITAN KABUPATEN PACITAN. Pemerintah Kabupaten Pacitan

Geliat MINAPOLITAN KABUPATEN PACITAN. Pemerintah Kabupaten Pacitan Geliat MINAPOLITAN KABUPATEN PACITAN Pemerintah Kabupaten Pacitan VISI Terwujudnya Masyarakat Pacitan yang Sejahtera MISI 4 Meningkatkan Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi yang Bertumpu pada potensi Unggulan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA 5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA 5.1 Keadaan Umum 5.1.1 Letak dan sejarah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh secara geografis terletak pada 4 0 07 30 LU dan 96 0 30 BT dan terletak di wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI

PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI DISAMPAIKAN PADA KEGIATAN PROYEK ICCTF TA 2016 ADAPTASI PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM DI WILAYAH PESISIR SELATAN PULAU JAWA BERBASIS KAJIAN

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI KINERJA PELABUHAN

BAB V EVALUASI KINERJA PELABUHAN 168 BAB V 5.1. Tinjauan Umum. Untuk dapat melaksanakan Perencanaan dan Perancangan Pelabuhan Perikanan Morodemak, Kabupaten Demak dengan baik maka diperlukan evaluasi yang mendalam atas kondisi Pelabuhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

6. FUNGSI PPI MUARA BATU 6. FUNGSI PPI MUARA BATU Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan

Lebih terperinci

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain LEmBRGn PEHELITinn STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR Jonny Zain ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2008 di Pelabuhan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm 102 108 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.1 PERANAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DALAM PEMASARAN IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KEC.

Lebih terperinci

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini 33 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 ο 24 112 ο 11 BT dan 7 ο

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PRIGI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI 8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI Aktivitas-aktivitas perikanan tangkap yang ada di PPI Jayanti dan sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai aktivitas wisata bahari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Desa Blanakan Desa Blanakan merupakan daerah yang secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografi dan keadaan topografi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta terletak di Muara Baru. Kawasan

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

4 GAMBARAN UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 4 GAMBARAN UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak di

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1 Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa terbentuk pada tanggal 24 September 1991 berdasarkan Undang-undang Nomor 06 tahun 1991. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 44); LEMBARAN

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 78 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 1. Keadaan Geografis Kecamatan Teluk Betung Selatan merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang terdapat di Kota Bandar

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14 PRODUKSI PERIKANAN Produksi Perikanan Kabupaten Aceh Selatan berasal dari hasil penangkapan di laut dan perairan umum serta dari kegiatan budidaya. Pada tahun 2011 produksi perikanan secara keseluruhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelang hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan

Lebih terperinci

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN 2.1 Profil Daerah Penelitian Sub bab ini akan membahas beberapa subjek yang berkaitan dengan karakteristik

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Bantul memiliki potensi kekayaan sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 LAMPIRAN 153 154 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 154 155 Lampiran 2 Lay out PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu, 2007 155 156 Lampiran 3 Perhitungan besaran pemanfaatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.10/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PETA LOKASI PENELITIAN 105

PETA LOKASI PENELITIAN 105 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.50/MEN/2011 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.440, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci