HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Indonesia Negara Indonesia terletak di Sebelah tenggara Asia, di Kepulauan Melayu, diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Koordinat geografisnya adalah 6 LU 'LS dan dari 95 'BT BT. Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki 5 buah pulau besar yaitu Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Indonesia memiliki luas daratannya mencapai km², luas laut km². Jumlah wilayah lautan dan daratan adalah km². Di Indonesia terdapat 33 propinsi yang meliputi 456 kabupaten /kota. Namun, dalam penelitian Riskesdas, jumlah kabupaten/kota yang diikutsertakan dalam penelitian berjumlah 440 kabupaten/kota. Karakteristik Anak Usia anak yang diteliti dalam penelitian ini berada dalam rentang bulan. Populasi anak dalam penelitian ini berjumlah orang. Sebagian besar anak, baik yang berada dalam keadaan stunting maupun normal berada dalam rentang usia bulan, yaitu masing-masing 19,7% dan 24,4%. Semakin besar usia anak, jumlahnya semakin kecil. Sebaran usia dan jenis kelamin anak dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan usia Variabel Stunting Normal n % n % Usia bulan , , bulan , , bulan , ,7 Jenis Kelamin Laki-laki , ,7 Perempuan , ,6 31

2 Jumlah anak yang berjenis kelamin laki-laki tidak jauh berbeda dengan jumlah anak yang berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan uji korelasi Chi Square, terdapat hubungan antara jenis kelamin anak dengan status gizi (p<0.01). Anak laki-laki lebih banyak yang mengalami stunting dibandingkan dengan anak perempuan. Penelitian ini menguatkan hasil penelitian Adeladza (2009) yang menyatakan bahwa pada umumnya status gizi anak laki-laki lebih rendah daripada anak perempuan pada usia yang sama. Jus at (1991) menambahkan anak laki-laki memiliki status gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan anak laki-laki cenderung lebih aktif dalam beraktivitas dibandingkan dengan anak perempuan. Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga terdiri dari tempat tinggal, jumlah anggota keluarga, status ekonomi, pendidikan ayah dan ibu serta pekerjaan ayah dan ibu. Adapun, sebaran karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan tempat tinggalnya, anak yang tinggal di desa lebih banyak jumlahnya daripada yang tinggal di kota baik anak dengan kategori stunting maupun normal. Sebesar 59,6% anak dengan kategori status gizi menurut TB/U normal tinggal di kota. Pengkategorian desa dan kota didasarkan pengkategorian BPS melalui perhitungan skor terhadap tiga variabel potensi desa yaitu kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan akses terhadap fasilitas umum. Jumlah anggota keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga disebut besar, bila berjumlah 7 orang, disebut sedang, bila berjumlah 5-6 orang dan kecil bila berjumlah 4 orang. Sebanyak 49,9% kelompok anak stunting memiliki keluarga dengan anggota keluarga besar. Pada kelompok anak dengan status gizi menurut TB/U normal sebagian besar memiliki keluarga dengan jumlah anggota keluarga kecil, yaitu sebesar 54,4%. Rata rata jumlah anggota keluarga pada kelompok stunting adalah 4,8 ± 1,5 dengan nilai minimum 3 dan nilai maksimum

3 Sementara itu, rata -rata jumlah anggota keluarga pada kelompok anak normal berjumlah 4,7± 1,4 dengan nilai minumun 3 dan nilai maksimum 16. Keluarga dengan status ekonomi miskin jumlahnya lebih banyak baik pada kelomok anak stunting maupun normal. Keadaan sosial ekonomi rumah tangga menentukan status gizi anggota rumah tangga tersebut terutama anak balita (Riyadi et al. 2006). Berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status ekonomi (p<0.01, r=0.23). Keluarga yang mempunyai jumlah anggota keluarga besar lebih banyak yang mempunyai status ekonomi miskin. Hal tersebut dikarenakan keluarga dengan status ekonomi miskin mempunyai pengeluaran keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi tidak miskin. Menurut Sanjur (1982) besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga, pengeluaran keluarga pun akan semakin besar. Dari berbagai faktor penyebab masalah gizi, kemiskinan dinilai memiliki peranan penting dan bersifat timbal balik, artinya kemiskinan akan menyebabkan kurang gizi dan individu yang kurang gizi akan melahirkan kemiskinan. Masalah kurang gizi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses kemiskinan melalui tiga cara, yaitu menyebabkan hilangnya produktivitas, menurunkan kemampuan kognitif dan berakibat pada rendahnya tingkat pendidikan dan dapat menurunkan tingkat ekonomi keluarga karena dapat meningkatkan pengeluaran untuk berobat (RANPG 2007). Proporsi terbanyak pendidikan kepala keluarga atau ayah adalah pendidikan dasar baik pada kelompok stunting maupun normal yaitu masingmasing 49,6% dan 50,4%. Pendidikan dasar meliputi pendidikan hingga tingkat SLTP. Namun, masih terdapat kepala keluarga yang tidak pernah bersekolah. Hanya sebagian kecil kepala keluarga yang menempuh pendidikan tinggi. Pendidikan kepala rumah tangga berhubungan pula dengan tempat tinggal (p<0.01, r=0.31). Artinya, kepala rumah tangga yang berpendidikan rendah sebagian besar bertempat tinggal di desa. Selain itu, pendidikan kepala keluarga pun berhubungan dengan status ekonomi (p<0.01, r=0.26). Keluarga dengan kepala keluarga berpendidikan rendah lebih banyak yang memiliki status 33

4 ekonomi miskin. Seperti halnya dengan pendidikan kepala rumah tangga, proporsi tingkat pendidikan ibu pun sebagian besar adalah pendidikan dasar. Terdapat pula sebagian kecil ibu yang menempuh hingga jenjang pendidikan tinggi, walaupun masih terdapat sebagian kecil ibu yang tidak pernah bersekolah pada kedua kelompok. Sebaran anak berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran anak berdasarkan karakteristik keluarga Variabel Status Gizi menurut TB/U Stunting Normal Total n % n % n % Tempat Tinggal Desa , , Kota , , Jumlah anggota rumah Tangga Besar , , Sedang , , Kecil , , Status Ekonomi Miskin , , Tidak miskin , , Pendidikan Ibu Tidak sekolah , , Dasar , , Menengah , , Tinggi , , Pendidikan kepala keluarga Tidak sekolah , , Dasar , , Menengah , , Tinggi , , Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Tidak bekerja , , Bekerja , , Pekerjaan ibu Tidak bekerja , , Bekerja , , Baik pada kelompok stunting maupun normal, sebagian besar kepala keluarga mempunyai pekerjaan. Namun, masih terdapat kepala keluarga yang tidak mempunyai pekerjaan yaitu sebesar 47,8% pada kelompok stunting dan 34

5 52,2% pada kelompok normal.. Ibu yang tidak bekerja berjumlah 46,5% pada kelompok stunting pada kelompok normal berjumlah 53,5%. Salah satu faktor yang mendorong wanita turut bekerja adalah keadaan ekonomi. Hal ini dapat terjadi akibat jumlah tanggungan keluarga yang semakin besar (Aritonang & Priharsiwi, 2005). Sebagian besar orang tua, baik yang memiliki anak dengan status gizi stunting maupun tidak bekerja sebagai petani. Rumah tangga petani merupakan rumah tangga dengan pekerjaan utama anggotanya sebagai petani dan umumnya hidup dan tinggal di pedesaan (Suhanda et al 2009). Sebaran jenis pekerjaan kepala keluarga dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis pekerjaan ayah Jenis Pekerjaan stunting normal Total n % n % n % Tidak bekerja , , Tni/polri , , Pns , , Pegawai BUMN , , Pegawai swasta , , Wiraswasta , , Pelayanan jasa , , Petani , , Nelayan , , Buruh , , Lainnya , , Menurut Zakiah (1998) status pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi pola pengasuhan. Pada orang tua yang bekerja, khususnya ibu, dapat menyebabkan berkurangnya alokasi waktu untuk anak lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Bila dihubungkan dengan status gizi anak menurut TB/U, antara pekerjaan ibu dengan status gizi tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0.05). Hal ini kemungkinan dikarenakan ibu yang bekerja kemungkinan menitipkan anak pada pengasuhnya, seperti adik/kakak orang tua, nenek, atau anggota keluarga lainnya. Selain itu, berdasarkan uji korelasi Spearman pendidikan ibu berhubungan dengan pekerjaan ibu namun arahnya negatif (p<0.05, r= -0.4). Ibu yang tidak bekerja memiliki pendidikan 35

6 yang rendah. Rendahnya pendidikan ibu dapat menyebabkan pengetahuan ibu akan gizi terbatas. Seperti halnya dengan jenis pekerjaan ayah, jenis pekerjaan ibu pada ibu yang bekerja adalah petani. Sebaran jenis pekerjaan ibu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran jenis pekerjaan ibu Jenis Pekerjaan stunting normal Total n % n % n % Tidak bekerja , , Tni/polri 25 43, , Pns , , Pegawai BUMN 23 32, , Pegawai swasta , , Wiraswasta , , Pelayanan jasa , , Petani , , Nelayan 38 52, , Buruh , , Lainnya , , Status Gizi menurut TB/U Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa di Inonesia propinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Maluku (59.2%), Nusa Tenggara Timur (56.9%) dan Nusa Tenggara Barat (54.4%). Sedangkan propinsi dengan prevalensi stunting terendah adalah Daerah Istimewa Yogjakarta (29.2%), DKI Jakarta (30.3%) dan Jawa Barat (34.1%). Prevalensi nasional stunting adalah 36.8%. Namun, dalam penelitian ini, prevalensi stunting lebih besar, yaitu sebesar 46.7%. Hal ini disebabkan usia anak yang digunakan adalah bulan. Menurut Ramli (2009) prevalensi stunting tertinggi berada dalam rentang usia bulan. Selain itu, terdapat pula adanya kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu usia bulan, memiliki hubungan kandung dengan orang tua dan kelengkapan data. Setiap propinsi mempunyai jumlah sampel anak yang berbeda-beda. 36

7 Tabel 6 Sebaran prevalensi stunting Propinsi Persentase status gizi TB/U Persentase status gizi TB/U berdasarkan Riskesdas 2007* dalam penelitian ini ** stunting normal stunting normal NAD 44,6 55,4 56,2 43,8 Sumatra Utara 43,1 56,9 52,0 48,0 Sumatra Barat 36,5 63,5 45,4 54,6 Riau 33,0 67,0 35,4 64,6 Jambi 36,4 63,6 45,1 54,9 Sumatra Selatan 44,7 55,3 50,1 49,9 Bengkulu 36,0 64,0 46,3 53,7 Lampung 38,7 61,3 47,6 52,4 Bangka Belitung 35,5 64,5 41,6 58,4 Kepulauan Riau 26,2 73,8 41,5 58,5 DKI Jakarta 26,7 73,3 30,3 69,7 Jawa Barat 35,5 64,5 43,1 56,9 Jawa Tengah 36,5 63,5 44,8 55,2 DI Yogjakarta 27,6 72,4 29,2 70,8 Jawa Timur 34,8 65,2 41,4 58,6 Banten 39,0 61,0 45,2 54,8 Bali 31,0 69,0 37,5 62,5 Nusa Tenggara Barat 43,7 56,3 54,4 45,6 Nusa Tenggara Timur 46,8 53,2 56,9 43,1 Kalimantan Barat 39,3 60,7 46,7 53,3 Kalimantan Tengah 42,7 57,3 49,7 50,3 Kalimantan Selatan 41,8 58,2 48,9 51,1 Kalimantan Timur 35,2 64,8 41,4 58,6 Sulawesi Utara*** 31,2 68,8 39,0 60,5 Sulawesi Tengah 40,4 59,6 45,2 54,8 Sulawesi Selatan 29,1 70,9 47,3 52,7 Sulawesi Tenggara 40,5 59,5 47,1 52,9 Gorontalo 39,9 60,1 44,9 55,1 Sulawesi Barat 44,5 55,5 48,9 51,1 Maluku 45,8 54,2 59,2 40,8 Maluku Utara 40,2 59,8 41,5 58,5 Papua Barat 39,4 60,6 48,1 51,9 Papua 37,7 62,3 47,4 52,6 Total 36,8 63,2 46,7 53,4 *)Data prevalensi stunting Riskesdas berusia 0-59 bulan **) Data prevalensi stunting dalam penelitian ini berusia bulan ***) Data Propinsi Sulawesi Utara tidak diikutsertakan dalam pengolahan selanjutnya. Dengan demikian, jumlah keseluruhan sampel adalah

8 Masalah stunting perlu mendapatkan perhatian serius. Stunting menunjukkan pertumbuhan linear yang buruk sebagai akibat buruknya gizi dan kesehatan dalam waktu yang cukup lama, baik masa prenatal maupun postnatal. Stunting pada masa balita berhubungan dengan penurunan tingkat kecerdasan, perkembangan psikomotor, keterampilan, motorik halus dan integrasi sensori. (Adair & Guilkey 1997) Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa anak dengan status gizi normal menurut TB/U berjumlah 53.3% atau berjumlah anak. Sementara anak dengan dengan z-score yang lebih rendah dengan -2 atau stunting berjumlah 46.7% atau berjumlah anak. Sebaran status gizi menurut TB/U dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Sebaran anak berdasarkan status gizi menurut TB/U Penyakit Infeksi Penyakit infeksi merupakan faktor langsung terjadinya masalah gizi. Seorang anak dinyatakan mengidap penyakit infeksi jika mengalami 1 atau lebih penyakit infeksi, baik didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau bila responden pernah atau sedang menderita gejala klinis spesifik penyakit tersebut. Berdasarkan Gambar 3, dapat diketahui bahwa jumlah anak yang mengidap penyakit infeksi baik pada kelompok stunting dan normal jumlahnya tidak jauh berbeda yaitu masing-masing 50,5% yang mengidap penyakit infeksi dan 49,5% yang tidak mengidap penyakit. Menurut Satoto (1990) Masalah penyakit infeksi berkaitan dengan perilaku hidup tidak sehat, kesehatan 38

9 lingkungan yang tidak baik, pendidikan rendah dan kemiskinan. Usaha pencegahan infeksi sangat utama dan penting untuk kesehatan dan status gizi terutama balita Gambar 3 Sebaran anak berdasarkan penyakit infeksi Jenis penyakit infeksi yang dilihat dalam penelitian ini adalah ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), pneumonia, thypoid, malaria, diare, campak, TBC dan deman berdarah. Penyakit deman berdarah dan malaria ditularkan melalui vektor. Penyakit ISPA, pneumonia dan campak ditularkan melalui udara atau percikan air liur. Penyakit tifoid dan diare ditularkan melalui makanan atau air. Sebaran jenis penyakit infeksi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran anak berdasarkan jenis penyakit infeksi Jenis Penyakit Status Gizi Total stunting normal n % n % n % Tidak sakit , , ISPA , , Pneumonia , , Thypoid , , Malaria , , Diare , , Campak , , TB paru , , Demam berdarah 84 40, ,

10 Jenis penyakit infeksi yang terbanyak di alami responden adalah ISPA, yaitu sebesar 47,3% pada kelompok stunting dan 52,7% pada kelompok normal Seorang anak dapat mengidap lebih dari satu jenis penyakit infeksi. Penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kejadian penyakit ISPA terutama pada balita (Yusup dan Sulistyorini 2005). Selain ISPA, jenis penyakit yang jumlahnya cukup tinggi pada anak adalah diare. Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi lebih dari biasanya, 3 kali atau lebih dalam 1 hari. Diare juga didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang buang air besarnya ditandai dengan tinja berbentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (Anonymous 2007). Pada penelitian di Brazil (2005), diare merupakan salah satu penyebab utama rendahnya pertumbuhan pada anak dibawah usia 5 tahun (Assis et al 2005) Perilaku Higienis Perilaku higienis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku higienis ibu. Hubungan ibu dan anak merupakan interaksi sosial yang pertama kali dialami oleh anak. Anak balita belum mampu merawat dirinya sendiri. Mereka sangat membutuhkan bantuan orang disekitarnya, terutama ibu. Perilaku higienis ibu berupa kebiasaan mencuci tangan yang baik sangat dibutuhkan oleh anak. Perilaku higienis mencuci tangan pada ibu balita dibagi menjadi dua kategori yaitu mencuci tangan yang baik dan kurang. Mencuci tangan dikatakan baik jika seseorang mencuci tangan dengan sabun setiap akan melakukan kegiatan sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar/setelah menceboki bayi, dan setelah memegang binatang (Depkes 2008). Mencuci tangan adalah kegiatan membersihkan bagian telapak, punggung tangan dan jari agar bersih dari kotoran dan membunuh kuman 40

11 penyebab penyakit yang merugikan kesehatan manusia serta membuat tangan menjadi harum baunya (Adytama 2009). Sebagian besar ibu (71%), baik yang memiliki anak stunting maupun normal mempunyai perilaku higienis kurang. Sisanya (29%) ibu berperilaku higienis baik. Gambar 4 Sebaran Anak berdasarkan perilaku higienis ibu Sebaran jenis perilaku higienis ibu dapat dilihat pada Gambar 4. Secara keseluruhan dapat dilihat, bahwa ibu yang melakukan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar dan setelah pegang binatang pada anak dengan status gizi normal jumlahnya lebih banyak dari ibu pada kelompok anak stunting. Gambar 4 Sebaran anak berdasarkan jenis perilaku higienis 41

12 Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar (75%) lingkungan anak baik paada kelompok stunting maupun normal berada dalam kategori sanitasi lingkungan sedang. Hanya sebagian kecil (7%) responden berada dalam kategori sanitasi lingkungan baik. Gambar 6 Sebaran anak berdasarkan sanitasi lingkungan Rincian praktik sanitasi lingkungan responden dapat dilihat pada Tabel 8. Menurut Satoto (1990) sanitasi lingkungan mempengarui tumbuh kembang anak melalui penurunan kerawanan anak terhadap penyakit infeksi. Sanitasi yang baik cenderung meningkatkan rasa aman ibu atau pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungan Penilaian sanitasi lingkungan pada penelitian ini diantaranya dilihat dari akses ke sumber air, kualitas fisik air yang diminum, pengolahan air sebelum diminum, penanganan limbah rumah tangga dan kepemilikan tempat sampah. Persediaan air bersih (PAB), jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah (PAL) dikategorikan sebagai sarana sanitasi dasar yang sebaiknya dimiliki oleh keluarga (Yusup & Sulistyorini 2005). Jumlah pemakaian air bersih rumah tangga per kapita sangat terkait dengan risiko kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan higiene. Menurut WHO (2010) batasan minimal akses untuk konsumsi air bersih adalah 20 liter/orang/hari dan sarana sumber air berada dalam radius 1 kilometer dari 42

13 rumah. Sebesar 50,3% anak dengan kondisi stunting menggunakan air kurang dari 20 liter dalam sehari. Sebesar 53,5% responden memperoleh air dalam jarak kurang dari 1 km dan memperoleh air dalam waktu kurang dari 30 menit. Menurut Permanasari, Luciasari dan Purwanto (2010) air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Oleh karena itu, ketersediaan air dapat menurunkan water borne disease. Kualitas fisik air dinyatakan baik bila air tersebut tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan tidak berbusa (Depkes 2008). Fasilitas air bersih diperlukan manusia untuk minum, memasak, mandi, mencuci, membersihkan peralatan dan lain-lain. Menurut Marchant et al (2003) anak yang berasal dari keluarga dengan sanitasi dan kualitas air yang lebih buruk mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan dengan yang mempunyai sanitasi yang baik. Jika dilihat dari tempat penampungan air limbah rumah tangga, sebagian besar tanpa penampungan baik yang berasal dari kelompok stunting maupun normal. Sebanyak 60,9% rumah tangga pada kelompok anak normal memiliki saluran tertutup sebagai saluran pembuangan limbah. Air limbah terdiri dari kotoran manusia, kotoran dari dapur dan kamar mandi termasuk air kotor dari permukaan tanah. Menurut Dainur (1992) dalam Mariani (2003) air limbah rumah tangga banyak mengandung bahan-bahan organik sehingga merupakan media bagi agen penyakit dan bila mencemari air bersih akan merupakan sumber penyakit yang disebarkan melalui air (water borne disease). Air buangan dari kamar mandi, tempat cuci dan lain sebagainya harus dibuang sebelum masuk ke saluran pembuangan di pemukiman, sehingga air buangan tersebut tidak mengotori permukaan tanah disekitar rumah. Sebagian besar keluarga, baik yang memiliki anak dengan kondisi stunting maupun normal telah menggunakan jamban sebagai tempat buang air besar. Tujuan dari penyediaan sarana pembuangan kotoran manusia (jamban) adalah untuk mencegah adanya kontaminasi kotoran manusia dengan sumber air, 43

14 makanan, perabot rumah tangga, sarana rekreasi dan lain sebagainya. (Marchant 2003). Menurut WHO 1987 dalam Astari 2006 orang yang terkena diare, kolera dan infeksi cacing biasanya disebabkan oleh kuman yang berasal dari tinja. Sebagian besar responden tidak memiliki tempat sampah baik di dalam rumah maupun diluar rumah. Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak rusak dan tertutup rapat. Untuk penyimpanan sampah diperlukan tempat sampah di tiap rumah (Sukarni 1989). Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan variabel sanitasi lingkungan Variabel Status Gizi menurut TB/U Stunting Normal Total n % n % n % Jumlah pemakaian air untuk keperluan 1 rumah tangga/orang/hari a. < 20 liter b. > 20 liter Jarak yang dibutuhkan untuk memperoleh air a. > 1 km b. < 1 km Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh air a. > 30 menit b. < 30 menit Pencemaran dalam radius < 10 meter (air limbah/cubluk/tangki septic/sampah) a. Terdapat b. Tidak terdapat Kemudahan untuk memperoleh air sepanjang tahun a. Sulit sepanjang tahun b. Sulit pada musim kemarau c. Mudah sepanjang tahun Kualitas fisik air minum a. Keruh b. Tidak Keruh a. Berwarna b. Tidak berwarna a. Berasa b. Tidak berasa a. Berbusa b. Tidak berbusa

15 Tabel 8 Lanjutan No Variabel Status Gizi menurut TB/U Stunting Normal Total n % n % n % a. Berbau b. Tidak berbau Pengolahan air minum sebelum digunakan a. Dimasak b. Tidak dimasak Tempat buang air besar a. Jamban , , b. Bukan jamban , , Tempat penampungan air limbah dari kamar mandi/ dapur/ tempat cuci a. Tanpa penampungan b. Penampungan terbuka c. Penampungan tertutup Saluran pembuangan air limbah dari kamar 10 mandi/ dapur/ tempat cuci a. Tanpa saluran b. Saluran terbuka c. Saluran tertutup Tempat sampah di luar rumah a. Tidak memiliki tempat sampah b. Tempat sampah terbuka c. Tempat sampah tertutup Tempat sampah di dalam rumah a. Tidak memiliki tempat sampah b. Tempat sampah terbuka c. Tempat sampah tertutup Akses dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Dalam analisis ini, sarana pelayanan kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yaitu sarana pelayanan kesehatan rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktek dan bidan praktek dan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yaitu pelayanan posyandu, poskesdes dan polindes atau bidan desa. Untuk masing-masing kelompok pelayanan kesehatan tersebut dikaji akses rumah tangga ke sarana pelayanan kesehatan tersebut. Selanjutnya untuk UKBM dikaji tentang pemanfaatan dan jenis pelayanan yang diterima oleh 45

16 rumah tangga. Setelah itu, dilakukan skoring terhadap akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dari setiap keluarga dan dikelompokkan menjadi keluarga dengan akses dan pemanfaatan kesehatan baik, sedang dan kurang. Rumah tangga pada kedua kelompok dengan akses dan pemanfaatan baik dan sedang jumlahnya tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing, yaitu sebesar 36.6% dan 37.7%. Sementara rumah tangga dengan akses dan pemanfaatan kesehatan kurang sebesar 26.7%. Gambar 7 Sebaran anak berdasarkan akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebanyak 55,1% keluarga dengan status gizi menurut TB/U normal menempuh jarak kurang dari 1 km untuk menuju sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktek, bidan praktek), dan 55,7% responden membutuhkan waktu 15 menit untuk mencapai sarana pelayanan kesehatan terse but. Sementara itu sebagian besar responden menempuh jarak < 1 km untuk menuju ke posyandu/ poskesdes/ polindes dan membutuhkan waktu 15 menit untuk menuju sarana pelayanan kesehatan berbasis masyarakat tersebut. Sebanyak 62,5% keluarga dengan status gizi menurut TB/U normal memanfaatkan Posyandu/ Poskesdes. 46

17 Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan variabel akses dan pemanfaatan kesehatan No Variabel Status Gizi menurut TB/U Stunting Normal Total n % n % n % Jarak yang ditempuh ke sarana pelayanan 1 kesehatan terdekat (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktek, bidan praktek) a. > 5 km b. 1-5 km c. < 1 km Waktu tempuh ke sarana pelayanan 2 kesehatan terdekat (rumah sakit, pustu, bidan praktek, dokter praktek,) a. 31 menit b menit c. 15 menit Jarak yang ditempuh ke sarana pelayanan kesehatan terdekat (posyandu, poskesdes, polindes) a. > 5 km b. 1-5 km a. < 1 km Waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan terdekat (posyandu, 4 poskesdes, polindes) a. 31 menit b menit a. 15 menit Ketersediaan angkutan umum ke tempat pelayanan kesehatan a. Tersedia b. Tidak tersedia Pemanfaatan Posyandu/Poskesdes dalam 3 bulan terakhir a. Memanfaatkan b. Tidak memanfaatkan Pemanfaatan Polindes/bidan desa dalam 3 bulan terakhir a. Memanfaatkan b. Tidak memanfaatkan

18 Dari keseluruhan responden, umumnya kunjungan ke posyandu atau poskesdes digunakan untuk menimbang (53.4%), mendapatkan penyuluhan (23.3%), imunisasi (34.9%), pelayanan keluarga berencana KB (16.7%), kesehatan ibu dan anak (KIA) (18.0%), pengobatan (33.8%), pemberian makanan tambahan (29.0%), pengobatan (20.2%), pemberian suplemen gizi (32.2%) dan konsultasi risiko penyakit (7.0%). Sementara itu, responden yang tidak memanfaatkan posyandu/poskesdes baik pada kelompok stunting maupun normal diantaranya dikarenakan letaknya yang jauh, tidak ada posyandu di sekitar tempat tinggal dan layanan yang tidak lengkap. Menurut Hidayat et al (2010) rumah tangga balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu lebih banyak balita yang status gizi baik berdasarkan TB/U berbeda nyata dengan rumah tangga balita yang tidak pernah ke pos pelayanan terpadu. Responden pada kelompok stunting maupun normal memanfaatkan polindes atau bidan desa biasanya melakukan pemeriksaan kehamilan (5.1%), bersalin (2.6%), pemeriksaan ibu nifas (2.4%), pemeriksaan neonatus (2.1%), pemeriksaan bayi dan balita (11.8%) dan pengobatan (26%). Adapun, alasan responden tidak memanfaatkan polindes atau bidan diantaranya dikarenakan letak yang jauh, pelayanan tidak lengkap, tidak terdapat polindes/bidan desa dan tidak membutuhkannya. Tinggi Badan Orang Tua Tinggi badan orang tua (ayah dan ibu) menjadi salah satu faktor yang diperhatikan dalam melihat tinggi badan pada anak. Sebaran tinggi badan orang tua dapat dilihat pada Tabel 10. Rata-rata tinggi badan ayah yang memiliki anak dengan tinggi badan normal adalah 162,8 cm ± 6,2 cm dengan nilai maksimum adalah cm dan nilai minimunnya adalah 128 cm. Sementara itu, rata-rata tinggi badan ayah yang memiliki anak dengan kondisi stunting adalah 161,35 cm ± 6.3 cm dengan maksimumnya adalah cm dan nilai minimumnya adalah 128 cm. Sebagian besar ayah baik pada kelompok stunting maupun normal memiliki tinggi badan 161 cm cm. Sebaran tinggi badan ayah dapat dilihat pada Tabel

19 Tabel 10 Sebaran tinggi badan ayah Tinggi Badan Status Gizi Total stunting normal n % n % n % <141 cm > Sebaran tinggi badan ayah dapat dilihat pada Tabel 11. Rata-rata tinggi badan ibu yang memiliki anak dengan tinggi badan normal adalah cm ± 5,7 cm dengan nilai maksimum adalah cm dan nilai minimunnya adalah 117 cm. Sementara itu, rata-rata tinggi badan ibu yang memiliki anak dengan kondisi stunting adalah 151,6 cm ± 5,9 cm dengan maksimumnya adalah 184,1 cm dan nilai minimumnya adalah 128 cm. Sebagian besar ibu baik pada kelompok stunting maupun normal memiliki tinggi badan 151 cm cm. Tabel 11 Sebaran tinggi badan ibu Status Gizi Status Gizi Total stunting normal n % n % n % <141 cm >

20 Hubungan sanitasi lingkungan, akses dan pemanfaatan kesehatan, dan perilaku higienis dengan penyakit infeksi Kejadian infeksi penyakit (morbiditas) erat kaitannya dengan akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Selain itu pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan juga berkaitan erat dengan morbiditas dan akhirnya berpengaruh terhadap status gizi (Hidayat, Hermina & Fuada 2009). Sementara itu, dengan personal higiene, dalam hal ini kebiasaan mencuci tangan dapat menurunkan terjadinya penyakit infeksi terutama diare. Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya status gizi kurang pada balita (UNICEF 1990). Terjadinya penyakit infeksi pada seorang anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya dikarenakan sanitasi lingkungan, akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan perilaku higienis ibu, yaitu kebiasaan ibu dalam mencuci tangan. Tabel 12 Sebaran Penyakit Infeksi berdasarkan Sanitasi Lingkungan Personal higiene dan Akses dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Variabel Penyakit Infeksi p Sakit Infeksi Tidak Sakit Infeksi n % n % Personal higiene Kurang Baik >0.05 Total Akses dan Pemanfaatan Kesehatan Kurang Sedang <0.05 Baik Sanitasi lingkungan Kurang Sedang <0.05 Baik Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa personal higiene ibu sebagian besar adalah kurang dan pada anak yang menderita penyakit infeksi dan tidak menderita penyakit infeksi jumlahnya tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing 72.3% dan 71.2%. Sebanyak 26.5 % anak yang menderita penyakit infeksi memiliki akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang 50

21 kurang baik. Keluarga yang memiliki sanitasi lingkungan baik sebesar 7.4% yang tidak sakit infeksi dan yang menderita sakit infeksi sebanyak 5.4%. Berdasarkan uji korelasi Spearman, sanitasi lingkungan berhubungan dengan penyakit infeksi (p<0.01, r=0.46). Hal ini berarti anak dengan sanitasi lingkungan kurang cenderung mengidap penyakit infeksi sebaliknya, anak dengan sanitasi lingkungan baik cenderung tidak mengidap penyakit infeksi. Menurut Sukarni (1989) melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit. Biasanya pada suatu tempat tinggal yang mempunyai sumber air yang buruk, akan mempunyai pula pembuangan kotoran, ventilasi dan kepadatan penghuni yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Menurut Anugra (2004) lingkungan yang sehat dan bersih akan mengurangi kejadian infeksi yang selanjutnya mengurangi kejadian penyakit yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan status gizi anak. Sementara itu, menurut Azwar (1988) penyakit yang diderita oleh seseorang disebabkan oleh daya tahan tubuh yang rendah, lingkungan yang kurang bersih dan perilaku hidup yang kurang sehat. Hal ini dapat mempengaruhi status gizi dan kualitas sumberdaya manusia. Antara akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan penyakit infeksi terdapat hubungan yang signifikan berdasarkan uji korelasi Spearman (p>0.05). Hal ini berarti anak yang memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik cenderung tidak mengidap sakit infeksi dibandingkan dengan anak yang akses terhadap pelayanan kesehatan dan pemanfaatannya kurang. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dan personal higiene ibu (p>0.05). Hal ini kemungkinan dikarenakan dari jenis penyakit yang diteliti, tidak semua penyakit disebabkan oleh perilaku higienis. Misalnya penyakit deman berdarah dan malaria yang ditularkan melalui vektor. Alasan lainnya adalah masih terdapat penyakit infeksi lain yaitu penyakit cacingan yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Penyakit cacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang berhubungan dengan perilaku higienis. Namun, bila dilakukan uji 51

22 korelasi Chi Square terhadap masing-masing penyakit dengan perilaku higienis, jenis penyakit yang berhubungan dengan perilaku higienis adalah penyakit ISPA dan diare dengan masing-masing p<0.05. Sementara itu, jenis penyakit lainnya tidak berhubungan dengan perilaku higienis. Menurut Permanasari, Luciasari dan Purwanto (2010), ibu yang mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan sabun yang kurang baik mempunyai persentase lebih besar untuk anaknya terkena diare dibandingkan ibu yang mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan sabun yang baik. Ada perbedaan yang signifikan terhadap kejadian diare pada anak antara ibu yang mempunyai kebiasaan yang baik dalam mencuci tangan dengan sabun dibandingkan ibu yang mempunyai kebiasaan yang kurang baik dalam mencuci tangan dengan sabun. Menurut Yusup dan Sulistyorini (2005) yang melakukan penelitian tentang hubungan sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Faktor yang mempengaruhinya adalah kepadatan penghuni rumah, ventilasi dan penerangan alami. Kejadian risiko terjadinya ISPA pada rumah yang sanitasinya kurang adalah hampir 12 kali lebih banyak dibandingkan yang tidak ISPA. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kejadian penyakit ISPA terutama pada balita. Menurut Sukarni (1989) rumah tinggal yang mempunyai sumber air yang buruk, akan mempunyai pula pembuangan kotoran, ventilasi dan kepadatan penduduk yang tidak memenuhi syarat kesehatan Faktor Determinan Stunting Hasil regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap stunting adalah tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, umur, tempat tinggal, status ekonomi, pendidikan ibu, penyakit infeksi, personal higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun, model persamaan yang diperoleh adalah : 52

23 Y= -11, X X X X X X X X X 8 Hasil uji F bagi peubah bebas terhadap TB/U dapat dilihat pada Tabel 13. Secara keseluruhan ke-9 variabel tersebut memberikan kontribusi pada status gizi sebesar 4,58%. Hal tersebut menandakan masih terdapat faktor yang dapat memberikan kontribusi lebih besar terhadap kejadian stunting. Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi status gizi berdasarkan UNICEF (1990), variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini diantaranya adalah konsumsi zat gizi, pola asuh dan pengetahuan gizi, yang kemungkinan lebih mempengaruhi terjadinya stunting pada anak. Kemungkinan lain dari rendahnya nilai R 2 adalah kesalahan model yang disebut specification error. Kode Tabel 13 Hasil uji F bagi peubah bebas terhadap TB/U Peubah B T R 2 Parsial Sig Intercept X3 umur X2 TB ibu X1 TB ayah X10 sanitasi X5 tempat tinggal X6 status ekonomi X7 pendidikan ibu X9 personal higiene X8 penyakit infeksi n= R Menurut Bloom (1974) faktor yang mempengaruhi status kesehatan adalah keturunan, lingkungan fisik, kimia, biologis, pelayanan kesehatan dan perilaku sosial budaya. Dalam penelitian ini, variabel tinggi badan orang tua mewakili keturunan, variabel akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mewakili pelayanan kesehatan, variabel perilaku higienis mewakili perilaku 53

24 sosial budaya dan variabel karakteristik keluarga dan sanitasi lingkungan mewakili lingkungan. Menurut UNICEF 1990, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak. Faktor penyebab langsung adalah makanan dan penyakit infeksi. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi penyebab langsung adalah ketersediaan pangan, pola pengasuhan dan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyrakat. Pola asuh, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan diantaranya dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan kesehatan, dan informasi. Namun, akar maslah dari hal tersebut adalah kemiskinan. Usia anak yang semakin besar dapat memperburuk stunting. Semakin bertambahnya usia, risiko terjadinya stunting akan semakin besar. Menurut Ramli et al (2009) prevalensi stunting tertinggi stunting terjadi saat anak berusia bulan. Adanya penyakit infeksi dapat memperburuk terjadinya stunting. Anak yang menderita penyakit infeksi dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan sehingga kekurangan asupan zat gizi. Padahal, anak yang berada dalam keadaan sakit membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mempercepat proses pemulihan. Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, dapat mengakibatkan pertumbuhan tinggi badan anak pun terganggu. Menurut Widiyawati (2004) salah satu cara untuk mencapai tumbuh kembang balita secara maksimal adalah keadaan tubuh yang terbebas dari penyakit infeksi. Riyadi (2001) menyatakan bahwa penyakit infeksi dapat berdampak buruk terhadap pertumbuhan melalui berbagai cara, yaitu mengurangi nafsu makan, menurunkan penyerapan zat gizi, meningkatkan kebutuhan metabolik, atau secara langsung menyebabkan kehilangan zat-zat gizi. Sementara itu, menurut Suhardjo (1989) antara infeksi dan status gizi kurang terdapat interaksi timbal balik. Orang yang mengalami gizi kurang, daya tahan tubuh terhadap penyakit lebih rendah dan lebih mudah terkena serangan penyakit infeksi. Demikian pula sebaliknya infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan, sehingga orang yang terkena penyakit infeksi dapat mengalami kurang gizi. Anak balita sebagai golongan yang rawan, dengan kondisi tubuh yang lemah, akan mudah terserang 54

25 penyakit menular. Hal ini mengakibatkan semakin lemahnya kondisi tubuh dan kehilangan nafsu makan, sehingga lama kelamaan status gizinya akan memburuk. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak adalah diare. Menurut Mulyati, Sandjaja & Tjandrarini (2008) balita yang pernah mengalami diare lebih dari 3 kali/hari memiliki risiko untuk underweight 1,7 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak pernah mengalami diare. Sementara menurut Faber & Benade (1998), selain asupan makanan, penyakit diare dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan anak. Penyakit diare yang dialami pada awal masa kanak-kanak dapat memberikan konsekuensi jangka panjang terhadap tinggi badan menurut umur. Tempat tinggal mempengaruhi terjadinya stunting. Keluarga dengan anak balita yang tinggal di desa cenderung mengalami stunting dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Menurut Mulyati & Budiman (2006) subjek yang tinggal di pedesaan mempunyai peluang 1,5 kali lebih besar untuk mengalami hambatan dalam pencapaian pertumbuhan dibandingkan dengan anak yang bertempat tinggal di kota Status ekonomi mempengaruhi terjadinya stunting. Anak yang mengalami stunting lebih banyak yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi miskin dibandingkan dengan yang bukan berasal dari keluarga tidak miskin. Menurut Depkes 2008, masalah balita pendek merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Sementara itu, menurut Riyadi et al. (2006) ciri rumah tangga anak stunted adalah pendapatan yang lebih rendah, pengeluaran pangan yang lebih rendah, dan status gizi berdasarkan z-score TB/U yang rendah (negatif). Berdasarkan ciri tersebut dapat dikatakan bahwa anak stunted sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi. Pendidikan ibu turut mempengaruhi terjadinya stunting. Menurut Madanijah (2003) pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, higiene dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga. Sementara itu, menurut Adeladza (2009), 55

26 anak dengan ibu yang berpendidikan mempunyai status gizi yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang tidak Antara variabel sanitasi, status ekonomi, tempat tinggal, pendidikan ibu dan perilaku higienis saling berhubungan. Berdasarkan uji korelasi Spearman, tempat tinggal berhubungan dengan status ekonomi (p<0.01, r=0.12). Hal ini menunjukkan status ekonomi keluarga yang tinggal di desa lebih banyak yang berstatus miskin dibandingkan dengan di kota. Sebaliknya, tempat tinggal di kota cenderung mempunyai status ekonomi yang tidak miskin Sanitasi lingkungan pun mempunyai hubungan dengan tempat tinggal (p<0.01, r=0.27). Keluarga yang tinggal di kota cenderung mempunyai sanitasi yang lebih baik dibandingkan dengan di desa. Selain itu, sanitasi lingkungan berhubungan pula dengan status ekonomi (p<0.01, r=0.146). Keluarga dengan sanitasi kurang cenderung mempunyai status ekonomi miskin. Sebaliknya, keluarga dengan sanitasi lingkungan baik cenderung tidak miskin. Pendidikan ibu mempunyai hubungan dengan sanitasi (p<0.01, r=0.26), personal higiene (p<0.01, r=0.11), dan tempat tinggal (p<0.01, r=0.34). Ibu yang mempunyai pendidikan rendah pada umumnya mempunyai sanitasi lingkungan rumah dan personal higiene kurang. Hal tersebut pada umumnya terjadi pada ibu yang bertempat tinggal di desa. Menurut Depkes 2008 penduduk perkotaan berperilaku higienis lebih tinggi dari penduduk pedesaan dan semakin tinggi pengeluaran rumah tangga semakin tinggi pula persentase perilaku higienis yang baik Anak yang tinggal di desa dengan kondisi ekonomi yang miskin, sanitasi lingkungan yang lebih rendah, pendidikan ibu dan personal higiene yang rendah memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami stunting pada anak yang berusia bulan dibandingkan dengan anak yang bertempat tinggal di kota. Tinggi badan orang tua mempengaruhi terjadinya stunting pada anak. Menurut Jahari (1988) anak-anak di negara maju badannya lebih tinggi dan besar dari anak di negara berkembang. Anak dari kelompok di negara miskin lebih kecil dan pendek daripada anak-anak kelompok keluarga mampu dari suku atau ras yang sama. Faktor-faktor yang berperan dalam tinggi badan seorang anak adalah genetik dan lingkungan. Untuk daerah-daerah di negara berkembang 56

27 faktor lingkungan dianggap lebih berperan terhadap pertumbuhan tinggi badan dibandingkan dengan faktor genetik. Hal yang sama diungkapkan Supariasa, Fajar dan Bakri (2001) yang menyatakan di negara yang sedang berkembang, pertumbuhan anak selain diakibatkan oleh faktor genetik, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tinggi badan orang tua pun berhubungan dengan status ekonomi. Baik tinggi badan ayah (p<0.01, r=0.102) maupun tinggi badan ibu (p<0.01, r= 0.076) berhubungan dengan status ekonomi. Ibu maupun ayah yang memiliki tinggi badan tinggi cenderung tidak miskin, sebaliknya, tinggi badan ayah atau ibu yang memiliki tinggi badan rendah cenderung miskin. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak baik sejak lama dalam suatu keluarga. Hal ini menyebabkan asupan zat gizi baik dalam mutu maupun jumlahnya tidak mencukupi. Alasan lainnya adalah anak -anak terawat dengan baik pada ibu yang memiliki tinggi badan tinggi (Pryer, Rogers & Rahman 2003). Demikian pula menurut Sandjaja (2001) faktor ibu yang berperan nyata terhadap risiko kurang gizi adalah berat badan yang lebih rendah, tinggi badan rendah dan IMT yang kurang. 57

Daftar pertanyaan yang diambil dari Quesioner Riskesdas No Kode Quesioner Pertanyaan

Daftar pertanyaan yang diambil dari Quesioner Riskesdas No Kode Quesioner Pertanyaan 68 Lampiran Daftar pertanyaan yang diambil dari Quesioner Riskesdas 2007 No Kode Quesioner Pertanyaan Karakteristik Keluarga. RKD07.RT Blok I No.5 Klasifikasi desa/ kelurahan. Perkotaan 2. Pedesaan 2.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan METODE PENELITIAN Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Riskesdas 2007 diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran 21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan Pertumbuhan Linier (Stunting)

TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan Pertumbuhan Linier (Stunting) TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Pertumbuhan Linier (Stunting) Gangguan pertumbuhan linier yang tidak sesuai dengan umur merefleksikan masalah gizi kurang. Gangguan pertumbuhan linier (stunting) mengakibatkan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia yang terus terjadi di suatu tempat tertentu biasanya daerah pemukiman padat penduduk, termasuk penyakit

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Penelitian mengenai studi karakteristik pertumbuhan anak usia sekolah di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan dari bulan Mei-Juli 2011 dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang terutama di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara memastikan keberlanjutan lingkungan hidup, untuk itu setiap negara harus dapat mengurangi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Hasil pemilahan data dari sebanyak 2.822 rumah tangga yang mempunyai anak usia 6-11 bulan yang berasal dari 10 provinsi di Sumatera, hanya 1.749 rumah tangga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga Negara Indonesia, termasuk anak-anak. Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sehat dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku Hygiene-Sanitasi Ibu WAS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2007 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Jumlah kematian ART dlm periode 12 bulan sebelum survei dan dilakukan verbal otopsi:

Jumlah kematian ART dlm periode 12 bulan sebelum survei dan dilakukan verbal otopsi: ENTRI Nama Pengentri String E_TIME Waktu saat entri String KOMPOR Nomor komputer dalam jaringan String NO_KUES Nomor kuesioner IDRT Identitas Rumah Tangga String BLOK I. PENGENALAN TEMPAT PROV Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah BAB 1 PENDAHULUAN Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, identifikasi kerangka kerja konseptual, pertanyaan penelitian, variabel penelitian,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 DAFTAR ISI hal. KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v x BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEADAAN PENDUDUK 3 B. KEADAAN EKONOMI 8 C. INDEKS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Geografi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah sindrom penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melambat sampai mencair, serta bertambahnya frekuensi buang air besar dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL Rr. Dewi Ngaisyah INTISARI Kejadian stunting muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2 17 METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

4203002 2 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 PROFIL KESEHATAN ffiu DAN ANAK 2012 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 ISSN: 2087-4480 No. Publikasi: 04230.1202 Katalog BPS: 4203002 Ukuran Buku: 18,2 cm x

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan prospective study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2003 (antara musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun Development Goals (MDGs) yang disepakati seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

SOSIOSFIR. Sosiosfir. Lingkungan yang tercipta akibat interaksi antar manusia secara menalar.

SOSIOSFIR. Sosiosfir. Lingkungan yang tercipta akibat interaksi antar manusia secara menalar. SOSIOSFIR 1 Sosiosfir Lingkungan yang tercipta akibat interaksi antar manusia secara menalar. Pola pikir seseorang: Sikap, pengetahuan, kepercayaan dan norma. Pola pikir menentukan perilaku 2 1 Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare sampai saat ini merupakan penyebab kematian di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/bulan. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi adalah masalah kesehatan yang penanggulangannya tidak hanya dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES 2.1 Deskripsi Diabetes Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan stress. Penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 kali sehari dan berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di Indonesia saat ini mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 yang memiliki lima tujuan pokok. Salah satu tujuan pokok

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci