HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Wilayah Penelitian"

Transkripsi

1 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Geografi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi Jawa Tengah yang meliputi: Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut, Kabupaten Wonogiri di sebelah Tenggara, Kabupaten Purworejo di sebelah Barat, Kabupaten Magelang di sebelah Barat Laut (BPS 2007) Posisi DI Yogyakarta yang terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur, tercatat memiliki luas km² atau 0.17 persen dari luas Indonesia ( km²), merupakan provinsi terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan informasi dari Badan Pertanahan Nasional, dari km² luas DIY sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100m 499m dari permukaan laut tercatat sebesar 65.65%, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 28.84%, ketinggian antara 500m 999m sebesar 5.04% dan ketinggian di atas 1000 m sebesar 0.47%. Posisi geografis Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebelah Utara berbatasan dengan laut Flores, sebelah Selatan dengan lautan Hindia, sebelah Timur dengan Negara Timor Lorosae dan Laut Timor dan sebelah Barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kedudukan Astronomis terletak pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Selanjutnya Nusa Tenggara Timur memiliki kondisi geografis yang bervariasi, seperti Pulau Flores, Alor, Komodo, Solor, Lembata dan pulau-pulau sekitarnya di jalur utara terbentuk secara vulkanik. Sedangkan Pulau Sumba, Sabu, Rote, Semau, Timor dan pulau-pulau sekitarnya di selatan merupakan daerah karang, karena terbentuk dari dasar laut yang terangkat ke permukaan (BPS 2007) Dengan kondisi seperti ini maka pulau-pulau yang terletak pada jalur vulkanik dapat dikategorikan sebagai daerah yang subur, sedangkan daerah karang pada umumnya kurang subur. Wilayah administratif Pemerintah Provinsi NTT telah berkembang dari tahun ke tahun sesuai dengan perkembangan

2 31 kependudukan. Provinsi NTT terdiri dari 19 Kabupaten, 1 Kota, 273 Kecamatan dan 2796 Desa/Kelurahan. Luas wilayah masing-masing kabupaten cukup bervariasi, dimana Kabupaten Sumba Timur memiliki luas terbesar yaitu km2 dan yang terkecil adalah Kota Kupang dengan luas km2. Propinsi Sumatera Selatan terletak di sebelah Selatan garis khatulistiwa pada derajat lintang Selatan dan derajat Bujur Timur dengan luas wilayah ha. Bagian daratan propinsi ini berbatasan dengan Propinsi Jambi di sebelah Utara, Propinsi Lampung di Selatan dan Propinsi Bengkulu di bagian Barat. Sedang di bagian Timur berbatasan dengan Pulau Bangka dan Belitung. Sumatera Selatan dikenal juga dengan sebutan Bumi Sriwijaya karena wilayah ini dalam abad 712 Masehi merupakan pusat kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Indonesia yang berpengaruh sampai ke Formosa dan Cina di Asia serta Madagaskar di Afrika (Profil Sumsel 2007). Disamping itu, Sumatra Selatan sering pula disebut sebagai Daerah Batanghari Sembilan karena di kawasan ini terdapat 9 sungai besar yang dapat dilayari sampai jauh ke hulu, yakni: sungai Musi, Ogan, Komering, Lematang, Kelingi, Rawas, Batanghari Leko dan Lalan serta puluhan lagi cabang-cabangnya. Wilayah ini beriklim tropis dan basah. Sepanjang tahun propinsi ini hanya dipengaruhi oleh dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Suhu udaranya bervariasi antara 24.7 o C sampai 32.9 o C dengan tingkat kelembaban udara berkisar antara 82% sampai 88%. Demografi Berdasarkan hasil Hasil Proyeksi SUPAS 2005, tahun 2007 jumlah penduduk Provinsi DI Yogyakarta tercatat jiwa, dengan persentase jumlah penduduk laki-laki 50.16% dan penduduk perempuan 49.84%. Menurut daerah, persentase penduduk kota mencapai 60.57% dan penduduk desa mencapai 39.31% (Susenas 2007). Pertumbuhan penduduk pada tahun 2007 sebesar 1.01% relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta memiliki angka pertumbuhan di atas angka provinsi, masing-masing sebesar 1.46 persen, 1.34 persen dan 1.32 persen. Dengan luas wilayah km2, kepadatan penduduk di DI Yogyakarta tercatat jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta yakni jiwa per km2 dengan luas wilayah hanya sekitar 1

3 32 persen dari luas Provinsi DI Yogyakarta. Sedangkan Kabupaten Gunung Kidul yang memiliki wilayah terluas mencapai 46.63% memiliki kepadatan penduduk terendah yang dihuni rata-rata 461 jiwa per km2 (BPS 2007). Tabel 2 Sebaran penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut kelompok umur dan jenis kelamin Daerah Istimewa Yogyakarta Laki-laki % Perempuan % Jumlah % Kelompok Umur Jumlah Sumber BPS tahun 2007 Komposisi kelompok umur penduduk DI Yogyakarta didominasi oleh kelompok usia dewasa yaitu umur tahun sebesar persen. Kelompok umur 0-24 tahun tercatat 36.35%, kelompok umur tahun 50.84%, dan lanjut usia yaitu umur 60 tahun ke atas sebesar 12.81%. Besarnya proporsi mereka yang berusia lanjut mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup penduduk DI Yogyakarta. Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007 berjumlah jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Penduduk Sumatera Selatan bertambah dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 1.74% pertahun. Tingkat kepadatan penduduk provinsi Sumatera Selatan sekitar km 2. Dari 14 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, Kota Palembang mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi sebesar orang

4 33 per km 2. Sedangkan kepadatan penduduk paling kecil adalah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu orang per km 2. Tabel 3 Sebaran penduduk Provinsi Sumatera Selatan menurut kelompok umur dan jenis kelamin Sumatera Selatan Laki-laki % Perempuan % Jumlah % Kelompok Umur Jumlah Sumber BPS tahun 2007 Penduduk Sumatera Selatan menurut kelompok umur menunjukkan bahwa 29.68% berusia muda (0-14 tahun), 63.42% berusia produktif (umur tahun) dan hanya 6.9% yang berumur 60 tahun lebih. Untuk Provinsi NTT berdasarkan data dari BPS jumlah penduduk tahun 2007 sebanyak jiwa yang tersebar di seluruh NTT, dengan tingkat kepadatan jiwa per km² dan angka pertumbuhan penduduk sebesar 2.10%. Kabupaten/Kota pada tahun 2007 yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Kupang, yaitu sebesar jiwa per km² dan Kabupaten Belu sebesar jiwa per km². Kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Sumba Timur, yaitu sebesar jiwa per km², disusul Kabupaten Alor dan Kabupaten Kupang, masing-masing sebesar jiwa per km² dan jiwa per km². Tabel 4 Sebaran penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut kelompok umur dan jenis kelamin Kelompok Umur Nusa Tenggara Timur Laki-laki % Perempuan % Jumlah %

5 Jumlah Sumber BPS tahun 2007 Sebaran penduduk NTT menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 33.43%, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 61.95% dan yang berusia tua ( 65 tahun) sebesar 4.62%. Pendidikan Sumber daya manusia akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Dari data Susenas 2007 data pendidikan disajikan dalam data tingkat pendidikan penduduk. Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki penduduk merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Semakin tinggi ijazah/sttb yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu negara mencerminkan semakin tingginya taraf intelektualitas bangsa dan negara tersebut. Di Provinsi DI Yogyakarta, pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk umur 10 tahun keatas terbanyak adalah tamat SD (23.81%), sedang penduduk yang tamat SMU ke atas 31.04%. Bila dilihat menurut Kab/Kota, jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan terbanyak adalah SD, kecuali di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta pendidikan tertinggi yang ditamatkan terbanyak adalah SMU masing-masing sebanyak 23.92% dan 32.96% laporan Riskesdas DIY (2007)

6 35 Di NTT tahun 2006, persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang tidak/belum memiliki ijazah/surat tanda tamat belajar (STTB) sebanyak 42.04%. Sedangkan yang sudah memiliki ijazah terdiri atas tamatan SD/MI (32.27%), tamat SLTP/MTs (11.59%), tamat SMU/SMK (11.28%), dan tamat Diploma I sampai dengan Universitas (2.90%). Dengan demikian maka persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang memiliki ijazah SMU/SMK atau pendidikan yang lebih tinggi (14.18%). Kabupaten/kota dengan persentase tertinggi penduduknya berpendidikan SMU/SMK atau lebih tinggi adalah Kota Kupang (43.10%) dan Ende (15.77%). Sedangkan yang terendah di Kabupaten Timor Tengah Selatan (7.01%) dan Timor Tengah Utara (7.76%). Dilihat dari jenis kelamin, ijazah/sttb yang dimiliki oleh penduduk laki-laki lebih baik bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk yang mempunyai ijazah SMU/SMK atau lebih tinggi pada laki-laki sebesar 15.84% dan pada perempuan sebesar 12.28% (BPS 2007). Di Sumatera Selatan penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang tidak/belum memiliki ijazah sebesar 21.43%, tamat SD/MI sederajat sebesar 27.23%, SLTP/MTs sederajat sebesar 14.49%, SMU/SMA sederajat sebesar 14.3%, Diploma hingga Perguruan Tinggi sebesar 3.27%. Dilihat dari jenis kelamin, ijazah/sttb yang dimiliki oleh penduduk laki-laki masih lebih baik bila dibandingkan yang dimiliki perempuan. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk yang mempunyai ijazah SMU/SMK atau lebih tinggi pada laki-laki sebesar 8.1% dan pada perempuan sebesar 6.28% (BPS 2007). Keadaan Kesehatan di Wilayah Penelitian Sarana pelayanan kesehatan merupakan ujung tombak pelayanan yang sangat penting mendapat perhatian dalam menjaga kesehatan masyarakat. Di Provinsi Sumatera Selatan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia ada 40 RSU/RSUD, 265 puskesmas, 920 puskesmas pembantu, poskesdes, poyandu. Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 277 puskesmas, posyandu, polindes. Dan yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur 253 puskesmas, 866 pustu, posyandu dan polindes sumber Pusdatin-Depkes (2007).

7 36 Data prevalensi penyakit ISPA, Pneumonia, TB Paru, Campak dan Diare yang diderita oleh batita di ketiga wilayah penelitian dari data Riskesdas Tabel 5 Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB Paru, Campak dan Diare menurut karakteristik umur Kelompok Umur (th) DIY < Sumsel < NTT < Nasional < ISPA Pneumonia TB Paru Campak Diare D DG D DG D DG D DG D DG Sumber Riskesdas Nasional, DI Yogyakarta, Sumsel dan NTT Keadaan kesehatan di ketiga wilayah penelitian dilihat dari prevalensi kejadian 5 penyakit (ISPA, Pneumonia, Diare, Campak dan TB Paru) adalah prevalensi kejadian ISPA (diagnosa) tertinggi di provinsi Nusa Tenggara Timur 57.1% untuk anak < 1 tahun dan 58.3% untuk anak umur 1-4 tahun. Sedangkan untuk ISPA (dengan gejala) tertinggi di provinsi Sumatera Selatan terdapat 28.4% pada anak < 1 tahun dan 33.4% pada anak 1-4 tahun. Prevalensi kejadian Pneumonia diagnosa dan dengan gejala juga tertinggi terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk penyakit TB Paru baik diagnosa maupun dengan gejala tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta, akan tetapi kasus untu anak <1 tahun hanya terdapat di Nusa Tenggara Timur. Penyakit Campak (diagnosa) tertinggi di Nusa Tenggara Timur, tetapi untuk Campak dengan gejala tertinggi di Sumatera Selatan. Prevalensi Diare diagnosa dan dengan gejala untuk anak <1 tahun tertinggi di Sumatera Selatan dibandingkan dengan ke dua provinsi yang lain. Status Gizi Batita Penilaian status gizi anak dinilai dari berat badan dan panjang atau tinggi badan serta umur kemudian dikonversikan ke dalam bentuk nilai standar z-score

8 37 berdasarkan standar baku WHO (2006). Pengukuran status gizi menggunakan indikator BB/U, BB/TB dan TB/U. Indikator BB/U dan BB/TB digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang, sedangkan indikator TB/U digunakan untuk menggambarkan status gizi masa lalu. Indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang singkat. Pada kondisi dengan adanya penyakit infeksi dan kurang gizi berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya sehingga anak menjadi kurus. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah indikator sangat kurus yaitu anak dengan nilai z- score < -3,0 SD. Selanjutnya digunakan masalah kurus dengan istilah wasting untuk gabungan kategori sangat kurus dan kurus. Besarnya masalah wasting pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (public health problem) adalah jika prevalensi wasting 10,1% s/d 15,0% sudah dianggap serius, dan dianggap kritis bila prevalensi wasting sudah > 15,0% (UNHCR). Rata-rata z-score status gizi batita contoh dengan indikator BB/TB adalah ± 2.2 SD. Tabel 6 Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator BB/TB di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur Provinsi DIY Sumsel NTT Status Gizi Batita berdasarkan Indikator BB/TB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah n % n % n % n % n % Total Tabel 6 menyajikan prevalensi status gizi batita berdasarkan indikator BB/TB di ketiga wilayah penelitian. Prevalensi wasting tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu 23.4% dan Sumatera Selatan yaitu 19.8% merupakan masalah gizi kronis yang sangat kritis (>15%), dan terendah di Provinsi DI yogyakarta (9.8%) termasuk masalah gizi sedang. Pada penelitian ini diperoleh hasil prevalensi wasting adalah 20.4%, sedangkan prevalensi nasional 19.8%. Hal

9 38 ini menunjukkaan bahwa masalah wasting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kritis pada batita. Tabel 7 Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dan status gizi indikator BB/TB Karakteristik Keluarga Pendidikan Ibu Indikator BB/TB Sangat Jumlah Kurus Normal Gemuk Kurus n % n % n % n % n % -Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Umur Ibu Jumlah tahun tahun >40 tahun Jumlah Jumlah anggota < 4 orang orang >7 orang Jumlah Berdasarkan Tabel 7, ibu yang berpendidikan formal tertinggi hanya tamat SD (41.6%) dari tabulasi silang memiliki batita yang berstatus gizi wasting dan status gizi gemuk terbanyak yaitu sebesar 9% dan 4.8%. Hasil analisis statistik moment pearson correlation test diperoleh nilai p < 0.05 yang menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan status gizi batita indikator BB/TB (r=0.083, p=0.001). Ini memperlihatkan bahwa pendidikan ibu merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki ibu untuk meningkatkan kemampuan dalam pengasuhan anak, di mana pengasuhan adalah suatu proses, baik atau rendahnyanya kualitas pola asuh salah satunya ditentukan oleh pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki ibu, sehingga hasilnya dapat dilihat dari baik buruknya status gizi anaknya. Semakin lama masa pendidikan ibu maka status gizi anaknya cendrung baik.

10 39 Ibu yang berumur tahun (65.5%) dari tabulasi silang memiliki batita dengan status gizi wasting dan gemuk terbanyak yaitu sebesar 13.3% dan 8.9% dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan status gizi batita indikator BB/TB. Keluarga batita dengan jumlah anggota 5-7 orang (53.4%) dari tabulasi silang terbanyak memiliki batita dengan status gizi wasting dan gemuk yaitu sebesar 11% dan 7.6%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik moment pearson correlation test didapat nilai p<0.05 (r=-0.047, p=0.049) yang berarti terdapat korelasi negatif antara status gizi indikator BB/TB dengan jumlah anggota keluarga. Logikanya dengan jumlah anggota yang banyak akan mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi akan semakin sedikit, jika makanan yang dikonsumsi tidak sesuai atau kurang dari kebutuhan maka dalam jangka panjang hal ini dapat mengakibatkan kurang gizi pada batita. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suhardjo (1989) dan Sanjur (1982) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak. Tabel 8 Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi berdasarkan indikator BB/TB Penyakit Infeksi Indikator BB/TB Sangat Jumlah Kurus Normal Gemuk Kurus n % n % n % n % n % - Pernah Infeksi - Tidak Infeksi Total Sebaran batita dengan status gizi BB/TB berdasarkan infeksi penyakit disajikan pada Tabel 8. Prevalensi wasting pada batita yang didiagnosa atau mengalami gejala penyakit infeksi terdapat sebanyak 13.4%. Berdasarkan uji statistik terdapat korelasi negatif antara penyakit infeksi dengan status gizi batita indikator BB/TB (r= p=0.011) yang berarti bahwa batita yang mengalami penyakit infeksi lebih dari satu penyakit cendrung mengalami status gizi wasting dibandingkan dengan batita yang hanya mengalami satu penyakit. Hasil penelitian

11 40 ini sejalan dengan pendapat Moehyi (1996) yang menyatakan bahwa status gizi anak mempunyai hubungan yang timbal balik dengan penyakit infeksi. Anak yang terinfeksi penyakit biasanya akan mempengaruhi status gizinya. Indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Indikator BB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya umum dan tidak spesifik. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah indikator gizi buruk yaitu anak dengan nilai z-score < -3,0 SD. Selanjutnya digunakan masalah kurang gizi dengan istilah underweight untuk gabungan kategori gizi buruk dan gizi kurang. Besarnya masalah kurang gizi pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (public health problem) adalah jika prevalensi underweight <10% (rendah), % (sedang), % (tinggi) dan sangat tinggi jika >30% (WHO 1995). Tabel 9 Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator BB/U di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur Provinsi DIY Sumsel NTT Status Gizi Batita berdasarkan Indikator BB/U Jumlah Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % n % Total Rata-rata z-score status gizi batita dengan indikator BB/U adalah ± 2.8 SD. Masalah kurang gizi pada batita sangat rawan sekali ini terlihat dari tingginya angka prevalensi di ke tiga wilayah penelitan. Prevalensi underweight berturutturut di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan dan DI Yogyakarta yaitu 49.4% (sangat tinggi), 34.7% (tinggi) dan 19.8% (sedang). Prevalensi underweight hasil penelitian ini adalah 41.2%, hal ini menunjukkaan bahwa masalah underweight merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat tinggi pada anak batita (Tabel 9).

12 41 Tabel 10 Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dan status gizi indikator BB/U Indikator BB/U Karakteristik Jumlah Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi lebih Keluarga n % n % n % n % n % Pendidikan Ibu -Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Umur Ibu Jumlah tahun tahun >40 tahun Jumlah Jumlah anggota < 4 orang orang >7 orang Jumlah Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebaran batita berdasarkan lama pendidikan ibu dari tabulasi silang adalah ibu batita yang berpendidikan hanya tamat SD (41.6%) mempunyai 20% batita yang berstatus gizi underweight dan status gizi lebih (6.0%). Hasil uji statistik moment pearson correlation test memperlihatkan hubungan yang positif antara status gizi batita indikator BB/U dengan lama pendidikan ibu p<0.05 (r=0.062, p=0.010). Semakin lama ibu mendapatkan pendidikan maka status gizi anaknya cendrung baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Soekirman (1990); Amine et al.(1996); Madanijah (2003); Leslie (1985) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak. Dilihat dari tabulasi silang, ibu yang berumur tahun (65.5%) mempunyai batita dengan status gizi underweight dan gizi lebih terbanyak yaitu sebesar 27.8% dan 9.9%, dengan uji ststistik korelasi pearson didapat hasil tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi batita indikator BB/U dengan

13 42 umur ibu (p>0.05). Dari 53.4% rumah tangga batita dengan jumlah anggota 5-7 orang mempunyai batita dengan status gizi underweight dan gemuk terbanyak berturut-turut sebesar 22.1% dan 8.5%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil analisis statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi batita indikator BB/U dengan jumlah anggota keluarga. Tabel 11 Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi indikator BB/U Penyakit Infeksi Indikator BB/U Jumlah Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih n % n % n % n % n % - Pernah Infeksi - Tidak Infeksi Total Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa hasil tabulasi silang prevalensi underweight pada kelompok batita yang pernah menderita penyakit infeksi adalah sebesar 24.7%. Dari analisis statistik diperoleh hasil r= p=0.011, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara penyakit infeksi dengan status gizi batita indikator BB/U. Artinya semakin banyak penyakit infeksi yang diderita batita maka status gizinya akan cendrung underweight. Hal ini didukung oleh pendapat Scrimshaw (1986) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sinergis antara keadaan gizi dengan penyakit infeksi. Penyakit infeksi dapat berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh karena dapat menurunkan nafsu makan sehingga konsumsi makanan menurun. Lebih lanjut infeksi membuat ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Indikator Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Status gizi berdasarkan indikator TB/U merupakan gambaran status gizi dalam jangka waktu yang lama (kronis), artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku, pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi yang kurang baik. Status gizi sangat pendek dan pendek dalam pembahasan selanjutnya disebut stunting. Prevalensi stunting merupakan masalah kesehatan

14 43 masyarakat jika < 20% (rendah), % (sedang), % (tinggi/serius) dan > 40% (sangat tinggi/kritis). Rata-rata z-score status gizi indikator TB/U adalah ± 1.76 SD. Tabel 12 Sebaran batita berdasarkan status gizi indikator TB/U di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur Provinsi Status Gizi Batita berdasarkan Indikator TB/U Total Sangat Pendek Pendek Normal n % n % n % n % DIY Sumsel NTT Total Tabel 12 menyajikan prevalensi status gizi batita berdasarkan indikator TB/U di ketiga provinsi wilayah penelitian. Prevalensi stunting berturut-turut Provinsi Nusa Tenggara Timur 31.9% (tinggi/serius), Sumatera Selatan 15% dan DI Yogyakarta 11.3% termasuk kategori masalah stunting yang rendah. Hasil penelitian ini prevalensi stunting 22.7% (tinggi/serius). Penyebab kejadian stunting terjadi pada saat prenatal dan post natal terutama pada dua tahun pertama (ACC/SCN 1997). Menurut Scmidth et al. (2003), status gizi dan pertumbuhan linier pada bayi hingga usia 12 bulan merupakan determinan dari lingkungan prenatal. Selain itu akan berdampak ketika usia dewasa dengan terbatasnya kapasitas kerja karena terjadi pengurangan massa tubuh (Haas et al. 1996) Berdasarkan beberapa studi menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan linier disebabkan karena defisiensi tunggal atau gabungan zat mikro seperti seng, vitamin A, Besi (Allen 1994; Rivera et al. 1998; Muhilal et al. 1988; Angeles et al. 1993). Gangguan Pertumbuhan linier (stunting) mengakibatkan anak tidak mencapai potensi genetik, mengindikasikan kejadian jangka panjang dan dampak kumulatif dari ketidakcukupan konsumsi gizi, kondisi kesehatan dan pengasuhan yang tidak memadai (ACC/SCN 1997).

15 44 Tabel 13 Sebaran batita menurut karakteristik keluarga dengan status gizi indikator TB/U Karakteristik Keluarga Pendidikan Ibu Indikator TB/U Sangat Pendek Pendek Normal Jumlah n % n % n % n % -Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Jumlah Umur Ibu tahun tahun >40 tahun Jumlah Jumlah anggota < 4 orang orang >7 orang Jumlah Berdasarkan Tabel 13 hasil tabulasi silang, ibu yang berpendidikan formal tamat SD (41.6%) terdapat batita dengan status gizi stunting terbanyak yaitu sebesar 11.4%. Dan hasil uji statistik diperoleh nilai p<0.05 (r=0.140, p=0.000), memperlihatkan bahwa status gizi indikator TB/U terdapat hubungan yang positif dengan lama pendidikan ibu. Di mana tingkat pendidikan ibu memegang peranan penting dalam menentukan pola pengasuhan anak sehingga anak dapat memiliki status gizi yang baik. Pada ibu yang bermur tahun Status gizi stunting terbanyak yaitu sebesar 15.5%. Hasil analisis statistik status gizi indikator TB/U memiliki hubungan yang signifikan dengan umur ibu pada α < 10% (r= , p=0.096) Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hurlock (1999) yang menyatakan semakin dewasa ibu maka akan semakin berpengalaman dalam

16 45 pengasuhan anak sehingga dapat menjaga kesehatan dan status gizi anak lebih baik, dibandingkan dengan ibu yang umurnya masih muda. Batita yang berstatus gizi stunting terbanyak pada keluarga dengan jumlah anggota 5-7 orang yaitu sebesar 12.6% pada Tabel 13 dapat dilihat lebih jelas dan hasil uji statistik ternyata tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi indikator TB/U dengan jumlah anggota keluarga. Tabel 14 Sebaran batita menurut penyakit infeksi dan status gizi indikator TB/U Status Gizi Batita berdasarkan Indikator TB/U Penyakit Infeksi Sangat Pendek Pendek Normal Total n % n % n % n % - Pernah Infeksi - Tidak Infeksi Total Tabel 14 menyajikan hasil tabulasi silang prevalensi stunting pada kelompok batita yang pernah menderita penyakit infeksi adalah sebesar 14% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak terinfeksi. Dari analisis statistik diperoleh hasil r= p=0.000, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara penyakit infeksi dengan status gizi batita indikator TB/U. Artinya semakin banyak penyakit infeksi yang diderita batita maka status gizinya akan cendrung stunting. Hal ini didukung oleh pendapat Martorell et al. (1994) yang menyatakan bahwa hambatan pertumbuhan linier atau stunting, umumnya terjadi pada usia 2-3 tahun pertama kehidupan dan merupakan cerminan dari pengaruhpengaruh yang saling berinteraksi dari energi dan asupan gizi yang buruk serta infeksi penyakit. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan seseorang (Blum 1974). Dengan fasilitas kesehatan, ketanggapan dan akses ke pelayanan kesehatan yang baik maka diharapkan dapat mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Status gizi merupakan salah satu indikator dari derajat kesehatan, terutama status gizi balita. Dalam penelitian ini pemanfaatan pelayanan kesehatan dilihat hubungannya dengan status gizi pada batita di ketiga wilayah penelitian.

17 46 Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan kesehatan yang diadakan di setiap sarana pelayanan kesehatan baik yang berbasis masyarakat (posyandu, poskesdes atau POD/WOD) maupun yang dikelola langsung oleh pemerintah (RS, puskesmas, pustu, polindes dan bides) yang terdiri dari penimbangan, penyuluhan, imunisasi, kesehatan ibu dan anak (KIA), pengobatan, pemberian makanan tambahan (PMT), suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit. Secara umum berdasarkan pemanfaatan masing-masing jenis pelayanan kesehatan pada batita rata-rata skor pemanfaatan pelayanan kesehatan di Sumsel SD, DI Yogyakarta SD dan Nusa Tenggara Timur SD dan secara keseluruhan rata-rata pemanfaatan pelayanan kesehatan di ketiga wilayah penelitan adalah SD, skor tertinggi 8 dan terendah 0. Persentase batita yang memanfaatkan masing-masing pelayanan kesehatan di ketiga wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Persentase rumah tangga batita yang memanfaatkan jenis-jenis pelayanan kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur No Jenis Pelayanan Kesehatan Penimbangan Penyuluhan Imunisasi KIA Pengobatan PMT Suplemen Gizi Konsultasi Resiko Penyakit SPM* Ϯ 80 Ϯ ^ 100^ 100^ Ϯ 100 Ϯ 80 Ϯ 80 Sumsel DI Yogyakarta NTT Total GAP Total n % n % n % n % Keterangan: *SPM (Standar Pelayanan Minimal) Ϯ n= sampai tahun 2010 ^sampai tahun 2015 Berdasarkan Permenkes RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang standar pelayanan minimal (SPM) di Kabupaten/Kota, maka dapat dilihat bahwa pemanfaatan masing-masing jenis pelayanan kesehatan pada batita di ketiga wilayah penelitian masih jauh untuk mencapai target SPM. GAP tertinggi pada penelitian ini terdapat pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (67.7%), sedangkan terendah pada penimbangan (8.4%). Untuk meningkatkan

18 47 pencapaian target pelayanan kesehatan tersebut pemerintah telah membuat program desa siaga dan Poskesdes (pos kesehatan desa) yang melibatkan semua lapisan masyarakat (Depkes 2006) Dengan meliha hasil cakupan pelayanan kesehatan ini, menunjukkan bahwa masyarakat belum termotivasi dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan secara optimal untuk menjaga kesehatan batitanya, sehingga diharapkan peran serta aktif petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan yang baik dan benar tentang keuntungan-keuntungan yang didapat dari pemanfaatan program-program yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas, Posyandu, Poskesdes, Polindes dan bidan di desa diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai sarana untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pada ibu dan anak. Pemanfaatan Puskesmas, Posyandu, Poskesdes, Polindes dan bidan di desa sebagai sarana pelayanan kesehatan yang sederhana dalam masyarakat dapat dilihat dari berapa sering masyarakat tersebut menggunakannya baik untuk usaha untuk pencegahan maupun untuk pengobatan terhadap suatu penyakit, kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal maupun eksternal. Tabel 16 Hubungan karakteristik keluarga dan batita dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan ke kesahatan Variabel a Umur ibu (tahun) a Lama pendidikan ibu (tahun) a Jumlah anggota keluarga Penyakit infeksi Keterangan: **Korelasi signifikan pada tingkat 0.01 (2-arah). *Korelasi signifikan pada tingkat 0.05 (2-arah). a Jumlah contoh (n) = 1724 rumah tangga batita r koefisien korelasi, p signifikansi, n jumlah contoh Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan r p * ** Untuk melihat hubungan variabel karakteristik keluarga dan batita dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan maka digunakan uji statistik moment pearson correlation test. Lama pendidikan ibu berkorelasi positif dengan

19 48 frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan p < 0.05 (r=0.058, p=0.017) artinya semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan mempengaruhi pengetahuannya tentang kesehatan terutama pola pengasuhan yang baik, hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi pendidikan ibu cendrung partisipasinya untuk berkunjung ke pelayanan kesehatan semakin sering baik untuk usaha pencegahan maupun pengobatan dalam rangka menjaga kesehatan batitanya. Frekuensi kunjungan memiliki hubungan yang signifikan dengan penyakit infeksi yang diderita oleh batita p<0.05 (r=0.075 p=0.002) artinya frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan merupakan upaya rumah tangga dalam rangka memperoleh pelayanan pengobatan untuk kesembuhan penyakit yang diderita oleh batitanya (Tabel 16). Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat masih bersifat kuratif. Masyarakat masih menganut paradigma sakit yaitu mengobati setelah menderita suatu penyakit. Sedangkan misi pelayanan kesehatan adalah paradigma sehat yaitu lebih baik mencegah daripada mengobati, maka sangat diperlukan kebijakan pemerintah untuk mendukung usaha sosialisasi misi tersebut terutama untuk masyarakat dengan ekonomi rendah. Tabel 17 Hubungan akses ke pelayanan kesehatan dan ketanggapan pelayanan kesehatan terhadap frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan Variabel Akses terhadap Yankes - Waktu tempuh terdekat (menit) - Jarak tempuh terdekat (m) Ketanggapan pelayanan kesehatan b a Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan r p Keterangan: **Korelasi signifikan pada tingkat 0.01 (2-arah). *Korelasi signifikan pada tingkat 0.05 (2-arah). a Jumlah contoh (n) = 1724 rumah tangga batita b Jumlah contoh (n) = 843 rumah tangga batita r koefisien korelasi, p signifikansi, n jumlah contoh 0,014* 0,000** Tabel 17 menyajikan akses ke pelayanan kesehatan (waktu dan jarak tempuh) dan ketanggapan pelayanan kesehatan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan. Dari hasil analisis statistik terdapat korelasi negatif frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan dengan waktu dan jarak tempuh dengan nilai p<0.05 berturut-turut (r=-0.060, p=0.014) dan (r=-0.202, p=0.000) artinya semakin lama waktu dan jarak tempuh ke pelayanan kesehatan maka akan

20 49 semakin sulit akses ke pelayanan kesehatan sehingga akan menurunkan frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan. Sedangkan keberadaan transportasi ke pelayanan kesehatan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan (p>0.05). Hubungan Frekuensi Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Frekuensi kunjungan ke Puskesmas, Posyandu, Poskesdes, Polindes dan bidan di desa merupakan indikator tingkat partisipasi dari masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Untuk melihat hubungan frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan jenis-jenis pelayanan kesehatan digunakan uji statistik moment pearson correlation test dan didapatkan hasil (r=0.304, p=0.000) menunjukkan hubungan yang positif. Artinya semakin sering rumah tangga batita memanfaatkan pelayanan kesehatan maka akan semakin mudah mendeteksi masalah gizi dan kesehatannya sehingga akan mudah pula mencegah dan menanggulanginya sejak dini. Hasil ini mendukung pernyataan ibu yang rajin ke pelayanan kesehatan akan dapat mencegah anaknya menjadi kurang gizi (Depkes 2005). Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status gizi Batita Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan seseorang (Blum 1974). Dengan fasilitas kesehatan, ketanggapan dan akses ke pelayanan kesehatan yang baik maka diharapkan dapat mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Status gizi merupakan salah satu indikator dari derajat kesehatan, terutama status gizi balita. Dalam penelitian ini pemanfaatan pelayanan kesehatan yang terdiri dari: penimbangan, penyuluhan, imunisasi, kesehatan ibu dan anak, pengobatan, pemberian makanan tambahan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit dilihat hubungannya dengan status gizi pada batita. Hubungan frekuensi kunjungan batita ke pelayanan kesehatan khususnya untuk mendapatkan pelayanan penimbangan dilihat dari status gizinya dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara frekuensi penimbangan dengan status gizi batita indikator BB/TB (r=0.043

21 50 p=0.071), BB/U (r=0.054 p=0.026) dan TB/U (r=0.086 p=0.000). Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering batita memanfaatkan pelayanan penimbangan maka akan semakin cepat diketahui permasalahan kesehatannya sehingga dapat menjaga status gizinya agar tetap baik. Tabel 18 Hubungan pemanfaatan jenis-jenis pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator BB/TB Jenis Pelayanan Kesehatan Penimbangan Penyuluhan Imunisasi KIA Pengobatan PMT Suplemen Gizi Konsultasi Resiko Penyakit Indikator BB/TB Sangat Jumlah Kurus Normal Gemuk kurus n % n % n % n % n % **Signifikan α< 5% *Signifikan α<10% Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 18 ternyata status gizi batita indikator Uji Statistik χ 2 =9.328 p=0.025** χ 2 =8.290 p=0.040** χ 2 =4.087 p=0.252 χ 2 =2.630 p=0.452 χ 2 =7.597 p=0.055* χ 2 =6.470 p=0.009** χ 2 =4.895 p=0.180 χ 2 =0.529 p=0.913 BB/TB terdapat hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan p<0.05 (χ 2 =9.328, p=0.025), penyuluhan (χ 2 =8.290, p=0.040) dan PMT (χ 2 =6.470, p=0.009), serta pelayanan pengobatan (χ 2 =7.597, p=0.055) pada p<0.10. Penimbangan merupakan pemantauan pertumbuhan batita untuk mengetahui masalah gizi secara dini, penyuluhan dapat memberikan tambahan wawasan kepada rumah

22 51 tangga batita dalam perawatan dan peningkatan status gizi batita, pengobatan adalah usaha yang diberikan pelayanan kesehatan untuk membantu menyembuhkan penyakit infeksi yang diderita batita, sedangkan PMT adalah upaya pelayanan kesehatan dalam rangka membantu perbaikan gizi batita yang mengalami kurang gizi. Dalam penelitian Lutter et al. (2003) PMT dapat memberikan dampak nyata terhadap peningkatan pertumbuhan terjadi pada dua periode usia 3-6 bulan, dan periode yang memiliki respon terbesar terhadap makanan tambahan pada usia 9-12 bulan yaitu periode puncak kejadian penyakit Diare. Menurut penelitian di Botswana dan beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa status gizi dan pemberian makanan tambahan anak berpengaruh positif terhadap pertumbuhan anak (Gobotswang 1998; Tharakan and Suchindran 1999, Yosnelli 2008). Tabel 19 Hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator BB/U di ketiga wilayah penelitian Jenis Pelayanan Kesehatan Penimbangan Penyuluhan Imunisasi KIA Pengobatan PMT Suplemen Gizi Konsultasi Resiko Penyakit Indikator BB/U Jumlah Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % n % *Signifikan pada α < 10% Uji Statistik χ 2 =6.698 p=0.082* χ 2 =7.182 p=0.066* χ 2 =2.873 p=0.412 χ 2 =0.273 p=0.965 χ 2 =2.263 p=0.520 χ 2 =5.563 p=0.051* χ 2 =3.992 p=0.262 χ 2 =0.436 p=0.933 Pada Tabel 19 dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa status gizi batita indikator BB/U pada α<10% terdapat hubungan yang signifikan dengan pelayanan

23 52 penimbangan (χ 2 =6.698, p=0.082), penyuluhan (χ 2 =7.187, p=0.066) dan PMT (χ 2 =5.563, p=0.051). Dalam hubungan PMT dengan status gizi underweight menurut Waterlow (1993) bahwa pada kondisi tingkat sirkulasi Insulin-Like Growth Factor (IGF-1) menurun dan akan meningkat dengan cepat apabila tersedia energi dan zat gizi. Tubuh akan mempertahankan tingkat IGF-1 dalam beberapa waktu sebelum menunjukkan hasil pada peningkatan massa otot sebelum pada peningkatan pertumbuhan linier. Dengan kata lain bahwa pemberian makanan tambahan pada batita yang underweight dengan cepat dapat meningkatkan berat badannya tetapi tidak demikian untuk peningkatan tinggi badan. Tabel 20 Hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi batita indikator TB/U di ketiga wilayah penelitian Jenis Pelayanan Kesehatan Penimbangan Penyuluhan Imunisasi KIA Pengobatan PMT Suplemen Gizi Konsultasi Resiko Penyakit Indikator TB/U Jumlah Sangat pendek Pendek Normal n % n % n % n % **Signifikan α< 5% *Signifikan α< 10% Pemanfaatan pelayanan penimbangan dan suplemen gizi memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi indikator TB/U. Pelayanan Uji Statistik χ 2 =7.046 p=0.030** χ 2 =2.787 p=0.248 penimbangan signifikan pada α <5% (χ 2 =7.046, p=0.030) dan suplemen gizi χ 2 =0.737 p=0.692 χ 2 =2.558 p=0.278 χ 2 =2.292 p=0.318 χ 2 =0.472 p=0.790 χ 2 =5.387 p=0.068* χ 2 =0.578 p=0.749

24 53 signifikan pada α <10% (χ 2 =5.387, p=0.068) untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 20. Dari hasil analisis ini suplemen gizi pada batita di pelayanan kesehatan cukup bermanfaat, berdasarkan studi yang menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan linier disebabkan oleh defisiensi tunggal atau gabungan zat mikro seperti seng, vitamin A, Besi (Allen 1994; Rivera et al. 1998; Muhilal et al. 1988; Angeles et al. 1993), maka program suplementasi dapat ditambahkan multivitamin Seng, Calcium, Vitamin D dan Fosfor. Hasil penelitian meta analisis membuktikan bahwa suplementasi Seng, Calcium, Vitamin D dan Fosfor pada balita berhubungan nyata terhadap perkembangan dan pertumbuhan linier (TB/U) pada anak balita (Kenneth HB et al. 2002). Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi Batita Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita dalam penelitian ini dianalisis dengan uji statistik regresi linier berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan pelayanan kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap keragaman nilai status gizi indikator BB/TB. Meskipun secara umum terdapat faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap nilai keragaman status gizi batita (F=2.711, p=0.019), nilai R 2 =0.005 menunjukkan bahwa hanya 0.5% yang dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan faktor-faktor tersebut, selebihnya dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain (Tabel 21). Menurut Suhardjo (1989) besarnya jumlah keluarga menentukan pemenuhan kebutuhan makanan. Apabila jumlah anggota keluarga semakin banyak maka kebutuhan pangan pun semakin banyak pula. Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dalam jumlah banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masingmasing anggota keluarga. Tabel 21 Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/TB di ketiga wilayah penelitian Variabel Independen β t Sig X3 Jumlah anggota keluarga X5 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Keterangan: R 2 = F = (p=0.019)

25 54 Hasil uji statistik regresi linier berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi batita di ketiga wilayah indikator BB/U menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu, penyakit infeksi dan pemanfaatan pelayanan kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap keragaman nilai status gizi indikator BB/U. Meskipun secara keseluruhan terdapat faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap keragaman status gizi batita di ketiga wilayah penelitian indikator BB/U (F=2.091, p=0.005), nilai R 2 =0.005 menunjukkan bahwa hanya 0.5% yang dapat dijelaskan hubungan liniernya oleh faktor-faktor tersebut, sedangkan 99.5% dimungkinkan dari faktor lain (Tabel 22). Status gizi indikator BB/U merupakan indikator yang dapat melihat masalah gizi pada anak tetapi tidak diketahui apakah bersifat akut atau kronis. Unicef (1998) mengemukakan bahwa status gizi balita dipengaruhi secara langsung oleh 2 faktor yaitu konsumsi dan penyakit infeksi. Dua faktor ini yang mengakibatkan masalah gizi akut. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang baik oleh batita dapat membantu memperbaiki status gizi batita melalui beberapa pelayanan kesehatan yang tersedia. Tabel 22 Regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/U di ketiga wilayah penelitian Variabel Independen β t Sig X X X Lama pendidikan ibu Penyakit infeksi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Keterangan: R 2 =0.005 F =2.091 (p=0.005) Status gizi indikator TB/U merupakan indikator masalah gizi kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (Depkes 2009). Hasil analisis menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu, penyakit infeksi dan pemanfaatan pelayanan kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap keragaman nilai status gizi batita di ketiga wilayah penelitian indikator TB/U. Meskipun secara keseluruhan terdapat faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap keragaman status gizi indikator TB/U (F=2.079, p=0.044), nilai R 2 =0.014 menunjukkan bahwa hanya 1.4% yang dapat dijelaskan hubungan liniernya oleh faktor-faktor tersebut, sedangkan 98.6% dimungkinkan dari faktor lain (Tabel 23).

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran 21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Hasil pemilahan data dari sebanyak 2.822 rumah tangga yang mempunyai anak usia 6-11 bulan yang berasal dari 10 provinsi di Sumatera, hanya 1.749 rumah tangga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi adalah zat-zat yang ada dalam makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi untuk pertumbuhan badan. Gizi merupakan faktor penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyebab kedua kematian pada anak dibawah lima tahun. Didapatkan data dari World Gastroenterology Organisation Global Guideline

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hasil analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2005) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan gizi kurang pada anak usia sekolah yaitu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, situasi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrem. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Daftar pertanyaan yang diambil dari Quesioner Riskesdas No Kode Quesioner Pertanyaan

Daftar pertanyaan yang diambil dari Quesioner Riskesdas No Kode Quesioner Pertanyaan 68 Lampiran Daftar pertanyaan yang diambil dari Quesioner Riskesdas 2007 No Kode Quesioner Pertanyaan Karakteristik Keluarga. RKD07.RT Blok I No.5 Klasifikasi desa/ kelurahan. Perkotaan 2. Pedesaan 2.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan METODE PENELITIAN Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Riskesdas 2007 diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah malnutrisi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama pada negara-negara berkembang dan kurang berkembang, masalah ini mempengaruhi kondisi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Explanatory Research dibidang gizi masyarakat, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa menjadi suatu peluang yang menguntungkan bagi Indonesia bila diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah terciptanya

Lebih terperinci

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi masih menjadi perhatian di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat terlihat di dalam rumusan Millennium Development Goals (MDGs) goal pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM

HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN KOMPOSIT DENGAN MORBIDITAS ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM ANALISIS INDEKS KOMPOSIT Penentuan prevalensi gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak balita ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi termasuk kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit, kelompok yang jumlahnya paling besar mengalami masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan yang diberikan pada balita akan bermanfaat untuk pertumbuhan badan, karena itu status gizi dan pertumbuhan dapat dipakai sebagai ukuran untuk memantau kecukupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Tilote sebagai salah satu pelayanan dasar dan terdepan di Kecamatan Tilango memberikan pelayanan rawat jaan dan rawat

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator penentu keberhasilan tingginya tingkat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi dan balita. Berdasarkan peringkat Human Development Index

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Kondisi Fisik Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 1.192 pulau, 432 pulau mempunyai nama dan 44 pulau berpenghuni.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang sehat, cerdas, dan produktif. Pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Erni Yuliastuti Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan email : yuliastutierni @ymail.com Abstrak Latar Belakang : Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi

Lebih terperinci