KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2007 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain dimunculkan trend dalam kurun untuk setiap indikator dan perbandingan peta dari tahun sebelumnya, juga ditampilkan interpretasi setiap gambar yang ditampilkan. Dengan bentuk penyajian ini para pengguna diharapkan dapat memperoleh informasi secara cepat dan tepat. Dalam peta ini digambarkan keadaan kependudukan, situasi lingkungan, derajat kesehatan, upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan menurut provinsi serta perbandingan beberapa indikator kesehatan antara Indonesia dengan negaranegara di kawasan ASEAN dan SEARO. Data dan informasi ini merupakan data tahun 2007 yang dikumpulkan dari unit utama di lingkungan Departemen Kesehatan dan instansi lainnya baik di pusat (seperti Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, dan WHO) maupun di daerah, yang telah dimuat di dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun Kami menyadari bahwa data yang tersedia dan bentuk penyajian dalam peta kesehatan ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dari para pengguna untuk perbaikan buku ini di masa mendatang. Semoga Peta Kesehatan Indonesia tahun 2007 ini bermanfaat. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii PETA INDONESIA...v PENENTUAN BATAS PENGELOMPOKKAN...vi CARA MEMBACA GAMBAR...vii PETA INDONESIA MENURUT PROVINSI...viii PETA NEGARA-NEGARA DI KAWASAN ASEAN...ix PETA NEGARA-NEGARA DI KAWASAN SEARO...x GAMBARAN UMUM A. Jumlah penduduk per km 2 tahun B. Persentase penduduk berumur 10 tahun yang melek huruf tahun C. Persentase penduduk berumur 10 tahun yang menamatkan pendidikan SLTP ke-atas tahun D. Pesentase anak usia 2-4 tahun yang disusui selama 2 tahun atau lebih tahun SITUASI LINGKUNGAN A. Persentase rumah tangga dengan sumber air minum terlindung tahun B. Persentase rumah tangga dengan jarak sumber air minum ke tempat penampungan akhir tinja terdekat > 10 meter tahun C. Persentase rumah tangga dengan fasilitas tempat buang air besar sendiri tahun ii

4 DERAJAT KESEHATAN A. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun B. Estimasi umur harapan hidup (e 0 ) tahun C. Estimasi angka kematian bayi (per 1000 kelahiran hidup) tahun D. Annual Parasite Incident (API)/Annual Malaria Incidence (AMI) per 1000 penduduk tahun E. Angka insidens penyakit DBD/DHF (per penduduk) tahun F. Case Fatality Rate penyakit DBD/DHF tahun G. Angka prevalensi kusta (per penduduk) tahun H. Jumlah kasus penyakit kusta tahun I. Penemuan kasus baru AIDS tahun H. Jumlah kasus AFP polio dengan klasifikasi virus polio liar tahun I. Wilayah terinfeksi flu burung pada manusia tahun UPAYA KESEHATAN A. Persentase kunjungan ibu hamil (K4) tahun B. Persentase ibu bersalin ditolong tenaga kesehatan tahun C. Cakupan kunjungan neonatus (KN2) tahun D. Persentase balita mendapat vitamin A (2 kali) tahun E. Persentase ibu nifas mendapat vitamin A tahun F. Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet besi tahun G. Proporsi wanita berumur berstatus kawin yang sedang menggunakan/memakai alat KB tahun H. Pencapaian desa UCI tahun I. Cakupan imunisasi campak tahun J. Cakupan imunisasi TT2 pada ibu hamil tahun K. Cakupan penemuan penderita baru TBC BTA+ terhadap angka perkiraan BTA+ tahun L. Angka Keberhasilan Pengobatan TB Paru tahun M. Cakupan penemuan penderita pneumonia balita tahun iii

5 N. Persentase penduduk yang memanfaatkan puskesmas untuk berobat jalan tahun O. Persentase rumah tangga yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis (6 bulan referensi) tahun SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN A. Rasio puskesmas per penduduk tahun B. Rasio puskesmas per 1000 km 2 tahun C. Rasio puskesmas keliling/puskesmas tahun D. Persentase penduduk peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) tahun PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA ASEAN DAN SEARO A. Umur harapan hidup di negara anggota ASEAN, B. Umur harapan hidup di negara anggota SEARO, C. Cakupan penemuan penderita baru TBC BTA+ terhadap angka perkiraan BTA+ di negara anggota ASEAN, D. Cakupan penemuan penderita baru TBC BTA+ terhadap angka perkiraan BTA+ di negara anggota SEARO, E. Cakupan imunisasi campak di negara anggota ASEAN F. Cakupan imunisasi campak di negara anggota SEARO, iv

6 PETA INDONESIA Sumber : BAKOSURTANAL v

7 PENENTUAN BATAS PENGELOMPOKAN Pencapaian nilai indikator kesehatan antar provinsi sangat bervariasi sehingga dalam pemetaannya diperlukan adanya pengelompokan nilai untuk memudahkan dalam penginterpretasian. Pengelompokan atau cut of point dalam peta ini didasarkan atas kebijakan program-program kesehatan atau nilai tertentu yang mengacu pada metode statistik. 1. NILAI PENGELOMPOKAN Penentuan nilai pengelompokan ada 2 cara yaitu : a Berdasarkan kebijakan program kesehatan (target SPM Bidang Kesehatan, Indikator Indonesia Sehat 2010, atau program kesehatan lainnya) b.mengacu pada metode statistik. Dalam peta ini, pengelompokan nilai terbagi menjadi empat yaitu : sangat baik, baik, kurang dan buruk. Contoh: Pengelompokan indikator pencapaian imunisasi campak. Berdasarkan kebijakan program imunisasi telah ditetapkan bahwa cakupan imunisasi campak dalam suatu wilayah adalah >90%,80-90%, 50-80%, <50%. Dalam hal ini klasifikasi pada pemetaan dibagi sebagai berikut.: Kelompok sangat baik bila cakupan imunisasi campak >90 % Kelompok baik bila cakupan imunisasi campak 80-90% Kelompok kurang bila cakupan imunisasi campak 50-80% Kelompok buruk bila cakupan imunisasi campak <50% 2. PEWARNAAN DALAM PEMETAAN Pewarnaan di dalam Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2006 ini adalah sebagai berikut : Kelompok sangat baik : berwarna hijau tua Kelompok baik : berwarna hijau muda Kelompok kurang : berwarna kuning Kelompok buruk : berwarna merah Namun, aturan tersebut tidak berlaku untuk beberapa indikator, yaitu rata-rata tingkat pemanfaatan tempat tidur (BOR) dan rata-rata lama hari perawatan (LOS). vi

8 CARA MEMBACA GAMBAR Peta utama menggambarkan keadaan terakhir indikator sesuai aturan perbedaan warna Trend Angka nasional Tabel data numerik yang merupakan asal data peta utama Peta yang menggambarkan keadaan tahun sebelumnya sebagai perbandingan Sumber data Peringkat, menunjukkan keadaan yang diasumsikan terbaik sampai terburuk Interpretasi gambar vii

9 PETA INDONESIA MENURUT PROVINSI (Peraturan Mendagri No. 18 Tahun 2005) viii

10 PETA NEGARA-NEGARA DI KAWASAN ASEAN ix

11 PETA NEGARA-NEGARA DI KAWASAN SEARO Maldives x

12 GAMBARAN UMUM

13 JUMLAH PENDUDUK PER KM JUMLAH PENDUDUK (per km 2 ) TAHUN JUMLAH PENDUDUK (per km 2 ) TAHUN 2006 < 30 jiwa/km jiwa/km jiwa/km2 >500 jiwa/km2 1 Papua 6 7 Maluku Utara NA D Sumatera Barat Bali Papua Barat 7 8 Sulaw esi Tengah Sumatera Selatan Sulaw esi Utara Jaw a Timur Kalimantan Tengah 13 9 Sulaw esi Tenggara Bengkulu Sulaw esi Selatan Banten Kalimantan Timur Jambi Gorontalo Kepulauan Riau Jaw a Tengah Kalimantan Barat Riau Kalimantan Selatan Sumatera Utara DI Yogyakarta 1,096 6 Maluku Sulaw esi Barat NTT Lampung Jaw a Barat 1, Kep Bangka Belitung NTB DKI Jakarta 13,651 Sumber : BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2008 Pada Tahun 2007 sebagian besar provinsi memiliki kepadatan jiwa per km2 (13 provinsi). Wilayah dengan kepadatan di atas 500 jiwa per km2 didominasi oleh provinsi di Jawa dan Bali. Pada tahun 2007, DKI Jakarta masih merupakan provinsi dengan kepadatan tertinggi ( jiwa per km2), sedangkan Papua merupakan provinsi dengan kepadatan terendah (6 jiwa per km2). Secara nasional pada tahun 2007 tingkat kepadatan menunjukan angka 118 jiwa per km2. 1

14 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MELEK HURUF PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MELEK HURUF TAHUN PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MELEK HURUF TAHUN 2006 > 95% 90%-95% 85%-90% < 85% 1 Sulaw esi Utara Sumatera Selatan Banten Kalimantan Selatan Jaw a Tengah NTB DKI Jakarta Sumatera Barat Jambi Bengkulu DI Yogyakarta Papua Riau Kalimantan Timur Sulaw esi Tengah Lampung Jaw a Timur Maluku Kepulauan Riau Kep Bangka Belitung Sulaw esi Tenggara NTT Sumatera Utara Jaw a Barat Maluku Utara Papua Barat Sulaw esi Barat Kalimantan Tengah Gorontalo NA D Kalimantan Barat Sulaw esi Selatan Bali Sumber : BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2008 Sebagian besar provinsi di Indonesia memiliki tingkat melek huruf dengan persentase di atas 95% pada tahun Terdapat 2 provinsi dengan tingkat melek huruf < 85%. Tingkat melek huruf tertinggi dicapai oleh Provinsi Sulawesi Utara sebesar 98,94%, sedangkan Papua memiliki tingkat melek huruf terendah sebesar 76,85%. Secara nasional, tingkat melek huruf pada tahun 2007 sebesar 92,74%. Angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 92,99%. 2

15 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MENAMATKAN PENDIDIKAN SLTP KE ATAS PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MENAMATKAN SLTP KE ATAS TAHUN PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MENAMATKAN SLTP KEATAS TAHUN % 40-50% 30-40% <30% 1 DKI Jakarta NA D Banten Sumatera Selatan Papua Sulaw esi Barat Kepulauan Riau Maluku Maluku Utara Sulaw esi Selatan NTB NTT DI Yogyakarta Riau Jambi Kalimantan Selatan Jaw a Tengah Sulaw esi Utara Sumatera Barat Sulaw esi Tengah Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Timur Bali Papua Barat Jaw a Barat Gorontalo Sumatera Utara Bengkulu Kalimantan Tengah Jaw a Timur Sulaw esi Tenggara Kep Bangka Belitung Sumber : BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2008 Persentase penduduk berumur 10 tahun yang menamatkan pendidikan hingga SLTP ke atas pada tahun 2007 sebesar 40,86%. Angka ini meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebagian besar provinsi pada tahun 2007 memiliki persentase melebihi 35%. DKI Jakarta merupakan provinsi dengan persentase penduduk berumur 10 tahun yang menamatkan pendidikan SLTP ke atas yang tertinggi (66,95%). Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah NTT (27,17%). 3

16 PERSENTASE ANAK USIA 2-4 TAHUN YANG DISUSUI SELAMA 2 TAHUN ATAU LEBIH PERSENTASE ANAK USIA 2-4 TAHUN YANG DISUSUI SELAMA 2 TAHUN ATAU LEBIH TAHUN PERSENTASE ANAK USIA 2-4 TAHUN YANG DISUSUI SELAMA 2 TAHUN ATAU LEBIH TAHUN 2006 > 50% 40%-50% 30%-40% < 30% 1 Kalimantan Barat Sumatera Selatan Kalimantan Timur Bangka Belitung Bali Papua Barat DI Yogyakarta Gorontalo Banten Kepulauan Riau Sulaw esi Selatan Maluku Jaw a Tengah Bengkulu Sumatera Barat DKI Jakarta NAD Kalimantan Selatan Jambi Sulaw esi Barat Papua Kalimantan Tengah Lampung NTT Jaw a Barat Riau Sulaw esi Utara NTB Jaw a Timur Maluku Utara Sulaw esi Tengah Sulaw esi Tenggara Sumatera Utara Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007 Persentase anak usia 2-4 tahun yang disusui selama 2 tahun atau lebih pada tahun 2007 sebesar 48,73% meningkat dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 43,46%. Provinsi dengan persentase tertinggi adalah Kalimantan Barat (65,86%). Terdapat 2 provinsi dengan persentase yang kurang dari 30% yaitu Maluku dan Papua Barat. 4

17 SITUASI LINGKUNGAN

18 PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN SUMBER AIR MINUM TERLINDUNG PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN SUMBER AIR MINUM TERLINDUNG TAHUN PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN SUMBER AIR MINUM TERLINDUNG TAHUN 2006 > 90% 75%-90% 60%-75% < 60% 1 DKI Jakarta Jawa Timur Maluku Sulawesi Tenggara NAD Lampung DI Yogyakarta Jawa Tengah Gorontalo Kep Bangka Belitung Jambi Kalimantan Tengah Bali NTB Kalimantan Timur Maluku Utara Kalimantan Selatan Papua Kepulauan Riau Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Kalimantan Barat Bengkulu Banten Riau Papua Barat Sulawesi Barat Jawa Barat Sumatera Utara Sumatera Selatan NTT Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumber : BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2008 Pada tahun 2007 tiga provinsi memiliki persentase rumah tangga dengan sumber air minum terlindung > 90%. Sebagian besar provinsi memiliki persentase pada kisaran 60%-90%. Provinsi dengan persentase sumber air minum tertinggi adalah DKI Jakarta (98,94%) sedangkan terendah adalah Bengkulu (45,93%). Persentase secara nasional tahun 2007 sebesar 81,48%. 5

19 PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN JARAK SUMBER AIR MINUM KE TEMPAT PENAMPUNGAN AKHIR TINJA TERDEKAT >10 METER PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN JARAK SUMBER AIR MINUM KE TEMPAT PENAMPUNGAN AKHIR TINJA TERDEKAT >10 METER TAHUN PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN JARAK SUMBER AIR MINUM KE TEMPAT PENAMPUNGAN AKHIR TINJA TERDEKAT >10 METER TAHUN 2006 >55% 40-55% 35-40% 1 DI Yogyakarta Jambi Sulaw esi Utara NTB NAD Kalimantan Selatan Papua Kepulauan Riau Maluku Utara Banten Lampung Sumatera Selatan Sumatera Barat DKI Jakarta Papua Barat Nusa Tenggara Timur Jaw a Tengah Sulaw esi Barat Jaw a Barat Kalimantan Timur Riau Sumatera Utara Gorontalo Sulaw esi Tenggara Bali Kalimantan Tengah Sulaw esi Tengah Kalimantan Barat Kep Bangka Belitung Bengkulu Jaw a Timur Maluku Sulaw esi Selatan % Sumber : BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2008 Persentase rumah tangga dengan jarak sumber air minum ke tempat penampungan akhir tinja terdekat > 10 m pada tahun 2007 menunjukan gambaran sebagian besar provinsi memiliki persentase di atas 40%. Hanya 3 provinsi dengan persentase < 40%. Pada tahun 2007 DI Yogyakarta memiliki persentase tertinggi sebesar 69,21%, sedangkan Papua Barat merupakan provinsi dengan persentase terendah sebesar 34,86%. 6

20 PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN FASILITAS TEMPAT BUANG AIR BESAR MILIK SENDIRI 10 0 PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN FASILITAS BUANG AIR BESAR SENDIRI TAHUN PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN FASILITAS BUANG AIR BESAR SENDIRI TAHUN 2006 > 60% 50%-60% 40%-50% 1 Riau Lampung NTT Kalimantan Barat Sumatera Barat Maluku Utara Kepulauan Riau Jambi Kalimantan Selatan Jawa Timur Papua NTB Kalimantan Timur Sulawesi Utara Bali Sulawesi Tenggara Maluku Gorontalo DKI Jakarta Jawa Barat Bengkulu Banten Sulawesi Tengah Sumatera Utara Sumatera Selatan Jawa Tengah Kalimantan Tengah Papua Barat DI Yogyakarta Kep Bangka Belitung Sulawesi Selatan NAD Sulawesi Barat < 40% Sumber : BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2008 Sebagian besar provinsi di Indonesia pada tahun 2007 memiliki persentase rumah tangga dengan fasilitas tempat buang air besar sendiri > 50%. Pada tahun 2007, provinsi dengan persentase tertinggi yaitu Riau sebesar 80,37%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Gorontalo sebesar 29,61%. 7

21 DERAJAT KESEHATAN

22 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2006 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN ,750 0,700-0,750 0,650-0,700 0,650 1 DKI Jakarta Sulaw esi Utara Jambi Maluku Sulaw esi Tenggara NTT Riau Bengkulu NAD Kalimantan Selatan NTB DI Yogyakarta Kep Bangka Belitung Lampung Maluku Utara Papua Kalimantan Tengah Sumatera Selatan Jaw a Timur Kalimantan Barat Kalimantan Timur Jaw a Barat Banten Sulaw esi Barat Kepulauan Riau Jaw a Tengah Sulaw esi Tengah Papua Barat Sumatera Utara Bali Sulaw esi Selatan Sumatera Barat Gorontalo Sumber: Badan Pusat Statistik, Indeks Pembangunan Manusia , Jakarta 2008 Secara umum indeks pembangunan manusia (IPM) tahun 2006 relatif lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sejak tahun 2005 sudah tidak ada provinsi dengan IPM <60%. Pada tahun 2005 provinsi dengan IPM >70% terdapat 13 provinsi, dan pada 2006 menjadi 16 provinsi. Secara nasional IPM mengalami kenaikan dari 69,6% pada tahun 2005 menjadi 70,1% pada tahun IPM tertinggi dicapai DKI Jakarta (76,3%) dan terendah Papua (62,8%). 8

23 ESTIMASI UMUR HARAPAN HIDUP (e0) UMUR HARAPAN HIDUP TAHUN UMUR HARAPAN HIDUP TAHUN 2006 > 70 tahun tahun < 65 tahun 1 DI Yogyakarta Riau Sumatera Selatan Sulaw esi Selatan Papua Barat NTB DKI Jakarta Sumatera Utara Kep Bangka Belitung Sulaw esi Barat NTT Bali Jaw a Timur Bengkulu Gorontalo Sulaw esi Utara Lampung NA D Kalimantan Selatan Kepulauan Riau Jambi Sulaw esi Tenggara Sulaw esi Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Barat Banten Maluku Utara Jaw a Tengah Sumatera Barat Papua Kalimantan Tengah Jaw a Barat Maluku Sumber: BAPPENAS, BPS, United Nations Population Fund (2003), Proyeksi Penduduk Indonesia , Tahun 2005 Estimasi Umur Harapan Hidup waktu lahir tahun 2007 secara nasional adalah tahun, meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnnya. Provinsi DIY dan DKI Jakarta memiliki nilai UHH tertinggi (masing-masing 74,56 dan tahun). Provinsi dengan UHH yang terendah adalah Provinsi NTB (63,25 tahun). 9

24 ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI (per 1000 kelahiran hidup) ANGKA KEMATIAN BAYI (IMR) TAHUN ANGKA KEMATIAN BAYI (IMR) TAHUN < > 49 1 DI Yogyakarta 19 6 Kalimantan Tengah Riau Sulawesi Selatan Sumatera Utara Maluku Utara 51 2NAD 25 7 Bali Jambi Sulawesi Tenggara Bengkulu Gorontalo 52 3 Jawa Tengah 26 8 Jawa Timur Kep Bangka Belitung Papua Banten Nusa Tenggara Timur 57 4 Kalimantan Timur 26 9 Sulawesi Utara Jawa Barat Sumatera Selatan Kalimantan Barat Kalimantan Selatan 58 5DKI Jakarta Papua Barat Lampung Sumatera Barat Maluku Kepulauan Riau Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat 74 Sumber : BPS (2008), Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), 2007 Estimasi Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2007 yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup (KH) meningkat dibanding tahun 2005 yang sebesar 28 per 1000 KH. AKB terendah terjadi di DI Yogyakarta (19 per 1000 KH) dan tertinggi di Sulawesi Barat (74 per 1000 KH). 10

25 ANNUAL PARASITE INCIDENCE (API)/ ANNUAL MALARIA INCIDENCE (AMI) (per 1000 Penduduk) ANNUAL PARASITE INCIDENCE/ ANNUAL MALARIA INCIDENCE (per 1000 Penduduk) TAHUN ANNUAL PARASITE INSIDENCE/ANNUAL MALARIA INSIDENCE (per 1000 Penduduk) TAHUN 2006 < > 50 API (Jaw a Bali) AMI 20 Gorontalo Maluku NTT DKI Jakarta Sulaw esi Selatan Jambi Kepulauan Riau Bangka Belitung Maluku Utara DI Yogyakarta Sumatera Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Barat Papua Banten Sumatera Barat Bengkulu NTB Papua Barat Jaw a Tengah Kalimantan Selatan Sulaw esi Tenggara NAD Jaw a Timur Lampung Sulaw esi Utara Sulaw esi Barat Jaw a Barat Sumatera Utara Kalimantan Tengah Bali Riau Sulaw esi Tengah Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Dalam beberapa tahun terakhir API/AMI secara nasional berfluktuasi. API tertinggi terjadi di Bali yaitu 0,42 per 1000 penduduk, sedangkan AMI tertinggi terjadi di Papua Barat yaitu per 1000 penduduk dan Papua per 1000 penduduk. 11

26 ANGKA INSIDENS PENYAKIT DBD/DHF (per penduduk) ANGKA INSIDENS PENYAKIT DBD/DHF (per penduduk) TAHUN ANGKA INSIDENS PENYAKIT DBD/DHF (per penduduk) TAHUN 2006 < > 80 1 Maluku NTB Gorontalo Sumatera Barat Kepulauan Riau Sulaw esi Utara Sulaw esi Barat Riau Papua Barat Sumatera Selatan DI Yogyakarta Kalimantan Timur Papua Maluku Utara Sulaw esi Tenggara Jaw a Barat Bali Jambi Sumatera Utara Sulaw esi Tengah DKI Jakarta Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Jaw a Tengah NTT Kalimantan Selatan Lampung Kep Bangka Belitung Sulaw esi Selatan Banten Bengkulu NA D Jaw a Timur Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Secara Nasional Angka Insidens DBD/DHF tahun 2007 adalah 71,78 per penduduk, yang berarti mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Provinsi dengan angka insiden penyakit DBD tertinggi pada tahun 2007 adalah DKI Jakarta (392,64 per penduduk) dan terendah terjadi di Provinsi Maluku dan Sulawesi Barat (masing-masing 0,00 dan 0,20 per penduduk). 12

27 CASE FATALITY RATE PENYAKIT DBD/DHF CASE FATALITY RATE PENYAKIT DBD/DHF TAHUN CASE FATALITY RATE PENYAKIT DBD/DHF TAHUN 2006 <1.00% % % >3.00% 1 Sulawesi Barat Lampung DI Yogyakarta Sulawesi Tengah Jambi NTT Papua Maluku Sulawesi Tenggara Sumatera Barat Sulawesi Utara Gorontalo Bengkulu Bali NAD Sulawesi Selatan Kep Bangka Belitung Banten Maluku Utara DKI Jakarta Sumatera Utara Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Riau NTB Jawa Barat Kepulauan Riau Jawa Timur Kalimantan Timur Sumatera Selatan Papua Barat Kalimantan Selatan Jawa Tengah 1.60 Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit DBD adalah kasus dengan jumlah kematian kasus kematian. Case Fatality Rate (CFR) pada tahun 2007 sebesar 1.01%. CFR DBD sejak tahun 2003 berfluktuasi, namun dalam 2 tahun terakhir cenderung menurun. 13

28 ANGKA PREVALENSI KUSTA (per penduduk) ANGKA PREVALENSI KUSTA (per penduduk) TAHUN ANGKA PREVALENSI KUSTA (per penduduk) TAHUN 2006 < > 3 1 Bengkulu Lampung Jawa Tengah NTT Jawa Timur DKI Jakarta Maluku Sumatera Utara Kalimantan Tengah Banten Kalimantan Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Utara Papua Jambi Riau Kalimantan Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Gorontalo Maluku Utara Sumatera Barat Bali Jawa Barat NAD Papua Barat Kepulauan Riau Sumatera Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tenggara DI Yogyakarta Bangka Belitung NTB 1.60 Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Angka Prevalensi Kusta per penduduk meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 angka prevalensi kusta sebesar 1,05 per penduduk. Provinsi dengan angka prevalensi kusta terendah pada tahun 2007 adalah Provinsi Bengkulu (0,09 per penduduk), dan tertinggi adalah Papua Barat (9,69 per penduduk). 14

29 JUMLAH KASUS PENYAKIT KUSTA 50,000 40,000 30,000 20,000 10, JUMLAH KASUS PENYAKIT KUSTA TAHUN ,793 21,537 22,763 23, JUMLAH KASUS PENYAKIT KUSTA TAHUN 2006 < > Bengkulu 16 7 Sumatera Barat Kalimantan Barat Banten Sulawesi Selatan 1,417 2 Kepulauan Riau 28 8 Bali Sulawesi Tenggara NAD DKI Jakarta 1,834 3 Kep Bangka Belitung 59 9 Riau Sulawesi Tengah Maluku Utara Jawa Tengah 1,869 4 Jambi Sumatera Utara Sumatera Selatan NTB Jawa Barat 3,362 5 Kalimantan Tengah Lampung Kalimantan Selatan Papua Barat Jawa Timur 6,037 6 DI Yogyakarta Gorontalo Maluku Papua Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Barat NTT 493 Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit Kusta mencapai kasus. Jumlah ini meningkat terus dari tahun ke tahun. Provinsi dengan jumlah kasus terbanyak adalah Jawa Timur dengan kasus dan Jawa Barat dengan kasus. Sedangkan provinsi dengan jumlah kasus terendah adalah Bengkulu dengan 16 kasus dan Kepulauan Riau dengan 28 kasus. 15

30 PENEMUAN KASUS BARU AIDS PENEMUAN KASUS BARU AIDS TAHUN PENEMUAN KASUS BARU AIDS TAHUN 2006 Tidak ada kasus baru Ada Kasus Baru Kalimantan Barat 1 Jawa Barat Sumatera Barat Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara 6 Sulawesi Tengah J 2 DKI Jakarta Riau Lampung Bengkulu 5 Sulawesi Selatan 3 Papua NTT NTB Maluku Utara 4 Gorontalo J 4 Bali Maluku Kep Bangka Belitung Kalimantan Selatan 3 Sulawesi Barat S 5 Jawa Timur Kepulauan Riau DI Yogyakarta Kalimantan Tengah 2 Papua Barat 6 Sumatera Utara Sumatera Selatan NAD Kalimantan Timur 2 7 Jawa Tengah Jambi Banten 9 Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Pada Tahun 2007 kasus baru AIDS ditemukan di 27 provinsi, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebanyak 25 provinsi. Di antara 27 provinsi yang ditemukan kasus AIDS, penemuan kasus tertinggi terdapat di Jawa Barat (735 kasus), diikuti DKI Jakarta (483 kasus) dan Papua (392 kasus). Penemuan kasus baru AIDS setiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2007 penemuan kasus baru AIDS adalah kasus. 16

31 JUMLAH KASUS AFP POLIO DENGAN KLASIFIKASI VIRUS POLIO LIAR JUMLAH KASUS AFP POLIO DENGAN KLASIFIKASI VIRUS POLIO LIAR TAHUN 2005 JUMLAH KASUS AFP POLIO DENGAN KLASIFIKASI VIRUS POLIO LIAR TAHUN 2006 Tidak terinfeksi Terinfeksi Bali Irian Jaya Barat Kalimantan Timur NTT Sulaw esi Utara Jaw a Timur 1 Bangka Belitung Jambi Kepulauan Riau Papua Sumatera Barat Banten Jaw a Barat Lampung Riau Sumatera Selatan Bengkulu Jaw a Tengah Maluku Sulaw esi Barat Sumatera Utara DI Yogyakarta Kalimantan Barat Maluku Utara Sulaw esi Selatan DKI Jakarta Kalimantan Selatan NAD Sulaw esi Tengah Gorontalo Kalimantan Tengah NTB Sulaw esi Tenggara Sumber : PP&PL, Depkes RI, 2006 Dibandingkan tahun 2005 DAN 2006, jumlah provinsi dan jumlah kasus yang terinfeksi kasus AFP Polio dengan klasifikasi virus polio liar terus menurun. Jika tahun 2005 terdapat 10 provinsi yang terinfeksi dengan 349 kasus pada tahun 2006 hanya 2 provinsi yang terinfeksi AFP Polio dengan klasifikasi virus polio liar yaitu Jawa Timur dan NAD dengan masing-masing 1 kasus yang ditemukan. Pada tahun 2007 hanya ditemukan 1 kasus terinfeksi AFP Polio dengan klasifikasi virus polio liar yaitu Jawa Timur. 17

32 WILAYAH TERINFEKSI FLU BURUNG PADA MANUSIA 75 JUMLAH KASUS FLU BURUNG PADA MANUSIA TAHUN WILAYAH TERINFEKSI FLU BURUNG PADA MANUSIA TAHUN 2006 Tidak Terinfeksi Terinfeksi Bengkulu Kalimantan Selatan Maluku Sulaw esi Barat Banten 11 Jaw a Timur 2 DI Yogyakarta Kalimantan Tengah Maluku Utara Sulaw esi Tengah DKI Jakarta 8 Sumatera Barat 1 Gorontalo Kalimantan Timur NAD Sulaw esi Tenggara Jaw a Barat 5 Sumatera Selatan 1 Irian Jaya Barat Kepulauan Riau NTB Sulaw esi Utara Riau 6 Sumatera Utara 1 Jambi Kep Bangka Belitung NTT Sulaw esi Selatan Jaw a Tengah 5 Kalimantan Barat Lampung Papua Bali 2 Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Sejak Flu Burung pada manusia pertama kali terdeteksi pada tahun 2005, sampai akhir tahun 2007 jumlah penderita telah mencapai 117 kasus dengan 95 kematian (CFR 81,2%), dan telah menginfeksi 12 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2005 terdapat 5 provinsi yang terinfeksi flu burung dengan 20 kasus dan 13 kematian (CFR 65%), pada tahun 2006 bertambah menjadi 9 provinsi dengan 55 kasus dan 45 kematian (CFR 81,8%). Wilayah terbanyak penderita Flu Burung selama tahun adalah Jawa Barat (30 kasus dan 24 kematian). 18

33 UPAYA KESEHATAN

34 PERSENTASE KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) PERSENTASE KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) TAHUN PERSENTASE KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) TAHUN 2006 >95% 78%-95% 61% - 78% < 61% 1 Bangka Belitung Jawa Timur Sumatera Utara Sulawesi Tenggara Papua Barat DKI Jakarta Sulawesi Tengah Bengkulu Maluku Papua Bali Jambi Jawa Barat Sulawesi Barat Sumatera Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah Kalimantan Barat Sulawesi Selatan Maluku Utara Nusa Tenggara Barat Lampung Sulawesi Utara Sumatera Barat Kepulauan Riau Banten DI Yogyakarta Kalimantan Selatan Nanggroe Aceh Darussalam Riau Gorontalo Sumber : Ditjen Binakesmas Depkes RI, 2007 Secara nasional pada periode tahun persentase kunjungan ibu hamil (K4) terus meningkat meningkat. Pada tahun 2006 dan 2007 tidak ada provinsi dengan persentase K4 >95%. Untuk persentase K4 <61% pada tahun 2006 pada provinsi Bengkulu dan Sulawesi Utara sedangkan pada tahun 2007 pada provinsi Irian Jaya Barat dan Papua 19

35 PERSENTASE IBU BERSALIN DITOLONG TENAGA KESEHATAN PERSENTASE IBU BERSALIN DITOLONG TENAGA KESEHATAN TAHUN PERSENTASE IBU BERSALIN DITOLONG TENAGA KESEHATAN TAHUN 2006 > 90% 77% - 90% 64% - 77% < 64% 1 Bali Jawa Timur Kepulauan Riau Bengkulu Kalimantan Barat Sulawesi Utara Bangka Belitung Jawa Tengah Sulawesi Tengah Nanggroe Aceh Darussalam Kalimantan Tengah Gorontalo DI Yogyakarta Jambi Sulawesi Tenggara Maluku Utara Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Papua Barat DKI Jakarta Sulawesi Selatan Banten Sulawesi Barat Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Timur Maluku Papua Sumatera Barat Kalimantan Timur Riau Nusa Tenggara Barat Sumatera Utara Sumber : Ditjen Binakesmas Depkes RI, 2007 Persentase ibu bersalin ditolong tenaga kesehatan secara nasional pada tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2007 angka nasional adalah 77,21 % dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Bali (95,06%) dan terendah adalah Provinsi papua (33,67%). Bila dibandingkan dengan tahun 2006 terjadi peningkatan dimana persentase >90 hanya 1 provinsi (Bali) sedangkan pada tahun 2007 ada 2 provinsi (Bali dan Bangka Belitung). 20

36 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS (KN2) CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS (KN2) TAHUN CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS (KN2) TAHUN 2006 > 90% 65% - 90% 40% - 65% < 40% 1 Bali DI Yogyakarta Jambi Sulawesi Tenggara Lampung Papua Barat Bangka Belitung Nusa Tenggara Barat Riau Jawa Tengah Sulawesi Utara Papua Jawa Timur Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Sulawesi Barat Sumatera Barat Jawa Barat Sumatera Utara Nanggroe Aceh Darussalam Sulawesi Tengah Kepulauan Riau Gorontalo Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Maluku Sumatera Selatan Bengkulu Maluku Utara Banten DKI Jakarta Sulawesi Selatan Sumber : Ditjen Binakesmas Depkes RI, 2007 Pada tahun 2007 cakupan kunjungan neonatus (KN2) adalah 77,16% dengan cakupan tertinggi provinsi Bali (97,63%) dan terendah provinsi Papua (24,71%). Tahun 2007 pencapaian cakupan neonatus (KN2) cenderung sema dengan tahun Persentase KN2 dari tahun berfluktuasi, dari tahun menurun, naik pada tahun 2006 dan turun kembali pada tahun

37 PERSENTASE BALITA MENDAPAT VITAMIN A 2 KALI PERSENTASE BALITA MENDAPAT VIT.A 2 KALI 12 0 TAHUN PERSENTASE BALITA MENDAPAT VIT.A 2 KALI TAHUN 2006 > 95% 78%-95% 61%-78% < 61% 1 DI Yogyakarta Nusa Tenggara Barat Riau Jawa Timur DKI Jakarta Maluku Jawa Tengah Nanggroe Aceh Darus Gorontalo Bengkulu Maluku Utara Bali Sumatera Barat Sumatera Selatan Kalimantan Timur Papua Barat Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sumatera Utara Papua Jawa Barat Kalimantan Barat Kepulauan Riau Sulawesi Barat Nusa Tenggara Timur Lampung Sulawesi Tengah Banten Bangka Belitung Jambi Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Sumber : Ditjen Binakesmas Depkes RI, 2007 Persentase balita mendapat vitamin A2 kali dari tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2007 persentase cakupan 87,08%. Bila dibandingkan dengan tahun 2006, persentase balita mnedapat vitamin A2 kali >95% lebih banyak (ada 4 provinsi) dari tahun 2006 (3 provinsi). 22

38 PERSENTASE IBU NIFAS DIBERI VITAMIN A > 60% 45% - 60% 30% - 45% < 30% 1 Sumatera Selatan Nanggroe Aceh Darussala Gorontalo Jawa Timur Lampung DKI Jakarta Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tenggara Jawa Barat Kalimantan Selatan Riau Banten Sumatera Utara Sulawesi Utara Sulawesi Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Papua Nusa Tenggara Timur Jambi Kepulauan Riau Maluku Utara Bengkulu Papua Barat Sulawesi Tengah Maluku Sumatera Barat Kalimantan Timur DI Yogyakarta Bali Sulawesi Selatan Jawa Tengah Bangka Belitung Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007 Pencapaian pemberian vitamin A pada ibu nifas tahun 2007 > 60% terjadi di lebih dari 60% provinsi di Indonesia. Sekitar 20% baru mencapai kisaran 45,01%- 60%. Provinsi dengan persentase tertinggi adalah Sumatera Selatan (90,03%), sementara 4 provinsi dengan persentase terendah adalah DKI Jakarta (26,92%), Banten (26,37%), Papua (21,96%) dan Papua Barat (21,58%). 23

39 PERSENTASE IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET BESI PERSENTASE IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET BESI TAHUN PERSENTASE IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET BESI TAHUN 2006 >80% 70%-80% 60%-70% <60% Tidak ada data 1 Bangka Belitung Sulawesi Tengah Jambi Nusa Tenggara Timur Sulawesi Tenggara Papua Barat Papua 2 Sumatera Selatan Kalimantan Tengah DKI Jakarta Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Nusa Tenggara Barat Gorontalo Sulawesi Utara Kepulauan Riau Kalimantan Timur Riau Kalimantan Selatan Sumatera Barat DI Yogyakarta Banten Sumatera Utara Kalimantan Barat Bengkulu Nanggroe Aceh Darussalam Jawa Tengah Maluku Maluku Utara Lampung Jawa Barat Bali Jawa Timur Sumber : Ditjen Binakesmas Depkes RI, 2007 Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet besi pada tahun 2007 adalah 66,03%, dengan cakupan tertinggi Bangka Belitung (89,84%) dan cakupan terendah adalah Papua Barat (19,18%).Bila dibandingkan dengan tahun 2006, persentase ibu hamil mendapat 90 tablet besi pada tahun 2007 mengalami peningkatan (pada tahun 2006 cakupan >80% hanya 1 provinsi sedangkan pada tahun 2007 cakupan >80% ada 7 provinsi). Untuk angka nasional dari tahun berfluktuasi. 24

40 PROPORSI WANITA BERUMUR BERSTATUS KAWIN YANG SEDANG MENGGUNAKAN/MEMAKAI ALAT KB PROPORSI WANITA BERUMUR BERSTATUS KAWIN YANG SEDANG MENGGUNAKAN/MEMAKAI ALAT KB TAHUN PROPORSI WANITA BERUMUR BERSTATUS KAWIN YANG SEDANG MENGGUNAKAN/MEMAKAI ALAT KB TAHUN 2006 > 70% 60% - 70% 50% - 60% < 50% 1 Kalimantan Tengah Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Barat Maluku Bengkulu Sumatera Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Papua Barat Bali Kalimantan Barat Banten Sumatera Utara Sulawesi Utara Jawa Tengah DI Yogyakarta Sulawesi Selatan Jambi Kalimantan Timur Nanggroe Aceh Darussalam Gorontalo DKI Jakarta Maluku Utara Lampung Riau Sulawesi Barat Bangka Belitung Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Kepulauan Riau Papua Sumber : BPS Statistik Kesra 2007 Pada periode proporsi wanita berumur tahun berstatus kawin yang sedang menggunakan/memakai alat KB terus mengalami peningkatan. Cakupan tertinggi pada tahun 2007 adalah Kalimantan Tengah (67,46%) dan terendah Papua Barat (28,29%). Bila dibandingkan dengan tahunt 2006, tidak jauh berbeda dengan tahun 2007, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah provinsi dengan cakupan > 70% ataupun dengan cakupan <50% jumlahnya tetap. 25

41 PERSENTASE PENCAPAIAN DESA UCI PERSENTASE PENCAPAIAN DESA UCI TAHUN PERSENTASE PENCAPAIAN DESA UCI TAHUN % 86% - 99,99% 72% - 86% < 72% Tidak ada data 1 Bali DI Yogyakarta NAD Sulawesi Selatan Bengkulu Gorontalo Sulawesi Utara 3 Sumatera Selatan Jambi Sulawesi Tenggara Maluku Papua Barat Sulawesi Barat 4 Kepulauan Riau NTT Kalimantan Barat Sulawesi Tengah67.88 Maluku Utara 5 Lampung Kep. Bangka Belitung Kalimantan Tengah Jawa Barat NTB Jawa Tengah DKI Jakarta Kalimantan Sela Jawa Timur Riau Banten Kalimantan Timur Sumatera Barat Papua Sumatera Utara Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Pencapaian desa UCI (Universal Child Immunization, desa/kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap) dari tahun cenderung menurun. Pada tahun 2007, pencapaian desa UCI yang mencapai 100% adalah provinsi Bali (pencapaian tertinggi) dan terndah adalah Papua Barat. 26

42 CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK TAHUN CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK TAHUN 2006 > 90% 80% - 90% 50% - 80% < 50% 1 DKI Jakarta Sumatera Utara Jambi Bengkulu Jawa Barat Papua Barat DI Yogyakarta NTT Lampung Sulawesi Barat Maluku Bali Sulawesi Tenggara Sumatera Barat Sumatera Selatan Gorontalo Jawa Tengah Kep. Bangka Belitung Kalimantan Tengah Maluku Utara NAD Jawa Timur Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Kalimantan Barat Papua Riau Sulawesi Tengah Banten Sulawesi Utara NTB Kalimantan Selatan Kepulauan Riau Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Pada periode cakupan imunisasi campak cenderung meningkat. Tahun 2007 sebagian besar provinsi memiliki cakupan lebih dari 80%, dan hanya ada satu provinsi pun yang memiliki cakupan di bawah 50% yaitu Papua Barat (49,78%). 27

43 CAKUPAN IMUNISASI TT2 PADA IBU HAMIL CAKUPAN IMUNISASI TT2 PADA IBU HAMIL TAHUN CAKUPAN IMUNISASI TT2 PADA IBU HAMIL TAHUN 2006 > 80% 60% - 80% 40% - 60% < 40% 1 Bali NTB Sulawesi Barat Kalimantan Barat DI Yogyakarta NTT Jambi Maluku Banten Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Kepulauan Riau Jawa Timur Sumatera Utara Kalimantan Tengah Riau Sulawesi Utara Papua Barat Sulawesi Tengah Jawa Barat Gorontalo NAD Papua Kalimantan Selatan Sumatera Barat DKI Jakarta Sulawesi Selatan Maluku Utara Jawa Tengah Lampung Kalimantan Timur Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Cakupan imunisasi TT2 pada ibu hamil tahun 2007 cukup bervariasi. Dimulai dari Papua dengan cakupan terendah 17,66% hingga Bali dengan cakupan tertinggi 93,39%. Jika dibandingkan keadaan tahun 2006, tahun 2007 sedikit lebih baik ditunjukkan dengan jumlah provinsi dengan cakupan >80% pada tahun 2005 ada 3 provinsi menjadi 5 provinsi pada tahun Pada periode cakupan Imunisasi TT2 pad ibu hamil cenderung meningkat. 28

44 CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA BARU TBC BTA+ TERHADAP ANGKA PERKIRAAN BTA+ CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA BARU TBC BTA+ TERHADAP ANGKA PERKIRAAN BTA+ TAHUN CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA BARU TBC BTA+ TERHADAP ANGKA PERKIRAAN BTA+ TAHUN 2006 > 70% 60% - 70% 50% - 60% < 50% 1 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Sulawesi Tenggara Kalimantan Barat NTT Sulawesi Utara Sumatera Utara DI Yogyakarta Jawa Tengah Sumatera Selatan Maluku Utara Banten Gorontalo Sumatera Barat Papua Barat Sulawesi Selatan Kepulauan Riau Bali Kep. Bangka Belitung Bengkulu NAD NTB Kalimantan Selatan Lampung Kalimantan Timur Papua Sulawesi Barat Riau Maluku Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Jambi Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2008 Pada tahun 2007 cakupan penemuan penderita baru TBC BTA+ (69,12) mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya (periode ). Hal tersebut terlihat dari jumlah provinsi dengan cakupan >70% pada tahun 2005 sebanyak 7 provinsi pada tahun 2007 menurun menjadi 3 provinsi. Sebaliknya, jumlah provinsi dengan cakupan <50% tahun 2006 adalah 13 provinsi, pada tahun 2007 meningkat menjadi 22 provinsi. Tahun 2007, provinsi dengan cakupan penemuan penderita baru TBC BTA+ tertinggi adalah DKI Jakarta (88,14%) dan dan cakupan terendah di Kalimantan Tengah (24,69%). 29

45 ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU TAHUN 2006 TREN ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU TAHUN ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU TAHUN 2005 > 95% 85% - 95% 65% - 84,99% < 65% Tidak ada data 1 Gorontalo Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan NTB DI Yogyakarta Papua Barat 2 Banten Sumatera Utara Kalimantan Barat Jawa Timur Maluku Utara Sulawesi Utara Lampung Jawa Tengah NAD Kalimantan Timur Bengkulu Sulawesi Tenggara Kep. Bangka Belitung Sulawesi Barat Papua Sumatera Selatan Riau DKI Jakarta Kepulauan Riau Kalimantan Tengah Sumatera Barat Maluku Jawa Barat Sulawesi Selatan Bali Jambi NTT Sumber: Dirjen P2PL Depkes, 2008 Pada tahun angka keberhasilan (SR) pengobatan TB paru terus meningkat. Pada tahun 2006 angka keberhasilan (SR) pengobatan TB paru adalah 91,03% dengan SR tertinggi Gorontalo (96,75%) dan terendah Kepulauan Riau (65,25%) 30

46 CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA TAHUN 2006 > 75% 50% - 75% 25% - 50% < 25% Tidak ada data 1 NTB Jawa Barat Riau NAD Sulawesi Tenggara 6.91 Papua 2 Kep. Bangka Belitung Sulawesi Utara Bali Kalimantan Tengah Jawa Timur 6.52 Papua Barat 3 Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan DKI Jakarta Sumatera Barat Jambi Sulawesi Barat Bengkulu Sumatera Utara NTT Lampung Kepulauan Riau Jawa Tengah Kalimantan Barat DI Yogyakarta Maluku Utara Kalimantan Timur Banten Gorontalo Maluku 7.67 Sumber : Ditjen PP & PL Depkes, 2008 Tahun 2007 jumlah provinsi dengan pencapaian < 25% lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 dari 19 provinsi menjadi 23 provinsi. Begitu pula angka nasional menunjukkan penurunan cakupan penemuan penderita peneumonia balita dari 28,78% menjadi 21,52% pada tahun Pada tahun 2007 tidak ada provinsi yang mencapai cakupan >75% sedangkan pada tahun 2006 ada 2 provinsi yang mencapai cakupan >75%. Provinsi dengan cakupan tertinggi tahun 2007 adalah Nusa Tenggara Barat (61,38%) sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Banten (1,88%). 31

47 PERSENTASE PENDUDUK YANG MEMANFAATKAN PUSKESMAS UNTUK BEROBAT JALAN PERSENTASE PENDUDUK YANG MEMANFAATKAN PUSKESMAS UNTUK BEROBAT JALAN TAHUN PERSENTASE PENDUDUK YANG MEMANFAATKAN PUSKESMAS UNTUK BEROBAT JALAN TAHUN 2006 > 60% 45% - 60% 30% - 45% < 30% 1 Papua Barat Maluku Gorontalo Sumatera Barat Sumatera Selatan Nusa Tenggara Timur Maluku Utara Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Jambi Riau DI Yogyakarta Papua Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Jawa Barat Banten Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Bali Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat DKI Jakarta Jawa Timur Nanggroe Aceh Darussalam Kepulauan Riau Jawa Tengah Sumatera Utara Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007 Selama lima tahun terakhir ( ), semakin banyak penduduk yang memanfaatkan puskesmas untuk berobat jalan. Provinsi yang sudah memanfaatkan puskesmas di atas 45% sebagian besar berada di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, sementara di wilayah barat sebagian besar masih di bawah 45%. Pada tahun 2007 persentase tertinggi dicapai Papua Barat dengan 65,30% dan yang terendah dicapai Sumatera Utara dengan 21,93%. 32

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2010 Kepala Pusat Data dan Surveilans Eidemiologi. dr. Jane Soepardi NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2010 Kepala Pusat Data dan Surveilans Eidemiologi. dr. Jane Soepardi NIP KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2008 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2007

PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2007 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI 27 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI 27 351.77122 Ind p Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI 351.77122 Ind Indonesia. Departemen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2006

PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2006 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2006 KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2005 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar. Pada edisi ini

Lebih terperinci

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi baik untuk jajaran manajemen kesehatan maupun untuk masyarakat umum perlu disediakan suatu paket data/informasi kesehatan yang ringkas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 0 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-

KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 0 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program- PETA KESEHATAN INDONESIA TAHUN 0 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 0 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG DATA SASARAN PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 DAFTAR ISI hal. KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v x BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEADAAN PENDUDUK 3 B. KEADAAN EKONOMI 8 C. INDEKS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R

DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN 2012-2016 P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KESEHATAN Assalamu alaikum Wr.Wb. Segala Puji Syukur kita panjatkan Kehadirat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN Pengarah Editor Penyusun Designer/Layouter Kontributor

TIM PENYUSUN Pengarah Editor Penyusun Designer/Layouter Kontributor TIM PENYUSUN Pengarah Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes Kepala Pusat Data dan Informasi Editor Boga Hardhana, S.Si, MM Nuning Kurniasih, S.Si. Apt, MSi Penyusun Erwin Susetyoaji, SKM, M.Kes Designer/Layouter

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN TABEL 1 LUAS WILAYAH, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KABUPATEN/KOTA LUAS RATA-RATA KEPADATAN KABUPATEN/KOTA WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK DESA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-nya sehingga Buku Profil Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TABEL 1 LUAS WILAYAH, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN NO KABUPATEN/KOTA LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN 2007-2011 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI JAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum ada kesepakatan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta orang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN. dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI)

TIM PENYUSUN. dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI) TIM PENYUSUN dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI) dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS (Kepala Pusat Data dan Informasi) DR. drh. Didik Budijanto, M.Kes Yudianto,

Lebih terperinci

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA ii Kata Pengantar i DAFTAR ISI Kata Pengantar...i Daftar Isi... iii Daftar Tabel...v Daftar Gambar...xi Bab I KEPENDUDUKAN... 1 Bab II INDIKATOR GENDER... 9 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN. Pengarah dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kemenkes RI)

TIM PENYUSUN. Pengarah dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kemenkes RI) TIM PENYUSUN Pengarah dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kemenkes RI) Ketua drg. Oscar Primadi, MPH (Kepala Pusat Data dan Informasi, Setjen. Kemenkes RI) Editor drg. R. Vensya Sitohang,

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

POLICY UPDATE WIKO SAPUTRA

POLICY UPDATE WIKO SAPUTRA POLICY UPDATE Arah dan Strategi Kebijakan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia WIKO SAPUTRA Peneliti Kebijakan Ekonomi dan Publik

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN 2010-2014 NINA SARDJUNANI Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Rakornas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

Ind p PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2005

Ind p PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2005 351.770 212 Ind p PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2005 DEPARTEMEN KESEHATAN R.I. JAKARTA 2007 TIM PENYUSUN Pengarah Dr. H. Sjafii Ahmad, MPH Sekretaris Jenderal Depkes Ketua DR Bambang Hartono, SKM, MSc Kepala

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor DATA/INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI 2012 Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator pelayanan kesehatan dan capaian program kesehatan, yang meliputi indikator angka harapan

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rakhmatnya sehingga buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber.

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber. Pelindung/ Penasehat : Dr. dr. H. Rachmat Latief, SpPD., M.Kes., FINASIM drg.hj. Susilih Ekowati, M.Si Pengarah : Hj. Asmah, SKM., M.Kes Penyusun : Mohamad Nur, SKM Syahrir, S.Kom Agusyanti, SKM Nurmiyati

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Outline Paparan 1. Kinerja Pelaksanaan Rencana Kerja Kemenkes 2014-2015 - Capaian Indikator

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN. dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kemenkes RI) Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes (Kepala Pusat Data dan Informasi)

TIM PENYUSUN. dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kemenkes RI) Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes (Kepala Pusat Data dan Informasi) TIM PENYUSUN dr. Untung Suseno Sutardjo, M.Kes (Sekretaris Jenderal Kemenkes RI) Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes (Kepala Pusat Data dan Informasi) Boga Hardhana, S.Si, MM Yudianto, SKM, M.Si. drg. Titi

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47 2 KESEHATAN AWAL TARGET SASARAN MISI 212 213 214 215 216 217 218 218 Kunjungan Ibu Hamil K4 % 92,24 95 95 95 95 95 95 95 Dinas Kesehatan Jumlah Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KESEHATAN

PROFIL DINAS KESEHATAN PROFIL DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2012 DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabbil alamiin. Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

Lebih terperinci

RESUME PROFIL KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

RESUME PROFIL KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 RESUME PROFIL KESEHATAN NO A. GAMBARAN UMUM L P L + P Satuan 1 Luas Wilayah 37.116,5 Km 2 Tabel 1 2 Jumlah Desa/Kelurahan 5.918 Desa/Kel Tabel 1 3 Jumlah Penduduk 22.666.168 21.882.263 44.548.431 Jiwa

Lebih terperinci

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016 Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016 Lampiran Perjanjian Kinerja Direktur Kesehatan Keluarga dengan Dirjen Kesehatan Masyarakat. Lampiran, Cakupan Indikator Kesehatan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci