BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian Relevan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian Relevan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian Relevan 1. Modul a. Pengertian Modul Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang disesuaikan umur dan pengetahuan siswa sehingga memungkinkan terjadi proses belajar mandiri meskipun bimbingan dari guru minimal (Prastowo, 2012). Modul adalah unit lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution, 2011). Modul merupakan bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya dengan komponen minimal berupa tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar dan evaluasi sehingga siswa dapat belajar sesuai kecepatannya masing-masing (Depdiknas, 2008). Modul diartikan sebagai serangkaian pengalaman belajar yang sengaja direncanakan dan dirancang untuk pencapaian tujuan belajar serta berisi tentang satuan bahasan tertentu yang dikemas secara sistematis, operasional dan terararah untuk digunakan siswa serta dilengkapi dengan pedoman penggunaan untuk para guru. Modul memberikan informasi penting, memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang kegiatan yang harus dilakukan dan referensi rujukan yang bisa 12

2 13 digunakan (Mulyasa, 2005). Modul menurut Sukiman (2012) diartikan sebagai jenis kesatuan kegiatan belajar yang terencana dan dirancang untuk membantu para siswa secara individual dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Modul dipandang sebagai paket program pembelajaran yang memiliki beberapa komponen yang mencakup tujuan belajar, bahan pelajaran, metode belajar, alat atau media, sumber belajar serta sistem evaluasi. Pengertian modul berdasarkan pendapat para ahli disimpulkan menjadi suatu paket belajar yang berisi dengan serangkaian kegiatan belajar yang sengaja disusun dan dirancang untuk membantu siswa secara individual dalam mencapai tujuan belajarnya meskipun tanpa bimbingan guru (bersifat mandiri). Modul berdasarkan pengertiannya memiliki empat ciri diantaranya: 1) modul merupakan unit bahan belajar yang dirancang secara khusus sehingga dapat dipelajari siswa secara mandiri, 2) modul merupakan program pembelajaran utuh yang disusun secara sistematis mengacu pada tujuan atau kompetensi yang jelas dan terukur, 3) modul memuat tujuan pembelajaran, bahan dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta alat evaluasinya, 4) modul merupakan bahan belajar mandiri yang dapat mengatasi kesulitan belajar siswa ketika tatap muka di kelas (Sukiman, 2012). b. Fungsi Modul Modul berfungsi sebagai bahan yang digunakan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga proses belajarnya menjadi lebih terarah, sistematis dan mendukung penguasaan kompetensi sesuai dengan kecepatan masing-masing siswa (Purwanto dkk, 2007; Depdiknas, 2008). Modul dilengkapi dengan referensi

3 14 sumber belajar sehingga dapat berfungsi sebagai tambahan bahan rujukan belajar siswa (Mulyasa, 2005). Modul berfungsi pula sebagai bahan ajar mandiri siswa, pengganti fungsi pendidik, sebagai alat evaluasi dan sebagai bahan rujukan bagi peserta didik. Modul sebagai bahan ajar mandiri maksudnya adalah sebagai peningkat kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa bergantung pada kehadiran guru karena di dalamnya telah terangkum berbagai kegiatan yang terarah dan terstruktur. Modul sebagai pengganti pendidik maksudnya penjelasan materi dan kegiatan modul didesain dengan memperhatikan usia dan pengetahuan siswa serta dikemas dengan bahasa yang baik dan mudah dipahami sehingga penggunaan modul bisa berfungsi sebagai pengganti guru atau fasilitator pembelajaran. Modul sebagai alat evaluasi maksudnya dengan modul siswa diharapkan dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang telah dipelajari sesuai petunjuk dalam modul. Modul sebagai bahan rujukan maksudnya di dalam modul juga terangkum berbagai materi yang harus dipelajari siswa (Prastowo, 2012). c. Karakteristik Modul Modul menurut Sukiman (2012) memiliki lima karakteristik diantaranya adalah: 1) petunjuk mandiri (self instructional), 2) kesatuan isi (self contained), 3) berdiri sendiri (stand alone), 4) adaptif (adaptive) dan 5) bersahabat dengan pemakai (user friendly). Lima karakter modul perlu diperhatikan dalam

4 15 pengembangannya supaya diperoleh modul yang baik dan sesuai dengan tujuannya. Karakter petunjuk mandiri (self instructional) dalam modul memungkinkan siswa untuk belajar mandiri tanpa bergantung pada bantuan pihak lain. Karakter petunjuk mandiri (self instructional) dipenuhi dengan cara: 1) memuat tujuan pembelajaran yang jelas dan menggambarkan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar, 2) mengemas materi pembelajaran ke dalam unit-unit spesifik sehingga memudahkan siswa untuk belajar secara tuntas, 3) menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung kejelasan paparan materi, 4) menyediakan soal-soal latihan atau tugas yang memungkinkan siswa untuk merespon dan mengukur penguasaannya, 5) kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa, 6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, 7) menyajikan rangkuman materi pembelajaran, 8) menyajikan instrumen penilaian yang memungkinkan siswa untuk melakukan penilaian mandiri (self assesment), 9) menyajikan umpan balik atas penilaian siswa sehingga siswa mampu mengetahui tingkat penguasaan materi, 10) menyediakan informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran (Sukiman, 2012; Depdiknas, 2008). Karakter petunjuk mandiri (self instructional) disusun berdasarkan panduan pengembangan yang sistematik mulai dari penyusunan garis-garis besar program pengajaran sampai penyusunan tes (Muljono, 2001). Karakter kesatuan isi (self contained) maksudnya seluruh materi pembelajaran dari satu unit standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

5 16 dipelajari sudah terangkum di dalam modul secara utuh. Tujuan dari penyusunan materi secara utuh adalah untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk mempelajari materi secara tuntas. Materi dari satu standar kompetensi dibagi dan dipisah dengan memperhatikan keluasan atau kompleksitas standar kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa sehingga kesatuan isinya tetap terjaga (Sukiman, 2012). Karakter self contained dipenuhi melalui cara: 1) pembuatan kerangka modul yang mencakup perumusan tujuan, pengorganisasian soal evaluasi, materi, kegiatan dan penentuan alat-alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai tujuan yang dirumuskan, 2) menulis program secara rinci yang mencakup pembuatan petunjuk dan kelengkapan paket belajar dalam modul (Suratsih, 2010). Karakter berdiri sendiri (stand alone) maksudnya modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain (Sukiman, 2012; Joga, 2010). Modul tidak memerlukan bantuan media lain ketika digunakan siswa dalam mempelajari materi atau mengerjakan tugas di dalam modul. Modul tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri ketika dalam penggunaannya, siswa masih menggunakan atau bergantung pada media lain selain modul yang digunakan (Depdiknas, 2008). Karakter adaptif (adaptive) memungkinkan modul memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Joga, 2010). Modul dikatakan adaptif apabila modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada pada suatu masa. Modul

6 17 yang memperhatikan perkembangan ilmu dan teknologi, pengembangannya tetap up to date (Sukiman, 2012). Karakter bersahabat dengan pemakai (user friendly) memungkinkan modul untuk memenuhi kaidah agar mudah digunakan oleh siswa. Instruksi dan informasi yang diberikan dalam modul bersifat mempermudah siswa dalam merespon dan mengakses sesuai keinginan. Karakter user friendly dapat diwujudkan dengan penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti dan penggunaan istilah yang umum (Sukiman, 2012; Depdiknas, 2008). d. Unsur-unsur Modul Modul disusun dengan memperhatikan unsur-unsur penyusun atau komponennya agar didapatkan modul yang baik. Unsur-unsur modul terdiri dari tujuh unsur diantaranya adalah: 1) rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik, 2) petunjuk guru, 3) lembar kegiatan siswa, 4) lembar kerja bagi siswa, 5) kunci lembar kerja siswa, 6) lembar evaluasi dan 7) kunci lembar evaluasi (Prastowo, 2012). Rumusan tujuan pengajaran menggambarkan tingkah laku yang diharapkan dari siswa setelah melakukan kegiatan dalam modul. Rumusan tujuan pengajaran tercantum pada lembar kegiatan siswa dan petunjuk guru. Tujuan pengajaran pada lembar kegiatan siswa berfungsi untuk memberitahukan kepada siswa tentang tingkah laku yang diharapkan dari siswa setelah berhasil menyelesaikan kegiatan modul. Tujuan pengajaran pada petunjuk guru berfungsi untuk memberitahukan guru mengenai tingkah laku atau pengetahuan yang

7 18 seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan kegiatan modul (Prastowo, 2012). Rumusan tujuan dalam modul dibedakan menjadi tujuan pembelajaran umum yang memuat target capaian kompetensi umum siswa (kompetensi dasar) dan tujuan pembelajaran khusus yang memuat uraian atau penjabaran dari kompetensi umum dalam bentuk indikator (Purwanto dkk, 2007). Petunjuk guru berisi instruksi penyelenggaraan pengajaran dengan modul agar kegiatan pembelajaran lebih terarah dan efektif. Bagian petunjuk guru berisi penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang dilakukan dalam kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul, alat-alat pelajaran dan sumber yang digunakan, prosedur evaluasi dan jenis alat evaluasi yang digunakan (Prastowo, 2012). Petunjuk modul selain ditujukan pada guru juga ditujukan pada siswa supaya siswa paham tentang kegiatan yang dilakukannya (Sukiman, 2012). Petunjuk yang tercantum dalam modul secara umum memuat penjelasan rinci tentang penyelenggaraan pembelajaran supaya berjalan dengan efisien (Suratsih, 2010). Lembar kegiatan siswa memuat materi pelajaran yang harus dikuasai, kegiatan yang dilakukan siswa dan rujukan buku-buku yang dapat dipelajari sebagai pelengkap materi dalam modul (Prastowo, 2012). Materi yang tercantum dalam modul disusun secara logis dan sistematis serta dilengkapi dengan gambar, bagan dan grafik sehingga membantu siswa mencapai tujuan belajarnya ketika mempelajari materi modul. Kegiatan modul memuat kegiatan siswa selama pembelajaran yang mendukung berlangsungnya proses belajar secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar, tetapi juga melakukan pengamatan, percobaan,

8 19 simulasi, diskusi, pemecahan masalah dan sebagainya (Mulyasa, 2005; Muljono, 2001). Lembar kerja siswa berisi pertanyaan atau permasalahan yang harus dipecahkan oleh siswa. Semua kegiatan belajar dilakukan pada lembar kerja siswa termasuk ketika menjawab pertanyaan atau permasalahan yang tersedia. Siswa tidak boleh memberikan coretan apapun pada lembar kerja siswa apabila modul digunakan secara bergantian dengan siswa lainnya (Prastowo, 2012). Lembar kerja siswa dilengkapi pula dengan lembar jawab kegiatan yang dirancang sesuai dengan kegiatan praktek yang dilakukan siswa selama pembelajaran (Depdiknas, 2008). Kunci lembar kerja siswa digunakan untuk memeriksa ketepatan hasil pekerjaan sehingga memungkinkan siswa untuk segera melakukan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam belajar. Keberadaan kunci jawaban dapat mendukung terjadinya konfirmasi dengan segera terhadap jawaban siswa yang keliru. Kunci jawaban lembar kerja siswa dapat dicantumkan dalam modul atau diberikan terpisah atau disimpan guru (Prastowo, 2012) Lembar evaluasi berupa tes atau rating scale yang digunakan untuk evaluasi guru terhadap tercapai tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul oleh siswa. Tes dan rating scale pada lembar evaluasi disusun dalam item-item tes yang disesuaikan dan dijabarkan dari rumusan-rumusan tujuan pada modul (Prastowo, 2012). Evaluasi yang berisi soal-soal pengukur penguasaan siswa setelah mempelajari keseluruhan isi modul, dilengkapi pula dengan kunci jawaban dan rumus analisis tingkat penguasaan siswa (Sukiman, 2012).

9 20 Kunci lembar evaluasi berisi jawaban dari soal-soal yang telah diberikan sebelumnya dalam modul. Kunci soal evaluasi ditulis oleh penyusun modul dan bertujuan untuk membantu siswa dalam mencocokkan hasil jawabannya secara mandiri. Hasil jawaban siswa digunakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan yang dirumuskan dalam modul berdasarkan tingkat penguasaan siswa. Kunci jawaban lembar evaluasi dapat dicantumkan pada bagian akhir modul, diberikan terpisah atau disimpan guru untuk menjaga kemurnian hasil jawaban siswa (Prastowo, 2012; Sungkono, 2009). e. Format Modul Komponen modul yang terdiri dari lembar kegiatan siswa, lembar kerja, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban dan kunci jawaban dikemas dalam suatu format modul. Format modul digunakan untuk menjamin modul supaya isi modul tetap tersusun secara sistematis. Format modul menurut Mulyasa (2005) terdiri dari enam bagian yaitu: 1) bagian pendahuluan, 2) tujuan pembelajaran, 3) tes awal, 4) pengalaman belajar, 5) sumber belajar dan 6) tes akhir. Bagian pendahuluan merupakan bagian pembuka modul yang berisi deskripsi umum seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dicapai setelah belajar termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul (Mulyasa, 2005). Pendahuluan paling tidak menjelaskan deskripsi singkat tentang cakupan isi modul, indikator yang ingin dicapai, deskripsi perilaku awal siswa yang memuat pengetahuan dan

10 21 keterampilan, relevansi modul dengan pembelajaran, urutan kegiatan belajar dan petunjuk belajar (Sungkono, 2009). Bagian tujuan pembelajaran berisi tujuan pembelajaran khusus yang dicapai siswa setelah mempelajari modul, tujuan terminal, tujuan akhir dan kondisi untuk mencapai tujuan. Bagian tes awal berfungsi untuk menetapkan posisi siswa, mengetahui kemampuan awal siswa, menentukan awal siswa belajar dan menentukan perlu tidaknya mempelajari modul. Bagian pengalaman belajar merupakan rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus yang berisi sejumlah materi yang diikuti penilaian formatif sebagai balikan bagi siswa tentang tujuan belajar yang dicapai. Bagian sumber belajar berisi referensi yang dapat ditelusuri dan digunakan siswa untuk tambahan informasi sehingga perlu perhatian lebih oleh para pengembang modul agar siswa tidak kesulitan dalam mendapatkannya. Bagian tes akhir berisi instrumen evaluasi yang isinya sama dengan tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul sehingga efektivitas modul dalam meningkatkan pembelajaran dapat diukur (Mulyasa, 2005; Ali, 2005). f. Langkah-langkah Penyusunan Modul Penyusunan modul menurut Prastowo (2012) membutuhkan empat tahapan yaitu: 1) tahap analisis kurikulum, untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar modul dengan cara melihat inti materi yang diajarkan, kompetensi serta hasil belajar kritis yang harus dimiliki siswa, 2) tahap menentukan judul modul, dilakukan dengan mengacu pada cakupan kompetensi

11 22 dasar atau materi pokok yang ada di dalam kurikulum, satu kompetensi yang cakupannya tidak terlalu besar dapat digunakan sebagai judul modul tetapi jika cakupan terlalu besar maka perlu dilakukan pemecahan judul, 3) tahap pemberian kode modul, dilakukan untuk memudahkan pengelolaan modul melalui pemberian angka-angka yang diberi makna, misalnya digit pertama menunjukkan kelompok jurusan (IPA/IPS/bahasa) dan digit kedua menunjukkan mata belajarannya (1 = biologi, 2 = fisika), 4) tahap penulisan modul, dilakukan dengan memperhatikan perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai, penentuan alat evaluasi atau penilaiannya, penyusunan materi, urutan pengajaran yang dijelaskan dalam petunjuk penggunaan modul bagi guru dan siswa, serta struktur atau unsur-unsur bahan ajar modul. Empat tahapan penyusunan modul menurut Prastowo (2012) baru mencapai tahap penulisan modul sehingga secara umum dapat dilengkapi dengan tahapan penyusunan modul menurut Depdiknas (2008) yang terdiri dari: 1) analisis kebutuhan modul untuk memperoleh informasi modul yang dibutuhkan peserta didik dalam mempelajari kompetensi yang diprogramkan, 2) desain modul dengan membuat buram modul dengan mengacu pada RPP guru yang kemudian diujicobakan terlebih dahulu supaya terjamin kevalidannya, 3) implementasi modul sesuai dengan alur dalam tercantum dalam modul, 4) penilaian hasil belajar siswa setelah implementasi modul, 5) evaluasi dan validasi secara periodik dan 6) jaminan kualitas untuk menjamin bahwa modul yang dikembangkan telah sesuai dengan ketentuan pengembangan modul.

12 23 g. Keuntungan Penggunaan Modul Modul yang dikembangkan dan disusun dengan baik mampu memberikan banyak keuntungan baik bagi siswa maupun guru. Keuntungan penggunan modul bagi siswa meliputi: 1) dapat memberikan balikan (feedback) setelah siswa selesai menggunakan modul karena modul dilengkapi dengan rumus tingkat penguasaan materi untuk mengetahui taraf hasil belajar siswa sehingga siswa dapat segera memperbaiki kekurangan belajarnya, 2) memberikan kesempatan pada siswa untuk menguasai bahan pelajaran secara tuntas, 3) memudahkan siswa mencapai tujuan belajar karena penyusunannya dirancang khusus untuk tujuan tertentu, 4) memberikan motivasi kepada siswa karena berisi kegiatan dan langkah-langkah belajar yang teratur, 5) bersifat fleksibel sehingga dapat digunakan siswa dengan beragam latar belakang siswa dan 6) membuka kesempatan untuk terjadi kerjasama diantara siswa (Nasution, 2011). Siswa sebagai pengguna modul lebih memiliki kebebasan dalam mempelajari modul karena bisa digunakan di luar pembelajaran sekolah (Ali, 2005). Siswa yang belajar menggunakan modul mendapatkan keuntungan seperti: 1) terlatih kemampuan individualnya karena pada hakikatnya siswa memiliki kemampuan untuk bekerja secara mandiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakannya, 2) mendapat kontrol terhadap hasil belajar karena terdapat tujuan spesifik dalam setiap kegiatan modul sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan dan 3) mendapatkan kegiatan pelajaran yang relevan dengan kurikulum karena modul berisi serangkaian kegiatan yang dapat digunakan untuk mencapai

13 24 tujuan pembelajaran sehingga siswa mengetahui keterkaitan antara kegiatan yang dilakukan dengan hasil yang diperolehnya (Mulyasa, 2005). Modul yang digunakan dalam pembelajaran bermanfaat pula dalam memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa seperti hasil beberapa penelitian terdahulu. Penelitian Pummawan (2007) mendapatkan hasil yang menjelaskan bahwa penggunaan e-module merupakan pengajaran yang efektif dalam membantu pengembangan kemampuan berpikir (kognitif) siswa termasuk berpikir kritis. Penelitian Tung dan Chang (2009) mendapatkan hasil bahwa penggunaan literatur bacaan yang dilengkapi dengan pertanyaanpertanyaan yang mendukung diskusi mampu memberdayakan kemampuan berpikir kritis khususnya aspek analisis. Penelitian Rochman (2012) mendapatkan hasil bahwa penggunaan modul dalam pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan pada capaian prestasi belajar siswa karena siswa yang belajar menggunakan modul mendapatkan prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang belajar tanpa modul. Penelitian Ali (2005) mendapatkan hasil bahwa penggunaan modul dalam pembelajaran lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan metode tradisional yang tidak menggunakan modul. Keuntungan penggunaan modul bagi guru diantaranya: 1) memberikan rasa kepuasan yang lebih besar karena modul bisa menjamin hasil belajar yang baik melalui kemudahan penggunaannya, 2) memberikan waktu yang lebih banyak untuk guru dalam memberikan bantuan dan perhatian individual tanpa mengganggu atau melibatkan seluruh kelas, 3) guru lebih memiliki waktu banyak

14 25 untuk memberikan pengayaan dan tambahan informasi kepada siswa, 4) memberikan kebebasan untuk guru dalam mengelola persiapan pembelajaran karena sudah terangkum dalam modul (Nasution, 2011). Guru lebih fleksibel dalam menggunakan modul secara fleksibel karena dapat diberikan kepada secara individual, kelompok kecil atau kelompok besar sesuai dengan kebutuhan pembelajaran melalui berbagai pola penjadwalan (Ali, 2005). 2. Kemampuan Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir Kritis Proses berpikir merupakan kegiatan intelektual seseorang yang terjadi dalam otak. Proses berpikir kompleks atau yang sering dikenal sebagai berpikir tingkat tinggi dikategorikan menjadi empat kelompok meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif (creative thinking). Berpikir kritis merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi yang diartikan sebagai cara berpikir secara terarah, terencana dan logis sesuai dengan fakta yang telah diketahui. Kegiatan berpikir kritis memungkinkan seseorang untuk menggunakan strategi kognitif yang tepat dalam menguji gagasan atau ide, memecahkan masalah dan mengatasi masalah (Amri dan Ahmadi, 2010). Berpikir kritis menurut Chaffe (2012) diartikan sebagai proses berpikir untuk memperjelas pemahaman terhadap sesuatu sehingga menghasilkan keputusan yang cerdas. Berpikir kritis menurut Harsanto (2005) dipandang sebagai cara berpikir terbuka, jelas dan berdasarkan fakta sehingga

15 26 memungkinkan seseorang memiliki dasar dalam mengambil keputusan. Berpikir kritis menurut Moon (2008) merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai informasi yang diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda, kemudian memprosesnya dengan kreatif dan logis serta menganalisisnya sehingga didapatkan kesimpulan yang benar. Pengertian berpikir kritis berdasarkan pendapat para ahli disimpulkan menjadi proses berpikir logis dan berdasarkan fakta sehingga mampu membuat keputusan yang masuk akal melalui kegiatan pengambilan, pemrosesan dan analisis informasi. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman yang mendalam terhadap fakta memungkinkan seseorang untuk melakukan analisis logis untuk menghasilkan sebuah kesimpulan. Berpikir kritis berkaitan dengan kemampuan menemukan analogi dan hubungan dari potongan informasi yang didapat, menentukan kerelevanan dan kevalidan informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, menemukan penyelesaian masalah dan mengevaluasi cara penyelesaikan masalah (Amri dan Ahmadi, 2010). Berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari pengetahuan prosedural yang mendukung dalam mendapatkan fakta, konsep, prinsip dan hukum dalam materi pembelajaran (Wenno, 2008). Berpikir kritis termasuk salah satu bagian dari keterampilan pembelajaran dan inovasi abad ke-21 yang berperan penting dalam menyiapkan siswa untuk menangani masalah sosial, ilmiah dan praktis di masa mendatang (Lai, 2011; Snyder dan Snyder, 2008). Berpikir kritis merupakan bekal kesuksesan di masa depan karena menyiapkan siswa menjadi pribadi yang pandai menjelaskan alasan, mampu membuat penilaian informasi

16 dengan baik dan mampu memecahkan masalah yang belum diketahui (Cheong dan Cheung, 2008, Thomas, 2011). 27 b. Aspek dan Sub Keterampilan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis memiliki komponen yang berbeda-beda menurut beberapa ahli. Berpikir kritis menurut Ennis memiliki enam aspek yaitu: 1) fokus (focus), 2) alasan (reason), 3) kesimpulan (inference), 4) situasi (situation), 5) kejelasan (clarity) dan 6) tinjauan ulang (over view) (Happy dan Listyani, 2011). Fokus (focus) menitikberatkan pada saat mengidentifikasi masalah sehingga permasalahan benar-benar dikenali dengan baik. Alasan (reason) dibutuhkan untuk mendukung permasalahan secara logis. Kesimpulan (inference) dibuat berdasarkan analisis dan alasan yang tepat. Situasi (situation) perlu dicocokkan dengan situasi yang sebenarnya. Kejelasan (clarity) diperlukan untuk mendefinisikan istilah yang dipakai dalam berargumen sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menarik kesimpulan. Tinjauan ulang (over view) berfungsi untuk mengkaji ulang sesuatu yang telah ditemukan, diputuskan, diperhatikan dipelajari dan disimpulkan (Amri dan Ahmadi, 2010). Kemampuan berpikir kritis menurut Watson dan Glaser memiliki lima komponen yaitu: 1) menyusun kesimpulan (make inferences), 2) deduksi (deductions), 3) interpretasi (interpretations), 4) mengenal asumsi (recognize assumptions) dan 5) mengevaluasi argumen (evaluate arguments) (Wagner, T.A., 2002). Menyusun kesimpulan (make inferences) adalah membuat generalisasi berdasar data yang ada untuk dicari derajat kebenaran dan kesalahannya. Deduksi

17 28 (deductions) adalah penarikan kesimpulan dari umum ke khusus menggunakan argumen-argumen atau premis. Interpretasi (interpretations) merupakan kegiatan menimbang dan memaknai bukti berdasarkan data yang ada. Mengenal asumsi (recognize assumptions) adalah mengenal dan mengakui pernyataan yang dianggap benar, sehingga membantu dalam menemukan kesenjangan informasi dan memperkaya pandangan tentang masalah melalui penilaian terhadap kesesuaian informasi dan situasi sebenarnya. Mengevaluasi argumen (evaluate arguments) adalah kemampuan untuk menganalisis pernyataan secara objektif dan akurat (Ejiogu et.al, 2006). Komponen interpretasi, deduksi dan menyusun kesimpulan dijadikan satu sebagai komponen yang berhubungan dengan pembentukan kesimpulan, sedangkan mengenal asumsi dan mengevaluasi bukti menjadi komponen yang berdiri sendiri (Watson dan Glaser, 2010). Kemampuan berpikir kritis menurut Fascione berdasarkan konsensus Delphi terdiri dari beberapa aspek yaitu: 1) interpretasi (interpretation), 2) analisis (analysis), 3) evaluasi (evaluation), 4) kesimpulan (inference), 5) penjelasan (explanation) 6) pengaturan diri (self regulation). Keenam aspek kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan kognitif yang mendukung siswa untuk menjadi pemikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi (Fascione, 2013; Abrami, et.al, 2008). Interpretasi (interpretation) merupakan kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud dari pengalaman yang bervariasi, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria (Fascione, 2013). Interpretasi diartikan pula sebagai kemampuan untuk

18 29 mengamati sifat dan menafsirkan data (Chick dan Watson, 2001). Siswa yang memiliki kemampuan interpretasi lebih mampu dalam memahami dan mengekspresikan makna tentang berbagai pengalaman, keyakinan, data, aturan dan lain-lain selama proses belajarnya (Ricketts dan Rudd, 2004). Aspek Interpretasi memiliki tiga sub keterampilan diantaranya: 1) kategorisasi, 2) signifikansi pengkodean dan 3) mengklarifikasi makna. Kategorisasi digunakan untuk menangkap atau merumuskan kategori, perbedaan, kerangka kerja dan menggambarkan informasi sehingga dapat memahami maknanya, misalnya menyortir dan mengsubklasifikasikan informasi, membuat laporan tentang hal yang dialami dan mengklasifikasi data temuan atau pendapat. Signifikansi pengkodean digunakan untuk mendeteksi, menghadirkan dan menjelaskan konten informasi yang disajikan dalam konvensi berbasis komunikasi seperti bahasa, perilaku sosial, angka, gambar, grafik atau simbol. Mengklarifikasi makna digunakan untuk membuat penjelasan melalui penetapan, deskripsi, analogi tentang makna suatu kata-kata, ide, konsep, angka, gambar, simbol, bagan, grafik atau peristiwa tertentu Fascione (1990). Analisis (analysis) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk pernyataaan yang diharapkan untuk menyatakan kepercayaan, keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat (Fascione, 2013). Kemampuan analisis diperoleh melalui proses analisis dengan memecah atau menguraikan kejadian menjadi unsur-unsur penyusunnya (Tanner, 2006). Siswa yang memiliki kemampuan analisis lebih mampu dalam

19 30 mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep atau deskripsi untuk mengekspresikan keyakinan, penilaian atau alasan (Ricketts dan Rudd, 2004). Aspek analisis memiliki tiga sub keterampilan yaitu: 1) mengkaji gagasan, 2) mendeteksi argumen dan 3) analisis argumen. Mengkaji gagasan meliputi kegiatan mendefinisikan istilah, membandingkan ide, konsep atau pernyataan serta mengidentifikasi masalah dan menentukan hubungan bagianbagian komponen masalah. Mendeteksi argumen digunakan untuk menentukan suatu pernyataan, deskripsi, pertanyaan dan representasi grafik sudah mengungkapkan sudut pandang/penjelasan tertentu atau belum. Analisis argumen digunakan untuk memberikan alasan dalam menanggapi atau mendukung klaim, opini atau sudut pandang tertentu (Fascione, 1990). Evaluasi (evaluation) merupakan kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk bentuk representasi yang lain (Fascione, 2013). Evaluasi dilakukan dengan memeriksa sumber informasi untuk menilai kualitasnya sebagai dasar pembuatan keputusan berdasarkan kriteria yang diidentifikasi (Stobaugh, 2013). Siswa yang memiliki kemampuan evaluasi lebih berkompeten dalam menilai kredibilitas pernyataan dan representasi dari orang lain serta menilai kekuatan logis dari pernyataan, deskripsi atau pertanyaan (Ricketts dan Rudd, 2004).

20 31 Aspek evaluasi memiliki dua sub keterampilan yaitu menilai pernyataan dan menilai argumen. Menilai pernyataan meliputi mengenali faktor-faktor yang relevan dalam menilai kredibilitas sumber informasi dan pendapat, menilai relevansi kontekstual dari pertanyaan, informasi, prinsip, aturan atau prosedural dan menilai kebenaran pengalaman, situasi, keyakinan atau pendapat. Menilai argumen meliputi menentukan kebenaran argumen, melihat titik lemah dari argumen yang dievaluasi, menilai dasar asumsi suatu argumen (berdasarkan asumsi yang salah atau tidak), menilai kelogisan argumen dan menilai kekuatan argumen serta asumsi untuk menerima argumen (Fascione, 1990). Kesimpulan (inference) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan dan mengurangi konsekuensi yang ditimbulkan dari data, pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, opini, konsep, deskripsi, pernyataan, atau bentuk representasi lainnya (Fascione, 2013). Kesimpulan memiliki tiga prinsip diantaranya adalah membuat generalisasi (prediksi dan kesimpulan), menggunakan data sebagai pendukung generalisasi dan menggunakan bahasa yang menggambarkan generalisasi termasuk referensi yang pasti dalam mengambil kesimpulan (Paparistodemou dan Mavrotheris, 2008). Siswa yang memiliki kemampuan menyimpulkan lebih berkompeten dalam menarik kesimpulan atau hipotesis berdasarkan fakta, penilaian, keyakinan, prinsip-prinsip, konsep-konsep atau representasi (Ricketts dan Rudd, 2004).

21 32 Aspek kesimpulan memiliki tiga sub keterampilan yaitu: 1) menanyakan bukti, 2) dugaan alternatif dan 3) membuat kesimpulan. Menanyakan bukti digunakan untuk menentukan strategi investigasi untuk mencari informasi yang relevan agar didapatkan kesimpulan yang logis dan masuk akal. Dugaan alternatif digunakan untuk menghasilkan prasangka dan memproyeksikan berbagai kemungkinan konsekuensi keputusan, posisi, kebijakan, teori atau keyakinan. Membuat kesimpulan dilakukan dengan mempertimbangkan kelogisan dan kekuatan bukti yang dimiliki untuk mendukung kesimpulan yang dibuat (Fascione, 1990). Penjelasan (explanation) merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil proses pertimbangan seseorang, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang berupa argumentasi yang meyakinkan (Fascione, 2013). Penjelasan tidak hanya berupa deskripsi atas fenomena yang terjadi, namun mencakup penjelasan terkait hubungan kausal atau proses, argumen penguat yang menghubungkan deskripsi dan hubungan secara logis dan menggunakan data empiris sebagai dasar penjelasan (Wu dan Hsieh, 2006). Aspek penjelasan memiliki tiga sub keterampilan aspek penjelasan yang terdiri dari: 1) menyatakan hasil, 2) membenarkan prosedur dan 3) menyajikan argumen. Menyatakan hasil dapat berupa pernyataan yang akurat, deskripsi atau representasi dari hasil kegiatan penalaran sehingga memungkinkan untuk menganalisis, mengevaluasi, menyimpulkan dan memantau hasil kegiatan.

22 33 Membenarkan prosedur dilakukan dengan cara menyajikan bukti, konseptual, metodologi dan pertimbangan kontekstual yang digunakan untuk membentuk kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi atau kesimpulan seseorang sehingga menjadi rekaman akurat untuk evaluasi dan membenarkan proses seseorang. Menyajikan argumen dilakukan dengan memberikan alasan yang mendukung penerimaan suatu argumen dan memberikan bukti, metode, kriteria, kesesuaian kontekstual, penilaian analitik dan evaluatif ketika keberatan atas suatu argumen (Fascione, 1990). Pengaturan diri (self regulation) merupakan kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemen elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan keterampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi (Fascione, 2013). Pengaturan diri merupakan kemampuan individu untuk memantau kegiatan kognitif pribadi dan untuk memastikan diri sendiri sudah terlibat dalam kegiatan berpikir kritis atau belum (Ricketts dan Rudd, 2004). Pengaturan diri berperan dalam mengarahkan diri untuk membantu siswa dalam mengelola pikiran, perilaku dan emosi supaya berhasil mengarahkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan (Zumbrunn et.al, 2011; Zimmerman, 2002). Aspek pengaturan diri memiliki sub keterampilan yang terdiri dari pemeriksaan diri dan koreksi diri. Pemeriksaan diri digunakan untuk merefleksikan penalaran sendiri, melakukan penilaian diri secara objektif, menilai pemikiran seseorang dan merefleksikan motivasi seseorang, nilai-nilai, sikap dan

23 34 minat seseorang. Koreksi diri dilakukan dengan memeriksa diri untuk mengungkapkan kesalahan atau kekurangan, merancang cara perbaikan kesalahan dan penyebabnya (Fascione, 1990). Berdasarkan tiga pendapat ahli di atas, disimpulkan bahwa aspek berpikir kritis menurut Ennis, Watson dan Glaser serta Fascione memiliki beberapa kesesuaian dan kesamaan. Aspek berpikir kritis menurut Ennis memiliki kesesuaian dengan Fascione diantaranya: 1) alasan (reason) dibutuhkan dalam mendukung aspek analisis, pembentukan kesimpulan dan penyajian penjelasan, 2) sama-sama memiliki aspek kesimpulan yang ditarik berdasarkan alasan dan hasil analisis data, pernyataan serta representasi lainnya, 3) kejelasan (clarity) dibutuhkan dalam berargumen sehingga mendukung sub keterampilan aspek penjelasan yaitu menyajikan argumen, 4) tinjauan ulang (overview) tentang sesuatu yang telah ditemukan, diputuskan, dipelajari dan disimpulkan dapat digolongkan sebagai proses memonitor kognisi diri, khususnya dalam hal mengevaluasi kemampuan diri terhadap sesuatu yang telah dipelajari sesuai aspek pengaturan diri (Amri dan Ahmadi, 2010; Fascione 1990; Fascione, 2013). Aspek berpikir kritis menurut Watson dan Glaser memiliki kesamaan dengan Fascione yaitu: 1) menyusun kesimpulan dan deduksi mendukung aspek kesimpulan sebagai generalisasi berdasarkan data, 2) sama-sama memiliki aspek interpretasi yang diartikan sebagai kegiatan memaknai atau menyatakan arti dari suatu bukti, data, dan lain-lain, 3) mengenal asumsi berhubungan dengan pengenalan pernyataan yang dianggap benar melalui penilaian terhadap kesesuaian informasi dengan situasi sebenarnya, sehingga sesuai dengan sub

24 35 keterampilan aspek evaluasi (menilai argumen), khususnya dalam hal menilai kekuatan asumsi dalam menerima argumen, 4) mengevaluasi argumen berhubungan dengan penilaian pernyataan secara objektif dan akurat sehingga sesuai dengan aspek evaluasi, khususnya pada menilai kredibilitas pernyataan (Fascione, 1990; Fascione, 2013; Ejiogu et.al, 2006; Watson dan Glaser, 2010). Aspek berpikir kritis yang memiliki kesesuaian antara ahli satu dan lainnya menjadikan penelitian membatasi pada penggunaan aspek berpikir kritis menurut Fascione karena aspek yang dimilikinya lebih detail dan memuat aspek berpikir kritis menurut ahli lainnya. c. Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis ditingkatkan melalui beberapa upaya termasuk salah satunya dengan memberikan pembelajaran yang bersumber dari analisis masalah. Ciri pembelajaran yang mampu memberdayakan berpikir kritis siswa adalah pembelajaran yang memanfaatkan interaksi di antara siswa, terdapat pertanyaan yang open ended, memberikan waktu yang cukup pada siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan dan permasalahan yang diberikan serta memberdayakan semua kemampuan dan pengalaman yang dimiliki siswa. Berpikir kritis dapat pula dikembangkan dengan menggunakan tiga buah strategi diantaranya adalah membuat klasifikasi, menemukan masalah, dan mengkondusifkan lingkungan (Amri dan Ahmadi, 2010). Kemampuan berpikir kritis dikembangkan dengan melatih siswa untuk membuat keputusan atas isu atau masalah yang membutuhkan penalaran tinggi.

25 36 Berpikir kritis dapat diberdayakan melalui kegiatan yang berdasarkan konsep berpikir kritis. Konsep berpikir kritis meliputi identifikasi masalah, penyelidikan rasional, analisis konseptual, penalaran logis, kecerdasan berargumen dan pembuatan kesimpulan yang dapat dihadirkan guru dalam pembelajaran seharihari (Adeyemi, 2012). Berpikir kritis siswa dapat pula dikembangkan melalui pemberian pertanyaan yang terorganisasi dan sistematis dalam menilai suatu topik, sehingga mengantarkan siswa pada kesimpulan yang mandiri dan dapat dipercaya. Pertanyaan-pertanyaan yang terorganisasi dan sistematis memungkinkan siswa untuk terlibat dalam kegiatan mental yang membantunya untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Pertanyaan-pertanyaan yang dihadirkan harus dikemukakan sesuai dengan urutan untuk membantu siswa meneliti dan memahami setiap masalah, isu, proyek atau keputusan (Johnson, 2009). Alternatif cara pengembangan kemampuan berpikir kritis ditunjukkan pula dalam beberapa hasil penelitian terdahulu. Penelitian Redhana dan Liliasari (2008) menjelaskan bahwa program pembelajaran keterampilan berpikir kritis terbukti mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis secara keseluruhan dengan menggunakan pelatihan berpikir melalui tiga unsur utama yaitu pemberian masalah open-ended, pertanyaan konseptual dan pertanyaan socratik. Pertanyaan konseptual yang diajukan mengacu pada masalah open ended sehingga memungkinkan siswa untuk menggunakan keterampilan berpikirnya. Pertanyaan socratik yang digunakan, berpotensi mendorong siswa untuk memberdayakan keterampilan berpikir kritis siswa commit karena to user meliputi pertanyaan yang meminta

26 37 klarifikasi, pertanyaan yang menyelidiki asumsi, pertanyaan yang menyelidiki alasan atau bukti, pertanyaan yang meminta pendapat, pertanyaan yang menyelidiki implikasi atau akibat dan pertanyaan tentang pertanyaan. Program pembelajaran keterampilan berpikir terbukti sangat efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kemampuan akademik sedang sampai kurang. Penelitian Yang, et.al (2005) menjelaskan bahwa pelatihan berpikir kritis dapat diusahakan melalui pemberian pertanyaan socratik (pertanyaan klarifikasi, pertanyaan menyelidiki asumsi dan pertanyaan yang menyelidiki alasan dan bukti) yang memfasilitasi kemampuan berpikir kritis siswa melalui pertukaran ide dan sudut pandang, memberikan konten baru yang bermakna, mengekplorasi masalah dan memberikan implikasi sesuai kehidupan nyata. Penelitian Ariyati (2010) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui kegiatan praktikum karena siswa dilibatkan langsung pada permasalahan nyata. Penelitian Brooke (2006) menjelaskan bahwa pelatihan berpikir kritis juga dapat dilakukan dengan menghadirkan kasus dalam pembelajaran sehingga siswa terdorong untuk menggunakan kemampuan berpikir kritisnya ketika menganalisis dan memecahkan kasus yang tersedia. 3. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku akibat adanya pengalaman yang berasal dari proses belajar yang didalamnya terdapat interaksi, baik interaksi

27 38 dengan sesama maupun interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1995). Hasil belajar menurut Aunurrahman (2009) merupakan perubahan tingkah laku akibat adanya proses belajar, meliputi kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau pengertian. Hasil belajar menurut Sudjana (2010) merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar selama proses belajar mengajar berlangsung. Hasil belajar menurut Sukmadinata (2004) adalah perwujudan dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang melalui proses belajar. Hasil belajar diartikan pula sebagai kecakapan yang dapat dilakukan siswa setelah adanya pengalaman belajar akibat adanya pendidikan dan pelatihan sehingga membawa perubahan pada siswa (Maher, 2004). Pengertian hasil belajar menurut beberapa ahli disimpulkan menjadi segala bentuk perubahan tingkah laku dan kemampuan-kemampuan tertentu setelah mendapatkan pengalaman akibat proses belajar. Hasil belajar merupakan capaian akhir dari proses pembelajaran yang dinilai dari kegiatan evaluasi untuk mendapatkan data pembuktian yang menunjukkan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran (Sudjana, 2010). b. Dimensi Hasil Belajar Hasil belajar menurut Anderson dkk (2010) memiliki empat dimensi pengetahuan dan enam kategori dimensi proses kognitif yang diklasifikasikan dalam taksonomi pendidikan. Dimensi pengetahuan terdiri dari: 1) pengetahuan faktual, 2) pengetahuan konseptual, 3) pengetahuan prosedural dan 4) pengetahuan metakognitif. Kategori commit dalam to dimensi user proses kognitif terdiri dari: 1)

28 39 mengingat (remember), 2) memahami (understand), 3) mengaplikasikan (apply), 4) menganalisis (analyze), 5) mengevaluasi (evaluate) dan 6) mencipta (create) lengkap dengan pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komprehensif pada tujuan-tujuan di bidang pendidikan (Anderson dkk, 2010). Pengetahuan faktual mencakup elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa untuk mempelajari satu disiplin ilmu atau untuk menyelesaikan masalah dalam suatu disiplin ilmu (Anderson dkk, 2010). Pengetahuan faktual terdiri dari pengetahuan terminologi serta pengetahuan elemen dan detail spesifik dalam disiplin ilmu (Amer, 2006). Pengetahuan faktual berkaitan dengan faktafakta penting, terminologi, rincian atau elemen yang perlu diketahui siswa untuk memahami dan memecahkan masalah dalam bidang studi yang dipelajari (Muzenmaier dan Rubin, 2013). Pengetahuan konseptual mencakup hubungan-hubungan antarelemen dalam sebuah struktur besar yang memungkinkan elemen-elemennya berfungsi secara bersamaan (Anderson dkk, 2010). Pengetahuan konseptual berperan dalam mengetahui keterkaitan dan hubungan dari potongan informasi dan fakta yang terdiri dari pengetahuan klasifikasi dan kategori, pengetahuan prinsip dan generalisasi serta pengetahuan teori, model dan struktur (Star dan Stylianides, 2013; Amer, 2006). Pengetahuan konseptual menekankan pada pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mengatur keterkaitan antara unit pengetahuan (Johnson, et.al, 2001). Pengetahuan prosedural mencakup cara melakukan sesuatu, mempraktekkan metode-metode penelitian dan kriteria untuk menggunakan

29 40 keterampilan, algoritme (urutan langkah logis penyelesaian masalah), teknik dan metode (Anderson dkk, 2010). Pengetahuan prosedural membantu siswa untuk melakukan kegiatan yang mengacu pada metode penyelidikan, keterampilan spesifik, algoritma, teknik dan metodologi tertentu dalam bentuk urutan tindakan atau prosedur untuk memecahkan masalah (Muzenmaier dan Rubin, 2013, Johnson et.al, 2001). Pengetahuan prosedural meliputi pengetahuan keterampilan khusus dan algoritma, pengetahuan teknik khusus dan metode serta pengetahuan tentang kriteria penggunaan prosedur yang tepat (Amer, 2006). Pengetahuan metakognitif mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri (Anderson dkk, 2010). Pembelajaran metakognitif terdiri dari tiga tipe yaitu: 1) pengetahuan strategi umum, 2) pengetahuan tentang tugas dan 3) pengetahuan diri yang berperan dalam mengetahui kelemahan dan kelebihan kognisi diri sendiri (Pintrich, 2002). Pengetahuan metakognitif memungkinkan siswa untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan belajar lebih banyak karena dengan tahu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, siswa menjadi lebih mampu dalam menyesuaikan kognisi mereka dan berpikir adaptif terhadap tugas-tugas pembelajaran yang dihadapi (Amer, 2006). Keempat dimensi pengetahuan menurut Anderson dkk (2010) mencakup enam kategori dalam dimensi proses kognitif lengkap dengan proses kognitifnya seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.

30 41 Tabel 2.1. Dimensi Proses Kognitif Dimensi dan Kategori Proses Kognitif Mengingat (remember) Pengertian Mengambil kembali pengetahuan dari memori jangka panjang seseorang. Mengingat meningkatkan kemampuan untuk mendefinisikan istilah, mengidentifikasi fakta dan menemukan informasi. a. Mengenali Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tertentu b. Mengingat Kembali Kegiatan mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang Memahami (understand) Mengkonstruksi makna dari suatu materi pembelajaran termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan penjelasan guru. Memahami membantu siswa terhubung dengan pengetahuan sebelumnya. a. Menafsirkan Mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain b. Mencontohkan Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip c. Mengklasifikasikan Menentukan sesuatu dalam satu kategori d. Merangkum Mengabstraksikan tema umum atau poin pokok e. Menyimpulkan Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima f. Membandingkan Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan semacamnya g. Menjelaskan Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem Mengaplikasikan (apply) Menerapkan suatu pengetahuan atau prosedur ke dalam suatu keadaan tertentu. Mengaplikasikan memungkinkan untuk menerapkan prosedur belajar dan metode. a. Mengeksekusi Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familiar b. Mengimplementasikan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familiar Menganalisis (analyze) Menguraikan permasalahan menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan keterkaitan hubungan antara bagian satu dan lainnya. a. Membedakan Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting. b. Mengorganisasi Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur. c. Mengatribusikan Menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud di balik materi pelajaran Mengevaluasi (evaluate) Mengambil suatu keputusan berdasarkan kriteria atau standar yang sudah ada. mengevaluasi membatu siswa untuk membuat penilaian berdasarkan bukti dan kriteria. a. Memeriksa Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk, menemukan konsistensi internal dan menemukan efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktekkan. b. Mengkritik Menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan kriteria eksternal, menentukan konsistensi eksternal, menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah Mencipta (create) Memadukan beberapa unsur agar terbentuk sesuatu yang baru atau membuat produk baru yang asli. a. Merumuskan Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria b. Merencanakan Mendesain atau merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas c. Memproduksi Menciptakan suatu produk (Sumber: Anderson dkk, 2010; Muzenmaier dan Rubin, 2013).

31 42 4. Modul Berbasis Kemampuan Berpikir Kritis a. Pengertian Modul Berbasis Kemampuan Berpikir Kritis Modul adalah jenis kesatuan belajar yang terencana dan dirancang untuk membantu siswa secara individual dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya (Sukiman, 2012), sedangkan kemampuan berpikir kritis adalah proses berpikir yang terdiri dari enam aspek yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan dan pengaturan diri (Fascione, 2013). Modul berbasis kemampuan berpikir kritis berdasarkan pendapat Sukiman (2012) dan Fascione (2013) dapat diartikan sebagai kesatuan kegiatan belajar yang terencana dan dirancang untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan belajarnya melalui kegiatan-kegiatan yang tertuju pada enam aspek berpikir kritis, diantaranya adalah interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan dan pengaturan diri. Modul berbasis kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu pendekatan prosedural untuk memberdayakan proses berpikir kritis sebagai produk dari pendidikan, pelatihan dan praktek (Snyder dan Snyder, 2008). Modul berbasis kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu bentuk literatur bacaan dengan instruksi kegiatan yang terfokus pada proses belajar dan tidak hanya mengedepankan konten. Modul berbasis kemampuan berpikir kritis dikembangkan dengan berbagai macam instruksi kegiatan dan praktek, diantaranya melalui teknis bertanya yang mendorong siswa untuk menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan (Snyder dan Syder, 2008). Teknik bertanya yang digunakan dapat melalui pemberian pertanyaan open ended (memiliki banyak jawaban),

32 43 analisis masalah, pemberian pertanyaan terorganisasi dan sistematis, pertanyaan konseptual, pertanyaan socratik (pertanyaan yang meminta klarifikasi, menyelidiki asumsi, menyelidiki alasan atau bukti, meminta pendapat, menyelidiki akibat atau implikasi dan pertanyaan tentang pertanyaan), penggunaan konsep berpikir kritis (identifikasi masalah, penyelidikan rasional, analisis konseptual, penalaran logis, kecerdasan berargumen, pembuatan kesimpulan) dan pemberian kasus (Amri dan Ahmadi, 2010; Johnson, 2009; Redhana dan Liliasari, 2008; Adeyemi, 2012; Brooke, 2006). Instruksi kegiatan berpikir kritis dikemas dalam modul sebagai wujud pengalaman belajar yang dilakukan siswa untuk mendukung pembelajaran. b. Potensi Modul Berbasis Kemampuan Berpikir Kritis untuk Memberdayakan Hasil Belajar Modul berbasis kemampuan berpikir kritis merupakan modul yang merujuk pada enam aspek berpikir kritis menurut Fascione (interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan dan pengaturan diri) sebagai basis dalam pengembangan modul. Aspek-aspek berpikir kritis dimunculkan dalam komponen modul sebagai pelatihan mandiri siswa sehingga siswa terbiasa menggunakan kemampuan berpikir kritisnya dalam pembelajaran. Siswa yang terbiasa melakukan latihan berpikir berpotensi menjadi pemikir kritis karena berpikir kritis adalah kemampuan yang dipelajari melalui proses belajar dengan instruksi dan praktek (Snyder dan Snyder, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul 1. Pengertian Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget. dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget. dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori-Teori Belajar yang Relevan 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan kecakapan abad 21 menjadi perhatian pemerhati dan praktisi pendidikan. The North Central Regional Education Laboratory (NCREL)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradaban kehidupan di era globalisasi semakin berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut telah dirasakan oleh seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pengetahuan, modal intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul 1. Pengertian Modul Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Pengembangan Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara alamiah dalam bidang tertentu untuk mendapatkan suatu informasi yang datanya

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya 8 II. LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Variabel Terikat a. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis menurut Ennis (1993) adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut disiapkannya penerus bangsa yang siap menghadapi berbagai tantangan. Individu yang siap adalah individu yang sukses

Lebih terperinci

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Berpikir Kritis (Critical Thinking) Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Piaget Menurut Jean Piaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, opersional

Lebih terperinci

2016 PERBAND INGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO D ENGAN MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK D I SMKN 1 SUMED ANG

2016 PERBAND INGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO D ENGAN MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK D I SMKN 1 SUMED ANG BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Model Pembelajaran 2.1.1 Definisi Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam mengembangkan siswa agar nantinya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat mengikuti kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul Pada bahasan ini akan dibahas antara lain: 1. Pengertian Salah satu bahan ajar yang dianjurkan untuk pembelajaran yang berorientasi konstruktivistik adalah modul. Modul

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul 1. Pengertian Modul Menurut Suprawoto (2009:2) modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis/cetak yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Deporter dan Hernacki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Teknik NHT Dalam penerapannya pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik pembelajaran, salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kritis Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan target pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk mulai secara sungguhsungguh dan berkelanjutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan

Lebih terperinci

A. Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Pembelajaran. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan

A. Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Pembelajaran. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Pembelajaran Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

ANALISIS SOAL UJIAN NASIONAL IPA SMP TAHUN 2014 BERDASARKAN DIMENSI PENGETAHUAN DAN DIMENSI PROSES KOGNITIF

ANALISIS SOAL UJIAN NASIONAL IPA SMP TAHUN 2014 BERDASARKAN DIMENSI PENGETAHUAN DAN DIMENSI PROSES KOGNITIF 22-199 ANALISIS SOAL UJIAN NASIONAL IPA SMP TAHUN 2014 BERDASARKAN DIMENSI PENGETAHUAN DAN DIMENSI PROSES KOGNITIF Herni Budiati SMP Negeri 22 Surakarta hernibudiati@yahoo.co.id Abstrak- Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia dalam kehidupannya, dikarenakan melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan permasalahan yang mereka jumpai secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MODUL PEMBELAJARAN

KARAKTERISTIK MODUL PEMBELAJARAN MODUL PEMBELAJARAN PENGERTIAN MODUL PEMBELAJARAN Merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

BAHAN AJAR MODUL. Irnin Agustina D.A., M.Pd.

BAHAN AJAR MODUL. Irnin Agustina D.A., M.Pd. BAHAN AJAR MODUL Irnin Agustina D.A., M.Pd. 1. definisi modul Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (depdiknas)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) tentang sistem pendidikan nasional: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Penilaian Proses dan Hasil Belajar Penilaian Proses dan Hasil Belajar Oleh: Dr. Ana Ratna Wulan, M.Pd. FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Revisi Taksonomi Bloom (Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R.: 2001) Taksonomi Bloom C1 (Pengetahuan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modul Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah penyampaian materi, memberikan informasi yang menarik, dan menyenangkan sehingga meningkatkan minat dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan

Lebih terperinci

3/30/2010 Rustaman file 1

3/30/2010 Rustaman file 1 3/30/2010 Rustaman file 1 3/30/2010 Rustaman file 2 MATERI PERKULIAHAN Pertemuan 3 Prosedur dan Alat Penilaian: Ranah 17 09-2009 kognitif (C1-C6) relevansi dengan tujuan pembelajaran Pertemuan 4 Perbandingan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti menanyakan, meminta keterangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi ini. Setiap negara berlomba-lomba dalam kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN STRATEGI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

PENGGUNAAN STRATEGI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENGGUNAAN STRATEGI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR A. PENDAHULUAN Tujuan pengajaran yang dilaksanakan di dalam kelas adalah menitikberatkan pada perilaku siswa atau perbuatan (performance) sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering digunakan oleh para guru. Khususnya pembelajaran biologi, ini disebabkan karena kesesuaian

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENULISAN MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENULISAN MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENULISAN MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA, 2009 PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Terdapat dua kata berbeda dari istilah tersebut, yakni efektivitas dan pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan Unit 4 Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak Isniatun Munawaroh Pendahuluan Bahan pembelajaran cetak merupakan bahan pembelajaran yang sudah umum digunakan bagi para guru tak terkecuali di tingkat Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan penting dalam menentukan masa depan. Hal ini terbukti dengan diberikannya matematika di jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini berupa (1) sebuah LKS berbasis creative problem

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini berupa (1) sebuah LKS berbasis creative problem BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Pengembangan Hasil dari penelitian ini berupa (1) sebuah LKS berbasis creative problem solving pada materi barisan dan deret tak hingga, (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Berpikir Kritis Menurut Ennis (Kuswana, 2012) berpikir kritis adalah berfikir yang wajar dan reflektif yang berfokus pada memutuskan apa yang harus diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia modern seperti saat ini, diperlukan sikap dan kemampuan yang adaptif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berasal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi paham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan sarana yang penting untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Model Pengembangan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Model Pengembangan BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dan pengembangan (research and development) yang bertujuan untuk mengembangkan modul biologi berbasis model

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional yaitu siswa harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap sosial, dan sikap spritual yang seimbang (Kemdikbud, 2013a). Fisika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai macam permasalahan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia dewasa ini, antara lain adalah masih lemahnya proses pembelajaran yang dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi di Kota Bandung. Pemilihan lokasi berdasarkan pada tempat pelaksanaan pendampingan pengembangan

Lebih terperinci