ABSTRAK. Kata Kunci: watu lawang, bentuk, sumber belajar ABSTRACT
|
|
- Hartanti Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Watu Lawang sebagai Peninggalan Megalithikum di Desa Banyuputih-Wringin-Bondowoso: Kajian tentang Sejarah, Bentuk dan Potensinya sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA Syamsia Dwi Wulandari 1, Dr. I Wayan Mudana, M.Si 2, Dr. Tuty Maryati, M.Pd 3 Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia syamsiadwi@gmail.com. Wayan.Mudana@Undiksha.ac.id. tuty.maryati@undiksha.ac.id. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, (1) asal usul keberadaan watu lawang di Desa Banyuputih, Wringin, Bondowoso, (2) bentuk watu lawang yang terdapat di Desa Banyuputih, Wringin, Bondowoso, dan (3) potensinya sebagai sumber belajar sejarah di SMA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tahap-tahap: (1) lokasi penelitian di Desa Banyuputih-Wringin, Bondowoso, (2) penentuan informan menggunakan purposive sampling, (3) pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi dokumen, (4) teknik validasi data melalui trianggulasi sumber, trianggulasi metode, dan (5) analisis data. Hasil penilitan, yaitu (1) asal usul keberadaan watu lawang merupakan peninggalan zaman pra aksara pada zaman megalithikum yang digunakan sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. (2) bentuk watu lawang di Desa Banyuputih berupa menhir yang berdiri tegak (monolith) yang tersusun dari 3 batu besar yang menyerupai pintu, oleh masyarakat digunakan sebagai tempat yang sakral yaitu sebagai tempat pemujaan terhadap roh leluhur. (3) watu lawang berpotensi sebagai sumber belajar sejarah di SMA di kelas X berdasarkan kurikulum 2013, terutama terkait dengan zaman pra aksara. Adapun aspek-aspek yang dapat digunakan, yaitu: aspek historis, aspek bentuk watu lawang, aspek fungsi watu lawang, aspek religius (religi) dan aspek gotong royong. Kata Kunci: watu lawang, bentuk, sumber belajar ABSTRACT This research aims to determine, (1) the origin of the existence of watu lawang in Banyuputih, Wringin, Bondowoso, (2) the form watu lawang in Banyuputih, Wringin, Bondowoso, and (3) its potential as a source of history learning school. This research using qualitative approach with stages: (1) research location in Banyuputih village, Wringin, Bondowoso, (2) informant determination use purposive sampling, (3) data collection technique through observation, interview, document study), (4) data validation technique through source triangulation and method triangulation, (5) data analysis. The results of the research are: (1) The origin of the existence of watu lawang is a relic of preliteracy in the time of megalithicum used as a place worship of the spirit of the ancestors. (2) watu lawang in Banyuputih village builded in form of menhir that stands upright (monolith) is composed of 3 large rocks that resemble the door, by the community used as a sacred place as a place of worship of ancestral spirits. (3) watu lawang has the potential as a source of learning history in high school in class X based on the curiculum 2013, especially related to the pre-literacy era. As for the aspects that can be used ie: historical aspect, form watu lawang aspect, watu lawang function aspect, religious aspect (religious) and aspects mutual cooperation. Keywords: watu lawang, form, learning resources
2 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan peninggalan purbakala terutama peninggalan pada zaman megalithikum. Sesungguhnya kebudayaan megalithikum ini meninggalkan bekas-bekasnya diseluruh Indonesia, dalam berbagai ragam dan bentuk, akan tetapi sebagai peninggalan prasejarah yang sudah diselidiki betul-betul terdapatnya terutama sekali di Sumatra dan Jawa (Soekmono, 1973:74). Termasuk di Jawa jejak peninggalan megalithikum yang terdapat di Jawa Timur. Jawa Timur sebagai salah satu wilayah yang memberikan bukti sejarah dari suatu masa yang paling tua sampai saat ini, bukan hanya bersifat kedaerahan, tetapi juga bersifat perspektif nasional (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 3). Salah satu daerah Jawa Timur yang banyak peninggalan megalithikumnya yaitu Kota Bondowoso. Di daerah Bondowoso tradisi megalithikum itu berupa pemakaman, yang terdapat di beberapa daerah pedukuhan Paradingan, Pakauman, Wonosuko, Sumber Anyar dan Nangkaan, pemakaman semacam itu diantaranya berbentuk kubur meja batu (dolmen) terdapat lebih kurang 90 buah banyaknya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 17).Di Kabupaten Bondowoso terdapat Kecamatan Wringin yang merupakan salah satu kecamatan yang berada di sebelah utara yang merupakan batas wilayah Bondowoso dan Situbondo. Kecamatan Wringin terkenal dengan pemandangan alamnya yaitu pemandangan arak-arak (hutan kayu jati). Selain terkenal dengan pemandangan alamnya, Kecamatan Wringin juga terdapat beberapa peninggalan prasejarah yakni peninggalan zaman megalithikum yaitu berupa menhir yang berada di Desa Banyuputih dan oleh masyarakat dikenal dengan sebutan watu lawang. Watu lawang merupakan menhir salah satu peninggalan zaman megalithikum. Menhir tersebut oleh masyarakat dikenal dengan sebutan watu lawang. Watu lawang ini disebut dengan watu lawang dalam bahasa Jawa atau betho labeng dalam bahasa Madura. Disebut demikian karena susunan 3 batu raksasa ini menyerupai pintu. Betho labeng yang tingginya sekitar 7 meter ini berada di ujung areal pertanian penduduk yang ujungnya adalah tebing yang di bawahnya adalah jalan raya, dan menhir raksasa ini tepat berada di pinggirnya. Memperkenalkan watu lawang kepada masyarakat luas dan para siswa khususnya, merupakan sesuatu hal yang sangat penting, karena di watu lawang terdapat nilainilai sejarah yang sangat penting bagi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sebagai unsurunsur bagi penguatan jati diri bangsa. Kenyataan sekarang menunjukkan, banyak generasi muda yang mulai kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. watu lawang ini menarik untuk dikaji, karena keberadaan watu lawang selama ini berada di bawah naungan Dinas Pariwisata, namun karena ada kebijakan baru watu lawang ini sekarang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, meskipun berada dinaungan instansi tersebut keberadaaan watu lawang ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan belum diketahui sejarahnya sampai sekarang.
3 Watu lawang ini juga bisa dijadikan alternatif untuk mengadakan pembelajaran di luar kelas melalui observasi lapangan sehingga pembelajaran sejarah yang selama ini terkesan membosankan, melalui metode pembelajaran di luar kelas ke watu lawang ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif sumber belajar sehingga mampu merangsang minat belajar siswa dengan model/metode pendekatan pembelajaran yang bersifat konvensional yaitu hanya mempergunakan sumber buku paket dan berpusat pada guru (pembelajaran satu arah). Melalui watu lawang ini siswa nantinya akan mengetahui bahwa didaerahnya terdapat peninggalan purbakala. Maka dari itu, watu lawang ini baik digunakan sebagai sumber belajar sejarah. Adapun penelitian ini membahas tentang: 1) asal usul keberadaan watu lawang sebagai peninggalan megalithikum di Desa Banyuputih-Wringin-Bondowoso, 2) bentuk watu lawang sebagai peninggalan megalithikum di Desa Banyuputih-Wringin-Bondowoso, 3) potensi yang ada di watu lawang sehingga dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah METODE Model penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini ialah model penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan pada pemecahan masalah yang bersifat kekinian menyangkut bidang pendidikan, mengenai watu lawang yang ada di Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin, Kabupate Bondowoso. 1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Banyuputih, Wringin, Bondowoso, Jawa Timur. Lokasi ini dipilih karena adanya keunikan dalam lokasi tersebut, yaitu dilokasi ini terdapat benda peninggalan prasejarah berupa watu lawang dan belum tersentuhnya objek ini sebagai sumber belajar sejarah pada sekolah-sekolah yang letaknya relatif dekat yang berada di desa tersebut. 2. Teknik Penentuan Informan Penentuan informasi dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan informasi kunci kepada orang-orang yang memang mengetahui dan mengerti tentang masalah yang akan diteliti dan kemudian dikembangkan lagi dengan teknik snow ball yaitu mencari informan lain dengan bantuan informan kunci. 3. Teknik Pengumpulan Data 1) Observasi Observasi yang dilakukan langsung mengarah kepada watu lawang. Pengamatan ini diikuti dengan pencatatan segala hal yang penting untuk menunjang penelitian tentang yang akan dilaksanakan. 2) Wawancara Dalam melaksanakan wawancara, penulis menanyakan langsung kepada informan yang mengetahui secara lengkap mengenai watu lawang kepada Bapak Heri Kusdaryanto, Bapak Abdul Wafi dan Bapak Hori. Pemilihan informan ini didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki informan terkait keberadaan watu lawang.
4 3) Studi dokumen Teknik ini digunakan untuk menelaah dokumen, surat kabar, arsip-arsip atau foto-foto, gambar-gambar yang berkaitan dengan watu lawang sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejarah, bentuk dan potensinya sebagai sumber pembelajaran sejarah. 4. Teknis Validasi Data Teknik validasi data adalah suatu cara untuk mendapatkan data dari fenomena yang diteliti agar dapat dipahami dengan baik sehingga diperolah kebenaran tingkat tinggi, adapun beberapa cara untuk mendapatkanya, yakni menempuh teknik Trianggulasi Sumber dan Trianggulasi Metode. 1) Trianggulasi sumber Trianggulasi sumber merupaka teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data berbagai sumber yang berbeda (Sutopo, 2006: 94). Misalkan untuk mengetahui tentang sejarah, struktur, dan potensi watu lawang maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada beberapa narasumber untuk mendapatkan data. 2) Trianggulasi metode Teknik triangulasi metode ini digunakan oleh peneliti dengan tujuan untuk menguji informasi yang didapat dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda, dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama (Sutopo, 2006: 96) 5. Analisis Data Seperti yang Patton (dalam buku ahmadi, 2016: 230) katakan bahwa analisis data kualitatif yang dihimpun dari wawancara mendalam dan catatan lapangan berasal dari pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan pada proses yang paling awal dalam penelitian, selama pembuatan konseptual, dan fase pertanyaan yang berfokus pada penelitian. Singkatnya, analisis data dilakukan dalam dua tahapan, yaitu selama proses pengumpulan data dan pada akhir pengumpulan data. HASIL DAN PEMBAHASAN Asal Usul Keberadaan Watu Lawang Di daerah Bondowoso tradisi megalithik itu berupa pemakaman, yang terdapat dibeberapa daerah. Pemujaan terhadap roh suci leluhur/arwah nenek moyang melalui bentuk-bentuk megalitik yang diciptakan sebagi medium penghormatan, bertujuan untuk memelihara hubungan yang harmonis antara dunia arwah, dan masyarakat pendukungnya guna memohon perlindungan, kesuburan dan keselamatan. Watu lawang ini merupakan peninggalan megalithikum, ini berdasarkan pengesahan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB Jawa Timur) dan Pemkab Bondowoso. Watu lawang ini awalnya diajukan oleh sang pemilik tanah kepada pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Diknas) kemudian pihak Diknas mengajukan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB Jawa Timur). Setelah
5 itu dilakukan penlitan oleh pihak BPCB dan dinyatakan bahwa watu lawang tersebut merupakan peniggalan megalithikum yang berbentuk menhir, karena sesuai dengan keterangan dari bentuk dan fungsinya memang merupakan menhir, karena pada zaman dulu watu lawang tersebut oleh masyarakat dijadikan tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Pada tahun 1980-an mendapatkan nomor registrasi dan disahkan sebagai salah satu peninggalan dari zaman megalithikum. Watu lawang ini didirikan sebagai tempat penyembahan terhadap roh nenek moyang. Dinamakan watu lawang karena batu tersebut meyerupai pintu, sebelum masuk ke watu lawang tersebut terdapat gerbang (seperti gapura) yang juga mnyerupai pintu. Selain menyerupai pintu watu lawang tersebut juga memiliki keunikan lain yaitu dimana ditengah-tengah batu tersebut terdapat sebuah celah, yang mana sinar matahari terbit tepat terpancar ditengah celah watu lawang. Dimana pada zaman dahulu watu lawang ini dijaga oleh dua ekor harimau, tidak sembarangan orang yang bisa masuk ke watu lawang tersebut kecuali orang-orang pilihan (orangorang yang memiliki ilmu) yaitu Alm. Kyai Abdul Azis dan anaknya yaitu Kyai Abdullah. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, watu lawang tersebut tidak utuh lagi, karena separuh batu tersebut diambil oleh orang-orang yang memiliki tanah untuk dijual karena harga batu andesit sangatlah mahal yaitu pada tahun 1970-an. Bukan hanya watu lawangnya saja yang tidak utuh, pintu gerbangnya sekarang sudah tidak ada lagi. Bentuk Watu Lawang Menhir, kata menhir berasal dari bahasa Breton, bahasa ini dipergunakan di Prancis bagian utara. Kata men berarti batu, sedang kata hir berarti tegak atau berdiri, jadi menhir berarti batu berdiri atau batu tegak (Sagimun, 1987: 42). Bentuk fisiknya seperti tiang atau tugu, yang berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan roh nenek moyang, sehingga menjadi bangunan pemujaan (Herimanto, 2012: 62). Bentuk dari watu lawang itu berdiri tegak (monolit) seperti tiang atau tugu, yang tersusun dari 3 batu besar. Watu lawang ini terbuat dari batu andesit yang mana diambil dari letusan gunung Argopuro. Watu lawang ini oleh masyarakat digunakan sebagai tempat penyembahan terhadap roh nenek moyang. Selain itu watu lawangini juga sebagai penanda bahwa musim tanam sudah berakhir. Watu lawang ini berdiri tegak secara tunggal (monolit) yang tersusun dari 3 batu raksasa, yang miliki panjang 7,2 meter, lebar 5 meter dan tinggi 7,5 meter. Watu lawang terbuat dari batu andesit dari letusan gunung Argopuro. Watu lawang ini didirikan sebagai tempat menyembah roh nenek moyang. Watu Lawang sebagai Balajar Sejarah Sumber Sumber belajar adalah bahan atau materi untuk menambah ilmu pengetahuan yag mengandung halhal baru bagi pelajar (peserta didik) sebab belajar pada hakikatnya adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan). Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali dan terdapat dimana-mana: di sekolah, di halaman, di pedesaan, di pusat kota dan lain-lain (Agung dan Sri, 2013: )
6 Sumber belajar Sejarah merupakan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai tujuan yang hendak dicapai. Dalam proses pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi, maka sebaiknya guru memenfaatkan sumber-sumber lain selain buku. Keberadaan watu lawang di Desa Banyuputih memiliki suatu potensi untuk bisa dimanfaatkan sebagai suatu sumber belajar pada mata pelajaran sejarah khususnya untuk sekolah yang letaknya paling dekat dengan objek ini. Dengan adanya watu lawang di Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, selain dijadikan salah satu tempat pariwista juga bisa dijadikan salah satu sumber belajar sejarah, khususnya didaerah Bondowoso. Dengan demikian diharapkan masyarakat bisa meningkatkan pemahaman masyarakat terutama siswa tentang pentingnya melestarikan lingkungan. Selain itu, juga menumbuhkan kebanggaan sebagai putra daerah. Siswa terbuka wawasan, maupun kesadaran untuk merasa memiliki daerahnya yang ternyata mengandung nilai historis. Berikut ini adalah aspek-aspek yang terdapat pada watu lawang di Desa Banyuputih yang bisa dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah zaman praaksara kelas X adalah sebagai berikut: 1. Aspek historis Sejarah adalah mempelajari peristiwa-peristiwa dimasa lalu yang benar-benar terjadi. Sejarah membawa kita ke masa yang lalu, menuntun kita ke peristiwa-peristiwa tertentu yang pada watu itu unik sifatnya, dan bercerutalah ilmu tersebut tentang peristiwa-peristiwa itu, apa makna, bagaimana, dan betapa hubungan peristiwa yang satu dengan yang lain, bagaimana yang satu peristiwa terjadi akibat peristiwa lain, dan bagaimana peristiwa lain menimbulkan peristiwa berikut. Demikianlah sejarah membuka tabir kegelapan dari peristiwa-peristiwa yang sudahsudah untuk angkatan yang mempelajarinya. Dibelakang tabir itu disusun oleh sejarah suatu gambaran, yang selain menguraikan fakta-fakta, juga menerangkan dan menjelaskan, sehingga angkatan yang mempelajarinya, mengerti masa lalu itu (Gazalba, 1966: 5). Dari penjelasan di atas dapat dketahui sejarah merupakan suatu gambaran tentang peristiwa pada masa yang telah lampau yang dialami oleh manusia. Watu lawang jenis menhir ini merupakan peninggalan megalithikum yang mengandung aspek yang sangat penting dlaam kehidupan dimasa kini dan masa depan. Hal tesebut berkaitan dengan bukti-bukti serta jejak-jejak sejarah yang terkandung dalam watu lawang yang bisa dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah. Peninggalan megalithikum berupa menhir ini merupakan salah satu benda yang dibuat oleh manusia untuk tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Menhir ini terbuat dari batu andesit yang berbentuk seperti tugu. Berdasarkan ketarangan bahwa pada zaman prasejarah itu tebagi dalam beberapa zaman, yaitu zaman paleolithikum, mesolithikum, neolithikum dan zaman megalithikum. diantara zaman yang dijelaskan bahwa watu lawang ini termasuk pada zaman megalithikum
7 karena batu tersebut merupakan batu jenis menhir. 2. Aspek bentuk Watu Lawang Menhir, bentuk fisiknya seperti tiang atau tugu, yang berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan roh nenek moyang, sehingga menjadi bangunan pemujaan (Herimanto, 2012: 62). Bentuk Menhir secara umum dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Menhir berdiri tegak secara tunggal (monolit) atau berkelompok. 2) Membentuk formasi berjajar, melingkar, persegi empat, atau bujur sangkar. Adapun peningglan megalithikum berupa menhir di Desa Banyuputih ini memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan ciri-ciri pada menhir yang sudah dijelaskan di atas yaitu, berdiri tegak tunggal (monolit) seperi tiang atau tugu. 3. Aspek fungsi Watu Lawang Menhir berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan roh nenek moyang, sehingga menjadi bangunan pemujaan. Adapun peningglan megalithikum berupa menhir di Desa Banyuputih ini memiliki fungsi yang sama dengan fungsi pada umumnya. Menhir tersebut dijadikan tempat untuk menyembah terhadap roh nenek moyang. Dari penjelasan di atas dapat dketahui bahwa aspek fungsi dari menhir sebenarnya sangat penting untuk bisa ditanamkan kepada siswa dalam rangka meningkatkan rasa cinta terhadap peninggalan dari generasi terdahulu, yaitu dengan menghormati dan menjaga hasil budaya leluhur, menjaga keselarasan hubungan dengan leluhur secara berkesinambungan, sehingga mampu menumbuhkan rasa kesadaran sejarah di kalangan para siswa. 4. Aspek Religius (religi) Peninggalan-peninggalan yang dihasilkan seperti dolmen, punden berundak, menhir dan lainlainnya berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan hubungan dengan roh nenek moyang (Soekmono, 1973 : 73). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa watu lawang tersebut merupakan peninggalan sejarah pada zaman megalitikum yang berfungsi sebagai suatu yang bersifat religius, yaitu sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang dan dijadikan sebagai tempat suci. Watu lawang tersebut berada disebuah tebing yang sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat masyarakat setempat, bahwa zaman dulu watu lawang ini dijadikan sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Namun, dengan seiring perubahan zaman dan juga terdapat kepercayaan (agama) yang masuk ke Indonesia, watu lawang ini sekarang sudah tidak digunakan lagi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang, melainkan sebagai salah satu peninggalan purbakala. 5. Aspek Gotong Royong Aspek gotong royong dan kebersamaan yang terkandung di dalam peninggalan berupa watu lawang jenis menhir di Desa Banyuputih juga memiliki potensi untuk bisa dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah zaman pra aksara. Keberadaan dari watu lawang di Desa Banyuputih memang tidak bisa dilepaskan
8 dari semangat gotong royong dan kebersamaan dari sekelompok masyarakat yang menjadikan watu lawangsebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa peninggalan watu lawang ini memiliki nilai luhur dalam sifat kehidupan bergotong royong, kebersamaan, saling membantu. Sifat gotong royong tersebut dapat ditanamkan kepada siswa pada setiap pembelajaran sejarah. sehingga proses belajar mengajar akan menempatkan budaya, dan peninggalan sejaeah sebagai perwujudan hasil karya cipta, dan karsa nenek moyang untuk meningkatkan identitas, jati diri, dan mempertebal rasa harga dan kebangsaan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pemaparan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Desa Banyuputih merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso. Desa Banyuputih merupakan desa yang memiliki pemandangan yang sangat alami dan memiliki tanah yang sangat subur. Selain itu Desa Banyuputih juga memiliki bukti peninggalan pra sejarah yang masih bisa disaksikan sampai saat ini. Peninggalan pra sejarah di desa ini yaitu watu lawang adalah menhir tersebut merupakan peninggalan pada zaman megalithikum. Asal usul dari nama watu lawang adalah berasal dari kata bahasa Jawa yang terdiri dari kata watu yang dapat diartikan batu, sedangkan kata lawang yang artinya batu, dapat diartikan Watu lawang adalah batu pintu. Watu lawang ini berdiri tegak secara tunggal (monolit) yang tersusun dari 3 batu raksasa, yang miliki panjang 7,2 meter, lebar 5 meter dan tinggi 7,5 meter. Watu Lawang terbuat dari batu andesit dari letusan gunung Argopuro. Watu Lawang ini didirikan sebagai tempat menyembah roh nenek moyang. Keberadaan watu lawang di Desa Banyuputih memiliki suatu potensi untuk bisa dimanfaatkan sebagai suatu sumber belajar pada matapelajaran sejarah khususnya untuk sekolah yang letaknya paling dekat dengan objek ini. Dengan adanya Watu Lawang di Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, selain dijadikan salah satu tempat pariwista juga bisa dijadikan salah satu sumber belajar sejarah, khususnya didaerah Bondowoso. Watu lawang di Desa Banyuputih tentunnya memiliki aspek-aspek yang berpotensi cukup besar untuk bisa dimanfaatkan sebagai sumber belajar sejarah zaman pra aksara di SMA berdasarkan kurikulum Aspekaspek tersebut antara lain adalah, 1) aspek historis dari watu lawang, dengan mengenalkan sisi sejarah yang terdapat dari peninggalan megalithikum tersebut kepada siswa, 2) aspek bentuk dari watu lawang, adalah dengan mengajak langsung siswa mengamati watu lawang akan mengenal secara nyata dari mulai bentuk, ukuran, bahan dari Watu Lawang tersebut, 3) aspek fungsi dari watu lawang, yaitu siswa dapat mengetahui jika peninggalan megalithikum tersebut memiliki beberapa fungsi, 4) aspek spriritaul,dari watu lawang adalah siswa dapat mengetahui lebih mengenai kepercayaan dan kebudayaan leluhurnya pada masa prakasara secara lebih nyata 5)aspek gotong royong dari watu lawang tersebut
9 adalah dengan mengenalkan kepada siswa tentang gotong royong merupakan suatu hal yang utama pada setiap aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat pra aksara. Sehingga keberadaan Watu lawang di Desa Banyuputih tesebut dapat diaplikasikan ke dalam materi pembelajaran kelas X yakni pada materi pelajaran sejarah zaman pra aksara, dengan menggunakan pendekatan saintifik yang sesuai dengan kurikulum 2013, dan dengan Silabus dan RPP. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi seluruh masyarakat Desa Banyuputih, khususnya generasi muda atau pelajar seharusnya menjaga dan melestarikan peninggalan watu lawang, karena keberadaan watu lawang merupakan suatu bukti dari peradaban nenek moyang kita pada masa pra aksara. 2. Kepada para paneliti, khususnya peneliti menhir, hendaknya dapat melanjutkan penelitian ini lebih mendalam, terutama pada hal-hal yang belum terjangkau dalam penelitian ini. 3. Kepada pemerintah daerah maupun pusat agar lebih memperhatikan benda-benda peninggalan purbakala, khususnya yang ada di Desa Banyuputih agar benda-benda peninggalan yang memiliki nilainilai sejarah yang tinggi tetap terawat dan tidak hilang untuk selamanya. 4. Kepada Guru Sejarah yang akan memanfaatkan watu lawang di Desa Banyuputih ini sebagai sumber belajar sejarah, seharusnya strategi pembelajaran yang diterapkan untuk memanfaatkan aspek-aspek dari watu lawang di Desa Banyuputih yang memiliki potensi sebagai sumber belajar sejarah zaman pra aksara kelas X di SMA berdasarkan kurikulum 2013, adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai antara lain adalah, model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning), yang mana model pembelajaran ini sangat cocok untuk pembelajaran diluar kelas. Pendekatan dalam proses pembelajaran yang sesuai untuk diterapakan adalah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaranyang merupakan ciri khas dari Kurikulum Pembelajaran berbasis pendekatan saintifik itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional, sehingga dengan menerapkan pendekatan saintifik dari watu lawang di Desa Banyuputih yang memiliki potensi sebagai sumber belajar sejarah zaman pra aksara kelas X di SMA berdasarkan kurikulum 2013, dapat dimanfaatkan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Agung, Leo dan Sri Wahyuni Perencanaan Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Ahmadi, Rulam Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sejarah Seni Budaya Daerah Jawa Timur. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.
10 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sejarah Daerah jawa Timur. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Dinas Pariwisata Pemuda dan Perhubungan Kabupaten Bondowoso Mengenal Kebudayaan Maegalithikum di Kabupaten Bondowoso. Bondowoso: Kesejarahan dan Kepurbakalaan Disparporahub. Gazalba, Zidi Pengantar Sejarah sebaga Ilmu. Jakarta Herimanto Seajarah Indonesia Masa Praaksara. Yogyakarta: Ombak. Sagimun Peninggalan Sejarah Tertua Kita. Jakarta: CV Haji Masagung. Soekmono Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius. Sutopo, H.B. metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian) Edisi 2. Surakarta: Universitas Seabelas Maret.
Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel
Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:
Lebih terperinciARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM
ARTIKEL Judul ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM 2013 Oleh MADE ANGGA SETIAWAN 1014021020
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah
1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen
SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara
Lebih terperinciSITUS DUPLANG DI DESA KAMAL KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER : HISTORISITAS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH
SITUS DUPLANG DI DESA KAMAL KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER : HISTORISITAS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH SKRIPSI Oleh: SITI NURUL ADIMAH NIM. 070210302106 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi, wilayahnya mencakup daerah di sepanjang aliran sungai Batang Merangin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik dan peninggalan yang dimaksud masih tetap berdiri tegar diperkampunganperkampungan tradisional
Lebih terperinciPEMANFAATAN PETILASAN MACAN PUTIH SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL BAGI GENERASI MUDA. Tian Fitriara Huda
Jurnal HISTORIA Volume 4, Nomor 1, Tahun 2016, ISSN 2337-4713 (e-issn 2442-8728) PEMANFAATAN PETILASAN MACAN PUTIH SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL BAGI GENERASI MUDA Tian Fitriara Huda Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik
Lebih terperinciHasil Kebudayaan masa Praaksara
Hasil Kebudayaan masa Praaksara 1. Hasil Kebudayaan Paleolithikum Kebudayan paleolithikum merupakan kebudayaan batu, dimana manusia masih mempergunakan peralatan yang terbuat dari batu, serta teknik pembuatanya
Lebih terperinciSARKOFAGUS DI PURA PONJOK BATU DESA PACUNG, TEJAKULA, BULELENG, BALI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA
SARKOFAGUS DI PURA PONJOK BATU DESA PACUNG, TEJAKULA, BULELENG, BALI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA Kadek Dwi Mahayoni, Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum, Ketut Sedana Arta, S.Pd., M.Pd Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciTINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi
1 TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi Abstrak Archeology studies try to reconstruct human culture in the past
Lebih terperinciMUSEUM LAMPUNG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH. Umi Hartati
Jurnal HISTORIA Volume 4, Nomor 1, Tahun 2016, ISSN 2337-4713 (e-issn 2442-8728) MUSEUM LAMPUNG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH Umi Hartati Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut
BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis
Lebih terperinci2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut
Lebih terperinciFUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA
1 FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA Anugrah Syahputra Singarimbun Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud Abstract Archeology studies attempting
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang
Lebih terperinciSITUS DUPLANG DI DESA KAMAL KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER : HISTORISITAS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH
SITUS DUPLANG DI DESA KAMAL KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER : HISTORISITAS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH Siti Nurul Adimah 1, Kayan Swastika 2, Sutjitro 3 Abstract : Duplang
Lebih terperinciPerkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi
Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Made Reisa Anggarini 1, I Wayan Redig 2, Rochtri Agung Bawono 3 123 Program
Lebih terperinciFebrie G Setiaputra, AB Putrantyo, E Wardaniyah, W Tri Julianto, F Syahyudin Jurusan Sejarah, Universitas Jember, Jember
PKMM-1-9-1 UPAYA PELESTARIAN SITUS GLINGSERAN SEBAGAI SUMBER SEJARAH DENGAN MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEKITAR SITUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 Febrie G Setiaputra, AB Putrantyo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan
7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh: KUKUH FAJAR TRAWOCO (K ) FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 commit to user
PENINGKATAN SIKAP DAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI MELALUI PENERAPAN MODEL EXAMPLE NON-EXAMPLE PADA SISWA KELAS XI KP SMK MURNI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh: KUKUH FAJAR TRAWOCO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kaya budaya dan keberagaman etnis, bahasa, tradisi, adat istiadat, dan cara berpakaian. Indonesia terkenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha I 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman prasejarah merupakan sejarah awal kehidupan manusia yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Zaman prasejarah di Indonesia dimulai kurang lebih 1,7 juta tahun yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,
Lebih terperinciPENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA
PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan
9 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana dalam tinjauan pustaka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di
Lebih terperinciPENERAPAN PROJECT BASED LEARNING
PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING PADA MATERI PENCEMARAN DAN DAUR ULANG LIMBAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS X IPS 1 SMA N 2 BOYOLALI SKRIPSI Oleh : GILANG AKBAR NUGROHO K4313034
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Amalia, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN Menurut Davidson (1991:2) warisan budaya merupakan produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan
Lebih terperinciTINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH
TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH A. Pendahuluan Maluku merupakan propinsi dengan sebaran tinggalan arkeologis yang cukup beragam. Tinggalan budaya ini meliputi
Lebih terperinciMASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami
MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa perkembangan seni rupa Indonesia dimulai sejak zaman prasejarah. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut juga seni primitif.
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PKN DENGAN CTL DI SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PKN DENGAN CTL DI SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk
Lebih terperinciTRADISI KARO DI DESA NGADISARI TENGGER PROBOLINGGO DARI AWAL PERTUMBUHAN HINGGA TAHUN 2010
TRADISI KARO DI DESA NGADISARI TENGGER PROBOLINGGO DARI AWAL PERTUMBUHAN HINGGA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : Nining Winarsih NIM. 050210302260 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING
ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING MODEL PENGEMBANGAN PERAN LEMBAGA SOSIAL DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MASYARAKAT SUKU USING BERBASIS KEARIFAN LOKAL Ketua/Anggota Peneliti: Dra.
Lebih terperinciPEMANFAATAN SITUS MEGALITIKUM DI KECAMATAN TLOGOSARI KABUPATEN BONDOWOSO SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH
PEMANFAATAN SITUS MEGALITIKUM DI KECAMATAN TLOGOSARI KABUPATEN BONDOWOSO SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH ARTIKEL Oleh Ahmad Riyansyah Amrullah NIM 080210302018 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciARTIKEL Judul. Oleh Ni Komang Sukasih NIM
ARTIKEL Judul PENINGGALAN SARKOFAGUS DAN NEKARA DI DESA PAKRAMAN MANIKLIYU, KINTAMANI, BANGLI, BALI (STUDI TENTANG BENTUK, FUNGSI DAN POTENSINYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA) Oleh Ni Komang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.
Lebih terperinciARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN
ARTIKEL Judul Identifikasi Arca Megalitik di Pura Ulun Suwi Desa Pakraman Selulung (Kajian tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran IPS pada SMP berdasarkan Kurikulum 2013). Oleh I WAYAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran sejarah mempunyai arti penting dalam pembentukan kepribadian individu/masyarakat dan kepribadian ini akan menciptakan sebuah identitas dari individu atau masyarakat
Lebih terperinciKebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia. SMA kelas X Semester 2 Tahun 2008/2009 Artmy Tirta Ikhwanto
Kebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia SMA kelas X Semester 2 Tahun 2008/2009 Artmy Tirta Ikhwanto Kebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia z Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra-aksara
Lebih terperinciPELAKSANAAN PEMBELAJARAN MENGGAMBAR ORNAMEN PADA SISWA KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI WANGON KABUPATEN BANYUMAS TAHUN PELAJARAN 2014/2015
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MENGGAMBAR ORNAMEN PADA SISWA KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI WANGON KABUPATEN BANYUMAS TAHUN PELAJARAN 2014/2015. SKRIPSI Oleh : MAHMUDI NIM X3211012 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi
Lebih terperinciPEMANFAATAN SITUS SEPUTIH DI DESA SEPUTIH KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH SKRIPSI
PEMANFAATAN SITUS SEPUTIH DI DESA SEPUTIH KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH SKRIPSI Oleh Hegusti Dunfa Safa Irianto NIM 090210302010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa
PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka
Lebih terperinciABSTRAK PERANCANGAN BUKU TAMAN PURBAKALA CIPARI DI KABUPATEN KUNINGAN. Oleh Haniel Moody Rondonuwu NRP
ABSTRAK PERANCANGAN BUKU TAMAN PURBAKALA CIPARI DI KABUPATEN KUNINGAN Oleh Haniel Moody Rondonuwu NRP 1064159 Salah satu situs museum prasejarah yang lengkap adalah Situs Taman Purbakala Cipari. Situs
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan cermin kecerdasan dan kemajuan suatu bangsa. Negara yang dapat
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan hal sangat penting karena pendidikan merupakan cermin kecerdasan dan kemajuan suatu bangsa. Negara yang dapat
Lebih terperincikeunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Berbagai keragaman di setiap wilayahnya membuat Indonesia disebut sebagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Paguyaman dan dilaksanakan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Paguyaman dan dilaksanakan pada semester genap, tahun pelajaran 2013, dalam waktu 6 bulan, yakni bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap Sungai ( Studi Fenomenologi mengenai Konstruksi Sosial Masyarakat
Lebih terperinciCERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)
CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya adalah salah satu aset berharga yang sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan. Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam suku, tentu memiliki
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat di mana seorang peneliti melakukan penelitian atau tempat di mana penelitian dilakukan.penelitian
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 3 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI Oleh : ARUM
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal ,2,3,4, dan 5. 2,3,4,5, dan 1. 3,4,5,1, dan 2.
1. Perhatikan tahapan zaman pra aksara berikut ini! 1. Mesilitikum 2. Neolitikum 3. Megalitikum 4. Paleolitikum 5. Legam SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.1
Lebih terperinciDEVELOPMENT OF PHYSICS-ORIENTED LEARNING DEVICE INQUIRY APPROACH ON THERMODYNAMIC MATERIALS OF CLASS XI SMA BASED ON CURRICULUM 2013
1 DEVELOPMENT OF PHYSICS-ORIENTED LEARNING DEVICE INQUIRY APPROACH ON THERMODYNAMIC MATERIALS OF CLASS XI SMA BASED ON CURRICULUM 2013 Fanny Mitsalina, Zulhelmi, Fakhruddin Email : fanny.fm93@gmail.com,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi
Lebih terperinciJIME Vol. 2 No. 1. April 2016 ISSN
PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS SITUS-SITUS SEJARAH BIMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SEJARAH LOKAL (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI IPS 1 MAN 2 Kota Bima) Ilmiawan Dosen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan lagi, dimana arus modernisasi tidak mengenal batasan antar kebudayaan baik regional, nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dimana manusia mempunyai perasaan, jiwa, hati dan pikiran masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki satu ruang tanpa kamar atau pembatas, yang berfungsi untuk tempat tinggal serta memusyahwarakan
Lebih terperinciPENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP BANGUN DATAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP BANGUN DATAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Endar Paweninggalih 1), Yulianti ² ), Djaelani 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciKUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Ni Nyoman Ayu Vidya Trisna Prilyandani 1*, I Wayan Ardika 1, Coleta Palupi Titasari 3 [123] Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah Suatu penelitian tidak akan berjalan dengan
Lebih terperinciARTIKEL. Judul. Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA.
ARTIKEL Judul Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA Oleh Desak Made Suprayanti 1014021014 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
Lebih terperinciARTIKEL. Oleh NI WAYAN SURATNI
ARTIKEL Judul Persepsi Peserta Didik Terhadap Proses Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ( Studi Kasus di Kelas VIII A SMP Bhaktiyasa Singaraja) Oleh NI WAYAN SURATNI 1014021005 JURUSAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, kesimpulan dalam penelitian ini ialah sebagai
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP 01)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP 01) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi Waktu : SMP N 1 Prambanan Klaten : Seni Budaya (Seni Rupa) : VIII E dan VIII F /Satu : Menggambar Model
Lebih terperinciPENERAPAN METODE MIND MAPPING
PENERAPAN METODE MIND MAPPING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PENGANTAR EKONOMI BISNIS DI SMK N 1 KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Oleh: DWI SAFRUDIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah lembaga permanen dan tempat terbuka yang bersifat umum. Museum memiliki fungsi sebagai tempat atau sarana untuk merawat, menyajikan, menyimpan, melestarikan
Lebih terperinciHANDOUT SEJARAH KEBUDAYAAN BAB I ASAL MULA TIMBULNYA MANUSIA DAN PERADABAN
HANDOUT SEJARAH KEBUDAYAAN BAB I ASAL MULA TIMBULNYA MANUSIA DAN PERADABAN A. Masnusia dan Kebudayaan Prasejarah Secara biologis manusia termasuk golongan mammalia atau binatang menyusui. Kemudian, dari
Lebih terperinci2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karya seni adalah merupakan salah satu produk budaya suatu bangsa, dengan sendirinya akan berdasar pada kebhinekaan budaya yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional
Lebih terperinciIDENTIFIKASI POTENSI MONUMEN PUPUTAN KLUNGKUNG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL
IDENTIFIKASI POTENSI MONUMEN PUPUTAN KLUNGKUNG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL Oleh I Kadek Dwipayana, (NIM. 0914021009), (e-mail: ikadek_dwipayana@yahoo.com) I Wayan Mudana *) Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita
PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH Tiara Arliani, Mukhirah, Novita Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lebih terperinciBAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang
BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan
Lebih terperinciPENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRIT BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI
PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRIT BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI Tiara Citra Hapsari 1), Hadi Mulyono 2), Hartono 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan
Lebih terperinci