PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU BELANG DI KECAMATAN SANGGALANGI, KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU BELANG DI KECAMATAN SANGGALANGI, KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU BELANG DI KECAMATAN SANGGALANGI, KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN SKRIPSI ARFAN AFANDI H DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN ARFAN AFANDI H. D Produktivitas, Potensi dan Strategi Pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Hj. Komariah, M.Si : Ir. Dwi Joko Setyono, MS Kerbau Belang (Tedong Bonga) adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Populasi kerbau belang sangat dikhawatirkan akan semakin menurun setiap tahun karena tingginya permintaan kerbau tersebut dalam hal sosial budaya terutama penggunaannya untuk upacara adat orang meninggal (Rambu Solo ). Dinas Peternakan Toraja Utara (2010) menyatakan bahwa populasi kerbau di Kecamatan Sanggalangi pada tahun 2006 yakni sebesar ekor menurun menjadi ekor pada tahun Populasi kerbau belang di Kecamatan Sanggalangi mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2010 yakni pada tahun 2008 sebesar 1253 ekor dan turun menjadi 1044 ekor pada tahun 2009 dan 909 ekor pada tahun Penurunan ini diduga berkaitan dengan sistem pengusahaannya yang masih secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya jumlah pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami, penampilan produksi belum maksimal, dewasa kelamin dan selang beranak (calving interval) relatif panjang, dan kurang tersedianya betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas Kerbau Belang serta menganalisis potensi dan strategi pengembangan populasinya di Kecamatan Sangallangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan pada bulan Juli hingga September Jumlah sampel peternak yang diwawancarai ialah 90 peternak. Data produktivitas ditinjau dari aspek reproduksi. Aspek reproduksi diketahui dengan melakukan wawancara terhadap peternak dan survei langsung. Aspek reproduksi meliputi karakteristik sifat reproduksi Kerbau Belang serta indeks reproduksi ternak dan produktivitas ternak induk. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: nilai perbandingan jantan terhadap betina adalah 0,34±0,12, umur berahi pertama kerbau belang betina ialah 2,48±0,37 tahun, umur kawin pertama 2,87±0,26 tahun, lama berahi 22,6±8,32 jam, panjang siklus berahi 19,5 ± 7,48 hari, service per conception (S/C) 1,85±0,41 kali, angka kebuntingan 86,5±0,07 %, lama kebuntingan 387,4±27,20 hari. Umur induk melahirkan pertama ialah pada umur 3,74±0,17 tahun dan kerbau betina memiliki selang beranak (calving interval) selama 2,04 ± 0,22 tahun. Angka kelahiran dan calf crop kerbau yaitu 89±0,05 % dan 77% ±0,58 %. Perbedaan antara angka kelahiran dan calf crop disebabkan oleh adanya kematian anak (mortalitas) sebesar 2,35±0,01 % pada umur prasapih. Nilai estimasi dinamika populasi ternak Kerbau Belang selama lima tahun mendatang ialah terjadi penurunan populasi jumlah ternak sebesar 24,31% per tahun. i

3 Nilai Kapasitas Peningkatan Popupasi Ternak Ruminasia (KPPTR) di Kecamatan Sanggalangi bernilai negatif yakni 1124,72 ST. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterbatasan sumberdaya lahan dalam pengembangan Kerbau Belang. Prospek pengembangan kerbau di Kecamatan Sanggalangi dianalisis dengan menggunakan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT) yang ditinjau dari aspek internal dan eksternal. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa skor nilai untuk faktor internal ialah -0,11 sedangkan untuk faktor eksternal ialah 0,88. Hal ini berarti bahwa kedudukan atau posisi Kecamatan Sanggalangi berada pada posisi turnaround sehingga langkah strategi yang perlu diambil antara lain perlu adanya optimalisasi daya dukung lahan dalam penyediaan pakan ternak, menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman makanan ternak, pengolahan / pengawetan hijauan makanan ternak, serta memaksimalkan penggunaan limbah tanaman pangan atau hasil pertanian; meningkatkan kerjasama pemerintah dengan peternak (pemberian pinjaman modal ke peternak dari pemerintah atau pihak bank); serta membenahi transportasi seperti infrakstruktur jalan dan transportasi darat (angkutan umum). Kata Kunci : Kerbau Belang, Sifat Reproduksi, Strategi Pengembangan ii

4 ABSTRACT Productivity, Potency and Development Strategy of Spotted Buffalo in the Sanggalangi Subdistrict, North Toraja District, South Sulawesi Spotted buffaloes (Tedong Bonga) is one of local livestock that has the highest value in Torajan s culture. Population of Torajan's spotted buffalo has been decreasing since several years ago. The aim of this research was to analyze the productivity and reproductivity performances of Torajan s spotted buffalo. Secondly, to analyze how the potency and development strategy of Torajan's spotted buffalo in Sanggalangi subdistrict, North Toraja. This research was conducted from July to September 2010 in the Sanggalangi subdistrict, North Toraja District, South Sulawesi. This research used sampling method were purposive sampling method for subdistrict samples and farmers samples ( 90 farmers). Two kinds of data were obtained in this research. The primary data was collected from the farmers by interview using questioner and observation. The secondary data was collected from North Toraja Livestock and Fishing Departement, Central Statistics Departement, Agricultural Departement and Subdistrict Departement. Data collected were analyzed with descriptive analysis, reproduction characteristic analysis, dynamics of buffalo population analysis, Capacity of Additional Ruminant Population (CARP) analysis, and SWOT (strength, weaknesses, opportunities, and threats) analysis. The result showed that as follow : the ratio between male and female was 1:3; first oestrus was at 2,48 years of age with the average duration of heat about 22,6 hours and the oestrous cycle about 18.5 days. The first conception occured at 2.87 years with the gestation period about 387,4 days. Birth rate and calf crop were relatively high: 89% and 77%. The difference of birth rate and calf crop caused mortality about 2,35%. Service per conception (S/C) was 1,85 time and conception rate was 86,5%. CARP estimation showed that Sanggalangi subdistrict s CARP value was negative. The strategies formula of development spotted buffalo is turnaround strategies or stability of weaknesses and opportunities. Keywords: Productivity, Reproduction characteristic, Development strategies. iii

5 PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGIPENGEMBANGAN KERBAU BELANG DI KECAMATAN SANGGALANGI, KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN ARFAN AFANDI H D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul Nama NIM : Produktivitas, Potensi dan Strategi Pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan : Arfan Afandi H : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Hj. Komariah, MSi) (Ir. Dwi Joko Setyono, MS) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP Tanggal Ujian : 26 Januari 2011 Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Arfan Afandi H dilahirkan di Jeneponto Sulawesi Selatan pada tanggal 13 Desember Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ibunda Hj.Supiati dan Ayahanda Hamzah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Inpres 121 Balangloe Balang pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 1 Binamu. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Binamu, Jeneponto. Penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi pada tahun 2006 terdaftar sebagai Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun Semasa menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi IPB, penulis aktif dalam berorganisasi seperti anggota ROHIS Kelas B26 TPB periode , anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Mahasiswa Sulawesi Selatan (OMDA IKAMI) periode , sekretaris Komisi B (Pengawasan Program Kerja) Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan (DPM-D) periode , anggota Paduan Suara Fakultas Peternakan (Graziono Shimponia) periode , anggota Divisi Informasi dan Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D) periode , serta anggota Divisi Perekonomian Umat Lembaga Dakwah Fakultas Peternakan (LDF Famm Al An nam) periode Penulis juga pernah mengikuti berbagai lomba, diantaranya Finalis Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) yang dibiayai oleh Dikti pada tahun 2008 dengan judul Edukasi Aspek Keamanan Pangan serta Aplikasi Konsumsi Protein Hewani Terjangkau pada Kasus Kamal Muara, Jakarta Utara. Penulis berkesempatan untuk menerima beasiswa Sampoerna Foundation pada tahun 2006 hingga tahun Penulis juga senang mencari pengalaman baru dengan menjadi Asisten Praktikum pada MK. Dasar Teknologi Hasil Ternak, MK. Teknik Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan Ternak, MK. Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan, MK. Teknik Pengolahan Daging. vi

8 KATA PENGANTAR Bismillahiahirromaanirrahiim Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul Produktivitas, Potensi dan Strategi Pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan ini dengan lancar. Ucapan shalawat serta salam juga ditujukan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya. Penelitian ini dilakukan karena Kerbau Belang merupakan salah satu asset ternak lokal yang memiliki hubungan sosial budaya yang sangat tinggi dengan masyarakat etnis Toraja, terutama untuk upacara kematian seseorang yang sering disebut Rambu Solo. Kerbau Belang ini sangat unik dengan warna kulitnya, badannya yang relatif besar, serta umumnya kemungkinan hanya terdapat di Toraja Utara atau Tanah Toraja. Tren populasi kerbau cantik ini menurun beberapa tahun terakhir ini karena salah satunya disebabkan oleh jumlah pemotongan pada pejantan tinggi dan tidak dibenahi dengan manajemen yang baik dalam pembudidayaan. Manajemen peternakan yang baik akan memberikan dampak yang baik pula terhadap produktivitas ternak. Penelitian mengenai ternak kerbau belang ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas (performa reproduksi dan populasi), potensi dan strategi pengembangan populasinya. Hal ini penting agar kelestarian kerbau lokal tersebut dapat tetap terjaga. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan khususnya bagi perkembangan ternak lokal Indonesia. Bogor, Januari 2011 Penulis vii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... i ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Kerbau Rawa... 3 Produktivitas Ternak... 7 Reproduksi... 7 Pubertas... 8 Siklus berahi dan lama berahi... 8 Umur kawin pertama... 9 Service per conception (S/C)... 9 Angka kebuntingan... 9 Lama bunting... 9 Calf crop Berahi setelah melahirkan Selang beranak (Calving Interval) Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Dinamika Populasi Analisis SWOT MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Peternak Peralatan Prosedur Rancangan Percobaan Analisis Deskriptif Analisis Sifat Reproduksi Analisis Dinamika Populasi viii

10 Analisis KPPTR Analisis SWOT HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Sanggalangi Keadaan Topografi (Potensi Wilayah) Keadaan Demografi Mata Pencaharian Karakteristik Peternak Karakteristik Usaha Ternak Kerbau Populasi Kerbau Belang Manajemen Pemeliharaan Kerbau Belang Perkandangan Sistem Pemeliharaan Pakan Kerbau Belang Perawatan Kerbau Belang Performa Sifat Reproduksi Dinamika Populasi Kerbau Belang Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Analisis SWOT Strategi Pengembangan Implementasi Strategi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi Tahun Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Sanggalangi Sebaran Peternak Berdasarkan Umur Sebaran Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Motivasi Peternak untuk Menjalankan Usaha Ternak Kerbau Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Ternak Kerbau Belang yang Dipelihara Jumlah Ternak Kerbau yang Dipelihara Peternak Populasi Ternak di Kecamatan Sanggalangi Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tahun Struktur Populasi Kerbau Belang Tahun Sifat Reproduksi Kerbau Belang Tingkat Pengeluaran Kerbau Belang Periode Juni Juni Tingkat Pemasukan Kerbau Belang Periode Juni Juni Dinamika Populasi Ternak Kerbau Belang Selama 5 Tahun Nilai KPPTR Efektif di Kecamatan Sanggalangi Nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi Matriks Perbandingan Faktor Internal Matriks Perbandingan Faktor Eksternal xi

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tedong Sambao (Cockrill, 1974) Tedong Todi (Cockrill, 1974) Tedong Bulang (Cockrill, 1974) Tedong Bonga (Cockrill, 1974) Pembagian Kuadran Strategi pada Analisis SWOT (Rangkuti, 2000) Peta Kabupaten Toraja Utara (BPS Toraja Utara, 2010) Bentuk Tofografi Wilayah Kecamatan Sanggalangi Kandang Kerbau Belang Grafik Posisi Strategi Pengembangan Kerbau Belang xii

13 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Form Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pengembangan Kerbau Belang Perhitungan Dinamika Populasi Kerbau Belang Perhitungan Analisis KPPTR di Kecamatan Sanggalangi xiii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Kerbau adalah salah satu hewan khas asli Asia dan menjadi salah satu hewan penting dalam kebudayaan suku-suku di Asia. Kerbau di Asia Tenggara misalnya, sangat diandalkan sebagai hewan penghela, terutama digunakan untuk membajak dan mengangkut hasil bumi. Kerbau seperti halnya gajah dan kuda berperan penting dalam usaha tani di banyak tempat di Asia (Reid, 1992). Kerbau selain menjadi hewan penghela, juga menjadi sumber daging yang umumnya dikonsumsi selain sapi, babi dan ayam. Kerbau Belang adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau karembau, memainkan peran sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Toraja. Hewan ini selain rnenjadi hewan pekerja (membantu membajak sawah dan mengangkut barang), alat transaksi (misalnya dalam jual beli tanah, mahar, warisan), kerbau juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara Rambu Solo' masyarakat Toraja. Berkaitan dengan tradisi adat masyarakat setempat, maka sangat memungkinkan apabila harga Kerbau Belang menjadi mahal. Kerbau Belang merupakan jenis kerbau yang termasuk bangsa kerbau lumpur atau kerbau rawa (swamp buffalo). Populasi kerbau nasional menurun selama 4 tahun terakhir yakni pada tahun 2005 sebesar ekor menurun menjadi ekor pada tahun 2009 (Ditjetnak, 2010). Propinsi Sulawesi Selatan menyumbang sebesar 7,4% dari populasi kerbau nasional pada tahun 2005 atau sebesar ekor. Populasi total kerbau di Toraja Utara pada tahun 2008 ialah ekor atau menyumbang sebesar 37,94% dari total populasi ternak kerbau Sulawesi Selatan tahun 2008 yakni sebesar ekor. Populasi Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2010 yakni pada tahun 2008 sebesar 1253 ekor dan turun menjadi 1044 ekor pada tahun 2009 dan 909 ekor pada tahun Penurunan ini diduga berkaitan dengan sistem pengusahaannya yang masih secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya jumlah pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami, penampilan produksi belum maksimal, dewasa kelamin dan selang beranak (calving interval) relatif panjang, kurang tersedianya betina atau induk produktif. 1

15 Toraja Utara merupakan salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Tanah Toraja yang berada di Propinsi Sulawesi Selatan. Toraja Utara merupakan daerah yang dikenal sebagai tempat pariwisata dengan kekayaan alam yang indah dan budaya yang begitu unik. Toraja Utara juga terkenal dengan kerbau yang sangat jarang ditemui di daerah atau di negara lain, yakni Kerbau Belang Toraja atau Spotted Buffaloes of South Sulawesi. Kecamatan Sanggalangi memiliki luas wilayah sebesar 3900 Ha dengan kondisi alam yang sangat potensial untuk usaha ternak khususnya kerbau. Perlu dilakukan kajian-kajian analisis potensi berdasarkan sumber daya lokal dan daya dukung yang tersedia dalam pengembangan usaha ternak Kerbau Belang. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas Kerbau Belang serta menganalisis potensi dan strategi pengembangan populasinya di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water bufallo yang ada pada saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang masih liar adalah B. mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau Asia terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau domestik terdiri atas dua tipe yaitu kerbau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Klasifikasi ternak kerbau (Storer et al., 1971) sebagai berikut. Kingdom : Animalia Kelas : Mamalia Sub-kelas : Ungulata Ordo : Artiodactyla Sub-ordo : Ruminansia Famili : Bovidae Genus : Bubalus Spesies : Bubalus bubalis Linn. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya daerah belahan Utara tropika (Deptan, 2008). Kerbau ditinjau dari habitatnya, digolongkan dalam dua tipe, yaitu: swamp bufallo dan river bufallo. Swamp buffalo (kerbau rawa) tipe habitatnya adalah area daerah rawa yang tempat berkubangnya di lumpur, sedangkan river buffalo (kerbau sungai) menetap di daerah basah dan lebih suka berenang di sungai atau kolam yang dasarnya keras. Kerbau sungai umumnya tipe kerbau penghasil susu, sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging (Fahimuddin, 1975). Kerbau rawa banyak terdapat di daerah Asia Tenggara. Kerbau ini tampak lebih liar dibandingkan dengan kerbau tipe sungai. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa merupakan kerbau yang berbadan pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat, dan biasanya berwarna abu-abu dengan warna yang lebih cerah pada bagian kaki. Warna yang lebih terang dan menyerupai garis kalung juga terdapat di bawah dagu dan leher. Kerbau rawa 3

17 tidak pernah berwarna coklat atau abu-abu coklat sebagaimana kerbau sungai (Mason, 1974). Ciri-ciri dari bagian muka adalah dahi datar, muka pendek, moncong lebar dan terdapat bercak putih di sekitar mata. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa jantan memiliki bobot dewasa 500 kg dan kerbau betina 400 kg dengan tinggi pundak jantan dan betina adalah 135 dan 130 cm. Chantalakhana (1981) menjelaskan bahwa kerbau rawa dewasa di Indonesia memiliki tinggi rata-rata cm untuk kerbau jantan dan cm untuk kerbau betina. Kerbau rawa mempunyai kemampuan berenang jauh serta menyelam cukup dalam di dalam air. Cara kerbau dewasa berenang adalah kedua kaki belakangnya bertumpu di tanah dan mendorong tubuhnya ke depan, sementara kaki depannya digunakan untuk mengayuh atau mendayung. Hal ini kemungkinan merupakan salah satu penyebab kedua kaki depan kerbau rawa punya perototan yang lebih kekar dibandingkan kaki belakang (Dilaga, 1987). Indonesia mempunyai berbagai bangsa kerbau yang karena lama terpisah dari tempat asalnya kemudian beradaptasi dengan lingkungan setempat dan diberi nama sesuai dengan nama tempat seperti Kerbau Pampangan (Pampangan/Sumsel), Kerbau Binanga (Tapsel/Sumut), Kerbau Rawa (di Sumatera dan Kalimantan), Kerbau Benuang (Bengkulu), Kerbau Belang Tana Toraja (Sulsel), Kerbau Sumbawa (NTB), Kerbau Sumba (NTT), Kerbau Moa (Maluku) dan lain-lain yang sebenarnya termasuk dalam bangsa Kerbau Lumpur (swamp buffalo) (Talib, 2008). Secara garis besar, masyarakat Toraja mengenal tiga kategori warna kerbau berikut variasinya yakni kerbau bonga atau kerbau belang, pudu atau kerbau hitam, dan sambao atau kerbau abu-abu. Dari tiga kategori ini masih terdapat variasi warna. Kerbau belang mempunyai nilai relatif mahal, menyusul kerbau pudu dan kerbau sambao. Sebuah upacara kematian bangsawan atau upacara kematian gabungan dari berbagai keluarga dalam kebudayaan etnis Toraja umumnya menggunakan kerbau (tedong) yang dipersembahkan atau dipotong dan jumlahnya bisa mencapai puluhan ekor dengan komposisi tingkatan kerbau yang berbeda. Kerbau tingkat pertama (paling rendah) adalah kerbau abu-abu atau Tedong Sambao (Gambar 1), tingkat kedua ialah kerbau hitam atau Tedong Pudu, tingkatan yang ketiga ialah kerbau bule (albino) yang disebut Tedong Bulang (Gambar 3) dan Tedong Todi yang berwarna 4

18 putih di antara tanduk (Gambar 2), serta yang tertinggi tingkatannya adalah Kerbau Belang atau Tedong Bonga (Gambar 4) yang berwarna putih dengan bercak hitam seperti bunga di sekujur tubuhnya (Bodo, 2004). Gambar 1. Tedong Sambao (Cockrill, 1974) Gambar 2. Tedong Todi (Cokrill, 1974) 5

19 Gambar 3. Tedong Bulang (Cockriil, 1974) Gambar 4. Tedong Bonga (Cockrill, 1974) Kerbau Belang (Tedong Bonga) adalah kerbau yang berwarna kombinasi hitam dan putih, dianggap paling cantik, harganya puluhan sampai ratusan juta. Kerbau juga dapat ditemukan di masyarakat TO Bada, Sulawesi Tengah, Sumba, Flores, Roti dan Timor (Nooy-Palm, 1979). Namun secara proporsional sangat jarang, dan di Toraja sendiri jenis ini sangat jarang. Kelahiran kerbau belang bagi pemiliknya merupakan suatu berkah. Upaya untuk perkawinan silang pun jarang berhasil, sehingga kelahiran Kerbau Belang sangat kebetulan. Satu Kerbau Belang 6

20 biasanya dinilai antara 10 hingga 20 kerbau hitam. Bonga memiliki beberapa variasi dari segi kombinasi warna dan tanda-tandanya. Produktivitas Ternak Produktivitas ternak ditinjau dari dinamika populasi diartikan sebagai perkembangan populasi ternak dalam periode waktu tertentu (umumnya satu tahun) dan sering dinyatakan dalam persentase (%), apabila dibandingkan dengan populasi ternak secara keseluruhan (Basuki, 1998). Produktivitas Kerbau Rawa di Indonesia pada umumnya rendah yang disebabkan oleh beberapa kendala, antara lain: peranan kerbau pada sistem usaha tani tradisional, pengusahaan lahan yang kurang ekonomis, kurangnya modal, sangat terbatasnya bibit unggul, kualitas pakan yang rendah, kurangnya pengetahuan petani terhadap produksi kerbau. Kendala-kendala tersebut dapat diminimalisasi dengan program jangka panjang terutama dalam bidang reproduksi dan pemuliaan ternak kerbau (Dwiyanto dan Subandryo, 1995). Basuki (1998) menjelaskan bahwa produktivitas ternak potong dipengaruhi oleh struktur populasi ternak, natural increase (angka pertambahan alami), angka panen (calf crop), mortalitas sesudah lepas sapih dan masa aktivitas reproduksi (melahirkan) bagi induk. Reproduksi Daya reproduksi didefinisikan sebagai kemampuan seekor ternak untuk menghasilkan anak selama hidupnya. Daya reproduksi kelompok ternak yang tinggi disertai dengan pengelolaan ternak yang baik akan menghasilkan efisiensi produksi yang tinggi pula. Laju peningkatan populasi ternak akan menjadi lebih cepat bila efisiensi reproduksinya lebih baik dan rendahnya angka gangguan reproduksi. Tinggi rendahnya efisiensi reproduksi sekelompok ternak ditentukan oleh lima hal, yaitu: l) angka kebuntingan (conception rate), 2) jarak antar melahirkan (calving interval), 3) jarak waktu antara melahirkan sampai bunting kembali (service period), 4) angka perkawinan per kebuntingan (service per conception), dan 5) angka kelahiran (calving rate) (Hardjopranjoto, 1995). Kendala reproduksi diantaranya adalah lambatnya angka pertumbuhan, keterlambatan pubertas, musim kawin, tingginya umur beranak pertama, panjangnya calving interval, dan lain-lain (Fahimuddin, 1975). Menurut Cockrill (1974), Kerbau 7

21 Rawa mampu menghasilkan anak ekor selama hidupnya dan dapat hidup sampai 25 tahun. Pubertas. Pubertas atau dewasa kelamin dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan terjadi. Pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi yang normal dan sempurna yang masih akan tercapai kemudian. Pubertas pada hewan jantan ditandai dengan kemampuan hewan untuk berkopulasi dan menghasilkan sperma serta perubahanperubahan kelamin sekunder lain, sedangkan pada hewan betina ditandai dengan terjadinya estrus dan ovulasi. Estrus dan ovulasi pertama disertai oleh kenaikan ukuran dan berat organ reproduksi secara cepat (Toelihere, 1981). Hasil penelitian Lendhanie (2005) menyatakan bahwa umur pubertas Kerbau Rawa tidak diketahui dengan pasti. Meskipun demikian, berdasarkan umur kelahiran pertama yaitu 3-4 tahun diperkirakan konsepsi pertama terjadi pada umur 2-3 tahun. Umur konsepsi pertama ini dapat dijadikan patokan sebagai umur dewasa kelamin dengan asumsi lama kebuntingan selama 12 bulan. Pubertas terjadi karena dipengaruhi oleh faktor hewannya diantaranya, yaitu : umur, bobot badan, ras dan genetik. Beberapa faktor yang juga sangat berpengaruh ialah faktor lingkungan yaitu: suhu, musim dan iklim. Faktor lain yang mempunyai pengaruh besar terutama nutrisi dan pakan. Pubertas lebih awal akan menguntungkan karena dapat mengurangi masa tidak produktif dan memperpanjang masa hidup produktif ternak. Peningkatan genetik dapat terjadi lebih cepat karena selang generasi lebih pendek, apabila dilakukan seleksi dengan baik dan program seleksi yang efektif (Tomaszewska et al., l99l). Siklus berahi dan lama berahi. Berahi adalah saat hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Jarak antara berahi yang satu sampai pada berahi berikutnya disebut satu siklus berahi, jika berahi yang pertama tidak menghasilkan kebuntingan maka berahi yang pertama itu akan disusul dengan berahi kedua (Partodihardjo, 1980). Lama berahi berkisar antara waktu penerimaan pertama sampai penolakan terakhir (McNitt, 1983). Mongkopunya (1980) menjelaskan bahwa lama berahi Kerbau Rawa adalah 32 jam. Kerbau Rawa Thailand memiliki siklus berahi 2l hari, sedangkan di Philipina siklus berahi Kerbau Rawa selama 20 hari (Guzman, 1980). Gejala berahi tidak 8

22 muncul disebabkan oleh temperatur yang tinggi pada kondisi arid dan semiarid serta lama berahi menjadi pendek (dari 11,9 jam menjadi 6,1 jam) (Cockrill, 1974). Umur kawin pertama. Hewan-hewan betina muda tidak boleh dikawinkan sampai pertumbuhan badannya memungkinkan (dewasa kelamin dan dewasa tubuh) untuk suatu kebuntingan dan kelahiran normal. Hal ini karena dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai (Toelihere, 1981). Umur kerbau betina pada konsepsi pertama berbeda-beda tergantung pada manajemen pemeliharaan, penggunaan pakan, dan genetik. Umur kawin pertama Kerbau Rawa di Malaysia adalah rata-rata 28 bulan atau 2,3 tahun (Fahimuddin, 1975). Menurut hasil penelitian Lendhanie (2005), ternak kerbau betina di Kalimantan Selatan baru berahi pertama setelah berumur 3 tahun atau lebih lama dibanding sapi. Service per conception (S/C). Service per conception adalah penilaian atau perhitungan jumlah perkawinan (service) inseminasi buatan (IB) atau kawin alam yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan. Nilai S/C yang normal adalah 1,6-2,0. Nilai S/C makin rendah maka makin tinggi kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut, tetapi sebaliknya makin tinggi nilai S/C, maka makin rendah kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut (Toelihere, l98l). Betina dara yang beranak pertama selalu membutuhkan service per conception yang lebih tinggi daripada betina yang lebih tua (Fahimuddin, I975). Angka kebuntingan. Angka kebuntingan atau conception rate (CR) adalah persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi atau kawin pertama baik pada sapi dara maupun pada sapi laktasi. Angka kebuntingan (CR) ditentukan oleh tiga faktor yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi. Angka kebuntingan ditentukan berdasarkan hasil diagnosa palpasi per rektal pada hari setelah inseminasi (Toelihere, 1981). Menurut Fahimuddin (1975), conception rate dipengaruhi oleh musim kawin, umur pejantan dan betina, tingkat nutrisi, dan lainlain. Nilai CR menurut Cockrill (1974) adalah 63% dan CR untuk sapi lebih tinggi daripada kerbau. Lama bunting. Periode kebuntingan diukur sebagai jumlah hari antara waktu kawin sampai kelahiran anak karena ketepatan waktu fertilisasi tidak diketahui. 9

23 Faktor yang mempengaruhi lama kebuntingan adalah jenis kelamin, keturunan, umur induk dan yang lebih luas yaitu musim kelahiran dan kondisi lingkungan. Kebuntingan anak jenis kelamin jantan pada spesies mamalia umumnya sedikit lebih lama daripada betina dan bunting pertama selalu lebih singkat daripada kebuntingan selanjutnya (Fahimuddin, 1975). Lama bunting adalah suatu aspek yang mempengaruhi selang kelahiran. Menurut Guzman (1980), kerbau rawa memiliki lama bunting berkisar antara hari, Mongkopunya (1980) menyatakan bahwa lama bunting kerbau rawa adalah 336 hari, dan menurut Toelihere (1981), rata-rata periode kebuntingan adalah hari dan selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan lama kebuntingan bisa disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim lingkungan. Calf crop. Calf crop adalah persentase jumlah anak yang dilahirkan hidup dalam satu tahun dari seluruh induk yang diteliti dan jika diinginkan angka calf crop yang tinggi maka harus diperhatikan waktu dan lama berahi, ketepatan saat kawin, nutrisi dan pengawasan penyakit (Talib, 1988). Rata-rata calf crop kerbau di Indonesia sangat rendah yaitu 33%. Berahi setelah melahirkan. Fase kelahiran atau partus akan terjadi apabila masa kebuntingan telah mencukupi. Organ reproduksi, terutama uterus akan mengalami proses penyembuhan setelah peristiwa kelahiran yaitu kembali keukuran semula pada saat tidak bunting. Proses ini disebut dengan istilah involusi uterus. Berahi kembali akan terjadi setelah involusi uterus selesai. Proses berahi setalah melahirkan pada tiap individu berbeda beda bergantung kepada lamanya proses involusi uterus. Guzman (1980) menyatakan bahwa pada Kerbau Rawa berahi kembali setelah melahirkan adalah 35 hari. Kerbau seperti halnya dengan sapi bahwa apabila dalam pengelolaan pasca melahirkan induk dihadapkan pada pakan yang kurang, lingkungan yang tidak serasi, sanitasi kandang yang kurang baik atau kondisi lain yang tidak mendukung maka pada induk akan terjadi gangguan dalam proses reproduksi selanjutnya (Hardjopranjoto, 1991). Selang beranak (Calving Interval). Selang beranak adalah jangka waktu dari saat induk beranak hingga saat beranak berikutnya. Calving interval dipengaruhi oleh daya reproduksi dan ditentukan oleh lamanya masa kosong serta angka 10

24 perkawinan per kebuntingan (S/C). Siklus reproduksi akan diulang kembali sampai pada kebuntingan berikutnya setelah kerbau mengalami berahi kembali dan melahirkan. Panjang calving interval sangat bervariasi pada Kerbau Rawa bergantung kepada semua karakteristik reproduksi. Menurut Guzman (1980), selang kelahiran Kerbau Rawa berkisar antara l-3 tahun atau rata-rata 1,5 tahun. Calving interval lebih banyak diatur oleh faktor non genetik yaitu ada kesempatan menurunkannya dengan efisiensi manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang tepat (Fahimuddin, 1975). Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode KPPTR merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak sehingga diketahui potensi wilayahnya. Metode ini menggunakan kaidah-kaidah kesetaraan dan nilai asumsi Nell dan Rollinson (Nell dan Rollinson, 1974). Potensi penyediaan hijauan pakan di suatu daerah dapat dipertimbangkan dan diperkirakan besarnya dengan menggunakan kaidah-kaidah kesetaraan dan nilai asumsi Nell dan Rollinson (1974). Potensi tersebut dapat dinyatakan dalam nilai potensi (ton/bk/tahun) atau nilai riil yakni jumlah unit ternak (animal unit) yang dapat ditampung di wilayah yang bersangkutan. Selanjutnya dapat pula diketahui kapasitas peningkatan populasi ternak di suatu wilayah peternakan apabila populasi ternak ruminansia diketahui. Dinamika Populasi Ewusie (1990) mendefenisikan populasi ialah kelompok spesies yang memiliki genetik yang sama, menempati suatu ruang dan waktu tertentu. Populasi ternak juga meliputi angka kelahiran, angka kematian, sistem reproduksi, struktur umur dan sebaran ternak. Michael (1995) menjelaskan bahwa jumlah individu populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu dalam satuan daerah atau satuan volume adalah rapatannya. Kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota populasi akan mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu ke waktu mengikuti dua pola yaitu relatif konstan dan fluktuasi, hal ini disebabkan oleh keseimbangan antara kelahiran dan kematian dalam populasi. Laju pertumbuhan suatu populasi berdasarkan perhitungan per kapita biasanya dinyatakan dengan r, untuk organisme 11

25 yang bereproduksi secara seksual, r biasanya dibatasi hanya pada laju pertumbuhan yang diukur berdasarkan jumlah betina-betina untuk tiap rata-rata betina, karena hanya betina yang secara langsung berperan pada pertumbuhan populasi (McNoughton dan Wolf, 1990). Analisis SWOT Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya. Perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi saat ini, hal ini yang disebut Analsais situasi dan model yang paling populer untuk analisis ini adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat) (Rangkuti, 2000). Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi, dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliknya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis (Rangkuti, 2000). Alternatif strategi tersebut antara lain adalah : 1) strategi SO yakni strategi yang diterapkan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, 2) strategi ST yakni strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, 3) strategi WO : Strategi yang diterapkan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada, dan 4) strategi WT : Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. 12

26 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2010 di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Materi Peternak Sampel peternak kerbau belang yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 90 peternak. Peternak diwawancarai untuk mendapatkan gambaran manajeman pemeliharaan kerbau belang termasuk mengenai tatalaksana pemeliharaan beserta sifat reproduksi kerbau belang. Peralatan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah borang kueisioner, alat tulis dan alat dokumentasi. Prosedur Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak Kerbau Belang yang berada di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara. Pengambilan sampel desa dan peternak dilakukan dengan metode purposive sampling (sengaja) yakni di Desa Buntu La bo. Responden dipilih secara sengaja sebanyak 90 peternak berdasarkan kesediaan untuk diwawancarai. Data sekunder diperoleh dari Subdinas Peternakan Toraja Utara, Dinas Pertanian Toraja Utara, Badan Pusat Statistik Toraja Utara, dan Dinas Kecamatan Sanggalangi. Teknik pengumpulan data berdasarkan observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Rancangan Percobaan Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei pada peternakan kerbau di Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum dan potensi usaha pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi yaitu sumberdaya (peternak dan lahan), manajemen dan teknologi pemeliharaan, serta profil Kecamatan Sanggalangi. 13

27 Analisis Sifat Reproduksi Peubah yang diamati dari aspek reproduksi adalah rasio jantan dan betina, umur pubertas, siklus berahi, lama berahi, umur kawin pertama, service per conception (S/C), angka kebuntingan, lama bunting, calf crop dan selang beranak (calving interval). Analisis Dinamika Populasi Estimasi perkembangan atau ukuran populasi untuk waktu tertentu dapat dihitung metode Turner dan Young (1969) : N t = N o x rmt, rm = ln R o /Lt Keterangan : N t rm N o t R o Lt = jumlah induk yang berproduksi pada tahun yang diharapkan (ekor) = tingkat penambahan ternak = jumlah populasi awal induk (ekor) = interval waktu (tahun) = banyaknya induk pengganti yang dihasilkan oleh seekor induk selama hidupnya (ekor) = umur rata-rata betina pada saat melahirkan pertama kali Analisis KPPTR Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak. Nilai KPPTR (Nell dan Rollinson, 1974) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : KPPTR (SL) = KTTR Populasi Riil KPPTR (KK) = KT (KK) Populasi Riil 1). KTTR = 2). Kapasitas Tampung (KK) = Jumlah Kepala Keluarga (KK) x 3 ST/KK 3). KPPTR efektif / KPPTR (E) KPPTR (E) = KPPTR (kk), jika KPPTR (kk) < KPPTR (SL) KPPTR (E) = KPPTR (SL), jika KPPTR (L) < KPPTR (kk) 14

28 Keterangan : k : koefisien ketersediaan lahan penghasil hijauan rumput Le : lahan penghasil hijauan rumput j : koefisien ketersediaan produksi HHSP Li : lahan penghasil Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP) 15 ton/bk/tahun : rata-rata produksi padang rumput di Indonesia 2,3 : kebutuhan ton BK/tahun setiap ST 3 ST/KK : setiap KK mampu memelihara 3 ST KTTR : kapasitas tampung ternak ruminansia KPPTR (SL) : KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan KPPTR (KK) : KPTTR berdasarkan tenaga kerja atau kepala keluarga Analisis SWOT Analisis ini dilakukan untuk melihat kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dalam merencanakan pengembangan ternak Kerbau Belang di Kabupaten Toraja Utara dilihat dari beberapa aspek seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kelembagaan. Faktor yang akan dianalisis ialah faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman. Ada beberapa langkah dalam analisis ini, yakni : 1. Kolom pertama disusun 5-10 kekuatan dan kelemahan (faktor internal) serta 5-10 peluang dan ancaman (faktor eksternal). 2. Kolom kedua, masing-masing faktor diberi bobot, berkisar antara 1 (sangat penting) sampai 0 (tidak penting). 3. Kolom ketiga, dilakukan perhitungan rating, dimana rating masing-masing faktor dihitung dengan memberikan skala mulai dari -4 sampai +4 yang didasarkan pada besar kecilnya pengaruh faktor tersebut terhadap pengembangan ternak ruminansia di wilayah tersebut. 4. Pembobotan Pembobotan untuk masing-masing faktor diperoleh dengan mengalikan bobot dan ratingnya. 15

29 5. Menentukan strategi pengembangan Nilai pembobot didapat dengan menjumlahkan pembobotan (bobot x rating) untuk faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Nilai axis didapat dari penjumlahan total nilai kekuatan ditambah total nilai ancaman. Nilai ordinat didapat dengan menjumlahkan total nilai peluang ditambah total nilai ancaman. Kuadran dimana terdapat titik pertemuan nilai axis dengan ordinat menunjukkan pilihan strategi pengembangan. Adapun pembagian kuadran tersebut sebagai berikut: Peluang IV I Kelemahan Kekuatan III II Ancaman Gambar 5. Pembagian Kuadran strategi pada analisis SWOT (Rangkuti, 2000). Kuadran I = Strategi agresif yaitu pengembangan dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk meraih peluang yang ada (SO). Kuadran II = Strategi diversifikasi yaitu pengembangan dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk menghindari ancaman (ST). 16

30 Kuadran III = Strategi defensif yaitu pengembangan dengan melakukan usaha-usaha defensif serta menghindari ancaman (WT). Kuadran IV = Strategi turnaround yaitu strategi pengembangan dengan memanfaatkan peluang yang ada dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki (WO). 17

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Sanggalangi Kecamatan Sanggalangi merupakan satu kecamatan dari dua puluh satu kecamatan dalam wilayah administrasi Kabupaten Toraja Utara sebagai pengembangan wilayah administrasi Tana Toraja yang baru. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi berkisar 39,00 Km 2 atau sekitar 3900 ha. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi memiliki 3,39% terhadap luas wilayah Kabupaten Toraja Utara. Kecamatan Sanggalangi berada pada 119 o BT dan 3 o LS serta berada sekitar 809 meter di atas permukaan laut (DPL). Batas-batas wilayah administrasi Kecamatan Sanggalangi adalah sebagai berikut : (1) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sanggala, (2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Buntao dan Rantebua, (3) sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tondon dan (4) sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kesu. Gambar 6. Peta Kabupaten Toraja Utara (BPS Toraja Utara, 2010) 18

32 Keadaan Topografi (Potensi Wilayah) Bentuk wilayah Kecamatan Sanggalangi terdiri atas 66,67% daerah berbukit dan 33,33% daerah datar (Gambar 7). Daerah berbukit mendominasi Lembang Tallung Penanian, Lembang Pata padang, Lembang Tandung La bo, dan Kelurahan Pa paelean, sedangkan daerah datar mendominasi Lembang Buntu La bo dan Lembang La bo. Bentuk wilayah tidak rata akan sulit berkembang bila dibandingkan dengan wilayah yang datar karena akan semakin sulit untuk menjangkaunya dan biaya transportasi semakin tinggi. Biaya transportasi semakin tinggi maka akan menaikkan harga komoditas barang pertanian maupun kebutuhan sehari-hari. Kondisi berbukit pada Lembang Buntu La bo dimanfaatkan masyarakat untuk areal pertanian terutama persawahan. A. Daerah Perbukitan B. Daerah Dataran Gambar 7. Bentuk Topografi Wilayah Kecamatan Sanggalangi Luas lahan di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar 3900 ha. Penggunaan lahan yang dominan ialah lahan sawah dengan luas 755 ha atau sekitar 19,08% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi dan lahan kering dengan luas 3145 ha atau sekitar 80,92% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi. Luas lahan sawah dirinci menurut jenis pengairan ialah sebesar 112 ha untuk pengairan sederhana PU (Pengairan Umum) dan 643 ha untuk sawah tadah hujan dan pasang surut. Luas lahan kering terdiri atas pinggir jalan dan pekarangan sebesar 323 ha, perkebunan sebesar 204,6 ha, tegalan sebesar 200 ha, rawa-rawa 280 ha, padang rumput 415 ha, hutan 1.033,50 ha dan lainnya 688,9 ha (BPS Toraja Utara, 2008). 19

33 Kecamatan Sanggalangi pada tahun 2009 memiliki suhu rata-rata 23 0 C dengan suhu terendah 18 0 C dan suhu tertinggi 29 0 C dengan kelembaban udara ratarata ialah sebesar 59-75%, sedangkan suhu umum adalah 25 0 C pada siang hari dan 19 0 C pada malam hari (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2008). Fahimuddin (1975) menjelaskan bahwa zona nyaman untuk ternak kerbau berkisar antara 15,5-21,0 0 C, jika suhu udara lebih dari 24 0 C kerbau sudah mengalami stress dan batas kritis untuk mekanisme termoregulasi ialah 36,50 0 C. Potensi suhu tersebut sangat mendukung ternak kerbau agar berkembangbiak dengan baik. Prabuningrum (2005) menjelaskan bahwa semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu tempat tersebut semakin rendah. Kecamatan Sanggalangi memiliki ketinggian 809 m dpl dan Lembang Tandung La bo sebesar 825 m dpl. Hal ini yang menyebabkan suhu di lokasi penelitian tergolong rendah. Curah hujan per tahun ialah berkisar antara mm/tahun. Intensitas curah hujan secara umum hampir sama pada semua bulan kecuali bulan Oktober, November dan Desember. Kecepatan angin berkisar antara km/jam, sedangkan arah angin selalu berubah-ubah (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2008). Curah hujan yang semakin tinggi akan menambah cadangan air dalam tanah dan menambah debit air sungai apabila kondisi alam tidak rusak. Cadangan air yang semakin tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan kerbau untuk minum dan mandi (berkubang) baik kondisi musim hujan maupun musim kemarau. Keadaan Demografi Jumlah penduduk berdasarkan kepadatan penduduk tahun 2010 sebanyak jiwa yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dengan kepadatan penduduk 296 jiwa/km 2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar jiwa. Rincian jumlah penduduk dan KK di Kecamatan Sanggalangi disajikan pada Tabel 1. Penduduk di Kecamatan Sanggalangi umumnya didominasi oleh penduduk asli atau suku Toraja asli yang memegang teguh adat kebudayaan, terutama untuk upacara Rambu Tuka dan Rambu Solo. Keadaan sosial budaya masyarakat Kecamatan Sanggalangi merujuk kepada adat istiadat Toraja yang beriringan dengan kepercayaan Kristiani, yakni Katolik dan Protestan. 20

34 Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi Tahun 2010 Kelurahan/Lembang Jumlah Kepala Penduduk Jumlah Keluarga (KK) Laki-Laki Perempuan Penduduk Jiwa Pa paelean Buntu La bo La bo Tandung La bo Tallung Penanian Pata padang Jumlah Sumber : Dinas Kecamatan Sanggalangi (2010) Mata Pencaharian Mata pencaharian utama masyarakat didominasi oleh petani atau bekerja di bidang pertanian, kemudian disusul sebagai pekerja di bidang bangunan (buruh), bidang perdagangan, restoran, dan hotel, bidang industri pengolahan, bidang jasa, bidang pertambangan dan penggalian, serta bidang angkutan dan komunikasi. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Sanggalangi Lapangan Usaha Laki-Laki Perempuan Jumlah Jiwa Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran & Hotel Angkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Jumlah Sumber : BPS Toraja Utara,

35 Petani di lokasi penelitian sebagian besar mempunyai usaha sambilan yakni beternak karena beternak merupakan salah satu kultur sosial budaya masyarakat setempat. Petani yang banyak dijumpai ialah petani padi, petani sayur-mayur, dan petani umbi-umbian. Usaha peternakan yang dominan ialah babi, kerbau, ayam buras, itik, sapi potong, kuda, kambing dan itik manila. Karakteristik Peternak Peternak yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga yang berumur antara tahun. Sebagian besar (33,33%) peternak di lokasi penelitian berumur antara tahun, dan 24,44% berumur antara tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peternak masih usia produktif dan didominasi oleh pasangan muda. Tabel 3. Sebaran Peternak Berdasarkan Umur Umur Peternak Jumlah Responden Persentase (Tahun) (Jiwa) , , , , , , , ,22 Jumlah Pendidikan formal sebagian besar peternak ialah lulusan SD sebesar 50% dan pendidikan tertinggi adalah SLTA sebesar 13,33%. Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan peternak kerbau di lokasi penelitian masih rendah. Secara umum tidak terdapat kesukaran dalam melakukan wawancara karena semua peternak yang diwawancarai telah menguasai baca tulis walaupun ada peternak yang tidak tamat SD sebesar 4,44%. Peternak juga mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa Indonesia. 22

36 Tabel 4. Sebaran Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (Jiwa) Tidak Tamat SD 4 4,44 SD SLTP 29 32,22 SLTA 12 13,33 Jumlah Karakteristik Usaha Ternak Kerbau Alasan yang dijadikan para peternak sebagai motivasi dalam menjalankan usaha ternak kerbau belang bervariasi. Tabel 5 memperlihatkan hal-hal yang menjadi motivasi peternak sehingga tertarik menjalankan usaha ternak kerbau. Motivasi peternak yang paling besar untuk beternak kerbau belang adalah karena mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Hal ini disebabkan karena harga jual kerbau belang yang sangat tinggi yakni untuk kerbau belang dewasa berkisar antara Rp hingga Rp ,-. Tabel 5. Motivasi Peternak untuk Menjalankan Usaha Ternak Kerbau Motivasi Jumlah Responden Persentase (Jiwa) Status sosial Keuntungan besar Jumlah Motivasi berikutnya ialah status sosial karena umumnya masyarakat yang memelihara kerbau memiliki strata yang berbeda. Makin tinggi strata masyarakat maka Kerbau Belang yang dipelihara akan semakin banyak. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi strata masyarakat akan semakin banyak dipotong pada saat upacara adat Rambu Solo. Jumlah ternak Kerbau Belang yang dipelihara di Kecamatan Sanggalangi tidak terlalu beragam yakni berkisar antar 1-8 ekor dengan jumlah terbesar yakni 1-5 ekor. Peternak kebanyakan memelihara 1-5 ekor Kerbau Belang karena harga Kerbau Belang yang relatif mahal sehingga membutuhkan modal yang besar untuk membeli 23

37 bibit atau kerbau dara yang harganya berkisar Rp ,- Rp ,-. Kerbau Belang jantan lebih banyak dipelihara daripada Kerbau Belang Betina. Hal ini disebabkan karena pemasaran ternak Kerbau Belang berkaitan erat dengan adat budaya upacara kematian Rambu Solo yang harus memotong Kerbau Belang jantan. Tabel 6. Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Ternak Kerbau Belang yang Dipelihara Jumlah Ternak Kerbau Belang Jumlah Responden Persentase (Ekor) (Jiwa) , ,66 >10 7 7,78 Jumlah Rata-rata jumlah ternak yang dipelihara ialah 1-5 ekor/peternak, angka ini memang merupakan angka yang relatif kecil dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada peternak terutama untuk yang telah lama menjalankan usaha ternak Kerbau Belang. Kondisi ini disebabkan salah satunya oleh pola pemeliharaan yang masih tradisional dan belum mengarah pada tujuan jangka panjang (agribisnis). Tabel 7. Jumlah Ternak Kerbau Belang yang Dipelihara Peternak Kelompok Kerbau Jenis Kelamin Jumlah ternak Persentase (ST) (%) Anak Jantan 3,75 2,16 Betina 2,75 1,58 Dara Jantan 30 17,24 Betina 7,5 4,31 Dewasa Jantan 95 54,60 Betina 35 20,11 Jumlah Keterangan : Kerbau dewasa : 1 ST, Kerbau dara : 0,5 ST, Kerbau anak : 0,25. Bibit ternak yang dipelihara oleh peternak ialah dibeli langsung di Pasar Hewan Bolu di Rantepao (ibukota Toraja Utara) dan titipan dari orang lain. Peternak yang membeli langsung dari pasar hewan ialah sebesar 38,89% sedangkan bibit dari titipan orang lain ialah 61,11%. Bibit Kerbau Belang yang berasal dari titipan orang 24

38 lain lebih dominan karena sistem kepemilikan ternak sebagian besar sistem bagi hasil (menggaduh) dari pihak yang menitipkan. Kondisi kepemilikan menggaduh ini disebabkan karena biaya bibit yang relatif besar sedangkan petani belum memiliki modal yang memadai. Populasi Kerbau Belang Budidaya ternak yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sanggalangi antara lain babi, kerbau, kambing, itik, ayam ras petelur, dan ayam ras pedaging. Tabel 8 menunjukkan populasi ternak di Kecamatan Sanggalangi pada tahun 2008 hingga tahun Keberadaan ternak kerbau dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya yakni menduduki peringkat pertama. Penggunaan ternak kerbau oleh masyarakat pada umumnya digunakan sebagai ternak yang dipotong atau diadu dalam pesta yang berkaitan dengan budaya setempat. Ternak yang populasinya terbanyak pada tahun 2008 hingga tahun 2010 ialah ternak babi. Ternak babi dan kerbau sangat erat dengan adat budaya setempat dan kepercayaan yang sebagian besar dianut oleh masyarakat Sanggalangi yakni Protestan dan Katolik. Tabel 8. Populasi Ternak di Kecamatan Sanggalangi Jenis Ternak Tahun Ekor Sapi Potong Kerbau Kambing Babi Ayam Kampung Ayam Broiler Ayam Petelur Itik Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (2010) Perkembangan populasi Kerbau Belang di lokasi penelitian bahkan terjadi penurunan terutama Kerbau Belang. Jumlah populasi kerbau biasa mengalami peningkatan sebesar 4,5% pada tahun 2009 bila tahun 2008 diasumsikan sebagai 25

39 tahun awal, akan tetapi mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 12,93%. Kerbau Belang pada tahun 2009 hingga tahun 2010 mengalami penurunan masingmasing sebesar 16,70% dan 12,93%. Perkembangan populasi tersebut dipengaruhi oleh jumlah pemotongan yang sangat tinggi dan tatalaksana pemeliharaan kerbau yang kurang optimal. Tabel 9. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tahun Jenis Kerbau Jumlah Ternak (Ekor) Laju Perkembangan (%) Kerbau Biasa ,59-12,93 Kerbau Belang ,70-12,93 Jumlah ,11-25,86 Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (Diolah) (2010) Struktur populasi Kerbau Belang sangat penting diketahui karena dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pemetaan persebaran kerbau yang ideal pada suatu usaha peternakan. Persentase jumlah betina produktif terhadap total populasi kerbau belang ialah 25,03% yang berarti betina produktif di lokasi penelitian masih sedikit. Angka ini masih tergolong rendah yakni masih di bawah 40% sehingga perlu dilakukan usaha penambahan betina produktif untuk menghindari penurunan populasi ternak kerbau. Tabel 10. Struktur Populasi Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi Tahun 2010 Jenis Kerbau Jenis Kelamin Jumlah Jantan Betina Ekor ST Ekor ST Ekor ST Anak 19 4, ,75 Dara , , Dewasa Jumlah , , ,75 Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (Diolah) (2010) Keterangan : Kerbau dewasa : 1 ST, Kerbau dara : 0,5 ST, Kerbau anak : 0,25. 26

40 Manajemen Pemeliharaan Kerbau Belang Perkandangan Konstruksi dan model kandang merupakan salah satu faktor penting dalam sistem pemeliharaan ternak Kerbau Belang. Kerbau belang dipelihara atau diistirahatkan di dalam kandang apabila siang hari atau malam hari. Kandang kerbau belang biasanya diletakkan di samping rumah Tongkonan, rumah adat Toraja yang berbentuk rumah panggung (rumah penyimpanan mayat sementara). Kerbau Belang juga biasanya digembalakan di sekitar kandang yang biasanya disebut bala. Sebuah bala umumnya dipagari dengan tanaman pagar atau tanaman bambu guna mengamankan Kerbau Belang apabila keluar dari bala. Selain itu, peternak juga biasa bercocok tanam di dekat bala tersebut dan menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk. Kandang yang umumnya digunakan oleh peternak ialah kandang sederhana atau disebut kandang tradisional (Gambar 8). Beberapa pertimbangan sehingga peternak membuat kandang tradisional ialah sumber daya alam melimpah yakni bambu, daun lontar, dan kayu atau pohon hutan, harga bahan baku pembuatan kandang yang murah, serta faktor kenyamanan ternak. Gambar 8. Kandang Kerbau Belang Kandang tradisional memiliki ciri-ciri yakni lantainya berupa tanah susunan kayu papan yang kokoh, atap terbuat dari rumbia (lontar) atau seng, dan dinding terbuat dari papan dan atau bambu yang dianyam dengan menggunakan tali (tampar) sebagai pengikat anyaman. Keadaan dinding kandang ini masih terbuka sehingga hembusan angin/cahaya masuk ke kandang. Tempat pakan yang terbuat dari papan terdapat pada kandang dan diletakkan atau dipasang di dinding kandang. 27

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water bufallo berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Sanggalangi Kecamatan Sanggalangi merupakan satu kecamatan dari dua puluh satu kecamatan dalam wilayah administrasi Kabupaten Toraja Utara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT ABSTRAK

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT ABSTRAK BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 1, Januari 2005, Halaman 43-48 http://bioscientiae.tripod.com KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT UU. Lendhanie Program Studi Ternak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden

Lebih terperinci

SEBARAN POPULASI DAN POTENSI KERBAU MOA DI PULAU MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

SEBARAN POPULASI DAN POTENSI KERBAU MOA DI PULAU MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA SEBARAN POPULASI DAN POTENSI KERBAU MOA DI PULAU MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DISTRIBUTION OF POPULATION AND POTENTIAL IN BUFFALO MOA MOA ISLAND SOUTH-WEST DISTRICT MALUKU Dolhalewan Rudy*, Edy Kunianto**,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

Gambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011)

Gambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kebudayaan Toraja Kerbau (Bos bubalus) adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 109 DINAMIKA POPULASI TERNAK KERBAU DI LEMBAH NAPU POSO BERDASARKAN PENAMPILAN REPRODUKSI, OUTPUT DANNATURAL INCREASE Marsudi 1), Sulmiyati 1), Taufik Dunialam Khaliq 1), Deka Uli Fahrodi 1), Nur Saidah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang

II. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang ± 927,17 km, batas-batas Kecamatan XIII Koto Kampar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi:

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi: MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada tiga kecamatan di Kabupaten Belitung, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu Kecamatran Tanjungpandan, Badau, dan Membalong pada bulan Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS KERBAU RAWA DI KECAMATAN MUARA MUNTAI, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI MARIA LITA

PRODUKTIVITAS KERBAU RAWA DI KECAMATAN MUARA MUNTAI, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI MARIA LITA PRODUKTIVITAS KERBAU RAWA DI KECAMATAN MUARA MUNTAI, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI MARIA LITA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK PENDEKATAN ANALISIS SWOT DALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI PROGRAM BANTUAN SAPI BIBIT PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NTT Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan,

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN SAPI BALI (Bos javanicus) DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN

PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN SAPI BALI (Bos javanicus) DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN SAPI BALI (Bos javanicus) DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN SKRIPSI AYU LESTARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN 37 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN Suhartina dan I. Susanti S Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Sulawesi Barat,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

ANALISIS REPRODUKSI DAN POTENSI KERBAU DI KECAMATAN CIKALONGKULON KABUPATEN CIANJUR DINIS SYIFAUL HAQ

ANALISIS REPRODUKSI DAN POTENSI KERBAU DI KECAMATAN CIKALONGKULON KABUPATEN CIANJUR DINIS SYIFAUL HAQ ANALISIS REPRODUKSI DAN POTENSI KERBAU DI KECAMATAN CIKALONGKULON KABUPATEN CIANJUR DINIS SYIFAUL HAQ DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT SKRIPSI SANDY KARTIWA SUTISNA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SANDY

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI SELATAN

PEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI SELATAN PEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI SELATAN Muhammad Anshar Tenaga Pengajar pada Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Kota Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Abstract, This study

Lebih terperinci

UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA SKRIPSI SATRIYO ARDI

UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA SKRIPSI SATRIYO ARDI UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA SKRIPSI SATRIYO ARDI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UPBS Pangalengan 4.1.1. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerbau. Terdapat dua jenis kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus)

BAB I PENDAHULUAN. kerbau. Terdapat dua jenis kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati sangat melimpah. Salah satu dari keanekaragaman hayati di Indonesia adalah kerbau. Terdapat

Lebih terperinci

SKRIPSI. STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) SEBAGAI SUMBER DAYA LOKAL DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR

SKRIPSI. STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) SEBAGAI SUMBER DAYA LOKAL DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR SKRIPSI STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) SEBAGAI SUMBER DAYA LOKAL DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR Oleh : YARNIS 10981008372 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS Ajat 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi iis.iisrina@gmail.com Dedi Sufyadi

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI YENI MARLIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Potency Analysis of Feeders Beef Cattle at Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) SUMADI, WARTOMO HARDJOSUBROTO dan NONO NGADIYONO Fakultas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,

Lebih terperinci

Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Abstrak

Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Abstrak Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat Akhmad Sukri 1, Herdiyana Fitriyani 1, Supardi 2 1 Jurusan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram; Jl. Pemuda No 59 A Mataram

Lebih terperinci