BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA"

Transkripsi

1 108 BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA 8.1 Analisis Keterkaitan Karakteristik PKL, Kebijakan Penataan Ruang tentang Penataan PKL, dan Aspirasi Masyarakat tentang Model Penataan PKL PKL Kota Tasikmalaya, sama halnya dengan PKL di kota-kota lain menggunakan trotoar sebagai tempat yang digunakan untuk melakukan perdagangan. Trotoar yang merupakan ruang publik (public space), kini bukan hanya berperan sebagai ruang pergerakan masyarakat, namun juga ruang pertukaran (Adianto dan Dewi, 2004). Trotoar merupakan ruang publik yang bersifat common property, dimana ruang ini merupakan sumber daya dimana individu atau kelompok memiliki klaim atas sumber daya yang dikelola bersama (Fauzi, 2006). Sehingga semua masyarakat merasa memiliki hak untuk menggunakan trotoar, begitu pula dengan PKL di Kota Tasikmalaya. Penggunaan trotoar ini diatur dalam Perda No. 7 Tahun 2005 tentang ketentraman dan ketertiban umum, dimana di atas trotoar tidak boleh dibangun kegiatan perdagangan, dan sebagainya. Di sisi lain, dalam RDTR BWK I terdapat arahan ruas-ruas jalan yang diperbolehkan bagi PKL untuk melakukan kegiatan perdagangan. Kelemahan dari kebijakan-kebijakan ini adalah tidak adanya peraturan zonasi (zoning regulation) sebagai pengendalian pemanfaatan ruang dari arahan tersebut. Di sisi lain, PKL Kota Tasikmalaya memiliki kelembagaan yang kuat diantara mereka yang dituangkan dalam lembaga berupa himpunan-himpunan PKL yang memiliki aturan-aturan didalamnya. Timbulnya lembaga-lembaga itu karena adanya kapital sosial yang tinggi diantara mereka, yaitu hubunganhubungan sosial (relasional) dan rasa saling percaya (trust) diantara PKL. Bahkan hubungan itu juga terjalin dengan walaupun prosentasenya kecil. Timbulnya kapital sosial itu akibat adanya rasa takut diantara mereka, sehingga memerlukan adanya suatu kepercayaan dan perlunya kerjasama diantara

2 109 mereka akibat penggunaan ruang publik ini. Sehingga keberadaaan PKL itu semakin kuat karena adanya rasa kebersamaan. Penataan PKL tentu saja terkait dengan penggunaan ruang publik yang digunakan oleh PKL untuk berdagang. Ruang publik yang digunakan tergolong common pool resources yang merupakan sumber daya bersama dimana pengelolaannya harus diatur oleh lembaga tertentu. Penggunaan trotoar sebagai common pool resources memerlukan kelembagaan agar tidak menimbulkan konflik. Trotoar yang digunakan untuk kegiatan berdagang PKL harus dikelola secara bersama agar kebersihan, kenyamanan, dan keberlanjutan dari ruang publik tetap terjaga. Dengan kelembagaan yang dimiliki oleh PKL berupa himpunan-himpunan pedagang kaki lima di tiap ruas jalan, mereka seharusnya dapat diberi izin untuk melakukan penataan dengan aturan-aturan pemanfaatan dan pengendalian penggunaan trotoar. Agar trotoar itu bisa menjadi common property, maka tentunya harus ada kerjasama antara PKL,, dan masyarakat dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang dimana Pemerintah Kota Tasikmalaya berperan sebagai fasilitator. Hal ini sesuai dengan aspirasi berbagai pihak (stakeholder) dimana dalam setiap tahapan proses penataan ruang, PKL harus ikut berperanserta aktif. Walau demikian, perubahan fungsi trotoar menjadi tempat berdagang bagi PKL tentunya berdampak negatif bagi pihak lain diantaranya terganggunya fungsi pejalan kaki, terganggunya arus lalu lintas, kesemrawutan, dan sebagainya. Untuk itu, perlu suatu pengendalian agar perubahan fungsi yang terjadi tidak terlalu besar. Dengan demikian, walaupun penataan trotoar untuk PKL dikelola oleh himpunan-himpunan PKL tentu saja harus melibatkan yang lokasi halaman tokonya digunakan oleh PKL, dan peran pemerintah sebagai fasilitator. Kelembagaan yang ada harus mengatur mengenai keanggotaan dari pengelola kegiatan ini. Anggota pengelola trotoar yang digunakan oleh PKL Tasikmalaya diantaranya ketua himpunan PKL dan perwakilan tiap ruas jalan. Kelembagaan itu akan mengatur jumlah PKL yang berhak

3 110 melakukan perdagangan yaitu PKL yang saat ini merupakan anggota himpunan agar jumlah PKL tidak semakin bertambah, aturan-aturan mengenai kegiatan berdagang, dan sebagainya. Agar keberlanjutan fungsi trotoar ini tidak terganggu, maka selain perlu rencana tata ruang untuk kegiatan PKL juga perlu pengaturan zonasi (zoning regulation) dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang digunakan. 8.2 Pengaturan Zonasi (Zoning Regulation) dalam Penataan PKL Pengaturan zonasi (zoning regulation) merupakan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang. Timbulnya kesemrawutan akibat penggunaan trotoar oleh PKL akibat tidak adanya arahan untuk sektor informal ini dalam rencana tata ruang kota dan tidak adanya pengaturan zonasi sebagai pengendali kegiatan yang ada di kota. Penataan PKL di Kota Tasikmalaya bisa dilakukan dengan menentukan arahan lokasi untuk PKL disertai pengaturan zonasi (zoning regulation) tiap ruas jalan yang digunakan oleh PKL. Dalam menentukan arahan lokasi yang diperbolehkan untuk PKL harus mempertimbangkan berbagai aspek. Pengaturan zonasi PKL sama halnya dengan pengaturan zonasi dalam menyusun rencana tata ruang kota, yaitu harus memuat : 1. Ketentuan tentang prosedur pengembangan lahan Ketentuan-ketentuan yang termuat dalam prosedur pengembangan lahan antara lain tentang kelembagaan yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang, jenis-jenis perizinan dan proses pengambilan keputusannya, prosedur penyesuaian rencana dan banyak prosedur lainnya. Terkait dengan penataan PKL Kota Tasikmalaya, kelembagaan yang mengatur ialah ketua-ketua himpunan PKL dan perwakilan. Kelembagaan itu harus membuat aturan mengenai siapa saja yang berhak memanfaatkan trotoar, pembatasan jumlah PKL, pengalihan kepemilikan lapak, jenis dagangan yang diperbolehkan pada tiap ruas jalan, dan sebagainya. Selain itu, juga harus dirumuskan prosedur perizinan agar mereka mendapatkan izin melakukan kegiatan berdagang yang tentunya difasilitasi oleh pemerintah.

4 Ketentuan tentang zoning Pada dasarnya materi yang terkandung dalam ketentuan zoning dalam pengendalian rencana tata ruang kota mencakup : 1). Penetapan zonasi; 2). Aplikasi ruang; 3). Ketentuan teknis perpetakan; dan 4). Peraturan umum. Begitu pula dengan penataan PKL Kota Tasikmalaya diperlukan ketentuan zoning diantaranya: 1) Penentuan zonasi yang boleh dilakukan untuk kegiatan berdagang disertai tujuannya 2) Aplikasi ruang tiap ruas jalan, mengatur jumlah lapak yang diperbolehkan di tiap ruas jalan, jenis dagangan tiap ruas jalan, dan waktu melakukan perdagangan. 3) Ketentuan teknis perpetakan yaitu mengatur lebar, tinggi, dan panjang lapak yang diperbolehkan sebagai sarana berdagang PKL, jarak antar lapak, jenis sarananya (bangku, gerobak/roda, tenda). Pengaturan zonasi PKL Kota Tasikmalaya disesuaikan dengan jenis dagangan yang ada di tiap ruas jalan. Berdasarkan hal itu, penataan PKL di Kota Tasikmalaya bia dilakukan dengan penataan setempat (in-situ) atau relokasi (ekssitu). 8.3 Alternatif Model Penataan PKL di Kota Tasikmalaya Berdasarkan uraian sebelumnya, alternatif model penataan PKL di Kota Tasikmalaya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : Relokasi In-Situ dan Relokasi Eks-Situ. 1. Relokasi In-Situ, yaitu penataan yang bersifat pengaturan lapak, penyeragaman sarana berjualan (gerobak, bangku/jongko), pengaturan jenis dagangan, dan pengaturan waktiu berjualan. Dalam model penataan ini ada beberapa variabel yang dipertimbangkan yaitu: a. sarana dan prasarana yang digunakan. b. kenyamanan masyarakat. c. adanya kompetisi dengan. d. interaksi dengan. e. akses/ yang ditimbulkan

5 112 Berdasarkan karakteristik PKL, kebijakan yang ada, dan aspirasi masyarakat tentang penataan PKL Kota Tasikmalaya dihasilkan ruas jalan yang diperbolehkan untuk PKL beserta jenis penataannya yang disajikan pada Tabel 35. Tabel 35 Jenis Penataan PKL Berdasarkan Modifikasi Kondisi Saat Ini, Kebijakan yang ada, dan Aspirasi Masyarakat No. Nama Jalan Variabel Jenis Penataan 1. - Jl. KHZ. Mustofa - Jl. Veteran 8. Menggunakan trotoar dan bahu jalan 9. Masyarakat tidak keberatan 10. Tidak ada kompetisi dengan 11. Tidak ada interaksi dengan 12. Rute angkutan umum dapat 13. Tidak menimbulkan 2. Jl. Cihideung 17. Menggunakan trotoar dan bahu jalan 18. Terdapat dua jalur dalam satu bagian trotoar 19. Pejalan kaki terganggu karena trotoar dan bahu jalan digunakan PKL 20. Masyarakat tidak keberatan 21. Tidak ada kompetisi dengan 22. Ada interaksi dengan 23. Tidak menimbulkan 3. Jl. Cihideung Balong 27. Menggunakan trotoar jalan 28. Masyarakat tidak keberatan 29. Tidak ada kompetisi dengan 30. Tidak ada interaksi dengan 31. Rute angkutan umum melewati daerah ini 32. Tidak menimbulkan 4. Jl. Tentara Pelajar 35. Tidak ada PKL yang berjualan 36. Rute angkutan umum banyak yang lewat daerah ini 37. Cenderung menimbulkan 38. Tidak ada aspirasi masyarakat yang menginginkan PKL disini 5. Jl. Pataruman 39. Menggunakan trotoar 40. Masyarakat tidak keberatan 41. Tidak ada kompetisi dengan 42. Tidak ada interaksi dengan 14. Jenis dagangan sesuai eksisting 15. Tidak 16. Tidak menggunakan jalan ba-hu 24. Jenis dagangan sandang 25. Tidak 26. PKL yang memakai bahu jalan direlokasi ke Selakaso 33. Jenis dagangan elektro-nik 34. Tidak Tidak memungkinkan PKL untuk berjualan karena akan menimbulkan akibat banyaknya rute angkutan umum yang lewat 43. Pengaturan waktu jualan (time sharing) 44. Pagi hari untuk penjual buah-buahan

6 113 No. Nama Jalan Variabel Jenis Penataan (pisang) dan malam hari untuk makanan dan minuman 6. - Jl. Sukawarni 45. Tidak ada PKL Tidak memungkinkan - Jl. Empang Sari 46. Lebar jalan sempit PKL untuk berjualan karena 47. Akses angkutan umum tidak lebar jalan sempit ada yang langsung melewati daerah sehingga mengganggu ini kenyamanan pejalan kaki 7. - Jl. Yudanegara - Jl. Empang 48. Menggunakan trotoar dan halaman bangunan 49. Masyarakat tidak keberatan 50. Tidak ada kompetisi dengan 51. Tidak ada interaksi dengan 52. Rute angkutan umum dapat 53. Tidak menimbulkan 8. Jl. Pasar Kidul 57. Menggunakan trotoar dan bahu jalan 58. Sarana yang ada sudah permanen 59. Dikelola oleh swasta 60. Masyarakat tidak keberatan 61. Ada kompetisi dengan 62. Tidak ada interaksi dengan 63. Rute angkutan umum dapat 64. Menimbulkan 9. Jl. Pasar Wetan 67. Menggunakan trotoar 68. Masyarakat tidak keberatan 69. Tidak ada kompetisi dengan 70. Tidak ada interaksi dengan 71. Rute angkutan umum dapat 72. Tidak menimbulkan 10. Jl. Bekas Rel 76. Menggunakan trotoar dan bahu jalan 77. Sarana yang digunakan sudah permanen 78. Dikelola oleh swasta 79. Masyarakat tidak keberatan 80. Ada kompetisi dengan 81. Ada interaksi dengan 82. Rute angkutan umum dapat 83. Menimbulkan 11. Jl. Pasar Baru 86. Menggunakan trotoar dan bahu jalan 54. Jenis dagangan makanan dan minuman 55. Tidak 56. Tidak menggunakan jalan ba-hu 65. Jenis dagangan buah-buah dan sepeda 66. Perlu melibatkan peda-gang formal dalam penataan PKL 73. Jenis dagangan buah-buahan 74. Tidak 75. Tidak menggunakan jalan ba-hu 84. Jenis dagangan sembako 85. Perlu pelibatan dalam penataan 94. Jenis dagangan Ikan hias

7 114 No. Nama Jalan Variabel Jenis Penataan 87. Sarana yang digunakan sudah permanen 88. Dikelola oleh swasta 89. Masyarakat tidak keberatan 90. Tidak ada kompetisi dengan 91. Tidak ada interaksi dengan 92. Rute angkutan umum dapat 93. Tidak menimbulkan 12. Jl. Pasar Lama 96. Menggunakan trotoar dan bahu jalan 97. Sarana yang digunakan sudah permanen 98. Dikelola oleh swasta 99. Masyarakat tidak keberatan 100. Tidak ada kompetisi dengan 101. Tidak ada interaksi dengan 102. Rute angkutan umum dapat 103. Tidak menimbulkan 13. Jl. Empang Sari 106. Tidak ada PKL yang berjualan 107. Akses ke tempat ini susah 108. Lebar trotoar sempit 14. Jl. Pemuda dan Jl. Otto Iskandar Dinata 109. Tidak ada PKL yang berjualan 110. Terdapat kantor Bupati Kabupaten Tasikmalaya, Bapeda Kabupaten Tasikmalaya, Kodim, dsb Merupakan jalan protokol/ propinsi 112. Menimbulkan 15. Jl. RSU 113. Menggunakan trotoar 114. Konsumen tidak keberatan 115. Ada kompetisi dengan 116. Tidak ada interaksi dengan 117. Rute angkutan umum dapat 118. Dapat menimbulkan 16. Jl. Dadaha 122. Menggunakan trotoar dan parkir 123. Masyarakat tidak keberatan, kecuali yang berupa kafe 124. Tidak ada kompetisi dengan 95. Perlu pelibatan dalam penataan 104. Jenis dagangan makanan dan minuman 105. Berdagang sesuai lapak yang sudah ditentukan Tidak memungkinkan PKL untuk berjualan karena lebar jalan sempit sehingga dapat mengganggu kenyamanan pejalan kaki PKL tidak dapat berjualan karena dapat menimbulkan 119. Jenis dagangan makanan, minuman, dan buah-buahan 120. Tidak 121. Tidak menggunakan jalan ba-hu 128. Jenis dagangan yang mendukung kegiatan oleharaga, yaitu makanan dan minuman serta akse-soris untuk olahraga

8 115 No. Nama Jalan Variabel Jenis Penataan 125. Tidak ada interaksi dengan 129. Tidak 126. Rute angkutan umum dapat 130. Tidak mengganggu fung-si 127. Daerah ini sebagai sarana parkir olahraga Untuk menerapkan alternatif model ini ada beberapa hal sebagai prasayarat agar alternatif ini bisa dilaksanakan diantaranya : a. PKL yang memperoleh sumber modal dari rentenir harus mendapat bantuan dan pembinaan dari pemerintah. b. Bagi PKL yang direlokasi ke lokasi lain harus mendapat pengawasan baik dari PKL, pemerintah maupun masyarakat. c. Kebijakan pemerintah harus diubah dari top-down menjadi partisipatif, dimana pemerintah sebagai fasilitator. d. Dalam melaksanakan perencanaan dan pengendalian ruang PKL, sesuai aspirasi masyarakat maka PKL harus diikutsertakan karena mempunyai peran yang besar disamping pemerintah. e. Sesuai aspirasi masyarakat, dalam pemanfaatan ruang PKL dan masyarakat mempunyai peran yang besar untuk ikutserta. f. Tetap mempertahankan rute angkutan umum yang ada. g. Perlu perubahan peraturan yang melarang PKL menggunakan trotoar menjadi boleh menggunakan trotoar asal tidak mengganggu fungsi lokasi untuk pejalan kaki. Disamping prasyarat di atas, seperti telah disebutkan sebelumnya perlu pengaturan zonasi sebagai instrumen dalam pengendalian pemanfaatan ruang, diantaranya: a. Yang mengelola penggunaan trotoar adalah ketua PKL, perwakilan pedagang formal yang memiliki interaksi dengan PKL yang tergabung dalam suatu wadah lembaga, yang berhak memanfaatkan trotoar untuk berdagang adalah PKL yang merupakan anggota himpunan, pembatasan jumlah PKL berdasarkan ruang tiap jalan, larangan pengalihan kepemilikan lapak, jenis dagangan yang diperbolehkan pada tiap ruas jalan berdasarkan dominasi yang ada saat ini.

9 116 b. Penentuan zonasi yang boleh dilakukan untuk kegiatan berdagang, yaitu: ruas Jalan KHZ Mustofa (mulai dari Jl. Sukawarni hingga Jl. Nagarawangi dengan jenis dagangan non maknaan dan minuman), Jl. Cihideung, Jl. Cihideung Balong, Jl. Tentara Pelajar, Jl. Pataruman, Jl. Yudanegara, Jl. Bekas Rel, Jl. Pasar Kidul, Jl. Pasar Wetan, Jl. Pasar Lama, Jl. Pasar Baru, Jl. Empang, dan Jl. RSU. c. Jumlah lapak yang diperbolehkan di tiap ruas jalan dihitung berdasarkan panjang jalan dikurangi area yang digunakan toko dibagi panjang lapak (1,5 meter). d. Pengaturan waktu melakukan perdagangan, yaitu di luar jam sibuk (pick hour) dari jam hingga bagi pedagang yang berjualan pagi hingga sore, sedangkan pedagang yang berjualan malam dari jam hingga jam dan harus sudah rapi. e. Untuk pedagang makanan harus memenuhi syarat kesehatan/higienis dan ditempatkan di Jl. Empang untuk memudahkan pengelolaan. f. PKL yang berada di Jl. Bekas Rel, Jl. Pasar Baru, Jl. Pasar Lama, Jl. Pasar Kidul dikelola oleh swasta seperti saat ini. g. Ketentuan teknis mengenai lebar, tinggi, dan panjang lapak yang diperbolehkan sebagai sarana berdagang PKL jika mengadop dari aturan yang diterapkan di Fukuoka Jepang tidaklah sesuai sehingga untuk aturan di Kota Tasikmalaya, lebarnya 1 meter dan panjangnya 1,5 meter dengan jarak antar lapak minimal 75 meter, jenis sarana untuk tiap PKL tergantung jenis dagangannya, yaitu: 131. PKL asesoris, sandang, elektronik menggunakan bangku PKL makanan dan minuman menggunakan roda/tenda 133. PKL buah-buahan menggunakan roda. 2. Relokasi Eks-Situ ialah relokasi PKL ke lokasi lain yaitu memindahkan kegiatan PKL dari jalan jalan di wilayah kota ke suatu tempat yang dikhususkan untuk menampung para PKL. Berdasarkan aspirasi masyarakat yang didapat melalui kuesioner dan wawancara didapatkan tiga lokasi yang dapat dijadikan tempat untuk relokasi PKL, diantaranya :

10 117 a. Pasar Cikurubuk b. Bekas Terminal Cilembang c. Kawasan Dadaha Berdasarkan tiga lokasi ini dapat dinilai lokasi mana yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai tempat untuk relokasi PKL. Berdasarkan matriks di bawah ini, lokasi yang memungkinkan untuk relokasi PKL pusat kota adalah bekas Terminal Cilembang. Namun, tidak menutup kemungkinan lokasi-lokasi lain dijadikan lokasi untuk relokasi sehingga memudahkan pengawasan dan pengendalian kegiatan PKL. Tabel 36 Matriks Alternatif Lokasi untuk Relokasi PKL No. Lokasi Fakta Kemungkinan Relokasi 1. Pasar Cikurubuk 134. PKL yang ada Tidak mungkin dijadikan menempati troroar dan lokasi untuk relokasi PKL bahu jalan karena akan menimbulkan 135. Menimbulkan dan konflik karena badan ruang dengan PKL lama jalan terpakai 136. Pedagang formal keberatan jika dilakukan penambahan PKL 137. Akan terjadi konflik antara PKL lama dan dengan PKL baru 138. Banyak trayek angkutan umum yang melalui lokasi ini 2. Bekas Terminal Cilembang 139. Saat ini tidak digunakan untuk peruntukkan apapun 140. Rute angkutan umum yang lewat hanya 2 trayek 141. Masyarakat tidak keberatan 3. Kawasan Dadaha 142. Merupakan sarana olahraga 143. PKL yang ada saat ini menggunakan trotoar dan lahan parkir Memungkinkan untuk dijadikan lokasi untuk relokasi PKL Tidak memungkinkan karena lokasi ini merupakan sarana olahraga dan PKL yang ada sekarang pun akan ditertibkan

11 118 No. Lokasi Fakta Kemungkinan Relokasi 144. Masyarakat tidak keberatan, kecuali PKL berupa kafe 145. Pemeritah Kota sedang berupayan mengembalikan fungsi utama kawasan dadaha sebagai sarana olahraga dan Ruang terbuka Hijau (RTH) 146. Sedang terjadi konflik karena akan ada penertiban Untuk menerapkan alternatif ini perlu tindak lanjut/prasyarat yang harus dipertimbangkan diantaranya: a. Dalam proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang PKL harus diikutsertakan. b. Dalam proses pemanfaatan ruang, masyarakat juga ingin dilibatkan c. Kebijakan pemerintah harus diubah menjadi kebijakan yang partisipatif d. Perlu pengendalian terhadap lokasi bekas PKL agar tidak digunakan oleh PKL baru atau PKL lama kembali ke lokasi itu e. Perlu pengaturan trayek yang ada sehingga sumber daya ekonomi tersebar ke daerah yang baru f. Harus ada akses yang mudah bagi masyarakat dalam maupun luar Kota Tasikmalaya ke lokasi baru Pengaturan zonasi untuk lokasi baru hampir sama dengan model 1 hanya harus disertai pengaturan zonasi untuk lokasi bekas PKL agar PKL benar-benar tidak kembali ke tempat asal berupa aturan-aturan disertai penguatan kelembagaan yang ada di lokasi bekas PKL untuk menolak kembalinya PKL. Kedua alternatif di atas dapat digambarkan pada Gambar 33 di bawah ini dimana pada alternatif 2 di setiap lokasi harus dibebaskan dari PKL karena pusat kota harus bersih dari PKL dan direlokasi ke tempat lain, baik di dalam Kota Tasikmalaya maupun di luar Kota Tasikmalaya. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa diantara kedua alternatif di atas alternatif 1 merupakan alternatif yang menjadi prioritas karena alternatif ini merupakan perpaduan antara aspirasi PKL dan masyarakat (bottom-

12 119 up) dan aspirasi dari pemerintah (top-down). Hal itu disebabkan perencanaan yang baik adalah perencanaan yang berdasarkan pendekatan partisipatif karena akan lebih menjamin penerimaan (acceptability) dari pihak-pihak yang berkepentingan yaitu PKL, masyarakat, dan pemerintah (Rustiadi, 2006: XIV-12). Kelebihan lain dari alternatif ini, yaitu terakomodasinya aspirasi berbagai pihak akan lebih menjamin kemudahan-kemudahan di dalam pelaksanaan dan pengendalian karena adanya rasa memiliki dan tanggungjawab bersama.

13 120 Jl. Yudanegara 1. Jenis dagangan Makanan dan Minuman (a1) 2. Terbatas pada Trotoar dan halaman (a1) 3. Bebas PKL (a2) Jl. Pasar Lama 1. Jenis dagangan Dominasi Makanan (a1) 2. Menggunakan Totoar (a1) 3. Bebas PKL (a2) Jl. Pasar Baru dan Kidul 1. Pengaturan Blok untuk Jenis dagangan tertentu (a1) 2. Menggunakan Bahu Jalan (a1) 3. Waktu jualan siang hari (a1) 4. Bebas PKL (a2) Jl. KHZ.Mustopa 1. Dominasi dagangan Aksesoris (a1) 2. Peyeragaman lapak (a1) 3. Hanya trotoar yang mungkin (a1) 4. Bebas PKL (a2) Jl. Empang sari 1. Bebas PKL (a1,a2) Jl. Cihideung 1. Jenis dagangan Dominasi Sandang (a1) 2. Menggunakan Totoar dan Bahu jalan (a1) 3. Bebas PKL (a4) Jl.Bekas rel 1. Jenis Dagangan Dominasi Sandang (a1) 2. Menggunakan Trotoar dan Bahu (a1) 3. Penyeragaman Lapak (a1) 4. Bebas PKL (a2) Jl. Tentara Pelajar 1. Bebas PKL (a1,a2) Jl. Pataruman 1. Bebas PKL (a1,a2) Jl.Selakaso 1. Menampung PKL dari Cihideung dan HZ (a1) 2. Menampung PKL dari Cihideung 3. Bebas PKL (a2) Jl.Cihideung Balong 1. Jenis Dagangan elektronik dan DVD/CD (a1) 2. Penyeragaman Lapak (a1) 3. Bebas PKL (a2) Jl. Panyerutan 1. Alternatif Relokasi PKL dari HZ (a1) 2. Penyeragaman Lapak (a1) 3. Bebas PKL (a2) Jl. RSU 1. Jenis dagangan khusus makanan dan minuman (a1) 2. Penyeragaman Lapak (a1) 3. Menenmpati trotoar (a1) 4. Relokasi ke sekitar RSU (a2) Kawasan Dadaha 1. Bebas PKL dikembalikan pada fungsinya (a1,a2) Keterangan: a1 : Alternatif 1 a2 : Alternatif 2 a3 : Alterntaif 3 a4 : Alternatif 4 Gambar 33 Alternatif Penataan PKL di Kota Tasikmalaya

BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL

BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL 5.2 Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya terhadap Penataan PKL Kajian terhadap kebijakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERSTIK PKL DAN KONSUMEN

BAB V KARAKTERSTIK PKL DAN KONSUMEN BAB V KARAKTERSTIK PKL DAN KONSUMEN 5.1 Karakteristik PKL Karakteristik pedagang kaki lima (PKL) dapat dilihat dari indikasi dalam hal fungsi kegiatannya, tingkat pendidikan, jenis dagangan, lamanya berprofesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, dengan lingkup wilayah studi area PKL di BWK I. Alasan dipilihnya BWK I karena kawasan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL

BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL 5.3 Aspirasi Parapihak dalam Penataan PKL di Kota Tasikmalaya Secara umum semua PKL yang ada di Kota Tasikmalaya menginginkan adanya penataan agar tercipta

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2016 TENTANG HARI BEBAS KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketertiban dan kenyamanan kota (tidiness and convenience) merupakan fungsi turunan terpenting dari penataan ruang kota. Tujuan utama penataan ruang kota adalah terciptanya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penyusunan konsep simbiosis mutualistik untuk penataan PKL Samanhudi erat kaitannya dengan karakter masing-masing pelaku dan konflik kepentingan serta konflik

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS KAWASAN MASJID AGUNG DAN TAMAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH

KAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH KAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN NN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 84 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) TUGAS AKHIR Oleh : RINA NAZLA ULFAH L2D 098 461 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, kota-kota besar masih merupakan tujuan bagi mereka yang ingin memperbaiki nasib dan meningkatkan tarap kehidupannya. Dengan asumsi bahwa kota

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 60 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA PADA SEBAGIAN RUAS JALAN CIHIDEUNG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH

KAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH KAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota metropolitan yang sedang berkembang menjadi kota jasa, perkembangan tempat komersil terjadi dengan begitu pesat dan hampir merata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil evaluasi lokasi alternatif dalam rangka pemindahan PKL di Koridor Fly Over Cimindi dapat ditarik kesimpulan dan diberikan rekomendasi yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah : PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 12 HLM, LD Nomor 5 SERI D ABSTRAK : - bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap 1 B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. b. bahwaa kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN Tinjauan Kawasan Kebon Kacang Raya dan Kebon Kacang 30 3.1 Gambaran Kawasan Proyek Nama : Kawasan Kebon Kacang dan sekitarnya. Lokasi : Jl. Kebon Kacang Raya dan Jl.Kebon Kacang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5. 1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada jam-jam puncak kondisi eksisting di

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Salah satu permasalahan penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Kota Bandung adalah permasalahan transportasi. Transportasi adalah penunjang fungsi sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat saat ini menuntut setiap orang untuk berupaya berdayaguna dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya kearah yang lebih baik. Baik itu melalui

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA Dicabut dengan Perwal Nomor 7 Tahun 2006 WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2005 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil analisis dan pembahasan terhadap

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil analisis dan pembahasan terhadap BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil analisis dan pembahasan terhadap karakteristik setting fisik dan non fisik (aktivitas) di kawasan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 Pengertian pasar tradisional menurut peraturan Menteri perdagangan RI, (2008): Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi kawasan pusat perbelanjaan Paris Van Java yang mencakup karakteristik pusat perbelanjaan Paris Van Java, karakteristik ruas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

Indikator Konten Kuesioner

Indikator Konten Kuesioner Indikator Konten Kuesioner No Variabel Pertanyaan 1 Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 1. Bagaimana pendapat anda mengenai lokasi (positioning) kawasan jasa dan perdagangan di Jalan Pamulang Raya, Kecamatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sektor Informal di Perkotaan Indonesia Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi di negara - negara berkembang. Di Indonesia,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 8 2007 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUKABUMI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU BAB IV PENGAMATAN PERILAKU 3.1 Studi Banding Pola Perilaku Pengguna Ruang Publik Berupa Ruang Terbuka Pengamatan terhadap pola perilaku di ruang publik berupa ruang terbuka yang dianggap berhasil dan mewakili

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak, Batas, dan Luas Tapak TPU Tanah Kusir merupakan pemakaman umum yang dikelola oleh Suku Dinas Pemakaman Jakarta Selatan di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.

Lebih terperinci

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang 1 ARTIKEL Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang Fikry, Larasati, Sulandari Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEDESTRIAN MALL DI JALAN IMAM BONJOL

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEDESTRIAN MALL DI JALAN IMAM BONJOL BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEDESTRIAN MALL DI JALAN IMAM BONJOL Pada bab ini akan dibahas mengenai masing-masing alternatif pedestrian mall yang diusulkan, analisis secara kuantitatif seperti analisis tingkat

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi...1. Daftar Gambar...4. Daftar tabel...7. Kata Pengantar...8. Bab I: Pendahuluan...9

DAFTAR ISI. Daftar Isi...1. Daftar Gambar...4. Daftar tabel...7. Kata Pengantar...8. Bab I: Pendahuluan...9 DAFTAR ISI Daftar Isi...1 Daftar Gambar...4 Daftar tabel...7 Kata Pengantar...8 Bab I: Pendahuluan...9 1.1. Latar Belakang... 9 1.2. Rumusan Masalah... 10 1.3. Tujuan Penelitian... 10 1.4. Batasan dan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat.

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan raya yang merupakan prasarana darat yang memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa untuk melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : BAB III METODOLOGI 3.1. Bagan Alir Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : START PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER Geometrik Volume Lalu Lintas Kecepatan Kendaraan Hambatan Samping Volume

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN TEMPAT-TEMPAT DAN FASILITAS UMUM TERTENTU

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami perkembangan pada sektor ekonomi yang berdampak pada peningkatan jumlah dan jenis kendaraan yang semakin

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Alur Kerja Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Kegiatan III - 1 3.2 Pelaksanaan Survey Lalu Lintas 3.2.1 Definisi Survey Lalu Lintas Survey lalu lintas merupakan kegiatan pokok

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berekreasi, membuka lapangan pekerjaan dan berbelanja. Pada mulanya

BAB I PENDAHULUAN. berekreasi, membuka lapangan pekerjaan dan berbelanja. Pada mulanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam pasar terjadi suatu aktivitas interaksi sosial dan transaksi jual beli antar penjual dan pembeli. Pasar mempunyai fungsi yang sangat penting bagi setiap orang

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan stasiun kereta api Bandung bagian Selatan yang terletak di pusat kota berfungsi sebagai pendukung dan penghubung fasilitasfasilitas di sekitarnya, seperti perkantoran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan parkir

Lebih terperinci

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas Transportasi Perkotaan Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas Kebijakan Transportasi Perkotaan mempertahankan kualitas lingkungan mengembangkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor. 1 2016 No.37,2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI

Lebih terperinci