5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) Faktor Kekuatan a. Ketersediaan bahan baku yang banyak. Kelancaran proses produksi dalam mengembangkan suatu usaha dibidang agroindustri, diperlukan ketersediaan bahan baku yang cukup. Karena bahan baku merupakan salah satu bagian dari sumber daya fisik yang penting dalam upaya untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan. Ketersediaan bahan baku tersebut selain didukung oleh sumber daya alam yang dimiliki masyarakat, juga dimiliki oleh masyarakat disekitarnya seperti kabupaten dan kota yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sambas seperti kabupaten Bengkayang dan kota Singkawang. Komoditas karet di kabupaten Sambas sendiri terdapat Ha, sedangkan komoditas kelapa (kelapa dalam dan kelapa hybrida) berjumlah ,6 Ha. Perkebunan karet maupun kelapa tersebar hampir diseluruh kecamatan yang ada di kabupaten Sambas. Berdasarkan pada Tabel 19 terlihat bahwa, dari 19 kecamatan yang ada di kabupaten Sambas, terdapat 17 kecamatan yang memiliki perkebunan karet dan hanya 2 kecamatan saja yang tidak memiliki perkebunan karet yaitu kecamatan Jawai Selatan dan kecamatan Pemangkat. Sedangkan dari 19 kecamatan yang tidak memiliki lahan perkebunan kelapa hanya 4 kecamatan saja yaitu kecamatan Galing, kecamatan Sajad, kecamatan Sambas dan kecamatan Teluk Keramat dan 15 kecamatan lainnya mempunyai perkebunan kelapa. Menurut Van-Dam (1997) dalam Pujiastuti (2007) Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang (bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut. Jika di Kabupaten Sambas menghasilkan ton/tahun ( kg/tahun), maka idealnya akan menghasilkan serat sabut pertahunnya (serat panjang dan serat pendek) sebanyak ,2 kg/tahun atau sekitar 1.509,643

2 ton/tahun, dengan asumsi bahwa semua sabut kelapa yang ada diolah menjadi serat sabut. Persebaran perkebunan kelapa dan perkiraan produksi sabut di Kabupaten Sambas seperti pada Tabel 20. Tabel 19. Persebaran komoditas karet di Kabupaten Sambas No Kecamatan Luas lahan (Ha) Produksi (ton/tahun) 1 Galing ,50 2 Jawai 83 0,00 3 Jawai Selatan 0 0,00 4 P aloh ,19 5 Pemangkat 0 0,00 6 Sajad ,50 7 Salatiga 50 0,00 8 Sambas ,00 9 Sebawi ,40 10 Subah ,00 11 Sajingan Besar ,00 12 Sejangkung ,69 13 Selakau ,30 14 Selakau Timur ,80 15 Semparuk 29 5,60 16 Tangaran ,00 17 Tebas ,50 18 Tekarang ,20 19 Teluk Keramat ,90 Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010 Tabel 20. Persebaran komoditas kelapa dan sabut kelapa di Kabupaten Sambas No Kecamatan Luas lahan Produksi kelapa Produksi Sabut (Ha) (ton/tahun) Kelapa (ton/tahun) 1 Galing 0, Jawai 5.485, ,60 385,888 3 Jawai Selatan 4.343, ,10 333,718 4 Paloh 923,0 269,13 27,290 5 Pemangkat 2.184,0 1,84 0,187 6 Sajad Salatiga 2.759,0 2,30 0,233 8 Sambas Sebawi 22,0 10,89 1, Subah 146,5 15,10 1, Sajingan Besar 33,1 3,96 0, Sejangkung 9,0 3,10 0, Selakau 2.220,0 859,00 87, Selakau Timur 310,0 98,40 9, Semparuk 817,0 57,80 5, Tangaran 2.146,0 875,00 88, Tebas 399,0 187,70 19, Tekarang 858,0 536,90 54, Teluk Keramat Jumlah , ,643 Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010

3 Selain itu, berdasarkan hasil penelitian di lapangan menyatakan bahwa, semua responden, baik itu responden petani kelapa (20 responden) maupun responden petani karet (20 responden) berkeinginan untuk menambah luas lahan perkebunannya, namun keinginan tersebut memiliki kendala, karena sebagian besar mereka sudah tidak lagi mempunyai lahan yang belum dikelola. Sekitar 65% responden menyatakan sudah tidak memiliki lahan yang belum dikelola, sedangkan 35% masih memiliki lahan yang belum dikelola. Jika keinginan tersebut dapat diakomodir oleh Pemda setempat, maka ketersediaan bahan baku karet dan kelapa akan bertambah banyak. b. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu input dalam suatu proses produksi maupun pada proses pascapanen olahan dalam bentuk yang lain. Tenaga kerja atau sumber daya manusia yang bisa diartikan sebagai karyawan ini merupakan salah satu sumber daya internal yang penting bagi perusahaan untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Pengolahan industri sebutret diperlukan tenaga kerja yang apabila ditinjau dari segi kuantitasnya cukup tersedia. Jumlah tingkat lulusan di kabupaten Sambas setiap tahunnya mengalami peningkatan, yaitu berjumlah orang pada tahun 2008 menjadi orang pada tahun Dengan tingkat pendidikan Sarjana berjumlah orang, Diploma berjumlah orang, SMA berjumlah orang, SMP berjumlah orang, SD sebanyak orang, tidak sekolah/tidak tamat sekolah sebanyak orang. Menurut Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sambas pada tahun 2011, jumlah ketenagakerjaan pada tahun 2010 seperti yang tercantum dalam Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21, penduduk di Kabupaten Sambas yang berjumlah jiwa mempunyai jiwa penduduk yang termasuk golongan angkatan kerja atau sekitar 47,4%. Tabel 21. Ketenagakerjaan No Ketenagakerjaan Penduduk 15 tahun ke atas Angkatan kerja Jumlah pengangguran Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Sambas

4 c. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yang mengusahakannya di Kabupaten Sambas. Jumlah kepala keluarga atau petani karet adalah KK yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Sambas. Kecamatankecamatan tersebut adalah kecamatan Galing, Jawai, Paloh, Sajad, Salatiga, Sambas, Sebawi, Subah, Sajingan Besar, Sejangkung, Selakau, Selakau Timur, Semparuk, Tangaran, Tebas, Tekarang dan Teluk Keramat. Jumlah petani kelapa adalah KK, yang tersebar di 15 kecamatan antara lain kecamatan Jawai, Jawai Selatan, Paloh, Pemangkat, Salatiga, Sebawi, Sajingan Besar, Sejangkung, Selakau, Selakau Timur, Semparuk, Subah, Tangaran, Tebas dan Tekarang (Tabel 22). Banyaknya jumlah kepala keluarga yang menjadikan karet dan kelapa sebagai komoditas andalan dalam menghasilkan pendapatan sehari-hari merupakan suatu keuntungan bagi suatu usaha yang akan dijalankan karena ketersediaan bahan baku akan bisa dijamin kekontinyuitasannya karena masyarakat petani pasti akan mencari pembeli dari produk yang mereka hasilkan agar petani tetap bisa mendapatkan uang untuk memberi nafkah pada keluarganya. Tabel 22. Jumlah kepala keluarga petani karet dan kelapa No Kecamatan Petani karet (KK) Petani kelapa (KK) 1 Galing Jawai Jawai Selatan Paloh Pemangkat Sajad Salatiga Sambas Sebawi Subah Sajingan Besar Sejangkung Selakau Selakau Timur Semparuk Tangaran Tebas Tekarang Teluk Keramat Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010

5 d. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. Tanah atau lahan yang ada di kabupaten Sambas (Darwis et al, 1985) termasuk pada golongan sangat sesuai dan cukup sesuai untuk tanaman kelapa, terutama di daerah pesisir pantai, yang terdiri dari tanah Podsolit Merah Kuning dengan luas Ha khususnya berada di daerah dataran rendah atau pantai. Tanah jenis Aluvial yang merupakan jenis tanah yang cocok atau sesuai untuk tanaman karet berjumlah Ha yang terletak didataran rendah dan daerah dataran tinggi atau pegunungan. Dengan kondisi lahan atau tanah yang seperti ini akan sangat memberikan manfaat pada petani yang mengusahakannya. e. Tersedianya pasar produk sebutret. Peluang pemasaran produk sebutret masih terbuka lebar. Permintaan akan produk sebutret di dunia internasional sangat tinggi terutama negara-negara di Eropa dan Amerika terutama untuk pembuatan jok mobil dan pesawat terbang. Selain itu, minat dari masyarakat di kabupaten sambas juga cukup tinggi. Berdasarkan dari data dilapangan 100% responden menyatakan berminat untuk menggunakan produk sebutret ini karena adanya keunggulan-keunggulan yang dimiliki, jika harga dari produk tersebut terjangkau harganya. Selain itu, produksi sebutret yang ada saat ini belum bisa memenuhi permintaan dari Negara Amerika, Jepang dan Australia karena produksinya masih relatif kecil. Sampai saat ini sebutret yang bisa di produksi baru baru sekitar 20 hingga 30 meter kubik per bulan. Sementara permintaan dari Amerika, Jepang dan Australia sekitar 150 meter kubik per bulan atau 50 meter kubik tiap negara. sabutret-wanareja-berpeluang-jadi.html. Oleh sebab itu, pemasaran produk yang akan dilakukan nantinya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari konsumen (dilakukan segmentasi pasar), karena setiap daerah atau wilayah pasti memiliki selera dan kebutuhan yang berbedabeda Faktor Kelemahan a. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. Sebagian besar lahan usahatani merupakan lahan yang diusahakan secara turun temurun. Berdasarkan dari hasil penelitian dilapangan, digambarkan bahwa

6 luas lahan yang diusahakan oleh para petani, baik petani karet maupun petani kelapa sebagian besar di bawah 1 Ha. Persetase luas lahan yang dimiliki oleh responden petani karet (20 orang) dan responden petani kelapa (20 orang) dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. 10% 10% 15% 0 0,5 Ha 0,6 1 Ha 1,1 1,5 Ha 65% >1,6 Ha Gambar 8. Persentase lahan petani karet 20% 5% 0 0,5 Ha 15% 0,6 1 Ha 60% 1,1 1,5 Ha >1,6 Ha Gambar 9. Persentase lahan petani kela kelapa b. Tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah. Masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat ini bisa menjadi kendala dalam proses alih teknologi. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat kabupaten Samba Sambass didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan yang setara dengan SD. Adapun rincian dari tingkat pendidikan yang ada di kabupaten Sambas adalah sebagai berikut, yaitu: Sarjana berjumlah orang, Diploma berjumlah orang, SMA

7 berjumlah orang, SMP berjumlah orang, SD sebanyak orang, tidak sekolah/tidak tamat sekolah sebanyak orang. c. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi yang kurang mendukung. Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi sangat penting dan merupakan sarana pendukung bagi perkembangan investasi. Jalan merupakan prasarana yang penting untuk menunjang mobilitas orang, barang dan jasa. Panjang jalan yang ada di kabupaten Sambas pada tahun 2009 (Sambas Dalam Angka, 2010) baru mencapai 842,15 kilometer, dari panjang jalan tersebut yang sudah beraspal baru mencapai 37,48 %; 11,58 % jalan berkerikil; dan 50,94 % jalan tanah. Dengan kondisi jalan seperti ini akan mempengaruhi proses produksi, karena mobilitas barang baik untuk pengadaan bahan baku maupun pemasaran hasil akan menjadi terganggu dan dapat memberikan dampak yang besar karena bisa menambah biaya produksi. Selain itu, tenaga listrik yang yang ada masih terjadi pemadaman bergilir disemua wilayah Kabupaten Sambas dan jaringan telekomunikasi yang masih belum terjangkau dan masih belum dapat dinikmati oleh semua masyarakat Kabupaten Sambas. d. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. Proses pengolahan yang dilakukan karet ditingkat petani masih bersifat trdisional, karena masih belum melakukan proses pengolahan lebih lanjut sehingga jenis produk yang dihasilkan hanya pada produk yang biasa dan telah lama dilakukan oleh masyarakat. Jenis olahan yang dilakukan oleh petani karet adalah hanya dalam bentuk bahan olahan karet (bokar) dan dalam bentuk sheetsheet tipis. Jenis olahan tersebut ada yang dijual dalam bentuk kering (sheet tipis) dan basah atau dijual langsung kepada pedagang pengumpul yang ada di desa masing-masing. Selain itu untuk komoditas kelapa hanya dapat dilakukan secara trdisonal yaitu berupa pembuatan kopra. Dengan demikian sangat diperlukan penguasaan teknologi pengolahan lebih lanjut agar produksi yang dihasilkan lebih beragam dan diharapkan dapat menciptakan nilai tambah pada produk yang ada. Oleh karena itu, keterampilan sumber daya manusia dalam melakukan pengolahan lebih lanjut perlu untuk ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.

8 e. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga profesional tentang proses produksi pembuatan sebutret. Dalam proses penerapan suatu teknologi diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya yang bisa memberikan pengarahan dan bimbingan agar teknologi yang telah disampaikan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Olehkarena itu sangat diperlukan tenaga ahli yang sesuai dengan produk yang akan dikembangkan. f. Produk masih belum banyak dikenal oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat di kabupaten Sambas masih belum mengenal produk olahan sebutret yang merupakan kombinasi dari serat sabut kelapa dengan karet. Masih asingnya produk sebutret di kalangan masyarakat umum sehingga perlu kerja keras dalam melakukan promosi dan proses pemasaran di kabupaten Sambas. Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di lapangan diketahui bahwa sebagian besar belum mengenal produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Data yang didapat dari total responden (70 responden) dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah masyarakat yang mengenal produk sebutret Jenis Responden Mengenal produk Tidak mengenal produk Jumlah responden (orang) Pedagang pengumpul karet Pedagang pengumpul kelapa Petani karet Petani kelapa Masyarakat umum Total Responden Persentase (%) 5,71 94, g. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. Pasar yang ada di kabupaten Sambas adalah pasar yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan sebagai penampung produk yang dihasilkan oleh para petani, sehingga harga bahan baku yang berlaku adalah harga yang telah ditetapkan oleh para pengusaha tersebut. ketetapan harga tersebut menjadi harga mati dan petani tidak mendapatkan alternatif yang lain atas barang yang dijual, karena tidak ada informasi lain yang mereka dapatkan selain harga yang berlaku di pasaran.

9 h. Keterbatasan modal. Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri adalah dalam hal permodalan. Sehingga perlu adanya investor yang mau menanamkan modalnya dalam pembangunan industri pengolahan sebutret ini, karena jika dilimpahkan langsung kepada masyarakat petani, mereka tidak mempunyai modal untuk menyediakan bahan-bahan yang akan diperlukan dalam proses pengolahan tersebut, demikian halnya dengan pemerintah daerah. Karena terbatasnya dana atau anggaran yang dimiliki oleh pemda sangat sulit untuk proses pengembangan tersebut. i. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. Artinya bahwa produk yang telah dihasilkan masih belum dapat diandalkan. Hal ini diakibatkan oleh masih minimnya kegiatan pengolahan, keterbatasan sarana distribusi dan jangkauan pemasaran, keterbatasan infrastruktur dan sarana dan prasarana, harga yang tidak stabil akibat dari tidak adanya mekanisme penentuan harga serta terbatasnya akses terhadap informasi pasar. Sehingga mau tidak mau petani menjual hasil produksinya hanya ditingkat lokal Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) Faktor Peluang a. Melalui pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani (kelapa dan karet), menambah peluang usaha dan lapangan pekerjaan. Tersedianya lapangan pekerjaan pada saat ini sangat penting bagi masyarakat. Minimnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada menjadi pemicu banyak masyarakat Kabupaten Sambas yang mencapai ribuan orang bekerja ke luar daerah terutama bekerja ke negara tetangga Malaysia Timur yaitu Sarawak dan Brunei Darusalam menjadi TKI. Berdirinya berbagai usaha terutama dibidang pengembangan agroindustri sebutret ini diharapkan akan dapat membantu masyarakat yang memerlukan pekerjaan karena akan banyak memerlukan tenaga kerja, sehingga masyarakat khususnya di Kabupaten Sambas tidak perlu lagi pergi jauh-jauh ke negara tetangga untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu, peluang

10 yang sangat besar ini harus benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Sambas sebagai pengambil kebijakan untuk menyusun langkahlangkah agar pengembangan agroindustri sebutret ini agar bisa terlaksana. b. Masih belum adanya industri pengolahan dan pemanfaatan sabut kelapa. Jenis industri yang ada sebagian besar dalam lingkup industri kecil atau industri rumah tangga. Industri pengolahan tersebut meliputi industri pengolahan bahan pangan seperti industri minyak kelapa, kecap, gula kelapa dan lain-lain. Selain itu ada juga industri non-pangan seperti industri pengolahan karet, pembuatan peti jeruk dan lain-lain. Oleh karena itu pengembangan agroindustri sebutret yang bahan bakunya sudah tersedia sangat penting sekali untuk dikembangkan, supaya sabut kelapa yang merupakan produk samping dari kelapa dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena selama ini sabut kelapa dianggap sebagai limbah dan dibuang atau dibiarkan begitu saja di samping rumah mereka. Padahal apabila ada teknologi pengolahan sabut kelapa yang penerapannya sederhana dan dapat diadopsi oleh masyarakat akan sangat membantu petani untuk menambah atau meningkatkan pendapatannya. Adapun mengenai bentuk usaha yang akan dijalankan bisa dalam bentuk usaha industri rumah tangga seperti yang telah dilakukan di India, yang mana di India itu sendiri menurut Kamath (2009) hampir 98% dari industri sabut di Kerala India terdiri unit usaha yang bergerak di sektor rumah tangga. Oleh karena itu, seandainya usaha pengembangan sebutret ini dijalankan, dan dengan didukung oleh ketersediaan bahan baku yang ada akan menghasilkan banyak industri pengolahan tersebut dan akan banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, peluang yang sangat besar ini harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. c. Adanya dukungan yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas dalam pengembangan agroindustri. Bentuk dukungan yang telah diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas saat ini adalah menempatkan komoditas kelapa dan karet sebagai komoditas unggulan. Selain itu, adanya program yang digulirkan oleh pemerintah daerah untuk menjadikan kabupaten Sambas sebagai kawasan industri seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Kabupaten Sambas nomor 6 tahun 2007 tentang Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sambas.

11 Dengan adanya dukungan dalam bentuk program pengembangan kawasan tersebut akan sangat membantu dalam proses percepatan pembangunan tersebut. d. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. Secara umum pendapatan setiap penduduk kabupaten Sambas dicerminkan dalam Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) kabupaten Sambas pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp ,-. PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009 ini mengalami peningkatan sebesar 13,13 % dari tahun 2008 yang berjumlah Rp ,-. Berdasarkan harga konstan yaitu sebesar Rp ,- yang mengalami peningkatan sebesar 5,43 % dari tahun 2008 yang sebesar Rp ,-. PDRB perkapita penduduk atas dasar harga berlaku sebesar Rp ,18. Sedangkan apabila dilihat berdasarkan harga konstan adalah berjumlah Rp ,40. PDRB perkapita berdasarkan harga konstan ini mengalami peningkatan sebesar 4,27 %. e. Jumlah penduduk yang semakin meningkat Penduduk Kabupaten Sambas berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemda Kabupaten Sambas tahun 2010 (pemutakhiran data penduduk), jumlah penduduk Kabupaten Sambas berjumlah jiwa terdiri dari penduduk laki-laki jiwa dan penduduk perempuan jiwa dengan kepadatan rata-rata 77 jiwa/km 2, dengan Kepala Keluarga sebanyak KK. Dengan pertambahan penduduk tersebut harus disertai dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Salah satu usaha yang dapat dijadikan penyerap lapangan pekerjaan adalah dengan mendirikan usaha agroindustri yang berbahan baku dari kelapa dan karet yang lebih dikenal dengan nama sebutret Faktor Ancaman a. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. Fluktuasinya harga ditingkat petani dapat merupakan ancaman dalam usaha pengembangan agroindustri sebutret. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani akan sangat berpengaruh terhadap harga dari produk akhir itu sendiri. Karena apabila harga bahan baku berupa karet menjadi mahal, maka dapat dipastikan harga produk sebutretnya juga akan mengalami kenaikan. Hal ini merupakan kosekuensi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Hal tersebut

12 akan terjadi pada musim hujan. Karena pada musim tersebut para petani tidak akan melakukan panen karet. b. Pasar masih dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa untuk saat ini, peralatan-peralatan rumah tangga seperti kasur, kursi dan lain-lain masih didominasi oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. Bahkan hasil dari produk sintetis tersebut dapat mengalahkan produk yang berasal dari kapuk, dan dapat mengubah pandangan masyarakat bahwa produk tersebut lebih baik dari yang lainnya. Selain harganya yang relatif masih dapat dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah, juga untuk saat ini produk tersebut lebih mudah didapatkan di pasaran, dibandingkan dengan produk yang lainnya. c. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. Maraknya pembukaan lahan untuk perluasan perkebunan sawit yang dilakukan oleh investor maupun masyarakat sangat berpengaruh pada ketersediaan lahan hutan yang ada. Sampai saat ini jumlah luas lahan perkebunan sawit lebih besar dibandingkan jumlah luas lahan tanaman karet. Adapun luas lahan kelapa sawit yaitu berjumlah ,30 Ha, sedangkan luas lahan perkebunan karet hanya mencapai Ha. Apabila luas perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan luas perkebunan kelapa akan terasa lebih jauh lagi. Hal ini dikarenakan luas perkebunan kelapa hanya mencapai ,6 Ha. Besarnya animo masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang ingin menanamkan modalnya dibidang perkebunan kelapa sawit, bukan suatu hal yang mustahil jika lama-kelamaan akan semakin menggeser atau mengurangi jumlah luas perkebunan karet dan kelapa yang ada di Kabupaten Sambas. d. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan tentang pengembangan komoditas unggulan. Kabupaten Sambas memiliki beberapa komoditas pertanian yang menjadi unggulan daerah seperti karet, kelapa, rambutan dan jeruk. Tapi sampai saat ini masih belum ada satupun dari komoditas tersebut yang menjadi prioritas untuk dibina dan dikembangkan, sehingga usaha peningkatan pendapatan petani masih belum terlaksana. Selain itu, Program yang digulirkan beberapa tahun yang lalu seperti program Kawasan Industri Semparuk sampai saat ini belum ada

13 perkembangan yang berarti, malah seakan-akan masih berjalan ditempat. Dengan demikian program yang ingin menjadikan kabupaten Sambas yang berwawasan industri masih sangat jauh dari harapan. e. Politik dan keamanan. Stabilitas politik dan keamanan di daerah merupakan salah satu ancaman yang dapat mengganggu dalam pengembangan suatu agroindustri. Kondisi iklim politik dan keamanan sangat berpengaruh terhadap suatu usaha investasi. Hal ini dikarenakan oleh jika kondisi politik dan keamanan disuatu daerah dalam kondisi baik, maka minat para investor akan lebih besar ketimbang jika kondisi tersebut tidak baik. f. Perubahan cuaca. Perubahan cuaca sangat bepengaruh terhadap ketersediaan bahan baku pembuatan sebutret, terutama dalam penyediaan latek karet. Hal ini dikarenakan oleh semakin tidak menentunya cuaca yang tidak lagi didasarkan pada musim kemarau maupun musim penghujan, sehingga ketersediaan lateks juga tidak menentu. Karena karet hanya akan bisa dipanen pada waktu hari tidak hujan. Kabupaten Sambas termasuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan bulanan rata-rata mm dan jumlah hari hujan rata-rata 11 hari /bulan. Curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dan curah hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. g. Hama tanaman. Hama tanaman juga sangat berpengaruh terhadap jumlah hasil produksi. Karena apabila tidak secepatnya ditanggulangi dan diantisipasi akan berdampak lebih besar lagi dan bisa berakibat pada berkurangnya luas lahan yang dimiliki oleh petani. Adapun hama tanaman yang pernah menyerang pada tanaman kelapa di kabupaten Sambas pada tahun 2010 adalah hama dari spesies Plesispa reichei Chapuis. Adapun serangan hama ini ditandai dengan adanya kerusakan pada anak daun sehingga daun menjadi keriting dan kering. h. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. Hal ini sangat berpengaruh pada kontinuitas bahan baku. Petani akan bersemangat untuk berproduksi jika harga di pasaran tinggi dan akan kembali lesu apabila harganya turun. Oleh karena itu, perlunya kemitraan antara industri hulu

14 (pertanian) dengan industri hilirnya agar konsistensi harga yang ada di pasaran tetap terjaga dan relatif lebih stabil. i. Kurangnya koordinasi dari instansi yang terkait Berbagai usaha pembinaan sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sambas terhadap produk yang telah menjadi unggulan daerah, namun usaha tersebut masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya koordinasi antar instansi-instansi yang terkait, sehingga sampai saat ini masih belum adanya produk-produk unggulan daerah yang mendapatkan prioritas untuk dibina. Selain itu, diakibatkan oleh kurangnya koordinasi di lingkungan pemda banyak lahan tumpang tindih dalam penggunaannya sehingga ada lahan yang sudah diperuntukan untuk suatu kegiatan diberikan izin lagi untuk kegiatan yang lainnya Implikasi Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret di Kabupaten Sambas. Faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi akan berimplikasi terhadap pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas. Implikasi tersebut akan ditinjau dalam dua aspek, yaitu aspek teknis dan aspek non-teknis: 1. Aspek teknis Adapun implikasinya adalah dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang salah satunya diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap manajemen organsisasi nantinya seperti dalam hal perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan, pemasaran dan pada proses produksi seperti rendahnya kreatifitas yang dimiliki dalam upaya mengembangkan produk. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan pengetahuan baik secara formal maupun non-formal (melalui pelatihan maupun pendampingan) sangat penting untuk dilakukan untuk meningkatkan mutu SDM dalam rangka merencanakan dan mengatur proses produksi dan operasi menjadi lebih baik dan teratur, serta dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi, mengurangi tingkat kerusakan pada produk dan dapat meningkatkan mutu produk sebutret melalui inovasi teknologi yang dilakukan, sehingga daya saing produk menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, keahlain SDM

15 dalam memanajemen suatu organisasi sangat penting untuk keberlanjutan usaha yang akan dijalankan. Menurut David (2009) fungsi dasar manajemen yang harus dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha adalah seperti dalam Tabel 24. Tabel 24. Fungsi dasar manajemen Fungsi Penjelasan Perencanaan Perencanaan terdiri atas semua aktifitas manajerial yang terkait dengan persiapan di masa depan. Tugas-tugas khususnya mencakup peramalan, penetapan tujuan, pengunaan strategi, pengembangan kebijakan dan penentuan sasaran. Pengorganisasian Pengrganisasian mencakup semua aktifitas manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan otoritas. Tugas-tugas khususnya mencakup rancangan organisasional, spesialisasi pekerjaan, deskripsi kerja, spesifikasi kerja, rentang kendali, kesatuan komando, koordinasi, rancangan pekerjaan dan analisis kerja. Pemotivasian Pemotivasian mencakup upaya-upaya menuju pembentukan perilaku manusia. Topik-topik spesifiknya mencakup kepemimpinan, komunikasi, kelompok kerja, modifikasi perilaku, delegasi otoritas, pengayaan pekerjaan, kepuasan kerja, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasional, semangat kerja karyawan dan semabngat kerja manajerial. Penempatan Staf Aktifitas penempatan staf berpusat pada manajemen personalia atau sumber daya manusia. Termasuk di dalamnya adalah administrasi gaji dan upah, tunjangan karyawan, wawancara, rekruitmen, pemecatan, pelatihan, pengembangan manajemen, keamanan karyawan, tindakan afirmatif, peluang kerja yang setara, hubungan dengan serikat pekerja, pengembangan karier, riset personalia, kebijakan pendisiplinan, prosedur keluhan dan kehumasan. Pengendalian Pengendalian mengacu pada semua aktifitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan bahwa hasil-hasil aktualnya sejalan dengan yang direncanakan. Area pentingnya mencakup pengendalian kualitas, pengendalian keuangan, pengendalian penjualan, pengendalian persediaan, pengendalian pengeluaran, analisis varians, imbalan dan sanksi. Sumber: David, 2009 Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) fungsi manajemen terdiri dari lima fungsi dasar, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penunjukan staf dan pengendalian. Perencanaan terdiri dari semua aktivitas manajerial yang berkaitan dengan persiapan mengenai masa depan.

16 Pengorganisasian berkaitan dengan semua mutu manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan wewenang. Fungsi pengorganisasian berkaitan dengan desain organisasi, spesialisasi pekerjaan dan analisis pekerjaan. Fungsi Pemotivasian berkaitan erat dengan kepemimpinan, komunikasi, kerjasama, delegasi wewenang, kepuasan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasi, moral karyawan dan moral manajerial. Penunjukan staf berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yaitu administrasi gaji dan upah, tunjangan karyawan, wawancara penerimaan, pelatihan dan pengembangan manajemen. pengendalian terdiri dari semua aktifitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan hasil konsisten dengan yang direncanakan. Tabel 25. Fungsi dasar manajemen produksi Fungsi Penjelasan Proses Keputusan proses berkaitan dengan rancangan sistem produksi fisik. Berbagai keputusan spesifiknya mencakup pilihan teknologi, tata letak fasilitas, analisa alur proses, lokasi fasilitas, perimbangan lini, pengendalian proses dan analisa transportasi. Kapasitas Keputusan kapasitas berkaitan dengan penentuan tingkat output optimal bagi organisasi. Keputusan-keputusan spesifiknya meliputi peramalan, pernecanaan fasilitas, perencanaan agregat, penjadwalan, pernecanaan kapasitas dan analisa antrean. Persediaan Keputusan persediaan menyangkut pengelolaan tigkat bahan mentah, proses pengerjaan dan barang jadi.keputusan-keputusan spesifiknya mencakup apa yang perlu dipesan, kapan dipesan, seberapa banyak pesanannya dan penanganan bahan-bahan. Angkatan Kerja Keputusan angkatan kerja berkaitan dengan pengelolaan tenaga kerja terampil, tidak terampil dan manajerial. Keputusan spesifiknya meliputi rancangan kerja, pengukursn kerja dan teknik-teknik motivasi. Kualitas Keputusan kualitas bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan jasa yang berkualitas tinggilah yang diproduksi. Keputusan-keputusan spesifiknya meliputi pengendalian (kontrol) kualitas, penentuan sampel, pengujian, penjaminan kualitas dan pengendalian biaya. Sumber: David, 2009 Faktor lain yang juga harus dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha maupun karyawan yaitu tentang produksi/operasi. Karena dengan rendahnya kualitas SDM akan berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, fungsi ini

17 harus ada dalam suatu organisasi usaha yang dijalankan. Menurut David (2009) fungsi dasar dalam produksi atau operasi seperti tercantum dalam Tabel 25. Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) manajemen produksi terdiri dari lima fungsi keputusan, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan mutu. Proses menyangkut desain dari sistem produksi fisik. Kapasitas menyangkut penetapan tingkat luaran maksimal untuk organisasi. Persediaan mencakup mengelola banyaknya bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. Tenaga kerja berkenaan dengan mengelola tenaga kerja terampil, tidak terampil dan manajerial. Mutu bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan jasa bermutu tinggi yang dihasilkan. Selain itu, diharapkan dengan peningkatan SDM yang dimiliki dapat mengakses informasi-informasi yang berkaitan dengan pemasaran produk sebutret. Pemasaran menurut Hubeis (2011) merupakan proses menetapkan, mengantisipasi, menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk dan jasa, dimana keputusan mendasar yang harus dibuat untuk menetukan pemasaran yang tepat adalah keputusan dalam bauran pemasaran (seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaannya). Menurut David (2009) ada tujuh fungsi pemasaran (functions of market ) pokok yaitu : a. Analisis konsumen (costumer analysis). Analisis konsumen merupakan pengamatan dan evaluasi kebutuhan, hasrat dan keinginan konsumen. Hal ini dilakukan dengan melibatkan pengadaan survei konsumen, penganalisaan informasi konsumen, pengevaluasian strategi pemosisian pasar, pengembangan profil konsumen (memaparkan karakteristik demografis dari konsumen) dan penentuan strategi segmentasi pasar. b. Penjualan produk/jasa. Penjualan (selling) meliputi banyak aktivitas pemasaran seperti iklan, promosi penjualan, publisitas, penjualan perorangan, manajemen tenaga penjualan, hubungan konsumen dan hubungan diller. c. Perencanaan produk dan jasa (produk and service planning). Perencanaan produk dan jasa meliputi berbagai aktifitas seperti uji pemasaran, pemomosian produk dan merek, pemanfataan garansi, pengemasan, penentuan

18 pilihan produk, fitur produk, gaya produk, kualitas produk, penghapusan produk lama dan penyediaan layanan konsumen. d. Penetapan harga (pricing). Tindakan dalam penetapan harga sangat penting untuk dilakukan dalam rangka mempertahankan keberadaan produk dipasaran. Karena penetapan harga yang terlalu tinggi justru akan merugikan perusahaan di waktu yang akan datang. e. Distribusi. Distribusi mencakup pergudangan, saluran-saluran distribusi, cakupan distribusi, lokasi atau wilayah penjualan, tingkat dan lokasi persediaan, kurir transportasi dan penjualan grosir f. Riset pemasaran (marketing research). Riset pemasaran adalah pengumpulan, pencatatan dan penganalisaan data yang sistematis mengenai berbagai persoalan yang terkait dengan pemasaran barang dan jasa. g. Analisis peluang (opportunity analysis). Analisis peluang melibatkan penilaian atas biaya, manfaat dan resiko yang terkait dengan keputusan pemasaran. Ada tiga langkah yang diperlukan untuk membuat analisis biaya-manfaat yaitu: 1) menghitung total biaya yang terkait dengan suatu keputusan, 2) memperkirakan total manfaat dari keputusan tersebut, dan 3) membandingkan total biaya dengan total manfaat. 2. Aspek non-teknis Bedirinya industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret diharapkan lebih dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, jika keberadaan perkebunan karet dan kelapa sebagai bahan baku tetap terjaga kelestariannya, karena petani khususnya patani kelapa selain menjual kelapa dalam kopra, juga akan mendapatkan tambahan dari penjualan sabut kelapanya. Apalagi di Kabupaten Sambas masih belum ada industri pengolahan sebutret. Oleh karena itu dengan adanya teknologi pengolahan sebutret paling tidak akan dapat membantu masyarakat petani karet dan kelapa dalam upaya untuk meningkatkan nilai tambah pada produk. Tetapi usaha pengembangan industri pengolahan sebutret tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah

19 dan perpolitikan yang berkembang kurang mendukung untuk terciptanya usaha tersebut. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk pengembangan agroinustri harus diaplikasikan dengan sebaik-baiknya, karena menurut Hubeis (2011) kebijakan pemerintah yang berupa undang-undang baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten yang akan menentukan beroperasinya suatu perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memfasilitasi dan membangun kemitraan antara UKM-UKM yang ada dengan industri-industri yang lebih besar serta antara industri hulu (pertanian) dengan industri hilir (proses pengolahan). Tanpa adanya keterpaduan tersebut perkembangan usaha agroindustri ini akan sulit untuk dicapai Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret di Kabupaten Sambas Matriks SWOT Alat yang biasa digunakan dalam merumuskan alternatif strategi untuk merumuskan suatu kebijakan atau program adalah dengan matriks SWOT. Matriks ini akan menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang ada dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks SWOT ini dapat menghasilkan empat macam kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 26. Strategi yang bisa dilakukan dalam pengembangan produk sebutret di kabupaten Sambas dalam upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan dan megatasi ancaman yang ada adalah sebagai berikut: 1. Strategi S-O Strategi ini dibuat untuk memanfaatkan semua kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya, yaitu: a. Memanfaatkan teknologi pengolahan sebutret untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas karet dan kelapa. S1,S3,O1,O2,O3,O6. Adanya teknologi pengolahan sebutret merupakan suatu jalan yang sangat baik untuk meningkatkan nilai tambah (value added) pada komoditas

20 karet dan kelapa. Karena dengan adanya teknologi tersebut sabut kelapa yang selama ini dianggap limbah akan dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai jual. b. Memanfaatkan peluang pasar dengan menciptakan produk sebutret yang bervariasi dan bermutu yang disesuaikan dengan selera konsumen. S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6. Kemampuan suatu usaha sangat penting untuk melihat tren yang sedang berkembang di masyarakat/konsumen, yaitu mengenai produk apa yang diminati konsumen dan produk apa yang mulai ditinggalkan oleh konsumen. Oleh karena itu, pengembangan variasi produk-produk baru sangat penting untuk dilakukan dalam upaya peningkatan usaha, baik dari pengusaha maupun dari tenaga kerja untuk melihat peluang dengan adanya variasi produk, sehingga ada proses timbal balik antara tenaga kerja dengan pengusaha sebutret, hubungan baik yang terbina akan memperlancar proses produksi dan pemasaran hasil produk sebutret. 2. Strategi S-T Strategi ini adalah untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada seperti: a. Meningkatkan konsistensi dalam penerapan kebijakan tentang pembangunan industri khususnya untuk pengembangan agroindustri sebutret. S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9. Kebijakan-kebijakan tentang pengembangan agroindustri yang ada saat ini dirasakan masih banyak kekurangannya. Salah satu contoh kebijakan yang ada sekarang ini adalah kebijakan tentang program Kawasan Industri Semparuk (KIS) yang berlokasi di kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas belum berjalan sebagaimana perencanaannya, dimana tujuan dari program tersebut adalah menjadikan kabupaten Sambas menjadi kawasan yang berwawasan industri. Oleh karena itu masih diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah ada. Baik kebijakan mengenai sarana dan prasarana seperti lokasi yang akan dijadikan tempat pengembangan, penyediaan bahan baku disektor hulu sampai pada kebijakankebijakan disektor hilirnya.

21 b. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta melalui pengembangan agroindustri sebutret. S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8. Kurangnya kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta merupakan suatu hal sangat sulit untuk dilaksanakannya suatu kegiatan pengembangan agroindustri sebutret tanpa bersinerginya pilar-pilar tersebut dalam pengembangan usaha industri. Pilar-pilar tersebut adalah pemerintah daerah, yang merupakan pembuat kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri, akademisi yang merupakan pencipta dari teknologi yang terbaru, masyarakat petani sebagai penyedia bahan baku dan pengusaha atau swasta sebagai pemilik modal. Oleh karena itu pemerintah, akademisi, masyarakat petani dan pengusaha/pemilik modal harus bersamasama dalam memanfaatkan potensi dan sumber daya alam seperti karet dan kelapa yang ada dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan produk sebutret yang berkualitas sehingga mampu bersaing di pasaran. Adanya kemitraan tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan produk unggulan dibidang agroindustri, meningkatkan kemampuan masyarakat petani yang berbasis teknologi tepat guna. Agar semua kekuatan dan peluang yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Sehingga tujuan utama dari pembangunan yang berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. 3. Strategi W O Strategi ini merupakan strategi yang digunakan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya untuk meminimalkan kelamahankelamahan yang ada, seperti: a. Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penyerapan teknologi dan informasi tentang pengolahan dan pasar sebutret. W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6. Masih banyaknya masyarakat yang berpendidikan lulusan Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya penyerapan teknologi dan informasi. Olehkarena itu, untuk mengantisipasi hambatan tersebut salah satu upaya yang bisa dan dapat dilakukan adalah dengan

22 mengadakan pelatihan-pelatihan tentang pengoperasian teknologi dan informasi, selain dari pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun. Adanya program-program tersebut diharapkan dapat mengatasi kelemahankelemahan yang dimiliki untuk merebut semua peluang-peluang yang ada. b. Memperkuat pendanaan untuk pengembangan agroindustri sebutret dan peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. W3,W6,W8,O1,O2,O3,O6. Permodalan atau pendanaan menjadi salah satu poin yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam upaya pengembangan agroindustri. Karena dalam pengembangan agroindustri banyak faktor-faktor yang terlibat. Faktor-faktor tersebut, selain penganggaran mengenai pembangunan agroindustri itu sendiri juga mengenai sarana dan prasarana penunjang lainnya. Adapun sarana dan prasarana penunjang tersebut seperti infrastruktur jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik dan air. Karena tanpa adanya dukungan dari elemen itu akan sangat mengganggu dalam pengadaan bahan baku dan proses pemasaran yang berakibat pada tingginya biaya yang akan dikeluarkan sehingga akan sangat berpengaruh pada harga produk. Olehkarena itu pemanfaatan terhadap alokasi anggaran yang telah ada harus dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya yang didasarkan pada skala prioritas untuk pembangunan. Walaupun dalam proses pengembangan tersebut tidak bisa dilakukan dalam satu waktu, paling tidak tahapan-tahapan untuk menuju kearah pengembangan tersebut dapat terlaksana dan terwujud dalam bentuk yang nyata. 4. Strategi W T Strategi yang digunakan untuk meminimalkan kelamahan dan menghindari ancaman yang ada, antara lain: a. Meningkatkan sosialisai dan promosi tentang teknologi pengolahan maupun hasil produk sebutret. W4,W6,W7,T2. Kegiatan sosialisasi dan promosi tentang teknologi dan produk sebutret harus semakin ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar teknologi dan produk sebutret tidak hanya diketahui oleh masyarakat yang berpendidikan tinggi dan melek informasi saja, melainkan oleh semua lapisan masyarakat dari perkotaan sampai ke desa-desa. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,

23 perlu meningkatkan sosialisasi teknologi dan produk dengan memanfaatkan media-media yang ada, misalnya melalui poster-poster, selebaran-selebaran dan gambar-gambar yang disebarkan dengan memanfaatkan institusi yang bersifat struktural pemerintah daerah maupun melalui radio-radio lokal. Hal ini dilakukan agar ancaman-ancaman dapat diminimalkan sehingga masyarakat tidak hanya terpaku pada produk-produk peralatan rumah tangga yang berbahan baku sintetis saja. b. Mengadakan kegiatan peremajaan dan perluasan lahan tanaman karet dan kelapa. W1,T3,T4,T5. Program-program yang berbasis pada perkebunan rakyat hendaknya semakin ditingkatkan, misalnya seperti program penanaman pohon karet dan kelapa yang bertujuan untuk melakukan upaya rehabilitasi kebun dan lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki sehingga peremajaan dan perluasan lahan perkebunan dapat dilakukan. Selain itu pelaksanaan program-program seperti ini diharapkan dapat meminimalkan ancaman yang ada seperti tingginya animo masyarakat dan investor untuk melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit, sehingga perkebunan dan hutan yang tersisa tidak hanya dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit melainkan untuk peremajaan dan perluasan lahan perkebunan karet dan kelapa. c. Meningkatan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam fungsi dan tata guna lahan khususnya lahan karet dan kelapa serta penanggulangan hama tanaman. W1,T3,T4,T5.T7,T9. Koordinasi mengenai fungsi dan tata guna lahan dan penanggulangan hama tanaman yang dilakukan oleh instansi yang terkait sangat perlu untuk ditingkatkan. Hal tersebut dilakukan agar kelemahan yang dimiliki dapat di atasi dan berbagai ancaman dapat diminimalkan secepat mungkin. Contoh yang ada sekarang ini adalah kurangnya kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait seperti antar bidang dalam Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sambas maupun dengan Badan Perencanaan Daerah berakibat pada tumpang-tindihnya lahan yang digunakan

24 EFE IFE Peluang (Opportunities) 1. Meningkatkan pendapatan petani dan lapangan pekerjaan. 2. Masih belum adanya industri pengolahan sabut kelapa. 3. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 4. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 5. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 6. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada. Ancaman (Threats) 1. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. 2. Pasar masih dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. 3. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan. 4. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 5. Politik dan keamanan. 6. Perubahan cuaca. 7. Hama tanaman. 8. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 9. Kurangnya koordinasi dari instansi yang terkait. Tabel 26. Matriks SWOT Kekuatan (Strenghts) 1. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 2. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 3. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 4. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 5. Tersedianya pasar produk sebutret. Strategi S O 1. Memanfaatkan teknologi pengolahan sebutret untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas karet dan kelapa. S1,S3,O1,O2,O3,O6. 2. Memanfaatkan peluang pasar dengan menciptakan produk sebutret yang bervariasi dan bermutu yang disesuaikan dengan selera konsumen. S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6. Strategi S T 1. Meningkatkan konsistensi dalam penerapan kebijakan tentang pembangunan industri khususnya untuk pengembangan agroindustri sebutret. S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9. 2. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta melalui pengembangan agroindustri sebutret. S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8. Kelemahan (Weakness) 1. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 2. Tingkat pendidikan relatif rendah. 3. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan telekomunikasi yang kurang mendukung. 4. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 5. Belum adanya tenaga ahli tentang proses produksi pembuatan sebutret. 6. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 7. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 8. Keterbatasan modal. 9. Daya saing rendah hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. Strategi W O 1. Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penyerapan teknologi dan informasi tentang pengolahan dan pasar sebutret. W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6. 2. Memperkuat pendanaan untuk pengembangan agroindustri sebutret dan peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. W3,W6,W8, O1,O2,O3,O6. Strategi W T 1. Meningkatkan sosialisai dan promosi tentang teknologi pengolahan maupun hasil produk sebutret. W4,W6,W7,T2. 2. Mengadakan kegiatan peremajaan dan perluasan lahan tanaman karet dan kelapa. W1,T3,T4,T5. 3. Meningkatan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam fungsi dan tata guna khususnya lahan karet dan kelapa serta penanggulangan hama tanaman. W1,T3,T4,T5.T7,T9. untuk perkebunan kelapa sawit, perkebunan rakyat, program transmigrasi dan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Kejadian ini terjadi terjadi di beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Sambas, diantaranya yang terjadi di kecamatan Galing, kecamatan Sajingan dan

25 kecamatan Sajad. Karena sangat disayangkan, pada lahan yang sama dikeluarkannya izin pengolahan lahan untuk Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, ada lahan yang sudah diperuntukan untuk berdirinya rumah-rumah untuk mendukung program transmigrasi jga diberikan izin untuk pengembanagn kelapa sawit sehingga terjadi penggusuran oleh perusahaan yang akan berinvestasi di kelapa sawit. Bahkan di kecamatan lain ada lahan pekebunan karet yang telah dikelola oleh masyarakat bertahun-tahun yang telah siap panen masuk ke dalam areal atau lokasi yang akan dijadikan untuk perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut tentu saja tidak akan terjadi jika adanya koordinasi antar elemen dan instansi yang terkait. Selain itu kurang akuratnya data yang dimiliki oleh Badan Pertanahan di Kabupaten Sambas, sehingga banyak tanah yang mempunyai kepemilikan yang ganda Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix) Faktor yang menjadi kekuatan utama dan yang diharapkan dapat meminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret (sebutret) adalah tersedianya pasar produk sebutret dengan hasil skor terbesar yaitu sebesar dengan bobot dan dengan rating sebesar 4,0. Selain itu, faktor lain yang dapat dimanfaatkan adalah karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mempunyai skor sebesar dengan bobot dan rating sebesar 4,0; yang diikuti oleh ketersediaan bahan baku yang banyak dengan skor sebesar 0.310; tenaga kerja lokal cukup tersedia dengan skor sebesar 0.236; kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa dengan skor Perhitungan faktor-faktor internal dapat dilihat dalam Tabel 27. Kelemahan dalam usaha pengembangan yang akan dilakukan adalah terletak pada daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan dengan bobot sebesar 0,073 dan rating sebesar 2,0 yang menghasilkan skor sebesar 0,145. Selain itu faktor yang menjadi kelemahan adalah Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil dengan skor 0,144; Tingkat pendidikan relatif rendah dan kurangnya akses terhadap informasi pasar dengan skor sebesar 0,132;

26 kemudian diikuti oleh keterbatasan modal dengan skor sebesar 0,121; penguasaan teknologi oleh petani masih rendah dengan skor sebesar 0,117; sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung dengan skor 0,111 serta yang menjad kelemahan utamanya adalah produk masih belum dikenal oleh masyarakat dengan skor sebesar 0,089. Tabel 27. Matriks IFE Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan A. Ketersediaan bahan baku yang banyak B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan D. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa E. Tersedianya pasar produk sebutret , Kelemahan F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil G. Tingkat pendidikan relatif rendah H. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan telekomunikasi yang kurang mendukung I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah J. Belum adanya tenaga ahli. tentang proses produksi pembuatan sebutret K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar M. Keterbatasan modal N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan , Total Dari hasil analisis perhitungan faktor-faktor internal didapatkan total skor sebesar 2,512. Nilai yang didapat tersebut berada di atas nilai rata-rata sebesar 2,5, yang menurut David (2003) nilai tersebut menunjukan posisi internal yang cukup kuat, dimana usaha pengembangan yang ingin dilakukan memiliki kemampuan untuk dikembangkan yang berada di atas rata-rata dalam memanfaatkan kekuatan dan mengantisipasi kelemahan internal yang dimiliki Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation Matrix) Teknologi pembuatan sebutret sudah ada merupakan peluang utama dengan bobot sebesar dan rating sebesar 4,0, sehingga menghasilkan skor sebesar Diharapkan peluang-peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menghindari bebagai ancaman yang muncul. Faktor lain yang menjadi peluang dalam upaya pengembangan usaha sebutret adalah

27 meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan dengan skor sebesar 0,275; kemudian diikuti oleh perekonomian masyarakat yang semakin meningkat dengan jumlah skor sebesar 0,240; Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa dengan skor 0,230; kemudian Jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan skor 0,206 dan Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda dengan jumlah skor sebesar Tabel 28. Matriks EFE Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, , Ancaman G. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit K. Politik dan keamanan L. Perubahan cuaca M. Hama tanaman N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat , O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait Total Faktor yang menjadi ancaman dalam upaya pengembangan sebutret adalah belum adanya kemitraan usaha yang kuat dengan skor sebesar 0,138 yang didapat dari bobot sebesar 0,069 dan rating sebesar 2,0, dan Perubahan cuaca dengan skor sebesar 0,132 yang didapat dari bobot sebesar 0,056 dan rating sebesar 2,0. Kemudian diikuti oleh Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan skor sebesar 0,129; Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani dengan skor 0,128; Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis dengan skor 0,127; Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit dan hama tanaman dengan skor sebesar 0,112; politik dan keamanan dengan skor 0,106; dan yang menjadi kelemahan utamanya adalah pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan yaitu dengan nilai 0,090. Penilaian atas faktor-faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 28.

28 Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix) Gabungan kedua matriks IFE dan EFE akan menghasilkan matriks Internal- Eksternal (IE) yang berisikan Sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Nilai IFE yang diperoleh adalah sebesar 2,512 dan nilai EFE adalah 2,509 (Gambar 10). Perpaduan dari kedua nilai tersebut menunjukan bahwa strategi pengembangan serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini terletak pada sel ke lima, yaitu sel stabilitas yang dapat dikelola dan dilakukan dalam pengembangan kedepannya dengan penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan gambaran dari matriks Internal-Eksternal (IE) di atas yang menyatakan bahwa pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas yaitu dengan cara penetrasi pasar dan pengembangan produk. Menurut David (2009) mengatakan bahwa penetrasi pasar (market penetration) adalah strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Sedangkan pengembanagn produk (product development) menurut David (2009) adalah sebuah strategi yang mengupayakan peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini. Skor Total IFE = 2,512 Kuat Rataan Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 Skor Total EFE = 2,509 Tinggi Rataan Rendah 3,0 2,0 1,0 I IV VII II V VIII III VI IX Gambar 10. Matriks IE

29 4.8. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret. Berdasarkan analisis SWOT pada Tabel 26 dan posisi pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas pada matriks IE (Gambar 10), maka dapat dirumuskan strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret, yaitu: a. Melakukan pendataan ulang yang lebih akurat tentang kepemilikan, fungsi dan tataguna lahan yang ada di kabupaten sambas dengan mengoptimalkan koordinasi antar instansi yang terkait terutama dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Kecamatan-kecamatan sampai ke desa-desa, agar data yang dimiliki menjadi seragam. Hal ini bertujuan agar lahan-lahan perkebunan karet dan kelapa yang sudah ada dan hutan-hutan yang tersisa tidak beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit yang saat ini banyak diminati oleh masyarakat agar ketersediaan bahan baku tetap terjaga. Selain itu juga untuk menghindari adanya kepemilikan ganda dan memperjelas status kepemilikan pada lokasi tanah yang ada. b. Melakukan studi kelayakan investasi usaha sebutret dengan terperinci agar kedepannya industri yang telah dijalankan tidak mengalami masalah. Oleh karena itu dalam studi tersebut harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu aspek pasar (meliputi permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan), aspek teknis dan produksi (meliputi skala produksi, proses produksi, mesin dan fasilitas, perlengkapan, penanganan limbah dan tata letak), aspek keuangan (meliputi sumber pendanaan, biaya, keuntungan dan tingkat pengembalian), aspek manajemen (meliputi struktur organisasi dan tenaga kerja), aspek hukum (meliputi badan hukum, jaminan hukum dan perizinan) dan aspek sosial ekonomi (meliputi devisa negara dan daerah, kesempatan kerja, dampak pada industri lain dan dampak pada masyarakat). c. Memproduksi sebutret yang sesuai dengan keinginan dan citarasa konsumen. Artinya bahwa sebelum barang-barang yang telah diproduksi dipasarkan, terlebih dahulu dilakukan segmentasi pasar (market segmentation), targeting dan positioning. Segmentasi pasar didefinisikan sebagai pembagian pasar menjadi bagian-bagian konsumen yang berbeda menurut kebutuhan dan

30 kebiasaan belanja mereka. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Sedangkan Positioning adalah penetapan posisi pasar, yang tujuannya adalah untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing yang ada di pasar ke dalam benak konsumen (David, 2009), sehingga produk yang telah dihasilkan tepat sasaran. Selain itu, diharapkan produk yang dihasilkan sesuai dengan perkembangan zaman yang mengedepankan kenyamanan kepada sipemakai produk. Adapun proses pengolahan serat sabut kelapa berkaret menurut Sinurat et al (2001) adalah sebagai berikut: Sabut lunak atau sabut keras yang telah direndam di dalam bak perendaman diolah dengan mesin pemisah untuk menghasilkan serat. Serat dibersihkan dan dipisahkan dari kotoran, kemudian dikeringkan dan disimpan dalam bak. Serat hasil pemisahan ini disebut serat alami, dan produk sebutret yang terbuat dari serat alami disebut sebutret alami. Serat alami dan produk dari serat yang telah mengalami pengeritingan disebut sebutret keriting. Proses pengeritingan dilakukan dengan memintal serat terlebih dahulu menggunakan mesin pemintal. Hasil pemintalan serat digulung pada beberapa rol penggulung. Selanjutnya, rol-rol penggulung tersebut dipindahkan dan ditempatkan secara bertingkat pada rak rol penggulung. Dengan menarik ujung-ujung pintalan serat dari rol-rol penggulung, kemudian menggabungkan dan memuntirnya dengan alat pembuat tali dan akan terbentuk tali atau tambang yang terdiri atas beberapa pintalan serat. Selanjutnya, tumpukan tali direndam dalam uap air mendidih selama menit, lalu dipindahkan dan diperam atau dikeringkan pada suhu ruangan paling sedikit selama 14 hari di dalam bak pemeraman. Tali hasil pemeraman dibuka dan diurai lagi dengan menggunakan tangan (secara manual) dan diperoleh serat yang telah berubah menjadi serat keriting permanen. Sebelum proses pencetakan terlebuh dahulu yang dilakukan adalah membuat kompon lateks. Pembuatan kompon lateks tersebut dapat dilakukan selama proses pemeraman tali. Lateks kebun diolah dengan menggunakan mesin sentrifusi untuk menghasilkan kompon lateks pekat pendadihan. Bahan kimia yang berfase serbuk padat ditimbang dan diolah di dalam mesin ball mill dan mengubahnya menjadi bahan dispersi. Selanjutnya lateks pekat dan bahan dispersi dicampur

31 dengan menggunakan mixer dan diperam selam 72 jam untuk menghasilkan kompon lateks. Setelah itu serat alami atau serat keriting ditaburkan dan dicetak dengan ketebalan yang seragam antara 2-4 cm untuk membentuk sheet tipis. Kompon lateks yang telah dipersiapkan disemprot dengan menggunakan alat penyemprot pada kedua permukaan sheet yaitu bagian atas dan bawah, dan diharapkan agar kabut kompon dapat menembus dan membasahi seluruh bagian dalam sheet. Sheet basah yang baru disemprot dikeringkan terlebih dahulu pada suhu ruangan atau ditiup dengan udara menggunakan kipas angin atau dapat juga di dalam pengering yang bersuhu 40 0 C, sebelum dimasukan ke dalam oven pemvulkanisasi. Sheet tebal dapat dibentuk dengan cara menumpuk beberapa sheet tipis yang telah dikeringkan, dengan terlebih dahulu dibubuhi dengan lapisan perekat dengan menyemprotkan sedikit kompon lateks pada permukaan sheet yang akan bersinggungan. Tumpukan sheet-sheet tipis ditekan di dalam cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan guna merapatkan kedua permukaan yang saling bersinggungan sehingga diperoleh kerapatan atau ketebalan sheet yang diinginkan. Selanjutnya kedua belah cetakan, atas dan bawah dikunci atau diikat dengan baut atau kawat pengikat yang terpasang pada cetakan, lalu cetakan yang berisi sheet tebal dimasukan ke dalam oven pemvulkanisasi. Proses vulkanisasi berlangsung pada suhu C selama menit, dengan kecepatan aliran udara panas di dalam oven vulkanisasi antara 0,125-0,213 m/dt. Sebagai tahap akhir pengolahan, sisi pinggir produk hasil vulkanisasi dipotong atau diratakan dengan menggunakan alat pemotong sebutret dan produk akhir dibungkus dan disimpan di dalam gudang. Hasil dari produk yang telah dibuat pastinya tidak akan luput dari permasalahan. Ada beberapa faktor menurut Sinurat et al (2001) yang berpengaruh dalam proses pembuatan sebutret tersebut, antara lain: a) Tingkat kekeringan pada sabut, karena sabut yang terlalu kering akan menyulitkan dalam proses pemisahan serat. b) Besar kecilnya diameter gulungan pintalan pada rol penggulung, karena makin besar diameter rol penggulung makin cepat penarikan tali dari corong

32 pemuntir yang mengakibatkan pintalan menjadi mudah terputus. Diameter gulungan pintalan yang disarankan tidak melebihi dari 100 mm. c) Penggunaan jenis serat, apakah serat alami atau tanpa pengeritingan ataupun serat keriting, sehingga untuk pembuatan sebutret yang relatif tebal hendaknya menggunakan serat keriting karena serat keriting mempunyai kepegasan yang lebih baik dibandingkan dengan serat alami. d) Penggunaan jenis pengolahan kompon lateks, karena lateks yang dihasilkan dengan metode pusingan memiliki tingkat pampatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lateks dadih. e) Jumlah kompon lateks yang disemprotkan. f) Proses penekanan pada tumpukan sheet, karena kurangnya penekanan pada sheet akan berpengaruh pada tingkat kerapatannya sehingga menyebabkan besarnya rongga di dalam produk. g) Tingkat kepegasan akan berkurang apabila produk terkena air dan berada dalam ruangan yang lembab. Kepegasan produk akan kembali normal apabila dipindahkan ke dalam ruangan yang kering. Hal ini terjadi karena serat-serat yang telah diselubungi oleh lapisan karet menjadi agak kaku dan cendrung kembali keposisi awal. h) Alat penyemprot yang digunakan, karena kompon lateks dadih yang bersifat cendrung menggumpal sehingga proses penyemprotan akan terhenti yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan di dalam saluran nozle injektor jika kompresor tidak mampu memompakan udara dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan kompresor yang bertenaga 3-4 Hp atau sekitar 0,75 Hp. Contoh bentuk produk sebutret dari serat alami dapat dilihat pada Gambar 11.

33 Gambar 11. Produk sebutret dari serat alami (BPTK Bogor) d. Melakukan kegiatan persiapan sumber daya manusia, sumber daya alam, infrastruktur dan sumber pendanaan. Peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan mengadakan pembinaan dan pelatihan dalam pengolahan produk sebutret dari instansi yang terkait seperti Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan perdagangan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) ataupun dengan mengadakan kerjasama dengan institusi atau lembagalembaga yang berkompeten dibidang pengolahan sebutret. Adapun tujuannya adalah dapat memberikan pengetahuan dalam proses pembuatan sebutret dan meningkatkan pengelolaan usaha yang berupa peningkatan produk yang akan dihasilkan, manajemen produksi dan tenaga kerja, administrasi dan keuangan, pemasaran produk, serta tentang pemeliharaan mesin dan peralatan produksi. Kegiatan pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan, seminar, diskusi maupun dengan melakukan studi banding ke tempat-tempat yang telah memproduksi produk yang sama agar produk yang dihasilkan memiliki daya saing tinggi. Hasil dari pelatihan dan pembinaan tersebut diharapkan akan menciptakan tenaga kerja yang terampil dan bisa diandalkan dalam manajemen organisasi dan menghasilkan produk yang bermutu dan mampu bersaing dengan produk-produk sejenis yang berbahan baku dari sintetis baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Persediaan sumber daya alam diarahkan untuk pengembangan industri hulu agar ketersediaan bahan baku tetap untuk industri pengolahan sebutret tetap terjaga keberlanjutannya dengan meningkatkan produktifitas kerja petani karet dan kelapa. Selain meningkatkan produktifitas kerja petani, hal-hal yang penting untuk dipertimbangkan adalah dalam pengumpulan bahan baku

34 tersebut. Proses pengumpulan bahan baku, khusus untuk komoditas kelapa dapat dilakukan dengan membeli langsung kepada petani melalui kelompok tani, pedagang pengumpul kelapa ataupun ke industri kopra atau pengolahan minyak kelapa yang ada di daerah yang bersangkutan. Sedangkan proses pengumpulan lateks karet melalui kelompok tani yang ada ataupun mendatangi langsung kepetani karet, jika ingin mendapatkan lateks karet dan bukan kepedagang pengumpul karet karena pedagang pengumpul hanya membeli produk dalam bentuk bokar dan sheet-sheet tipis yang telah melalui proses penggilingan manual. Selain itu, hal-hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kegiatan pembangunan infrastruktur yang berupa jalan karena dari total 842,15 km jalan yang ada sekitar 64,52 % jalan yang masih berbentuk jalan tanah dan berkerikil. Pembangunan jembatan yang menghubungkan antara kecamatan Tekarang dengan Perigi Piyai di Kecamatan Tebas dan jembatan yang merupakan akses dari ibu kota Kecamatan Teluk Keramat dengan ibu kota Kabupaten yaitu antara Teluk Keramat dengan Tanjung Harapan. Penyediaan tenaga listrik yang masih terjadi pemadaman bergilir disemua wilayah Kabupaten Sambas dan jaringan telekomunikasi yang masih belum terjangkau dan masih belum dapat dinikmati oleh semua masyarakat Kabupaten Sambas sebagai faktor penunjang untuk akses pembangunan industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret di daerah-daerah yang menjadi sentra produksi karet dan kelapa. Agar pengembangan agroindustri sebutret dapat berjalan diperlukan sumber pendanaan. Pendanaan adalah suatu indikator penting dalam mendeteksi apakah suatu usaha dapat dijalankan atau tidak. Usaha tersebut dapat didanai baik dengan modal sendiri, modal asing, ataupun gabungan keduanya, akan dapat mencapai keuntungan yang ekonomis. Bagaimana struktur modal tersebut disusun agar dapat meminimumkan biaya modal (cost of capital), sehingga akan optimal penggunaannya. Sumber dana yang didapat dari modal asing yaitu: sumber dana yang didapatkan dari luar perusahaan (kreditur) yang tidak ikut memiliki perusahaan tersebut seperti bank, perusahaan asing, dan lain sebagainya. Sumber dana dari modal asing biasanya berwujud hutang, baik hutang jangka panjang, maupun hutang jangka pendek. Sumber dana dari

35 internal perusahaan yang akan melakukan aktivitas usaha. Sumber dana ini disebut juga sebagai sumber dana modal sendiri. Sumber dana modal sendiri biasanya berwujud modal saham. Jika usaha pengembangan sebutret tersebut dijalankan dalam bentuk koperasi maka modal koperasi diperoleh dari simpanan pokok, wajib dan sukarela dari anggota. e. Membangun industri pengolahan sebutret yang berbasis kerakyatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani dan peningkatan ekonomi daerah, baik melalui pendirian Koperasi, BUMD, maupun dengan melakukan kerjasama (mitra) dengan pihak swasta. Kemitraan yang dilakukan dengan pihak swasta diharapkan akan menciptakan: a) Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. b) Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing usahanya. c) Saling menguntungkan, yaitu kelompok mitra maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Adapun bentuk kerjasama atau kemitraan dapat dilakukan dengan berbagai pola kerjasama, antara lain: a) Pola Sub-kontrak, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang dilakukan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi barang-barang yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. b) Pola Dagang umum, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang dilakukan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan mitra. c) Pola Keagenan, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan mitra.

36 d) Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA), pola ini merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan komoditas kelapa dan karet. Tabel 29. Alternatif lokasi pembangunan agroindustri sebutret berdasarkan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah Kecamatan Keunggulan Kelemahan Teluk Keramat - Memiliki luas lahan karet terbesar. - Memiliki jumlah penduduk kedua terbesar. - Berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil kelapa terbesar di kab. Sambas. - Tidak memiliki lahan perkebunan kelapa. - Akses transportasi ke jalan utama kabupaten kurang mendukung karena harus menggunakan kapal penyeberangan sungai Jawai Tebas - Memilliki luas lahan kelapa terbesar. - Berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil karet terbesar di kab. Sambas. -. Memiliki jumlah penduduk terbesar. - Memiliki akses transportasi yang strategis karena dilewati oleh jalan utama yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kab. Sambas. - Dekat dengan pelabuhan laut Sintete yang dimiliki oleh kab. Sambas. Sambas besar. - Lahan perkebunan karet yang ada masih belum berproduksi. - Akses transportasi ke jalan utama kabupaten kurang mendukung karena harus menggunakan kapal penyeberangan sungai Sambas besar. - Luas perkebunan karet hanya menempati urutan ke 13 terbesar dari 19 kec. yang ada di kab. Sambas. - Luas perkebunan kelapa hanya menempati urutan ke 10 terbesar terbesar dari 19 kec. yang ada di kab. Sambas. Susunan organisasi dalam suatu usaha disesuaikan dengan kebutuhan, karena susunan organisasi dalam setiap perusahaan akan berbeda yang didasarkan pada besar kecilnya usaha yang dijalankan. Jika usaha tersebut dalam bentuk koperasi, secara umum bentuk organisasinya meliputi Rapat Anggota Tahunan (RAT), pembina, pengurus, pengawas, unit usaha dan anggota. Sedangkan bentuk organisasi dalam badan usaha atau perusahaan secara umum meliputi direktur/ketua, sekretaris, bendahara, divisi pengolahan,

37 divisi pengendalian mutu, divisi pengadaan bahan baku dan divisi pemasaran. Dimana setiap divisi-divisi tersebut memiliki staf atau karyawan yang menjalankan tugasnya masing-masing yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing divisi. Gambar 12. Peta administrasi Kabupaten Sambas Berdasarkan pada ketersedian bahan baku, jumlah tenaga kerja dan kemudahan akses transportasi, menurut analisis dari peneliti ada beberapa alternatif lokasi yang cocok untuk dijadikan sebagai tempat pembangunan agroindustri serat sabut kelapa berkaret yang didasarkan pada keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah kecamatan tersebut. Adapun yang menjadi keunggulan dan kelemahannya adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 29. Mengenai letak kecamatan yang akan direkomendasikan sebagai

38 alternatif untuk menjadi lokasi berdirinya usaha agroindustri dapat dilihat pada Gambar 12. f. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berkompeten dalam bidang pengolahan sebutret seperti dengan Balai peneltian Teknologi Karet Bogor (BPTK Bogor) ataupun dengan pengusaha sebutret yang ada di Cilacap dan lain-lain dalam rangka proses alih teknologi. Kerjasama yang dilakukan tersebut dapat dalam bentuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut tentang proses pengolahan sebutret agar tercipta produk yang berkualitas dengan memodifikasi bentuk dan jenis produk (diversifikasi produk) sehingga tercapai tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah sehingga mampu bersaing baik dalam negeri maupun luar negeri dan dapat bersaing dengan produk rumah tangga yang berbahan baku dari sintetis. g. Menyediakan peralatan dan mesin proses produksi untuk menghasilkan produk sebutret. Adapun peralatan dan mesin yang digunakan dalam proses tersebut (Sinurat et al, 2001) antara lain seperti: a) Bak perendam yang berfungsi untuk merendam sabut kering. b) Mesin pemisah serat yang berfungsi untuk memisahkan antara serat halus dan serat kasar. Menurut Sinurat (2000) mesin pemisah serat sabut kelapa terdiri dari dua unit utama, yaitu unit penggilas dan unit pemisah (seperti pada Gambar 13). Adapun cara kerja mesin pemisah serat sabut kelapa adalah motor listrik penggerak (1) (Gambar 13a.) berfungsi untuk menggerakkan poros rotor unit pemisah (2) dengan V-belt, dan poros rotor menggerakkan poros unit penggilas (3) dengan V-belt dan gigi-gigi pengubah (reducing gear). Unit penggilas yang terdiri dari dua buah rol berfungsi untuk menekan, menggeser dan memecahkan gabus pengikat serat sabut kelapa. Unti pemisah (2) terdiri atas stator dan rotor. Sabut yang telah digilas dalam unit penggilas jatuh dan diumpankan ke dalam unit pemisah melalui saluran pengumpan (7). Selanjutnya di dalam stator (1) pada Gambar 13a. sabut akan dibanting, digeser, dicabik dan diceraiberaikan oleh sudu-sudu rotor yang terdiri atas sudu-sudu pemukul (6) dan pemindah (7). Stator (1)

39 dilengkapi dengan sudu-sudu penyangga (5) yang berfungsi sebagai penahan sabut. Serat yang terpisah dikeluarkan melalui saluran serat (6) pada Gambar 13b. sedangkan gabus dan serat-serat pendek dikeluarkan melaui saluran gabus (5). Mesin akan digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 5 Hp (horsepower) dengan putaran 1440 rpm (rotasi permenit) dapat menghasilkan serat panjang dan sedang sebanyak 35,3%, 6,9% serat pendek, 49% gabus (debu sabut kelapa) dan 16,8% bagian yang hilang. Gambar tentang alat pemisah serat dapat dilihat pada Gambar 13a dan Gambar 13b. Keterangan: 1. Motor 5.Saluran gabus 2. Unit pemisah 6. Saluran serat 3. Unit penggilas 7. Hopper 4. Kerangka Gambar 13a. Mesin pemisah serat sabut kelapa (tampak depan) (Sinurat, 2000) Gambar 13b. Mesin pemisah serat sabut kelapa (tampak samping kanan) (Sinurat, 2000)

40 c) Mesin pemintal yang berfungsi untuk pemintalan serat. Menurut Sinurat (2000) mesin pemintal serat terdiri dari empat unit utama, yaitu motor listrik (1), corong pemuntir (8), rangka pemutar (9), dan rol penggulung (13) seperti pada Gambar 15. Adapun cara kerja dari mesin pemintal serat sabut kelapa adalah mesin pemintal serat digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 Hp dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik (1) menggerakkan poros pulley (3) dan pulley (6) dengan transmisi B-velt atau pulley (2), selanjutnya dengan transmisi atau pulley (6) menggerakkan poros (7) yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua corong pemuntir (8). Demikian juga dengan pulley (3) yang menggerakkan poros (4) berfungsi sebagai poros penggerak rangka pemutar (9). Rangka pemutar (9) menggerakkan poros (10), dan selanjutnya menggerakkan rol penggulung (13) dengan transmisi rodaroda gigi (11) dan roda friksi (12). Serat yang akan dipintal akan ditumpuk di atas pengumpan (14). Serat-serat tersebut dimasukan secara manual melalui lobang pengumpan ke dalam corong pemuntir (8). Serat yang telah dipuntir oleh corong pemuntir (8) dimasukan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang poros berongga (10) dan selanjutnya dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh rol pemuntir. Pintalan serat yangkeluar dari roll pemuntir digulung oleh rol penggulung (13). Setelah rol penggulung (13) terisi penuh, pintalan serat akan dipindahkan atau digulung pada rol yang lain dan akan dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan tali dengan cara menggabungkan beberapa pintalan serat. Hasil dari pemintalan dengan tenaga 1 Hp dengan laju putaran 1470 rpm dapat menghasilkan 109,86 m/jam. Gambar tentang alat pemintal serat dapat dilihat pada Gambar 14 berikut ini: Tampak atas

41 Tampak depan Tampak kanan Keterangan: 1. Motor 2. Pulley 3. Pulley 4. Poros 5. Poros 6. Pulley 7. Poros 8. Corong pemuntir 9. Rangka pemutar 10. Poros 11. Roda gigi 12. Roda friksi 13. Roll penggulung 14. Pengumpan 15. Rangka mesin Gambar 14. Alat pemintal serat (Sinurat, 2000) d) Alat pemintal tali. Alat pemintal ini berfungsi untuk membentuk tali dengan menggabungkan 2-4 pintalan serat. Alat ini terdiri dari dua unit utama, yaitu rak dan palang pemutar. Rak berfungsi sebagai dudukan rol-rol penggulung, dan palang berputar yang dilengkapi dengan tiga buah roda dan dapat bergerak maju mundur yang berfungsi untuk menggabungkan dan memuntir pintalan serat hingga terbentuk tali dengan 2-4 lilitan pintalan serat. Gambar tentang alat pemintal tali dapat dilihat pada Gambar 15.

42 Keterangan: 1. Roll 4. Palang pemutar 2. Pintalan 5. Pegangan 3. Tali 6. roda Gambar 15. Alat pemintal tali (Sinurat, 2000) e) Pelengkapan pemeraman seperti kompor, bak pemanas dan bak pemeraman yang berfungsi untuk pemeraman tali. Perlengkapan pemeraman tali berfungsi sebagai tempat memeram tali setelah mengalami penguapan atau perebusan di dalam air mendidih selama menit. Perlengkapan pemeraman tali terdiri dari tiga unit utama, yaitu kompor minyak tanah, tangki/bak pemanas air dan tangki/bak pemeraman tali. Kompor minyak tanah berfungsi untuk memanaskan bak pemanas, tangki pemanas berfungsi sebagai tempat untuk mendidihkan air dan bak pemeraman berfungsi sebagai tempat untuk memeram dan mengeringkan pada suhu kamar tumpukan tali yang sudah diuapi dengan air mendidih. Perlengkapan pemeraman dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Perlengkapan pemeraman (Sinurat, 2000)

43 f) Alat pencetak. Alat pencetak berfungsi untuk mencetak serat keriting dengan ketebalan awal yang seragam sekitar 2-4 cm untuk membentuk sheet-sheet tipis yang akan disemprot dengan kompon lateks. Alat ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah yang terbuat dari kawat kasa atau pelat berlobang-lobang. Peralatan pencetak dapat dilihat pada Gambar 17 berikut in: Kawat kasa Pelat berlubang Gambar 17. Peralatan pencetak (Sinurat, 2000) g) Alat pembuat kompon lateks. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah seperti lateks dadih, larutan borax-kasein, disperse belerang, larutan kalium hidroksida, disperse dietil-ditiokarbamat seng, disperse oksida seng, disperse 2,6 Ditertier buti-4 methil phenol, disperse merkapto-benzotiazole seng, larutan emulfin serta air pengencer bila diperlukan, dan alat pengolah kompon lateks seperti mesin sentrifusi, perlengkapan pendadihan (drum plastik), mesin ball-mill, mixer dan bak pemeraman. Pendadihan tersbut merupakan suatu proses pemisahan antara lateks air menjadi lateks berkadar karet kering (KKK) 60%. Adapun proses pembuatan kompon lateks menurut Sinurat et al (2001) adalah dengan cara lateks diolah dengan menggunakan mesin setrifugasi untuk menghasilkan lateks pekat pusingan dan menggunakan perlengkapan pendadihan atau drum plastik

44 untuk menghasilkan lateks pekat pendadihan. Bahan kimia berfase serbuk padat ditimbang dan diolah dalam mesin ball mill dan mengubahnya menjadi bahan dispersi. Selanjutnya lateks pekat dan bahan disperse dicampur dengan menggunakan mixer dan diperam selama 72 jam untuk menghasilkan kompon lateks. Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret menurut Martini (2007), yaitu sebagai pada Tabel 30. Tabel 30. Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret Bahan Jumlah (w/w) gram Lateks dadih (A) Lateks sentrifusi (B) Lateks pekat, KKK 60% Kalium laurat, larutan 20% 4 4 Kalium hidroksida, larutan 10% 3 3 Dispersi ZDEC 50% 3 3 Dispersi ZMBT 50% 2 2 Dispersi ZnO 50% BHT, dispersi 50% 2 2 Sulfur, dispersi 50% 5 5 Sumber: Martini, 2007 Menurut Maspanger dkk (2001) proses pengolahan lateks dadih dibuat berdasarkan prosedur yang telah dilalukan oleh Simowibowo (1988b) dan Handoko (1998) yaitu dari lateks kebun dengan penambahan bahan pengawet larutan amoniak dan bahan pendadih Na-CMC (natrium karboksil metal selulosa lateks kebun di dalam sebuah drum plastik. Dengan operasi secara batch selama masa pemeraman hari. Selanjutnya dilakukan pormulasi kompon lateks dengan komposisi terdiri dari lateks dadih, bahan pemvulkanisasi (belerang) bahan pencepat (ZDC dan MBT), bahan pemutih dan bahan pendispersi. Kompon didispersikan dengan gilingan peluru, selanjutnya dikocok dengan berbagai kecepatan ( rpm). Hasil kocokan divulkanisasi dengan uap air pada rentang suhu C, dan terakhir dikeringkan pada suhu C. Sarana yang digunakan dalam proses pendadihan menurut Maspanger et al (2001), yaitu alat dibuat dari drum plastik yang dilengkapi dengan pengaduk manual, tabung gelas untuk pengontrol pemisahan fasa serum dan lateks, keran pemasukan lateks kebun, keran pengeluaran serum, keran pengeluaran lateks dadih dan tangki atau bak penampung lateks dadih. Sedangkan gilingan yang digunakan untuk mendispresi kompon adalah alat berupa gilingan peluru (ball-mill) yang

45 terbuat dari guci porcelain, berisi bola-bola porcelain yang akan menggerus bahan-bahan kimia kompon, menghasilkan campuran dispersi. Proses dispersi ini memerlukan waktu selama 3-4 jam, untuk memutar ball-mill digunakan motor listrik dengan kekuatan ½ Hp. Adapun alat yang digunakan sebagai pengocok (mixer) dalam pembuatan kompon karet adalah daun pengocok (blade) yang telah dirancang berbentuk bola dunia yang tersusun dari barisan kawat-kawat membujur untuk menghasilkan gelembung-gelembung mikro. Proses pengocokan harus dalam keadaan stabil yang digerakkan dengan electromotor 1 Hp di dalam bejana penampung lateks yang berputar sekitar rpm, sedangkan putaran spiral pengocok rpm yang berlangsung selama 1 jam. Gambar peralatan pembuatan lateks dadih dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Tangki pendadihan lateks (Maspanger et al, 2001) h) Alat penyemprot. Alat yang digunakan terdiri dari unit-unit injector (kompresor), dudukan injektor dan meja yang berfungsi untuk penyemprotan kompon lateks dan pembubuhan perekat pada sheet serat di dalam pencetak. Alat penyemprot kompon lateks dapat dilihat pada Gambar 19.

46 Keterangan: 1. Pegangan 2. Kerangka 3. Distributor kompon 4. Distributor udara 5. Injektor 6. Pengatur 7. Pembawa 8. Roda Gambar 19. Alat penyemprot kompon lateks (Sinurat et al, 2001) i) Alat kempa manual dan baut penjepit yang berfungsi untuk pengempaan pada tumpukan sheet yang telah disusun. Adapun pengempaan tersebut adalah dengan cara menumpukan sheet-sheet tipis dan ditekan di dalam cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan guna merapatkan permukaan sheet yang saling bersinggungan hingga diperoleh kerapatan atau ketebalan sheet yang diinginkan. Selanjutnya cetakancetakan tersebut dikunci atau diikat dengan baut atau kawat pengikat yang

47 terpasang pada cetakan, lalu cetakan yang berisi sheet tebal di masukan ke dalam oven pemvulkanisasi. j) Alat pemvulkanisasi seperti alat pengering (oven pengering) yang berfungsi untuk pengeringan produk. Menurut Sinurat (2000) oven pemvulkanisasi terdiri atas empat unit utama, yaitu tungku atau ruang pembakaran (9), heat exchanger (7), kamar vulkanisasi (3) dan sistem sirkulasi udara panas (12) seperti pada Gambar 20. Proses pemvulkanisasi dilakukan pada suhu C selama menit, dengan kecepatan aliran udara panas dalam oven vulkanisasi antara 0,125-0,213 m/dt. Adapun sistem kerja dari masingmasing unit tersebut adalah: (a) Sistem pembakaran. Ketika membuka pintu ruang pembakaran (5), bahan bakar (kayu bakar) dapat dimasukan secara manual ke dalam ruang pembakaran (9). Selama proses pembakaran pintu (5) dalam keadaan terbuka dan udara akan mengalir secara alami ke dalam ruang pembakaran melalui pintu (5). Gas hasil pembakaran (asap panas) yang terjadi dalam ruang pemabakaran (9) mengalir berturut-turut melalui kotak api (13) dan keluar melalui cerobong asap (6). Selama pengaliran gas hasil pemabakaran, dinding ruang pembakaran (9), dinding kotak api (13), dinding pipa-pipa heat exchanger (7), serta dinding cerobong asap mengalami pemanasan. Panas yang terkandung di dalam dinding-dinding selanjutnya dipindahkan secara konduksi, konveksi dan radiasi ke lingkungan atau udara sekitarnya. Pemberian kayu bakar ke dalam ruang pembakaran (9) selalu dilakukan secara bertahap atau sedikit demi sedikit agar kenaikan suhu udara di dalam kamar vulkanisasi (3) berlangsung secara berangsur-angsur. (b) Sistem aliran udara panas. Jika pintu (4) dibuka udara segar dapat mengalir secara alami ke dalam ruang udara (8) dan menerima panas dari dinding-dinding ruang pembakaran (9) dan kotak api (13). Selanjutnya udara tersebut akan mengalir dan akan dipanasi lagi di dalam celah-celah pipa-pipa

48 heat exchanger (7) hingga suhunya cukup tinggi pada saat masuk ke dalam kamar vulkanisasi (3). Di dalam kamar (3) udara panas akan mengeringkan dan memvulkanisasi serat sabut kelapa berkaret, sedangkan udara bekas yang masih panas akan keluar dari kamar vulkanisasi melalui cerobong udara. (c) Sistem sirkulasi udara bekas. Ketika menghidupkan motor listrik (1) untuk menggerakkan kipas angin (2), maka udara bekas yang masih bersuhu tinggi di dalam kamar vulkanisasi (3) akan dihisap dan disirkulasikan melalui pipapipa (12) dan akan mengalir menuju saluran (14) hingga ke ruang udara (8). Sirkulasi udara bekas ini akan menyerap panas dari dindingdinding kotak api (13) dan dinding ruang pemabakaran (9), sert akan memanasi udara segar di dalam ruang (8). Dengan memenafaatkan udara segar tersebut, suhu udara yang masuk ke dalam kamar vulkanisasi (3) melalui heat exchanger (7) akan meningkat dan konsumsi atau pemakaian bahan bakar akan menjadi lebih hemat, serta beban termal atau panas yang dialami oleh dinding kotak api (14) dan ruang pembakaran (9) akan menjadi berkurang. (d) Persiapan vulkanisasi. Serat sabut kelapa berkaret akan dimasukan ke dalam kamar vulkanisasi (3) melalui pintu (13) untuk divulkanisasi jika suhu yang ada pada thermometer yang telah dipasang pada dinding kamar vulkanisasi (3) telah menunjukan suhu udara panas sekitar C. sheet-sheet yang akan divulkanisasi diletakkan secara bersusun di atas empat buah rak bertingkat di dalam kamar vulkanisasi. Setelah seratsabut kelapa berkaret berada di dalam kamar vulkanisasi (3), kipas angin (2) dioperasikan untuk menarik atau menghisap udara bekas dan zat-zat menguap dari kamar vulkanisasi. Suhu udara di dalam kamar vulkanisasi dikendalikan dengan mengatur pengumpanan atau pemberian bahan bakar dan aliran udara melalui pintu (4) dan (11). Peralatan vulkanisasi dapat dilihat pada Gambar 21.

49 Gambar 20. Alat vulkanisasi (Sinurat, 2000) Keterangan: 1. Motor listrik 2. Kipas angin 3. Kamar vulkanisasi 4. Pintu udara segar 5. Pintu ruang pembakaran 6. Cerobong asap 7. Pintu kamar vulkanisasi 8. Ruang udara segar 9. Ruang pembakaran 10. Cerobong udara 11. Pintu kamar vulaknisasi 12. Pipa sirkulasi 13. Kotak api 14. Saluran udara sirkulasi : Arah aliran asap : Arah aliran udara

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km 2 atau 639.570 Ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah kabupaten

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan pembangunan antar wilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman.. i..vi.. viii.. ix I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang.. 1 1.2. Identifikasi Masalah..5 1.3. Rumusan Masalah.. 6 1.4. Tujuan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET Faktor pendukung dan penghambat merupakan elemen yang diidentifikasi untuk menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pengembangan

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA. 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik

BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA. 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik 96 BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik Analisis lingkungan membantu perusahaan dalam menentukan langkah strategi yang tepat dalam

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG

BAB V INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG BAB V INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG 5.1 Analisis SWOT Analisis strengths, weakness, oppurtunities dan threats (SWOT) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica 2.2. One Village One Product (OVOP)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica 2.2. One Village One Product (OVOP) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica Buah carica atau pepaya gunung merupakan rumpun buah pepaya yang hanya tumbuh di dataran tinggi. Di dunia, buah carica hanya tumbuh di tiga negara yaitu Amerika Latin,

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 104 Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 111 RIWAYAT HIDUP

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 104 Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 111 RIWAYAT HIDUP iii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang sangat besar, hal ini terlihat dari jumlah penduduk yang menduduki peringkat ke empat di dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

VII. FORMULASI STRATEGI

VII. FORMULASI STRATEGI VII. FORMULASI STRATEGI 7.1 Tahapan Masukan (Input Stage) Tahapan masukan (input stage) merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melalui langkah kedua dan langkah ketiga didalam tahap formulasi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1. Tinjauan Pustaka Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik

Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik dan hukum serta sosial budaya. Sedangkan lingkungan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan.

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan. Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Agroforestry Koordinator : Ir. Budiman Achmad, M.For.Sc. Judul Kegiatan : Paket Analisis Sosial, Ekonomi, Finansial, dan Kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data 13 BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dibatasi sebagai studi kasus pada komoditas pertanian sub sektor tanaman pangan di wilayah Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani LAMPIRAN 69 69 Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani Dengan hormat, Perkenalkan saya Andiyono, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah,

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi dikembangkannya sektor pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki iklim tropis yang banyak memberikan keuntungan, terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama hortikultura seperti buah-buahan,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan alam yang salah satunya berupa hasil pertanian yang melimpah. Kekayaan alam dari sektor pertanian ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 A. Metode Dasar Penelitian III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Ciri-ciri metode deskriptif analitis adalah memusatkan pada pemecahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci