PENGARUH INSEKTISIDA ORGANOKLORIN DIKOFOL TERHADAP DAYA TETAS TELUR IKAN LELE (Clarias gariepinus L.)

Transkripsi

1 PENGARUH INSEKTISIDA ORGANOKLORIN DIKOFOL TERHADAP DAYA TETAS TELUR IKAN LELE (Clarias gariepinus L.) Oleh : Mawarni 1, Ramadhan Sumarmin 2, Ria Kasmeri 1 1 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat Padang 2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang mawarni662@gmail.com ABSTRACT As the development of catfish cultivating in needs to be supported by the provision of sufficient seed in term of quality and quantity. Therefore, it is necessary to improve techniques of catfish hatchery. In the seeding technique, cultivators should consider these factors in the hatching process including water quality. This research aims to know the influence of dikofol organochlorine insecticides against the hatching rate of eggs, normal and abnormal larvae in catfish. This research was conducted in November 2013 at the Zoology Laboratory of biology Department, Faculty of Mathematics and Natural Scince Padang State University. This research is experimental research, used Completely Randomized Design (CRD), 4 treatments and 6 replications. With A treatment (control), B treatment (0.001%), C treatment (0.002%), and D treatment (0.003%). Observations were made on eggs that hatched into larvae after 2 days incubation. The data in research on hatching rate of eggs, normal and abnormal larvae in catfish were analyzed by ANOVA, and continued by LSD. The results show that hatching rate of egg in A treatment (91.67%), B (81.67%), C (77.50%) and D (74.17%). In normal larvae obtained the highest results on A treatment (99.00%), while the lowest in D treatment (96.00%), for abnormal larvae obtained the highest results in D treatment (3.66%), while the lowest in A treatment (0.93%). It can be concluded that dikofol organochlorine insecticides decreased the hatching rate of egg and normal larvae, and increased an abnormal larvae in catfish. Key Words: Organochlorine Insecticides, Dicofol, Hatching rate. PENDAHULUAN Insektisida merupakan substansi kimia yang umum digunakan sebagai pengontrol organisme yang tidak diinginkan. Mengingat kebutuhan dan kegunaan insektisida maka telah banyak produk insektisida yang beredar di masyarakat, dimana masing-masing jenis insektisida tersebut memiliki fungsi dan daya racun yang berbeda-beda. Salah satu jenis insektisida yang umum digunakan di Indonesia adalah golongan organoklorin (Rachmayanti, 2004). Dikofol merupakan salah satu jenis insektisida organoklorin yang mengendalikan tungau pada berbagai tanaman. Dikofol memiliki sifat racun kontak, merupakan insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit. Serangga hama akan mati jika bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Dikofol sangat beracun pada ikan, invertebrata air, ganggang dan tidak beracun pada manusia (Djojosumarto, 2008). Sungai di Lubuk Minturun banyak digunakan sebagai sumber irigasi yaitu untuk pertanian juga digunakan sebagai sumber air untuk budidaya ikan. Salah satu ikan yang dibudidayakan disana adalah ikan lele (Clarias gariepinus L.). Sebagian besar kolam budidaya berada di area persawahan yang dapat terkontaminasi oleh insektisida organoklorin. Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya ikan lele perlu didukung oleh penyediaan benih yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas. Oleh sebab itu perlu dilakukan peningkatan teknik pembenihan ikan lele. Proses penetasan telur ikan lele biasanya memerlukan campur tangan manusia, agar penetasan telur dapat menetas secara maksimal. Proses penetasan telur ikan dipengaruhi banyak faktor lingkungan diantaranya kualitas air. Rendahnya hasil penetasan telur ikan disebabkan banyaknya telur yang mati karena lingkungannya tercemar oleh zat toksik (Taufik, 1986). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis telah melakukan penelitian tentang pengaruh insektisida organoklorin dikofol terhadap daya tetas telur ikan lele (C. gariepinus L.) Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh insektisida organoklorin dikofol terhadap daya tetas telur, larva normal dan larva abnormal ikan lele (C. gariepinus L.). Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagaimana pengaruh insektisida organoklorin dikofol terhadap daya tetas telur, larva normal dan larva abnormal ikan lele (C. gariepinus L.) dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dibidang

2 Fisiologi Reproduksi Hewan, Ekologi Hewan, Toksikologi, Perkembangan Hewan, Pengetahuan Lingkungan serta sebagai acuan dasar penelitian lebih lanjut. BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang pada bulan November Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah aquarium, wadah plastik, airator, pengatur infus, water stone, penempel kaca (klem), selang penyambung, separator, alat tulis, jarum suntik, sendok plastik kecil, Erlenmeyer, jaring kecil, ph meter stick, Termometer, pinset, Digital OxiDirect Lovibond, cawan petri, mikroskop stereo, kamera digital, gelas ukur dan gunting. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ikan lele (C. gariepinus L.) sebanyak 480 butir, ikan lele 50 ekor, air, kertas tissue, kertas label, larutan indikator Lovibond dan organoklorin dikofol yang sudah diencerkan. Penelitian ini menggunakan metode eksprimen, dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana menggunakan 4 perlakuan dengan 6 kali ulangan. Dengan perlakuan A (kontrol), perlakuan B (0,001%), perlakuan C (0,002%), dan perlakuan D (0,003%), pengamatan dilakukan terhadap telur yang menetas menjadi larva setelah 2 hari inkubasi. Telur ikan lele yang digunakan diperoleh dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Lubuk Minturun Padang, dengan cara memijahkan secara alami antara induk jantan dan induk betina. Pada masing-masing aquarium diisi dengan 20 butir telur ikan lele. Pengamatan terhadap daya tetas dilakukan selama 48 jam inkubasi sampai telur menjadi larva, kemudian dihitung daya tetas telur, jumlah larva normal dan jumlah larva abnormal. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Of Varian (ANOVA) dari analisis ini akan diketahui ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap variabel terikat, jika F hitung >F tabel maka dilanjutkan dengan uji lanjutan BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan perbedaan signifikan 0,05 (Sastrosupadi, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Daya Tetas Telur Ikan Lele Hasil pengamatan terhadap daya tetas telur ikan lele yang diberi perlakuan larutan insektisida organoklorin dikofol dalam berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Persentase daya tetas telur ikan lele pada berbagai perlakuan insektisida organoklorin dikofol. Perlakuan (t) Rata-rata daya tetas (%) A 91,67 a B 81,67 b C 77,50 b D 74,17 b Penurunan persentase daya tetas telur ikan lele sejalan dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. Pada perlakuan A (kontrol) nilai daya tetasnya 91,67% dan pada perlakuan B, C dan D yaitu 81,67%, 77,50% dan 74,17%. Berdasarkan uji statistik analisis varian (ANOVA) menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap nilai daya tetas telur ikan lele (C. gariepinus L.) karena F hitung (7,09)>F tabel (3,10). Pada tabel didapat nilai daya tetas telur ikan lele pada perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan B, C, dan D, sedangkan pada perlakuan B nilai daya tetas telur ikan lele tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C dan D. Dari keseluruhan nilai daya tetas telur ikan lele pada penelitian ini menunjukkan terjadinya penurunan daya tetas telur ikan lele. Semakin banyak larutan insektisida organoklorin dikofol yang digunakan akan mengganggu kerja enzim chorionase dalam mereduksi chorion sehingga menjadi lunak. Pada saat bersamaan embrio rentan terhadap zat toksik yang terdapat pada air, serta akan mengalami keadaan hipertonik yaitu kepekatan konsentrasi di luar telur lebih tinggi dari pada di dalam telur sehingga cairan di dalam sel akan keluar dan mengakibatkan penerutan (krenasi) pada telur, sehingga proses penetasan telur pada ikan terganggu. Hal ini akan mengakibatkan angka penetasan telur menjadi rendah. Maisura (2004), menyatakan bahwa dalam keadaan hipertonik, cairan akan cenderung keluar dari telur. Demikian pula Ebri (2012), juga menambahkan dari keadaan cairan intraselular yang tidak seimbang akan mengakibatkan telur dapat mengalami plasmolisis, yaitu terjadinya pengerutan karena keluarnya cairan dari telur ke luar dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian pada telur. Selain itu, Suprihadi (2008) menyatakan bahwa gagalnya penetasan karena telur bersifat hiperosmotik, sehingga pada awal pembuahan membran telur mengabsorpsi air dan telur mengembang dengan cepat. Jika media inkubasi lebih tinggi konsentrasi ionnya dari telur, maka telur akan rusak karena cairan dalam telur akan diabsorpsi oleh media yang lebih pekat. 2. Larva Normal dan Larva Abnormal Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan persentase larva normal dan larva abnormal terhadap larutan insektisida organoklorin dikofol dalam berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 2.

3 Tabel 2.Persentase rata-rata larva normal dan larva abnormal ikan lele dengan pemberian insektisida organoklorin dikofol. Perlakuan (t) Rata-rata normal (%) Rata-rata abnormal (%) A 99,00 0,93 B 99,00 0,98 C 97,50 2,30 D 96,00 3,66 Persentase rata-rata larva normal tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu 99,00% dan larva normal terendah pada perlakuan D yaitu 96,00%, sedangkan rata-rata larva abnormal tertinggi pada perlakuan D yaitu 3,66% dan larva abnormal terendah terdapat pada perlakuan A yaitu 0,93%. Tetapi berdasarkan uji statistik analisis varian (ANOVA) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap nilai larva normal dan larva abnormal pada larva ikan lele karena F hitung (0,64)<F tabel (3,10) untuk larva normal dan F hitung (0,67)<F tabel (3,10) pada larva abnormal. Pada perlakuan A dan B perbandingan larva abnormal dengan larva normal yaitu 1: 99, pada perlakuan C yaitu 2 : 98 dan pada perlakuan D yaitu 4 : 96. Penelitian ini tidak berpengaruh terhadap larva normal dan larva abnormal setelah dianalisis dengan (ANOVA), walaupun tidak berpengaruh tetapi masih menurunkan larva normal dan meningkatkan larva abnormal. Larva abnormal (cacat) kemungkinan disebabkan karena adanya gangguan pada saat pembelahan sel. Larva abnormal yang dapat bertahan hidup dapat diamati dengan pergerakannya seperti berenang turun naik dengan cepat dan bergerak berputar-putar seperti kehilangan keseimbangan tubuh. Larva abnormal biasanya memperlihatkan terjadi pembengkokan tulang punggung dan ekor. Bentuk larva normal dan larva abnormal yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 1. e d b a c A B C D E Gambar 1. Morfologi larva ikan lele (C. gariepinus L.) : larva normal (A), dan larva abnormal (B, C dan D). (A) tubuh lurus, (B) bentuk punggung dan ekor bengkok, (C) ekor bengkok, (D) bentuk kepala yang tidak sempurna, pembengkakan yolk dan ukuran tubuh yang pendek dan (E) ekor bengkok. a (mata), b (kepala), c (yolk), d (punggung), e (ekor). Diamati dibawah mikroskop stereo dengan perbesaran 10 x Insektisida organoklorin dikofol tergolong sebagai toksik sederhana yang dapat berakibat kematian pada hewan uji dan menggangu proses perkembangannya. Hal ini didukung oleh Pudjirahaju (2006), menyatakan bahwa ciri-ciri larva ikan abnormal ditandai dengan bentuk tubuh yang bengkok serta kelainan pada bentuk kepala, ekor dan ukuran tubuh yang pendek sehingga larva tidak bisa bergerak dengan aktif. Larva yang cacat dapat bertahan hidup dalam 2 hingga 3 hari namun akan mati selama pemeliharaan. Peningkatan larva abnormal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, salah satunya kualitas air yang digunakan saat penelitian. 3. Parameter Kualitas Air Hasil pengukuran parameter kualitas air yang telah tercemar oleh insektisida organoklorin dikofol dalam berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

4 Tabel 3. Pengukuran parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan selama penelitian. Perlakuan Parameter Satuan A B C D ph Suhu DO BOD - C ppm ppm 7,39 26,33 10,13 7,43 26,17 8,40 7,37 26,00 7,20 7,09 26,17 6,80 1,00 Pada Tabel 3. didapatkan ph air pada perlakuan A 7,39, perlakuan B ph nya 7,43, perlakuan C 7,37 dan perlakuan D ph airnya 7,09, sedangkan pada pengukuran suhu pada setiap perlakuan diketahui suhu air berkisar antara 26,00 0 C sampai 26,33 0 C masih sesuai dengan suhu ruangan. Pada kadar oksigen terlarut (DO) untuk perlakuan A 10,13, perlakuan B 8,40 dan perlakuan C 7,20, sedangkan DO pada perlakuan D 6,80 lebih rendah dibandingkan perlakuan A, B dan C. Serta pengukuran BOD pada perlakuan A, B dan C yaitu ppm, pada perlakuan D lebih rendah yaitu 1,00 ppm. Dapat dilihat pada pengukuran ph dan suhu masih dalam kisaran normal, sedangkan pengukuran DO dan BOD terjadi penurunan. Rata-rata nilai ph air pada perlakuan A, B, C dan D berkisar antara 7,09 sampai 7,43. Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion H + di dalam air, nilap ph disebut asam bila kurang dari 7, ph 7 disebut netral dan ph diatas 7 disebut basa. Nilai ph mempunyai efek yang sangat besar pada organisme akuatik yang ada dalam air tersebut. Pengukuran ph masih berada pada kisaran normal, hal ini didukung oleh Ulya (2012), menyatakan bahwa ph yang baik untuk perkembangan telur ikan adalah 7 sampai 8. Pada rata-rata nilai pengkuran suhu tiap perlakuan yaitu antara 26 0 C sampai 26,33 0 C. Suhu merupakan faktor penting dalam mempengaruhi proses perkembangan embrio dan daya tetas telur. Suhu yang rendah membuat enzim (chorionase) tidak bekerja dengan baik, sehingga embrio akan menetas lebih lama, sedangkan ada suhu tinggi dapat menyebabkan penetasan prematur. Pengukuran suhu masih sesuai dengan suhu ruangan dan sudah memenuhi syarat untuk budidaya ikan lele. Hal ini didukung oleh Mahyuddin (2008), menyatakan suhu yang optimal untuk ikan lele adalah 25 0 C sampai 30 0 C. Pemberian insektisida organoklorin dikofol tidak berpengaruh terhadap ph dan suhu. Kadar oksigen terlarut (DO) pada perlakuan A, B, C dan D masih dalam kisaran normal, tetapi perlakuan D lebih rendah dibandingkan perlakuan A, B dan C. Oksigen dapat berkurang dari air sebagai hasil reaksi dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Pada umumnya jika konsentrasi DO lebih dari 5 ml/l, kondisi ini relatif aman untuk organisme akuatik. Hal ini didukung oleh Mahyuddin (2008), menyatakan oksigen terlarut yang optimal untuk ikan lele >3 mg/l (ppm). Pengukuran BOD pada perlakuan D lebih rendah yaitu 1,00 ppm dibandingkan dengan perlakuan A, B dan C, jadi pemberian insektisida organoklorin dikofol berpengaruh terhadap DO dan BOD. Pengukuran BOD menjadi rendah karena organisme banyak yang melakukan proses oksidasi biologis secara dekomposisi aerobik disebabkan adanya penambahan larutan insektisida organoklorin dikofol. Pernyataan ini didukung oleh Safni (2009), bahwa senyawa dikofol yang dilarutkan dalam air akan mendegradasi oksigen dan senyawa lainnya. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa insektisida organoklorin dikofol dapat menurunkan daya tetas telur dan jumlah larva normal serta dapat meningkatkan jumlah larva abnormal pada ikan lele. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh insektisida organoklorin dikofol terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele dengan konsentrasi yang sama. DAFTAR PUSTAKA Djojosumarto, P Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta : Agromedia Pustaka. Ebri, E.S Pengaruh Dosis Larutan Nenas Terhadap Daya Rekat (Adhesiveness) dan Penetasan Telur Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell). S Universitas Riau. Mahyuddin, K Panduan Lengkap Agrobisnis Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. Maisura, I Pengaruh Perbedaan Salinitas Terhadap Tetasan Telur dan Kelulusan Hidup Larva Ikan Manurs (Ptrophyllum scalare). Skipsi. Fakultas perikanan. Universitas Brawijaya. Malang Pudjirahaju, A., K. Bungas dan K. Yuliany Pengaruh Perbedaan Suhu Kejutan Panas Terhadap Keberhasilan Gynogenesis Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Journal of Tropical Fisheries (2006) 1(2): Universitas Palangka Raya. Rachmayanti, R. B Pengaruh Berbagai Konsentrasi Insektisida Terhadap Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Skripsi. FMIPA. Universitas Muhammadiyah Malang. Safni, D.H Degradasi Senyawa Dikofol dalam pestisida kelthane 200 EC secara fotolisis

5 dengan Penambahan TiO 2 -Anatase. Jurnal, Vol.2, No.2FMIPA Universitas Andalas Padang. Sastrosupadi, A Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian Edisi Revisi. Yogyakarta : Kanisius. Suprihadi Pengaruh Perendapan Telur Ikan Koi (Cyprinus carpus) yang Diberikan Ekstrak Meniram (Phyllanthus niruri L.) dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Daya Tetas (Hatching Rate). Universitas Abulyatama : Aceh Besar. Taufik, R Lele (Budi Daya Hasil Olah Dan Analisa Usaha) Jakarta : Simplex. Ulya, M Pengaruh Limbah Pabrik Karet terhadap Daya Tetas Telur Ikan Lele (Clarias gariepinus L.). Skripsi. Padang : PMIPA. STKIP PGRI Sumatera Barat.