HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemilihan Matriks Sampel Matriks pangan sangat mempengaruhi performa suatu metode, terutama komponen mayor seperti protein, karbohidrat, dan lemak, oleh karena itu beberapa sampel pangan cair dari hasil studi literatur dipilih berdasarkan tiga kriteria karbohidratnya yaitu mewakili matriks sampel dengan kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi menurut skema segitiga yang disusun oleh AOAC International seperti pada Gambar 1. Penempatan sampel menurut studi literatur dapat dilihat pada Gambar 3. Sampel kecap manis dimasukkan pada kelompok pangan dengan karbohidrat tinggi, sampel kecap asin dimasukkan pada kelompok pangan dengan karbohidrat sedang, lemak rendah dan protein sedang serta santan dimasukkan pada kelompok pangan dengan karbohidrat rendah, protein rendah dan lemak tinggi. Kemudian dilakukan analisis proksimat dengan menggunakan metode SNI untuk melakukan konfirmasi terhadap komposisi dan identitasnya. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis proksimat sesuai dengan penempatan yang dilakukan berdasarkan studi literatur. Gambar 3 Hasil penempatan sampel matriks berdasarkan studi literatur 26

2 Tabel 5. Komposisi proksimat matriks sampel cair yang terpilih untuk uji perbandingan metode analisis total karbohidrat (N=2) No Sampel Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat (g/100g) (g/100g) (g/100g) (g/100g) by difference (g/100g) 1 Kecap Manis ,45 0,30 64,96 2 Kecap Asin ,06 3,65 3 Santan ,55 41,78 1, Perbandingan metode Hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan Metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat pada tiga matriks sampel pangan cair (kecap manis, kecap asin dan santan), yang mewakili skema segitiga matriks pangan, diuji statistik dengan SPSS 17.0 dengan menggunakan uji F menunjukkan bahwa varian kedua metode tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% untuk sampel kecap asin, kecap manis, dan santan. Hasil uji F dapat dilihat pada Lampiran 2. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam segi presisi dari Metode Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone sulfat untuk sampel kecap manis dan kecap asin dan santan. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan independent student t-test, seperti yang terlihat pada Tabel 6. Perbedaan signifikan pada hasil analisis sampel kecap manis, kecap asin dan santan dengan Metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat terlihat pada tingkat kepercayaan 95%. Secara spesifik, hasil ini menunjukkan bahwa hasil analisis total karbohidrat dengan metode Luff-Schoorl berbeda nyata dengan hasil analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat pada ketiga matriks sampel yang digunakan. 27

3 Tabel 6. Perbandingan Metode Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl untuk analisis karbohidrat total pada 3 matriks sampel pangan cair (N=3) Sampel Metode Rataan (g/100g) SD RSDa RSD H T obs P value Kecap Manis Kecap Asin Santan *berbeda nyata Luff-Schoorl 38,71 0,69 1,77 2,30 Anthrone sulfat 46,81 0,97 2,08 2,24 Luff-Schoorl 2,21 0,05 3,31 3,74 Anthrone sulfat 1,51 0,02 1,05 3,76 Luff-Schoorl 1, ,32 3,52 Anthrone sulfat 1, ,09 3,68 11,785 0,000* -22,136 0,000* 13,000 0,000* Berdasarkan uji F dan uji t pada hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat terlihat adanya bias. Varian kedua metode tidak berbeda signifikan sedangkan hasil analisis kedua metode menunjukkan adanya perbedaan signifikan. Oleh karena itu, dilakukan uji korelasi dengan regresi linear untuk mengestimasi kesalahan sistematis (systematic error) diantara kedua metode. Tepung beras Kecap manis Susu bubuk Sarden Kecap asin Santan Gambar 4. Perbandingan hasil analisis karbohidrat total pada tiga matriks sampel pangan cair ditambah dengan tiga matriks sampel pangan padat (N=18) dengan metode SNI (Luff-Schoorl) dan Metode Anthrone sulfat 28

4 Perbandingan antara kedua metode dilakukan dengan menggunakan suplemen data dari penelitian Novitri (2011). Hasil regresi linier dapat dilihat pada Gambar 4; dengan koefisien korelasi (r 2 ) dari kurva regresi (y=1.1873x ) menunjukkan nilai yang memuaskan yaitu (n=18). Nilai ini menunjukkan bahwa range konsentrasi yang digunakan memadai untuk analisis regresi sederhana, tetapi nilai ini tidak digunakan untuk menentukan apakah suatu metode akurat, relatif terhadap metode baku (Walton 2001; Westgard 1998), yang dalam hal ini adalah Luff Schoorl. Slope kurva regresi (1.1873) memperlihatkan bahwa kurva sedikit lebih curam dibandingkan kurva regresi yang ideal yaitu 1:1. Hal ini menunjukkan adanya proportional systematic error diantara metode yang digunakan (Walton 2001) dan terlihat bahwa Metode Anthrone sulfat sedikit lebih sensitif dibandingkan metode Luff-Schoorl. Dari intercept kurva regresi ( ) kita dapat melihat bahwa Metode Anthrone menghasilkan nilai analisis 1.63% lebih rendah dibanding metode Luff-Schoorl pada sampel dengan nilai karbohidrat terendah (intercept pada nilai total karbohidrat Metode Anthrone= 0). Nilai ini juga menunjukkan estimated constant error diantara kedua metode (Walton 2001). Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa, meskipun korelasi cukup baik, terdapat mutual bias diantara kedua metode. Tetapi karena konsentrasi dari populasi sampel kurang mewakili seluruh populasi matriks pangan secara umum, kesimpulan regresi linear pada perbandingan metode ini belum dapat dijadikan landasan yang kokoh. Regresi ini hanya memberikan gambaran sepintas dari populasi yang diujikan yaitu kecap manis, kecap asin, santan, sarden, susu bubuk dan tepung beras. Hasil analisis menggunakan uji F, independent student t-test dan regresi linear sederhana tehadap perbandingan hasil analisis menggunakan metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat pada tiga sampel matriks pangan cair, menunjukkan bahwa dengan presisi yang tidak berbeda nyata, nilai hasil yang didapat oleh kedua metode berbeda nyata. Oleh karena itu penyebab bias dari kedua metode dianalisis. Bias dapat juga karena pengaruh interferensi dari komponen yang ada pada matriks dari sampel yang dianalisis. Bisa jadi suatu komponen dapat menginterferensi analisis pada suatu metode tapi tidak menganggu metode yang lain. Adanya interferensi dapat menyebabkan nilai yang terukur berbeda dari nilai sebenarnya. Tabel 7 menunjukkan nilai kadar karbohidrat dengan menggunakan metode by difference, SNI dan metode kandidat. Perlu ditegaskan 29

5 lagi bahwa nilai analisis metode by difference dapat mengandung akumulasi kesalahan, oleh karena itu nilai yang ada hanya dijadikan perbandingan. Tabel 7. Karbohidrat total dari tiga sampel matriks pangan cair dengan beberapa metode Kadar karbohidrat (g/100g) Sampel by difference Luff-Schoorl Anthrone sulfat Kecap manis 64,96 38,71 46,81 Kecap asin 3,65 1,57 1,51 Santan 1,00 1,49 1,75 Dilihat dari Tabel 7 pada sampel kecap manis dan kecap asin, hasil metode pengukuran karbohidrat secara langsung yaitu baik Luff-Schoorl maupun Metode Anthrone sulfat, nilainya lebih kecil dibandingkan metode by difference. Metode by difference dapat memiliki kesalahan positif karena metode ini tidak dapat membedakan komponen non karbohidrat seperti asam organik, tanin dan lignin. Baik kecap asin dan kecap manis merupakan produk hasil fermentasi oleh kapang, oleh karena itu produk samping hasil metabolit, seperti asam organik, dapat terkandung dalam kecap manis dan kecap asin. Hal lain yang dapat menyebabkan lebih rendahnya nilai pengukuran karbohidrat secara langsung dibandingkan dengan metode by difference adalah tahap hidrolisis karbohidrat yang digunakan pada metode pengukuran karbohidrat secara langsung. Hidrolisis yang digunakan menggunakan asam kuat encer yaitu HCl 3% dan pemanasan pada ±99 o C selama 3 jam untuk menghidrolisis sampel keseluruhan. Hidrolisis asam sampel seperti ini memiliki kelemahan dan dapat menjadi tidak akurat bahkan dapat menghasilkan nilai yang keliru karena pada kondisi yang dibutuhkan untuk dapat memecah pati dan dekstrin dapat menyebabkan destruksi dari fruktosa (Loomys dan Shull 1937); atau gula-gula lain (Shriner 1932). Glukosa juga terdegradasi perlahan jika dipanaskan dengan asam, laju destruksi ini dipercepat oleh asam sulfat dan jauh lebih cepat dengan HCl (Whelan dan Pirt 2006) sedangkan HCl digunakan pada tahap hidrolisis sampel. Jadi hal ini juga dapat menyebabkan nilai analisis dengan metode by difference nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan Metode Anthrone sulfat maupun metode Luff-Schoorl pada sampel kecap asin. 30

6 Adapun nilai analisis sampel santan baik metode by difference dan Luff-Schoorl menunjukkan nilai yang hamper sama, yaitu jika dibulatkan nilainya 1%. Adapun Metode Anthrone nilainya sedikit lebih besar dibandingkan metode by difference maupun Luff-Schoorl. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan gula sederhana (terutama dalam bentuk glukosa dan fruktosa) yang ada pada santan tidak sebanyak pada kecap manis maupun kecap asin, sehingga pengaruh degradasi gula sederhana pada tahap hidrolisis asam tidak terlalu terlihat. Selain itu komponen non karbohidrat yang dapat terhitung sebagai karbohidrat oleh metode by difference, seperti asam organik, tidak terlalu banyak terdapat pada sampel santan yang digunakan. Metode by difference tidak dapat dijadikan sebagai acuan karena metode ini tidak lepas dari banyak bias. Perbedaan nilai antara metode by difference dengan metode lainnya menunjukkan bahwa ada kemungkinan nilai yang didapat baik oleh Metode Anthrone sulfat maupun Metode Luff-Schoorl, terutama untuk sampel kecap asin dan kecap manis, bukanlah nilai kadar total karbohidrat karena serat kasar seperti selulosa juga tidak dapat dihidrolisis dengan asam kuat encer saja (Southgate 1976) dan juga tidak dapat dikatakan sebagai nilai total available karbohidrat juga karena sulit untuk memisahkan fraksi pati dari karbohidrat struktural (Loomys dan Shull 1937). Nilai yang didapat lebih cocok jika disebut sebagai nilai total karbohidrat yang dapat terhidrolisis oleh asam (Weinmann 1946). Pengaruh faktor konversi yang digunakan juga dapat berdampak pada perbedaan nilai yang didapat antara metode kandidat, Luff-Schoorl dan metode by difference. Tanpa melihat jenis karbohidrat yang banyak terkandung pada matriks, faktor konversi 0.9 diterapkan untuk semua matriks. Adapun dalam perbandingan metode ini pengaruh komponen lain seperti lemak dan protein belum dapat diketahui melalui penelitian ini. Perbedaan nilai yang terlihat pada Metode Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone seperti yang terlihat pada Tabel 7 dapat disebabkan karena Metode Luff-Schoorl hanya mengidentifikasi gula pereduksi saja, kompleks karbohidrat yang ada belum tentu dihidrolisis sempurna seluruhnya menjadi gula pereduksi. Hal ini menyebabkan hasil analisis dari Metode Anthrone sulfat menunjukkan nilai yang lebih besar pada sampel kecap manis dan santan. Selain itu juga, nilai yang lebih besar dari Metode Anthrone sulfat dapat juga terkait dengan penguatan warna oleh ion Cl (Fales et al 1961, Jermyn 1975). Sedangkan untuk kecap asin, Metode 31

7 Luff-Schoorl menunjukkan nilai yang sedikit lebih besar dibandingkan Metode Anthrone sulfat (selisih rataan 0.06%). Ada juga kemungkinan interferensi komponen pereduksi yang bukan gula yang menyebabkan kesalahan positif pada metode Luff Schoorl. Tiap metode memang memiliki keterbatasan. Metode Anthrone sulfat rentan terhadap interferensi non spesifik (Faulks dan Timms 1985) salah satunya keberadaan ion halida (Fales et al 1961) terutama ion Cl yang berasal dari tahap hidrolisis dengan HCl. Intensitas warna yang dihasilkan oleh reaksi Anthrone juga berbeda-beda untuk gula yang berbeda (Yemm dan Willis 1954). Selain itu reaksi senyawa Anthrone cenderung lebih baik untuk senyawa heksosa dan reaksi dengan pentose kurang menghasilkan warna yang stabil (Koehler 1952; Southgate 1976). Penggantian suatu metode dengan metode lain dapat dilakukan jika kedua metode memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima. Meski presisi kedua metode tidak berbeda nyata berdasarkan uji F, uji T yang dilakukan menunjukkan Metode Anthrone sulfat dan Metode Luff-Schoorl menghasilkan nilai yang berbeda nyata pada aplikasinya untuk sampel kecap manis, kecap asin dan santan yang mewakili matriks pangan cair. Karena kedua metode berbeda nyata dan tidak ada acuan bahwa Metode Anthrone sulfat memiliki nilai yang lebih akurat dibanding metode yang telah baku (Luff-Schoorl dalam SNI ), maka Metode Anthrone sulfat dianggap tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl, sehingga tahap selanjutnya yang dilakukan adalah verifikasi Metode Luff-Schoorl yang telah baku. Selain karena Metode Anthrone pada tahap yang telah dilakukan dianggap tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl, keputusan untuk melakukan verifikasi ini diambil karena Metode Luff-Schoorl merupakan metode yang telah baku (ditetapkan dalam SNI ). Penggunaan metode yang baku yang telah disepakati berdasarkan konsensus merupakan hal yang penting untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah (Nielsen, 2010) dan dapat diterima sehingga dapat memenuhi permintaan dalam label pangan. Hasil perbandingan metode yang menunjukkan bahwa nilai yang didapat antara metode baku (Luff-Schoorl) dan metode kandidat (Anthrone) tidak menunjukkan kesesuaian (nilai berbeda nyata menurut uji statistik). Jika lab tetap memutuskan untuk menggunakan Metode Anthrone, maka hasil yang diperoleh dapat bertentangan dengan hasil yang diperoleh lab lain untuk sampel yang sama sehingga kemungkinan hasil analisis tidak diakui atau 32

8 diterima. Sampai saat ini uji profisiensi lab untuk pemenuhan persyaratan SNI masih menggunakan nilai konsensus dari peserta lab uji, maka penggunaan metode baku manual SNI masih menjadi alternatif yang lebih baik untuk mendapatkan hasil analisis dengan performa yang memenuhi standard. Oleh karena itu, tahap validasi Metode Anthrone tidak dilakukan dan dan hanya dilakukan verifikasi terhadap metode baku yaitu Luff-Schoorl Verifikasi metode SNI Tingkat validasi tergantung status dari suatu metode pada struktur analitik (AOAC 2002), yang dimaksud disini adalah validasi seperti apakah yang harus diterapkan pada suatu metode tergantung status metode itu sendiri. Metode yang telah baku hanya memerlukan verifikasi dari kemampuan suatu laboratorium untuk mencapai karakteristik performa yang ditetapkan, sedangkan di sisi lain untuk metode yang masih baru atau aplikasi suatu metode pada matriks yang baru memerlukan validasi (AOAC 2002). Karena Metode Luff-Schoorl dalam SNI sudah baku maka hanya dilakukan verifikasi. Karakteristik yang akan dinilai dalam verifikasi adalah aspek presisi dan akurasi Verifikasi dilakukan dengan matriks sampel uji dan bahan acuan pengendalian mutu hasil analisis (quality control reference material). Karena adanya kesulitan dalam mendapatkan bahan acuan, maka bahan acuan dipilih berdasarkan bahan acuan yang tersedia dan dapat diperoleh yaitu tepung kacang hijau dan tepung kedelai dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kimia Bandung serta susu bubuk dari Balai Besar Industri Agro (BBIA) di Bogor. Kadar karbohidrat yang ada pada bahan acuan kacang hijau berdasarkan nilai konsensus dari 8 lab dan pada bahan acuan kedelai berdasarkan konsensus dari 6 lab dengan menggunakan uji Luff-Schoorl. Untuk sampel susu bubuk, karena masih dalam tahap percobaan, maka nilai yang dicantumkan pada sampel susu bubuk bukanlah nilai konsensus dari beberapa lab seperti pada sampel tepung kacang hijau dan tepung kedelai, melainkan nilai yang didapat oleh satu lab saja (Lab Jasa Analisis Pangan (LDITP) IPB) sehingga rentang nilainya sempit. Informasi lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. 33

9 Tabel 8 Komposisi proksimat bahan acuan yang digunakan dalam verifikasi metode karbohidrat total SNI Kedelai a Kacang hijau a Susu bubuk b Parameter Nilai g/100g rata-rata Rentang rata-rata Rentang rata-rata Rentang Air Abu Protein Karbohidrat Lemak NA NA a berdasarkan nilai yang tercantum pada bahan acuan LIPI Kimia b berdasarkan hasil analisis proksimat Lab Kimia LD-ITP Bahan acuan yang dipakai jika dimasukkan ke dalam matriks segitiga pangan akan terbagi menjadi dua kelas matriks dalam segitiga pangan. Kedelai masuk ke dalam kelas dengan kadar karbohidrat rendah, lemak rendah dan protein sedang (yang ditandai dengan nomor 8 pada matriks segitiga pangan di Gambar 1). Sedangkan kacang hijau dan susu bubuk akan masuk ke dalam kelas protein rendah, lemak rendah dan karbohidrat sedang (yang ditandai dengan nomor 6 pada matriks segitiga pangan di Gambar 1). Sebelumnya pada perbandingan metode digunakan sampel yang mewakili tiga kelas matriks dalam segitiga pangan (Gambar 3). Sehingga kalau dijumlah sampel dan bahan acuan yang digunakan telah mewakili 5 dari 9 matriks segitiga pangan yang ada Aspek presisi Walton (2001) merekomendasikan evaluasi terhadap presisi sebagai langkah pertama dalam validasi metode. Jika presisi metode sudah tidak baik, maka sulit untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya. Salah satu aspek yang umum digunakan dalam verifikasi adalah ripitabilitas (Mullins 2003). Tetapi dalam pengujian presisi metode untuk validasi satu lab (single laboratory validation) dapat berupa ripitabilitas dan reprodusibilitas intralab Ripitabilitas bahan acuan Ripitabilitas memungkinkan variasi terkecil dapat ditemukan pada sebuah analisis (Jelita 2011). Ripitabilitas dapat dilihat dari nilai RSD. Nilai RSD dan RSD R (Horwitz) analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode SNI ditunjukkan pada Tabel 9 untuk analisis beberapa bahan acuan, Tabel 10 untuk uji ripitabilitas dengan spike glukosa. 34

10 Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI pada berbagai bahan acuan (N=7) Hasil analisis (g/100g) RSD Bahan acuan analisis Rataan Range SD (%) 2xRSD 2/3 RSD H AOAC Susu Bubuk Kacang kedelai Kacang hijau (%) (%) Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI pada berbagai bahan acuan dengan penambahan kadar glukosa (N=7) Bahan acuan Hasil analisis yang terbaca (g/100g) RSD analisis 2/3 RSD H 2x RSD AOAC Rataan Range SD (%) (%) a (%) b Susu Bubuk 47,65 47,37-48,55 0,43 0,91 1,49 2,24 Kedelai 23,44 22,98-24,05 0,42 1,80 1,66 2,49 Kacang hijau 58,50 58,37-58,66 0,12 0,22 1,47 2,17 a Garfield (2000) AOAC (2002) Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh berkisar antara 0,51-2,58% untuk sampel bahan acuan (n=7) dan 0,22-1,80% untuk sampel bahan acuan yang mengalami penambahan kadar glukosa (n=7). Nilai ini menunjukkan variasi yang kecil dalam ulangan yang dilakukan pada tiap bahan acuan. Garfield (2000) mengatakan bahwa ripitabilitas dikatakan baik jika memiliki nilai RSD yang lebih kecil dari 2/3 RSD R yang dihitung dari rumus Horwitz. Tetapi AOAC (2002) mengatakan bahwa nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 0,5 sampai 2 kali dari nilai yang terhitung berdasarkan rumus atau di Tabel 2. Bahkan nilai RSD di bawah 5% dapat diterima, meskipun terkadang batas itu tergantung tipe dari analisis (Smith 2010). Hasil analisis yang didapat pada bahan acuan susu bubuk dan kacang hijau menunjukkan nilai yang didapat kurang dari 2/3 RSD R yang dihitung dari rumus Horwitz, kecuali pada analisis bahan acuan tepung kedelai. Nilainya masih lebih kecil dari RSD R Horwitz tetapi lebih besar dari 2/3 RSD R Horwitz. Tetapi jika kita mengikuti acuan AOAC (2002) nilai ini masih 35

11 dalam range yang dapat diterima. Begitupula jika mengikuti acuan Smith (2010), yaitu RSD masih di bawah 5%. Nilai RSD kedelai cenderung lebih besar dibanding kacang hijau dan susu bubuk baik pada bahan acuan dengan penambahan glukosa maupun bahan acuan tanpa penambahan glukosa. Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi karbohidrat pada kedelai yang lebih kecil dibandingkan susu bubuk dan kacang hijau. Akan tetapi jika dilihat dari nilai standard deviasi(sd)nya sendiri, kedelai memiliki SD yang hampir sama bahkan cenderung lebih kecil dibandingkan susu bubuk. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi karbohidrat yang lebih kecil (hingga pada range lebih dari ±15,90 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel) bukan berarti menyebabkan keterulangan yang lebih buruk dibandingkan konsentrasi karbohidrat yang lebih tinggi. Adanya kecenderungan bahwa nilai SD susu bubuk lebih besar dari kedelai lebih besar dari kacang hijau perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui komponen apa dari tiap bahan acuan yang mungkin dapat menyebabkan variasi yang ada. Dalam penelitian ini, range konsentrasi ±15, gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel pada sampel kacang hijau, kedelai dan susu bubuk masih memiliki kerterulangan (ripitabilitas) yang dapat diterima terutama pada lab tempat penelitian dilaksanakan telah dikonfirmasi Reprodusibilitas bahan acuan dan matriks sampel Reprodusibilitas dapat digunakan untuk memperkirakan bias yang terjadi jika analisis dilakukan pada hari yang berbeda. Reprodusibilitas yang diukur adalah reprodusibilitas intralab, yaitu dengan lab yang sama hanya selang waku yang berbeda. Selang waktu yang digunakan untuk mengukur reprodusibilitas intralab yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lebih dari 2 bulan. Reprodusibilitas intralab diukur pada bahan acuan yang dapat dilihat pada Tabel 11 dan sampel matriks pangan cair pada Tabel

12 Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI pada berbagai bahan acuan Bahan acuan Susu bubuk Kedelai Kacang hijau a N=7 b N=3 *berbeda nyata Tanggal pengerjaan Rataan (g/100g) SD RSDa RSD H 28 Juli 2011 a 45,72 0,43 0,93 2,25 11 Oktober 2011 b 36,27 0,58 1,79 2,33 28 Juli 2011 a 15,90 0,41 2,58 2,64 11 Oktober 2011 b 14,73 1,05 7,13 2,67 28 Juli 2011 a 55,66 0,28 0,51 2,18 11 Oktober 2011 b 55,79 1,68 3,01 2,18 T obs P value 29,263 0,000* 3,229 0,012* 0,708 0,518 Tabel 12. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI pada berbagai sampel pangan cair (N=3) Sampel Kecap Manis Kecap Asin Santan * berbeda nyata Tanggal Rataan pengerjaan (g/100g) SD RSDa RSD H 5 Juli ,71 0,68 1,76 2,31 7 Oktober ,96 0,66 1,78 2,32 5 Juli ,21 0,05 3,31 3,74 7 Oktober ,03 0,17 8,58 3,60 5 Juli ,49 0,03 3,36 3,95 7 Oktober ,45 0,10 6,90 3,78 T obs P value 3,179 0,034* 1,750 0,155 0,708 0,518 Hasil uji reprodusibilitas diuji statistik dengan perangkat lunak SPSS 17.0 dengan menggunakan uji F dan independent t test untuk mengetahui perbedaan varian dan beda nyata dari rataan kedua metode. Hasil uji F menunjukkan bahwa hasil analisis dari baik semua bahan acuan maupun sampel matriks pangan cair tidak memiliki perbedaan varian yang signifikan dari analisis yang dilakukan pada dua waktu yang berbeda, oleh karena itu uji lanjut dengan independent t test dengan mengasumsikan varian analisis dari dua waktu yang berbeda itu sama. Hasil independent t test menunjukkan bahwa pada analisis yang dilakukan pada bulan pertama untuk bahan acuan susu bubuk dan kedelai berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan 37

13 pada bulan kedua yang berselang lebih dari dua bulan sejak analisis pertama, sedangkan untuk bahan acuan kacang hijau tidak berbeda nyata. Adapun hasil independent t test pada analisis yang dilakukan pada bulan pertama untuk sampel matriks pangan cair yaitu kecap asin dan santan tidak berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan pada bulan kedua, sedangkan untuk sampel kecap manis berbeda nyata. Nilai yang berbeda nyata ini mengindikasikan reprodusibilitas yang buruk. Jumlah total karbohidrat yang ada pada bahan acuan seharusnya tidak akan banyak berubah karena lingkungan. Jika diasumsikan bahwa bahan acuan cenderung bersifat stabil, maka perubahan atau ketidakkonsistenan dapat berasal dari analis, reagen, atau lingkungan yang mempengaruhi performa metode itu sendiri. Meskipun reagen seperti natrium tiosulfat dan reagen lain disiapkan segar, reagen Luff yang digunakan untuk analisis pada bulan kedua sama dengan yang digunakan pada bulan pertama karena diasumsikan reagen ini bersifat stabil. Tetapi ternyata hasil analisis menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam ripitabilitas dan reprodusibilitas, sehingga ada kemungkinan jika reagen kurang stabil dalam penyimpanan lebih dari 2 bulan. Hal ini juga dapat menyebabkan bias. Adapun ketidakkonsistenan dari analis dan perubahan kondisi pada lingkungan juga dapat mempengaruhi performa metode. Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh untuk analisis yang dilakukan pada bulan pertama cenderung lebih baik dibandingkan hasil analisis yang dilakukan pada bulan kedua. Hal ini juga yang dapat menunjukkan bahwa adanya ketidakkonsistenan pada analisis yang dilakukan pada bulan kedua. Hal ini kemungkinan besar dapat disebabkan karena adanya perubahan pada reagen, matriks, analis dan lingkungan. Reagen dapat mengalami perubahan seperti yang disebutkan sebelumnya. Dari segi analis, metode yang memiliki tahapan yang panjang dan melelahkan dapat menyebabkan performa metode kurang konsisten. Selain itu perubahan dari matriks sampel (dalam hal ini terutama matriks sampel pangan cair) baik secara biologis atau kimia dapat menyebabkan hasil kurang konsisten baik untuk ripitabilitas maupun reprodusibilitas. Dari sini dapat dilihat juga bahwa reprodusibilitas metode dipengaruhi oleh matriks sampel yang dianalisis. Faulks dan Timms (1985) mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi memiliki reprodusibilitas yang buruk. Hal ini juga telah dikonfirmasi dalam percobaan ini, yaitu dimana pada matriks kecap manis serta bahan acuan susu bubuk dan kedelai, nilai 38

14 reprodusibilitasnya buruk (analisis yang dilakukan dalam selang waktu dua bulan hasilnya berbeda nyata) Aspek akurasi Akurasi dari metode SNI dilakukan dengan menggunakan bahan acuan dan uji rekoveri. Hasil analisis terhadap bahan acuan dapat dilihat pada Tabel 13, dan uji rekoveri dengan menggunakan standard glukosa dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13. Akurasi metode karbohidrat total SNI pada berbagai bahan acuan (N=7) Bahan acuan Rentang bahan Hasil analisis (g/100g) acuan(g/100g) Rataan Range SD Susu Bubuk 59,61-59,67 a 45,72 45,11-46,08 0,43 Kedelai 14,02-19,26 b 15,90 15,19-16,50 0,41 Kacang hijau 49,26-57,96 b 55,66 55,45-56,16 0,28 a berdasarkan hasil analisis by difference Lab Kimia LD-ITP b berdasarkan nilai yang tercantum pada bahan acuan LIPI Kimia (analisis Luff-Schoorl) Akurasi berdasarkan bahan acuan Bahan acuan yang digunakan bukanlah Certified Reference Material (CRM), melainkan hanya bahan acuan yang nilai (assigned value) komposisinya berdasarkan konsensus beberapa lab dan digunakan untuk uji profisiensi. Sekalipun demikian, bahan acuan seperti ini masih dapat digunakan untuk mengetahui adanya bias (Thompson et al 2002). Hasil analisis terhadap bahan acuan menunjukkan nilai yang masih dalam rentang yang tercantum pada bahan acuan, kecuali untuk bahan acuan susu bubuk. Khusus untuk susu bubuk rentangnya masih sempit karena nilai yang ditampilkan merupakan hasil uji dari satu lab saja dan itupun masih menggunakan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa analisis total karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl untuk kedelai dan kacang hijau masih dalam rentang pengukuran. Hal ini juga mengonfirmasi bahwa pada rentang konsentrasi karbohidrat 15,90-55,66 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel untuk bahan acuan kacang hijau, kedelai dan susu bubuk masih dimungkinkan untuk dianalisis dengan Metode Luff-Schoorl dengan menghasilkan nilai akurasi yang masih dapat diterima sesuai dengan rentang bahan acuan empiris. Bahan acuan empiris yang 39

15 dimaksud di sini adalah bahan acuan yang nilai komposisinya merupakan hasil konsensus beberapa lab, bukan bahan acuan yang nilainya tetap seperti senyawa kimia standard Akurasi berdasarkan uji rekoveri Bias yang terlihat dari perbandingan metode dapat dijelaskan dengan uji rekoveri (Lumsden 2000). Berdasarkan perbandingan metode yang telah dilakukan sebelumnya, diperkirakan adanya proportional error. Proportional systematic error dapat diperkirakan dengan uji rekoveri (Lumsden 2000; Koch dan Peter 1999). Selain itu uji rekoveri dapat digunakan untuk mendukung studi yang menggunakan bahan acuan (Thompson et al 2002). Rekoveri yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan pada bahan acuan dan pada matriks sampel pangan cair. Baik pada bahan acuan maupun matriks sampel pangan cair hanya menggunakan satu level konsentrasi, yaitu dengan menggunakan glukosa sebanyak 10% dari berat total sampel untuk bahan acuan dan sebanyak ±25% dari berat total sampel untuk matriks bahan pangan cair. Hasil uji rekoveri dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15. Tabel 14. Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosa (N=7) Hasil analisis yang Rata-rata Rata-rata Bahan acuan terbaca (g/100g) glukosa glukosa Rekoveri (%) spike diperoleh Rataan Range (%w/w) (%w/w) Rataan Range RSD a Susu Bubuk 47,65 47,37-48,55 10,0 6,7 65,0 62,2-74,1 6,68 Kedelai 23,44 22,98-24,05 10,0 9,1 91,0 86,3-96,9 4,64 Kacang hijau 58,50 58,37-58,66 10,0 8,4 84,0 82,6-85,5 1,48 Rekoveri yang dapat diterima b (%) a RSD analisis dari rekoveri b menurut AOAC(2002) Tabel 15. Hasil uji rekoveri pada berbagai sampel pangan cair dengan spike glukosa (N=7) Sampel Hasil analisis yang Rata-rata Rata-rata terbaca (g/100g) glukosa Rekoveri (%) glukosa diperoleh spike (%w/w) Rataan Range (%w/w) Rataan Range RSD a Kecap manis 47,19 38,95-54,90 25,5 22,3 87,12-51,5-121,7 25,62 Kecap asin 23,74 22,26-24,49 25,4-7,2-28,34 36,9-(-23,7) 16,63 Santan 21,38 19,65-22,79 24,8-10,3-41,82-57,9-(-30.5) 24,77 Rekoveri yang dapat diterima b (%) a RSD analisis dari rekoveri b menurut AOAC(2002) 40

16 Rekoveri dengan bahan acuan Uji rekoveri dengan spiking glukosa untuk susu bubuk pada Tabel 13 menunjukkan rata-rata rekoveri 65,0%, untuk kedelai didapatkan rata-rata rekoveri 91,0% dan untuk kacang hijau didapatkan rata-rata rekoveri 84,0%. Uji rekoveri dengan spiking glukosa untuk sampel kecap manis pada Tabel 14 menunjukkan rata-rata rekoveri 87,12%; untuk sampel kecap asin didapatkan rata-rata rekoveri -28,34%, dan untuk sampel santan didapatkan rata-rata rekoveri -41,82%. Berdasarkan uji rekoveri tidak ada hasil yang menunjukkan nilai rekoveri yang dapat diterima berdasarkan batas yang ditetapkan oleh AOAC (2002). Meski nilai rekoveri yang baik belum tentu menandakan bahwa nilai analisis merupakan nilai yang sebenarnya karena efek dari analat yang ditambahkan dengan analat dalam bentuk alaminya mungkin berbeda, tetapi nilai rekoveri yang buruk jelas menunjukkan adanya bias dari nilai yang sebenarnya (Thompson et al 2002). Nilai rekoveri sampel kedelai (91,03%) lebih besar daripada kacang hijau (83,95%) dan lebih besar daripada susu bubuk (65,0%). Hal ini menunjukkan bahwa efek matriks yang dapat mengganggu analisis paling besar terlihat pada bahan acuan susu bubuk. Selain itu nilai rekoveri yang kurang dari 60-70% perlu pemeriksaan yang mengarah pada perbaikan (AOAC 2002) karena kemungkinan nilai rekoveri ini menunjukkan bahwa ada kesalahan sistematis akibat adanya komponen matriks lain yang menganggu dalam analisis seperti maltodekstrin yang digunakan sebagai bahan pengisi pada susu bubuk. Courtin et al (2000) mengatakan bahwa nilai yang dihasilkan oleh analisis maltodekstrin dengan metode gula pereduksi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan metode kolorimetri dan adanya komponen lain yang memiliki kemampuan mereduksi dapat mempengaruhi gula pereduksi yang ada. Nilai rekoveri rata-rata untuk bahan acuan susu bubuk adalah 65%, sehingga jika Metode Luff-Schoorl seperti dalam prosedur SNI diaplikasikan sampel yang komposisinya mirip seperti pada bahan acuan susu bubuk diperkirakan ada kemungkinan kesalahan sistematis dapat terjadi Rekoveri dengan sampel matriks uji Nilai rekoveri kecap asin dan santan lebih buruk dibandingkan pada bahan acuan. Nilai rekoveri yang negatif kemungkinan disebabkan adanya substansi yang dapat menginterferensi pada sampel. Adapun kandungan lemak yang tinggi (±42%, Tabel 5) pada santan diduga dapat menganggu analisis karena Shaffer dan Hartman (1920) mengatakan bahwa analisis dengan 41

17 metode gula pereduksi dianjurkan untuk melakukan presipitasi protein dan lemak dengan asam tungstat seperti pada analisis sampel susu. Sama halnya dengan nilai rekoveri bahan acuan, untuk matriks sampel pangan cair tidak ada hasil yang menunjukkan nilai rekoveri yang dapat diterima berdasarkan batas yang ditetapkan oleh AOAC (2002). Kemungkinan efek perbedaan matriks sampel terhadap perbedaan besarnya nilai rekoveri telihat dalam penelitian ini. Karena uji rekoveri dapat memeriksa adanya interferensi kompetitif dan efek dari matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992), sehingga kemungkinan diperkirakan pada susu bubuk ada substansi yang dapat menginterferensi. Hal ini juga diperkuat oleh koefisien variasi (RSD) yang ditunjukkan pada nilai perolehan rekoveri yaitu 6.68%, yang merupakan nilai yang paling besar dibandingkan nilai RSD yang didapat pada bahan kedelai (4,64%) dan kacang hijau (1,48%). Selain pada susu bubuk, kecap asin dan santan juga memiliki rata-rata nilai rekoveri yang buruk, yaitu masing-masing -28,34%dan -41,82%. Keduanya juga memiliki nilai RSD yang besar yaitu masing-masing 6,68% dan 24,77%. Substansi yang dapat menginterferensi pada susu bubuk, kecap asin atau santan, dapat menganggu baik pada saat proses hidrolisis polisakarida menjadi gula-gula pereduksi atau pada saat kuantifikasi dari gula pereduksi. Karena nilai rekoveri yang rendah dapat mengindikasikan adanya kesalahan negatif. Kesalahan negatif dari tahap hidrolisis asam dapat disebabkan oleh destruksi glukosa atau gula lain oleh adanya asam dan panas (Whelan dan Pirt 2006; Loomys dan Shull 1937; Shriner 1932) atau terbentuk produk dari reaksi antara asam amino dan karbohidrat (Southgate 1976). Karena pada metode karbohidrat total SNI tidak ada tahap deproteinisasi atau upaya lain untuk menghilangkan substansi yang dapat menginterferensi. Shaffer dan Hartman (1920) menyarankan untuk melakukan presipitasi protein dan lemak dengan asam tungstat untuk analisis sampel susu menggunakan metode gula pereduksi, tetapi hal ini tidak dilakukan pada analisis karbohidrat total metode SNI Kemungkinan karena tidak adanya deproteinisasi dan rusaknya gula sederhana pada saat hidrolisis juga yang dapat menjadi penyebab nilai rekoveri pada bahan acuan lain yaitu kacang hijau dan kacang kedelai serta matriks sampel pangan cair (kecap manis, kecap asin dan santan) tidak mencapai range rekoveri yang dapat diterima. Sampel kecap manis yang banyak mengandung gula yang ditambahkan dalam proses pembuatannya menyebabkan adanya kemungkinan destruksi gula saat pemanasan sehingga nilai rekoveri yang didapat kecil bahkan negatif. 42

18 4.4. Faktor-Faktor Kesalahan Pada Analisis Total Karbohidrat SNI Diagram Ishikawa adalah diagram sebab-akibat yang merupakan salah satu dari tujuh pengendali mutu. Faktor-faktor kesalahan yang digambarkan dalam diagram Ishikawa diperoleh melalui pengamatan selama penelitian dilakukan dan studi literatur. Faktor-faktor kesalahan yang dapat terjadi selama analisis total karbohidrat metode SNI digambarkan melalui diagram Ishikawa (Gambar 5). Faktor-faktor kesalahan digolongkan ke dalam lima kategori utama yaitu reagen, metode, alat, matriks, lingkungan dan analis. Masing-masing kategori terbagi menjadi beberapa faktor. Pada faktor reagen dibagi menjadi reagen yang rentan seperti reagen Luff-Schoorl (reagen tembaga sulfat dalam asam sitrat dan natrium karbonat), natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titer serta reagen lain seperti larutan KI, H 2 SO 4 dan larutan yang digunakan untuk standardisasi. Kontaminasi atau kemurnian, umur simpan, serta stabilitas reagen merupakan kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan selama analisis. Reagen yang digunakan ada beberapa yang tidak stabil seperti natrium tiosulfat, oleh karena itu perlu pengecekan konsentrasi (standardisasi) minimal dua minggu sekali. Selain itu reagen sitrat yang digunakan sebagai salah satu komponen campuran reagen Luff memiliki kekurangan. Reagen dianjurkan menggunakan tartarat untuk menstabilkan ion tembaga (Southgate 1976). Penggunaan sitrat dibanding tartarat menyebabkan berkurangnya jumlah tembaga yang tereduksi dan sensitifitas menjadi lebih buruk. Selain itu reagen Luff yang digunakan tidak mengandung iodida menunjukkan adanya pemisahan sejumlah kecil tembaga oksida dan kenaikan tingkat autoreduksi selama pemanasan yang meningkat seiring dengan usia reagen (Shaffer dan Somogyi 1932). Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan blanko secara berkala. Fluktuasi jumlah titer yang digunakan untuk mentitrasi blanko juga dikonfirmasi dalam penelitian ini. Adapun reagen yang paling tidak stabil adalah natrium tiosulfat. Pada faktor metode terbagi menjadi sesuai tahapan analisis. Mulai dari persiapan sampel, hidrolisis, penetralan, penepatan volume, penyaringan, pemipetan, homogenisasi, pengisian buret, suhu dan waktu pemanasan reaksi Luff, waktu tunggu sebelum titrasi, pendinginan sebelum ditambahkan KI, penambahan reagen, pembacaan buret, penentuan titik akhir, dan kalkulasi gula pereduksi merupakan bagian dari faktor kesalahan metode. Persiapan 43

19 sampel yang tidak tepat dapat menyebabkan sampel tidak homogen sehingga hasil analisis memiliki keragaman yang tinggi. Hidrolisis asam memerlukan kestabilan suhu dari waterbath, homogenitas panas dan ketepatan waktu hidrolisis. Proses pemanasan untuk reaksi reduksi tembaga harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena sangat laju reaksi reduksi sangat dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan. Pemanasan yang terlalu lama akan menyebabkan gula terdestruksi dan pemanasan yang terlalu sebentar akan menyebabkan hasil kurang reprodusibel dan proporsionalitas antara gula yang teroksidasi dan tembaga yang tereduksi kurang konstan (Shaffer dan Hartmann 1920). Selain itu laju kinetika reaksi juga berbeda-beda untuk kadar gula yang berbeda (Faulks dan Timms 1985). Kondisi saat pemanasan itu juga harus dikontrol agar tidak terjadi reoksidasi tembaga yang telah tereduksi, oleh karena itu kontaminasi dengan O 2 harus dihindari (Shaffer dan Somogyi 1932). Titrasi harus dilakukan dengan cepat tetapi dengan hati-hati dan waktu tunggu antar sampel tidak boleh terlalu lama. Pembacaan titik akhir juga harus tepat, titik akhir titrasi kadang tidak terlalu jelas dan warna biru dapat muncul kembali (Shaffer dan Hartmann 1920) sehingga menyulitkan titrasi. Penambahan reagen KI dan H 2 SO 4 harus sesuai urutan agar reaksi berjalan dengan benar (Shaffer dan Somogyi 1932). Pembacaan buret dan penambahan indikator pati harus dilakukan dengan tepat. Selain itu blanko harus dibuat berkala karena adanya kemungkinan autoreduksi yang meningkat perlahan seiring dengan usia reagen (Shaffer dan Somogyi 1932). Pembuatan dan penyimpanan reagen perlu diperhatikan agar menghindari kontaminasi. Standardisasi untuk reagen yang rentan seperti natrium tiosulfat perlu dilakukan secara berkala dan akurat. Untuk faktor alat dapat dibagi menjadi alat gelas, neraca analitik, buret, phmeter, waterbath, dan hotplate. Pencegahan alat-alat gelas dari kontaminasi baik debu maupun reagen lain dan penjagaan kebersihannya perlu diperhatikan karena akan mengganggu analisis (Shaffer dan Somogyi 1932). Neraca analitik, ph-meter dan waterbath adalah alat yang mungkin dapat menjadi penyebab kesalahan analisis. Neraca analitik dan ph-meter harus dikalibrasi terlebih dahulu karena dapat menyebabkan keragaman pada data yang dihasilkan. Waterbath harus memiliki suhu yang stabil dan homogenitas panas yang baik agar hidrolisis terkontrol. Buret juga harus dijaga agar tidak terkonaminasi serta mencegah tip buret dari kebocoran, adanya udara di dalam tube dan stopcock yang longgar. 44

20 Reagen Kemurnian/kontaminasi Sifat kimia reagen Standardisasi Umur simpan Pembuatan reagen Neraca analitik Buret Alat gelas waterbath phmeter Hotplate Analis Keterampilan Kelelahan Sikap/perilaku Fluktuasi suhu Lingkungan Matriks sampel Persiapan sampel Hidrolisis asam Penetralan Pemipetan Penepatan volume Homogenisasi Pembacaan buret Titrasi Suhu &waktu pemanasan Pembuatan & penambahan reagen Pendinginan Alat Metode Gambar 5. Diagram kesalahan analisis metode karbohidrat total SNI Kesalahan analisis Faktor analis yaitu ketrampilan, sikap atau perilaku dan faktor kelelahan menjadi penentu hasil analisis. Prosedur yang panjang dan memakan waktu mengharuskan analis mengatur waktu dengan baik agar hasil analisis tidak terpengaruh oleh ketrampilan yang tidak konstan akibat kelelahan. Faktor lingkungan dapat berupa fluktuasi suhu, yang berpengaruh pada sampel dan titran. Terdapat juga faktor kesalahan dari sampel berupa efek interferensi dari matriks Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI Analisis total karbohidrat SNI memiliki beberapa kelemahan, selain banyaknya faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam analisisnya. Salah satu kelemahannya ada pada tahap hidrolisis. Selain ada kemungkinan bahwa seluruh karbohidrat tidak terhidrolisis sempurna, hidrolisis asam yang dilakukan dapat menyebabkan destruksi dari fruktosa (Loomys dan Shull 1937); atau gula-gula lain (Shriner 1932). Glukosa juga terdegradasi perlahan jika dipanaskan dengan asam, laju destruksi ini dipercepat oleh asam sulfat dan jauh lebih cepat dengan 45

21 HCl (Whelan dan Pirt 2006) terutama jika terdapat protein atau asam amino (Southgate 1976). Dekstruksi gula pada tahap hidrolisis dapat menyebabkan kesalahan negatif, nilai yang didapat menjadi tidak akurat bahkan dapat menghasilkan nilai yang keliru. Nilai yang didapat dari analisis kadar karbohidrat dengan menggunakan hidrolisis asam tidak dapat dikatakan sebagai nilai kadar total karbohidrat maupun nilai total available karbohidrat juga karena sulit untuk memisahkan fraksi pati dari karbohidrat struktural (Loomys dan Shull 1937) dan kemungkinan keberadaan serat kasar juga tidak dapat dihidrolisis dengan asam kuat encer saja. Serat contohnya, selulosa cenderung tahan terhadap hidrolisis asam kuat encer (Southgate 1976). Dengan demikian, nilai yang didapat lebih cocok jika disebut sebagai nilai total karbohidrat yang dapat terhidrolisis oleh asam (Weinmann 1946). Kelemahan metode SNI lainnya terdapat pada tahap analisis gula pereduksi dengan Metode Luff-Schoorl. Metode Luff Schoorl yang berprinsip pada reduksi Cu 2+ oleh gula pereduksi, memiliki kelemahan yaitu reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat tampaknya tidak stoikiometris (Davidson 1967; Southgate 1976), kondisi reaksi kritis (Miller 1959; Southgate 1976), dan laju reaksi tiap gula berbeda-beda (Miller et al 1961). Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah pemanasan, alkalinitas, konsentrasi gula dan kekuatan reagen (Southgate 1976). Faulks dan Timms (1985) mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi selain menunjukkan respon yang bervariasi, reprodusibilitasnya sering sekali buruk, sekalipun dengan menggunakan sistem yang terotomatisasi. Reagen yang diperlukan untuk analisis ini cukup banyak, dan beberapa reagennya rentan terhadap oksidasi oleh oksigen (Faulks dan Timms 1985) dan memerlukan standardisasi berkala. Reagen yang memerlukan standardisasi berkala salah satunya natrium tiosulfat. Selain itu pekerjaan yang diperlukan untuk metode SNI cukup banyak (labourous), alat gelas yang banyak, memakan waktu dan memerlukan tenaga yang terampil. Kesalahan dapat terjadi jika ada substansi dari sampel yang menghambat proses hidrolisis dari karbohidrat menjadi gula-gula pereduksi atau bereaksi dengan produk akhir hasil hidrolisis. Selain itu ada juga kemungkinan bahwa adanya substansi yang menghambat kuantifikasi dari gula pereduksi, misalnya ada agen pengoksidasi yang mengoksidasi kembali tembaga (Cu + ) yang telah tereduksi oleh gula-gula pereduksi; gula pereduksi yang ada malah 46

22 mereduksi senyawa yang lain bukannya tembaga atau ada substansi yang mengganggu kesetimbangan reaksi reversible dari residu garam tembaga. Reaksi residu garam tembaga yang membebaskan iodin adalah sebagai berikut (3.1): (3.1) Iodin yang terbentuk kemudian akan dititrasi dengan tiosulfat (Shaffer dan Hartmann 1920). Jika terjadi reoksidasi pada tembaga yang telah tereduksi oleh gula pereduksi maka residu garam tembaga ( akan semakin banyak dan iodine yang dibebaskan akan semakin besar. Hal ini berdampak pada nilai yang didapat menjadi lebih kecil dibanding nilai yang sebenarnya. Kelemahan lain ada pada faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan yang mengonversi total gula menjadi total karbohidrat, yaitu 0,9. Faktor ini seharusnya berbeda sesuai dengan jenis karbohidrat yang banyak terkandung pada matriks sampel. Faktor konversi 0,9 yang ditetapkan dalam analisis pati seharusnya tidak disamakan dengan analisis total karbohidrat, karena bisa saja komposisi karbohidrat yang terdapat pada matriks sampel tertentu lebih banyak dalam bentuk gula sederhana (monosakarida) dan bukan polisakarida, Sehingga faktor konversi 0,9 bisa jadi membuat nilai total karbohidrat lebih kecil dari yang seharusnya. Dari sini dapat terlihat bahwa pengaruh matriks terhadap hasil analisis salah satunya dipengaruhi komposisi (jenis) karbohidrat penyusun matriks itu sendiri. Konsentrasi dari analat (karbohidrat) suatu sampel diduga tidak terlalu mempengaruhi selama konsentrasinya masih dalam rentang yang dapat dianalisis oleh metode. Adapun pengaruh komponen lain seperti lemak dan protein belum dapat disimpulkan dalam percobaan ini. 47

23 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Perbandingan metode analisis karbohidrat total menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode karbohidrat total SNI yang menggunakan metode Luff Schoorl secara titrimetri dan metode kandidat yang menggunakan Anthrone sulfat secara spektrofotometri pada sampel pangan cair terpilih yang mewakili kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi yaitu kecap manis, kecap asin dan santan yang dilakukan menunjukkan nilai presisi yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji F tetapi hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95%. Estimasi error antara kedua metode dikonfirmasi melalui uji korelasi menggunakan regresi linear yang dilakukan dengan menggunakan tambahan data sekunder dari matriks sampel pangan yang berwujud padat. Metode Anthrone sulfat tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl dalam SNI untuk total karbohidrat, karena Metode Anthrone sulfat dan metode Luff Schoorl tidak memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima. Verifikasi terhadap metode karbohidrat total SNI menggunakan presisi dan akurasi. Presisi dievaluasi berdasarkan ripitabilitas dan reprodusibilitas. Akurasi dievaluasi dengan uji rekoveri pada matriks sampel pangan cair dan bahan acuan serta membandingkan nilai hasil analisis bahan acuan dengan rentang nilai pada bahan acuan. Ripitabilitas metode pada bahan acuan dan matriks pangan cair menunjukkan nilai presisi yang dapat diterima untuk semua sampel dan bahan acuan yang dianalisis bulan pertama sedangkan untuk sampel dan bahan acuan yang dianalisis pada bulan kedua dengan selang waktu dua bulan dari bulan pertama, hanya satu dari tiga bahan acuan yang memiliki ripitabilitas yang baik dan hanya satu dari tiga sampel matriks pangan cair yang memiliki ripitabilitas yang baik. Hasil uji reprodusibilitas juga menunjukkan bahwa dua dari tiga bahan acuan yang dianalisis pada bulan pertama dan kedua memiliki nilai yang berbeda nyata dan satu dari tiga sampel matriks pangan cair yang dianalisis pada bulan pertama dan kedua memiliki nilai yang berbeda nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reprodusibilitas metode SNI tidak begitu baik. Hal ini dapat disebabkan adanya perubahan atau ketidakstabilan dari reagen Luff-Schoorl, sampel pangan cair atau ketidakkonsistenan analisis yang disebabkan oleh prosedur analisis yang panjang. 48

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Seluruh bahan kimia yang digunakan memiliki grade analitik. Asam sulfat terkonsentrasi (H 2 SO 4 98%), reagen anthrone, KI, HCl 37%, Na 2 CO 3,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang direkomendasikan untuk menganalisis komponen kimia yang terkandung dalam produk pangan ialah metode yang telah divalidasi atau diverifikasi (EURACHEM Guide 998). Metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DA PEMBAHASA

V. HASIL DA PEMBAHASA V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 15: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) refluks terbuka dengan refluks terbuka secara titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4 2- secara turbidimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Sampel yang digunakan untuk pengukuran ripitabilitas yaitu isolat protein kedelai, kedelai yang ditambahkan dekstrin, dan kacang kedelai, sedangkan untuk pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 11: Cara uji derajat keasaman (ph) dengan menggunakan alat ph meter

Air dan air limbah Bagian 11: Cara uji derajat keasaman (ph) dengan menggunakan alat ph meter Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 11: Cara uji derajat keasaman (ph) dengan menggunakan alat ph meter ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri PENENTUAN KADAR CuSO 4 Dengan Titrasi Iodometri 22 April 2014 NURUL MU NISAH AWALIYAH 1112016200008 Kelompok 2 : 1. Widya Kusumaningrum (111201620000) 2. Ipa Ida Rosita (1112016200007) 3. Ummu Kalsum A.L

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Data Hasil Penelitian dan Perhitungan

LAMPIRAN. Data Hasil Penelitian dan Perhitungan 45 LAMPIRAN 1 Data Hasil Penelitian dan Perhitungan 46 DATAHASIL PENELITIAN Tabel 10. Jumlah Titran Yang Dibutuhkan Selama Analisa Konsentrasi Menit ke- Na 2 SO 4 0,1N (ml) H 2 SO 4 (N) Tapioka Maizena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Titrasi IODOMETRI & IOdimetri

Titrasi IODOMETRI & IOdimetri Perhatikan gambar Titrasi IODOMETRI & IOdimetri Pemutih Tujuan Pembelajaran Mendeskripsikan pengertian titrasi iodo-iodimetri Menjelaskan prinsip dasar titrasi iodo-iodimetri Larutan standar Indikator

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG

ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG Mirsya Ekarina Mulyani 1407 100 053 Pembimbing: Dra. Sukesi, M.Si Contents Pendahuluan Latar Belakang Lebih dari setengah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 16: Cara uji kadmium (Cd) dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan.

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan. 1.1 Latar Belakang Percobaan Adalah uji untuk membuktikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam karbohidrat. Definisi klasik karbohidrat berdasarkan asal katanya yaitu carbo dari bahasa

TINJAUAN PUSTAKA. dalam karbohidrat. Definisi klasik karbohidrat berdasarkan asal katanya yaitu carbo dari bahasa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karbohidrat Kebanyakan ahli kimia kesulitan dalam mengelompokkan bahan apa saja yang termasuk ke dalam karbohidrat. Definisi klasik karbohidrat berdasarkan asal katanya yaitu

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat

Air dan air limbah Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata... i ii

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. 3.1 Bahan Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN),

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II TITRASI IODOMETRI. KAMIS, 24 April 2014

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II TITRASI IODOMETRI. KAMIS, 24 April 2014 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II TITRASI IODOMETRI KAMIS, 24 April 2014 DISUSUN OLEH: Fikri Sholiha 1112016200028 KELOMPOK 4 1. Annisa Etika Arum 2. Aini Nadhokhotani Herpi 3. Rhendika Taufik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS KUALITATIF NATRIUM BENZOAT Tujuan analisis kualitatif natrium benzoat adalah untuk mengetahui apakah di dalam suatu sampel terkandung natrium benzoat. Pada analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

Kimia Pangan ~ Analisis Karbohidrat ~

Kimia Pangan ~ Analisis Karbohidrat ~ Kimia Pangan ~ Analisis Karbohidrat ~ By. Jaya Mahar Maligan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 2014 Metode Analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 9: Cara uji nitrit (NO 2 _ N) secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 9: Cara uji nitrit (NO 2 _ N) secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 9: Cara uji nitrit (NO 2 _ N) secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958) LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI 01-3546-2004 yang dimodifikasi*) Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental dilakukan dengan menggunakan Hand-Refraktometer Brix 0-32%*.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI Oleh : WAHYU PURWANITA K100050239 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA

Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA Modul 3 Ujian Praktikum KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA Disusun oleh: Sandya Yustitia 10515050 Fritz Ferdinand 10515059 Maulinda Kusumawardani 10515061 Muhammad

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT SKRIPSI MANIKHARDA F

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT SKRIPSI MANIKHARDA F PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT SKRIPSI MANIKHARDA F24061217 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS O L E H: NAMA : HABRIN KIFLI HS STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK : V (LIMA) ASISTEN : SARTINI, S.Si LABORATORIUM KIMIA ANALITIK FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pada penelitian ini diawali dengan penentuan kadar vitamin C untuk mengetahui kemurnian vitamin C yang digunakan sebagai larutan baku. Iodium 0,1N digunakan sebagai peniter

Lebih terperinci

Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI : 2009

Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI : 2009 JURNAL TEKNOLOGI PROSES DAN INOVASI INDUSTRI, VOL. 2, NO. 1, JULI 2017 19 Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI 6989.20 : 2009 Methods Verification of Sulfat Analysis in

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

LAMPIRAN 0,5 M 0,75 M 1 M 30 0,6120 % 1,4688 % 5,0490 % 45 2,2185 % 4,7838 % 2,9197 % 60 1,1016 % 0,7344 % 3,3666 %

LAMPIRAN 0,5 M 0,75 M 1 M 30 0,6120 % 1,4688 % 5,0490 % 45 2,2185 % 4,7838 % 2,9197 % 60 1,1016 % 0,7344 % 3,3666 % LAMPIRAN LAMPIRAN 1. DATA PERCOBAAN L.1.1 Data Percobaan Kadar Gula Reduksi Sebelum Inversi Tabel L.1 Data Percobaan Kadar Gula Reduksi Sebelum Inversi Waktu Hidrolisis (Menit) Konsentrai HCl 0,5 M 0,75

Lebih terperinci

Analisa Karbohidrat. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

Analisa Karbohidrat. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Analisa Karbohidrat Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Definisi Karbohidrat Turunan aldehida atau keton yang memiliki rumus umum (CH 2 O) n atau C n H 2n O n. Karbohidrat terbentuk dari sintesa

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB KADAR ABU & MINERAL 1 PENDAHULUAN Analisis kadar abu penting untuk bahan atau produk pangan Menunjukkan kualitas seperti pada teh, tepung, atau gelatin Merupakan perlakuan awal untuk menentukan jenis mineral

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 14: Cara uji oksigen terlarut secara yodometri (modifikasi azida)

Air dan air limbah Bagian 14: Cara uji oksigen terlarut secara yodometri (modifikasi azida) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 14: Cara uji oksigen terlarut secara yodometri (modifikasi azida) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN Molisch Test Uji KH secara umum Uji Molisch dinamai sesuai penemunya yaitu Hans Molisch, seorang ahli botani dari Australia. Prosedur Kerja : a. Masukkan ke dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya akan diisi sebanyak 2 g sampel lalu ditimbang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi terutama bidang industri di Indonesia memiliki dampak yang beragam. Dampak positifnya adalah pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, di sisi

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian 25 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium jurusan pendidikan kimia dan laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan, tepung tapioka dikondisikan dengan menempatkan sampel ini di dalam wadah yang berisi larutan garam jenuh dan disimpan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Semarang untuk analisis kadar protein, viskositas, dan sifat organoleptik.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di laboratorium kimia Analis Kesehatan Muhammadiyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan

Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

KONVERSI ENZIMATIK (ENZ)

KONVERSI ENZIMATIK (ENZ) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA KONVERSI ENZIMATIK (ENZ) Disusunoleh: Arti Murnandari Dr. Retno Gumilang Dewi Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Macam-macam Titrasi Redoks dan Aplikasinya

Macam-macam Titrasi Redoks dan Aplikasinya Macam-macam Titrasi Redoks dan Aplikasinya Macam-macam titrasi redoks Permanganometri Dikromatometri Serimetri Iodo-iodimetri Bromatometri Permanganometri Permanganometri adalah titrasi redoks yang menggunakan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 13: Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri

Air dan air limbah Bagian 13: Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 13: Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci