BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU T E S I S JULI PURNOMO NIM : S PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

2 UNIVERSITAS SEBELAS MARET PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT PARU JULI PURNOMO NIM : S PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 ii

3 Penelitian ini dilakukan di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta Pimpinan : Prof. Dr. Suradi, SpP(K), dr., MARS Pembimbing : Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) Prof. Dr. Suradi, SpP(K), dr., MARS Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK PENELITIAN INI MILIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 iii

4 PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU Tesis ini telah disetujui oleh : Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) :... Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS :... Ketua Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) :... Pembimbing I Prof. Dr. Suradi, dr, SpP(K), MARS :... Pembimbing II Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK :... Pembimbing III Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta ala atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai persyaratan akhir pendidikan spesialis di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari para guru, keluarga, teman sejawat PPDS paru, karyawan medis dan non medis, serta para pasien yang berpartisipasi selama pendidikan dan penelitian ini. Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada : Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS Ketua program studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan pembimbing utama penelitian ini yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan kritik yang positif. Terima kasih penulis haturkan setinggi-tingginya atas ilmu dan petunjuk yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan. Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang senantiasa menanamkan kedisiplinan, ketelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pola berfikir dan bertindak ilmiah serta telah banyak memberi masukan pengetahuan, saran dan kritik yang membangun. Terima kasih penulis haturkan atas dedikasi tinggi beliau untuk kemajuan bagian Pulmonologi. Hadi Subroto, dr., SpP(K), MARS Beliau selalu menanamkan kemandirian, kepercayaan diri, kebersamaan, keutuhan dan dedikasi tinggi bagian Pulmonologi sehingga dapat lebih maju menghadapi tantangan ilmu kedokteran ke depan. Penulis menghaturkan banyak terima kasih atas himbauan dan bimbingan beliau untuk kemajuan bersama bagian Pulmonologi. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 v

6 Yusup Subagio Sutanto, dr., SpP(K) Beliau adalah bapak semua PPDS Paru yang senantiasa tidak jemu mengingatkan kami untuk tetap semangat, berdedikasi dan memberikan yang terbaik untuk sesama. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan atas nilai-nilai luhur yang telah beliau tanamkan kepada penulis. Reviono, dr., SpP(K) Sekretaris Program Studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS yang senantiasa memberi bimbingan, saran serta kritik yang membangun. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik yang beliau berikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi. Ana Rima Setijadi, dr., SpP Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi. Sugeng Purwoko, dr., M.Med.Sci, SpGK Selaku pembimbing metodologi penelitian yang telah banyak meluangkan waktu disela kesibukannya sebagai pembantu dekan II Fakultas Kedokteran UNS, memberikan bimbingan dan pemahaman statistik sehingga lebih mudah dipahami. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat selesai. Harsini, dr., SpP Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik selama pendidikan. Beliau jugalah yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan tesis ini secara tepat waktu. Jatu Aphridasari, dr., SpP Beliau banyak memberi masukan dan koreksi demi perbaikan tesis ini. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 vi

7 Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf pengajar : Dr. Setiawan Usman SpP (alm), Dr. M. Syahril Mansyur SpP, Dr. Fordiastiko SpP, Dr. Hasto Nugroho SpP, Dr. IGN. Widyawati SpP atas bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti pendidikan keahlian. Ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta 2. Dekan Fakultas Kedokteran UNS 3. Kepala Bagian Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS 4. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/FK UNS 5. Kepala Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta 6. Kepala Bagian Kardiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta 7. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta 8. Kepala Bagian Anestesi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta 9. Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta 10. Direktur Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Ngawen Salatiga 11. Direktur RSU Wonogiri 12. Kepala BP4 Klaten 13. Kepala BPPKM Surakarta beserta seluruh staf atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama penulis mengikuti tugas pendidikan. Penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada ayahanda H. Harto Diharjo dan ibunda tercinta Suparti Harto Diharjo (Alm) atas asuhan, didikan, pengorbanan tiada tara dan tak terhingga serta do a kepada ananda. Terima kasih penulis haturkan kepada ibu Rieni Eddy S. Palil atas arahan, himbauan dan tauladan yang telah diberikan selama ini. Kepada istri Drg. Anjar Mastuti Ratna Yudiasari tercinta yang senantiasa setia, menerima apa adanya dan mendukung setiap langkah penulis sampai akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Untuk ketiga putra-putri tercinta Pramesa Juan Fadillah, Zulfikar Juan Pramasta dan Safira Juanita Ramadani, buah hati tersayang Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 vii

8 yang mampu mengubah suasana menjadi riang, sehingga hilang rasa penat dan letih. Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Yun Amril SpP, Dr. Azril Hasan SpP, Dr. Windu Prasetya SpP, Dr. Chrisrianto EN SpP, Dr. Yani Purnamasari SpP, Dr. Ni Nyoman Priantini SpP, Dr. Ikalius SpP, Dr. Kenyorini SpP, Dr. Allen Wydisanto SpP, Dr. I Wayan Agus Putra SpP, Dr. Joko Susilo SpP, Dr. Enny S Sarjono SpP dan seluruh rekan PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua rekan perawat poliklinik (Mbak Krisni, mbak Harti, Bu Pur, Pak Kuswanto) dan bangsal rawat paru di RSDM, RSP Ario Wirawan Salatiga dan BP4 Klaten serta rekan kerja di SMF paru (mas Waluyo, mbak Yamti, mbak Lusi, mbak Puji, mas Arif, mbak Anita, mbak Ira) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh karyawan di bagian Patologi Anatomi yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian. Akhir kata, penulis menyampaikan mohon maaf atas segala kekhilafan, ketidaksempurnaan dan kekurangan selama menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi. Semoga Allah Subhana Wa Ta ala memberikan ridho-nya sehingga ilmu dan pengalaman yang penulis miliki dapat bermanfaat bagi sesama. Surakarta, Juni 2010 Penulis Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 viii

9 RINGKASAN PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU Juli Purnomo Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi. Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stadium lanjut. Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya metode non invasif yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37 o C. 3 Sputum diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun secara dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol, inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dalam mendiagnosis kanker paru. Hasil dari ketiga cara tersebut dibandingkan untuk direkomendasikan sebagai cara pemeriksaan sitologi sputum dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 ix

10 Jenis penelitian yang digunakan ialah uji diagnostik, yang membandingkan sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum antara cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol, inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol untuk mendiagnosis kanker paru. Penelitian dilakukan terhadap 57 pasien yang terbukti menderita kanker paru yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel diambil dengan teknik Consecutive Quota sampling. Pembacaan hasil sitologi sputum dilakukan oleh seorang ahli patologi anatomi. Hasil penelitian didapatkan jenis kelamin subjek penelitian terdiri dari 40 orang (70%) laki-laki dan 17 orang (30%) perempuan. Jenis sel pada laki-laki terbanyak adalah karsinoma sel besar dan jenis sel terbanyak pada perempuan adalah adenokarsinoma.umur paling muda adalah 29 tahun dan paling tua adalah 76 tahun dengan rerata umur 58,2 ± 5,70 tahun. Jenis sel kanker terbanyak pada umur di bawah 60 tahun adenokarsinoma, sedangkan jenis sel kanker terbanyak pada umur di atas 60 tahun adalah karsinoma sel besar. Sebanyak 40 orang (70%) adalah perokok dan 17 orang (30%) bukan perokok. Jenis sel kanker terbanyak pada perokok adalah karsinoma sel besar, sedangkan jenis sel kanker terbanyak bukan perokok adalah adenokarsinoma. Letak tumor paling banyak adalah di perifer yaitu 33 kasus (57,8%), letak sentral sebanyak 21 kasus (37,0%) dan tak bisa ditentukan adalah sebanyak 3 kasus (5,2%). Jenis sel kanker terbanyak pada letak perifer adalah adenokarsinoma, jenis sel kanker terbanyak pada letak sentral adalah karsinoma sel skuamosa dan semua kasus tak dapat ditentukan letaknya adalah adenokarsinoma. Sensitiviti pemeriksaan sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol adalah 3,5%. Sensitiviti pemeriksaan sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano adalah sebesar 10,5%. Sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum dengan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol adalah 24,5%. Untuk membandingkan sensitiviti ketiga cara pemeriksaan tersebut digunakan test of agreement (uji kesepakatan) dengan menghitung nilai kappa (k) dan uji kemaknaan dihitung nilai z. Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol mempunyai Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 x

11 nilai kesepakatan yang lemah (k = 0,472) dan bermakna (z hitung > z ). Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3 % 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol mempunyai nilai kesepakatan yang baik (k = 0,668) dan bermakna (z hitung > z ). Sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol memiliki nilai kesepakatan yang lemah (k = 0,202) dan bermakna (z hitung > z ). Kesimpulan, pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano direkomendasikan dapat dipakai untuk untuk skrining deteksi dini kanker paru. Kata kunci : kanker paru, sitologi sputum, inhalasi NaCl 3%, bilasan bronkus. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xi

12 ABSTRACT THE COMPARATION OF EXAMINATION SENSITIVITY BETWEEN SALINE INHALATION SPUTUM AND ALCOHOL FIXATION BRONCHIAL WASHING WITH SACCOMANO FIXATION FOR LUNG CANCER DIAGNOSIS Juli Purnomo Background : Histopathological examination is paramount in patients with suspected lung cancer, because it is a gold standard for lung cancer diagnosis. Sputum cytology examination is the only non-invasive examination that can detect lung cancer, besides it is quite cheap and can be used widely. Objective : The aim of this study is to compare whether any sensitivity differences among once 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. Setting : In the ward unit of Dr. Moewardi general hospital Surakarta. Methods : A total of 57 consecutive quota samples were examined once saline 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. The three ways were calculated for sensitivity and compared the value of the agreement and significancy. To compare the sensitivity of the screening method was used agreement test by calculating the kappa (k) and significant test by calculating the value of z. Result : The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was more sensitive than once 3% saline inhalation with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.472) and significant (z calculated > z ). The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.668) and significant (z calculated > z ). Once 3% saline inhalation with alcohol fxation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has poor agreement (k = 0.202) and significant (z calculated > z 1-.05). Conclusion : Sputum cytologic examination was done by doing continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation can be recommended to be used for early detection of lung cancer screening. Key words : lung cancer, sputum cytology, 3% saline inhalation, bronchial washing Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xii

13 DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i KATA PENGANTAR... v RINGKASAN... ix ABSTRAK... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi histologi... 4 B. Penderajadan kanker paru... 8 C. Tampilan D. Deteksi dini E. Pemeriksaan sitologi sputum BAB III. PENELITIAN SENDIRI A. Rumusan masalah B. Tujuan penelitian C. Hipotesis D. Manfaat penelitian E. Kerangka konsep F. Metodologi penelitian Jenis penelitian Tempat dan waktu penelitian Sampel penelitian Kriteria penerimaan Kriteria penolakan Besar sampel Definisi operasional Prosedur pengumpulan data G. Analisis data H. Etika penelitian J. Alur penelitian BAB IV. HASIL PENELITIAN BAB V. PEMBAHASAN BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Penderajadan kanker paru Tabel 2. Tampilan umum menurut skala Karnofsky Tabel 3. Distribusi subjek penelitian berdasar jenis kelamin Tabel 4. Distribusi subjek penelitian berdasar usia Tabel 5. Distribusi subjek penelitian berdasar kebiasaan merokok Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasar letak tumor Tabel 7. Distribusi sel kanker berdasar jenis kelamin Tabel 8. Distribusi sel kanker berdasar usia Tabel 9. Distribusi sel kanker berdasar letak tumor Tabel 10. Distribusi sel kanker berdasar riwayat merokok Tabel 11. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan Cara inhalasi NaCl 3% 3hari dengan fiksasi Saccomano Tabel 12. Perbandingan cara inhalasi NaCl 3 hari dengan fiksasi Saccomano Dan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol Tabel 13, Perbandingan cara inhalasi NaCl 1 kali dengan fiksasi alkohol dan Bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xiv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambaran sitologi karsinoma sel skuamosa... 6 Gambar 2. Gambaran sitologi adenokarsinoma... 6 Gambar 3. Gambaran sitologi karsinoma sel kecil... 7 Gambar 4. Gambaran sitologi karsinoma sel besar... 7 Gambar 5. Klasifikasi / pembagian paru Gambar 6. Kerangka konsep Gambar 7. Rangkaian proses Saccomano Gambar 8. Alur penelitian Gambar 9. Grafik cara ambil sampel Gambar 10. Grafik jenis sel kanker baku emas Gambar 11. Jenis sel kanker didapat dari inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano Gambar 12. Grafik persentase jenis sel kanker didapat dari bilasan bronkus Gambar 13. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensistiviti cara Inhalasi NaCl 3% fiksasi alkohol dibanding dengan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasisaccomano Gambar 14. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sesnsitiviti cara inhalasinacl 3% dengan fiksasi Saccomano dibanding cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol Gambar 15. Grafik tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitiviti cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi Saccomano Gambar 16. Rangkuman hasil penellitian Gambar 17. Patogenesis rokok sebagai faktor risiko kanker paru Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar penjelasan untuk pasien Lampiran 2. Surat persetujuan Lampiran 3. Data dasar subjek penelitian Lampiran 4. Lembar kelaikan etik BAB I PENDAHULUAN Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi. Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stadium lanjut. 1 Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. 1,2 Dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan peningkatan pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. 1 Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37 o C. 3 Sputum bisa diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan pemeriksaan langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga didapatkan karakteristik morfologi sel yang lebih baik untuk diagnostik. Kerugiannya, apusan dan fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xvi

17 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya metode non invasif yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma. 5 Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara diinduksi maupun dengan cara dikumpulkan. Pengumpulan sputum selama tiga hari (three days pooled sputum) dapat meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano (50% alkohol dan 2% polietilen glikol) merupakan cara yang direkomendasikan dalam pengumpulan dan fiksasi sampel. Keuntungan metoda Saccomano, sputum yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat jalan dan prosesnya sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar. 4 Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitiviti sekitar 5 23%. 4 Penelitian oleh Tintin dkk mendapatkan sensitiviti pemeriksaan sputum dengan inhalasi NaCl 3% sebesar 4,3% dan metoda Saccomano mendapatkan hasil sensitiviti sebesar 18,3%. 5 Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus. Mak dkk melaporkan sensitiviti penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%. Sedangkan sensitiviti penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-52%. 6 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitiviti bilasan bronkus sebesar 21,2% dan spesiviti 100%. 7 Berdasar hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai sensitiviti metoda Saccomano dan bilasan bronkus hanya terdapat sedikit perbedaan (21,2% - 18,3% = 2,9%). Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi hasil sitologi sputum adalah jumlah sputum. Induksi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% akan memperbaiki bersihan mukosilier. Bersihan mukosilier akan mempengaruhi jumlah sputum yang dikeluarkan disamping reflek batuk. 3 Sehingga diharapkan dengan inhalasi NaCl 3% akan menambah jumlah sputum yang akan diperiksa. Peneliti mencoba menguji inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dengan harapan akan mendapatkan jumlah sampel sputum yang banyak sehingga akan menambah nilai sensitiviti. Peneliti berharap peningkatan sensitiviti tersebut akan melebihi sensitiviti pemeriksaan bilasan bronkus. Sehingga cara tersebut bisa Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xvii

18 direkomendasikan di Rumah Sakit yang tidak memiliki alat bronkoskopi untuk mendiagnosis kanker paru. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis pasti kanker paru ditentukan oleh hasil pemeriksaan patologi anatomi. Dasar pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan mikroskopik terhadap perubahan sel atau jaringan organ akibat penyakit. Terdapat 2 jenis pemeriksaan patologi anatomi yaitu pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk memeriksa jaringan tubuh, sedangkan pemeriksaan sitologi memeriksa kelompok sel penyusun jaringan tersebut. Pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti (baku emas) sedangkan pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum tindakan bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi pertumbuhan kanker bahkan sebelum timbul manifestasi klinis penyakit kanker. 8 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan metode yang dapat diandalkan dan tepat untuk mendeteksi dan mendiagnosis kanker paru. 9 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan noninvasif yang dapat mendeteksi kanker paru, cukup murah dan dapat digunakan secara luas. 10 Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37 o C. Sputum diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun secara dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan pemeriksaan langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga didapatkan karakteristik morfologi sel yang lebih baik untuk diagnostik. Kerugiannya adalah apusan dan fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 11 Keuntungan metoda Sccomano, sputum yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan pada penderita rawat jalan dan prosesnya Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xviii

19 sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar. 12 Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitiviti sekitar 5 23%. Penelitian oleh Tintin dkk mendapatkan sensitiviti pemeriksaan sputum dengan inhalasi NaCl 3% sebesar 4,3% dan 18,3% dengan metoda Saccomano. 13 A. KLASIFIKASI HISTOLOGI Klasifikasi histologi kanker paru karsinoma bukan sel kecil menurut WHO tahun 2004 adalah sebagai berikut: 1 1. Squamous carcinoma (epidermoid carcinoma) dengan jenis sel : a. Papillary b. Clear cell c. Small cel d. Basaloid 2. Adenocarcinoma dengan jenis sel : a. Aciner adenocarcinoma b. Pappilary adenocarcinoma c. Bronchoalveoler carcinoma d. Solid adenocarcinoma with mucin production e. Adenocarcinoma tipe campuran. 3. Adenoskuamous carcinoma 4. Large cell carcinoma, dengan jenis sel : a. Large cell neuroendocrine carcinoma b. Basaloid carcinoma c. Lympoepithelioma-like carcinoma d. Clear cell carcinoma e. Large cell carcinoma with rhapdoid pnenothype 5. Sarcomatoid carcinoma a. Pleomorphic carcinoma b. Spindle cell carcinoma c. Giant cell carcinoma. d. Carcinosarcoma Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xix

20 e. Pulmonary blastoma 6. Carcinoid tumours a. Typical carcinoid b. Atypical carcinoid 7. Salivary gland type carcinoma a. Mucoepidermoid carcinoma b. Adenoid cystic carcinoma c. Epitelial-myoepitelial carcinoma Untuk kepentingan klinis cukup ditetapkan empat jenis histologis yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel kecil dan karsinoma sel besar. Berikut ini akan dijelaskan gambaran dari setiap karsinoma tersebut Karsinoma sel skuamosa (epidermoid carcinoma) Keganasan epitel yang menunjukkan keratinisasi dan/atau jembatan antar sel. Gambara khas sel ganas ini adalah pleimorfi yang jelas dalam bentuk dan luasnya. Berbagai gambaran klasik sel-sel ganas seperti sel-sel kecebong, sel-sel gelendong dan sel-sel jenis ketiga tipe parabasal dapat ditemukan. Intinya menunjukkan hiperkromasi yang jelas dengan kecenderungan ke arah kariopiknosis (pengerutan inti sel dan kondensasi kromatin). Tumor ini biasanya lebih banyak terletak di bagian sentral saluran napas bagian bawah dan cenderung melepaskan banyak sel ganas ke dalam sputum, sikatan atau bilasan bronkus. 14 Gambaran sel kanker jenis karsinoma sel skuamosa dapat dilihat pada gambar 1 di bawah. Gambar 1. Gambaran sitologi karsinoma sel skuamosa Dikutip dari (14) Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xx

21 2. Adenokarsinoma (adenocarcinoma) Tumor sel ganas dengan diferensiasi glanduler atau produksi musin oleh sel tumor memperlihatkan pertumbuhan asiner, papiler, bronkioalveoler atau solid dengan formasi musin atau bentuk campuran. Frabbel mengemukakan kriteria penting untuk mengenal adenokarsinoma bila ditemukan kelompok sel yang tersusun seperti bola-bola kecil dengan inti mengandung anak inti kecil dan antara satu sel dengan sel lain tidak menunjukkan perlekatan. Tumor jenis ini kebanyakan terletak di bagian perifer paru dan cenderung kurang mengalami eksfoliasi dibanding tumor skuamous. 14 Gambar sel kanker jenis adenokarsinoma dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Gambaran sitologi adenokarsinoma Dikutip dari (14) 3. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma) Keganasan epitel yang terdiri atas sel kecil dengan sitoplasma sedikit, batas sel tidak jelas, kromatin inti granuler halus dan anak inti tidak ada atau tidak nyata. Gambaran khas dari kelompok sel tumor yang kecil-kecil ini adalah tersusun melekat satu sama lain dengan inti yang tidak teratur. Sediaan sputum banyak sel kanker terperangkap dalam lendir. 14 Gambar karsinoma sel kecil dapat dilihat pada gambar 3. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxi

22 (14) Gambar 3. Gambaran sitologi karsinoma sel kecil Dikutip dari 4. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma) Sel tumor berinti besar, anak inti menonjol dengan sitoplasma berukuran menengah. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tidak menunjukkan terdapat diferensiasi baik pada sel maupun jaringan. Pemeriksaan secara ultrastruktur, sitoplasma menunjukkan tanda berasal dari adenokarsinoma atau karsinoma sel skuamosa. Jadi sebutan karsinoma sel besar lebih memudahkan klasifikasi daripada menunjukkan sifat biologik yang sebenarnya. 14 Gambar 4. Gambaran histologis karsinoma sel besar Dikutip dari (14) B. PENDERAJATAN KANKER PARU Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter spesialis patologi anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi atau histologi yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus ditetapkan apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) atau kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). 1 Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxii

23 I. Kanker paru karsinoma bukan sel kecil Penderajatan untuk keganasan KPKBSK ditentukan menurut International System For Lung Cancer 1997 berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx, To sampai T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No sampai N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh. 1 Penderajatan tersebut direvisi berdasarkan proposal yang diajukan oleh International Association for the Study of Lung Cancer 2007, penderajatan kanker paru sebagai berikut: 15 Tumor primer (T) T1 : Tumor diameter < 3 cm terletak di paru atau pleura viseral, belum mengenai bronkus proksimal. T1a : diameter tumor < 2 cm T1b : diameter tumor > 2 cm T2 : Tumor > 3cm tetapi < 7 cm dengan : Mengenai brokus utama > 2 cm bawah karina. Mengenai pleura viseral Berhubungan dengan atelektasis obstruktif pneumonia yang meluas ke hilus tetapi tidak seluruh paru. T2a : tumor < 5 cm T2b : tumor > 5 cm T3 : Tumor > 7 cm atau bila didapatkan: invasi tumor ke dinding dada, nervus frenikus diafragma, mediastinum, pleura parietal, perikardium, bronkus utama < 2 cm dari karina (belum mengenai karina). Atelektasis atau obstruksi pneumonitis seluruh paru. Terdapat nodul tumor terpisah di lobus yang sama. T4 : Tumor dengan ukuran sembarang yang menginvasi mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, nervus laringeus rekuren, nervus esofagus, tulang belakang, karina atau dengan nodul tumor di lobus ipsilateral yang berbeda. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxiii

24 Kelenjar limfe regional (N) NO : tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional. N1 : metastasis ke peribronkial ipsilateral dan atau hilus ipsilateral dan kelenjar intrapulmonal. N2 : metastasis ke mediastinum ipsilateral dan atau kelenjar limfe subkarina. N3 : metastasis ke mediastinum kontralateral, hilus kontralateral, mediastinum kontralateral, hilus kontralateral, skapula kontralateral atau kelenjar limfe supraklavikuler Metastase luas (M) M0 : Tidak ada metastasis luas. M1 : Metastasis luas M1a : nodul-nodul tumor terpisah di kontralateral lobus : dengan nodul pleura atau keganasan pleura atau efusi pleura. M1b : metastasis luas ke organ lain Berdasar sistem TNM tersebut maka stadium KPKBSK dapat ditentukan, dan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah. Tabel 1 : Penderajatan Kanker paru Stadium IA T1a-T1b NO MO Stadium IB T2a NO MO Stadium IIA T1a-T2a N1 MO T2b No MO Stadium IIB T2b N1 MO T3 NO MO Stadium IIIA T1a-T3 N2 MO T3 N1 MO T4 NO-N1 MO Stadium IIIB T4 N2 MO Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxiv

25 T1a-T4 N3 MO Stadium IV sembarang T sembarang N M1a atau M1b Dikutip dari (15) II. Kanker paru karsinoma paru sel kecil (KPKPSK) Penderajatan TNM untuk kanker paru tidak bisa diterapkan pada jenis KPKPSK karena sifatnya yang cepat bermetastasis, dan sering pasien terdiagnosis sudah dalam stadium lanjut. Stadium KPKPSK dibagi menjadi: 16 - Limited stage disease : 1. Very limited disease : tumor hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks) tanpa mengenai kelenjar mediastinal. 2. Limited disease : tumor melibatkan satu sisi paru (hemitoraks ) dan mengenai kelenjar mediastinum dan nodus supraklavikular ipsilateral. - Extensive stage disease : tumor sudah meluas dari satu hemitoraks dan menyebar ke organ lain selain limited disease. C. TAMPILAN Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan obyektif yang dapat dinilai oleh dokter. Skala internasional untuk menilai berdasarkan skala Karnofsky yang banyak dipakai di Indonesia, 1 seperti terlihat pada tabel 2 dibawah. Tabel 2. Tampilan umum menurut skala Karnofsky Nilai Keterangan Aktivitas normal Ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat menurus diri Sendiri Cukup aktif, namun kadang memerlukan perawatan Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu rawat Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxv

26 sputum. 1 Peningkatan prevalensi kanker paru menyebabkan pentingnya diagnosis yaitu: Ditemukan pada fase preklinik. di rumah sakit Tidak sadar. Dikutip dari (1) D. DETEKSI DINI Keluhan dan gejala kanker paru tidak spesifik seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain. Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II dan III. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stadium lanjut. Dengan rneningkatnya kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subjek dengan risiko tinggi yaitu : lakilaki usia lebih 40 tahun, perokok atau terpajan industri tertentu. 1 Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan sitologi dini. Deteksi dini yang efektif dari suatu penyakit bila didapatkan 3 kriteria 2. Tersedianya teknologi untuk mendeteksi pada fase preklinik. 3. Mampu melakukan intervensi yang efektif ketika penyakit ditemukan. Dua teknik yang tersedia untuk deteksi dini kanker paru tak bergejala yaitu foto toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. 18 Awal tahun 1970, National cancer Institute (NCI) memprakarsai 3 pusat studi yang mengevaluasi penapisan untuk Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxvi

27 kanker paru dengan pemeriksaan foto toraks dan sitologi sputum. John Hopkins Medical Institutions di Baltimore dan Memorial sloan medical keltering di New York, mengadakan studi acak membandingkan kematian kanker paru pada lakilaki perokok yang melakukan pemeriksaan foto toraks tiap tahun dan sitologi sputum tiap 4 bulan atau hanya foto toraks saja. Klinik Mayo melakukan studi perbandingan kematian kanker paru pada laki-laki perokok yang melakukan pemeriksaan foto toraks dan sitologi sputum tiap 4 bulan dibandingkan kelompok kontrol yang tidak melakukan pemeriksaan rutin penapisan. Ternyata tidak ada perbedaan yang bermakna kematian kanker paru diantara kelompok studi dan kelompok kontrol. 19 Berdasar hasil ketiga penelitian acak kontrol yang diprakarsai oleh NCI untuk penapisan kanker, tidak direkomendasikan pemeriksaan foto toraks atau sitologi sputum untuk penyakit ini dalam skala besar. 19 Bila pemeriksaan sitologi sputum dilakukan secara kasus per kasus pada individu dengan risiko tinggi, kanker paru dapat dideteksi lebih awal sehingga memungkinkan penderita mendapatkan terapi kuratif. 20 E. PEMERIKSAAN SITOLOGI SPUTUM. Sputum merupakan sekresi abnormal yang dihasilkan di dalam sistem bronkopulmoner dan dikeluarkan dari sistem tersebut. Sputum merupakan campuran materi seluler, nonseluler dan bahan nonpulmoner yang tergantung pada proses yang mendasarinya. Elemen seluler dapat merupakan inflamasi atau sel darah merah dari saluran napas, eksfoliasi bronkial dan sel alveoler atau sel ganas yang terlepas dari tumor. 21 Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara diinduksi maupun dengan dikumpulkan secara spontan. Pengumpulan sputum tiga hari berturut-turut meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano (50% etil alkohol dan 2% karbowax) direkomendasikan untuk pengumpulan, trasport dan fiksasi. Sampel sputum representatif jika terdapat makrofag alveoli maupun epitel bronkus, sebab hal itu menunjukkan bahwa sampel didapat dari paru. 3 Bahan sputum yang baik adalah sputum yang berasal dari saluran napas bawah dengan cara membatukkan yang dalam. 22 Bahan yang didapat dari batuk Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxvii

28 spontan diperhatikan kualitinya dan hal ini tergantung pada letak lesi, teknik pengeluaran sputum, waktu pengeluaran dan banyaknya bahan yang dikeluarkan. Waktu yang optimal untuk mengeluarkan sputum adalah pagi hari setelah bangun tidur, penderita berkumur terlebih dulu untuk mengurangi kontaminasi oleh sisa makanan maupun bakteri dan tidak sikat gigi. Bila sputum minimal dan setelah diulangi tidak didapatkan spesimen adekuat dapat dibantu dengan induksi. 23 Bahan yang digunakan untuk induksi antara lain sulfur dioksida, larutan garam hipertonik dan propilenglikol dengan memakai teknik inhalasi. Efek samping prosedur inhalasi minimal antara lain pusing akibat hiperventilasi atau mual akibat larutan garam hipertonik. 22,23 Sputum dapat diproses dengan beberapa cara yaitu sputum langsung tanpa fiksasi, metode Saccomano dan sputum blok parafin. Sputum bisa juga dikumpulkan dengan cara invasif yaitu bilasan bronkus. 13 Inhalasi NaCl 3% Inhalasi NaCl hipertonis dapat memperbaiki bersihan mukosilier dengan cara memperbaiki transport ion, aktiviti silier, elastisiti sputum, rigiditi sputum, viskositi sputum, lengketnya sputum dan mediator inflamasi. Lebih jelasnya akan dibahas di bawah. Transport ion Saluran napas manusia diliputi oleh lapisan cairan tipis yang disebut airway surface liquid (ASL) yang akan melindungi sel epitel dari kekeringan, terjebaknya partikel udara yang terinhalasi dan bakteri. Airway surface liquid diatur oleh trasport ion melalui epitel saluran napas yaitu absorbsi sodium dan sekresi klorida. Fungsi optimal ASL diperlukan dalam maximize mucociliary clearence (MCC). Midleton dkk mendapatkan bahwa peningkatan konsentrasi NaCl pada manusia akan merubah transport ion epitel saluran napas. 24 Aktivitas silier Induksi sputum menggunakan inhalasi cairan salin hipertonik sudah banyak dilakukan untuk mendapatkan spesimen dalam penegakan diagnosis Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxviii

29 infeksi saluran napas 25 dan penelitian Lebih dari 20 tahun yang lalu cara tersebut menunjukkan bahwa pasien bronkitis kronik yang diinhalasi aerosol salin hipertonik memperbaiki bersihan mukosilier Peningkatan bersihan mukosilier terjadi karena peningkatan volume sekresi saluran napas 31, peningkatan aktiviti silier 32 atau perubahan isi sekresi. 33 Mediator inflamasi Cairan hiperosmotik dapat merangsang eksudasi plasma melalui inflamasi neurogenik. 34 Larutan hiperosmoler dapat merangsang produksi leukotrien dan prostaglandin yang secara langsung akan merangsang sekresi musin. 35,36 Larutan hiperosmolar merangsang sekresi melalui aksi langsung pada sel sekretori atau pelepasan langsung mediator akibat cetusan sekunder sekresi yang dimediasi oleh reseptor. 36 Studi klinik menunjukkan bahwa inhalasi larutan salin hipertonik meningkatkan bersihan mukosilier baik pada orang sehat maupun penderita asma. Sedangkan laporan terdahulu menunjukkan tidak ada trauma barier saluran napas epitel maupun endotel yang tampak akibat inhalasi salin 3%. 37 Inhalasi larutan hiperosmoler dapat meningkatkan frekwensi gerakan silier. Pemberian inhalasi larutan hiperosmoler akan menyebabkan sekresi musin dan lizosim. Sedangkan batuk saja tidak akan meningkatkan bersihan mukosilier. 29 Perlengketan mukus Inhalasi larutan hipertonik mempunyai efek yang menguntungkan dalam hal perlengketan mukus. Disgupta dkk melaporkan bahwa inhalasi larutan hipertonik akan menurunkan spinabiliti dan rigiditi sputum, sedangkan spinabiliti dan rigiditi berpengaruh pada kelengketan mukus. Dia juga melaporkan bahwa inhalasi larutan hipertonik memperbaiki bersihan mukus secara invitro. 38 Viskositas dan elastisitas sputum Ziment dkk mendapatkan bahwa salin hipertonik dapat memecah ion dalam gel musin sehingga menurunkan viskositi dan elastisiti mukus. Inhalasi Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxix

30 salin hipertonik merangsang gerakan silia melalui pelepasan prostaglandin E2. 39 Wills dkk meneliti kemampuan trasport sputum pada pasien kistik fibrosis dengan menggunakan model marmut. Mereka mengatakan terdapat bukti baik secara invivo maupun invitro bahwa lengketnya mukus diperbaiki dengan larutan saline hipertonik dan hal ini akan menyebabkan perbaikan bersihan mukosilier. 40 Cara dan bahan fiksasi Cara dan bahan fiksasi akan mempengaruhi hasil sitologi. Salah satu cara dan bahan fiksasi yang direkomendasikan adalah metoda Saccomano. Metoda Saccomano Metoda ini pertama kali dikemukakan oleh Saccomano dkk pada tahun Sputum ditampung dalam wadah yang telah berisi larutan fiksasi yang terdiri atas 48 ml etil alkohol 50% yang diencerkan dari alkohol 95%, ditambah 1 ml polietilen glikol (carbowax 1540). 21,42 Polietilen glikol (carbowax) mempunyai rumus kimia sebagai berikut : 43 HOCH 2 (CH 2 OCH 2 ) m CH 2 OH Zat ini digunakan sebagai formulasi farmasi pada preparasi parenteral, oral, topikal dan rektal. Polietilen glikol tersedia dalam tingkat kepekatan yang bervariasi, diindikasikan dengan nomor. Polietilen glikol nomor 200 mempunyai kepekatan yang paling rendah. Polietilen glikol berbentuk cair, sedang lebih dari 1000 berbentuk padat. Polietilen glikol 1500 seperti vaselin, dapat ditaruh di atas gelas objek tanpa mengalami kekeringan. Selain dapat digunakan pada fiksasi Saccomano, campuran polietilen glikol 400, alkohol 96% dan aseton, juga digunakan pada fiksasi dengan teknik penyemprotan (Leiden spray fixative). Pada fiksasi Saccomano, polietilen glikol merembes dan menempati ruang submikroskopik sehingga mencegah sel kolaps dan melindungi sel dari kekeringan. Pengumpulan sputum selama tiga hari (three days pooled sputum) dapat meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxx

31 (50% alkohol dan 2% polietilen glikol) merupakan cara yang direkomendasikan dalam pengumpulan dan fiksasi sampel. 4 Keuntungan metoda Saccomano yaitu sputum yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat jalan dan prosesnya sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar. Bilasan bronkus Bronkoskopi dengan Fibreoptic broncoscope dianggap sebagai cara terbaik dalam mengumpulkan spesimen untuk menegakkan diagnosis kanker paru. Jika lesi endobronkial teridentifikasi selama bronkoskopi maka akan dilakukan biopsi, sikatan dan bilasan. 44,45 Persentase penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%, dengan disikat antara 52-77%, dengan dibiopsi antara 71-91%. Sedangkan persentase penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-52%, dengan cara disikat antara 26-52% dan dengan dibiopsi berkisar antara 36-61%. 46 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitiviti bilasan bronkus sebesar 21,2% dan spesiviti 100%. 47 Sebagian kecil dari sampel sputum dinalisis secara sitologis untuk mendapatkan sel kanker. Tetapi hanya sebagian kecil atau kurang dari 1% merupakan sel tumor. 3 Tingkat keberhasilan penemuan sel kanker tergantung dari: 3,22 1. Letak tumor (sentral atau perifer) 2. Besar dan atau stadium tumor 3. Jenis sel kanker (karsinoma sel skuamosa lebih sering didapat daripada adenokarsinoma) 4. Jumlah sampel sputum. 5. Cara pengambilan sputum 6. Cara fiksasi dan bahan fiksasi 7. Cara pembuatan apusan dan pulasan Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxxi

32 8. Pemeriksaan oleh tenaga yang berpengalaman Jumlah sputum Jumlah sputum juga akan mempengaruhi hasil sitologi. Semakin banyak sputum akan menghasilkan kemungkinan keberhasilan pembacaan sitologi. 3 Letak tumor Letak tumor akan mempengaruhi hasil sitologi sputum. Semakin letak di sentral akan mendapatkan hasil sel kanker lebih besar. 3 Untuk gambar foto toraks letak tumor dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 5. Klasifikasi/pembagian paru meliputi 1) hilus, 2) perihiler, 3) perifer Dikutip dari (41) Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxxii

33 BAB III PENELITIAN SENDIRI A. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengaan fiksasi Saccomano memiliki nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol? 2. Apakah pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano memiliki nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol? B. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum Untuk mengetahui sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dalam mendiagnosis kanker paru. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui perbedaan sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol. b. Untuk mengetahui perbedaan sensitiviti pemeriksaan sitologi sputum cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxxiii

34 C. HIPOTESIS 1. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol. 2. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitiviti lebih tinggi dibanding bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Kepentingan ilmu : menambah pengetahuan dalam pengembangan ilmu terutama diagnosis kanker paru. 2. Kepentingan penelitian : memberikaan landasan dalam pengembangan penelitian tentang diagnosis kanker paru. 3. Kepentingan klinis : dapat digunakan sebagai panduan penegakan diagnosis kanker paru. E. KERANGKA KONSEP Sputum merupakan sekresi abnormal yang dihasilkan di dalam sistem bronkopulmoner dan dikeluarkan dari sistem tersebut. Sputum merupakan campuran materi seluler, nonseluler dan bahan nonpulmoner yang tergantung pada proses yang mendasarinya. Elemen seluler dapat merupakan inflamasi atau sel darah merah dari saluran napas, eksfoliasi bronkial dan sel alveoler atau sel ganas yang terlepas dari tumor. 2 Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37 o C. TUMOR PARU Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxxiv

35 SEKRESI KELENJAR BRONKUS TRANSPORT ION ELASTISITAS SPUTUM AKTIVITAS SILIER RIGIDITAS SPUTUM VISKOSITAS SPUTUM MEDIATOR INFLAMASI A LENGKETNYA SPUTUM MATERIAL SPUTUM INHALASI SEL KANKER CARA DAN BAHAN FIKSASI JUMLAH SAMPEL SPUTUM MATERIAL SPUTUM SACCOMANO SEL KANKER B C MATERIAL SPUTUM BILASAN SEL KANKER Gambar 6. Kerangka konsep : MENGHASILKAN : MEMPENGARUHI AREA A : DILAKUKAN INHALASI NaCl 3% 1 KALI DENGAN FIKSASI ALKOHOL Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxxv

36 AREA B : DILAKUKAN INHALASI NaCl 3% 3 HARI BERTURUT-TURUT DENGAN FIKSASI SACCOMANO AREA C : DILAKUKAN BILASAN BRONKUS DENGAN FIKSASI ALKOHOL F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis penelitian Penelitian ini bersifat uji diagnostik 2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi dan bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Dr. Moewardi Solo. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 November 2009 sampai 30 April Sampel penelitian Sampel penelitian adalah semua pasien yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria penerimaan. Sampel diambil dengan cara consecutive quota sampling sampai jumlah sampel terpenuhi. 4. Kriteria penerimaan - Penderita laki-laki dan perempuan terdiagnosis kaker paru melalui permeriksaan sitologi atau histopatologi. - Penderita kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian. 5. Kriteria penolakan a. Penderita asma b. Terdapat kontraindikasi untuk dilakukan bronkoskopi. c. Penderita HIV AIDS Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS, 2010 xxxvi

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

Lebih terperinci

fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat

fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat The Comparion of Examination Between Saline Inhalation Sputum and Alcohol Fixation Bronchial Washing with Saccomano Fixation for Lung Cancer Diagnosis Eddy Surjanto*, Suradi*, Sugeng Purwoko**, Juli Purnomo*

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kanker Paru Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal karena kanker paru.

Lebih terperinci

KANKER PARU. MEILINA Pembimbing : dr. Johanes R.S Sp.P

KANKER PARU. MEILINA Pembimbing : dr. Johanes R.S Sp.P KANKER PARU MEILINA 02-086 Pembimbing : dr. Johanes R.S Sp.P DEFINISI KANKER PARU Semua penyakit keganasan di paru, mencakup baik yang berasal dari paru sendiri maupun dari luar paru Kanker paru primer

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Christone Yehezkiel P, 2013 Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG Dwirama Ivan Prakoso Rahmadi, 1110062 Pembimbing I : dr. Sri Nadya J Saanin, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010 ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2009 31 DESEMBER 2010 Stevanus, 2011; Pembimbing I : dr. Hartini Tiono, M.Kes. Pembimbing II : dr. Sri Nadya J Saanin,

Lebih terperinci

KANKER PARU. R.M. Ridho Hidayatulloh dr. Rizki Drajat, Sp.P

KANKER PARU. R.M. Ridho Hidayatulloh dr. Rizki Drajat, Sp.P KANKER PARU R.M. Ridho Hidayatulloh 1102011215 dr. Rizki Drajat, Sp.P Definisi Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 Ida Ayu Komang Trisna Bulan, 2015 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA (K). Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru merupakan keganasan kedua

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

PENGARUH AZITROMISIN DOSIS RENDAH TERHADAP LAMA WAKTU PERBAIKAN KLINIS, KADAR IL-8 DAN NEUTROFIL SPUTUM PENDERITA PNEUMONIA

PENGARUH AZITROMISIN DOSIS RENDAH TERHADAP LAMA WAKTU PERBAIKAN KLINIS, KADAR IL-8 DAN NEUTROFIL SPUTUM PENDERITA PNEUMONIA PENGARUH AZITROMISIN DOSIS RENDAH TERHADAP LAMA WAKTU PERBAIKAN KLINIS, KADAR IL-8 DAN NEUTROFIL SPUTUM PENDERITA PNEUMONIA TESIS LEONARDO HELASTI SIMANJUNTAK S501108051 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE 2010-2012 Oleh : NATHANIA VICKI RIANA 100100066 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ) ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ) Felicia S., 2010, Pembimbing I : J. Teguh Widjaja, dr., SpP., FCCP. Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Agung Setiadi, Ana Rima, Jatu Aphridasari, Yusup Subagyo Sutanto Departemen Pulmonologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Akurasi Transbronchial Needle Aspiration dalam tindakan Bronkoskopi dengan dalam membantu menegakkan stadium kanker paru di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA YANG DILAKUKAN TINDAKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR DI INSTALASI DIAGNOSTIK TERPADU (IDT) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS

PROFIL PENDERITA YANG DILAKUKAN TINDAKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR DI INSTALASI DIAGNOSTIK TERPADU (IDT) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS PROFIL PENDERITA YANG DILAKUKAN TINDAKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR DI INSTALASI DIAGNOSTIK TERPADU (IDT) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik Dalam Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PERBEDAAN HASIL DIAGNOSA DRY EYE SYNDROME ANTARA TES SUBJEKTIF DAN TES OBJEKTIF PADA WANITA MENOPAUSE DI SURAKARTA SKRIPSI

STUDI ANALISIS PERBEDAAN HASIL DIAGNOSA DRY EYE SYNDROME ANTARA TES SUBJEKTIF DAN TES OBJEKTIF PADA WANITA MENOPAUSE DI SURAKARTA SKRIPSI STUDI ANALISIS PERBEDAAN HASIL DIAGNOSA DRY EYE SYNDROME ANTARA TES SUBJEKTIF DAN TES OBJEKTIF PADA WANITA MENOPAUSE DI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi.

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi. ABSTRAK Karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng dan menunjukkan gambaran morfologi yang sama dengan karsinoma sel skuamosa di bagian tubuh lain.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA. Gambar 2.1. Anatomi Paru (Moore, Dalley dan Agur, 2010)

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA. Gambar 2.1. Anatomi Paru (Moore, Dalley dan Agur, 2010) 5 BAB 2 TINJAUAN PUSAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru 2.1.1. Anatomi Paru Paru-paru dikelilingi oleh dinding dada. Dinding dada terdiri daripada iga dan otot-otot antara iga. Paru-paru dipisahkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat. Data GLOBOCAN, International Agency for Research on

Lebih terperinci

PERBEDAAN DEPRESI PADA PASIEN ASMA PERSISTEN SEDANG DAN BERAT DENGAN PASIEN PPOK DERAJAT SEDANG DAN BERAT DI RSUD DR.

PERBEDAAN DEPRESI PADA PASIEN ASMA PERSISTEN SEDANG DAN BERAT DENGAN PASIEN PPOK DERAJAT SEDANG DAN BERAT DI RSUD DR. PERBEDAAN DEPRESI PADA PASIEN ASMA PERSISTEN SEDANG DAN BERAT DENGAN PASIEN PPOK DERAJAT SEDANG DAN BERAT DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ARUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

ABSTRAK. Yusup Subagio Sutanto Eddy Surjanto, Suradi, A Farih Raharjo SMF Pulmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi RSUD Dr Moewardi/ FK UNS Surakarta

ABSTRAK. Yusup Subagio Sutanto Eddy Surjanto, Suradi, A Farih Raharjo SMF Pulmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi RSUD Dr Moewardi/ FK UNS Surakarta ABSTRAK Yusup Subagio Sutanto Eddy Surjanto, Suradi, A Farih Raharjo SMF Pulmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi RSUD Dr Moewardi/ FK UNS Surakarta Tuberkulosis paru sebagai penyebab tertinggi kasus

Lebih terperinci

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH Oleh BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG NOVEMBER 2014 I. Waktu Mengembangkan kompetensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

KARSINOMA BRONKUS KARSINOMA BRONKUS PENDAHULUAN

KARSINOMA BRONKUS KARSINOMA BRONKUS PENDAHULUAN KARSINOMA BRONKUS PENDAHULUAN Secara umum gangguan pada saluran napas dapat berupa sumbatan pada jalan napas (obstruksi) atau gangguan yang menyebabkan paru tidak dapat berkembang secara sempurna (restriktif).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menginvasi jaringan sekitar serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain. 21,22,23 Kanker

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menginvasi jaringan sekitar serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain. 21,22,23 Kanker BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KANKER PARU Tumor adalah hasil perkembangbiakan suatu sel tubuh yang tidak terkontrol, yang mana dalam keadaan normal perkembangbiakan sel hanya akan terjadi apabila dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

DETEKSI GEN E-CADHERIN PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RONGGA MULUT DARI SAMPEL BLOK PARAFFIN SKRIPSI

DETEKSI GEN E-CADHERIN PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RONGGA MULUT DARI SAMPEL BLOK PARAFFIN SKRIPSI DETEKSI GEN E-CADHERIN PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RONGGA MULUT DARI SAMPEL BLOK PARAFFIN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NABIEL G.0010131 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

E. Analisis Data...29 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...31 A. Gambaran Subyek Penelitian Distribusi jenis kelamin pasien tuberkulosis

E. Analisis Data...29 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...31 A. Gambaran Subyek Penelitian Distribusi jenis kelamin pasien tuberkulosis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...viii DAFTAR ISI...x DAFTAR GAMBAR...xiii DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xvi INTISARI...xvii ABSTRACT...xviii BAB I. PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang Masalah...1 B. Perumusan

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan diagnosis penyakit pasien. Penegakkan diagnosis ini berperan penting

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Hemoptisis atau batuk darah merupakan darah atau dahak yang bercampur darah dan di batukkan dari saluran

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RESPIRATORY SYSTEM DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KASUS I Seorang pria berusia 45 tahun datang ke Rumah Sakit oleh karena meraba adanya tonjolan yang makin membesar

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

Definisi. Mesothelioma adalah keganasan yang berasal dari sel mesotel yang terletak di rongga pleura.

Definisi. Mesothelioma adalah keganasan yang berasal dari sel mesotel yang terletak di rongga pleura. Mesothelioma Pendahuluan Mesothelioma berhubungan erat dengan paparan asbes. Mesothelioma merupakan kasus yang jarang. Individu yg mempunyai riwayat paparan dengan asbes mempunyai resiko lebih besar menderita

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Paru Yang dimaksud dengan kanker paru adalah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).

Lebih terperinci

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 Jennifer Christy Kurniawan, 1210134 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes.,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitan 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumor Paru Sekunder 2.1.1 Definisi Tumor Paru Sekunder Tumor paru adalah suatu kondisi abnormal yang terjadi pada tubuh akibat terbentuknya suatu lesi atau benjolan pada tubuh,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE 2011-2012 ARTIKEL Diajukan untuk memenuhi tugas akhir Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006

ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006 ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006 Mayasari Indrajaya, 2007. Pembimbing : Penny Setyawati M.,dr.,Sp.PK.,M.Kes. Benign Prostatic Hyperplasia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lapisan, yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. lapisan, yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pleura merupakan selapis membran jaringan fibrosa yang halus, basah dan semi transparan yang terdiri dari selapis epitel skuamosa. Pleura terdiri dari 2 lapisan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan kulit (Weedon et. al., 2010). Karsinoma sel basal terutama terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

Diponegoro No. 1, Pekanbaru,

Diponegoro No. 1, Pekanbaru, ANGKA KETAHANAN HIDUP SATU TAHUN PENDERITA KANKER PARU DI RUANG RAWAT INAP PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE MARET 2010 MARET 2011 Silvi Zuelmi 1), Adrianison 2), Wiwit Ade Fidiawati 3) ABSTRACT

Lebih terperinci

POLA KLINIS KANKER PARU DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JULI JULI 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

POLA KLINIS KANKER PARU DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JULI JULI 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH POLA KLINIS KANKER PARU DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JULI 2013- JULI 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung

Lebih terperinci

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013 Oleh : IKKE PRIHATANTI 110100013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak terkontrol sehingga berubah menjadi sel kanker (1). Data Riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : --------------- c. Jabatan Fungsional : ----- d. Fakultas : Kedokteran e. Perguruan Tinggi : Pembimbing

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASEIN POST-STROKE ISKEMIK AKUT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASEIN POST-STROKE ISKEMIK AKUT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASEIN POST-STROKE ISKEMIK AKUT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Eksy Andhika W G.0010068 FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 ABSTRAK Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 Fifi, 2010. Pembimbing I: Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes Pembimbing II: Evi Yuniawati,

Lebih terperinci

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang Kanker Paru DEFINISI Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker

Lebih terperinci

TESIS IRENA LOLU PUTRIYA SINAGA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

TESIS IRENA LOLU PUTRIYA SINAGA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI PERBANDINGAN KETEPATAN ANTARA PEMERIKSAAN SITOLOGI SPUTUM INDUKSI NaCl 3% DENGAN SITOLOGI SPUTUM POST BRONKOSKOPI SECARA FIKSASI SACCOMANNO DALAM MEMBANTU PENEGAKAN DIAGNOSIS KANKER PARU TESIS Diajukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN DERAJAT KLINIS ASMA BRONKHIAL DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN DERAJAT KLINIS ASMA BRONKHIAL DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN DERAJAT KLINIS ASMA BRONKHIAL DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER SKRIPSI Oleh Putri Tama Hasandy S.V NIM 042010101045 BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

KADAR CARCINOEMBRIONIC ANTIGEN (CEA) PADA PASIEN KANKER PARU YANG MENDAPAT KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

KADAR CARCINOEMBRIONIC ANTIGEN (CEA) PADA PASIEN KANKER PARU YANG MENDAPAT KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN T E S I S KADAR CARCINOEMBRIONIC ANTIGEN (CEA) PADA PASIEN KANKER PARU YANG MENDAPAT KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN ADE RAHMAINI NIM 097107005 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 i KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 Oleh : YAATHAVI A/P PANDIARAJ 100100394 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Farmakoekonomi Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1. LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN KELOMPOK (INFORMATION FOR CONSENT) Selamat pagi/siang Bapak/ Ibu/ Saudara/i. Nama saya dr. Dian Prastuty. PPDS Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah penyakit keganasan yang berasal dari sel epitel saluran napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari organ lain (tumor

Lebih terperinci