fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat"

Transkripsi

1 The Comparion of Examination Between Saline Inhalation Sputum and Alcohol Fixation Bronchial Washing with Saccomano Fixation for Lung Cancer Diagnosis Eddy Surjanto*, Suradi*, Sugeng Purwoko**, Juli Purnomo* * Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUNS - RSUD Dr. Moewardi Surakarta. ** Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUNS ABSTRACT Background : Histopathological examination is paramount in patients with suspected lung cancer, because it is a gold standard for lung cancer diagnosis. Sputum cytology examination is the only non-invasive examination that can detect lung cancer, besides it is quite cheap and can be used widely. Objective : The aim of this study is to compare whether any sensitivity differences among once 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. Setting : In the ward unit of Dr. Moewardi general hospital Surakarta. Methods : A total of 57 consecutive quota samples were examined once saline 3% saline inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. The three ways were calculated for sensitivity and compared the value of the agreement and significancy. To compare the sensitivity of the screening method was used agreement test by calculating the kappa (k) and significant test by calculating the value of z. Result : The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was more sensitive than once 3% saline inhalation with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.472) and significant (z calculated> z1 -.05). The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.668) and significant (z calculated > z1 -.05). Once 3% saline inhalation with alcohol fixation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has poor agreement (k = 0.202) and significant (z calculated > z1-.05). Conclusion : Sputum cytologic examination was done by doing continously 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation can be recommended to be used for early detection of lung cancer screening. Keywords : lung cancer, sputum cytology, 3% saline inhalation, bronchial washing PENDAHULUAN Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi. Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stadium lanjut. 1 Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. 1,2 Dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan peningkatan pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. 1 Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37oC. 3 Sputum bisa diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan pemeriksaan langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga didapatkan karakteristik morfologi sel yang lebih baik untuk diagnostik. Kerugiannya, apusan dan 181

2 fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma. 5 Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara diinduksi maupun dengan cara dikumpulkan. Pengumpulan sputum selama tiga hari (three days pooled sputum) dapat meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano (50% alkohol dan 2% polietilen glikol) merupakan cara yang direkomendasikan dalam pengumpulan dan fiksasi sampel. Keuntungan metoda Saccomano, sputum yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat jalan dan prosesnya sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar. 4 Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitivitas sekitar 5-23%. 4 Penelitian oleh Tintin dkk mendapatkan sensitivitas pemeriksaan sputum dengan inhalasi NaCl 3% sebesar 4,3% dan metoda Saccomano mendapatkan hasil sensitivitas sebesar 18,3%. 5 Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus. Mak dkk melaporkan sensitivitas penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%. Sedangkan sensitivitas penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-52%. 6 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitivitas bilasan bronkus sebesar 21,2% dan spesifisitas 100%. 7 Berdasar hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai sensitivitas metoda Saccomano dan bilasan bronkus hanya terdapat sedikit perbedaan (21,2% - 18,3% = 2,9%). Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi hasil sitologi sputum adalah jumlah sputum. Induksi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% akan memperbaiki bersihan mukosilier. Bersihan mukosilier akan mempengaruhi jumlah sputum yang dikeluarkan disamping reflek batuk. 3 Sehingga diharapkan dengan inhalasi NaCl 3% akan menambah jumlah sputum yang akan diperiksa. Peneliti mencoba menguji inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dengan harapan akan mendapatkan jumlah sampel sputum yang banyak sehingga akan menambah nilai sensitivitas. Peneliti berharap peningkatan sensitivitas tersebut akan melebihi sensitivitas pemeriksaan bilasan bronkus. Sehingga cara tersebut bisa direkomendasikan di Rumah Sakit yang tidak memiliki alat bronkoskopi untuk mendiagnosis kanker paru. METODE Penelitian ini bersifat uji diagnostik dan dilakukan di Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi dan bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Dr. Moewardi Solo. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 November 2009 sampai 30 April Sampel penelitian adalah semua pasien yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria penerimaan. Sampel diambil dengan cara consecutive quota sampling sampai jumlah sampel terpenuhi. Kriteria penerimaan Penderita laki-laki dan perempuan terdiagnosis kaker paru melalui permeriksaan sitologi atau histopatologi. Penderita kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian. Kriteria penolakan a. Penderita asma b. Terdapat kontraindikasi untuk dilakukan bronkoskopi. c. Penderita HIV AIDS Besar sampel Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 57. Penderita yang bersedia ikut dalam penelitian diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Setelah menandatangani lembar persetujuan, penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan pangumpulan sputum dengan cara pemeriksaan : Inhalasi NaCl 3% 1 kali. Inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut. Bilasan bronkus Setelah dilakukan manuver tersebut, sputum yang dihasilkan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi sputum. ANALISIS DATA a. Uji sensitivitas Data selanjutnya diolah untuk mendapatkan nilai sensitivitas pemeriksaan. Sensitivitas adalah ukuran kepekaan pemeriksaan. b. Uji kesepakatan Data yang dikumpulkan berupa data nominal dan berkorelasi. Salah satu cara untuk menilai keandalan pengukuran berskala nominal yang banyak digunakan adalah penentuan nilai kappa (k). Koefisien kappa dikembangkan oleh Cohen (Cohen, 1960) untuk menilai sebuah ukuran asosiasi dengan data kategorikal. Koefisien k itu tidak saja digunakan untuk mengukur kesepakatan (concordance, agreement), tapi juga reliabilitas. 182

3 183 Pengukuran kesepakatan terjadi pada dua macam situasi : 9 1. Kesepakatan antara dua orang pengamat dalam mendiagnosis. 2. Kesepakatan diagnosis seorang pengamat terhadap objek yang sama pada dua macam pengamatan. Nilai kappa ideal adalah 1, namun hal ini tidak pernah diperoleh sehingga kesepakatan kappa digunakan petunjuk Landis dan Koch : dikutip dari 9 a. nilai kappa diatas 0,75 menunjukkan kesepakatan sangat baik b. nilai kappa 0,4 sampai 0,75 menunjukkan kesepakatan baik. c. nilai kappa kurang dari 0,4 menunjukkan kesepakatan lemah HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta. Jumlah penderita yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini sebanyak 69 orang. Sebanyak 12 orang dikeluarkan dari penelitian, karena tidak didapatkan baku emas dan bukan kanker paru. Sebanyak 3 orang terdiagnosis timoma, 1 orang didapatkan kanker paru yang berasal dari bilasan saja dan 1 orang berasal dari inhalasi NaCl 3% tetapi baku emas tak didapatkan, 7 orang tak terdiagnosis karena meninggal atau pulang paksa. Sebanyak 57 orang yang termasuk kriteria inklusi, terdiri atas 40 laki-laki (70%) dan 17 orang perempuan (30%). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita kanker paru daripada perempuan. Berdasarkan kelompok umur, maka paling banyak didapatkan pada penderita berusia di atas 40 tahun yaitu sebesar 54 orang (94,8%). Sedangkan kelompok umur di bawah 40 tahun terdapat 3 orang (5,2%). Usia paling muda adalah 29 tahun sedangkan paling tua berusia 76 tahun. Usia rata-rata adalah 58,2 tahun. Berdasar kebiasaan merokok, didapatkan 40 orang (70%) dengan riwayat merokok dan 17 orang (30%) tidak pernah merokok. Penderita kanker paru lebih banyak didapatkan pada perokok daripada bukan perokok. Letak tumor berdasar foto torak dan pemeriksaan bronkoskopi. Berdasar letak tumor didapatkan sebanyak 33 kasus (57,8%) terletak di perifer, 21 kasus (37%) terletak di sentral dan 3 kasus (5,2%) tak dapat ditentukan letaknya. Kanker paru paling banyak ditemukan pada letak perifer. PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI Pemeriksaan patologi anatomi pada penelitian ini dibagi dua. Pertama pemeriksaan patologi anatomi untuk baku emas, kedua pemeriksaan sitologi sputum untuk penelitian yaitu setelah dilakukan inhalasi NaCl 3%, gabungan inhalasi NaCl 3% dengan Saccomano dan bilasan bronkus. Baku emas penelitian Baku emas penelitian ini adalah dari hasil pemeriksaan sitologi yang bukan berasal dari sputum maupun bilasan bronkus. Baku emas penelitian ini didapat dari Trasthoracal needle aspiration (TTNA), sikatan bronkus, aspirasi jarum halus (AJH) kelenjar limfe dan cairan efusi pleura. Hasil patologi anatomi sebagai baku emas terbanyak didapatkan dari pemeriksaan TTNA yaitu sebanyak 29 kasus (51,1%), sikatan bronkus sebanyak 20 kasus (35%), AJH kelenjar limfe sebanyak 5 kasus (8,7%) dan sitologi caran pleura sebanyak 3 kasus (5,2%). Pemeriksaan sitologi paling banyak didapatkan dari TTNA. Dari 57 sampel pemeriksaan sitologi jaringan (sebagai baku emas) tersebut didapatkan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sebanyak 2 kasus (3,5%), dan 55 kasus (96,5%) adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Sedangkan dari jenis KPKBSK didapatkan karsinoma sel skuamosa sebanyak 12 kasus (21%), karsinoma sel besar sebanyak 20 kasus (35%) dan adenokarsinoma sebanyak 23 kasus (40,5%).Jenis KPKBSK banyak didapatkan jenis adenokarsinoma. Cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol Setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% sebanyak 3 cc, sputum yang dikeluarkan ditampung dalam pot yang sudah diberi larutan fiksasi alkohol 70%. Kemudian pot tersebut dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses dan diwarnai. Dari 57 kasus yang dilakukan pemeriksaan, didapatkan 2 kasus positif ganas. Sel ganas yang didapatkan semuanya jenis karsinoma sel skuamosa. Jadi sensitivitas dengan cara inhalasi NaCl 3% adalah : 3,5% Cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano Setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% pada pagi dan sore hari, sputum yang telah dikumpulkan dari 3 pot besar yang berisi larutan fiksasi Saccomano selama 3 hari berturut - turut. Kemudian pot tersebut dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses dan diwarnai. Dari 57 sampel yang diteliti didapatkan 6 kasus positif sel kanker (10,5%). Setelah dilakukan

4 inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut. Dari 6 kasus tersebut didapatkan 3 kasus (50%) jenis karsinoma sel skuamosa, 2 kasus (33,3%) jenis karsinoma sel besar dan 1 kasus (16,7%) jenis adenokarsinoma (gambar 9). Sensitivitas cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano adalah 10,5%. Cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50% Setelah dilakukan tindakan bronkoskopi, bilasan bronkus yang dihasilkan dimasukkan ke dalam pot yang berisi alkohol 50%. Kemudian pot dikirim ke bagian patologi anatomi untuk diproses lebih lanjut. Dari 57 sampel yang diperiksa didapatkan 14 sel ganas. Dari 14 sampel tersebut, sel ganas yang didapatkan terdiri dari 7 kasus (50%) jenis karsinoma sel skuamosa, 3 kasus (21,4%) jenis karsinoma sel besar dan 4 kasus (28,6%) jenis adenokarsinoma. Cara bilasan bronkus paling banyak didapat karsinoma sel skuamosa. Sensitivitas cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol adalah 24,6% UJI KESEPAKATAN a. Perbandingan sensitivitas hasil sitologi sputum setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas adalah 2/57 (3,5%), sedangkan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibandingkan baku emas 6/57 (10,5%). Untuk menguji tingkat kesepakatan dan kemaknaannya dicari nilai kappa dan z menggunakan program win episcope 2.0. Gambar 1. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dibanding cara inhalasi NaCl 3% 3 hari dengan fiksasi Saccomano. b. Perbandingan sensitivitas cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dengan bilasan bronkus dan fiksasi alkohol Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dibandingkan baku emas adalah 6/57 (10,5%), sedangkan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas 6/57 (10,5%). Sehingga untuk membandingkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara di bawah. Untuk menguji menentukan tingkat kesepakatan dan kemaknaan dicari nilai kappa dan z menggunakan software win episcope 2.0. K = 0,668 sek = 0,13 P0 = 0,895 Pe = 0,683 Z hitung = 5,14 Z = 1,64 Karena k > 0 dan Z hitung > Z maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat tingkat kesepakatan yang baik (k = 0,668) dan bermakna (p < 0,05) antara cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano untuk mendiagnosis kanker paru. K = 0,472 sek = 0,04 P0 = 0,930 Pe = 0,867 Z hitung = 11,8 Z = 1,64 Karena k > 0 dan Z hitung > Z maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat tingkat kesepakatan yang lemah (k = 0,472) dan bermakna (p < 0,05) antara cara inhalasi NaCl 3% dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturur-turut dengan fiksasi Saccomano untuk mendiagnosis kanker paru. Gambar 2. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas sputum sitologi cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol. 184

5 c. Perbandingan sensitivitas cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan bilasan bronkus dan fiksasi alkohol. Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas adalah 2/57 (3,5%), sedangkan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas 14/57 (24,5%). Sehingga untuk membandingkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara di bawah. Untuk menentukan tingkat kesepakatan dan kemaknaan dicari nilai kappa dan z menggunakan program win episcope 2.0. K = 0,201 P0 = 0,895 Pe = 0,683 Z hitung = 1,675 Z = 1,64 sek = 0,12 Karena k > 0 dan Z hitung > Z maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat tingkat kesepakatan yang lemah (k = 0,201) yang bermakna (p < 0,05) antara cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50% untuk mendiagnosis kanker paru. Gambar 3. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas sputum sitologi cara gabungan dengan cara bilasan bronkus Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan hasil penelitian adalah sebagai berikut : Gambar 4. Rangkuman hasil penelitian PEMBAHASAN Pemeriksaan patologi anatomi merupakan hal terpenting pada pasien yang dicurigai kanker paru, karena hasil pemeriksaan tersebut merupakan diagnosis kanker paru. Berbagai cara dilakukan untuk memperoleh bahan pemeriksaan dan tidak jarang bahan tersebut diperoleh dengan cara pemeriksaan invasif. Hal tersebut membuat pasien tidak nyaman. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan non invasif yang dapat mendeteksi kanker paru, disamping itu cukup murah dan dapat digunakan secara luas. 5 Penelitian ini membandingkan pemeriksaan sputum dengan cara noninvasif yaitu inhalasi NaCl 3% 3 hari bertutut-turut dan fiksasi Saccomano dengan cara non invasif lain yaitu inhalasi NaCl 3% 1 kali saja. Penelitian ini juga membandingkan pemeriksaan sputum noninvasif yaitu cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dengan pemeriksaan invasif yaitu bilasan bronkus dan fiksasi alkohol 50%. Pemeriksaan patologi anatomi Pengambilan bahan penelitian berupa sputum dilakukan sebelum upaya diagnostik lainnya seperti bronkoskopi. Tindakan bronkoskopi memungkinkan mukosa bronkus mengalami kerusakan sehingga setelah tindakan bronkoskopi sputum lebih banyak mengandung sel yang terlepas. 5 Jenis kelamin Perbedaan sifat biologis seseorang akan mempengaruhi perkembangan kanker paru. Sifat biologis tersebut adalah 1) perbedaan metabolisme nikotin, 2) perbedaan sistim enzim sitokrom P-450 yang mengaktifasi dan mendetoksikasi asap rokok, 3) perbedaan jumlah DNA adduct dan kemampuan seseorang untuk memperbaiki kerusakan deoksiribonukleat (DNA) adduct, 4) efek hormonal. Hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamin yang terdapat dalam asap rokok menyebabkan mutasi gen dan formasi DNA. Perempuan yang menderita kanker paru mempunyai polimorfi gen pada enzim sitokrom P-450 (CYP1A1, CYP1A2 DANCYP3A4) yang akan mengakibatkan penurunan kemampuan detoksikasi karsinogen rokok. Hal tersebut memainkan peranan dalam inisiasi karsinogenesis. Perempuan dengan mutasi CYP1A1 dan GSTM1 memiliki risiko lebih tinggi dibanding yang tak mengalami mutasi CYP1A1 dan GSTM1. 10 Penelitian Tintin dkk yang mendapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak didapatkan dibanding perempuan. 5 Penelitian di Amerika juga mendapatkan 185

6 jenis kelamin laki-laki angka kejadiannya lebih tinggi walaupun insidens pada perempuan mulai meningkat. 11 Robert JC dkk melaporkan sebanyak 61% penderita kanker paru berjenis kelamin laki-laki dan 39% adalah perempuan. Sebanyak 92% laki-laki penderita kanker paru tersebut adalah perokok, sedangkan 88% perempuan tersebut adalah perokok. 2 Sebanyak 10% pasien kanker paru pada laki-laki adalah bukan perokok, sedangkan 20% pasien kanker perempuan adalah bukan perokok. 50 Baik penelitian di Indonesia maupun di Amerika mendapatkan laki-laki lebih banyak prevalensinya dibanding perempuan dan kebanyakan penderita tersebut adalah perokok. Berdasar jenis kelamin, penelitian ini mendapatkan kasus lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut seperti penelitian Tintin dkk, Robert JC dkk dan di Amerika mendapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak didapatkan daripada perempuan. 5 Jadi perbedaan prevalens kanker paru dihubungkan jenis kelamin lebih banyak disebabkan faktor kebiasaan merokok baik di negara maju maupun negara berkembang meskipun faktor lain perlu dipertimbangkan. Karena berdasar keterangan di atas, perempuan lebih rentan menderita kanker paru daripada laki-laki. Umur Penelitian Robert JC dkk mendapatkan usia pasien perempuan lebih muda dibanding laki-laki. 2 Tintin dkk yang mendapatkan kasus terbanyak didapat pada usia tahun yaitu sebesar 33% dan penelitian Astowo dkk sebesar 36%. 5 Penelitian ini menemukan kasus terbanyak pada usia tahun yaitu sebanyak 21 kasus (36,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian Robert JC dkk dan Tintin dkk yang mendapatkan kasus terbanyak didapat pada usia tahun yaitu sebesar 33% dan penelitian Astowo dkk sebesar 36%. 5 Kebiasaan merokok Inflamasi kronik diketahui bisa memacu kanker. Mediator inflamasi yang dihasilkan dapat meningkatkan rekruitmen makrofag, menghambat bersihan neutrofil, dan meningkatkan reactive oxygen species (ROS). Hal tersebut dapat memediasi karsinogenesis pada paru. 13 Hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamin yang terdapat dalam asap rokok menyebabkan mutasi gen dan formasi DNA. Mutasi DNA tersebut bisa memacu kanker paru. 14 Beberapa penelitian mendapatkan lamanya merokok berhubungan dengan jenis sel kanker. Baik laki-laki maupun perempuan merokok dalam jangka waktu yang lama akan banyak didapatkan karsinoma sel skuamosa. 11 Penelitian di Amerika mendapatkan dari 100 pasien kanker paru, 11 pasien (11%) diantaranya bukan perokok. 14 Sedangkan penelitian Robert JC dkk mendapatkan 92% pasien laki-laki adalah perokok dan 88% pasien perempuan. 2 Inflamasi kronik, yang diketahui bisa memacu kanker dapat berasal dari rokok. 13 Penelitian ini mendapatkan 100% pasien lakilaki adalah perokok, sedangkan perempuan bukan perokok baik aktif maupun pasif. Jadi kebiasaan merokok merupakan faktor risiko kanker paru. Perempuan bukan perokok lebih banyak ditemukan adenokarsinoma. Laki-laki dan perempuan perokok lebih banyak ditemukan karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel kecil dibanding adenokarsinoma. 13 Penelitian ini mendapatkan pasien bukan perokok banyak didapatkan adenokarsinoma. Pasien perokok banyak ditemukan karsinoma sel kecil dan adenokarsinoma. Perubahan distribusi jenis sel kanker berkaitan dengan perubahan komposisi rokok dengan rendah tar dan nikotin. Perokok yang mengkonsumsi rokok jenis ini membutuhkan lebih banyak setiap harinya dan menghisap lebih dalam untuk mendapatkan kadar nikotin dalam darah yang ideal. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa saat ini didapatkan kadar nicotine-derived nitrosamine ketone (NNK) lebih tinggi dan kadar bezo(a)pyrene (BaP) yang lebih rendah daripada sebelumnya. Hoffman dkk melaporkan bahwa NNK menginduksi adenokarsinoma sedangkan BaP menginduksi karsinoma sel skuamosa.pada percobaan hewan. Sehingga rokok yang dibuat saat ini lebih banyak menyebabkan adenokarsinoma dibanding karsinoma sel skuamosa. Ukuran partikel yang dihisap pada rokok dengan filter lebih kecil dibanding rokok tanpa filter. Ukuran partikel yang lebih kecil dan hisapan yang lebih dalam menyebabkan asap rokok terdisposisi sampai alveoli. Hal tersebut akan menyebabkan kejadian adenokarsinoma. 14 Robert JC dkk mendapatkan 41% jenis adenokarsinoma sedangkan 39,2% adalah karsinoma sel skuamosa. 2 Tintin dkk mendapatkan jenis sel kanker adenokarsinoma sebanyak 64,5%, karsinoma sel skuamosa 30,1%, karsinoma sel besar 4,3% dan karsinoma sel kecil tidak didapatkan. Data dari RS Persahabatan pada tahun 1999 mendapatkan jenis sel Adenokarsinoma sebanyak 114 kasus, karsinoma sel skuamosa 92 kasus, karsinoma sel besar 7 kasus dan karsinoma sel kecil 3 kasus. 13 Hasil pemeriksaan patologi anatomi terhadap 57 pasien kanker paru yang dilakukan di SMF Paru RS Dr. Moewardi Surakarta didapatkan adenokarsinoma sebanyak 23 kasus (40,5%), karsinoma sel besar 20 kasus (35%), 186

7 karsinoma sel skuamosa 12 kasus (21%) dan karsinoma sel kecil 2 kasus (3,5%). Berdasar penemuan patologi anatomi, hasil yang didapat dari penelitian Robert JC dkk, Tintin dkk, data dari RS Persahabatan dan penelitian ini mendapatkan hasil yang sama yaitu terbanyak didapatkan Adenokarsinoma, sedangkan paling sedikit jenis karsinoma sel kecil. Penelitian ini mendapatkan bahwa insidens kanker paru terbanyak didapatkan pada laki-laki usia di atas 40 tahun dan perokok. Hal ini sesuai dengan PDPI yang menyatakan bahwa faktor risiko kanker paru yaitu laki-laki usia di atas 40 tahun dan perokok. 1 Pasien dengan kondisi tersebut perlu dilakukan skrining untuk deteksi dini kanker paru. Letak tumor Jenis sel kanker akan mempengaruhi hasil pemeriksaan sitologi sputum. Adenokarsinoma lebih sedikit ditemukan daripada karsinoma sel skuamosa. Hal ini karena adenokarsinoma lebih banyak terletak di perifer daripada karsinoma sel skuamosa. 3 Ukuran partikel yang dihisap pada rokok dengan filter lebih kecil dibanding rokok tanpa filter. Ukuran partikel yang lebih kecil dan hisapan yang lebih dalam menyebabkan asap rokok terdisposisi sampai alveoli, sehingga letak tumor banyak di perifer. Hal tersebut akan menyebabkan kejadian adenokarsinoma. 14 Tintin dkk dan penelitian ini mendapatkan adenokarsinoma paling banyak karena letak tumor lebih banyak didapatkan di perifer. Sensitivitas pemeriksaan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitivitas sekitar 5-23%. 4 Karsinoma sel skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral. 3 Tintin dkk mendapatkan sensitivitas penemuan sel kanker 4 dari 93 kasus (4,3%). Jenis sel kanker yang didapatkan 2 kasus (50%) karsinoma sel skuamosa dan 2 kasus (50%) adalah adenokarsinoma. 5 Penelitian ini mendapatkan sensitivitas sebesar 3,5% dengan cara inhalasi NaCl 3% dan fiksasi alkohol. Sel kanker tersebut keduanya adalah karsinoma sel skuamosa dan terletak di sentral. Hal ini sesuai dengan teori bahwa karsinoma sel skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral. Sensitivitas pemeriksaan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitivitas sekitar 5-23%. 4 Karsinoma sel skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral. Penemuan sel kanker dengan pemeriksaan sputum akan lebih banyak didapatkan apabila tumor terletak di sentral. 3 Tintin dkk mendapatkan sensitivitas penemuan sel kanker dengan cara Saccomano sebesar 17 dari 93 kasus (18,3%). Jenis sel kanker yang didapatkan 10 kasus (58,8%) adenokarsinoma, 6 kasus (35,2%) jenis karsinoma sel skuamosa dan 1 kasus (6%) adalah adenokarsinoma. 5 Penelitian ini mendapatkan sensitivitas sebesar 10,5% dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturutturut dengan fiksasi Saccomano. Sel kanker tersebut adalah karsinoma sel skuamosa sebanyak 3 kasus (50%), 2 kasus (33.3%) jenis karsinoma sel besar dan 1 kasus (16,7%) jenis adenokarsinoma. Semua kasus tersebut terletak di sentral. Hal ini sesuai dengan teori bahwa karsinoma sel skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral.3 Hasil pemeriksaan sputum baik dengan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut dengan fiksasi Saccomano mendapatkan hasil sensitivitas yang lebih rendah bila dibanding dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Tintin dkk. Hal ini dimungkinkan karena pada penelitian ini lokasi tumor lebih banyak terdapat di perifer, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tintin dkk lebih banyak di sentral. Sensitivitas pemeriksaan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol Mak dkk melaporkan persentase penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%. Sedangkan persentase penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-52%. 6 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitivitas bilasan bronkus sebesar 21,2% dan spesifisitas 100%. 7 Penelitian ini mendapatkan bahwa sensitivitas tertinggi didapatkan dengan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alokohol 50% (24,6%). Sel ganas yang didapatkan dengan cara bilasan bronkus yaitu 7 kasus (50%) jenis karsinoma sel skuamosa, 3 kasus (21,4%) jenis karsinoma sel besar dan 4 kasus (28,6%) jenis adenokarsinoma. Penemuan ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Wiwin dkk melaporkan nilai sensitivitas bilasan bronkus sebesar 21,2%

8 Sensitivitas penemuan sel kanker dengan cara bilasan pada tumor letak sentral/terlihat dengan bronkoskopi adalah 49-76%. 15 Penelitian ini mendapatkan sensitivitas penemuan sel kanker letak sentral dengan bilasan bronkus adalah sebesar 66,7%. Cara pengambilan sputum Cara pengambilan sputum akan mempengaruhi hasil sensitivitas sitologi sputum. Cara pengambilan sputum bisa menggunakan cara invasif maupun non invasif. 6 Cara invasif dengan menggunakan bronkoskop sedangkan cara non invasif dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan bahan fiksasi yang sama. Penelitian ini mencoba membandingkan sensitivitas penemuan sel kanker dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dan bilasan bronkus. Penelitian ini mendapatkan sensitivitas yang lebih tinggi dengan cara bilasan bronkus (24,5%) dengan fiksasi alkohol 50% dibanding dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol 70% (3,4%). Hasil ini setelah diuji secara statistik terdapat kesepakatan yang lemah dan bermakna. Identifikasi jenis tumor. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara invasif yaitu dengan bilasan bronkus mempunyai kelebihan karena memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut untuk mengidentifikasi jenis tumor. Kelemahan cara bilasan bronkus adalah pemeriksaan bersifat invasif sehingga tidak nyaman bagi pasien dan memerlukan keterampilan khusus. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai keunggulan daripada inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol 70%. Kualitas sampel Kualitas sampel akan mempengaruhi hasil penemuan sel kanker. Sampel yang diambil dan diperiksa langsung dari lesi akan mendapatkan kemungkinan mendapatkan hasil sel tumor yang lebih baik. 3 Cara bilasan bronkus mendapatkan sampel langsung dari terlepasnya sel epitel saluran napas sehingga akan mendapatkan kemungkinan sel tumor yang lebih besar. 6 Penelitian ini mendapatkan sensitivitas yang lebih besar pada bilasan bronkus daripada cara yang lain. Kelemahannya cara ini bersifat invasif sehingga sulit dilakukan pada institusi yang tak memiliki alat bronkoskopi. Sebagai alternatif bisa dilakukan dengan inhalasi. Inhalasi NaCl 3% 3 berturutturut dengan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitivitas yang lebih tinggi daripada dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol. Hal ini dikarenakan pada fiksasi Saccomano, polietilen glikol merembes dan menempati ruang submikroskopik sehingga mencegah sel kolaps dan melindungi sel dari kekeringan. Hal ini akan mengakibatkan kualitas sampel terjaga. Uji skrining kanker paru Beberapa uji skrining dipakai karena sangat membantu dalam menemukan kanker stadium dini dan memperpanjang usia hidup seseorang. Terdapat dua macam uji skrining yaitu foto toraks dan sitologi sputum dan satu uji yang masih dalam penelitian yaitu spiral CT scan. American cancer society (ACS) maupun organisasi kedokteran lain tidak merekomendasikan uji deteksi kanker paru dini terhadap individu asimtomatis. Akan tetapi ACS merekomendasikan uji skrining terhadap pasien dengan risiko tinggi menderita kanker paru setelah berkonsultasi dulu dengan dokter ahli yaitu terpajan asap perokok maupun asap pabrik. 17 Perhimpnan dokter paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan pasien yang perlu melakukan uji skrining deteksi dini kanker paru, yaitu laki-laki usia di atas 40 tahun dan peokok atau terpajan industri tertentu. 1 Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit, uji diagnostik harus sensitif (kemungkinan negatif semu kecil), sehingga apabila didapatkan hasil yang normal dapat dipergunakan untuk menyingkirkan adanya penyakit. Hasil tersebut harus spesifik (kemungkinan hasil positif semu kecil), sehingga apabila hasilnya abnormal dapat digunakan untuk menentukan adanya penyakit. 9 Penelitian ini mendapatkan baik dengan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol 70%, cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fikasasi Saccomano dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50% mempunyai sensitivitas yang kecil sehingga secara teori tidak bisa dipakai untuk penegakan diagnostik. Alur diagnostik yang dikeluarkan oleh PDPI menegaskan perlunya pemeriksaan sitologi sputum untuk skreening deteksi kanker paru. 1 Jadi untuk pemeriksaan sitologi sputum bisa dilakukan dengan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano. Untuk dipakai sebagai uji skrining harus memiliki sensitivitas tinggi tanpa melihat spesifisitas dan memenuhi kriteria uji skrining dari WHO. Sitologi sputum memiliki sensitivitas yang rendah tapi memenuhi kriteria WHO. Foto toraks memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari sitologi sputum tapi tidak nyaman buat pasien. Pemeriksaan CT scan 188

9 memiliki sensitivitas paling tinggi tapi mempunyai nilai positif palsu besar, pajanan radiasi yang tinggi, dan biaya yang tinggi. Berdasar dari keterangan tersebut di atas maka disimpulkan sitologi sputum memiliki beberapa keunggulan karena memenuhi syarat yang direkomendasikan WHO meskipun nilai sensitivitasnya kecil. Pemeriksaan sputum cara inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi Saccomano memiliki sensitivitas lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol. Jadi kami merekomendasikan uji skrining deteksi dini kanker paru dengan cara inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi saccomano. KESIMPULAN 1. Penderita kanker paru terbanyak didapatkan pada laki-laki, usia di atas 40 tahun dan perokok. 2. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan cara inhalasi NaCl 3% dan fiksasi alkohol 70% untuk mendiagnosis kanker paru. Hasil ini secara statistik mempunyai tingkat kesepakatan yang lemah dan bermakna. 3. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bilasan bronkus untuk mendiagnosis kanker paru. Hasil ini secara statistik mempunyai tingkat kesepakatan yang baik dan bermakna. DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai penerbit UI; Robert JC, Ayesha S, Bryant, Ethan S, Manisha S. Women With Pathologic Stage I, II, and III Nonsmall Cell Lung Cancer Have Better Survival Than Men Chest 2006;130; F B J M Thunnissen. Sputum examination for early detection of lung cancer. J. Clin. Pathol. 2003;56; Sacconano G. Procedures in sputum cytology. In : Diagnostic pulmonary cytology. 2nd ed. Chicago: JB Lippincot Company; 1986.p Tintin M, Achmad H, Nirwan A, Anwar J, Sutjahjo E, Hudoyo H. Perbandingan kepositivan pemeriksaan sitologi sputum setelah inhalasi NaCl 3% cara langsung dengan cara modifikasi Saccomano untuk diagnosis kanker paru. J. Respir Indo 2002; 22: V H Mak, I D Johnston, M R Hetzel and C Grubb. Value of washings and brushings at fibreopticbronchoscopy in the diagnosis of lung cancer. Thorax 1990; 45: Wiwien HW, Anwar J, Muhammad YHP. Akurasi pemeriksaan sitologi dan histopatologi pada pasien kanker paru di beberapa rumah sakit Jakarta tahun J. Respir Indo 2007; 27: Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta : Sagung seto; Bisma M. Penerapan metode statisitik nonparametrik dalam ilmu-ilmu kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: Jemi O,Yolanda C. Gender differences in lung cancer: Have we really come along way, baby? J Thorac Cardiovasc Surg 2004: 128; Ayesha B, Robert JC. Differences in epidemiology, histology,and survival between cigarette smokers and never-smokers whodevelop non-small cell lung cancer. Chest 2007;132; Rdziwoska E, Glas P, Roszkwoski K. Lung cancer in woman : age, smoking, histology, performance status, stage, initial treatment and survival. Annals of oncology 2002: 13; Tonya W, Xiaoyan C, Jane Y, Jay M. L, Eileen H, Gina L. Smoking and lung cancer : The role of inflammation. Am Thorac Soc 2008: 5; Javier D, Luis MM, Therasa TS, Alejandra C. Lung cancer patogénesis associated with wood smoke exposure. Chest 2005: 128; Miep A, Van de Drift, Frederik BJM, Thunissen, Julius PJ. A prospective study of the timing and cost-effectiveness of bronchial washing during bronchoscopy for pulmonary malignant tumors. Chest 2005; 128: World health organization. Principles and practice of screening for disease. Geneva : World health organization; Robert AS, Vilma C, Harmon J. Cancer Screening in the United States, 2007: A Review of Current Guidelines, Practices, and Prospects. CA Cancer J Clin 2007: 57; Takeshi N, Tohru N, Suzushi K, Yoshimichi K, Youichi S, Hajime N. Lung cancer screening using low-dose spiral CT. Chest 2002: 122; AGD 189

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

Lebih terperinci

BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU

BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU PERBANDINGAN SENSITIVITI PEMERIKSAAN ANTARA SPUTUM INHALASI NaCl DAN BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU T E S I S JULI PURNOMO NIM : S6006001 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal karena kanker paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010 ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2009 31 DESEMBER 2010 Stevanus, 2011; Pembimbing I : dr. Hartini Tiono, M.Kes. Pembimbing II : dr. Sri Nadya J Saanin,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah penyakit keganasan yang berasal dari sel epitel saluran napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari organ lain (tumor

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG Dwirama Ivan Prakoso Rahmadi, 1110062 Pembimbing I : dr. Sri Nadya J Saanin, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

Diponegoro No. 1, Pekanbaru,

Diponegoro No. 1, Pekanbaru, ANGKA KETAHANAN HIDUP SATU TAHUN PENDERITA KANKER PARU DI RUANG RAWAT INAP PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE MARET 2010 MARET 2011 Silvi Zuelmi 1), Adrianison 2), Wiwit Ade Fidiawati 3) ABSTRACT

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Christone Yehezkiel P, 2013 Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani

Lebih terperinci

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Inayati* Bagian Mikrobiologi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Akurasi Transbronchial Needle Aspiration dalam tindakan Bronkoskopi dengan dalam membantu menegakkan stadium kanker paru di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak terkontrol sehingga berubah menjadi sel kanker (1). Data Riset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan problem kesehatan yang serius yang menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1 Merokok adalah penyebab kematian satu dari sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut (Lester, 2004 ;

BAB I PENDAHULUAN diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut (Lester, 2004 ; 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karsinoma mammae / kanker payudara merupakan jenis keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita. Di Indonesia angka kesakitan dan kematian kanker payudara

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 Ida Ayu Komang Trisna Bulan, 2015 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA (K). Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru merupakan keganasan kedua

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN TERJADINYA KANKER PARU DI DEPARTEMEN PULMONOLOGI FK USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN TERJADINYA KANKER PARU DI DEPARTEMEN PULMONOLOGI FK USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN TERJADINYA KANKER PARU DI DEPARTEMEN PULMONOLOGI FK USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 Oleh: VINOTH VISWASNATHAN 110100518 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan diagnosis penyakit pasien. Penegakkan diagnosis ini berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional 55 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional dengan kekhususan pada penelitian uji diagnostik. Sumber data penelitian menggunakan

Lebih terperinci

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 79 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dan Kejadian Karsinoma Nasofaring Studi observasi analitik di RSUD dr. Moewardi Surakarta periode Februari sampai April 2009

Lebih terperinci

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN ANGKA KEJADIAN BATUK KRONIK PADA ANAK YANG BEROBAT KE SEORANG DOKTER PRAKTEK SWASTA PERIODE SEPTEMBER OKTOBER 2011 Devlin Alfiana, 2011. Pembimbing I :

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 Jennifer Christy Kurniawan, 1210134 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes.,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes. ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015 Annisa Nurhidayati, 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : July Ivone, dr.,mkk.,m.pd.ked. : Triswaty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian paling tinggi di dunia, berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 terdapat sekitar 14 juta kasus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Emil E, ; Pembimbing I: Penny Setyawati M., dr, SpPK, M.Kes. PembimbingII :Triswaty Winata, dr., M.Kes.

ABSTRAK. Emil E, ; Pembimbing I: Penny Setyawati M., dr, SpPK, M.Kes. PembimbingII :Triswaty Winata, dr., M.Kes. ABSTRAK VALIDITAS PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM SPUTUM PASIEN TERSANGKA TUBERKULOSIS PARU DENGAN PEWARNAAN ZIEHL NEELSEN TERHADAP KULTUR M.tuberculosis PADA MEDIA OGAWA Emil E, 1010115; Pembimbing I: Penny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit tidak menular. Penyakit ini timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat menyerang berbagai

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2 : Penjelasan Mengenai Penelitian PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN: SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS KARENA KANKER PARU Bapak/Ibu/Saudara/I

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi.

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi. ABSTRAK Karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng dan menunjukkan gambaran morfologi yang sama dengan karsinoma sel skuamosa di bagian tubuh lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch menemukan penyakit penyebab

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker leher rahim menduduki urutan pertama kejadian kanker ginekologis pada wanita secara keseluruhan di dunia. Di seluruh dunia kanker leher rahim menempati urutan

Lebih terperinci

Definisi. Mesothelioma adalah keganasan yang berasal dari sel mesotel yang terletak di rongga pleura.

Definisi. Mesothelioma adalah keganasan yang berasal dari sel mesotel yang terletak di rongga pleura. Mesothelioma Pendahuluan Mesothelioma berhubungan erat dengan paparan asbes. Mesothelioma merupakan kasus yang jarang. Individu yg mempunyai riwayat paparan dengan asbes mempunyai resiko lebih besar menderita

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan proliferasi maligna dari sel epitel pada duktus atau lobulus payudara (Fauci, 2008). Menurut data WHO, kanker payudara menempati posisi kedua

Lebih terperinci

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ) ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ) Felicia S., 2010, Pembimbing I : J. Teguh Widjaja, dr., SpP., FCCP. Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat. Data GLOBOCAN, International Agency for Research on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat bersifat jinak atau ganas. Neoplasma jinak sejati (lipoma, tumor karsinoid, dan leiomioma) jarang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 Fajri Lirauka, 2015. Pembimbing : dr. Laella Kinghua Liana, Sp.PA, M.Kes.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes iv ABSTRAK UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN IMUNOSEROLOGI IgM ANTI SALMONELLA METODE IMBI DAN RAPID TEST TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID Gabby Ardani L, 2010.

Lebih terperinci

Karakteristik dan ketahanan hidup pasien kanker paru dengan efusi pleura ganas di RS Dharmais

Karakteristik dan ketahanan hidup pasien kanker paru dengan efusi pleura ganas di RS Dharmais Karakteristik dan ketahanan hidup pasien kanker paru dengan efusi pleura ganas di RS Dharmais 009-013 Characteristics and survival of lung cancer patients with malignant pleural effusion at Dharmais Hospital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok

Lebih terperinci

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4 Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran kanker tidak terkontrol,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA PROSTAT BERDASARKAN UMUR, KADAR PSA,DIAGNOSIS AWAL, DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RUMAH IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Wilianto, 2010 Pembimbing I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam keadaan normal, reproduksi sel adalah suatu proses yang terkontrol ketat. Rangsangan tertentu dan berbagai faktor pertumbuhan, baik fisiologis maupun patologis, dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah sekelompok penyakit yang terjadi akibat adanya perubahan sel tubuh menjadi sel yang abnormal dan membelah diri di luar kendali yang dikenali sebagai sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir dan batin. Selain memiliki nilai estetika, bagian tubuh

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR FIBRINOGEN PLASMA PADA PEROKOK AKTIF RINGAN DAN BERAT DENGAN NON PEROKOK

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR FIBRINOGEN PLASMA PADA PEROKOK AKTIF RINGAN DAN BERAT DENGAN NON PEROKOK ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR FIBRINOGEN PLASMA PADA PEROKOK AKTIF RINGAN DAN BERAT DENGAN NON PEROKOK Pranata Priyo Prakoso, 2014; Pembimbing I: Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II: Christine

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROFIL SITOLOGI CAIRAN PLEURA DENGAN PROFIL PASIEN KANKER PARU DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI 2010-JUNI 2013

HUBUNGAN PROFIL SITOLOGI CAIRAN PLEURA DENGAN PROFIL PASIEN KANKER PARU DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI 2010-JUNI 2013 HUBUNGAN PROFIL SITOLOGI CAIRAN PLEURA DENGAN PROFIL PASIEN KANKER PARU DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI 2010-JUNI 2013 Fransisca Kristina 1 Teguh Widjaja 2, Penny Setyawati Martioso 3 1 Bagian Klinik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem respirasi tersering pada anak (GINA, 2009). Dalam 20 tahun terakhir,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE 2011-2012 ARTIKEL Diajukan untuk memenuhi tugas akhir Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

The Role of Thoracic Surgery in Lung Cancer Management at Dr.H.A.Rotinsulu Lung Hospital Bandung

The Role of Thoracic Surgery in Lung Cancer Management at Dr.H.A.Rotinsulu Lung Hospital Bandung The Role of Thoracic Surgery in Lung Cancer Management at Dr.H.A.Rotinsulu Lung Hospital Bandung ACHMAD PETER SYARIEF Thoracic Surgery Department - Dr.H.A.Rotinsulu Lung Hospital Bandung World Cancer Day

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO Department of Gender, Women and Health mengatakan dalam. jurnal Gender in lung cancer and smoking research bahwa kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. WHO Department of Gender, Women and Health mengatakan dalam. jurnal Gender in lung cancer and smoking research bahwa kematian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO Department of Gender, Women and Health mengatakan dalam jurnal Gender in lung cancer and smoking research bahwa kematian yang disebabkan oleh kanker paru-paru telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti kardiovaskular, stroke, kanker, diabetes mellitus, penyakit paru kronik obstruktif di banyak negara, terutama di negara berkembang

Lebih terperinci

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA Oleh : Venerabilis Estin Namin 1523013024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006

ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006 ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006 Mayasari Indrajaya, 2007. Pembimbing : Penny Setyawati M.,dr.,Sp.PK.,M.Kes. Benign Prostatic Hyperplasia

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2013 Indra Josua M. Tambunan, 2014 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, M.Kes, AIF.. Kanker serviks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Agung Setiadi, Ana Rima, Jatu Aphridasari, Yusup Subagyo Sutanto Departemen Pulmonologi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1. LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN KELOMPOK (INFORMATION FOR CONSENT) Selamat pagi/siang Bapak/ Ibu/ Saudara/i. Nama saya dr. Dian Prastuty. PPDS Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Kanker kepala dan leher adalah kanker tersering ke lima di dunia. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS OLEH : Dr. EMI RACHMAWATI. CH PUSAT KLINIK DETEKSI DINI KANKER GRAHA YAYASAN KANKER INDONESIA WILAYAH DKI JL.SUNTER PERMAI RAYA No.2 JAKARTA UTARA 14340 Pendahuluan Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K)

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TB paru problem kesehatan global MODALITAS TES CEPAT MENDETEKSI DR-TB & DS-TB TB Resisten Obat meningkat TB HIV +++ METODE DETEKSI KASUS YANG LAMBAT PASIEN TB HIV + PASIEN DIAGNOSIS

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan

KARYA TULIS ILMIAH. Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan KARYA TULIS ILMIAH Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan Oleh : Todoan P Pardede 090100350 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski

BAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah diketahui menjadi salah satu faktor risiko dari beberapa macam penyakit. Efek yang paling banyak ditimbulkan seperti pada sistem kardiovaskuler yang

Lebih terperinci

POLA KLINIS KANKER PARU DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JULI JULI 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

POLA KLINIS KANKER PARU DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JULI JULI 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH POLA KLINIS KANKER PARU DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JULI 2013- JULI 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana

Lebih terperinci

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pemerintah disibukkan dengan penyakit kanker payudara yang saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78%

BAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat terjadi pada usia kapan saja dan menyerang wanita umur 40-50 tahun,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker merupakan

Lebih terperinci