3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup"

Transkripsi

1 73 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Kajian pada penelitian ini membutuhkan pemilihan area riset yang tepat untuk dapat menangkap pengaruh dari Muson, DM dan ENSO. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana perubahan variabilitas parameter laut dan atmosfer dan proses dinamika interelasi dari ketiga fenomena tersebut. Cakupan area riset pada penelitian ini adalah antara 80 BT-160 BT dan 20 LU-20 LS. Area riset ini dipilih karena pada lokasi perairan sebelah barat dari cakupan area riset (perairan pantai barat Sumatera/perairan sebelah timur ekuatorial Samudera Hindia) merupakan lokasi perairan dimana awal terjadinya fenomena DM dimulai, pada sebelah timur (perairan sebelah utara Papua/perairan sebelah barat ekuatorial Samudera Pasifik) merupakan lokasi perairan dimana awal terjadinya fenomena El Nino dan La Nina dimulai dan perairan di sepanjang ekuatorial dari cakupan area ini merupakan lokasi perairan yang berada di tengah-tengah pada arah meridional dari siklus Muson. Diharapkan cakupan area ini dapat mewakili semua respon variabilitas perairan dan interaksinya terhadap proses dinamika dari sinyal Muson, DM dan ENSO. Pemilihan cakupan area riset ini berkaitan pula dengan metode EOF yang digunakan, dimana metode ini mengharuskan adanya kecermatan dan ketepatan pemilihan area yang digunakan sehingga mampu menangkap dan mengisolasi sinyal data deret waktu dari fenomena-fenomena yang akan dikaji. Pada cakupan area yang telah terpilih, tidak hanya terdapat fenomena Muson, DM dan ENSO saja tetapi terdapat pula fenomena-fenomena dalam skala lokal (cuaca) dengan siklus dari semidiurnal (sinoptik), diurnal sampai intraseasonal seperti angin darat dan laut, hujan orografis dan lain-lain. Pada siklus seasonal sampai dengan semiannual dengan skala regional terdapat pula fenomena seperti Madden Julian Oscillation (MJO), seruak pantai barat Australia dan lain-lain yang juga mempengaruhi cakupan area yang telah terpilih. Pada siklus decadal, interdecadal sampai centennial mungkin saja terdapat pengaruh dari fenomena-fenomena global di cakupan area yang telah terpilih seperti PDO dan perubahan iklim global (global climate change) lainnya. Kajian pada

2 74 penelitian ini hanya difokuskan untuk melihat fenomena Muson, DM dan ENSO dengan siklus annual sampai interannual. Fenomena atmosfer seperti Tropospheric Biennial Oscillation (TBO) dan Quasi Biennial Oscillation (QBO) pada lapisan stratospheric dengan siklus antara 2-3 tahunan yang berada diantara siklus annual sampai interannual secara tidak langsung ikut disertakan pada penelitian ini karena TBO dan QBO merupakan bagian penting dari komponen sirkulasi Walker dan Hadley. Penapisan data yang digunakan pada penelitian ini diterapkan untuk menghilangkan pengaruh siklus lain dari fenomena selain Muson, DM dan ENSO. Periode data antara tahun dengan interval waktu bulanan cukup panjang untuk melihat proses dinamika interaksi antara Muson, DM dan ENSO. Muson memiliki siklus waktu tahunan (annual), sedangkan DM dan ENSO memiliki siklus waktu antar tahunan (interannual) antara 2-5 tahunan telah memadai untuk dianalisis menggunakan data selama 29 tahun dengan interval waktu bulanan. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data asimilasi dan data reanalisis dari basis data laut-atmosfer dunia. Data asimilasi berasal dari luaran model yang telah dikombinasikan dengan menggunakan basis data in-situ melalui pendekatan fisis dan dinamis untuk mengurangi kesalahan sistematis dengan metode model kesalahan (error modeling) sehingga basis data ini telah memiliki tingkat presisi data yang tinggi. Data reanalisis pada penelitian ini merupakan data yang berasal dari analisis citra satelit dan observasi laut-atmosfer basis data dunia yang telah dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode reanalisis secara spasial kedalam sistem petak (grid) dan temporal dengan interval waktu konstan. Ukuran petak data asimilasi maupun reanalisis berkisar antara km memiliki resolusi spasial yang tinggi, sehingga telah memadai digunakan untuk mengkaji interaksi antara Muson, DM dan ENSO. Parameter laut dan atmosfer dari data asimilasi dan reanalisis yang digunakan untuk penelitian ini difokuskan pada lapisan (level) permukaan saja dan jika dalam proses interaksinya melibatkan dinamika sirkulasi atmosfer maka akan digunakan data di beberapa lapisan. Tujuannya adalah agar hasil analisis yang dilakukan lebih terfokus untuk melihat interaksi antara laut dan atmosfer karena proses dinamika baik Muson, DM maupun ENSO merupakan fenomena

3 75 yang melibatkan parameter laut dan atmosfer. Meskipun hanya melibatkan data pada lapisan permukaan saja, tetapi dalam melakukan interpretasi hasil analisis data sangat penting untuk mempertimbangkan dinamika yang terjadi pada kolom laut dan atmosfer. 3.2 Data Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data laut dan atmosfer yaitu data asimilasi GFDL dengan parameter suhu dan kedalaman lapisan tercampur, data indikator laut-atmosfer yaitu indeks Muson, DMI dan SOI untuk memantau aktifitas Muson, DM dan ENSO, data buoy TRITON (untuk selanjutnya disebut TRITON) dan ARGO float (untuk selanjutnya disebut ARGO) yang digunakan untuk validasi data asimilasi GFDL, data Earth System Research Laboratory NOAA (ESRL NOAA) meliputi parameter angin, suhu udara, tekanan udara, OLR, curah hujan, presipitasi (precipitation/p), evaporasi (evaporation/e), fluks bahang secara konduksi (sensible heat/q S ), bahang melalui evaporasi (latent heat/q L ) dan kelembapan udara (relative humidity/rh) Atribut Data Data dari parameter laut dan atmosfer yang akan dianalisis pada penelitian ini antara tahun dengan interval waktu satu bulan. Periode data tersebut telah memenuhi syarat klimatologi untuk mengetahui kondisi normal (background state) dari setiap parameter selama ± 30 tahun dan mengakomodasi siklus tahunan Muson dan siklus antar tahunan DM dan ENSO. Resolusi waktu satu bulanan dari data yang digunakan telah memenuhi syarat terhadap siklus fenomena dengan frekuensi tertinggi yaitu Muson, sedangkan DM dan ENSO memiliki siklus dengan frekuensi yang lebih rendah. Resolusi spasial terendah dari data dengan parameter laut-atmosfer yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 200 km x 200 km, telah sebanding dengan cakupan wilayah yang akan dianalisis antara 80 BT-160 BT dan 20 LS- 20 LU. Cakupan lokasi penelitian telah cukup untuk menerima pengaruh interaksi dari Muson, DM dan ENSO terhadap keterkaitan setiap fenomena dengan parameter data yang digunakan. Data yang digunakan pada penelitian ini

4 76 diharapkan memiliki kualitas yang baik karena jenis data tersebut berupa data riset yang biasa digunakan kalangan peneliti internasional dan bersumber dari institusi internasional yang melibatkan berbagai negara Data Indikator Laut-Atmosfer Data Indikator laut-atmosfer yang digunakan pada peneltian ini meliputi indeks Muson, DMI dan SOI. Indeks Muson (Monsoon Index/MSI) bersumber Asia-Pacific Data-Research Center (ADPRC) sebagai suatu institusi penelitian internasional yang salah satunya bertugas untuk memantau aktifitas daerah Muson di dunia. Indeks Muson yang dipantau oleh institusi ini meliputi Indian Monsoon Index (IMI), Western North Pacific Monsoon Index (WNPMI), Webster-Yang Monsoon Index (WYI) dan Australian Monsoon Index (AUSMI). Pada penelitian ini data indeks Muson yang digunakan adalah WNPMI karena cakupan wilayah pada penelitian ini merupakan zona Muson dari WNPM (Gambar 21) dan sesuai dengan daerah Muson yang dipengaruhi oleh regim Muson dari Southeast Asia Monsoon dan Western North Pacific Monsoon (Chang, 2005). Untuk selanjutnya pada penelitian ini WNPMI akan disebut MSI. WNPMI dihitung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Fan (1999) dengan persamaan sebagai berikut: ( ) ( ) (1) dimana U850(C) dan U850(D) adalah rata-rata anomali kecepatan angin zonal di ketinggian pada tekanan atmosfer 850 mb di petak C (100 BT-130 BT, 5 LU- 15 LU) dan petak D pada koordinat 110 BT-140 BT dan 20 LU-30 LU (Gambar 21). Indikator DM yang digunakan berasal dari Ocean Observations Panel for Climate (OOPC) yang didanai oleh Global Climate Observing System (GCOS), Global Ocean Observing System (GOOS) dan World Climate Research Programme (WCRP) dibawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). OOPC secara operasional dikelola oleh Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC), World Meteorological Organization (WMO), International Council for Science (ICSU) dan United Nations Environment Programme

5 77 (UNEP). Data-data indeks terkini untuk memantau fenomena laut dan atmosfer tersedia di OOPC untuk mengetahui kondisi iklim pada skala regional dan global. Data DMI yang tersedia di OOPC ini dihitung metode dari hasil penelitian Saji et al. (1999) dengan persamaan sebagai berikut: ( ) ( ) (2) dimana WTIO(H) dan SETIO(I) adalah rata-rata anomali SPL di sebelah barat ekuatorial Samudera Hindia pada petak H (50 BT-70 BT, 10 LS-10 LU) dan petak I (90 BT-110 BT, 10 LS-ekuator) di sebelah tenggara Samudera Pasifik (Gambar 21). Indikator ENSO yang digunakan pada penelitian ini adalah SOI dengan pertimbangan bahwa SOI merupakan osilasi tekanan udara antara di Tahiti dan Darwin yang mencerminkan kuat-lemahnya Angin Pasat di sepanjang ekuatorial Samudera Pasifik dan secara langsung mengindikasikan adanya gangguan angin baratan yang dapat memicu terjadinya El Nino (Latif et al., 1988; Perigaud dan Cassou, 2000; Lengaigne et al., 2004). Meskipun terdapat berbagai macam indeks untuk memantau aktifitas ENSO antara lain TNI, indeks WWV, CP index, EP index, indeks Nino4, Nino3.4, Nino3, Nino1.2 dan kombinasi antar (Gambar 21), tetapi indeks-indeks tersebut sebagian besar digunakan untuk memantau evolusi ENSO dan memprediksi awal kedatangan ENSO dengan menggunakan anomali suhu laut. Penggunaan SOI pada penelitian ini diharapkan pada proses dinamika ENSO yang terjadi merupakan umpan balik dari interaksi laut-atmosfer dengan pemicunya berasal dari gangguan angin baratan. Data SOI yang digunakan berasal dari Bureau of Meteorology (BOM) Australia yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut: ( ) ( ) (3) dimana p(tht) dan p(drw) adalah anomali tekanan udara permukaan di Tahiti dan Darwin yang telah distandarisasikan dan adalah simpangan baku dari selisih antara p(tht) dan p(drw). Data MSI, DMI dan SOI yang digunakan pada

6 78 penelitian ini dengan interval waktu bulanan antara tahun dan akan ditapis pada sinyal frekuensi rendah sebesar 1/2 siklus per tahun Data Asimilasi GFDL Data asimilasi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Geophysical Fluid Dynamics Laboratory (GFDL) yaitu data asimilasi yang dibangun dari hasil model gabungan lengkap (fully coupled model) climate model versi 2.1 untuk model atmosfer (CM2.1) yang dibangun dengan parameterisasi komponen atmosfer yang lengkap (Delworth et al., 2006) dan model samudera yang digunakan dari coupled data assimilation (CDA) dengan basis utama model Modular Ocean Model versi 4 (MOM4) yang dikembangkan oleh Griffies et al. (2004). Proses ocean data assimilation (ODA) dari luaran model dan data observasi menggunakan pendekatan probability density function (PDF) dengan proses berulang sehingga mencapai nilai korelasi yang terbaik. Pendekatan analisis data asimilasi dengan menggunakan metode PDF secara lengkap disajikan oleh Zhang et al. (2007). Data asimilasi GFDL ini telah diperbaharui setelah tahun 2007 dengan melibatkan data observasi dari ARGO float, sehingga kualitas data asimilasi ini menjadi lebih baik untuk menangkap sinyal-sinyal interaksi laut-atmosfer (Chang et al., 2009). Resolusi spasial data GFDL bervariasi, sebesar 1 pada lintang tinggi dan ketika mendekati ekuator dan resolusi vertikal sebesar 50 tingkat pada lapisan kedalaman dengan interval waktu data sebesar satu bulan. Pada penelitian ini data asimilasi GFDL yang digunakan meliputi parameter suhu potensial pada lapisan kedalaman 5 m sebagai data SPL (Zhang et al., 2007) dan kedalaman lapisan tercampur dengan interval data bulanan. Data SPL ini yang digunakan untuk melakukan dekomposisi sinyal secara spasial maupun temporal dengan menggunakan analisis EOF. Pada lapisan kedalaman sampai dengan 750 m digunakan untuk validasi data dengan data observasi TRITON dengan parameter suhu, salinitas dan arus, sedangkan data asimilasi sampai dengan kedalaman maksimun digunakan untuk validasi data dengan menggunakan data observasi ARGO dengan paramter suhu dan salinitas. Kedalaman lapisan tercampur didefinisikan sebagai kedalaman dimana perbedaan daya apung

7 79 (bouyancy) massa air terhadap permukaan laut sebesar 3.0 x 10-4 m/s 2 (Griffies et al., 2004) Data Validasi GFDL Pada penelitian ini data asimilasi GFDL merupakan data yang paling penting untuk diperhatikan dari aspek kualitas datanya, karena akan digunakan untuk menganalisis sinyal-sinyal dari SPL di perairan Asia Tenggara dan sekitarnya yang berkaitan dengan interaksi laut-atmosfer dari siklus Muson, DM dan ENSO. Meskipun data yang digunakan berupa data asimilasi yang telah melibatkan proses penyesuaian kesalahan luaran data model dari data observasi dengan menggunakan metode PDF, tetapi karena cakupan wilayah penelitian yang digunakan terdapat berbagai interaksi dari beragam fenomena laut dan atmosfer serta wilayah perairannya terdiri atas laut dan selat yang dikelilingi ribuan pulau maka potensi terdapatnya bias antara data asimilasi GFDL dengan data insitu masih mungkin terjadi sehingga validasi data asimilasi GFDL perlu dilakukan. Data insitu yang digunakan untuk memvalidasi data asimilasi GFDL adalah data TRITON dari JAMSTEC dan data ARGO yang dikelola oleh National Oceanographic Data Center (NODC), NOAA. Data TRITON dan ARGO yang digunakan untuk memvalidasi data asimilasi GFDL telah melewati proses kontrol kualitas (quality control/qc) data yang dilakukan oleh intitusi masing-masing Data TRITON Parameter data observasi TRITON yang digunakan untuk melakukan validasi data asimilasi GFDL yaitu data suhu dan salinitas pada 11 lapisan kedalaman yaitu 10, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 200, 250, 300, 500 dan 750 m dan data arus pada kedalaman 10 m dengan interval waktu data harian (Kuroda, 2001). Validasi arus zonal, meridional dan vertikal data asimilasi GFDL disajikan secara kualitatif dalam bentuk grafik deret waktu untuk membandingkan antara data asimilasi GFDL pada kedalaman 5 m dengan data TRITON pada kedalaman 10 m yang telah ditapis untuk menghilangkan sinyal frekuensi tinggi dengan periode dibawah 60 hari. Perbedaan kedalaman yang digunakan antara data arus GFDL dengan data arus TRITON karena tidak adanya data yang tersedia dengan

8 80 kedalaman yang sama, sehingga menggunakan data dengan kedalaman yang terdekat. Gambar 22 Posisi sarana observasi TRITON (tanda titik biru) dan data asimilasi GFDL (tanda silang merah) yang digunakan untuk melakukan validasi data asimilasi GFDL. Secara kuantitatif dihitung nilai dari kesalahan standar (standard error/se) dan kesalahan rata-rata akar kuadrat (root mean square error/rmse) antara data arus GFDL dan TRITON. Perhitungan SE dan RMSE menggunakan persamaan sebagai berikut (Emery dan Thomson, 2001): [ ( ) [ ( )( )] ( ) ] (4) dan, ( ) (5) dimana N adalah jumlah pasangan data, x dan y adalah data arus GFDL dan TRITON. Data suhu dan salinitas GFDL juga divalidasi secara kualitatif dengan disajikan dalam bentuk sebaran melintang kedalaman terhadap waktu dengan menggunakan data observasi suhu dan salinitas TRITON. Jumlah lokasi sarana observasi data TRITON yang digunakan untuk melakukan validasi sebanyak 13 titik lokasi. Pada perairan sebelah utara perairan Papua dan sebelah barat

9 81 ekuatorial Samudera Pasifik sebanyak 12 titik dan satu titik berada di perairan barat Sumatera (Gambar 22). Data posisi dari sarana observasi data TRITON dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Penamaan sarana observasi TRITON yang digunakan untuk validasi data asimilasi GFDL No. Nama TRITON Posisi 1 TR BT-8 LU 2 TR BT-5 LU 3 TR BT-2 LU 4 TR BT-ekuator 5 TR BT-2 LS 6 TR BT-5 LS 7 TR BT-5 LU 8 TR BT-2 LU 9 TR BT-ekuator 10 TR BT-8 LU 11 TR BT-5 LU 12 TR BT-2 LU 13 TR BT-1.5 LS Sumber: Data ARGO Observasi data ARGO merupakan program yang didanai dari Climate Variability and Predictability Experiment (CLIVAR), WCRP dan Global Ocean Data Assimilation Experiment (GODAE) dan didukung oleh institusi penelitian dari berbagai negara yang tergabung dalam GCOS dan GOOS dan dikelola oleh IOC, WMO, ICSU dan PBB. Sarana observasi ini mengumpulkan data suhu dan salinitas sepanjang kolom laut sampai dengan kedalaman 2000 m. ARGO berupa alat yang membawa sensor tekanan untuk mengukur kedalaman laut, suhu dan konduktifitas untuk mengukur salinitas. Setelah ARGO dilepaskan ke laut akan bergerak terbawa arus pada kedalaman 1000 m dan setelah 10 hari akan turun sampai ke kedalaman 2000 m dan naik ke permukaan laut sambil mengambil data kedalaman, suhu dan salinitas. Ketika mencapai permukaan laut data yang telah diambil dikirim ke satelit komunikasi dan didistribusikan ke berbagai institusi

10 82 penelitian dari berbagai negara. Setelah mengirimkan datanya, ARGO kembali ke kedalaman 1000 m sampai 10 hari berikutnya (Roemmich dan Owens, 2000). Gambar 23 Sebaran data observasi ARGO (tanda titik biru dan data ARGO yang digunakan untuk validasi data asimilasi GFDL (petak merah muda dari petak-1 sampai petak-20). Validasi data asimilasi GFDL dengan menggunakan data ARGO disajikan dalam bentuk diagram suhu-salinitas pada tiap petak yang berukuran 3 x 3 sebanyak 20 petak. Petak-1 sampai Petak-10 berada di sebelah timur perairan Samudera Hindia menyebar dari Teluk Bengal, barat Sumatera, selatan Jawa sampai ke perairan sebelah selatan NTT. Petak-11 sampai Petak-13 berada di Laut Sulawesi, Laut Sulu dan Laut Cina Selatan, sedangkan Petak-14 sampai Petak-19 berada di daerah western boundary current di sebelah barat Samudera Pasifik dan terakhir Petak-20 berada di perairan sebelah selatan Papua New Guinea (Gambar 23) Data ESRL NOAA Basis data ESRL NOAA dihasilkan dari Twentieth Century Reanalysis Project yang didanai oleh program Office of Science Innovative and Novel Computational Impact on Theory and Experiment, U.S. Department of Energy (DOE INCITE), Office of Biological and Environmental Research (BER) dan Climate Program Office NOAA. Basis data ini dihasilkan dari reanalisis data observasi (Compo et al., 2010) yang berasal dari data stasiun observasi yang

11 83 dikumpulkan oleh International Surface Pressure Databank versi 2 (Yin et al., 2008), International Comprehensive Ocean-Atmosphere Data Set (ICOADS) berupa data reanalisis dari data observasi di laut dan di darat (Woodruff et al., 2009) dan data asimilasi dari International Best Track Archive for Climatic Stewardship (IBTrACS) yang memanfaatkan kapal-kapal lintas samudera untuk melakukan observasi laut-atmosfer (Kruk et al., 2010). Resolusi spasial data reanalisis ESRL NOAA sebesar 200 x 200 km dan pada lapisan atmosfer terdapat 28 tingkat untuk resolusi vertikal dengan interval waktu bulanan. Parameter dari basis data ERSL NOAA yang digunakan pada penelitian ini meliputi angin, suhu udara, tekanan udara, OLR, curah hujan, presipitasi, evaporasi, fluks bahang secara konduksi, fluks bahang melalui evaporasi dan kelembapan udara. Data vektor angin, angin zonal, suhu udara dan kelembapan udara dianalisis pada lapisan troposfer dan angin, OLR, curah hujan, Q S +Q L dan P E dianalisis pada permukaan untuk mengetahui variabilitas atmosfer dan proses dinamikanya dari interaksi antara Muson, DM dan ENSO. 3.3 Pemodelan MOM4 GFDL Model laut hidrostatik Modular Ocean Model versi 4 (MOM4) dibangun menggunakan persamaan model laut primitif dengan proses parameterisasi model yang lengkap dengan tujuan untuk mempelajari sistem iklim dan lautan global yang dikembangkan GFDL NOAA. MOM4 pertama kali dibangun oleh Kirk Bryan dan Mike Cox pada tahun (Griffies et al., 2004). Luaran MOM4 yang telah melalui proses ODA terdiri dari parameter suhu potensial, salinitas, kedalaman lapisan tercampur, arus zonal, arus meridional dan arus vertikal. Parameterisasi fisik yang digunakan model MOM4 (Griffies et al., 2004) adalah sebagai berikut: - Persamaan kontinuitas dengan koordinat spherical yang digunakan adalah sebagai berikut: (6)

12 84 - Persamaan gerak atau momentum pada arah zonal, meridional dan vertikal dijabarkan sebagai berikut: Pada arah zonal dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (7) Pada arah meridional dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (8) Pada arah vertikal dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (9) - Diskretisasi pada tiap grid menggunakan persamaan sebagai berikut: (10) dimana, R = rata-rata radius bumi = lintang = bujur z = koordinat vertikal (positif) u, v, w = komponen kecepatan

13 85 p = tekanan = densitas = kecepatan rotasi bumi A M, A H = koefisien eddy horizontal (difusi) K M, K H = koefisien eddy vertikal (difusi) - Proses difusi dari suhu dan salinitas serta parameter lain menggunakan persamaan sebagai berikut: (11) dimana, Is = insolasi matahari - Proses adveksi dan friksi pada parameter-parameter yang terbawa digunakan persamaan sebagai berikut: (12) dengan,,,, q, q, D T, D S, D, A M dan A M dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (13)

14 86 dimana,, = komponen tensor tekanan, = komponen tensor tekanan q, q = vektor fluks skalar kuantitas D T, D S = laju tegangan D = total laju deformasi, = ukuran grid Pr H = prandtl number c s = konstanta Smagorinsky Konfigurasi dan karakteristik numerik dari model MOM4 GFDL secara umum adalah sebagai berikut: - Koordinat sistem yang digunakan adalah koordinat horizontal ortogonal dan koordinat spherical (Griffies et al., 2004). - Topografi dasar laut direpresentasikan dengan menggunakan grid parsial dari Pacanowski dan Gnanadesikan (2006). - Dinamika kinematik didasari dari metode non-boussinesq Dinamic oleh Greatbatch dan McDougall (2003). - Perubahan langkah waktu dan kecepatan baroklinik menggunakan dua pendekatan yaitu pertama, metode tradisional leap-frog dengan penapisan waktu dari Robert-Asselin (1966) dan skema dua tahap perubahan langkah waktu dari metode yang digunakan model Hallberg Isopycnal dari MIT GCM (Hallberg, 2000). - Skema diskretisasi yang digunakan adalah explicit free surface dengan modifikasi yang dikembangkan oleh Griffies et al. (2001). - Persamaan standar lautan yaitu densitas in-situ, suhu potensial, salinitas dan tekanan hidrostatik dari McDougall et al. (2003). - Pembangkit pasang-surut yang digunakan adalah komponen dari gaya pembangkit dari bulan dan matahari sebagai pembangkit perubahan permukaan laut (Griffies et al., 2004). - Skema percampuran vertikal dengan menggunakan profil kedalaman timeindependent dikembangkan oleh Bryan dan Lewis (1979).

15 87 - Skema gesekan permukaan menggunakan shear-dependent dengan viskositas Smagorinsky yang dikembangkan Griffies dan Hallberg (2000) dan penerapan skema anisotropik dari Large et al. (2001) dan Smith dan Mc Williams (2003). - Skema difusi dari topografi dasar laut menggunakan persamaan dari Beckmann dan Doscher (1997). - Skema overflow akibat ketidakstabilan aliran massa air digunakan persamaan dari Campin dan Goosse (1999). - Penetrasi pemanasan radiasi matahari gelombang pendek di permukaan laut mempertimbangkan kandungan khlorofil di perairan (Griffies et al., 2004). 3.4 Analisis dan Pengolahan Data Analisis data pada peneltian ini menggunakan beberapa pendekatan untuk mencari siklus dominan pada skala ruang dan waktu dari variabilitas parameter laut dan atmosfer hasil interaksi antara Muson, DM dan ENSO. Pemilihan metode analisis yang tepat diperlukan sehingga mampu untuk mendekomposisi sinyal parameter laut-atmosfer yang saling berinteraksi dengan Muson, DM dan ENSO. Pada penelitian ini data yang digunakan terdiri atas berbagai parameter dengan format data yang beragam dan dari sumber yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penyeragaman format data. Kuantitas data yang digunakan pada penelitian ini cukup besar karena menggunakan basis data laut-atmosfer internasional, sehingga data dengan format yang telah seragam perlu dikelola dengan perangkat lunak yang tepat, cepat dan efisien Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini dengan pendekatan metode yang harus mampu untuk mengekstrasi sinyal-sinyal data deret waktu dari parameter data yang digunakan, sehingga dapat mendekomposisi sinyal tersebut baik pada skala ruang maupun waktu dari hasil interaksi antara Muson, DM dan ENSO. Analisis yang digunakan meliputi EOF, penapisan data Lanchoz,

16 88 komposit, densitas spektral, transformasi wavelet kontinyu dan korelasi silang transformasi wavelet Empirical Orthogonal Function Analisis EOF bertujuan mendekomposisi sinyal deret waktu dalam suatu area kedalam fungsi spasial dan fungsi waktu, sehingga menghasilkan keragaman yang diurutkan dari mulai terbesar sampai terkecil. Metode EOF yang digunakan pada penelitian ini mengikuti persamaan-persamaan yang dikembangkan oleh Hannachi et al. (2007) yaitu dari Persamaan (14) sampai Persamaan (30). Pada penelitian ini metode EOF diterapkan dengan menggunakan data SPL bulanan dari data asimilasi GFDL antara tahun pada lokasi penelitian antara 80 BT-160 BT dan 20 LS-20 LU dengan lima dari 50 Mode terbesar pertama. Lokasi peneltian ini diharapkan dapat menangkap sinyal interaksi Muson, DM dan ENSO dari proses dinamika darat-laut-atmosfer di perairan Asia Tenggara dan sekitarnya. Fungsi ruang dan waktu didefinisikan sebagai X(t,s), dimana t adalah waktu dan s adalah posisi spasial di dalam area penelitian, sehingga untuk mendekomposisi sinyal deret waktu kedalam fungsi ruang dan waktu dapat diubah dalam bentuk persamaan sebagai berikut: (14) dimana M adalah banyaknya Mode (selanjutnya disebut Mode ke-m atau Mode- M) dari dekomposisi sinyal dari ruang dan waktu dengan fungsi ruang u k (s) dan fungsi waktu c k (t). Fungsi waktu ini didalam EOF disebut juga sebagai expansion coefficient (koefisien ekspansi) atau principal component (PC) dan untuk selanjutnya disebut koefisien ekspansi. Data ruang dan waktu X(t,s), ditempatkan kedalam bentuk matriks sebagai berikut:

17 89 (15) dimana, X = X t fungsi dari transform matriks (X t1, X t2,, X tp ) T dan t = 1,, n, mewakili fungsi ruang i = 1,, p dan fungsi waktu t, sehingga rata-rata waktu pada ruang i, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (16) atau dalam bentuk matriks rata-rata waktu klimatologi, (17) dimana 1 n = (1,, 1) T adalah matriks indentitas bernilai satu. Anomali data dari rata-rata klimatologi pada (t,sk), dengan t = 1,, n dan k = 1,, p dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (18) atau dalam bentuk matriks, (19) dimana I n matriks identitas dari n x n dan H adalah pusat matriks pada orde ke n. Tahapan selanjutnya adalah perhitungan matriks covariant dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (20)

18 90 dimana covariant dari S ij, dan i, j = 1,, p, antara data deret waktu pada semua titik grid (Si, Sj), dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (21) Pada perhitungan analisis EOF bertujuan mencari kombinasi antar titik di dalam ruang dari deret waktu dimana korelasi antar kombinasi tersebut memiliki nilai korelasi ter kecil yang dihitung dari nilai maksimum variance u = (u 1,, u p ) T dengan Xu memiliki variabilitas maksimum, dalam notasi matematis yaitu sebagai berikut: (22) dengan, (23) Solusi untuk mencari keragaman terbesar dengan menggunakan persamaan eigenvalue yaitu sebagai berikut: (24) Jika k adalah mode ke-k eigenvector u k dari S, maka hubungan dengan eigenvalue, dengan k = 1,, p dapat dijabarkan dengan persamaan sebagai berikut: (25) sehingga eigenvalue dan biasanya eigenvalue dibuat kedalam nilai variance (%) dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (26)

19 91 Anomali dari X pada Mode ke-k EOF u k = (u k1, u k2,, u kp ) T dapat diubah kedalam bentuk persamaan a k = Xu k dari Mode ke-k koefisien ekspansi dengan a tk pada t = 1,, n dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (27) Persamaan (20) dan (24) dipecah dengan menggunakan metode Singular Value Decomposition (SVD), sehingga Persamaan (24) menjadi sebagai berikut: (28) dimana 2 = Diag(,,, ) nilai yang diurutkan berdasarkan urutan Mode ke-r dari matriks diagonal, sehingga matriks data anomali X koefisien ekspansi menjadi, (29) dan hasil dekomposisi data spasial dari waktu ke-t adalah (30) Penapisan Koefisien ekspansi hasil analisis EOF data SPL dari data asimilasi GFDL ditapis untuk menghilangkan sinyal frekuensi tinggi yang masih memiliki kemungkinan mengganggu sinyal dari siklus tahunan Muson dan siklus antar tahunan DM dan ENSO. Fenomena sinyal frekuensi tinggi yang dapat menjadi bias interaksi antara Muson, DM dan ENSO pada area penelitian adalah MJO dengan siklus hari (Wang dan Xu, 1997; Lawrence dan Webster, 2002), sedangkan sinyal frekuensi rendah dibawah siklus tahunan dan antar tahunan selain DM dan ENSO tetap dipertahankan karena didalam dinamika proses

20 92 interaksi Muson, DM dan ENSO masih terdapat kemungkinan untuk berasosiasi, seperti TBO (Wu dan Kirtman, 2004; Li et al., 2006; Meehl dan Arblaster, 2011) dan PDO (Roy et al., 2003; Yoon dan Yeh, 2010). Penapisan ini digunakan untuk menghilangkan sinyal data deret waktu dengan frekuensi tinggi dibawah 6 bulan yaitu dengan pemotongan frekuensi (fc) sebesar 1/2 siklus per tahun dari data bulanan koefisien ekspansi EOF, sehingga dapat mempertegas sinyal data yang berasal dari pengaruh muson, DM dan ENSO. Metode penapisan yang digunakan adalah dengan pembobotan dari Lanchoz filter (Emery dan Thomson, 2001). Data koefisien ekspansi X t ditapis dengan pembobotan Lanchoz sehingga menghasilkan data deret waktu koefisien ekspansi yang baru Y t, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (31) dengan persamaan fungsi pembobotan Lanchoz W k,yaitu sebagai berikut: ( ) ( ) (32) dimana : k = n, -n+1,, -1, 0, 1,, m-1, m n, m = jumlah cakupan data sebelum dan sesudah X t f c f N = pemotongan frekuensi penapisan = frekuensi Nyquist Komposit Analisis komposit dilakukan untuk mengkaji variabilitas parameter (P) pada waktu ke-t dari arus, SPL, kedalaman lapisan tercampur, tekanan udara, suhu udara, angin, RH, OLR, curah hujan, Q L, Q S +Q L dan P E pada fase positif Mode ke-n EOF data SPL dimana nilai simpangan baku ( n ) koefisien ekspansi EOF

21 93 data SPL pada saat waktu t (K n,t ) diatas satu kali simpangan baku positif dan fase negatif pada saat dibawah satu kali simpangan baku negatif. Metode analisis komposit ini mengikuti pendekatan analisis seperti yang dilakukan oleh Hendon et al. (2009), Kao dan Yu (2009), Kim et al. (2009), Kug et al. (2009) dan Yu dan Kim (2010). Secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut: Fase Positif jika, ( ) pada t dimana K n,t > n (33) Fase negatif jika, ( ) pada t dimana K n,t < - n (34) Dengan banyaknya data j dan simpangan baku koefisien ekspansi Mode ke-n, ( ) (35) Densitas Spektral Data deret waktu koefisien ekspansi EOF SPL data asimilasi GFDL memiliki sinyal dari beragam siklus fenomena hasil dekomposisi spasial EOF pada lokasi penelitian. Oleh karena itu, untuk mengetahui siklus dominan dari data deret waktu koefisien ekspansi EOF yang mencerminkan pola osilasi spasial pada lokasi penelitian maka data deret waktu koefisien ekspansi EOF ini dihitung energi densitas spektralnya dengan menggunakan Fast Fourier Transform (FFT). Analisis densitas spektral akan memperlihatkan osilasi pola spasial SPL pada lokasi penelitian dari Mode dominan EOF tertentu, memiliki variabilitas yang dominan dipengaruhi oleh Muson, DM atau ENSO. Data bulanan SPL tidak ditapis sebelum melakukan analisis EOF karena diharapkan sinyal siklus Muson, DM dan ENSO serta sinyal siklus fenomena lainnya ikut terbawa dalam koefisien ekspansi EOF, sehingga tidak mengubah pola spasial SPL hasil dekomposisi spasial EOF. Energi densitas spektral melalui FFT (Bendat dan Piersol, 1971) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

22 94 X ( f k ) N 1 h t 0 2 kt exp 1 N (36) Nilai energi densitas spektral (S x ) dari data deret waktu koefisien ekspansi EOF hasil analisis FFT, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 2h S N X ( x f k ) 2 (37) dimana : X(f k ) = data deret waktu koefisien ekspansi EOF SPL (X t ) h = interval data SPL sebesar satu bulan N = data bulanan SPL dari tahun sebanyak 348 bulan f k i = frekuensi ke-k = bilangan imaginer Transformasi Wavelet Kontinyu Analisis transformasi wavelet bertujuan melokalisasi perubahan waktu ( t) dan frekuensi ( ) dari data deret waktu kedalam fungsi frekuensi terhadap waktu, sehingga dapat diketahui perubahan waktu dan frekuensi secara bersamaan (Torrence dan Compo, 1998). Data deret waktu koefisien ekspansi EOF SPL dianalisis dengan tranformasi wavelet untuk mengetahui waktu terjadinya siklus yang dominan pada selang kepercayaan 95%. Salah satu fungsi wavelet yang sering digunakan adalah fungsi transformasi Morlet atau biasa disebut continuous wavelet transform (transformasi wavelet kontinyu atau CWT), dengan persamaannya adalah sebagai berikut: (38) dimana 0 adalah frekuensi tanpa unit dan adalah waktu tanpa unit. Analisis wavelet pada prinsipnya merupakan bandpass filter yang dikelompokkan kedalam data deret waktu dengan skala (s), sehingga = s.t dan dinormalkan kedalam satuan energi. Data deret waktu koefisien ekspansi EOF SPL (X n, n=1,, N)

23 95 dengan selang waktu yang sama sebesar satu bulan ( t) didefinisikan sebagai fungsi konvolusi dari X n pada skala dan fungsi wavelet yang telah dinormalkan sehingga satuan energi wavelet dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (39) Solusi dari Persamaan (39) dipecahkan dengan metode FFT dari Persamaan (36) dimana energi dari wavelet (wavelet power) didefinisikan sebagai ( ) dengan ( ) diinterpretasikan sebagai fase lokal fungsi kekuatan wavelet. Pada tepian data deret waktu (awal dan akhir data deret waktu), fungsi wavelet tidak benar-benar terlokalisasi sehingga dikenal istilah daerah Cone of Influence (COI) dimana pada COI hasil analisis wavelet tidak tepat digunakan untuk menginterpretasikan frekuensi data deret waktu. COI terjadi pada batas dengan nilai e -2 dari tepian hasil penapisan bandpass. Nilai statistik signifikan ditentukan oleh latar background power spectrum (P k ) yang dihitung dari proses orde pertama autoregressive (AR1). P k dapat dihitung dari fourier spektral energi AR1 autocorrelation dengan penyimpangan waktu -1 dengan persamaan sebagai berikut : (40) Rentang kepercayaan dari P k dipecahkan dengan pendekatan metode Monte Carlo dengan probabilitas p dan v bernilai satu untuk real wavelet dan dua untuk kompleks wavelet dengan persamaan sebagai berikut: (41)

24 Korelasi Silang Transformasi Wavelet Data deret waktu koefisien ekspansi (X n ) hasil analisis EOF data SPL dikorelasikan dengan MSI, DMI dan SOI (Y n ) dengan metode korelasi silang transformasi wavelet (cross wavelet transform atau XWT) yang didefinisikan sebagai W XY = W X W Y* dinama tanda * adalah konjugasi kompleks (complex conjugation) dengan energi korelasi silang transformasi wavelet sebesar pada selang kepercayaan 95%. Kompleks argument dari arg(w XY ) dapat menginterpretasikan fase relatif lokal antara X n dan Y n didalam domain frekuensi waktu. Distribusi energi korelasi silang transformasi wavelet dengan background power spektral dan dan selang kepercayaan Z v (p) pada probabilitas p, dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Torrence dan Compo, 1998): (42) dengan rata-rata sudut beda fase a m dari a i, i=1 n, dengan persamaan sebagai berikut: (43) dimana, (44) dan, (45) dengan simpangan baku, (46)

25 97 dimana ( ). Beda fase antara siklus koefisien ekspansi EOF data SPL dengan MSI, DMI dan SOI menunjukkan siklus sinyal mana yang lebih dahulu, bersamaan atau berlawanan Pengolahan Data Tahapan pengolahan data meliputi seleksi data, klasifikasi data, standarisasi format data, penyusunan basis data dan analisis data. Tahapan tersebut dilakukan agar mempermudah proses analisis data yang melibat berbagai macam parameter data, format data dan analisis data. Beberapa perangkat lunak yang tepat digunakan untuk menyelesaikan tahapan pengolahan data Basis Data Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas berbagai parameter, format data dan bersumber dari berbagai institusi penelitian internasional. Penyeragaman format data dan penyusunan basis data pada penelitian ini perlu dilakukan sehingga tahap analisis data menjadi lebih mudah dalam proses pemilihan data, perhitungan statistik, perhitungan analisis data dan visualisasi data hasil olahan. Basis data pada penelitian ini dikelola dalam satu perangkat lunak Ocean Data View versi Program dan Perangkat Lunak Pada penelitian ini dalam melakukan tahapan pengolahan data, pembuatan basis data dan analisis data menggunakan beberapa bahasa pemograman dan perangkat lunak. Bahasa pemograman yang digunakan terdiri atas BASIC dan Matlab dan perangkat lunak untuk pengelolaan basis data dan visualisasi hasil analisis data menggunakan perangkat lunak Ocean Data View versi 4. Perangkat lunak yang digunakan untuk menjalankan program BASIC adalah MS. Visual Basic versi 6 dan program Matlab adalah Matlab 2010 R2.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 99 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Data Asimilasi GFDL 4.1.1 TRITON Stasiun pengamatan data TRITON yang digunakan untuk melakukan validasi data asimilasi GFDL sebanyak 13 stasiun dengan 12 TRITON berada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Asia Tenggara dan sekitarnya memiliki variabilitas laut-atmosfer yang besar akibat dari fluktuasi parameter oseanografi yang berasal dari perairan Samudera Pasifik

Lebih terperinci

sebesar 2.7 bulan dari puncak Dipole Mode Index (DMI) dan terbentuknya periode El Nino/La Nina konvensional dengan beda fase 2.7 bulan dari puncak

sebesar 2.7 bulan dari puncak Dipole Mode Index (DMI) dan terbentuknya periode El Nino/La Nina konvensional dengan beda fase 2.7 bulan dari puncak v ABSTRACT ANDRI PURWANDANI. Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Variabilitas Suhu Permukaan Laut dan Interelasinya dengan Muson, Dipole Mode (DM) dan El Nino Southern Oscillation

Lebih terperinci

KORELASI ASIAN MONSOON, EL NINO SOUTH OSCILATION DAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN DI PROPINSI LAMPUNG

KORELASI ASIAN MONSOON, EL NINO SOUTH OSCILATION DAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN DI PROPINSI LAMPUNG AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) KORELASI ASIAN MONSOON, EL NINO SOUTH OSCILATION DAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN DI PROPINSI LAMPUNG Eko Efendi 1 Andri

Lebih terperinci

VARIABILITAS ARUS, SUHU, DAN ANGIN DI PERAIRAN BARAT SUMATERA SERTA INTER-RELASINYA DENGAN INDIAN OCEAN DIPOLE MODE

VARIABILITAS ARUS, SUHU, DAN ANGIN DI PERAIRAN BARAT SUMATERA SERTA INTER-RELASINYA DENGAN INDIAN OCEAN DIPOLE MODE VARIABILITAS ARUS, SUHU, DAN ANGIN DI PERAIRAN BARAT SUMATERA SERTA INTER-RELASINYA DENGAN INDIAN OCEAN DIPOLE MODE (IODM) DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) ASYARI ADISAPUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Pengaruh Fenomena El Niño Southern Oscillation dan Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Muhammad Elifant Yuggotomo 1,), Andi Ihwan ) 1) Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak ) Program Studi Fisika Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO Erma Yulihastin Peneliti Sains Atmosfer, LAPAN e-mail: erma@bdg.lapan.go.id; erma.yulihastin@gmail.com RINGKASAN Pada makalah ini diulas mengenai mekanisme hubungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran A. Hasil pengolahan data arus polar current rose disajikan pada Lampiran B. Hasil pengolahan data komponen arus setelah

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR Nensi Tallamma, Nasrul Ihsan, A. J. Patandean Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar Jl. Mallengkeri, Makassar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. II, No. (24), Hal. - 5 ISSN : 2337-824 Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy ), Muh. Ishak Jumarang ),

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali 80361, Indonesia. Abstrak

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali 80361, Indonesia. Abstrak PENGARUH ENSO TERHADAP VARIABILITAS IKLIM DI SULAWESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI WAVELET Ni Luh Gede Desy Suryaningsih 1, I Ketut Sukarasa 1, Ida Bagus Alit Paramarta 1, I Gede Hendrawan 1

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG Juniarti Visa Bidang Pemodelan Iklim, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim-LAPAN Bandung Jl. DR. Junjunan 133, Telp:022-6037445 Fax:022-6037443,

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN II FEBRUARI 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN II FEBRUARI 2017 1 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN II FEBRUARI 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM BMKG OUTLINE Ø Analisis Angin dan OLR Ø Analisis dan Prediksi

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muson

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muson 9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muson Muson atau disebut pula Monsun (Monsoon) atau jika berkaitan dengan fase basah (hujan) dan kering (kemarau) umumnya disebut pula sebagai musim dan untuk selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL

DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL Eva Gusmira, S.Si., M.Si Abstrak Dalam jurnal ini telah dilakukan analisis terhadap angin zonal di Sumatera Barat yang diakibatkan oleh fenomena Dipole Mode (DM)

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE MODE (IODM) TERHADAP INTENSITAS HUJAN DI BENUA MARITIM INDONESIA (BMI) BARAT

PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE MODE (IODM) TERHADAP INTENSITAS HUJAN DI BENUA MARITIM INDONESIA (BMI) BARAT Buletin Fisika Vol No. Pebruari 3 : 5 3 PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE MODE (IODM) TERHADAP INTENSITAS HUJAN DI BENUA MARITIM INDONESIA (BMI) BARAT I Made Kertayasa, I Ketut Sukarasa, IGA Widagda, I Gede

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPANInstitusi Penulis Email: mar_lapan@yahoo.com Abstract Indian

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram alir penelitian

Gambar 4 Diagram alir penelitian 10 Gambar 4 Diagram alir penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini periode yang digunakan dibagi dua, yaitu jangka panjang; Januari 2007 sampai dengan Juli 2009 dan jangka pendek. Analisis

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 menguji kelayakan model sehingga model sementara tersebut cukup memadai. Salah satu caranya adalah dengan menganalisis galat (residual). Galat merupakan selisih antara data observasi dengan data hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG KUPANG, 12 JANUARI 2017 OUTLINE ANALISIS DINAMIKA SKALA GLOBAL Gerak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO Bangun Muljo Sukojo 1, Iva Ayu Rinjani 1 1 Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail: 1 bangun_ms@geodesy.its.ac.id Abstrak Pengaruh fenomena El Nino

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKSPERT SISTEM BERBASIS INDEKS ENSO, DMI, MONSUN DAN MJO UNTUK PENENTUAN AWAL MUSIM

PENGEMBANGAN EKSPERT SISTEM BERBASIS INDEKS ENSO, DMI, MONSUN DAN MJO UNTUK PENENTUAN AWAL MUSIM Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 19 hal. 19-26 PENGEMBANGAN EKSPERT SISTEM BERBASIS INDEKS ENSO, DMI, MONSUN DAN MJO UNTUK PENENTUAN AWAL MUSIM Eddy Hermawan, Juniarti

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina ENSO (EL-NINO SOUTERN OSCILLATION) ENSO (El Nino Southern Oscillation) ENSO adalah peristiwa naiknya suhu di Samudra Pasifik yang menyebabkan perubahan pola angin dan curah hujan serta mempengaruhi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I FEBRUARI 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I FEBRUARI 2017 1 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I FEBRUARI 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM BMKG OUTLINE Ø Analisis Angin dan OLR Ø Analisis dan Prediksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

MENGHITUNG DIPOLE MODE INDEX (DMI) DAN KORELASINYA DENGAN KONDISI CURAH HUJAN

MENGHITUNG DIPOLE MODE INDEX (DMI) DAN KORELASINYA DENGAN KONDISI CURAH HUJAN Nama : Aji Permana NIM : G2410002 Praktikum Ke- : 11 Hari/Tanggal : Rabu, 3 Desember 2014 MENGHITUNG DIPOLE MODE INDEX (DMI) DAN KORELASINYA DENGAN KONDISI CURAH HUJAN Pendahuluan Indian Ocean Dipole (IOD)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN II OKTOBER 2016 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM BMKG OUTLINE Analisis Angin dan OLR Analisis dan Prediksi SST

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN PANTAI BARAT SUMATERA BAGIAN UTARA PERIODE

ANALISIS CURAH HUJAN PANTAI BARAT SUMATERA BAGIAN UTARA PERIODE ISSN : 1411-3082 ANALISIS CURAH HUJAN PANTAI BARAT SUMATERA BAGIAN UTARA PERIODE 1994-2007 INDRA GUSTARI Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah I Medan Jl. Ngumban Surbakti No. 15 Medan

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATE DASARIAN I MARET 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATE DASARIAN I MARET 2017 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATE DASARIAN I MARET 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM * 1 BMKG OUTLINE ΠAnalisis Angin dan OLR ΠAnalisis dan Prediksi SST

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS HUJAN STASIUN SEDANG METEOROLOGI &

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) DAN TRANSFORMASI FOURIER PADA SINYAL CURAH HUJAN INDONESIA

ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) DAN TRANSFORMASI FOURIER PADA SINYAL CURAH HUJAN INDONESIA SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) DAN TRANSFORMASI FOURIER PADA SINYAL CURAH HUJAN INDONESIA Pandu Septiawan 1, Sri Nurdiati 2, Ardhasena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 2 Diagram alir penelitian. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer 4.1.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Harian Faktor yang menyebabkan pergerakan vertikal udara antara lain

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr Stasiun Meteorologi Klas III Malikussaleh Aceh Utara adalah salah satu Unit Pelaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu I. PENDAHULUAN Hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena iklim yang berkaitan dengan daerah tropis.

Lebih terperinci

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I DESEMBER 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, Monsun, Analisis OLR Analisis

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI SERUI TANGGAL 10 JANUARI 2017 OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr NABIRE 2017 ANALISIS KEJADIAN CUACA

Lebih terperinci

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN II JANUARI 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM BMKG OUTLINE Analisis Angin dan OLR Analisis dan Prediksi SST

Lebih terperinci