MENGENAL KELASI BESI PADA TALASEMIA. Oleh : Lucky Bintang Kharismawati, S.Ked NIM. I1A Pembimbing : dr. Wulandewi Marhaeni, Sp.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGENAL KELASI BESI PADA TALASEMIA. Oleh : Lucky Bintang Kharismawati, S.Ked NIM. I1A Pembimbing : dr. Wulandewi Marhaeni, Sp."

Transkripsi

1 Referat MENGENAL KELASI BESI PADA TALASEMIA Oleh : Lucky Bintang Kharismawati, S.Ked NIM. I1A Pembimbing : dr. Wulandewi Marhaeni, Sp. A

2 BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Agustus, 2014

3 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR SINGKATAN... v BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Talasemia... 3 B. Dampak Kelebihan Beban Besi Akibat Tranfusi Darah... 8 C. Terapi Kelasi Besi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA 2

4 LAMPIRAN 3

5 BAB I PENDAHULUAN Talasemia merupakan salah satu penyakit genetik terbanyak di dunia. Pembawa sifat talasemia-β dan talasemia-α mencapai 1,67% populasi dunia sedangkan pembawa sifat hemoglobin E sekitar 0,95%. 1 Pembawa sifat talasemiaβ di Indonesia ditemukan lebih tingi yaitu 3%-10%, pembawa sifat talasemia-α 2,6-11% dan pembawa sifat hemoglobin E 1,5-33%. Di Pusat Talasemia Jakarta pada akhir bulan Maret 2007 tercatat 1264 pasien dengan pasien baru setiap tahun. Kasus talasemia-b merupakan kasus yang terbanyak didapatkan yaitu 50,6%, talasemia β-hbe 46,7% dan talasemia- α 2,2%. 2 Pasien talasemia akan senantiasa mengalami anemia akibat gangguan produksi hemoglobin sehingga memerlukan tranfusi darah. Transfusi darah merupakan tata laksana suportif utama yang bertujuan mempertahankan kadar hemoglobin 9-10 g/dl untuk meningkatkan tumbuh kembang anak serta mengurangi deformitas tulang dan hepatosplenomegali akibat hematopoeisis ekstramedular. 3,4 Tranfusi darah terus menerus pada pasien talasemia memiliki komplikasi terjadinya penimbunan zat besi dalam tubuh. Kelebihan besi ini bila tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya disfungsi pada hati, jantung, dan kelenjar 1

6 endokrin yang progresif berakibat timbulnya fibrosis hati, sirosis hati, gagal jantung, diabetes mellitus, hipogonadisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidime hingga kematian. Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat kelebihan besi ini diperlukan terapi kelasi besi. Tujuan utama terapi kelasi besi adalah mencapai kadar besi tubuh yang aman. Terapi kelasi besi yang dikenal saat ini dapat diberikan secara parenteral (Deferoksamin) dan peroral (Deferipron dan Deferasirox). 5,6 Melihat terjadinya peningkatan kasus talasemia pada anak dan pentingnya terapi kelasi besi, maka para klinisi perlu mengetahui jenis-jenis terapi kelasi besi untuk mengetahui keuntungan sekaligus efek sampingnya sehingga dapat memilih dan memberikan penanganan yang terbaik. 2

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Talasemia 1. Definisi Talasemia merupakan kelainan monogenik yang paling sering ditemukan dan merupakan suatu kelompok kelainan bawaan sintesis hemoglobin dengan karakteristik penurunan produksi satu atau lebih rantai globin pada hemoglobin dewasa. Talasemia dapat dikelompokkan sesuai dengan rantai globin yang tidak terbentuk secara efektif, sebagai talasemia alfa (α), beta (β), delta beta (δβ) dan gamma delta beta (γδβ). Namun secara keseluruhan, talasemia alfa dan beta adalah yang paling penting. Sebagian besar tipe talasemia yang penting diwariskan dengan cara Mendelian resesif, orangtua pembawa sifat tanpa gejala mempunyai satu diantara empat kesempatan mempunyai anak dengan kelainan berat. 6,7 2. Epidemiologi Talasemia didistribusikan secara luas pada daerah Mediterania, Timur Tengah, subkontinen India dan Asia Tenggara mulai dari Cina selatan melewati semenanjung Malaya sampai ke Indonesia (Gambar 2.1). Pada banyak negara ini 3

8 frekuensi gen untuk talasemia yang berbeda dan variasi-variasi struktur hemoglobin sangat tinggi. Seiring dengan perbaikan kondisi sosial pada negaranegara berkembang dan penurunan mortalitas oleh karena infeksi dan malnutrisi, anak-anak dengan talasemia yang sebelumnya akan meninggal muda sekarang bertahan cukup lama dan memerlukan perawatan. Pada daerah-daerah ini juga ditemukan penyebab dari tingginya frekuensi talasemia yaitu muncul sebagai sekuele dari infeksi malaria falsiparum. 1 Gambar 2.1 Peta penyebaran talasemia di dunia, perhatikan bahwa penyebaran ini nampaknya sesuai dengan penyebaran malaria falsiparum Genetik talasemia 4

9 Darah manusia dewasa merupakan campuran dari beberapa tipe hemoglobin. Hemoglobin yang terbanyak (HbA) terdiri dari dua rantai alfa dan beta, rantai-rantai ini dikodekan oleh 4 lokus gen alfa dan 2 beta. Hemoglobinopati merupakan kelainan autosomal resesif dari gen-gen ini. Lebih dari 600 variasi yang berbeda telah digambarkan dan mereka dapat mempengaruhi baik struktur Hb (kelainan varian seperti sel sabit) atau mengurangi kuantitas rantai beta atau alfa hemoglobin (talasemia). 1,5 Talasemia dinamakan sesuai dengan rantai yang mengalami defisiensi, yakni alfa atau beta. Kelainan rantai alfa disebabkan oleh karena delesi gen, sedangkan rantai beta disebabkan oleh alel non-delesional dan sudah ditemukan lebih dari 100 kelainan. Secara klinis, keadaan yang berat timbul bila terjadi kelainan pada kedua gen atau pada 3 sampai 4 rantai alfa. Darah manusia dewasa umumnya mengandung 2,6% HbA2 (α2δ2) yang merupakan hemoglobin residual dan juga sejumlah Hb fetal (HbF, α2γ2) pada tiga bulan pertama kehidupan. Kedua hemoglobin ini tidak mengandung rantai beta, sehingga keberadaan mereka pada usia yang lebih tua dapat membantu diagnosis adanya hemoglobinopati. 5 Perbedaan harus dibuat antara pembawa sifat (hanya memiliki sebuah lokus globin yang terkena dan terus sehat selama hidup, namun mempunyai risiko menurunkan penyakit ke anak-anaknya) dan orang-orang dengan kelainan homozigot atau heterozigot ganda sehingga mengalami kelainan. Kelainankelainan ini diturunkan secara resesif menurut genetika Mendelian, orang tua 5

10 mempunyai satu diantara empat kesempatan untuk melahirkan anak penderita hemofilia apabila mereka berdua merupakan pembawa sifat (Gambar 2.2). 7,8,9 Gambar 2.2. Pewarisan sifat talasemia mengikuti pola pewarisan sifat Mendelian, sehingga orang tua pembawa sifat akanmempunyai kesempatan mewariskan satu dari empat keturunannya. 4. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Talasemia a. Talasemia Beta Talasemia beta heterozigot merupakan kelainan asimptomatik dengan gambaran anemia hipokrom mikrositik (MCH dan MCV rendah) serta memiliki 6

11 kadar HbA2 dua kali normal. Talasemia beta homozigot atau mereka yang mewarisi gen talasemia beta yang berbeda dari kedua orang tua, biasanya mengalami anemia berat pada tahun pertama kehidupan. Keadaan ini dihasilkan dari kekurangan rantai globin beta, kelebihan rantai alfa yang dipresipitasi ke dalam prekursor sel darah merah sehingga menyebabkan kerusakan sel tersebut, baik dalam sumsum tulang ataupun pembuluh darah perifer. Hipertrofi dari sumsum tulang yang tidak efektif menyebabkan perubahan skeletal dan juga hepatosplenomegali yang bervariasi. Kadar HbF selalu meningkat. Pada saat anak-anak ini diberikan transfusi, sumsum tulang dapat menghentikan produksinya sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Meskipun demikian, dapat terjadi akumulasi besi dan menyebabkan kematian akibat kerusakan pada miokardium, pankreas atau hati. Mereka juga rentan terhadap infeksi dan menderita defisiensi asam folat. Bentuk-bentuk talasemia beta yang lebih ringan (talasemia intermedia), walaupun tidak selalu tergantung pada transfusi, terkadang juga dikaitkan dengan perubahan tulang, anemia, ulkus tungkai bawah dan gangguan pertumbuhan. 10,11 Variasi klinis dari talasemia beta yang dinamakan talasemia intermedia berada diantara spektrum talasemia mayor dan pembawa sifat asimptomatik. Sindrom ini meliputi kelainan-kelainan dengan spektrum disabilitas yang luas, pada sisi yang berat, pasien dapat datang dengan anemia lebih lambat dibandingkan dengan talasemia beta tergantung transfusi dan hanya mampu mempertahankan hemoglobin kurang lebih 6 g/dl tanpa transfusi. 8,9 7

12 Secara umum, gambaran klinis talasemia beta intermedia mirip dengan talasemia beta mayor. Pada spektrum yang berat, khususnya pada kasus-kasus gangguan pertumbuhan, pasien harus diterapi dengan transfusi rutin. Meskipun demikian, beberapa komplikasi penting seperti hipersplenisme progresif timbul pada pasien dengan bentuk-bentuk yang lebih ringan. Gejala klinis kelebihan beban besi akibat peningkatan absorpsi bahkan dapat dilihat pada pasien dengan transfusi yang tidak rutin. 9,12 b. Talasemia Alfa Homozigot talasemia αo : Sindrom hidrops Hb Bart s ini biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan edem permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eritrosit hipokromik dan beberapa berinti. Kadar Hb Bart s 80%, sisanya Hb Portland. Kelainan sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum dan masalah karena hipertrofi plasenta. Pemeriksaan otopsi memperlihatkan peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi, berhasil diselamatkan dengan tranfusi tukar dan tranfusi berulang. Pertumbuhan dan perkembangan bisa mencapai normal. HbH disease (talasemia αα/α+) : Ditandai dengan anemia dan splenomegali sedang. Memiliki variasi klinis, beberapa tergantung tranfusi, sedangkan sebagian besar bisa tumbuh normal tanpa tranfusi. Gambaran darah tepi khas talasemia dengan perubahan eritrosit,dengan HbH bervariasi, sedikit Hb Bart s dan HbA2 rendah sampai sedang. HbH dapat diketahui dengan bantuan 8

13 brilliant cresil blue yang akan menyebabkan pengendapan dan pembentukan badan inklusi. Setelah splenektomi bentukan ini makin banyak pada eritosit. B. Dampak Kelebihan Beban Besi Akibat Transfusi Darah Besi merupakan logam yang penting untuk sintesis hemoglobin, reaksi oksidasi reduksi dan proliferasi sel, sedangkan kelebihan besi akan menyebabkan disfungsi organ lewat produksi spesies oksigen reaktif. Jumlah kadar besi di dalam tubuh berkisar antara 3-4 g, dua pertiga berada di dalam sel darah merah dan didaur ulang dengan penghancuran eritrosit; sisanya disimpan dalam bentuk ferritin/hemosiderin, sementara hanya 1-2 mg besi yang diserap lewat traktus gastrointestinal dan beredar di dalam darah. Metabolisme besi tubuh merupakan suatu sistem setengah tertutup, dan secara kritikal diregulasi oleh beberapa faktor termasuk hepcidin yang baru saja ditemukan.dalam peredaran darah, besi biasanya terikat pada transferrin dan kebanyakan besi terikat transferrin digunakan oleh sumsum tulang untuk eritropoiesis. Oleh karena tidak adanya mekanisme aktif di dalam tubuh untuk mengekskresikan besi, suatu akumulasi progresif besi tubuh akan mudah terjadi sebagai akibat dari transfusi berkepanjangan pada pasien dengan talasemia. 10,13 Setiap unit eritrosit yang ditransfusi mengandung mg besi sebagai bagian dari pigmen heme. Pada saat eritrosit dipecah oleh sistem makrofag, besi dilepaskan dari heme dan disimpan di dalam tubuh. Oleh karena pengeluaran besi harian oleh tubuh dalam keringat dan pelepasan sel epitel hanya berkisar 1 mg, 9

14 maka pemberian satu unit PRC berhubungan dengan sekitar 200 hari siklus besi harian tubuh. Oleh karena kelebihan besi tidak dapat dieliminasi dari tubuh, maka transfusi kronik akan menyebabkan keseimbangan besi tubuh sangat jauh dari ekulibrium. Toksisitas besi dalam dosis tinggi disebabkan oleh karena kemampuannya bereaksi dengan molekul oksigen, memindahkan elektron ke dalamnya dan menghasilkan spesies oksigen antara, yang kemudian dengan adanya besi akan menyebabkan terbentuknya radikal-radikal yang lebih reaktif lagi. Radikal reaktif ini akan menyerang lipid, protein dan DNA, menyebabkan terjadinya kerusakan sel yang pada akhirnya akan timbul sebagai disfungsi organ. 10,14 Hati merupakan organ terpenting untuk penyimpanan besi dengan kapasitas terbesar untuk mensekuestrasi kelebihan besi.perubahan periodik disfungsi organ telah dipelajari pada pasien dengan talasemia beta homozigot. Biasanya dalam waktu 2 tahun transfusi, abnormalitas fungsi hati seperti peningkatan enzim transaminase tidak terlalu nyata dan biasanya berada dalam batas normal atau hanya sedikit meningkat. Selama periode ini, pemeriksaan biopsi hati akan menunjukkan fibrosis ringan dengan inflamasi ringan dan deposisi besi. Secara klinis, hati menjadi besar dan dapat dipalpasi dan pemeriksaan fungsi hati lainnya dalam rentang normal atau sedikit meningkat. Oleh karena itu penting untuk pasien-pasien tergantung transfusi dinilai secara menyeluruh untuk memastikan adanya kelainan hati fibrotik atau sirosis dengan pemeriksaan CT-Scan, MRI dan analisis biokimia termasuk pemeriksaan transaminase serum

15 Penyebab paling penting dari transfusi jangka panjang adalah kematian mendadak oleh karena gagal jantung. Dilaporkan kurang lebih 70% kematian pada pasien talasemia beta disebabkan oleh sebab kardiogenik. Tanda-tanda disfungsi kardiak termasuk hipertrofi jantung, aritmia dan endokarditis yang pada akhirnya akan menyebabkan gagal jantung. Gangguan ventrikel kiri sangat menonjol dan digambarkan oleh penurunan fraksi ejeksi ventrikel lewat pemeriksaan echokardiogram. Oleh karena penurunan fraksi ejeksi ventrikel ini timbul sebelum tanda-tanda klinis gagal jantung dan juga sebelum pembesaran bayangan jantung pada rontgen dada, echokardiogram merupakan pemeriksaan paling berguna untuk pemantauan kerusakan miokardial oleh kelebihan beban besi. 10,11 Echokardiogram yang disarankan untuk deteksi kegagalan jantung yang disebabkan oleh deposisi besi di miokardial adalah dengan Doppler jaringan. Pemindaian dilakukan lewat jendela akustik empat-bilik apikal.laju miokardial kemudian diperiksa secara terus menerus dari basal ke apeks di dalam dinding bebas ventrikel kiri dan kanan juga di septum interventrikular (Gambar 2.3). Penelitian oleh Vogel menemukan bahwa sensitivitas echokardiogram Doppler untuk menemukan deposisi besi abnormal sebesar 88% dengan spesifisitas 65% (menggunakan T2* MRI sebagai baku emas). 11,12 11

16 Gambar 2.3 Suatu pemeriksaan echocardiogram Doppler jaringan menunjukkan perubahan warna dari biru ke merah pada septum miokardial sebagai tanda adanya deposisi besi.terbaliknya gelombang s dan e pada apeks menandakan adanya abnormalitas gerakan dinding pada sistolik dan diastolik.keadaan ini dapat timbul bahkan pada pasien talasemia dengan fraksi ejeksi dalam batas normal. 12

17 MRI juga merupakan pemeriksaan yang berguna untuk menilai fungsi ventrikular dan deposisi besi pada otot jantung dapat dideteksi dengan peningkatan intensitas sinyal. Lebih jauh lagi, perhitungan T2 dan R2 dengan MRI memungkinkan penilaian konsentrasi semi-kuantitatif pada otot jantung, bahkan pada kadar yang relatif rendah. Penelitian oleh Vogel juga menemukan nilai T2* yang normal berkisar antara 20 dan 83 ms, nilai T2* di bawah 20 ms menandakan adanya deposisi besi miokard abnormal (gambar 8). Anderson dan kawan-kawan juga menunjukkan bahwa MRI T2* dapat mendeteksi adanya deposisi besi miokardial bahkan sebelum tanda dan gejala gagal jantung timbul serta sebelum terapi kelasi secara umum dipertimbangkan. 14,15 Berdasarkan suatu studi kohort pasien dengan talasemia beta, disfungsi organ oleh karena kelebihan beban besi timbul pertama kali di hati pada saat kadar ferritin melebihi ng/dl dan keterlibatan organ lainnya termasuk jantung mengikuti seiring dengan peningkatan kadar besi lebih lanjut. Deposisi jantung signifikan biasanya dapat diamati pada saat kadar ferritin serum lebih dari ng/dl. Secara klinis, untuk mendeteksi adanya disfungsi organ, pemeriksaan kadar ferritin harus dilakukan setiap 1-3 bulan sekali. Pada saat kadar ferritin serum lebih dari ng/dl, maka pasien harus diperiksa untuk tanda dan gejala gagal jantung, aritmia serta pemeriksaan echokardiogram periodik dapat dipertimbangkan. 13

18 Selain deposisi besi di jantung dan hati, sel beta pankreas merupakan salah satu target penting untuk toksisitas besi, yang dapat menyebabkan intoleransi glukosa dan diabetes mellitus. Faktor tambahan yang menyebabkan intoleransi glukosa adalah gangguan utilisasi insulin oleh hati, yang mengakselerasi kerusakan sel beta oleh karena hiperinsulinemia. Ditinjau dari perspektif pemeriksaan serial gula darah, urin dan glikoalbumin berguna untuk memantau terjadinya diabetes mellitus, sedangkan pemeriksaan glikohemoglobin tidak berguna oleh karena dampak transfusi berulang. 14,15 Endokrinopati oleh karena transfusi jangka panjang dapat diamati termasuk gangguan pertumbuhan, pubertas inkomplit dan disfungsi tiroid.pada pasien dengan talasemia dan anemia sel sabit, perhatian khusus harus diberikan kepada tanda dan gejala awal seperti gangguan pertumbuhan dan imaturitas seksual. 10,11 C. Terapi Kelasi Besi Tujuan utama terapi kelasi besi adalah mencapai kadar besi tubuh yang aman. Pemberian terapi kelasi besi yang adekuat dan kepatuhan pasien sangat menentukan keberhasilan terapi ini. Terapi kelasi besi dimulai apabila kadar feritin serum mencapai 1000 ng/dl, yaitu kira-kira setelah kali transfusi untuk mencegah kerusakan jaringan. Terapi kelasi besi yang ideal mempunyai syarat-syarat sebagai berikut yaitu : Afinitas tinggi dan spesifik terhadap Fe 3+ 14

19 Stabilitas kompleks besi-kelator Efisiensi kelasi tinggi Laju metabolisme rendah Berat molekul tidak terlalu besar Penetrasi jaringan dan sel Solubilitas dalam air dan lipid Tidak ada redistribusi besi Relatif non-toksik Pencapaian keseimbangan besi negatif Murah Dapat diberikan secara oral Penelitian untuk meningkatkan kualitas terapi kelasi besi telah dilakukan dalam 30 tahun terakhir. Deferoksamin merupakan kelasi besi yang paling lama dipakai di dunia. Pemberian deferoksamin secara subkutan ternyata memberikan perubahan yang besar dalam meningkatkan usia harapan hidup dan mengurangi komplikasi akibat kelebihan besi, sehingga terapi ini dijadikan terapi standar 15

20 untuk pasien thalasemia di seluruh dunia. Tetapi pemberian dengan cara subkutan menyebabkan ketidakpatuhan yang cukup tinggi, sehingga para ahli dunia mencoba mencari alternatif lain dengan menemukan formulasi kelasi besi secara oral. 13,14 1. Jenis-Jenis Kelasi Besi Jenis-jenis terapi kelasi besi yang dikenal saat ini ada tiga jenis yaitu yang diberikan secara parenteral (Deferoksamin) dan yang diberikan secara oral (Deferipron dan Deferasirox). a. Deferoksamin Deferoksamin (DFO) merupakan kelator besi dengan bentuk molekul heksadentat yang paling lama dan banyak dipakai yaitu sejak tahun Deferoksamin adalah molekul berbentuk heksadentat dengan berat molekul 560 kda, dengan demikian deferoksamin sulit diabsorpsi di saluran cerna. Deferoksamin merupakan suatu asam trihidroksamat yang diproduksi oleh Streptomyces pilosus. Zat ini mempunya spesifisitas untuk besi ferric (besi oksidat dalam kompleks protein ferritin). Deferoksamin sulit diabsorpsi peroral dan cepat dimetabolisme, sehingga kekurangan utamanya adalah kebutuhan untuk diberikan secara infus parenteral kontinyu. 1) Mekanisme Kerja 16

21 Satu molekul DFO dapat mengikat 1 atom besi dan memiliki stabilitas yang tinggi terhadap Fe 3+. Deferoksamin merupakan suatu molekul hidrofilik sehingga ambilan ke dalam sel dan kompartemen subselular menjadi lambat, tetapi ambilan ke dalam hepatosit cukup cepat. Kadar terapi dicapai dalam waktu singkat yaitu sekitar 5-10 menit dan akan hilang segera setelah penghentian terapi yaitu sekitar 20 menit. Ekskresi obat terjadi melalui urin dan feses. 19 2) Penggunaan Pemberian deferoksamine dapat dilakukan setelah pemeriksaan kadar ferritin atau setelah satu tahun dan dilakukan pemeriksaan kadar besi hati dengan biopsi, dosis awal tidak melebihi mg/kgbb/24 jam. Deferoksamine diberikan setiap hari selama 5 minggu (14). Dosis yang biasa diberikan adalah 40 mg/kg secara infus subkutan diberikan 8-12 jam, dalam 5-7 hari perminggu. Pemberian vitamin C sebesar 2-3 mg/kg peroral akan meningkatkan ekskresi besi di urin. Pemakaian DFO cukup efektif dalam menurunkan kadar besi dalam darah dan jaringan secara bermakna. 19 Hal tersebut mengakibatkan kesintasan pasien talasemia mayor meningkat. Gabutti mendapatkan jumlah pasien yang hidup pada usia 30 tahun lebih besar pada kelompok yang patuh menggunakan DFO dibandingkan kelompok yang tidak patuh (95% : 12%). Modell dkk juga mendapatkan kematian yang masih terjadi akibat gagal jantung, terutama disebabkan oleh ketidakpatuhan dalam menggunakan kelasi besi. Masalah yang timbul pada penggunaan DFO adalah harga obat mahal, kepatuhan rendah dan komplikasi yang timbul

22 3) Efek Samping Beberapa komplikasi akibat penggunaan DFO adalah gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi (18%), gangguan penglihatan/retina (6%), reaksi alergi (2%), gangguan pertumbuhan (2%), infeksi akibat Yersinia (1%), dan nyeri pada tempat pemasangan (9%). Cunningham mendapatkan bahwa nyeri pada tempat pemasangan DFO merupakan penyebab tersering pasien talasemia menghentikan penggunaan DFO. Olivieri dkk merekomendasikan deteksi dini toksisitas DFO untuk mengembalikan abnormalitas dengan cara modifikasi terapi (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Penuntasan Toksisitas Pada Penggunaan DFO Kadar vitamin C yang rendah juga telah ditemukan pada pasien-pasien talasemia dengan kelebihan beban besi, suplementasi dapat meningkatkan ekskresi besi oleh deferoksamin dengan meluaskan cadangan besi yang dapat dikelasi. Namun terapi ini harus dilakukan secara hati-hati karena peluasan cadangan besi ini dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas dan memperberat toksisitas besi. Karena efek samping ini, maka pemberian asam 18

23 askorbat hanya dianjurkan bila terdapat penurunan efisiensi pemberian deferoksamin dan diberikan dosis mg hanya pada saat diberikan terapi deferoksamin (30-60 menit sesudah terapi dimulai). 12,15 Walaupun kepatuhan berobat dengan deferoksamin merupakan permasalahan utama, studi-studi telah menunjukkan bahwa pemberian deferoksamin menunjukkan keuntungan kardioprotektif pada pasien-pasien yang melanjutkan terapi secara teratur. Penelitian-penelitian terbaru juga menunjukkan, pemberian deferoksamin selama lebih dari 10 tahun pada pasien talasemia dikaitkan dengan masa bebas komplikasi kelebihan beban besi yang panjang. 12,14 b. Deferipron Deferiprin (DFP) merupakan molekul bidentat dengan berat molekul 139 kda. Penelitian jangka panjang dari deferipron pada talasemia telah menunjukkan penurukan kadar ferritin serum secara signifikan, terutama pada pasien dengan kadar ferritin sebelum studi lebih dari 5000 ng/dl. Efek kardioprotektif juga telah diamati dengan pemberian deferipron, pada sebuah penelitian penting yang dipublikasikan Mei 2006, tidak ada kejadian kardiak pada semua dari 157 pasien yang menerima deferipron sampai 9 tahun (paparan setara dengan 750 tahun pasien, Tabel 2.2). 15,18 Obat ini juga menunjukkan efektivitas yang lebih baik dibandingkan deferoksamin dalam memindahkan besi miokardial pada pasien-pasien 19

24 asimptomatik. Sehingga dibandingkan dengan deferoksamin pemberian deferipron dikaitkan dengan proteksi kardiak yang lebih besar. 1) Mekanisme Kerja Pada dasarnya cara kerja dari Deferipron (DFP) hampir sama dengan Deferoksamin (DFO), hanya saja pemberian kelator yang satu ini melalui oral. Tiga molekul DFP dapat mengikat 1 molekul besi (3:1) dengan onset puncak sekitar 45 menit setelah pemberian dan dengan waktu paruh sekitar menit. Kelator ini mengekskresikan besi melalui urin. 19 2) Penggunaan Pemberian deferipron dapat dimulai dengan dosis 25 mg/kgbb diberikan 3 kali sehari dengan target terapi kadar ferritin di bawah 500 ng/dl. Walaupun studi-studi pada Tabel 2.2 telah menunjukkan efektivitas deferipron yang baik, namun oleh karena pengalaman menggunakan deferoksamin jauh lebih besar dan adanya kontroversi di sekitar penggunaan deferipron maka deferipron sampai saat ini masih digunakan sebagai terapi pengganti deferoksamin. 16 Tabel 2.2 Efektivitas Deferoksamin vs Deferipron Dalam Mencegah Kejadian Kardiak 15 20

25 Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa DFP berhasil menurunkan kadar feritin secara bermakna. Keuntungan lain menggunakan DFP adalah efek proteksi terhadap jantung yang merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien talasemia. Efek kardioproteksi dilaporkan lebih superior dibandingkan DFO. Anderson dkk menunjukkan bahwa pasien talasemia yang menggunakan deferipron mempunyai kandungan besi di jantung yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan deferoksamin. Pennell dkk menemukan bahwa DFP monoterapi selama 1 tahun lebih efektif secara bermakna dibandingkan DFO dalam memperbaiki siderosis miokardial asimptomatik pada talasemia-β mayor. 3) Efek Samping Efek samping yang mungkin terjadi akibat penggunaan DFP adalah agranulositosis (0,5%), neutropenia (8,0%), artropati (15,0%), keluhan gastrointestinal (33,2%) dan peningkatan enzim transaminase hati. Agranulositosis dan neutropenia lebih sering timbul pada pasien yang mengalami 21

26 hipersplenisme dan merupakan efek samping serius. Meskipun demikian, Pennel dkk menemukan dalam penelitian selama 1 tahun bahwa agranulositosis ini bersifat sementara dan bahkan dapat membaik tanpa penghentian pengobatan. Artropati awalnya diduga terkait dengan kadar feritin serum pasien, namun penelitian tidak dapat membuktikan adanya keterkaitan tersebut. Keluhan gastrointestinal dan artropati akan makin menurun seiring dengan makin lama penggunaan DFP. Efek samping yang dapat tejadi termasuk kehilangan pendengaran frekuensi tinggi, abnormalitas retinal dan kelainan metafisis serta spinal yang dapat menyebabkan penurunan tinggi badan. 14 Pemberian DFP pada talasemia pernah dikaitkan dengan peningkatan enzim alanin transferase (ALT) dan kejadian fibrosis hati. Sejauh ini belum ada penelitian yang dapat menunjukkan adanya kaitan bermakna antara penggunaan DFP dan fibrosis hati. Wanless dkk membuktikan dengan melakukan biopsi sebelum dan sesudah pemberian DFP pada pasien talasemia dan tidak ada satupun pasien yang mengalami fibrosis hati. Fibrosis hati pada pemberian DFP lebih sering terjadi pasien talasemia yang menderita hepatitis C sehingga diduga kuat bahwa kejadian fibrosis tersebut lebih disebabkan oleh infeksi hepatitis C. 17 c. Deferasirox Deferasirox atau dikenal sebagai ICL 670 adalah molekul tridentat dengan berat molekul 373 kda. 1) Mekanisme Kerja 22

27 Deferasirox akan membentuk ikatan 2 kelator dengan 1 atom besi (2:1). Afinitas deferasirox terhadap besi sangat tinggi, mudah diabsorpsi,dan dapat bersirkulasi selama beberapa jam. Hal ini terjadi karena konsentrasi puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam, dan masih dapat terdeteksi selama 24 jam; rerata waktu paruh eliminasi antara jam. Dengan demikian deferasirox dapat diberikan hanya dosis tunggal untuk mencapai kadar terapi. Ekskresi utama deferasirox adalah melalui feses. 19 2) Penggunaan Deferasirox telah disetujui oleh United States Food and Drug Administration untuk digunakan pada pasien kelebihan besi akibat transfusi bagi pasien berusia lebih dari 2 tahun. Dosis deferasirox yang dapat diberikan adalah mg/kg/hari. Dengan dosis ini eksresi besi dalam feses paling sedikit 0,3 mg/kgbb/hari yang cukup baik untuk menjaga keseimbangan besi pada pasien talasemia. Dosis 20 mg/kgbb/hari dalm 18 bulan pengobatan dilaporkan dapat mengurangi konsentrasi besi dalam hati sebanyak 1,2 mg/g berat kering hati dan ini sebanding dengan pengurangan besi hati oleh DFO yaitu 1,3 mg/g berat kering hati. Terapi kelasi besi paling mutakhir yang telah disetujui oleh FDA (badan obat dan makanan AS) adalah deferasirox. Deferasirox diberikan sebagai dosis sekali sehari dilarutkan dalam segelas air, secara umum dapat ditoleransi baik; efek samping yang dilaporkan termasuk nausea, vomitus, diare, kram perut, kemerahan kulit dan peningkatan kadar kreatinin serum ringan. Kemampuan 23

28 kelasi deferasirox dua kali lebih kuat dari deferoksamin, di mana 1 mg deferasirox akan memindahkan besi dua kali lebih banyak dari 1 mg deferoksamin. Efisiensi kelasi deferasirox bergantung kepada asupan besi, pada asupan kurang dari 0,3 mg/kg maka efisiensi sebesar 22% dan akan meningkat menjadi 34% pada asupan lebih besar dari 0,5mg/kg. Sedangkan efisiensi kelasi deferoksamin secara rerata adalah 13%. 11 Deferasirox diberikan awalnya 20 mg/kgbb per hari, pasien dengan transfusi lebih sering diberikan 30 mg/kgbb dan yang lebih jarang 10 mg/kgbb. Dosis dapat disesuaikan dengan 5-10 mg/kgbb dan disesuaikan dengan target terapi. 17 Tabel 2.3 Perbandingan antara Deferoksamin, Deferipron dan Deferasirox 3) Efek Samping 24

29 Efek samping utama adalah ruam kemerahan yang timbul bila diberikan dosis melebihi 40 mg/kg/hari. Ruam ini dapat hilang meskipun tanpa menghentikan pengobatan. Efek samping lain adalah peningkatan enzim transaminase, nausea, diare, nyeri kepala, dan nyeri abdomen. Efek nefrotoksik pernah dilaporkan terjadi pada penelitian terhadap tikus yang sebelumnya tidak mengalami kelebihan besi, sehingga diduga efek ini terkait dengan deprivasi besi yang berat. Proteinuria ringan sementara pernah terlihat pada pasien talasemia yang mendapat deferasirox namun hal ini lebih disebabkan oleh adanya kelainan ginjal sebelumnya. d. Terapi Kombinasi Terapi kombinasi adalah terapi kelasi besi yang menggunakan 2 jenis kelator yaitu deferoksamin dan deferipron. Kebutuhan akan terapi kombinasi didasari oleh perlunya kepatuhan dalam terapi kelasi besi dan kebutuhan DFO lebih sedikit sehingga meningkatkan kepatuhan dan mengatasi keterbatasan DFP dalam menginduksi keseimbangan besi negatif. 1) Mekanisme Kerja Gambar 2.4 Dasar Terapi Kombinasi 25

30 Dasar terapi kombinasi adalah adanya shuttle effect. Deferipron memasuki sel dan mengikat besi yang kemudian membawa ke dalam plasma. Besi selanjutnya ditransfer menjadi deferoksamin untuk diekskresikan ke urin dan feses. 2) Penggunaan Terapi kombinasi tersebut menunjukkan hasil yang cukup baik, terlihat dari penurunan kadar feritin yang cukup bermakna untuk memperbaiki gangguan intolerasni glukosa. Terapi kombinasi menggunakan DFP 50 mg/kg/hari dan DFO 2,5-3 g/hari 3 hari/minggu dan menemukan peningkatan eksresi besi melalui urin dan penurunan kadar feritin serum yang baik. Pemberian DFP rutin dan DFO intermitten efektif dalam menurunkan kelebihan besi dan meningkatkan fungsi jantung pasien talasemia. Pemakaian terapi kombinasi tersebut juga dilaporkan meningkatkan kesintasan talasemia yang bermakna di Cyprus. Terapi kombinasi dapat diberikan secara simultan maupun sekuensial dalam waktu yang berbeda. Cara dan dosis pemakaian tertera pada Tabel Tabel 2.4 Terapi Kombinasi DFO dan DFP 26

31 3) Efek Samping Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian terapi kombinasi ini adalah efek samping yang disebabkan oleh kedua obat terapi kelasi besi yang diberikan di atas. Beberapa komplikasi akibat penggunaan DFO adalah gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi (18%), gangguan penglihatan/retina (6%), reaksi alergi (2%), gangguan pertumbuhan (2%), infeksi akibat Yersinia (1%), dan nyeri pada tempat pemasangan (9%). Cunningham mendapatkan bahwa nyeri pada tempat pemasangan DFO merupakan penyebab tersering pasien talasemia menghentikan penggunaan DFO. 19 Efek samping yang mungkin terjadi akibat penggunaan DFP adalah agranulositosis (0,5%), neutropenia (8,0%), artropati (15,0%), keluhan gastrointestinal (33,2%) dan peningkatan enzim transaminase hati

32 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Talasemia saat ini merupakan permasalahan kesehatan yang semakin besar di negara-negara berkembang. Seiring dengan perbaikan taraf kehidupan dan layanan kesehatan maka akan semakin banyak penderita talasemia yang mencapai usia dewasa. Pemberian terapi transfusi secara menahun akan mengakibatkan penderita talasemia menderita kelebihan beban besi dengan segala akibat dan komplikasinya. Terapi dengan kelasi besi baik secara oral maupun intravena telah menunjukkan manfaat yang baik dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas 25

33 pasien dengan hemosiderosis sekunder. Tidak ada perbedaan bermakna antara efektivitas terapi kelasi besi yang berbeda, sehingga pemilihan didasarkan pada preferensi dan ketersediaan obat di masing-masing tempat. Upaya pencegahan kelebihan besi pada pasien talasemia mayor yang banyak dipakai saat ini adalah deferoksamin subkutan. Cara ini efektif dalam menurunkan kadar besi bila dilakukan teratur dengan kepatuhan yang tinggi. Untuk meningkatkan kepatuhan, dapat digunakan obat kelasi besi peroral yaitu deferipron (L1) atau deferasirox (ICL 670) yang dapat diberikan secara monoterapi ataupun kombinasi. Terapi kelasi besi peroral diharapkan meningkatkan kepatuhan pasien sehingga kerusakan organ akibat hemokromatosis dapat direduksi. Permasalahan yang masih muncul adalah harga kelator tersebut belum dapat dijangkau oleh sebagian besar masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. 16,17 26

34 DAFTAR PUSTAKA 1. McLeod C, et. al. Deferasirox for the treatment of iron overload associated with regular blood transfusions (transfusional hemosiderosis) in patients suffering with chronic anemia: a systematic review and economical evaluation. Health Technology Assesment 2009; 13: Abetz L, Baladi JF, Jones P, et.al. The impact of iron overload and its therapy on quality of life: result from a literature review. Health and Quality of Life Outcomes 2006; 4: Norbert G. Treatment of Secondary Hemochromatosis. Deutsches Ärzteblatt International 2009; 106: Davies SC, et. al. Screening for sickle cell disease and talasemia: a systematic review with supplementary research. Health Technology Assesment 2000; Greenberg PL, et al. Major hematologic disease in the developing world: New aspect of diagnosis and management of talasemia, malarial anemia and acute leukaemia. Hematology 2001: Ceci A, Mangiarini L, Fellsi M, et al. The Management of Iron Chelation Therapy:Preliminary Data from a National Registry of Talasemia Patients. Hindawi Publishing Corporation 2011; 1: 1-7.

35 7. Weatherall DJ. The hereditary anemias. [ed.] Drew Provan. ABC of Clinical Hematology 2nd ed. s.l. : BMJ Books, Lichtman MA. Disorders of globin synthesis: the talasemias. William's Hematology 7th.ed Kohgo Y.et al. Body iron metabolism and pathophysiology of iron overload. International Journal of Hematology 2008; 88: Jabbar DA, Davison G, Muslin AJ. Getting the iron out: Preventing and treating heart faliure in transfussion dependent talasemia. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2007; 7: Aessopos A, Berdoukas V, Tsironi M. The heart in transfusion dependent homozygousthalassaemia today prediction, prevention and management. European Journal of Haematology 2007; 80: CMP Medica. Desferal vial drug information. [Online] CMP Medica, 2014.[Cited: July 26, 2014] 13. Borgna-Pignatti C, et al. Cardiac morbidity and mortality in deferoxamine- or deferiprone-treated patients with talasemia major. Blood 2006; 107: Cohen AR. New Advances in Iron Chelation Therapy. Hematology 2006:

36 15. Sharma RN, Pancholi SS. Oral Iron Chelators: A New Avenua for the Management of Talasemia Majo. Journal of Current Pharmaceutical Research 2010; 1: Tanner MA, Galanello R, Dessi C, et al. Combination chelation therapy in talasemia major for the treatment of severe myocardial siderosis with left ventricular dysfunction. Journal of Cardiovascular Magnetic Resonance 2008; 10(12): Bjh. Succesful chelation therapy with the combination of deferasirox and deferiprone in a patient with talasemia major and persisting severe iron overload after single-agent chelation therapies. Brities Journal of Haematology 2011; 154: Ceci A, Mangiarini L, Felisi M, et. al. The Management of Iron Chelation Therapy: Preliminary Data from a National Registry of Thalassaemic Patients. Hindawi Publishing Corporation 2011; 1: Gatot D. Pendekatan mutakhir kelasi besi pada thalassemia. Sari Pediatri 2007; 8(4):

Kelebihan besi sekunder pada thalassemia intermedia

Kelebihan besi sekunder pada thalassemia intermedia Kelebihan besi sekunder pada thalassemia intermedia Pencegahan dan tatalaksana hemosiderosis sekunder akibat terapi transfusi berulang Penyusun Dr. Stevent Sumantri 0806484742 1 Daftar isi Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin Darah orang dewasa normal memiliki tiga jenis hemoglobin, dengan komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. Hemoglobin minor yang memiliki

Lebih terperinci

Pendekatan Mutakhir Kelasi Besi pada Thalassemia

Pendekatan Mutakhir Kelasi Besi pada Thalassemia Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 8, No. Vol. 4 8, (Suplemen), No. 4 (Suplemen), Mei 2007: Mei 782007-84 Pendekatan Mutakhir Kelasi Besi pada Thalassemia Djajadiman Gatot, Pustika Amalia, Teny Tjitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Talasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat perubahan atau kelainan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Thalassemia atau sindrom thalassemia merupakan sekelompok heterogen dari anemia hemolitik bawaan yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya produksi salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Talasemia Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai 1927.

Lebih terperinci

RINGKASAN. commit to user

RINGKASAN. commit to user digilib.uns.ac.id 47 RINGKASAN Talasemia beta adalah penyakit genetik kelainan darah, dan talasemia beta mayor menyebabkan anemia yang berat. (Rejeki et al., 2012; Rodak et al., 2012). Transfusi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah 126070100111044 Latar Belakang: Metabolisme merupakan suatu proses (pembentukan dan penguraian) zat-zat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Adelia Kartikasari G0008190 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh mensintesis subunit α atau β-globin pada hemoglobin dalam jumlah yang abnormal (lebih sedikit). 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Talasemia adalah penyakit genetik kelainan darah akibat penurunan produksi rantai globin, sehingga menyebabkan anemia. Distribusi talasemia terkonsentrasi pada thalassemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok penyakit darah yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai polipeptida globin (α atau β) yang membentuk hemoglobin (Hb) normal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Angka kejadian penyakit talasemia di dunia berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Disusun Oleh : Gillang Eka Prasetya (11.955) PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012 / 2O13 THALASEMIA A.

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang menyebabkan seseorang dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang menderita penyakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns I. DEFINISI Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI Franciska Rahardjo. 2006; Pembimbing I : Dani Brataatmadja, dr., Sp.PK Pembimbing II : Penny Setyawati, dr., Sp.PK, M.Kes ABSTRAK Talasemi adalah kelainan darah

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme. 13 Kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisa pada umumnya mengalami anemia. Anemia pada pasien GGK terjadi terutama karena kekurangan erytropoietin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS DENGAN KADAR FERITIN PENYANDANG THALASSEMIA β DI RSUD ARIFIN ACHMAD

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS DENGAN KADAR FERITIN PENYANDANG THALASSEMIA β DI RSUD ARIFIN ACHMAD HUBUNGAN DERAJAT KLINIS DENGAN KADAR FERITIN PENYANDANG THALASSEMIA β DI RSUD ARIFIN ACHMAD Adriyan Satria Elmi Ridar Lucyana Tampubolon Email: ad_riyan_nothing@yahoo.com Abstract Thalassemia is a genetic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HbA 1c (hemoglobin terglikasi /glikohemoglobin/hemoglobin terglikosilasi/ Hb glikat/ghb) 2.1.1Biokimiawi dan metabolisme Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2,

Lebih terperinci

Dr. Indra G. Munthe, SpOG DEPARTMENT OF OBSTETRICS AND GYNECOLOGY

Dr. Indra G. Munthe, SpOG DEPARTMENT OF OBSTETRICS AND GYNECOLOGY Dr. Indra G. Munthe, SpOG DEPARTMENT OF OBSTETRICS AND GYNECOLOGY FACULTY OF MEDICINE THE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA A. Jenis-jenis Penyakit Darah 1. Anemia Dalam Kehamilan Secara fisiologik konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan

Lebih terperinci

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide. Obat diabetes ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin, baik pada jaringan hati maupun perifer. Peningkatan sensitivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. THALASSEMIA 2.1.1. Defenisi Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) yang mengacu pada adanya gangguan sintesis dari rantai globin

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 1. Kaitan antara hati dan eritrosit adalah??? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 Hati berperan dalam perombakan eritosit Hati menghasilkan eritrosit Eritrosit merupakan

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan adanya defek pada sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek sintesis rantai globin pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Thalassemia adalah kelainan darah yang diturunkan, ditandai dengan anomali pada sintesis hemoglobin rantai β yang memberikan gambaran klinis mulai dari anemia berat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

Genetika dari Hemokromatosis Keturunan

Genetika dari Hemokromatosis Keturunan Genetika dari Hemokromatosis Keturunan Hayyu Indrianingrum Program Studi Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Hayyu.indrianingrum@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah maka tranfusi darah

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci