PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO"

Transkripsi

1 PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN Handaru Trimulyono. Penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Dibimbing oleh Drajat Martianto dan Sri Anna Marliyati. Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi dengan vitamin A. Tujuan khusus penelitian adalah (1) mengetahui penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan kondisi belum digunakan dan telah digunakan untuk menggoreng bahan makanan; (2) mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk pangan yang diolah dengan menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A; (3) mengkaji keluhan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan tidak difortifikasi vitamin A. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan atas kerjasama Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) dengan Asian Development Bank (ADB). Penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu penelitian lapang dan penelitian laboratorium. Penelitian lapang dilakukan di Pulau Barrang Lompo - Makassar dan di Desa Babakan Darmaga - Bogor. Penelitian di laboratorium dilakukan di Laboratorium Penilaian Organoleptik dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Data hasil survei penerimaan konsumen diolah secara deskriptif menggunakan persentase modus. Data uji kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap minyak goreng yang difortifikasi vitamin A diolah secara deskriptif menggunakan persentase kesukaan dan penerimaan responden serta skor modus masing-masing perlakuan. Uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesukaan responden terhadap sifat organoleptik minyak goreng curah. Data-data yang terkumpul dan telah diolah digunakan untuk membuktikan kekhawatiran-kekhawatiran mengenai perubahan sifat fisik minyak goreng curah jika difortifikasi dengan vitamin A. Lebih dari separuh jumlah responden menyatakan bahwa warna dan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi serta rasa makanan yang diolah adalah sama saja dibanding minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Secara keseluruhan, responden di Pulau Barrang Lompo menyatakan bahwa sifat organoleptik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A tidak berbeda atau sama saja dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Lebih dari separuh responden (58,9%) menyatakan suka terhadap warna minyak goreng curah baik yang difortifikasi vitamin A maupun minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Kurang dari separuh jumlah responden (44,6%) menyatakan suka terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kesukaan responden terhadap warna dan aroma kedua jenis minyak goreng yang diujikan (p=0,586). Skor modus tingkat kesukaan warna dan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah 5 (suka) dengan persentase penerimaan sebesar 89,3 persen. Lebih dari separuh jumlah responden (58,9%, 64,3% dan 69,6%) menyukai warna pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal- Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan

3 responden terhadap warna pisang goreng (p=0,194), tahu goreng (p=0,750), dan roti lasuna (p=0,121). Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifkasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna Lebih dari separuh jumlah responden (57,1%) menyukai aroma tahu goreng yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Kurang dari separuh jumlah responden (48,2%) menyukai aroma pisang goreng dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma pisang goreng (p=0,019), dan roti lasuna (p=0,050). Tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma tahu goreng (p=0,934). Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifkasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk ketiga jenis produk gorengan. Kurang dari separuh jumlah responden (41,1%, 42,9%, dan 41,1%) menyatakan suka terhadap rasa pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap rasa pisang goreng (p=0,000). Tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma tahu goreng (p=0,629) dan roti lasuna (p=0,312). Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifkasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk ketiga jenis produk gorengan. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna dan aroma minyak goreng curah yang diuji pada satu kali penggunaan, serta terhadap warna minyak goreng curah yang diuji pada dua kali penggunaan (p>0,05). Terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diuji pada penggunaan pertama, kedua, dan ketiga, serta terhadap aroma minyak goreng curah yang diuji pada penggunaan pertama dan ketiga (p<0,05). Skor modus pada kesukaan warna dan aroma minyak goreng serta rasa makanan yang diolah dengan pengulangan pemakaian minyak goreng berkisar antara 3 (biasa) hingga 5 (suka). Jumlah keluhan mengenai minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding jumlah keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Hal ini disebabkan pada saat pengujian minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A, responden lebih banyak menggoreng bahan pangan yang dapat merusak sifat fisik minyak goreng, misalnya minyak akan berbuih saat digunakan untuk menggoreng telur atau menjadi hitam saat menggoreng ikan yang berbumbu. Keluhan-keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A tergantung pada cara pemakaian dan kondisi penyimpanan minyak tersebut.

4 PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor HANDARU TRIMULYONO PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP : PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A : Handaru Trimulyono : A Dosen Pembimbing I Disetujui, Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si. NIP Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si. NIP Diketahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP Tanggal lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 12 Februari 1986 dari pasangan Sardi Hardinata dan Dede Suryawati Masduki. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga orang bersaudara. Pada tahun 1990 penulis memulai pendidikan di TK Persit Kartika Chandra Kirana, Banjarsari. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991 di SDN Buniseuri II dan SDN Handapherang II, kemudian dilanjutkan pada jenjang pendidikan SLTP di SLTP Negeri 1 Ciamis. Tahun 2003 penulis dinyatakan lulus dari SMA Negeri 1 Ciamis, kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) tahun Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan. Penulis merupakan salah satu staf pengurus Himpunan Mahasiswa Peminat Gizi Pertanian (HIMAGITA) periode kepengurusan tahun

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan yang begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini. Selama proses penelitian, penulis tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak dan dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu dan Bapak serta segenap keluarga atas segala keikhlasan dan kasih yang begitu tulus serta motivasi tanpa batas yang diberikan pada penulis. 2. Dr. Ir. Drajat Martianto MSi dan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku dosen pembimbing atas segala ilmu, arahan dan masukan yang diberikan kepada penulis sejak awal penyusunan hingga selesainya karya ini. 3. Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) dan Asian Development Bank (ADB) atas izin dan kerjasama dalam penelitian ini. 4. Dr. Lilik Kustiyah Hartoyo selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan arahan dan saran terhadap karya ini. 5. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen penguji karya ini. 6. Aini Aqsa Arafah yang telah bahu membahu dalam penelitian ini baik di Pulau Barrang Lompo maupun di Bogor. 7. Segenap warga dan staf di Pulau Barrang Lompo, Makassar dan di Darmaga, Bogor yang telah berperan dalam penelitian ini.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Kegunaan... 3 TINJAUAN PUSTAKA Minyak Goreng dan Penggunaannya di Masyarakat Indonesia... 4 Minyak Kelapa Sawit... 4 Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit... 5 Proses Penggorengan dan Dampaknya pada Kerusakan Minyak... 6 Vitamin A dan Manfaatnya Bagi Kesehatan... 8 Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng Daya Terima Uji Penggunaan di Rumah (Home Use Test) METODE PENELITIAN Desain Penelitian Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Penerimaan Konsumen terhadap Minyak Goreng Curah Uji Penerimaan Konsumen di Laboratorium Uji Penggunaan di Rumah (Home Use Test) Keluhan-keluhan terhadap Minyak Goreng Curah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...38 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai sifat fisiko-kimia minyak sawit Angka kecukupan vitamin A rata-rata yang dianjurkan Distribusi konsumen berdasarkan penilaian terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dibandingkan dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap warna minyak goreng curah Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap aroma minyak goreng curah Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap warna berbagai jenis produk gorengan Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap aroma berbagai jenis produk gorengan Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap rasa berbagai jenis produk gorengan Persentase responden mengenai perbedaan pada minyak goreng curah sebelum digunakan Persentase responden mengenai perbedaan pada minyak goreng setelah digunakan Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan minyak goreng curah pemakaian pertama Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan minyak goreng curah pemakaian kedua Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan minyak goreng curah pemakaian ketiga Keluhan-keluhan mengenai minyak goreng curah Frekuensi pembelian minyak goreng curah Distribusi konsumen berdasarkan ketertarikan membeli minyak goreng curah jika terjadi kenaikan harga minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A... 47

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah Persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah Persentase penerimaan responden terhadap warna produk gorengan Persentase penerimaan responden terhadap aroma produk gorengan Persentase penerimaan responden terhadap rasa produk gorengan Skema teknis alat fortifikasi minyak goreng curah di Makassar Alat fortifikasi minyak goreng curah di CV. Terong Makassar Ilustrasi alat fortifikasi minyak goreng curah di laboratorium Ketertarikan membeli minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A Perbedaan minyak goreng curah yang dirasakan responden... 47

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan jumlah sampel yang diambil Proses fortifikasi minyak goreng curah dan data pendukung Uji Kruskal-Wallis kesukaan panelis terhadap warna dan aroma minyak goreng curah Uji Kruskal-Wallis kesukaan panelis terhadap warna, aroma, dan rasa pisang goreng Uji Kruskal-Wallis kesukaan panelis terhadap warna, aroma, dan rasa tahu goreng Uji Kruskal-Wallis kesukaan panelis terhadap warna, aroma, dan rasa roti lasuna Uji Kruskal-Wallis adanya perbedaan pada minyak goreng curah segar yang dirasakan oleh responden Uji Kruskal-Wallis adanya perbedaan pada minyak goreng curah setelah digunakan yang dirasakan oleh responden Uji Kruskal-Wallis kesukaan panelis terhadap warna dan aroma minyak goreng curah serta rasa makanan pada penggorengan pertama Uji Kruskal-Wallis kesukaan panelis terhadap warna dan aroma minyak goreng curah serta rasa makanan pada penggorengan kedua Uji Kruskal-Wallis kesukaan panelis terhadap warna dan aroma minyak goreng curah serta rasa makanan pada penggorengan ketiga... 52

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) masih menjadi masalah gizi yang serius di dunia termasuk di Indonesia. Lima puluh persen anak balita di Indonesia memiliki kadar serum retinol kurang dari 20 µg/dl (Martianto, Komari, Soekirman, Soekatri, Heryatno, dan Mudjajanto 2005). Lebih dari 40 persen anak-anak di dunia menderita KVA (UNICEF dan MI 2004 dalam World Bank 2006). Menurut WHO (1991) dalam Almatsier (2002), diantara anak-anak prasekolah diperkirakan terdapat 6-7 juta kasus baru xerophthalmia terjadi di dunia setiap tahunnya. Sekitar 10 persen penderita xerophthalmia mengalami kerusakan kornea, dengan 60 persen di antaranya hanya mampu bertahan hidup kurang dari satu tahun. Usaha-usaha untuk menanggulangi masalah KVA telah banyak dilakukan di antaranya dengan suplementasi serta fortifikasi vitamin A pada produk pangan. Menurut Soekirman (2003), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk pangan yang difortifikasi, antara lain: (1) banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat miskin, (2) produsen yang memproduksi dan mengolah bahan pangan tersebut terbatas jumlahnya, dan (3) tersedianya teknologi fortifikasi untuk makanan yang dipilih. Hal yang perlu diperhatikan pada produk pangan setelah difortifikasi adalah tidak berubah rasa, warna dan konsistensinya serta tetap aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan. Untoro (2002) menyatakan bahwa minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang banyak digunakan masyarakat dan berpeluang untuk difortifikasi. Hasil survai yang dilakukan oleh Martianto dkk. (2005) menunjukkan bahwa sebesar 77,5 persen rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak goreng curah untuk menggoreng dan rata-rata konsumsi minyak goreng di Indonesia adalah sebesar 23 gram perhari. Menurut Amang, Simatupang, dan Syafa at (1996), diperkirakan total konsumsi minyak goreng pada tahun 2013 di Indonesia adalah sebesar juta liter minyak goreng. Terdapat dua jenis minyak goreng yang beredar dipasaran, yaitu minyak goreng yang dijual dengan merek (branded) dan tidak bermerek (curah). Konsumsi minyak goreng di dunia cenderung meningkat dari waktu ke waktu, khususnya di kalangan masyarakat ekonomi lemah (Sunaryo & Wibowo 2002). Proporsi minyak goreng curah yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia

13 adalah sekitar persen dari total produksi minyak goreng. Perbedaan harga yang cukup besar antara minyak goreng bermerek dan curah menjadi alasan utama mengapa minyak goreng curah lebih banyak dipilih untuk dikonsumsi (Martianto dkk. 2005). Selain itu, vitamin A dan provitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan minyak. Beberapa pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi pelaksanaan fortifikasi minyak goreng curah dengan vitamin A. Program fortifikasi vitamin A pada minyak goreng telah dilakukan di beberapa tempat, salah satunya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan daerah distribusi utama adalah Pulau Barrang Lompo, Kecamatan Ujung Tanah. Program ini terlaksana berkat kerjasama Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) dengan bantuan dana dari Asian Development Bank (ADB). Dugaan-dugaan adanya perubahan yang terjadi pada produk pangan yang telah difortifikasi masih menjadi sebuah kekhawatiran yang serius. Minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A harus dapat diterima dan dimanfaatkan oleh konsumen sesuai dengan tujuan penggunaannya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk melihat sejauh mana perubahan yang terjadi pada minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A serta bagaimana penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi dengan vitamin A. Tujuan Khusus 1. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan kondisi belum digunakan dan telah digunakan untuk menggoreng bahan makanan. 2. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk pangan yang diolah dengan menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. 3. Mengkaji keluhan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan tidak difortifikasi vitamin A.

14 Kegunaan Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan jawaban secara objektif terhadap pertanyaan mengenai pengaruh fortifikasi vitamin A terhadap daya terima organoleptik minyak goreng yang difortifikasi. Informasi seperti ini sangat penting, baik bagi industri, masyarakat maupun pemerintah dalam pengembangan fortifikasi pangan.

15 TINJAUAN PUSTAKA Minyak Goreng dan Penggunaannya di Masyarakat Indonesia Minyak goreng adalah bahan pangan non-esensial dan berfungsi sebagai bahan pangan komplemen. Minyak goreng digunakan secara luas di seluruh belahan dunia termasuk di Indonesia (Amang, Simatupang, & Syafa at 1996), baik oleh rumah tangga maupun industri makanan. Fungsi minyak goreng sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga untuk meningkatkan nilai gizi produk (Sumaryanto dan Pantetana 1996). Tidak semua minyak dapat digunakan untuk menggoreng. Minyak yang biasa digunakan untuk menggoreng adalah minyak yang berasal dari tumbuhan atau minyak nabati (Winarno 1999). Minyak nabati adalah minyak yang dihasilkan dari ekstrak kandungan lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati tergolong sebagai minyak yang tidak akan mengeras jika dibiarkan di udara terbuka (non drying oil). Salah satu contoh minyak yang termasuk kedalam kelompok non drying oil adalah minyak kelapa sawit. Minyak nabati yang populer dikonsumsi manusia adalah hasil olahan jagung, kedelai, bunga matahari, kelapa, kelapa sawit, kacang tanah. Sumber bahan baku utama minyak goreng yang diproduksi di Indonesia adalah kelapa sawit dalam bentuk minyak sawit dan minyak inti sawit (Winarno 1999). Namun lebih dari 95 persen minyak goreng di Indonesia adalah minyak nabati yang berasal dari kelapa dan kelapa sawit (Sumaryanto dan Pantetana 1996). Minyak Kelapa Sawit Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel oil). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp, sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau pengepresan dan proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan gum, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa sawit mempunyai karakteristik warna kuning pucat sampai oranye tua, memiliki aroma yang sedap, dan stabil atau resisten terhadap ketengikan (Winarno 1999). Melalui proses rafinasi, pemucatan dan penghilangan bau atau disingkat RBD (Refined, Bleached, Deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Proses rafinasi dan fraksinasi menghasilkan minyak yang tidak berwarna, jernih dan bersih dari kotoran yang dikenal dengan RBD-oil. Kehilangan β-karoten yang terkandung dalam minyak

16 kelapa sawit banyak terjadi selama proses-proses tersebut berlangsung (Muchtadi 1996). Menurut Olson (1990), minyak kelapa sawit yang tidak mengalami proses penjernihan dan bleaching memiliki warna merah karena mengandung karoten (α- dan β-karoten) dalam jumlah yang banyak. Kandungan karotenoid sebanyak 0,5 mg dalam setiap ml minyak kelapa sawit. Kebutuhan vitamin A pada anak usia pra-sekolah dapat dicukupi dari konsumsi 7 ml minyak kelapa sawit merah per hari. Menurut Martianto, Marliyati dan Komari (2007), walaupun memiliki kandungan karotenoid yang tinggi, minyak kelapa sawit merah tidak dapat diterima dalam banyak penggunaan karena warna merah yang kuat dan rasa yang sangat khas. Mutu minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit, antara lain: titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, kejernihan (Ketaren 1986), dan kandungan logam berat seperti timbal (Pb) dan arsen (As) (Pantzaris 1999). Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit Pada dasarnya lemak dan minyak adalah gugus gliserida asam lemak. Sejauh mana spektrum kegunaan minyak dan lemak bagi manusia sangat ditentukan oleh sifat-sifat teknisnya. Salah satu sifat terpenting dari asam lemak adalah tingkat kejenuhannya (degree of saturation) yang ditunjukkan oleh bilangan yodium (iodine number). Lemak atau minyak yang memiliki bilangan yodium tinggi berarti memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi pula dan umumnya berwujud cair pada suhu kamar. Jika bilangan yodium suatu minyak atau lemak adalah rendah, maka kandungan asam lemak jenuhnya tinggi dan cenderung padat atau setengah padat pada suhu kamar (Sumaryanto & Pantetana 1996). Sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, flavor, kelarutan, titik didih, titik cair dan polymorphism, bobot jenis, indeks bias, kekeruhan, titik asap, titik nyala dan titik api. Warna minyak kelapa sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang larut dalam minyak serta pigmen yang tersisa setelah mengalami proses pemucatan. Warna oranye pada minyak kelapa sawit disebabkan oleh pigmen karoten yang larut dalam minyak kelapa sawit. Senyawa β-ionone menentukan bau yang khas pada minyak kelapa sawit (Ketaren 1986). Sifat fisiko kimia minyak sawit seperti disajikan pada Tabel 1.

17 Tabel 1 Nilai sifat fisiko kimia minyak sawit Karakteristik Minyak sawit Densitas pada 50 o C (kg/m 3 ) 891,00 Berat jenis (40 o C) 0,921 0,925 Bilangan Iod Bilangan Penyabunan Indeks reflaktif 1,453 1,458 Titik leleh ( o C) Bahan tak tersabunkan 0,2 0,8 Sumber : Formo et al (1979); Salunkhe et al (1992) dalam Winarno (1999) Hampir semua jenis minyak yang sifatnya dapat dimakan (edible) adalah termasuk padat atau setengah padat (semisolid atau solid), tidak kering (non drying) atau cairan setengah kering (semi drying fluid). Minyak yang bersifat kering umumnya berfungsi sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam industri (Sumaryanto dan Pantetana 1996). Proses Penggorengan dan Dampaknya pada Kerusakan Minyak Proses penggorengan adalah proses yang umum dan banyak dilakukan oleh industri pengolahan pangan, restoran, jasa boga, penjual makanan jajanan, dan rumah tangga (Winarno 1999). Fungsi minyak goreng dalam proses penggorengan adalah sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi termasuk vitamin A dan kalori (Ketaren 1986) dari minyak yang terserap ke dalam bahan pangan yang digoreng. Penggunaan minyak atau lemak dalam menggoreng akan menimbulkan tekstur yang kenyal dan renyah. Selama proses penggorengan, minyak akan mengalami banyak reaksi kimia seperti hidrolisis, oksidasi, isomerasi dan polimerisasi. Reaksi-reaksi ini akan menghasilkan zat-zat yang tidak baik untuk kesehatan serta mempengaruhi mutu makanan yang digoreng baik dari segi cita rasa, penampakan maupun nilai gizinya (Winarno 1999). Suhu minyak pada proses penggorengan normal berkisar antara o C, tergantung dari jenis makanan yang digoreng. Pemanasan minyak goreng dalam waktu lama dan dengan suhu yang tinggi akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak (Ketaren 1986) dan meningkatkan jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Andarwulan 1991). Minyak yang digunakan untuk menggoreng dalam waktu lama dan terus dipakai secara berulang akan menghasilkan senyawa trans pada asam lemak yang sering kali dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan (Winarno 1999).

18 Minyak atau lemak digunakan sebagai medium memasak baik dalam penggorengan dengan minyak terbatas (pan frying atau shallow frying) maupun dalam minyak melimpah (deep frying). Penggorengan dengan minyak terbatas dilakukan misalnya pada saat menggoreng telur atau menumis sayuran dengan suhu berkisar C. Penggorengan deep frying adalah penggorengan dimana bahan terendam seluruhnya dalam minyak. Perbandingan minyak dan bahan yang baik adalah 8:1, dengan harapan penggorengan dapat dilakukan selama lima kali berturut-turut tanpa harus mengganti, mengurangi maupun menambah jumlah minyak yang digunakan (Andarwulan 1991). Menurut Winarno (1999), suhu minyak pada proses penggorengan deep frying dianjurkan antara O C serta tergantung pada jenis makanan yang digoreng. Menurut Ketaren (1986), minyak dan lemak yang digunakan dalam proses ini tidak berbentuk emulsi dan memiliki titik asap (260 O C) diatas suhu penggorengan sehingga asap tidak terbentuk selama proses penggorengan deep frying. Suhu titik asap minyak goreng dapat bervariasi tergantung pada jumlah asam lemak bebas dan menurun jika digunakan secara berulang-ulang. Minyak goreng terutama yang digunakan pada proses penggorengan deep frying sering kali digunakan dalam waktu lama bahkan sampai beberapa kali sehingga terjadi degradasi yang sangat intensif. Lemak yang terkandung dalam pangan yang digoreng pun ikut mengalami oksidasi, walaupun tidak terekspos dalam waktu lama dan hanya pada bagian permukaanya saja. Perubahan-perubahan yang terjadi karena proses oksidasi tergantung pada kandungan asam lemak tak jenuh ganda pada minyak (Pantzaris 1999). Selain proses oksidasi, kerusakan minyak juga disebabkan reaksi polimerisasi dan hidrolisis yang terjadi sewaktu proses penggorengan(ketaren 1986). Oksidasi minyak menyebabkan penurunan nilai gizi karena rusaknya zat gizi seperti karoten dan tokoferol serta asam lemak esensial. Penurunan cita rasa seperti timbulnya bau tengik yang ditimbulkan oleh senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, dan lakton yang terbentuk pada reaksi oksidasi. Juga beberapa senyawa aromatis yang dapat pula menimbulkan rasa getir. Minyak yang dipakai menggoreng secara berulang-ulang cenderung membentuk busa pada permukaan yang merupakan koloid dari bahan yang digoreng. Lemak rantai pendek lebih mudah membentuk busa (Ketaren 1986). Menurut Ketaren (1986), proses oksidasi yang menyebabkan kerusakan minyak terdiri dari enam tahap, yaitu: (1) terbentuknya produk dekomposisi volatil

19 (VDP) akibat pemecahan rantai karbon asam lemak; (2) terjadinya proses hidrolisa dari trigliserida yang mengalami kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak; (3) oksidasi asam lemak berantai panjang; (4) degradasi ester oleh panas; (5) oksidasi asam lemak posisi α- dalam trigliserida; dan (6) otooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat. Jika minyak mengalami pemanasan yang berlebihan, maka molekulmolekul gilserol pada minyak akan mengalami kerusakan dan menimbulkan asap biru yang sangat menggangu lapisan selaput mata. Molekul-molekul gliserol tersebut menjadi kering (kehilangan gugus molekul air) sehingga terbentuk gugus aldehida tak jenuh yang disebut akrolein (Winarno 1999). Terbentuknya asap selama proses penggorengan menunjukkan bahwa lemak mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau dan rasa yang tidak enak (Ketaren 1986). Vitamin A dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Vitamin A terdapat dalam bentuk alkohol (retinol), aldehida (retinal), asam (asam retinoat), dan ester (ester retinil). Umumnya vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkali, namun sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi (suhu penggorengan, >120 o C) bersama udara, sinar dan lemak yang sudah tengik (Winarno 1991). Vitamin A sangat tidak stabil pada kondisi lingkungan dengan ph kurang dari 5,0. Proses degradasi vitamin A juga dipercepat oleh adanya paparan cahaya khususnya sinar ultraviolet (Olson 1990), dan mineral seperti tembaga dan besi (Sunaryo & Wibowo 2002). Vitamin A banyak terdapat pada susu, keju, mentega, es krim, telur, dan hati. Selain itu, vitamin A juga banyak terdapat pada ikan seperti ikan tuna dan sarden. Karotenoid sebagai provitamin A banyak terdapat pada minyak kelapa sawit merah (red palm oil), wortel dan sayuran berdaun hijau (Olson 1990). Karoten yang banyak terdapat pada sayuran akan mengalami kerusakan yang lebih rendah pada proses penggorengan yang cepat dan bersuhu relatif rendah seperti pada proses menumis. Penggorengan secara deep frying mengakibatkan kerusakan terhadap karoten dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan kerusakan karoten pada proses menumis (Pokornў 1999). Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat pada bahan pangan hewani dan sebagian kecil bakteri. Pigmen karoten yang merupakan provitamin A dapat diekstrak dari tumbuhan dalam bentuk α-, β-, atau γ- karoten. Berdasarkan

20 konversi vitamin A yang dihasilkan, β-karoten menjadi bentuk utama dan sangat penting sebagai provitamin A (Bender 2003). Karoten ini kemudian akan diubah menjadi vitamin A setelah proses penyerapan di organ pencernaan (Olson 1990). Angka kecukupan vitamin A biasanya dinyatakan dalam satuan retinol ekivalen (RE). Satu RE setara dengan 1 mikrogram retinol atau 6 mikrogram beta karoten atau 12 mikrogram β-karoten campuran (Muhilal, Jalal & Hardinsyah 1998). Vitamin A dalam bentuk aktif (retinol) dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Berbeda dengan karoten, resiko keracunan lebih kecil dibanding vitamin A dalam bentuk aktif, dikarenakan dalam tubuh manusia karoten memiliki keterbatasan untuk diubah menjadi retinol (Bender 2003). Kecukupan vitamin A rata-rata yang dianjurkan per hari dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Angka kecukupan vitamin A rata-rata yang dianjurkan Golongan Umur Angka Kecukupan (RE/org hari) 0 6 bulan bulan 3 tahun tahun tahun 500 Pria: tahun 600 >64 tahun 600 Wanita: tahun tahun 500 >64 tahun 500 Wanita Hamil (+ 300) Wanita Menyusui: 0 6 bulan (+ 350) 7 12 bulan (+ 300) Sumber: Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (2004) Vitamin A berperan dalam proses diferensiasi sel penglihatan, spermatogenesis, perkembangan embrio, imunitas, mempengaruhi indera perasa, pendengaran, nafsu makan serta pertumbuhan (Bagriansky & Ranum 1998). Fungsi lain dari vitamin A yaitu (1) membantu memelihara penglihatan di dalam kondisi gelap dan mencegah rabun senja serta xerophthalmia; (2) berperan dalam pertumbuhan tulang dan perkembangan gigi; (3) koenzim dalam sintesis glikoprotein; (4) berfungsi seperti hormon steroid; (5) berperan dalam pembentukan tiroksin dan pencegahan goiter; (6) sintesis protein dan sintesis kortikosteron dari kolesterol, serta sintesis normal glikogen (Berdanier et al.

21 2002). Selain itu, β-karoten yang merupakan provitamin A juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Hariyadi 2002). Kekurangan vitamin A (KVA) pada manusia berdampak pada timbulnya kebutaan, dengan dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan kornea mata seperti xerophthalmia. Selain berdampak pada penglihatan, KVA juga menimbulkan kerusakan sistem kekebalan tubuh, kemandulan (infertility), gangguan pertumbuhan pada saat embriogenesis (Lintig 2005), kematian pada anak-anak, keratomalasia, anemia, penyakit saluran pada pernapasan, dan penyakit infeksi lainnya (Olson 1996). Menurut Berdanier et al. (2002), tanda-tanda kurang vitamin A adalah sebagai berikut: (1) rabun senja, xerosis dan xerophthalmia; (2) pertumbuhan tulang terhenti, bentuk tulang yang tidak normal dan kelumpuhan; (3) kerusakan pada gigi; (4) kulit kasar, kering dan bersisik; (5) kelainan sistem reproduksi, termasuk pembuahan dan pertumbuhan embrio yang tidak normal, luka pada plasenta, serta kematian pada janin. Kelebihan vitamin A hanya bisa terjadi bila mengkonsumsi vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan, misalnya takaran RE untuk jangka waktu lama atau RE perhari. Gejala yang timbul akibat kelebihan konsumsi vitamin A yaitu sakit kepala, rambut rontok, kulit mengering, hilangnya nafsu makan, sakit pada tulang, berhentinya menstruasi, dan hidrosefalus pada bayi (Almatsier 2002). Menurut Pokorny (1999), beberapa jenis vitamin sangat sensitif terhadap pemanasan dengan suhu tinggi. Thiamin dan Riboflavin merupakan contoh vitamin yang mengalami kerusakan terutama pada proses penggorengan makanan, namun efek ini tidak banyak berpengaruh terhadap vitamin A. Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng Kekurangan zat gizi mikro dapat diatasi dengan berbagai pendekatan diantaranya fortifikasi, suplementasi, dan diversifikasi pangan (Sunaryo & Wibowo 2002). Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu ke dalam bahan pangan dengan tujuan utama adalah meningkatkan mutu gizi makanan. Fortifikasi pada makanan dapat bersifat sukarela maupun wajib. Secara sukarela, fortifikasi dilakukan oleh produsen untuk meningkatkan nilai tambah produknya, sedangkan fortifikasi wajib merupakan fortifikasi yang diharuskan dan terdapat dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah dengan tujuan melindungi rakyat dari masalah kurang gizi. Target utama dari

22 fortifikasi wajib ini adalah masyarakat miskin yang umumnya menderita kekurangan zat gizi mikro seperti kekurangan yodium, zat besi dan vitamin A (Soekirman 2003). Fortifikasi tidak bisa dilakukan pada semua jenis bahan pangan, tergantung pada tujuan fortifikasi dan zat gizi (fortifikan) yang dimaksud. Menurut Sunaryo dan Wibowo (2002), bahan pangan yang difortifikasi harus memenuhi kriteria tertentu. Pertama, bahan pangan yang difortifikasi harus dikonsumsi oleh semua atau sebagian besar populasi sasaran. Kedua, bahan pangan tersebut harus dikonsumsi secara rutin dalam jumlah yang tetap. Ketiga, rasa, penampakan, dan bau bahan pangan yang difortifikasi tidak boleh berubah. Keempat, zat yang digunakan untuk fortifikasi (fortifikan) harus stabil pada kondisi yang ekstrim seperti pemasakan, pemrosesan, pengangkutan dan penyimpanan, serta harga bahan pangan hasil fortifikasi tidak naik secara berarti. Selain itu, Menurut Soekirman (2003), bahan pangan yang difortifikasi harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) produsen yang memproduksi dan mengolah bahan pangan tersebut terbatas jumlahnya; (2) tersedianya teknologi fortifikasi untuk bahan pangan yang dipilih; dan (3) bahan pangan tersebut tetap aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan. Masalah kurang gizi yang terjadi di negara berkembang seperti kurang vitamin A (KVA) telah dicoba diatasi dengan pelaksanaan program fortifikasi. Namun tidak semua bahan pangan dapat difortifikasi dengan vitamin A. Bahan pangan yang telah dicoba difortifikasi dengan vitamin A di negara berkembang yaitu: vetsin atau Mono Sodium Glutamate (MSG), gula, gandum, beras dan serealia lainnya, teh, susu dan olahannya, margarin, minyak yang dapat dimakan termasuk minyak goreng, biskuit dan kraker (Sommer & West 1996) serta sereal, peanut butter, dan garam (Lotfi et al. 1996). Sekitar tahun 1980, Indonesia pernah melakukan percobaan fortifikasi vitamin A pada MSG. Namun adanya penentangan pemakaian MSG secara luas di masyarakat oleh kelompok masyarakat tertentu serta terjadinya perubahan warna pada produk menyebabkan percobaan ini tidak dilanjutkan. Penurunan prevalensi KVA pada anak dibawah usia sekolah dari 1,24% menjadi 0,32% dicapai melalui program fortifikasi vitamin A pada MSG dalam waktu enam bulan (Soekirman 2003). Minyak nabati diproduksi secara terpusat dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, sehingga dapat dipakai sebagai alternatif bahan pangan untuk

23 difortifikasi (Sunaryo & Wibowo 2002). Vitamin A merupakan kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak maupun pada pelarut lemak (Almatsier 2002). Selain itu, vitamin A dapat terdistribusi dengan mudah dan tercampur dengan baik ketika ditambahkan pada minyak atau lemak, sehingga minyak goreng menjadi salah satu bahan pangan yang potensial untuk difortifikasi dengan vitamin A (Soekirman 2003). Dosis fortifikasi vitamin A pada minyak goreng ditentukan dengan pertimbangan jumlah minyak yang diserap oleh bahan pangan yang digoreng serta kehilangan selama proses penanganan dan pengolahan. Dosis yang direkomendasikan adalah sekitar 25 IU/gram minyak goreng (Hariyadi 2002). Daya Terima Penilaian Organoleptik Organoleptik merupakan disiplin ilmu yang mengukur, menganalisis, dan interpretasi reaksi yang timbul ketika karakteristik bahan pangan diterima oleh indera penglihatan, penciuman, perasa (kecap), peraba, dan pendengaran (Stone & Sidel 2004). Respon inderawi terhadap benda-benda dapat terjadi dengan didahului proses penginderaan oleh alat-alat indera manusia. Menurut Soekarto (1985), proses penginderaan yang terjadi pada tubuh manusia meliputi: (1) penerimaan rangsangan (stimulus) pada sel-sel peka khusus pada indera; (2) terjadinya reaksi biokimia dalam sel-sel peka khusus pada reseptor; (3) perubahan energi kimia menjadi energi listrik (impulse) pada sel saraf; (4) penghantaran energi listrik melalui urat saraf ke saraf pusat (otak); (5) interpretasi psikologis dalam saraf pusat untuk menghasilkan kesadaran; (6) sikap atau kesan psikologis. Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian di laboratorium, dunia usaha, perdagangan, dan lembaga pendidikan. Uji organoleptik terhadap suatu produk biasanya dilakukan di laboratorium penilaian organoleptik. Laboratorium penilaian organoleptik memiliki beberapa persyaratan, diantaranya: terisolasi, kedap suara, kedap bau, suhu kamar dan kelembaban kira-kira 65%, cukup cahaya, dapur penyiapan contoh terpisah namun tidak terlalu jauh dari ruang pencicipan (Soekarto 1985). Pengujian organoleptik mempunyai berbagai macam cara. Cara-cara pengujian itu dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Cara pengujian yang paling populer adalah uji pembedaan (difference tests) dan uji pemilihan (preference tests). Kedua pengujian ini sering digunakan dalam penelitian,

24 analisis proses, dan penilaian hasil akhir. Selain itu dikenal juga kelompok pengujian skalar dan pengujian deskripsi, yang sering digunakan dalam pengawasan mutu (quality control). Uji sensorik lainnya, yaitu uji penerimaan konsumen (Soekarto 1985). Uji Penerimaan Uji penerimaan disebut juga acceptance test atau preference test. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan seseorang menyenangi. Uji ini bersifat subjektif sehingga beberapa panelis yang ekstrim senang atau benci terhadap suatu komoditi, tidak lagi dapat digunakan untuk uji penerimaan. Uji penerimaan meliputi uji kesukaan atau hedonik dan uji mutu hedonik (Resurreccion 1998). Uji kesukaan (hedonik) yaitu uji yang meminta panelis untuk menyatakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap contoh yang diuji. Uji ini menggunakan tingkat-tingkat kesukaan yang disebut skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, dan seterusnya (Soekarto 1985). Uji Penggunaan di Rumah (Home Use Test) Uji penggunaan di rumah atau Home Use Test (HUT) termasuk salah satu metode pengujian terhadap suatu produk. Sesuai namanya, uji penggunaan di rumah (HUT) dilakukan di rumah atau tempat tinggal partisipan atau responden. Pelaksanaan uji ini menciptakan kondisi natural, terbebas dari campur tangan pihak peneliti sehingga hasil yang didapat bisa sangat bervariasi. Uji ini digunakan untuk memperoleh data atribut produk, penerimaan dan kesukaan produk, serta daya guna produk pada kondisi penggunaan aktual. Karena suatu sampel produk makanan diuji pada kondisi penggunaan natural, sehingga informasi yang diperoleh bersifat unik dan mungkin tidak akan dapat diperoleh dari jenis uji lainnya (Resurreccion 1998). Bagi pihak pengembang produk, uji ini menghasilkan informasi mengenai karakteristik sensorik sebuah produk pada tahap preparasi, penyajian, dan evaluasi atau penilaian dalam kondisi yang tidak terkontrol. Uji ini sangat berguna untuk melakukan penilaian tentang suatu produk yang sulit dilakukan di laboratorium (Resurreccion 1998). Menurut Resurreccion (1998), kelebihan dari uji HUT ini adalah bahwa produk diuji dalam lingkungan rumah yang aktual dan dalam kondisi penggunaan yang normal. Informasi yang diperoleh dari uji ini akan lebih banyak karena

25 respon terhadap produk tidak hanya berasal dari responden seorang diri, akan tetapi juga berasal dari anggota keluarga lainnya yang turut menggunakan produk tersebut. Uji ini dapat pula digunakan pada tahap awal formulasi produk, dimana tidak hanya mengukur penerimaan terhadap produk tetapi juga mengukur daya guna dari produk itu sendiri. Sebagai tambahan, informasi pemasaran seperti produk kompetitif yang digunakan di rumah tangga dapat diperoleh dan menjadi informasi yang sangat penting dalam proses pemasaran produk. Kelemahan dari uji HUT ini adalah waktu pelaksanaan yang dibutuhkan cukup lama termasuk didalamnya waktu untuk distribusi sampel kepada para partisipan, serta pengumpulan data dari para partisipan. Rentang waktu yang diperlukan setidaknya berkisar antara satu hingga empat minggu. Kecilnya tingkat pengontrolan dalam pelaksanaan uji ini menyebabkan sedikitnya hal yang bisa dilakukan untuk menjaga agar penggunaan produk sesuai dengan tujuan yang dimaksud. Hal ini menjadi penyebab terjadinya variasi respon yang diperoleh (Resurreccion 1998). Menurut Resurreccion (1998), uji HUT yang dilakukan haruslah sederhana dan mudah dimengerti oleh reponden. Kueisoner yang digunakan pun harus jelas dan mudah dimengerti karena tidak adanya kesempatan untuk menjelaskan dan mengatur pengisian kuesioner kepada responden secara langsung. Sangat baik diterapkan pada hanya satu atau dua jenis sampel yang diuji. Semakin banyak sampel yang diujikan maka akan semakin rumit bagi responden untuk turut berpartisipasi dalam uji ini, sehingga tidak disarankan untuk melakukan uji ini pada banyak jenis produk sekaligus. Kekurangan lain dari uji ini yaitu biaya yang dibutuhkan cukup besar, terutama jika jumlah sampel untuk uji HUT ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah sampel yang disajikan kepada panelis di laboratorium atau pada jenis uji lainnya. Namun jika jumlah sampel untuk uji HUT lebih kecil dibanding jumlah sampel pada uji laboratorium atau uji lainnya, maka informasi yang diperoleh akan sangat terbatas (Resurreccion 1998). Jumlah responden pada uji ini berkisar antara orang untuk setiap kota (Meilgaard, Carr & Civile 1999).

26 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini berupa penelitian survai dan penelitian eksperimental. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan atas kerjasama KFI dengan ADB. Penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu penelitian lapang dan penelitian laboratorium. Penelitian lapang terdiri atas survei penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi Vitamin A dan uji penggunaan minyak goreng yang difortifikasi vitamin A di tingkat rumah tangga. Penelitian laboratorium dilakukan untuk menilai penerimaan konsumen terhadap sifat organoleptik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni Penelitian lapang dilakukan di Pulau Barrang Lompo, Makassar dan di Desa Babakan, Darmaga Bogor. Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Penilaian Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner uji organoleptik dan uji penggunaan di rumah, pengaduk (electric stirer), penggorengan, kompor, pisau, gelas, cawan, serta piring. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng curah, vitamin A palmitat IU/g, serta pisang uli, pisang kepok, tahu, dan tepung terigu sebagai bahan pangan yang lazim diolah dengan cara digoreng. Metode Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu Tahap I Survei penerimaan konsumen serta Tahap II Uji organoleptik dan dan uji penggunaan di rumah: Tahap I Survei penerimaan konsumen Survei penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifkasi vitamin A dilakukan dengan wawancara dan pengamatan terhadap konsumen pada tingkat rumah tangga di Pulau Barrang Lompo Kabupaten Makassar. Jumlah responden yang diambil untuk survei penerimaan konsumen pada penelitian ini sebanyak 100 orang yang diperoleh melalui perhitungan seperti dibawah ini.

27 n n = o no 1 ; dengan 1+ N Keterangan: t n o = 2 xτ t α 2 2 d ( αβ ) n = jumlah sampel minimum yang bisa diambil n o = jumlah sampel perhitungan awal N = jumlah sampel keseluruhan ( αβ ) = 1,96 d = nilai akurasi yang diharapkan Hasil perhitungan dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 1. Data yang dikumpulkan merupakan data frekuensi dan jumlah pembelian minyak goreng curah, data penilaian konsumen terhadap fortifikasi vitamin A pada minyak goreng, dan data penerimaan konsumen terhadap minyak goreng yang difortifikasi vitamin A. α 2 Tahap II.a Uji organoleptik di laboratorium Jenis uji organoleptik yang digunakan yaitu uji kesukaan (hedonik). Sampel yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi, serta beberapa jenis bahan pangan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Karakeristik organoleptik yang dinilai adalah warna dan aroma dari minyak goreng curah dan makanan yang diolah, serta rasa dari makanan yang diolah menggunakan kedua jenis minyak goreng yang diuji. Skala hedonik yang digunakan adalah (1) tidak suka, (2) kurang suka, (3) biasa, (4) agak suka, dan (5) suka. Penerimaan minyak goreng curah didapat dengan mengakumulasikan kesukaan responden terhadap minyak goreng curah. Pernyataan (3) biasa, (4) agak suka, dan (5) suka yang diberikan oleh responden menunjukkan bahwa produk yang diuji masih dapat diterima secara fisik dan cenderung sama dengan produk sejenis yang tersedia di pasaran. Responden pada uji ini adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di Desa Babakan, Darmaga. Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Penilaian Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat. Jumlah responden pada uji kesukaan ini adalah sebanyak 28 orang. Tahap II.b Uji penggunaan di rumah (Home Use Test) Uji penggunaan di rumah (Home Use Test) dilakukan untuk menilai penerimaan konsumen terhadap minyak goreng yang dikonsumsi sesuai dengan tujuan penggunaan minyak goreng pada umumnya. Jenis uji yang dilakukan

28 pada uji ini yaitu uji kesukaan terhadap warna dan aroma minyak goreng curah serta rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diujikan. Pemakaian kedua jenis minyak goreng curah yang diuji diserahkan sepenuhnya kepada responden. Jenis dan jumlah bahan makanan yang digoreng tidak dibatasi. Selain itu responden juga diminta untuk menilai perbedaan warna dan aroma dari minyak goreng curah yang diujikan dengan minyak goreng curah yang biasa dipakai oleh responden. Uji ini dilakukan di rumah masing-masing responden selama tujuh hari dan dilanjutkan dengan pengisian lembar penilaian untuk produk pertama yaitu minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Uji penggunaan di rumah terhadap produk kedua yaitu minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dilakukan setelah uji pada produk pertama selesai. Responden pada uji ini adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di Desa Babakan, Darmaga. Jumlah responden pada uji kesukaan ini adalah sebanyak 28 orang. Pengolahan dan Analisis Data Data hasil survei penerimaan konsumen diolah secara deskriptif menggunakan persentase modus. Data yang diperoleh dari hasil uji kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap minyak goreng yang difortifikasi vitamin A diolah secara deskriptif menggunakan persentase kesukaan dan penerimaan responden serta skor modus masing-masing perlakuan. Uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesukaan responden terhadap sifat organoeptik minyak goreng curah. Data-data yang terkumpul dan telah diolah digunakan untuk membuktikan kekhawatirankekhawatiran mengenai perubahan sifat fisik minyak goreng curah jika difortifikasi dengan vitamin A.

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Penerimaan Konsumen terhadap Minyak Goreng Curah Minyak goreng curah yang telah difortifikasi dengan vitamin A diuji secara organoleptik oleh konsumen minyak goreng di Pulau Barrang Lompo dan di Desa Babakan Darmaga, Bogor. Konsentrasi vitamin A pada minyak goreng curah yang telah difortifikasi adalah sebesar 20 ppm (proses fortifikasi dapat dilihat di Lampiran 2). Menurut Amang, Simatupang, dan Syafa at (1996), minyak goreng merupakan bahan pangan non-esensial dan berfungsi sebagai bahan pelengkap atau komplemen serta digunakan secara luas di seluruh belahan dunia termasuk di Indonesia. Menurut Sumaryanto dan Pantetana (1996) minyak goreng menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan serta dalam beberapa hal meningkatkan nilai gizi sutau produk ketika diolah menggunakan minyak goreng sebagai bahan penolong. Konsumen minyak goreng curah di Pulau Barrang Lompo diminta memberikan penilaian terhadap minyak goreng curah yang beredar pada selang waktu Februari 2008 hingga saat wawancara dilakukan (April 2008) dengan minyak goreng curah yang beredar hingga sebelum Februari Hal ini dimaksudkan agar konsumen lebih mudah untuk mengingat perbedaan yang dirasakan dan dengan pertimbangan bahwa minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A mulai beredar di Pulau Barrang Lompo sejak Februari Warna Data distribusi konsumen berdasarkan penilaian terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dibandingkan dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Distribusi konsumen berdasarkan penilaian terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dibandingkan dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A Penilaian Distribusi konsumen (%) Warna Aroma Rasa makanan Keseluruhan Jauh lebih buruk 0,0 0,0 0,0 0,0 Lebih buruk 5,0 3,0 4,0 7,0 Sama saja 53,0 73,0 65,0 58,0 Lebih baik 38,0 22,0 30,0 33,0 Jauh lebih baik 4,0 1,0 1,0 1,0 Tidak tahu 0,0 1,0 0,0 1,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0

30 Lebih dari separuh jumlah responden (53,0%) menilai warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A (beredar sejak Februari 2008) sama saja dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi (lihat Tabel 3). Hal ini disebabkan karena viatmin A yang ditambahkan memiliki warna kuning yang mirip dengan minyak goreng curah sehingga tidak terjadi perubahan warna yang nyata setelah minyak goreng curah difortifikasi dengan vitamin A (Almatsier 2002). Sebanyak 38,0 persen responden menilai warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih baik dibanding warna minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat perubahan yang nyata pada warna minyak goreng curah setelah difortifikasi dengan vitamin A ketika telah beredar di masyarakat Pulau Barrang Lompo. Aroma Penilaian terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A memperlihatkan hasil yang cukup baik (lihat Tabel 3). Sebanyak 73,0 persen dari jumlah responden menyatakan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sama saja dengan aroma minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Sebanyak 22,0 persen responden menilai aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih baik dibanding aroma minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Hanya tiga persen dari jumlah responden yang menyatakan aroma minyak goreng curah yang beredar sejak Februari 2008 lebih buruk jika dibandingkan aroma minyak goreng curah yang beredar sebelumnya. Penurunan mutu minyak goreng seperti timbulnya bau tengik yang diakibatkan oleh terjadinya reaksi oksidasi lemak dan dapat pula menimbulkan rasa getir (Ketaren 1986), bukan karena pengaruh dari fortifikasi vitamin A pada minyak goreng curah. Rasa makanan Berdasarkan Tabel 3, lebih dari separuh jumlah responden (65,0%) menyatakan bahwa rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang difortifikasi sama saja dengan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Sebanyak 30,0 persen dari jumlah responden menyatakan bahwa rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang difortifikasi lebih bak dibanding rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang tidak difortifikasi. Lebih dari separuh jumlah responden (58,0%) menyatakan bahwa warna dan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi serta rasa makanan yang

31 diolah sama saja dibanding minyak goreng curah yang tidak difortifikasi, bahkan 33,0 persen responden menyatakan lebih baik. Secara keseluruhan, responden di Pulau Barrang Lompo menyatakan bahwa sifat organoleptik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A tidak berbeda atau sama saja dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Uji Penerimaan Konsumen di Laboratorium Uji Kesukaan Minyak Goreng Curah Uji kesukaan (hedonik) dilakukan terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan yang tidak difortifikasi vitamin A. Skala hedonik yang digunakan adalah (1) tidak suka, (2) kurang suka, (3) biasa, (4) agak suka, dan (5) suka. Penerimaan minyak goreng curah didapat dengan mengakumulasikan kesukaan responden terhadap minyak goreng curah. Pernyataan (3) biasa, (4) agak suka, dan (5) suka yang diberikan oleh responden menunjukkan bahwa produk yang diuji masih dapat diterima secara fisik dan cenderung sama dengan produk sejenis yang tersedia di pasaran. Pelaksanaan uji kesukaan terhadap minyak goreng curah bertempat di Laboratorium Penilaian Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Responden diminta untuk memberi penilaian terhadap warna dan aroma minyak goreng curah yang diujikan. Uji kesukaan minyak goreng curah dilakukan dengan dua parameter yaitu warna dan aroma. Warna Warna pada suatu produk menjadi kesan awal terciptanya penilaian terhadap suatu produk. Oleh sebab itu, warna merupakan parameter yang penting bagi penampakan produk secara keseluruhan. Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi dan tidak difortifikasi vitamin A disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap warna minyak goreng curah Tingkat Kesukaan Persentase Kesukaan Warna Warna Minyak Fortifikasi (%) Minyak Non Fortifikasi (%) Tidak suka 1,8 0,0 Kurang suka 8,9 1,8 Biasa 17,9 17,9 Agak suka 12,5 21,4 Suka 58,9 58,9 Total 100,0 100,0

32 Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari separuh jumlah responden (58,9%) menyatakan suka terhadap warna minyak goreng curah baik yang difortifikasi vitamin A maupun minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Terdapat satu orang responden yang menyatakan tidak suka terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A, serta satu orang responden menyatakan kurang suka terhadap warna minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kesukaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A (p=0,586, Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang nyata pada warna minyak goreng curah jika difortifikasi dengan vitamin A. Perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap warna minyak goreng curah tidak berarti bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A tidak dapat diterima oleh konsumen. Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan tidak difortifikasi vitamin A disajikan pada Gambar ,0 80,0 89,3 98,2 60,0 40,0 fortifikasi non fortifikasi 20,0 0,0 jenis minyak goreng curah Gambar 1 Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A lebih besar dibanding persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Skor modus tingkat kesukaan warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah 5 (suka) dengan persentase penerimaan sebesar 89,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen. Aroma Aroma merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu suatu produk. Aroma minyak kelapa sawit atau minyak goreng curah timbul dari

33 senyawa yang terkandung dalam minyak tersebut, serta reaksi kimia seperti reaksi oksidasi lemak yang dapat menimbulkan aroma tengik pada minyak sehingga menurunkan mutu minyak goreng (Ketaren 1986). Hasil uji kesukaan terhadap aroma minyak goreng curah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap aroma minyak goreng curah Tingkat Kesukaan Persentase Kesukaan Aroma Aroma Minyak Fortifikasi (%) Minyak Non Fortifikasi (%) Tidak suka 1,8 0,0 Kurang suka 8,9 7,2 Biasa 32,2 33,9 Agak suka 12,5 8,9 Suka 44,6 50,0 Total 100,0 100,0 Persentase tingkat kesukaan responden terhadap aroma kedua jenis minyak goreng curah tidak berbeda jauh untuk masing-masing skala kesukaan (lihat Tabel 5). Hampir separuh dari total jumlah responden (44,6%) menyatakan suka terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan separuh dari jumlah total responden (50,0%) menyatakan suka terhadap aroma minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Proporsi responden pada tingkat kesukaan agak suka, biasa, kurang suka, dan tidak suka tidak berbeda jauh diantara kedua jenis minyak yang diuji. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kesukaan terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A (p=0,586, Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang nyata pada aroma minyak goreng curah setelah difortifikasi dengan vitamin A. Aroma yang khas pada minyak kelapa sawit ataupun minyak goreng curah disebabkan oleh senyawa β- ionone yang terkandung didalamnya (Ketaren 1986). Kesukaan terhadap aroma minyak goreng curah sangat menentukan tingkat penerimaan terhadap aroma minyak goreng tersebut. Persentase penerimaan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan tidak difortifikasi vitamin A dapat dilihat pada Gambar 2.

34 100,0 80,0 89,3 92,9 60,0 40,0 fortifikasi non fortifikasi 20,0 0,0 jenis minyak goreng curah Gambar 2 Persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah Sebagian besar responden (89,3%) dapat menerima aroma yang timbul dari minyak goreng curah yang dfortifikasi vitamin A (lihat Gambar 2), dengan skor modus 5 (suka). Persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A tidak berbeda jauh dibandingkan persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Hal ini menunjukkan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen. Uji Kesukaan Produk Gorengan Uji kesukaan terhadap produk gorengan dilakukan dengan menilai kesukaan terhadap warna, aroma, dan rasa dari tiga jenis gorengan yang mudah dijumpai di masyarakat. Ketiga jenis produk gorengan tersebut yaitu pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna atau bakwan, kesemuanya merupakan hasil penggorengan pertama dari setiap minyak yang digunakan untuk menggoreng. Skala hedonik dan perhitungan persentase penerimaan responden yang digunakan pada uji ini sama dengan yang digunakan pada uji kesukaan terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Warna Proses penggorengan menyebabkan perubahan penampakan pada makanan yang diolah. Perubahan penampakan ini dapat berupa perubahan bentuk, tekstur dan kekenyalan, ataupun warna pada makanan (Winarno 1999). Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap warna berbagai jenis produk gorengan disajikan pada Tabel 6.

35 Tabel 6 Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap warna berbagai jenis produk gorengan Tingkat Kesukaan Jenis Produk Gorengan (%) Warna PGF PGN TGF TGN RLF RLN Tidak suka 0,0 0,0 7,1 5,4 1,8 3,6 Kurang suka 3,6 7,1 8,9 1,8 3,6 3,6 Biasa 25,0 10,7 12,5 12,5 16,1 7,1 Agak suka 12,5 7,1 7,1 14,3 8,9 1,8 Suka 58,9 75,0 64,3 66,1 69,6 83,9 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan: PGF = pisang goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi PGN = pisang goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi TGF = tahu goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi TGN = tahu goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi RLF = roti lasuna, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi RLN = roti lasuna, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi Berdasarkan Tabel 6, tiga perempat dari jumlah responden (75,0%) menyukai warna pisang goreng yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Jumlah responden yang menyatakan suka terhadap warna tahu yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A (64,3%) sebanding dengan jumlah respnden yang menyatakan suka terhadap warna tahu yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A (66,1%). Sebagian besar responden (83,9%) menyukai warna roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A dibanding roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A (69,6%). Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna pisang goreng (p=0,194, Lampiran 4), warna tahu goreng (p=0,750, Lampiran 5), dan warna roti lasuna (p=0,121, Lampiran 6) yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Persentase penerimaan warna produk gorengan didasarkan pada jumlah responden yang memberi pernyataan suka (5), agak suka (4), dan biasa (3). Persentase penerimaan responden terhadap warna produk gorengan disajikan pada Gambar 3.

36 100,0 96,4 85,7 94,6 92,9 92,9 92,9 80,0 60,0 40,0 Pisang Goreng Tahu Goreng Roti Lasuna 20,0 0,0 Fortifikasi Non Fortifikasi Gambar 3 Persentase penerimaan responden terhadap warna produk gorengan Gambar 3 memperlihatkan bahwa persentase penerimaan terhadap warna pisang goreng dan roti lasuna yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih tinggi dibanding persentase penerimaan terhadap warna pisang goreng dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Persentase penerimaan terhadap warna tahu goreng yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding persentase penerimaan terhadap warna tahu goreng yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Skor modus tingkat kesukaan terhadap warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen dapat menerima warna produk gorengan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Aroma Produk gorengan yang diuji memiliki aroma yang khas untuk setiap jenis produk gorengan. Cita rasa yang timbul dari makanan yang digoreng merupakan hasil reaksi kimia yang terjadi saat penggorengan (Winarno 1999). Lebih dari separuh (69,6% dan 67,9%) jumlah responden menyukai aroma pisang goreng dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Lebih dari separuh jumlah responden (57,1%) menyatakan suka terhadap aroma tahu yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A (lihat Tabel 7).

37 Tabel 7 Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap aroma berbagai jenis produk gorengan Tingkat Kesukaan Jenis Produk Gorengan (%) Warna PGF PGN TGF TGN RLF RLN Tidak suka 3,6 0,0 12,5 5,4 5,4 1,8 Kurang suka 14,3 10,7 10,7 7,1 5,4 7,1 Biasa 21,4 8,9 14,3 28,6 26,8 14,3 Agak suka 12,5 10,7 5,4 8,9 14,3 8,9 Suka 48,2 69,6 57,1 50,0 48,2 67,9 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan: PGF = pisang goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi PGN = pisang goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi TGF = tahu goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi TGN = tahu goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi RLF = roti lasuna, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi RLN = roti lasuna, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma pisang goreng (p=0,019, Lampiran 4), dan roti lasuna (p=0,050, Lampiran 6). Tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma tahu goreng (p=0,934, Lampiran 5). Persentase penerimaan responden terhadap aroma produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah fortifikasi dan non fortifikasi disajikan pada Gambar ,0 80,0 82,1 76,8 89,3 89,3 91,1 87,5 60,0 40,0 Pisang Goreng Tahu Goreng Roti Lasuna 20,0 0,0 Fortifikasi Non Fortifikasi Gambar 4 Persentase penerimaan responden terhadap aroma produk gorengan Persentase penerimaan responden terhadap aroma ketiga produk gorengan yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding persentase penerimaan responden terhadap aroma ketiga produk gorengan yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng

38 curah yang difortifikasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk ketiga jenis produk gorengan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan tingkat kesukaan yang nyata, namun aroma produk gorengan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A masih dapat diterima oleh konsumen. Rasa Salah satu fungsi minyak dalam proses penggorengan adalah menambah rasa gurih (Ketaren 1986) serta menimbulkan tekstur yang kenyal dan renyah pada makanan (Winarno 1999). Data sebaran tingkat kesukaan responden terhadap rasa berbagai jenis produk gorengan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran tingkat kesukaan responden terhadap rasa berbagai jenis produk gorengan Tingkat Kesukaan Jenis Produk Gorengan (%) Warna PGF PGN TGF TGN RLF RLN Tidak suka 5,4 0,0 5,4 1,8 5,4 5,4 Kurang suka 14,3 7,1 14,3 16,1 16,1 8,9 Biasa 28,6 10,7 26,8 26,8 21,4 21,4 Agak suka 10,7 8,9 10,7 7,1 16,1 14,3 Suka 41,1 73,2 42,9 48,2 41,1 50,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan: PGF = pisang goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi PGN = pisang goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi TGF = tahu goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi TGN = tahu goreng, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi RLF = roti lasuna, digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi RLN = roti lasuna, digoreng menggunakan minyak goreng curah non fortifikasi Berdasarkan Tabel 8, hampir separuh dari jumlah responden (42,9% dan 48,2%) menyatakan suka terhadap rasa tahu yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan tahu yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Sedikit perbedaan juga terjadi pada persentase tingkat kesukaan rasa roti lasuna yang digoreng dengan perlakuan berbeda. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap rasa pisang goreng (p=0,000, Lampiran 4). Tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma tahu goreng (p=0,629, Lampiran 5) dan roti lasuna (p=0,312, Lampiran 6). Secara umum, rasa ketiga jenis produk gorengan baik yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A maupun minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen.

39 Persentase penerimaan responden terhadap rasa berbagai jenis produk gorengan disajikan pada Gambar ,0 80,0 80,4 92,9 80,4 82,1 78,6 85,7 60,0 40,0 Pisang Goreng Tahu Goreng Roti Lasuna 20,0 0,0 Fortifikasi Non Fortifikasi Gambar 5 Persentase penerimaan responden terhadap rasa produk gorengan Gambar 5 memperlihatkan bahwa persentase penerimaan responden terhadap rasa ketiga jenis produk gorengan yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding produk yang digoreng dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk ketiga jenis produk gorengan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen. Uji Penggunaan di Rumah (Home Use Test) Menurut Resurreccion (1998), uji penggunaan di rumah atau Home Use Test (HUT) merupakan salah satu metode pengujian terhadap suatu produk. Uji ini dilakukan di rumah atau tempat tinggal partisipan atau responden. Uji ini digunakan untuk memperoleh data atribut produk, penerimaan dan kesukaan terhadap produk, serta daya guna produk pada kondisi penggunaan aktual. Suatu sampel produk makanan diuji pada kondisi penggunaan natural, sehingga informasi yang diperoleh bersifat unik dan mungkin tidak akan dapat diperoleh dari jenis uji lainnya. Uji penggunaan di rumah dilakukan untuk menilai penerimaan konsumen terhadap minyak goreng yang dikonsumsi oleh setiap responden. Minyak goreng yang diuji di rumah responden adalah minyak goreng yang sama dengan minyak yang digunakan pada uji kesukaan di laboratorium yaitu

40 minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dan yang tidak difortifikasi vitamin A. Responden diminta membedakan minyak goreng curah yang diujikan dengan minyak goreng curah yang biasa didapat dengan membeli dari pasar atau warung-warung penjual minyak goreng curah. Minyak goreng curah diberikan secara bertahap tanpa diketahui responden mengenai jenis minyak goreng curah yang diberikan (difortifikasi dan tidak difortifikasi). Lama waktu pelaksanaan uji ini adalah 7 hari untuk setiap jenis minyak yang diujikan. A. Perbedaan Minyak Goreng Curah Sebelum digunakan Sebelum menggunakan minyak goreng curah yang diujikan, terlebih dahulu responden diminta untuk membedakan warna, aroma dan kejernihan minyak goreng curah yang diuji dengan dibandingkan tehadap minyak goreng curah yang biasa digunakan oleh responden. Sebagian besar responden (lebih dari 75,0%) menyatakan adanya perbedaan yang lebih baik pada minyak goreng yang diujikan dibandingkan dengan minyak goreng yang biasa dibeli. Perbedaan yang dilihat responden adalah warna, aroma, dan kejernihan minyak goreng yang diujikan lebih baik dibanding minyak goreng curah yang didapat dari tempat lain. Persentase jumlah responden yang menyatakan adanya perbedaan antara minyak goreng curah yang dujikan dengan minyak goreng curah yang biasa dibeli dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Persentase responden mengenai perbedaan pada minyak goreng curah sebelum digunakan Adanya perbedaan Persentase Responden Minyak Fortifikasi Minyak Non fortifikasi Berbeda 89,3 96,4 Tidak berbeda 10,7 3,6 Total 100,0 100,0 Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah responden yang merasakan adanya perbedaan pada minyak yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding responden yang merasakan adanya perbedaan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi. Responden yang tidak merasakan adanya perbedaan pada minyak goreng yang difortikasi lebih tinggi dibanding mereka yang tidak merasakan adanya perbedaan pada minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A (p=0,304, Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa sifat organoleptik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sebelum digunakan dapat diterima oleh konsumen.

41 B. Perbedaan Minyak Goreng Curah Setelah Digunakan Responden diminta pula untuk membedakan minyak goreng curah yang telah digunakan. Parameter pada uji ini adalah warna, aroma, dan kejernihan minyak goreng curah serta rasa dari makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diuji. Persentase jumlah responden yang menyatakan adanya perbedaan antara minyak goreng curah yang dujikan dengan minyak goreng curah yang biasa dibeli disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Persentase responden mengenai perbedaan pada minyak goreng setelah digunakan Adanya perbedaan Persentase Responden Minyak Fortifikasi Minyak Non fortifikasi Berbeda 92,8 96,4 Tidak berbeda 7,2 3,6 Total 100,0 100,0 Sebagian besar responden (lebih dari 75,0%) menyatakan adanya perbedaan yang positif terhadap minyak goreng yang diujikan (lihat Tabel 10). Perbedaan positif yang dirasakan responden adalah bahwa warna, aroma, dan kejernihan minyak goreng yang diujikan, serta rasa makanan lebih baik jika dibandingkan dengan hasil penggunaan minyak goreng curah yang biasa dibeli. Jumah responden yang merasakan adanya perbedaan pada minyak yang difortifikasi vitamin A sebesar 92,8 persen, lebih rendah dibanding responden yang merasakan adanya perbedaan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi sebesar 96,4 persen. Responden yang tidak merasakan adanya perbedaan pada minyak goreng yang difortikasi lebih tinggi dibanding mereka yang tidak merasakan adanya perbedaan pada minyak goreng curah yang tidak difortifikasi (lihat Tabel 10). Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p=0,556, Lampiran 8) antara minyak goreng curah yang difortifikasi dengan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa sifat organoleptik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah digunakan dapat diterima oleh konsumen. Setelah digunakan, sifat organoleptik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh responden dan bahkan masih dapat digunakan untuk pemakaian berikutnya, namun pemakaian secara berulang dan terus menerus akan menyebabkan kerusakan pada minyak goreng (Pantzaris 1999) dan dapat menimbulkan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Atas

42 dasar tersebut, pemakaian minyak goreng secara berulang dan terus menerus tidak dianjurkan untuk dilakukan. C. Uji Kesukaan Minyak Goreng Curah di Rumah Tangga Selain merasakan ada atau tidaknya perbedaan diantara kedua minyak yang diujikan dengan minyak goreng curah yang biasa digunakan, responden juga diminta untuk memberikan penilaian mengenai kesukaan terhadap minyak yang diuji setelah digunakan dalam beberapa kali penggorengan. Menurut Pantzaris (1999), minyak goreng terutama yang digunakan pada proses penggorengan deep frying sering kali digunakan dalam waktu lama bahkan sampai beberapa kali sehingga terjadi degradasi yang sangat intensif. Lemak yang terkandung dalam pangan yang digoreng pun ikut mengalami oksidasi, walaupun tidak terekspos dalam waktu lama dan hanya pada bagian permukaanya saja. Perubahan-perubahan yang terjadi karena proses oksidasi tergantung pada kandungan asam lemak tak jenuh ganda pada minyak. Selain kerusakan secara kimia, pemakaian minyak goreng secara berulang-ulang sangat beresiko menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan (Winarno 1999). Namun begitu, tren yang terjadi di masyarakat ditunjang dengan harga minyak goreng yang tidak murah semakin mendorong konsumen untuk menggunakan minyak goreng secara berulang-ulang. Atas dasar ini, maka uji kesukaan dan penerimaan terhadap minyak dan makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A penting untuk dilakukan. Ulangan pemakaian minyak goreng curah yang diuji secara organoleptik adalah setelah satu kali pemakaian, dua kali pemakaian, dan tiga kali pemakaian. Berikut adalah hasil uji pada minyak goreng curah pemakaian pertama, kedua dan ketiga. Pemakaian Pertama Jenis dan jumlah bahan makanan yang digoreng tidak dibatasi, tetapi umumnya responden menggunakan kedua jenis minyak goreng yang diujikan untuk mengolah jenis bahan makanan seperti jenis bahan makanan pada uji kesukaan yang dilakukan di laboratorium. Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan terhadap minyak goreng curah pemakaian pertama disajikan pada Tabel 11.

43 Tabel 11 Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan minyak goreng curah pemakaian pertama Parameter Uji Jenis Minyak Nilai p Fortifikasi Non Fortifikasi (α = 0,05) Modus Penerimaan (%) Modus Penerimaan (%) Warna 3 dan 4 89,3 3 dan ,292 Aroma 4 96,4 5 92,9 0,104 Rasa Makanan 3 96,4 5 92,9 0,010 Berdasarkan Tabel 11, skor modus tingkat kesukaan warna pada kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan adalah agak suka (4) dan biasa (3). Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A pada pemakaian pertama lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase penerimaan terhadap warna minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tingkat kesukaan responden terhadap warna kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan tidak berbeda nyata (p=0,292, Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah satu kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen. Persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sebesar 96,4 persen, sebanding dengan persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng yang tidak difortifikasi vitamin A sebesar 92,9 persen (lihat Tabel 11). Skor modus tingkat kesukaan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p=0,104, Lampiran 9) pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan. Hal ini menunjukkan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah satu kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen. Skor modus tingkat kesukaan terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah biasa (3), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penerimaan responden terhadap rasa

44 makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang tidak difortifikasi (lihat Tabel 11). Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p=0,010, Lampiran 9) pada tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diuji. Perbedaan ini diduga lebih disebabkan karena jenis bahan makanan yang diolah sangat beragam diantara para responden. Meskipun terdapat perbedaan yang nyata, persentase penerimaan dan skor modus menunjukkan bahwa rasa makanan yang diolah pada satu kali penggunaan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen. Pemakaian Kedua Umumnya konsumen menggunakan minyak goreng untuk mengoreng bahan makanan tidak sekali pakai tetapi masih digunakan hingga pemakaian kedua, ketiga, dan seterusnya selama penampakan atau sifat organoleptik (warna, aroma, dan rasa) minyak goreng masih dianggap baik. Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan terhadap minyak goreng curah pemakaian kedua disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan minyak goreng curah pemakaian kedua Parameter Uji Jenis Minyak Nilai p Fortifikasi Non Fortifikasi (α = 0,05) Modus Penerimaan (%) Modus Penerimaan (%) Warna 4 89, ,063 Aroma 4 92,9 4 dan 5 92,9 0,026 Rasa Makanan 3 92,9 4 92,9 0,013 Berdasarkan Tabel 12, persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibandingkan terhadap tingkat kesukaan warna minyak goreng yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna kedua jenis minyak goreng curah yang diuji (p=0,063, Lampiran 10). Skor modus tingkat kesukaan warna pada kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan adalah agak suka (4). Hal ini menunjukkan bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah dua kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen. Berdasarkan Tabel 12, tingkat kesukaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih tinggi dibanding tingkat

45 kesukaan aroma minyak goreng yang tidak difortifikasi. Skor modus tingkat kesukaan aroma pada minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5) dan agak suka (4). Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma kedua jenis minyak goreng curah yang diuji (p=0,026, Lampiran 10). Persentase penerimaan dan skor modus menunjukkan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah dua kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen. Berdasarkan Tabel 12, skor modus tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah biasa (3), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah agak suka (4). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sama dengan persentase tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang tidak difortifikasi sebesar 46,4 persen. Persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A pada pemakaian kedua sama dengan persentase penerimaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diujikan (p=0,013, Lampiran 10). Persentase penerimaan dan skor modus menunjukkan bahwa rasa makanan yang diolah pada dua kali penggunaan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen. Pemakaian Ketiga Penggunaan minyak goreng dalam suhu tinggi dan waktu yang cukup lama akan menyebabkan kerusakan pada minyak goreng. Timbulnya asap biru dan terbentuknya akrolein menyebabkan minyak goreng tidak lagi laik pakai (Winarmo 1999). Proses penggorengan secara deep frying menimbulkan kerusakan karoten dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan kerusakan karoten pada proses menumis (Pokornў 1999). Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan responden terhadap minyak goreng curah pemakaian ketiga disajikan pada Tabel 13.

46 Tabel 13 Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan responden terhadap minyak goreng curah pemakaian ketiga Parameter Uji Jenis Minyak Nilai p Fortifikasi Non Fortifikasi (α = 0,05) Modus Penerimaan (%) Modus Penerimaan (%) Warna 4 71,4 5 82,1 0,045 Aroma 4 75,0 5 92,9 0,027 Rasa Makanan 4 71,4 5 92,9 0,026 Berdasarkan Tabel 13, skor modus tingkat kesukaan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah jika dibandingkan terhadap persentase tingkat kesukaan warna minyak goreng yang tidak difortifikasi. Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali pemakaian lebih rendah jika dibandingkan terhadap persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan (p=0,045, Lampiran 11). Skor modus dan persentase penerimaan menunjukkan bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen. Skor modus tingkat kesukaan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sama dengan persentase tingkat kesukaan aroma minyak goreng yang tidak difortifikasi (lihat Tabel 13). Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali pemakaian lebih rendah jika dibandingkan terhadap persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan aroma terhadap kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan (p=0,027, Lampiran 11). Skor modus dan persentase penerimaan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

47 Berdasarkan Tabel 13, skor modus tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding persentase tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang tidak difortifikasi. Persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A pada pemakaian ketiga lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan aroma terhadap kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan (p=0,026, Lampiran 11). Skor modus dan persentase penerimaan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen. Keluhan-keluhan terhadap Minyak Goreng Curah Minyak goreng yang difortifikasi vitamin A dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen, namun beberapa responden menyampaikan keluhan mengenai pemakaian minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Keluhan-keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Keluhan-keluhan mengenai minyak goreng curah Keluhan Persentase (%) Fortifikasi Non Fortifikasi Minyak goreng cepat habis (menyerap ke makanan) 32,1 10,7 Minyak goreng berbuih saat dipakai 17,9 10,7 Minyak goreng cepat rusak (berwarna hitam) 21,4 3,6 Minyak goreng cepat mengendap setelah disimpan 10,7 0,0 Keluhan terbanyak yang disampaikan oleh responden mengenai minyak goreng yang difortifikasi vitamin A yaitu minyak goreng cepat habis atau meresap ke dalam makanan pada saat digunakan menggoreng sebesar 32,1 persen (lihat Tabel 14). Sebanyak 17,9 persen dari jumlah responden mengeluh bahwa minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A berbuih pada saat digunakan untuk menggoreng dan sebanyak 21,4 persen dari jumlah responden mengeluhkan minyak goreng yang difortifikasi cepat rusak (berwarna hitam) setelah dipakai menggoreng bahan makanan. Jumlah keluhan mengenai minyak

48 goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding jumlah keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Hal ini disebabkan pada saat pengujian minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A, responden lebih banyak menggoreng bahan pangan yang dapat merusak sifat fisik minyak goreng, misalnya minyak akan menjadi hitam saat menggoreng ikan yang berbumbu. Selain itu, minyak yang dipakai menggoreng secara berulangulang cenderung membentuk busa pada permukaan yang merupakan koloid dari bahan yang digoreng (Ketaren 1986). Kerusakan minyak goreng banyak disebabkan oleh terjadinya reaksi oksidasi pada lemak atau minyak. Menurut Ketaren (1986), proses oksidasi yang menyebabkan kerusakan minyak terdiri dari enam tahap, yaitu: (1) terbentuknya produk dekomposisi volatil (VDP) akibat pemecahan rantai karbon asam lemak; (2) terjadinya proses hidrolisa dari trigliserida yang mengalami kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak; (3) oksidasi asam lemak berantai panjang; (4) degradasi ester oleh panas; (5) oksidasi asam lemak posisi α- dalam trigliserida; dan (6) otooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat. Keluhan lainnya yang muncul adalah minyak goreng yang difortifikasi vitamin A lebih cepat mengendap setelah disimpan (lihat Tabel 14). Hal ini dikeluhkan oleh 10,7 persen dari jumlah responden pada uji penggunaan minyak di rumah tangga. Kemungkinan pengendapan terjadi karena pengaruh tempat penyimpanan minyak goreng di rumah tangga. Selain itu, pengendapan lebih disebabkan oleh sifat kimia minyak goreng curah itu sendiri. Sebuah percobaan dilakukan untuk melihat secara langsung proses pengendapan minyak goreng curah. Baik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A maupun yang tidak difortifikasi vitamin A, akan mengalami pengendapan setelah disimpan. Pengendapan minyak goreng dipengaruhi oleh jumlah asam lemak jenuh yang ditunjukkan oleh besarnya bilangan yodium (BI). Bilangan yodium minyak kelapa sawit berkisar (lihat Tabel 1) Menurut Sumaryanto dan Pantetana (1996), semakin rendah bilangan yodium suatu jenis minyak goreng maka semakin tinggi kandungan asam lemak jenuh dan akan cenderung padat atau setengah padat pada suhu kamar.

49 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sifat organoleptik, yaitu warna dan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen baik itu pada kondisi sebelum digunakan maupun setelah digunakan. 2. Warna, aroma, dan rasa dari pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna serta produk makanan lainnya yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima dengan baik oleh konsumen. 3. Keluhan yang terjadi selama pemakaian minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih disebabkan karena cara penggunaan minyak goreng bukan karena proses fortifikasi vitamin A yang telah dilakukan. Kekhawatiran mengenai perubahan sifat fisik minyak goreng curah yang disebabkan oleh fortifikasi vitamin A tidak terjadi pada saat digunakan dalam kondisi terkontrol seperti di laboratorium maupun kondisi tidak terkontrol seperti di tingkat rumah tangga. Saran Saran dari penelitian mengenai penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A ini adalah: 1. Penggunaan minyak goreng sebaiknya disesuaikan dengan jenis dan jumlah bahan pangan yang akan diolah. 2. Hindari pemakaian minyak goreng secara berulang-ulang dan terus menerus hingga menyebabkan kerusakan pada minyak goreng itu sendiri. 3. Minyak goreng dapat digunakan hingga tiga kali penggorengan untuk bahan pangan tertentu dan tidak memakai banyak bumbu seperti pisang goreng, tahu atau tempe goreng, bakwan dan makanan lainnya. 4. Bahan makanan yang diolah dengan banyak bumbu serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi seperti ikan atau telur dianjurkan hanya memakai minyak goreng untuk penggorengan pertama. 5. Gunakan minyak goreng dengan hemat dan simpan dalam tempat tertutup dan kedap cahaya dan udara serta terlindung dari panas.

50 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Amang B, P Simatupang, N Syafa at Ekonomi Minyak Goreng: Rangkuman. B Amang, P Simatupang, dan A Rachman. Dalam Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia (hlm. 1 36). Bogor: IPB Press Andarwulan N Perubahan Sifat Fisikokimia dan Pembentukan Senyawa Toksik Selama Penggorengan. Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Bagriansky J dan P Ranum Vitamin A Fortification of P.L. 480 Vegetable Oil. [31 Maret 2008] Bender DA Nutritonal Biochemistry Of The Vitamins (2 nd Ed.). Cambridge: Cambridge University Press Berdanier et al Handbook of Nutrition and Food. Washington DC: CRC Press Hariyadi P Kelayakan Teknis Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng. Hardinsyah, L. Amalia, dan B. Setiawan (Eds.). Dalam Fortifikasi Tepung Terigu dan Minyak Goreng (hlm ). Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB. Komisi Fortifikasi Nasional. ADB- Manila dan Keystone Center USA Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press Lintig JV Molecular Analysis of The Vitamin A Biosynthetic Pathway. G Rimbach, J Fuchs, dan L Packer (Eds). Dalam Nutrigenomics (hlm ). Boca Raton, Florida:Taylor & Francis Lotfi et al Micronutrient Fortification of Food: Current Practices, Research and Opportunities. Ottawa: The Micronutrient Initiative Martianto et al Possibility of Vitamin A Fortification on Cooking Oil in Indonesia: A Feasibility Analysis. Koalisi Fortifikasi Indonesia Martianto D, SA Marliyati dan Komari Vitamin A Fortification of Cooking Oil At Distribution Site Guideline. Koalisi Fortifikasi Indonesia for Japan Fund for Poverty reduction Project. Direktorat Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Meilgaard M, Gail VC, B Thomas Carr Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton, Florida: CRC Press Muchtadi TR Peranan Teknologi Pangan dalam Peningkatan Nilai Tambah Produk Minyak Sawit Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor

51 Muhilal F, Jalal, dan Hardinsyah Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (hlm ). Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Olson JA Vitamin A. LJ. Machlin (Ed.). Dalam Handbook of Vitamins (2 nd ed.) (hlm. 1 58). New York: Marcel Dekker Biochemistry of Vitamin A and Carotenoids. Sommer A dan Keith P West Jr. (Eds). Dalam Vitamin A Deficiency: Health, Survival and Vision (hlm ). New York: Oxford University Press Pantzaris TP Palm Oil in Frying. Dimitrios B dan Ibrahim E (Eds). Dalam Frying of Food (hlm ). USA: CRC Press Pokornў J Changes of Nutrients at Frying Temperature. Dimitrios B dan Ibrahim E (Eds). Dalam Frying of Food (hlm ). USA: CRC Press Resurreccion Anna VA Consumer Sensory Testing for Product Development. Gaithersburg Maryland: Aspen Publishers Soekarto ST Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara Soekirman Fortifikasi dalam Program Gizi, Apa dan Mengapa. Koalisi Fortifikasi Indonesia Stone H dan JL Sidel Sensory Evaluation Practices (3 rd ed.). California: Elsevier Academic Press Sumaryanto dan M Pantetana Sistem Agribisnis dan Peranan Minyak Goreng dalam Perekonomian Nasional. Dalam Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia (hlm 37 89). Bogor: IPB Press Sunaryo ES, dan A Wibowo Peluang dan Tantangan Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng. Hardinsyah, L Amalia, dan B Setiawan (Eds.). Dalam Fortifikasi Tepung Terigu dan Minyak Goreng (hlm ). Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB. Komisi Fortifikasi Nasional. ADB-Manila dan Keystone Center USA Untoro R Masalah Gizi Mikro di Indonesia dan Potensi Penanggulangannya. Hardinsyah, L. Amalia, dan B. Setiawan (Eds.). Dalam Fortifikasi Tepung Terigu dan Minyak Goreng (hlm. 5 20). Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB. Komisi Fortifikasi Nasional. ADB-Manila dan Keystone Center USA Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka World Bank Repositioning Nutrition as Central to Development: A strategy for Large-Scale Action. Washington: World Bank

52 LAMPIRAN

53 Lampiran 1 Perhitungan jumlah sampel yang diambil Formula yang digunakan: no n = no 1 1+ N n o = 2 xτ t α 2 2 d ( αβ ) Diketahui: N = 250 t ( αβ ) α 2 = 1,96 d = 0,15 2 τ = 1,399 x = 1,35 perhitungan: n o 1,35 1,399 1,96 = 2 0,15 n o = 163, n = n = 99, Jumlah sampel yang harus diambil sesuai dengan nilai akurasi yang diharapkan adalah minimum sebesar 100 responden, sehingga untuk penelitian ini ditetapkan jumlah sampel pada survai penerimaan konsumen di Pulau Barrang Lompo adalah sebanyak 100 responden.

54 Lampiran 2 Proses fortifikasi minyak goreng curah dan data pendukung Fortifikasi vitamin A pada minyak goreng curah di Pulau Barrang Lompo, Makassar Seperti halnya di tempat lain, minyak goreng yang digunakan oleh penduduk Pulau Barrang Lompo secara umum terdapat dua jenis, yaitu minyak goreng bermerek (branded) dan minyak goreng curah (non branded). Minyak goreng curah sendiri terdapat dua jenis, yaitu minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A atau oleh penduduk lebih dikenal dengan nama Minyak VitA dan minyak goreng curah biasa atau minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Khusus Minyak VitA, fortifikasi dilakukan oleh CV. Terong, sebuah agen atau distributor minyak goreng yang berada di Kota Makassar dan didistribusikan bagi penduduk di Pulau Barrang Lompo. Teknis alat yang digunakan pada proses fortifikasi minyak goreng curah seperti diilustrasikan oleh Gambar 6 dan Gambar 7. Motor Pipa minyak Tanki, kapasitas 2000 kg Baling-baling pengaduk kran Gambar 6 Skema teknis alat fortifikasi minyak goreng curah di Makassar Gambar 7 Alat fortifikasi minyak goreng curah di CV. Terong Makassar

55 Fortifikasi dilakukan dengan melarutkan 54,54 gram vitamin A palmitat IU/g pada 1500 kilogram (1,5 ton) minyak goreng curah setiap kali fortifikasi (20 ppm). Vitamin A-palmitat memiliki warna yang mirip dengan minyak goreng curah serta lebih stabil terhadap panas. Alat yang digunakan untuk fortifikasi berupa sebuah wadah (tank) yang dirancang khusus dan dilengkapi baling-baling pengaduk (stirer). Tenaga listrik digunakan sebagai penggerak utama motor. Kecepatan rotasi baling-baling pengaduk sebesar 500 rotasi per menit (rpm) dalam waktu selama kurang lebih satu jam, diharapkan mampu membuat campuran minyak goreng curah dan vitamin A palmitat cukup homogen. Menurut Bender (2003), vitamin A dalam bentuk aktif (retinol) dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Berdasarkan rata-rata konsumsi minyak goreng di Indonesia sebesar 23 gram minyak goreng perhari (Martianto dkk. 2005) dan angka kecukupan rata-rata vitamin A yang dianjurkan (lihat Tabel 2), konsentrasi 20 ppm retinol pada minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A secara teori tetap aman bagi manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan. Batas konsumsi maksimum vitamin A (upper level, UL) adalah sebesar RE perhari (Almatsier 2002). Fortifikasi vitamin A pada minyak goreng curah di Bogor, Jawa Barat Tujuan pelaksanaan fortifikasi di Bogor, Jawa Barat adalah membuat minyak goreng curah yang difortifikasi dengan konsentrasi vitamin A yang sama dengan Minyak VitA yang terdapat di Makassar yaitu sebesar 20 ppm. Minyak yang telah difortifikasi itamin A digunakan dalam uji penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Jenis minyak goreng curah yang digunakan dalam uji ini sama dengan minyak goreng curah yang beredar di pasar, namun minyak goreng curah yang digunakan masih dalam kondisi segar dan belum lama disimpan. Minyak goreng curah yang masih segar didapatkan dengan cara membeli langsung dari distributor minyak goreng curah yang berada di daerah Taman Cimanggu, Bogor. Proses fortifikasi minyak goreng curah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat sederhana yang secara teknis didesain mirip seperti alat yang digunakan pada proses fortifikasi minyak goreng curah di CV. Terong, Makassar. Ilustrasi alat fortifikasi minyak goreng curah dapat dilihat seperti pada Gambar 8.

56 Gambar 8 Ilustrasi alat fortifikasi minyak goreng curah di laboratorium Proses fortifikasi dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan jumlah minyak goreng curah yang dibutuhkan pada setiap kali pelaksanaan suatu uji penerimaan. Jumlah total minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A pada uji penerimaan ini adalah sebanyak 35 kilogram. Vitamin A yang digunakan adalah vitamin A palmitat IU/g. Setiap 1 IU vitamin A palmitat setara dengan 0,55 retinol ekivalen (RE). Konsentrasi vitamin A (retinol) sebesar 20 ppm didapat dengan melarutkan total vitamin A palmitat sebanyak 1,2728 gram kedalam 35 kilogram minyak goreng curah. Perhitungan konsentrasi vitamin A (retinol) pada minyak goreng curah yang difortifikasi adalah seperti dibawah ini. 1 IU vitamin A palmitat 0,55 RE 1 gram vitamin A palmitat RE µg retinol Vitamin A palmitat IU/g yang digunakan = 1,2735 gram Minyak goreng curah yang digunakan = 35 kilogram gram Perhitungan: 1,2735 g vit. A palmitat IU/g x µg retinol g minyak goreng curah = 20,0121 µg retinol/minyak goreng curah 20 ppm Pelaksanaan proses fortifikasi terdiri atas beberapa langkah. Sebelum mulai mencampur, dipastikan terlebih dahulu bahwa alat yang akan digunakan telah bersih. Hal ini penting untuk menghindari kontaminasi benda asing atau zat lain yang dapat menggangu proses fortifikasi dan bahkan bisa menurunkan mutu

PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO

PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A HANDARU TRIMULYONO PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

STUDI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A

STUDI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A Jur. Ilm. Kel. dan Kons., Januari 2009, p : 86-95 Vol. 2, No. 1 ISSN : 1907-6037 STUDI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI VITAMIN A Study on Consumer Acceptance

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

RETENSI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI. Oleh: AINI AQSA ARAFAH A

RETENSI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI. Oleh: AINI AQSA ARAFAH A RETENSI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI Oleh: AINI AQSA ARAFAH A54104047 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 AINI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI Afifa Ayu, Farida Rahmawati, Saifudin Zukhri INTISARI Makanan jajanan sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini pemasarannya sudah semakin meluas dan dikonsumsi oleh seluruh

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm), dan setelah di ekstraksi akan menghasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS 1 PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng untuk mengolah

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

LABORATORIUM PENGUJIAN INDERAWI

LABORATORIUM PENGUJIAN INDERAWI LABORATORIUM PENGUJIAN INDERAWI MAKALAH SENSORI PANGAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sensori pangan yang diampu oleh: Dewi Nur Azizah, S.TP.,M.P. Oleh : Meti Maryati (1405875) PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak membuat 250.000-500.000 anak buta setiap tahunnya dan separuh diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi

I. PENDAHULUAN. dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi I. PENDAHULUAN Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Lemak dan minyak merupakan makanan yang sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan GIZI Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan Lanjutan Gizi : Arab gizzah : zat makanan sehat Makanan : segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo merupakan kota yang semua supermarket menjual berbagai jenis minyak goreng

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari x BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lipid Pengertian lipid secara umum adalah kelompok zat atau senyawa organik yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari zat

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan sangat penting

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Kekurangan Vitamin A (KVA)

Kekurangan Vitamin A (KVA) Paper Pengantar Gizi Masyarakat Kekurangan Vitamin A (KVA) Diajeng Puspa Arum Maharani 100911144 IKMA 09 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2011 KURANG VITAMIN A (KVA) Vitamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kesumba (Bixa orellana) merupakan salah satu tanaman yang berupa pohon, tanaman tersebut biasa ditanam di pekarangan rumah atau di pinggiran jalan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS Nur Istiqomah, Sutaryono, Farida Rahmawati INTISARI Berdasarkan kebiasaan masyarakat dalam menyimpan margarin untuk dikonsumsi dalam jangka

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, namun perlu dipahami bahwa makan untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga kelangsungan

Lebih terperinci

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

Peluang Aplikasi Mikroenkapsulat Vitamin A dan Zat Besi sebagai. Chance of Microencapsulat Application of Vitamin A and Iron as

Peluang Aplikasi Mikroenkapsulat Vitamin A dan Zat Besi sebagai. Chance of Microencapsulat Application of Vitamin A and Iron as Peluang Aplikasi Mikroenkapsulat Vitamin A dan Zat Besi sebagai Chance of Microencapsulat Application of Vitamin A and Iron as D ABSTRAK Vitamin A dan zat besi termasuk salah satu zat gizi mikro yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

DEFINISI. lipids are those substances which are

DEFINISI. lipids are those substances which are MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K. DEFINISI lipids are those substances which are insoluble in water; soluble in organic solvents such as chloroform, ether or benzene; contain long-chain hydrocarbon groups

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter Nuraniza 1], Boni Pahlanop Lapanporo 1], Yudha Arman 1] 1]Program Studi Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber nutrisi lengkap dan mengandung gizi tinggi. Kandungan kalsium susu sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan dan pembentukan tulang

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL KANDUNGAN β-karoten, SIFAT FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL (Daucus carota L.) ORGANIK DAN NON-ORGANIK SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN ASTARI APRIANTINI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Yoghurt Yoghurt atau yogurt, adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan

Lebih terperinci

RETENSI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI. Oleh: AINI AQSA ARAFAH A

RETENSI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI. Oleh: AINI AQSA ARAFAH A RETENSI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH YANG DIFORTIFIKASI Oleh: AINI AQSA ARAFAH A54104047 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 AINI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang sering memerlukan makanan selingan di samping makanan pokok. Makanan selingan sangat bervariasi dari makanan ringan sampai makanan berat, atau makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok. KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci