PENGARUH PERATURAN PEMERINTAH NO.46 TAHUN 2013 TERHADAP PAJAK TERUTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PERATURAN PEMERINTAH NO.46 TAHUN 2013 TERHADAP PAJAK TERUTANG"

Transkripsi

1 PENGARUH PERATURAN PEMERINTAH NO.46 TAHUN 3 TERHADAP PAJAK TERUTANG TJHAI FUNG NJIT STIE TRISAKTI fungnjit@stietrisakti.ac.id Abstract: The purpose of this study was to anayze the effect of the appication of government reguation number 46 year 3 against the tax payabe and the impact of the appication of this government reguation on the procedure of cacuation, deposit and reporting of tax payabe. Another purpose is to compare the tax payabe before and after the appication of government reguation number 46 year 3 on the. The method used in this study is quaitative or descriptive anaysis method that gives an overview of the changes in the cacuations, deposition and reporting of SPT annua for corporate taxpayers. The resuts showed has done the cacuations, deposition, and reporting of corporate income tax in tax aw number 36 year 8 in and 3, and based on government reguation number 46 year 3 in 4. The cacuation of tax payabe using government reguation number 46 year 3 causes the tax payabe is greater than the use of artice 3e. However, using government reguation number 46 year 3 for cacuation of tax payabe easier. Taxes paid each month are fina with a tax account code 48 and code type of deposit 4. Reporting SPT annua with 77 parent bank but in fourth attachment shows fina income tax. Keywords : Cacuation, Deposit, Reporting, Corporate Income Tax, Act 36 of 8, Government Reguation No. 46 of 3. Abstrak: Tujuan dari peneitian ini adaah untuk menganaisis pengaruh pemberakuan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 terhadap pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa dan dampak yang ditimbukan dari penerapan Peraturan Pemerintah ini pada tata cara perhitungan, penyetoran dan peaporan pajak terutang. Tujuan ainnya adaah membandingan pajak terutang sebeum dan seteah penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 terhadap CV. Jeppsindo Jaya Perkasa. Metode yang digunakan daam peneitian ini adaah metode kuaitatif atau anaisis deskriptif yang memberikan gambaran mengenai perubahan perhitungan, penyetoran dan peaporan SPT Tahunan wajib pajak badan. Hasi peneitian menunjukan teah meakukan perhitungan, penyetoran, dan peaporan pajak penghasian badan sesuai UndangUndang Nomor 36 Tahun 8 di tahun dan 3 dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 di tahun 4. Perhitungan pajak terutang menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 menyebabkan pajak terutang ebih besar dibanding menggunakan 3E. Namun, dengan

2 menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 cara perhitungan pajak terutang ebih mudah. Pajak yang dibayarkan tiap buan bersifat fina dengan kode akun pajak 48 dan kode jenis setoran 4. Peaporan SPT Tahunan diakukan dengan menihikan 77 induk namun daam ampiran IV menunjukan Pajak Penghasian Fina. Kata Kunci :Perhitungan, Penyetoran, Peaporan, Pajak Penghasian Badan, UU No.36 Tahun 8, Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3. PENDAHULUAN Pajak adaah pungutan dari masyarakat oeh negara (pemerintah) berdasarkan undangundang yang bersifat dapat dipaksakan dengan tidak mendapat baas jasa secara angsung. Di Indonesia pajak sangat berperan penting daam struktur penerimaan negara. Pajak di Indonesia merupakan sumber pendapatan terbesar yang menyumbangkan hingga 7% dari tota pendapatan Indonesia. Pendapatan ini digunakan negara untuk keperuan negara yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan sarana umum, infrastruktur ain yang bermanfaat. Ditinjau dari segi pemungut pajak, pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat terdiri dari Pajak Penghasian, Pajak Pertambahan Niai, Bea Materai, Bea Masuk, dan Bea Cukai. Sedangkan yang termasuk Pajak Daerah seperti Pajak Hote, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan ainnya. Jika menurut negara pajak adaah sumber pendapatan yang semakin besar semakin baik, maka menurut wajib pajak badan, pajak merupakan beban yang harus dikeuarkan seminima mungkin. Beban yang harus dibayarkan kepada negara sehingga daam pemenuhan kewajiban perpajakan harus dapat dikeoa dengan baik agar perusahan dapat beroperasiona dengan baik karena ha ini dapat mempengaruhi keputusan bisnis yang akan diambi oeh perusahaan. Pajak Penghasian badan dibayarkan atas pendapatan yang diterima atau diperoeh Wajib Pajak badan negeri sehubungan dengan jasa, pekerjaan atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun. Besarnya pajak terutang Wajib Pajak badan bergantung pada aba sebeum pajak. Semakin besar aba yang diperoeh semakin besar pua pajak penghasian yang harus dibayarkan. Perusahaan sebagai Wajib Pajak badan memiiki hak yang sama dengan Wajib Pajak orang pribadi daam menghitung pajak terutang yaitu dengan menggunakan sef assessement system. Sef assessement system adaah sistem dimana wajib pajak dapat menghitung, menyetor dan meaporkan pajak terutangnya sendiri. Direktorat Jendera Pajak bertugas mengawasi hasi perhitungan dan pembayaran pajak tersebut sesuai dengan peraturan yang beraku.

3 Tarif pajak penghasian teah mengaami beberapa kai perubahan sesuai dengan perubahan Undang Undang pajak penghasian daam bidang perpajakan. Baik untuk wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Perubahanperubahan yang terjadi daam tarif pajak penghasian yaitu dari Undang Undang Repubik Indonesia Nomor 7 Tahun 983, kemudian diubah dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 99, perubahan yang kedua dengan UndangUndang Nomor Tahun 994, perubahan yang ketiga dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun, dan perubahan keempat yaitu UndangUndang Nomor 36 Tahun 8. Ditahun 3 pemerintah Repubik Indonesia mengeuarkan Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No.46 Tahun 3 untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiiki peredaran bruto tertentu. Peraturan ini memberikan perakuan tersendiri mengenai perhitungan, penyetoran, dan peaporan Pajak Penghasian yang terutang. Kriteria PP no.46 tahun 3 ini adaah wajib pajak nonbut yang menerima penghasian dari usaha, tidak termasuk penghasian dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak meebihi Rp 4,8 miyar daam tahun fiska. Pendapatan yang diperhitungkan daam menentukan peredaran bruto tidak meebihi 4.8 miyar adaah pendapatan yang berupa penghasian dari pekerjaan daam hubungan kerja seperti gaji, honorarium, penghasian dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan ain sebagainya. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan, sesuai dengan PP 46/3 ini, adaah jumah peredaran bruto setiap tahun. Sedangkan besarnya fina dihitung dengan cara mengaikan DPP dengan %. Pajak yang dibayar atau terutang di uar negeri atas penghasian dari uar negeri yang diterima atau diperoeh WP tetap dapat dikreditkan terhadap yang terutang berdasarkan UndangUndang dan peraturan peaksanaannya Berdasarkan uraian diatas maka saya tertarik untuk meakukan anaisis penerbitan Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No 46 Tahun 3 dengan judu Anaisis Pengaruh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 Terhadap Pajak Terutang CV.XYZ. KERANGKA TEORITIS Subyek Pajak Penghasian berdasarkan PP No.46 Tahun 3 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 pada dasarnya, semua wajib pajak, baik perorangan maupun badan (kecuai yang berbentuk Badan Usaha Tetap/BUT) dengan peredaran bruto yang memenuhi kriteria dibawah ini dikenakan Fina sesuai PP 46 : Wajib Pajak NonBUT yang menerima penghasian dari usaha, tidak termasuk penghasian dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak meebihi Rp 4.8 miyar daam tahun fiska 3

4 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 (), yang menjadi Subyek Pajak Penghasian adaah: a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan b. menerima penghasian dari usaha, tidak termasuk penghasian dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak meebihi Rp4.8.., (empat miiar deapan ratus juta rupiah) daam (satu) Tahun Pajak Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, seain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasiannya teah dikenai Pajak Penghasian yang bersifat fina berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan di bidang perpajakan. Berdasarkan arah airan tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasian dapat dikeompokkan menjadi: a. penghasian dari pekerjaan daam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasian dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; b. penghasian dari usaha dan kegiatan; c. penghasian dari moda, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royati, sewa, dan keuntungan penjuaan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan d. penghasian ainain, seperti pembebasan utang dan hadiah. Bukan Subyek Pajak Penghasian Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3, yang tidak dikenai Pajak Penghasian adaah: a. Orang Pribadi yang meakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar ng dan menggunakan sebagian atau seuruh tempat untuk kepentingan umum. misanya: pedagang keiing, pedagang asongan, warung tenda di area kakiima, dan sejenisnya. b. Badan yang beum beroperasi secara komersia atau yang daam jangka waktu (satu) tahun seteah beroperasi secara komersia memperoeh peredaran bruto (omzet) meebihi Rp4,8 miiar. Berdasarkan PP No.46 Tahun 3, Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meiputi: a. tenaga ahi yang meakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsutan, notaris, peniai, dan aktuaris; b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, peawak, bintang fim, bintang sinetron, bintang ikan, sutradara, kru fim, foto mode, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari; c. oahragawan; d. penasihat, pengajar, peatih, penceramah, penyuuh, dan moderator; e. pengarang, peneiti, dan penerjemah; f. agen ikan; g. pengawas atau pengeoa proyek; h. perantara; i. petugas penjaja barang dagangan; 4

5 j. agen asuransi; dan k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (mutieve marketing) atau penjuaan angsung (direct seing) dan kegiatan sejenis ainnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 (3), yang tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada () adaah Wajib Pajak orang pribadi yang meakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang daam usahanya: a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar ng, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan b. menggunakan sebagian atau seuruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjuaan. Obyek Pajak Penghasian berdasarkan PP No.46 Tahun 3 Menurut PP No.46 tahun 3, Atas penghasian dari usaha yang diterima atau diperoeh Wajib Pajak yang memiiki peredaran bruto tertentu, dikenai pajak penghasian yang bersifat fina. Pendapatan yang diperhitungkan daam menentukan peredaran bruto tidak meebihi 4.8 miiar adaah pendapatan yang berupa : a. Penghasian dari pekerjaan daam hubungan kerja seperti gaji, honorarium, penghasian dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan ain sebagainya. b. Penghasian dari usaha dan kegiatan, misanya penjuaan barang atau jasa dari usaha industri, perdagangan dan sebagainya. c. Penghasian dari moda, yang berupa harta gerak maupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royati, sewa, dan keuntungan penjuaan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha. d. Penghasian ainain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 4, 8: Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasian bersifat fina berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyeenggarakan pembukuan dapat meakukan kompensasi kerugian dengan penghasian yang tidak dikenai Pajak Penghasian yang bersifat fina dengan ketentuan sebagai berikut: a. kompensasi kerugian diakukan muai Tahun Pajak berikutnya berturutturut sampai dengan 5 (ima) Tahun Pajak; b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasian yang bersifat fina berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasian yang bersifat fina berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya. 5

6 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 : Ha khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasian yang bersifat fina sebagaimana diatur daam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut:. didasarkan pada jumah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebeum Tahun Pajak berakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, daam ha Tahun Pajak terakhir sebeum Tahun Pajak berakunya Peraturan Pemerintah ini meiputi kurang dari jangka waktu (dua beas) buan;. didasarkan pada jumah peredaran bruto dari buan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan buan sebeum berakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, daam ha Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berakunya Peraturan Pemerintah ini di buan sebeum Peraturan Pemerintah ini beraku; 3. didasarkan pada jumah peredaran bruto pada buan pertama diperoehnya penghasian dari usaha yang disetahunkan, daam ha Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berakunya Peraturan Pemerintah ini. Bukan Obyek Pajak Penghasian Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3, Objek Pajak yang tidak dikenai ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Penghasian dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, seperti misanya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan daam penjeasan PP tersebut; b. Penghasian dari usaha yang dikenai Fina (Pasa 4 ()), seperti misanya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, peaksanaan dan pengawasan), usaha migas, dan ain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri. c. Penghasian yang diterima atau diperoeh dari uar negeri. d. Penghasian yang dikecuaikan sebagai obyek. Dasar Pengenaan Pajak (Wauyo 4, 35) menyatakan bahwa dasar pengenaan pajak adaah jumah Harga Jua atau Penggantian atau Niai Impor atau Niai Ekspor atau Niai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 3 3 : () Besarnya tarif Pajak Penghasian yang bersifat fina sebagaimana dimaksud daam Pasa adaah %(satu persen). ()Pengenaan Pajak Penghasian sebagaimana dimaksud pada () didasarkan pada peredaran bruto dari usaha daam (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebeum Tahun Pajak yang bersangkutan. 6

7 (3)Daam ha peredaran bruto kumuatif Wajib Pajak pada suatu buan teah meebihi jumah Rp4.8.., (empat miiar deapan ratus juta rupiah) daam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasian yang teah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada () sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. (4) Daam ha peredaran bruto Wajib Pajak teah meebihi jumah Rp4.8.., (empat miiar deapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasian yang diterima atau diperoeh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasian berdasarkan ketentuan Undang Undang Pajak Penghasian. Penyetoran dan Peaporan Penyetoran dan peaporan sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 3 adaah: Penyetoran paing ambat tangga 5 buan berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasian paing ama tangga buan berikutnya seteah masa pajak berkahir. Jika SSP sudah vaidasi NTPN, Wajib Pajak dianggap teah menyampaikan SPT Masa Pasa 4 () sesuai tangga vaidasi NTPN. Penyetoran dimaksud dengan mencantumkan kode pada SSP sebagai berikut: Kode Akun Pajak : 48 Kode Jenis Setoran : 4 Penghasian yang dibayar berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 3 diaporkan daam SPT Tahunan pada keompok penghasian yang dikenai pajak fina dan/atau bersifat fina. METODE PENELITIAN Bentuk Peneitian Bentuk peneitian yang digunakan daam peneitian ini adaah anaisis deskriptif kuaitatif (Quaitatif Descriptive anaysis). Kuaitatif Descriptive anaysis adaah bentuk peneitian yang mengumpukan datadata dan buktibukti dari obyek peneitian dimana datadata dan buktibukti tersebut akan digunakan untuk membahas masaah peneitian. Hubungannya dengan perusahaan, maka peneitian ini akan membahas datadata daam perusahaan untuk memecahkan masaahmasaah peneitian. Oeh sebab itu, maka peneiti mengumpukan faktafakta atau buktibukti daam objek peneitian yang peneiti akan teiti, dan buktibukti tersebut akan digunakan peneiti untuk menjawab masaah peneitian yang teah diuraikan sebeumnya. Objek peneitian Objek peneitian pada peneitian ini adaah perusahaan swasta yang bergerak daam bidang retai. Perusahaan retai tersebut berbentuk badan usaha bernama CV.XYZ. CV.XYZ tersebut berokasi di Tangerang dan teah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak 7

8 (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) adaah XX.XXX.XXX.XXXX.XXX. Kegiatan utama dari CV.XYZ adaah memperjuabeikan barang dagang. Teknik Pengumpuan Data Teknik pengumpuan data adaah aataat yang digunakan daam mengukur atau mengumpukan data peneitian. Data peneitian yang digunakan daam peneitian ini berupa data sekunder. Data Sekunder merupakan data atau informasi yang diperoeh atau dikumpukan peneiti dari berbagai sumber yang teah ada. Data sekunder tersebut peneiti dapatkan dengan cara:. Peneitian Kepustakaan Daam peneitian kepustakaan ini, peneiti mengumpukan data meaui: a. Studi pustaka Studi pustaka adaah metode pengumpuan data dengan mencari informasi yang dibutuhkan meaui dokumendokumen, bukubuku, atau sumber tertuis ainnya baik yang berupa teori maupun aporan peneitian yang berhubungan dengan peneitian ini. b. Peneusuran meaui internet. Peneusuran meaui internet adaah metode pengumpuan data dengan mengakses internet untuk menemukan data tentang peraturan pemerintah terkait.. Peneitian Lapangan Daam peneitian apangan ini, peneiti memperoeh data meaui: a. Wawancara Daam metode ini, peneiti meakukan wawancara dengan mengajikan beberapa pertanyaan secara isan kepada pihak terkait atau obyek peneitian untuk memperieh informasi atau data yang ebih engkap untuk membantu peneiti memecahkan masaah peneitian. b. Dokumentasi Daam metode ini, peneiti menggunakan dokumen yang berhubungan dengan perhitungan, penyetoran dan peaporan pajak obyek terkait. Dokumen yang digunakan ini teah mendapat persetujuan dari pihak terkait. Berikut data yang digunakan : a. Pencatatan atau pembukuan mengenai omzet b. SPT Tahunan CV.XYZ c. Surat Setoran Pajak (SSP) CV.XYZ d. Dokumendokumen ainnya. Metoda Anaisis Data Datadata peneitian yang peneiti butuhkan agar peneiti dapat menjawab masaah peneitian yang teah diuraikan sebeumnya adaah:. Laporan aba rugi fiska perusahan dari tahun, 3, dan 4.. Laporan neraca dari tahun, 3, dan 4 3. SPT Tahunan 4. SSP Data yang didapatkan tersebut akan peneiti anaisis dengan cara sebagai berikut: 8

9 . Dari data yang didapat berupa aporan aba rugi tahun, 3, dan 4, maka peneiti akan menghitung besarnya penghasian kena pajak dengan menggunakan tarif tungga 5%.. Menghitung besarnya pajak penghasian perusahaan dengan menggunakan tarif fina % (PP No.46 Tahun 3). Serta pengaruhnya terhadap aba perusahaan. 3. Membandingkan besarnya pajak penghasian dengan menggunakan tarif Badan yang bersifat tungga dan bersifat fina. 4. Peneiti menarik kesimpuan dari perhitungan perubahan tarif, pehitungan menggunakan tarif tungga atau menggunakan tarif fina, serta pengaruh perhitungan tersebuat terhadap aba di CV.XYZ. HASIL PENELITIAN Tata Cara Perhitungan Pajak Terutang Badan tahun dan 3 Sebeum Berakunya PP No.46 Tahun 3 Pada tahun, sebeum diterapkannya PP No. 46 Tahun 3, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa meakukan perhitungan pajak terutang berdasarkan UU No.36 Tahun 8 dengan tarif berdasarkan 3E, karena omzet yang diperoeh daam satu tahun pajak kurang dari Rp per tahun. Perhitungan pajak terutang didasarkan pada penghasian neto fiska. Berikut perincian Laporan Laba (Rugi) CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun : Tabe 4. Laporan Laba (Rugi) Tahun (Daam Rupiah) Keterangan Penjuaan Bersih Beban Pokok Laba Kotor Beban Umum dan Administasi Laba (Rugi) Usaha Koreksi Negatif Penghasian LainLain Beban LainLain Laba (Rugi) Sebeum Pajak Pajak Penghasian Laba Bersih seteah Pajak Sumber : Laporan Laba Rugi CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun Seama tahun, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tidak menyetorkan angsuran 5 dikarenakan beban pajak masih keci dan bisa dibayar sekaigus. Pada tahun 3, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa masih meakukan perhitungan pajak terutang sesuai UU No.36 Tahun 8 dengan tarif 5% dari 5% (mendapat fasiitas khusus seuruhnya). Berikut merupakan perincian Laporan Laba (Rugi) CV.Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 3: Tabe 4. Laporan Laba (Rugi) Tahun 3 (Daam Rupiah) 9

10 Keterangan perhitungan dan penyetoran Jumah angsuran Penjuaan Bersih 5 setiap buannya Angsuran 5 ini akan Beban Pokok dikreditkan diakhir tahun ( ) pajak untuk Laba Kotor menentukan ebih bayar atau kurang bayarnya CV.Jeppsindo Jaya Beban Umum dan Administasi Perkasa. Sesuai dengan ( ) tujuan Laba (Rugi) Usaha diadakan angsuran yaitu untuk meringankan beban Wajib Pajak Penghasian ainain mengingat pajak yang terutang 4.6 harus Beban ainain diunasi daam waktu (.35.87) satu tahun. Pembayaran ini harus diakukan Laba (Rugi) Sebeum Pajak sendiri dan tidak bisa diwakikan Pajak Penghasian Namun, karena pajak ( ) terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa masih Laba Bersih seteah Pajak tergoong keci, yakni Rp Sumber : Laporan Laba Rugi CV. untuk tahun pajak dan Rp Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun untuk tahun pajak 3, maka CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tidak Seama tahun 3, CV. Jeppsindo meakukan angsuran 5. Jaya Perkasa juga tidak menyetorkan Pajak yang terutang dibayarkan angsuran 5. Seharusnya sekaigus sebeum batas akhir menurut ketentuan Peraturan penyetoran. Penyetoran pajak terutang Pemerintah Nomor 46 tahun 3 tahun diakukan CV. Jeppsindo yang beraku sejak Jui 3, CV. Jaya Perkasa tangga 6 Apri 3 Jeppsindo Jaya Perkasa harus (Sebeum tangga 3 Apri tahun menyetorkan 4 () setiap berikutnya). Penyetoran tersebut buan berdasarkan omzet x % dan diakukan dengan Kode Akun Pajak bersifat fina. Namun, karena CV. 46 dengan Kode Jenis Setoran Jeppsindo Jaya Perkasa tidak. Penyetoran kurang bayar SPT mengetahui tetang perubahan Tahunan ( Pasa 9) tersebut peraturan tersebut sehingga mereka diakukan di PT. Bank Mandiri tetap menggunakan peraturan yang (PERSERO) Tbk cabang Tangerang ama. Ciedug. Sedangkan untuk tahun pajak 3, penyetoran diakukan tanggan Apri 4 dengan Kode Akun Pajak Tata Cara Penyetoran Pajak 46 dengan Kode Jenis Setoran Terutang Badan tahun. Penyetoran kurang bayar SPT dan 3 Sebeum Berakunya PP Tahunan ( Pasa 9) tahun 3 No.46 Tahun 3 diakukan di PT. Bank Mandiri CV. Jeppsindo Jaya Perkasa (PERSERO) Tbk cabang Tangerang diwajibkan untuk meakukan Ciedug.

11 Tata Cara Peaporan Pajak Terutang Badan Tahun dan Tahun 3 Sebeum Berakunya PP No.46 Tahun 3 Kewajiban CV. Jeppsindo Jaya Perkasa yang terakhir seteah meakukan perhitungan dan penyetoran adaah meakukan peaporan SPT Tahunan. SPT Tahunan diaporkan dengan meampirkan aporan keuangan berupa aporan aba rugi dan neraca. Saat meaporkan SPT Tahunan, umumnya perusahaan meampirkan bukti potong oeh pihak ketiga atau kredit pajak ainnya. Daam ha ini, karena CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tidak meakukan angsuran 5 dan tidak ada pemotongan atau pemungutan oeh pihak ain, maka daam meaporkan SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa meampirkan SSP 9. Formuir yang digunakan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa daam meaporkan pajak terutang adaah formuir 77. Pengisian formuir 77 ini dimuai dengan mengisi ampiranampiran terebih dahuu. Pada formuir 77II diisi berdasarkan aporan aba rugi, kemudian hasinya dipindahkan ke formuir 77I sehingga didapatkan hasi penghasian netto fiska. Penghasian netto fiska tersebut kemudian dipindahkan ke 77 induk untuk menghitung besarnya pajak yang masih harus dibayar. Berikut SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa berdasarkan formuir 77 tahun : Tabe 4.3 Surat Pemberitahuan Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun (Daam Rupiah) Penghasian Netto Fiska Kompensasi Kerugian Fiska 3 Penghasian Kena Pajak terutang Pengembaian/Pengura ngan Kredit Pajak Luar Negeri ( 4) yang teah diperhitungkan tahun au 6 Jumah Terutang ditanggung Pemerintah (Proyek Bantuan Luar Negeri) 8 a. Kredit Pajak Daam Negeri b. Kredit Pajak Luar Negeri c. Jumah 9 Yang Harus 69.5 Dibayar Sendiri Yang Dibayar Sendiri a. 5 Buanan b. STP ps. 5 (Hanya Pokok Pajak) c. ps. 5 (8) / Fiska Luar Negeri d. Jumah yang Kurang Bayar ( Pasa 9) 69.5

12 a. Penghasian yang menjadi dasar perhitungan angsuran b. kompensasi kerugian fiska c. penghasian kena pajak d. yang terutang e. Kredit pajak tahun pajak yang au atas penghasian yang termasuk daam angka 4a yang dipotong / dipungut oeh pihak ain f. yang harus 69.5 dibayar sendiri g. Angsuran Pasa Tahun Berjaan (/ x f) Sumber : SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 3 Peaporan SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun diakukan tangga 9 Apri 3. Berikut SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa berdasarkan formuir 77 tahun 3 : Tabe 4.4 Surat Pemberitahuan Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 3 (Daam Rupiah) Penghasian Netto Fiska Kompensasi Kerugian Fiska 3 Penghasian Kena Pajak terutang Pengembaian/Pengura ngan Kredit Pajak Luar Negeri ( 4) yang teah diperhitungkan tahun au 6 Jumah Terutang ditanggung Pemerintah (Proyek Bantuan Luar Negeri) 8 a. Kredit Pajak Daam Negeri b. Kredit Pajak Luar Negeri c. Jumah 9 Yang Harus Dibayar Sendiri Yang Dibayar Sendiri a. 5 Buanan b. STP ps. 5 (Hanya Pokok Pajak) c. ps. 5 (8) / Fiska Luar Negeri d. Jumah yang Kurang Bayar ( Pasa 9) a. Penghasian yang menjadi dasar perhitungan angsuran b. Kompensasi kerugian fiska c. Penghasian kena pajak d. yang terutang e. Kredit pajak tahun pajak yang au atas penghasian yang

13 termasuk daam angka 4a yang dipotong / dipungut oeh pihak ain f. yang harus dibayar sendiri g. Angsuran Pasa Tahun Berjaan (/ x f) Sumber : SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 3 Peaporan SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 3 diakukan tangga Apri 4. Laba (Rugi) Usaha Penghasian ainain Beban ainain Laba (Rugi) Sebeum Pajak Pajak Penghasian Laba Bersih seteah Pajak Sumber : Laporan Laba Rugi CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun 4 Berikut merupakan rincian pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa yang dibayarkan setiap buan: Tata Cara Perhitungan Pajak Terutang Badan Tahun 4 Menurut PP No.46 Tahun 3 CV. Jeppsindo Jaya Perkasa memiiki peredaran bruto sebesar Rp ditahun 3 sehingga di tahun 4 CV. Jeppsindo menerapkan tarif fina % daam perhitungan pajak terutang sesuai Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3. Berikut merupakan Laporan Laba (Rugi) CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun 4: Tabe 4.5 Laporan Laba (Rugi) Tahun 4 (Daam Rupiah) Keterangan Tabe 4.6 Peaksanaan Perhitungan 4 Masa Januari Desember 4 (Daam Rupiah) Masa Penghasi Tari Pajak Pajak an Bruto f Fina paja k fina % Januari % Februari % Jumah Penjuaan Bersih Maret % 3.5 Beban Pokok ( ) Apri % Laba Kotor Beban Umum dan Administasi Mei ( ) %

14 Juni % Jui % Agustus % Septemb % er Oktober % 94.8 Novemb % er Desemb % 343. er Jumah % Sumber : SSP CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 Pajak fina yang teah dibayar CV. Jeppsindo Jaya Perkasa masa Januari sampai Desember 4 berjumah Rp Dasar perhitungan pajak terutang tahun 4 ini tidak agi bergantung pada penghasian kena pajak CV. Jeppsindo Jaya Perkasa namun dihitung dari peredaran bruto CV. Jeppsindo Jaya Perkasa setiap buannya. Tata Cara Penyetoran Pajak Terutang Badan Tahun 4 Menurut PP No.46 Tahun 3 Penerapan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3 yang muai diterapakan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Januari 4 menyebabkan berubahnya tata cara penyetoran pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa. Berikut jumah pajak yang disetorkan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa setiap buannya : Masa Pajak Januar i Febru ari Maret Apri Mei Tabe 4.7 Surat Setoran Pajak Masa Januari Desember 4 (Daam Rupiah) Jeni s Seto ran Juma h Yang Diseto rkan Tempa t Penyet oran Bank BNI Bank BNI Bank BNI Bank BNI Bank BNI Tan gga Seto ran Apri 5 Apri 5 Apri 5 Apri 5 Apri 5 Juni 99.5 Bank 4

15 Jui Agust us Septe mber Oktob er Nove mber Dese mber BNI Apri Bank BNI Bank BNI Bank BNI Bank BNI Bank BNI Bank BNI Apri 5 Apri 5 Apri 5 Apri 5 Apri 5 Apri 5 Sumber : SSP CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 Jumah pajak yang terutang disetorkan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa setiap buannya sesuai dengan besarnya omzet setiap buan x % dan setoran ini bersifat fina atau tidak dapat dikreditkan dengan pajak ainnya. Pajak ini disetorkan dengan kode akun pajak 48 dan kode jenis setoran 4 ke Bank BNI. Tata Cara Peaporan Pajak Terutang Badan Tahun 4 Menurut PP No.46 Tahun 3 Seteah meakukan perhitungan dan penyetoran pajak terutang yang bersifat fina dengan kode akun pajak 48 dan kode jenis setoran 4 ke Bank BNI sesuai Peratutan Pemerintah No.46 tahun 3, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa harus meakukan peaporan SPT Tahunan dengan menggunakan formuir 77. Berikut SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 : Tabe 4.8 Surat Pemberitahuan Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 (Daam Rupiah) Penghasian Netto Fiska Kompensasi Kerugian Fiska 3 Penghasian Kena Pajak 4 terutang 5 Pengembaian/Pengura ngan Kredit Pajak Luar Negeri ( 4) yang teah diperhitungkan tahun au 6 Jumah Terutang 7 ditanggung Pemerintah (Proyek Bantuan Luar Negeri) 5

16 8 a. Kredit Pajak Daam Negeri b. Kredit Pajak Luar Negeri c. Jumah 9 Yang Harus Dibayar Sendiri Yang Dibayar Sendiri a. 5 Buanan b. STP ps. 5 (Hanya Pokok Pajak) c. ps. 5 (8) / Fiska Luar Negeri d. Jumah 3 yang Kurang Bayar ( Pasa 9) a. Penghasian yang menjadi dasar perhitungan angsuran b. Kompensasi kerugian fiska c. Penghasian kena pajak d. yang terutang e. Kredit pajak tahun pajak yang au atas penghasian yang termasuk daam angka 4a yang dipotong / dipungut oeh pihak ain f. yang harus dibayar sendiri g. 5 (/ x f) a. fina b. Penghasian yang tidak termasuk obyek 4 pajak : penghasian bruto Sumber : SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 Berdasarkan tabe 4.8 diatas, semua koom dinihikan kecuai koom fina sebesar Rp Pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 dicari dengan mengaikan peredaran bruto dengan tarif fina % sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3. Seain itu CV.Jeppsindo Jaya Perkasa juga tidak memiiki penghasian ain yang dipotong fina dan tidak memiiki penghasian yang tidak termasuk obyek pajak. Berikut rinciannya daam SPT Tahunan 77 ampiraniv : Tabe 4.9 Fina Dan Penghasian Yang Tidak Termasuk Obyek Pajak CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 (Daam Rupiah) N o Jenis Penghasia n Bunga Deposito / Tabungan, Dan Diskonto SBI/ SBN Bunga / Diskonto Obigasi Yang Diperdang kan / Diaporka Dasar Pengen aan Pajak Ta rif Terut ang 6

17 n Perdagang annya Di Bursa Efek 3 Penghasia n Penjuaan Saham Yang Diperdaga ngkan Di Bursa Efek 4 Penghasia n Penjuaan Saham Miik Perusahaa n Moda Ventura 5 Penghasia n Usaha Penyaur / Deaer / Agen Produk BBM 6 Penghasia n Pengaiha n Hak Atas Tanah Dan Bangunan 7 Penghasia n Persewaan Atas Tanah / Bangunan 8 Imbaan Jasa Konstruksi : a. Peaksana Konstruksi b. Perencana Konstruksi c. Pengawas Konstruksi 9 Perwakia n Dagang Asing 3 4 Peayaran / Penerbang an Asing Peayaran Daam Negeri Peniaian Kembai Aktiva Tetap Transaksi Derivatif Yang Diperdaga ngakan Di Bursa Penghasia n Usaha WP dengan Peredaran Bruto tertentu JUMLAH BAGIAN A % JB A

18 Sumber : SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun 4 Pengaruh Penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 Terhadap Pajak Terutang Wajib Pajak Badan Seteah meakukan perhitungan pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa sebeum menerapkan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3 pada tahun dan 3, dan perhitungan pajak terutang seteah menerapkan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3 di tahun 4 maka berikut adaah perbandingan antara sebeum dan seteah penerapan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3: Tabe 4. Perbandingan Sebeum dan Seteah Penerapan PP No.46 tahun 3 CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun (Daam Rupiah) Keterangan Penghasian Neto Fiska Menggunakan Pajak UU Penghasian Menggunakan Terutang PP No.36 Tahun 8 No.46 tahun 3 4 () atas Penghasian Penghasian Bruto / Omzet Setahun Usaha WP yang Memiiki Peredaran Penghasian Neto Fiska Bruto Tertentu Pajak Penghasian Terutang 69.5 Jumah Pajak Yang Harus Dibayar () atas Penghasian Usaha WP yang Memiiki Peredaran Bruto Tertentu penerapan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3 terhadap pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun. Jika dihitung menggunakan 3E, dengan penghasian bruto CV. Jeppsindo Jaya Perkasa sebesar Rp , dan penghasian neto fiska Rp maka pajak yang harus dibayar sebesar Rp Namun, jika dihitung menggunakan Peraruran Pemerintah No.46 Tahun 3, dengan omzet Rp , maka pajak yang harus dibayar sebesar Rp Tabe 4. Perbandingan Sebeum dan Seteah Penerapan PP No.46 tahun 3 CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun 3 (Daam Rupiah) Keterangan Sumber : SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun 3 Menggunakan U No.36 Tahun Penghasian Bruto / Omzet Setahun Jumah Pajak Yang Harus Dibayar Berdasarkan tabe 4. diatas dapat diihat bahwa pengaruh Sumber : SPT Tahunan CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun penerapan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3 terhadap pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa tahun Berdasarkan tabe 4. diatas 3. Jika dihitung menggunakan dapat diihat bahwa pengaruh 3E, dengan penghasian bruto 8

19 CV. Jeppsindo Jaya Perkasa sebesar menerapakan Peraturan Pemerintah Rp dan penghasian neto No.46 tahun 3, CV. Jeppsindo Jaya fiska Rp maka pajak yang Perkasa menggunakan 3E harus dibayar sebesar Rp Namun, jika dihitung menggunakan Peraruran Pemerintah No.46 Tahun 3, dengan omzet Rp , dengan tarif 5% dari penghasian netto dan mendapat fasiitas khusus berupa pengurangan pajak 5% dari tarif 5% sehingga tarif pajaknya maka pajak yang harus dibayar sebesar,5% dari penghasian netto. Rp Sedangkan seteah CV. Jeppsindo Jaya Perkasa menerapkan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3, pajak yang harus dibayar menjadi ebih besar Tabe 4. Perbandingan Sebeum dan Seteah Penerapan PP No.46 tahun 3 CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Tahun 4 (Daam Rupiah) Keterangan karena seteah penerapan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3, pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa dihitung dari peredaran bruto dikaikan tarif fina % sehingga tidak adanya pengurang seperti biaya usaha atau Menggunakan ainnya. UU Waaupun Menggunakan besarnya PP pajak No.36 terutang Tahun 8 yang harus No.46 dibayar tahun 3 menjadi Penghasian Bruto / Omzet Setahun ebih besar seteah penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun Penghasian Neto Fiska ( ) 3, namun cara perhitungan pajak Pajak Penghasian Terutang terutang mengguanakan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3 ebih 4 () atas Penghasian sederhana dibandingkan menggunakan Usaha WP yang Memiiki Peredaran tarif 3E. Bruto Tertentu Pada tahun 3, CV. Jumah Pajak Yang Harus Dibayar Jeppsindo Jaya Perkasa seharusnya menghitung pajak terutang Sumber : SPT Tahunan CV. Jeppsindo mengunakan 3E untuk masa Jaya Perkasa Tahun 4 pajak Januari Juni. Pada masa Jui Desember seharusnya CV. Jeppsindo Penerapan Peraturan Jaya Perkasa sudah menerapkan Pemerintah No.46 Tahun 3 daam Peraturan Pemerintah No.46 Tahun perhitungan pajak terutang CV. 3. CV. Jeppsindo Jaya Perkasa Jeppsindo Jaya Perkasa menyebabkan harus menerapkan Peraturan pajak yang harus dibayar Pemerintah No.46 Tahun 3 karena menggunakan PP ini ebih besar teah memenuhi syarat berdasarkan PP daripada menggunakan 3E. Ha ini dengan penghasian bruto dibawah ini dikarenakan untuk menghitung Rp Namun untuk tahun pajak terutang tahun 3 sebeum 3, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa CV. Jeppsindo Jaya Perkasa masih menggunakan perhitungan 9

20 berdasarkan 3E secara penuh daam menghitung pajak terutangnya. Pengaruh kedua penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 yakni terdapat pada tata cara penyetoran pajak terutang. Jika sebeum penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3, CV Jeppsindo Jaya Perkasa menggunakan kode akun pajak 46 dan kode jenis pajak daam penyetoran pajak terutang / SSP, maka seteah penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa menggunakan kode akun pajak 48 dan kode jenis pajak 4 daam SSPnya. Batas akhir penyetoran pajak terutang menurut Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 adaah pada tangga 5 buan berikutnya seteah masa pajak berakhir. Pengaruh ketiga penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 adaah pada peaporan pajak terutang CV. Jeppsindo Jaya Perkasa. Seteah penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 daam SPT Tahunan 77 dinihikan kecuai koom Fina yang kemudian dirincikan pada LampiranIV. Kemudian CV. Jeppsindo Jaya Perkasa juga wajib meampirkan SSP masa Januari hingga Desember yang diberi vaidasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) 4 atau bersifat fina. Peaporan / penyampaian SPT Masa Pajak menurut Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 adaah paing ambat hari seteah Masa Pajak Berakhir. Seain ketiga pengaruh tersebut, pengaruh yang ain seteah penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 adaah tidak dapatnya perusahaan meakukan kompensasi kerugian. Jika seteah membayarkan pajak fina berdasarkan PP ini dan perusahaan rugi, maka kerugian ini tidak dapat dikompensasikan ke tahun berikutnya. Seain itu, Wajib Pajak yang menerapkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 ini dapat mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasian Pasa, Pasa, Pasa impor, dan/atau 3. SKB ini diajukan per transaksi yang diakukan. Surat Keterangan Bebas ini dikeuarkan 5 hari seteah surat permohonan diterima engkap sesuai dengan PER 3/PJ/3 tentang Tata Cara Pembebasan Dari Pemotongan Dan Atau Pemungutan Pajak Penghasian Bagi Wajib Pajak yang Dikenai Pajak Penghasian Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 Tentang Pajak Penghasian Atas Penghasian Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoeh Wajib Pajak Yang Memiiki Peredaran Bruto Tertentu yang terbit tangga 5 September 3. PENUTUP Kesimpuan Berdasarkan hasi anaisis yang penuis peroeh dari data CV. Jeppsindo Jaya Perkasa, dan seteah penuis meakukan pembahasan mengenai anaisis pengaruh Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 terhadap pajak terutang CV. Jeppsindo

21 Jaya Perkasa maka penuis dapat menarik kesimpuan sebagai berikut :. Sebeum penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa menggunakan peraturan UU No.36 Tahun 8 3E sebagai acuan menghitung pajak terutang. Berdasarkan 3E, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa harus menetukan penghasian kena pajak yang akan dikaikan dengan tarif 3E sebesar 5%. CV. Jeppsindo Jaya Perkasa mendapatkan pengurangan tarif 5% dari tarif 5% karena omzet per tahunnya dibawah Rp sehingga tarif untuk menghitung pajak terutang adaah,5% x penghasian kena pajak. Pada tahun dan 3, CV. Jeppsindo masih menerapkan 3E. CV. Jeppsindo Jaya Perkasa menyetorkan pajak terutang dengan kode akun pajak 46 dan kode jenis setoran. Diakhir tahun pajak, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa menyampaikan SPT Tahunan jenis 77 dengan meampirkan SSP, aporan keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi serta memperhitungkan kredit pajak.. Seteah CV. Jeppsindo Jaya Perkasa menerapkan Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3 untuk menghitung pajak terutang tahun 4, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa hanya cukup mengaikan omzet perbuannya dengan tarif fina %. Menurut Peraturan Pemerintah No.46 tahun 3, pajak terutang disetorkan setiap buannya daam SSP dengan kode akun pajak 48 dan kode jenis setoran 4. Pajak yang disetorkan ini bersifat fina sehingga perusahaan tidak dapat meakukan kompensasi kerugian dan tidak dapat meakukan kredit pajak. Diakhir tahun pajak, CV. Jeppsindo Jaya Perkasa meaporkan SPT Tahunan jenis 77 dengan menihikan semua koom kecuai koom fina dan dengan rincian pada ampiran IV. 3. Pengaruh penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 3 adaah seteah penerapan, perhitungan pajak terutang menjadi ebih sederhana yaitu cukup mengaikan omzet dengan tarif %. Perusahaan tidak peru menyetorkan angsuran 5 setiap buan karena setiap buan perusahaan menyetorkan pajak terutang yang bersifat fina. Kode akun pajak berubah yang semua menggunakan kode akun pajak 46 menjadi 48 sedangkan kode jenis setoran yang semua menjadi 4. Diakhir tahun pajak perusahaan tetap wajib menyampaikan SPT Tahunan namun SPT Tahunan yang disampaikan dinihikan kecuai dikoom fina. Penyampain SPT disertai ampiran SSP fina dan aporan keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi. Perusahaan tidak dapat meakukan kompensasi kerugian namun dapat meminta Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk

22 pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasian Pasa, Pasa, Pasa impor, dan/atau Pasa 3 sesuai PER3/PJ/3. Keterbatasan Daam meakukan peneitian diatas peneiti juga memeiiki beberapa keterbatasan diantaranya tidak adanya bukti Surat Setoran Pajak angsuran 5 tahun dan 3 dan tidak adanya aporan omzet perbuan tahun 4 yang disebabkan ketidakengkapan data perusahaan. Rekomendasi Berdasarkan keterbatasan tersebut yang mungkin dapat memberikan pengaruh daam peneitian ini, maka peneiti memberikan rekomendasi agar peneiti berikutnya meakukan peneitian terhadap obyek yang dapat memberikan datadata dengan engkap sehingga hasi peneitian dapat ebih engkap. DAFTAR REFERENSI Anjarwati, Ratna. 3. Fina % untuk UMKM. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Mujono, Djoko. 9. Pemotongan Pemungutan & Pasa 5/9. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET Pandiangan, Liberti. 4. Mudahnya Menghitung Pajak UMKM. Jakarta: Mitra Wacana Media. Priantara, Diaz.. Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penyidikan Pajak. Jakarta: PT.INDEKS Repubik Indonesia, Kementrian Keungan. 4. UndangUndang Pajak Penghasian: UndangUndang No.36 Tahun 8. Resmi, Siti. 3. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Saemba Empat. Siahaan, Marihot Pahaa. 3. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Tmbooks. 3. Perpajakan Esensi dan Apikasi. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET. Wauyo. 4. Akuntansi Pajak. Jakarta: Saemba Empat. Iyas, Wirawan B, dan Richard Burton.. Hukum Pajak. Jakarta: Saemba Empat. Mardiasmo.. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5424 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Adriani (2002:4) yaitu: Iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajaknya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN 2013 A. Pengaturan PPh UMKM di Indonesia 1. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang menjadi Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

Lebih terperinci

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6120 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 202) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia, merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti; pembangunan infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. BAB I 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional pada dasarnya diselenggarakan untuk masyarakat dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Sistem Pembukuan Pembukuan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh lembaga, perusahaan, atau pengusaha skala kecil dan menengah dalam mengatur keuangannya,

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK

Lebih terperinci

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK : D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771/$ SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitan ini menggunakan beberapa sumber dari penelitian terdahulu sebagai dasar penelitiannya, penelitian-penelitian yang terdahulu adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA

BAB III GAMBARAN DATA BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN 1771 PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu negara dibutuhkan adanya sumber dana untuk membiayai pengeluaran negara dalam rangka pembangunan, memperbaiki kesejahteraan hidup rakyat, dan untuk

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 SPT TAHUNAN 1771 DEPARTEMEN KEUANGAN RI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA "X" DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS 2 0 0 6 SESUAI DENGAN PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

PRES I DEN REPUELIK INDONESIA IENTANG. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

PRES I DEN REPUELIK INDONESIA IENTANG. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun PRES I DEN REPUELIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 IENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DiPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

PENENTUAN CADANGAN PREMI MENGGUNAKAN METODE FACKLER PADA ASURANSI JIWA DWI GUNA

PENENTUAN CADANGAN PREMI MENGGUNAKAN METODE FACKLER PADA ASURANSI JIWA DWI GUNA Buetin Imiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Voume 02, No. 2 (203), ha 5 20. PENENTUAN CAANGAN PREMI MENGGUNAKAN METOE FACKLER PAA ASURANSI JIWA WI GUNA Indri Mashitah, Neva Satyahadewi, Muhasah Novitasari

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam menjalankan peran pemerintahan. Pajak menjadi pemegang andil terbesar dalam pembangunan di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, yang dikutip dari buku Perpajakan karangan Dr. Mardiasmo, MBA,. Ak (2011:1): Pajak adalah

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6 G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR BAGI WAJIB PAJAK YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) (4) Kemampuan Akhir yang diharapkan

RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) (4) Kemampuan Akhir yang diharapkan RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama Mata Kuliah : Pengantar Pajak Kode Mata Kuliah : Beban sks : (1) Minggu ke (2) Materi Pembelajaran (3) Bentuk Pembelajaran 1 Pendahuluan (4)

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

M. Wahyudi, Ely Kartikaningdyah Program Studi Akuntansi Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri Batam

M. Wahyudi, Ely Kartikaningdyah Program Studi Akuntansi Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri Batam Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis Vol. 2, No. 1, July 2014, 24-33 p-issn: 2337-7887 Article History Received May, 2014 Accepted June, 2014 Perbandingan Perhitungan, Penyetoran, dan Pelaporan

Lebih terperinci

BAB VI ASPEK KEUANGAN

BAB VI ASPEK KEUANGAN BAB VI ASPEK KEUANGAN Bagian ini menjelaskan tentang kebutuhan dana, sumber dana, proyeksi neraca, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, dan penilaian kelayakan investasi. Proyeksi keuangan ini akan dibuat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 0 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN ATAU NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan. Umum dan Tata Cara Perpajakan di Pasal 1 sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan. Umum dan Tata Cara Perpajakan di Pasal 1 sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di Pasal

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 6

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 6 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS; DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU X PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa transaksi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

Lebih terperinci

BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN PEKERJAAN Nomor : 38 /ULP-POKJA KONSTRUKSI.II/2011

BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN PEKERJAAN Nomor : 38 /ULP-POKJA KONSTRUKSI.II/2011 PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT UNIT LAYANAN PENGADAAN Jaan Sutan Syahrir Nomor 02 No. Tep. (0532) 23759 Pangkaan Bun 74112 BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN PEKERJAAN Nomor : 38 /ULP-POKJA KONSTRUKSI.II/2011

Lebih terperinci

PPh Pasal 23 Penghasilan dari Modal, Jasa dan Kegiatan Andi Wijayanto, S.Sos., M.Si PENGERTIAN Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL

BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL 2.1. Perpajakan Pengertian pajak menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan tata cara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI IDENTITAS FORMULIR PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DARI PENGHASILAN LAIN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B.PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1.Landasan Teori Membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI STIE Bisma Lepisi Jl. Ks. Tubun No. 11 Tangerang 15112 Telp.:(021) 558 9161-62. Fax.:(021) 558 9163 SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI Kode Mata Kuliah : EKA7450 Nama Mata Kuliah :

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK IDENTITAS PERHATIAN TAHUN PAJAK FORMULIR SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN TABEL AKUN PAJAK DAN Berdasarkan : 1. PER-38/PJ/2009 2. PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010 3. PER-24/PJ/2013 Keterangan : 1. Yang berwarna.. adalah perubahan yang terdapat dalam PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 770 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI LAINNYA/LUAR NEGERI.

Lebih terperinci

PPh Pasal 23 Penghasilan dari Modal, Jasa dan Kegiatan

PPh Pasal 23 Penghasilan dari Modal, Jasa dan Kegiatan PPh Pasal 23 Penghasilan dari Modal, Jasa dan Kegiatan Andi Wijayanto, S.Sos., M.Si PENGERTIAN Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,

Lebih terperinci

final. Menurut Mustadir (2013) Sederhana dan mudah! Itulah nafas utama dari

final. Menurut Mustadir (2013) Sederhana dan mudah! Itulah nafas utama dari LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam rangka penyederhanaan dan memberikan kemudahan dalam perhitungan kewajiban perpajakan, maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan 7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Teortitis 2.1.1. Definisi UMKM Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disingkat UMKM), definisi UMKM adalah

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh 165 BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh PENGERTIAN SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, sama

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

ANALISIS DANA TABARRU ASURANSI JIWA SYARIAH MENGGUNAKAN PERHITUNGAN COST OF INSURANCE

ANALISIS DANA TABARRU ASURANSI JIWA SYARIAH MENGGUNAKAN PERHITUNGAN COST OF INSURANCE Buetin Imiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Voume 05, No. (206), ha 53-60. ANALISIS DANA TABARRU ASURANSI JIWA SYARIAH MENGGUNAKAN PERHITUNGAN COST OF INSURANCE Amanah Fitria, Neva Satyahadewi,

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 23 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 23 2. Pemotong

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

Dalam system pemungutan pajak, dikenal beberapa system antara. lain :

Dalam system pemungutan pajak, dikenal beberapa system antara. lain : BAB III IMPLEMENTASI PPH FINAL ATAS WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU BERDASARKAN PP 46 TAHUN 2013 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG TIMUR 3.1 Tinjauan Umum Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan 1. Wajib pajak membayar sendiri (pph pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu: 1.1 Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

PERHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN SPT MASA PPH PASAL 21

PERHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN SPT MASA PPH PASAL 21 MEDIA BISNIS ISSN: 2085-3106 Vol. 6, No. 2, Edisi September 2014, Hlm. 114-118 http: //www.tsm.ac.id/mb PERHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN SPT MASA PPH PASAL 21 HARYO SUPARMUN STIE Tirsakti haryosuparmun@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut Mangkoesoebroto (Timbul Hamonangan, 2012: 9) pajak adalah suatu pungutan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci