BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan"

Transkripsi

1 7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Teortitis Definisi UMKM Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disingkat UMKM), definisi UMKM adalah sebagai berikut: 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki hasil penjualan tahunan Rp ,00 dan memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah/bangunan) paling banyak Rp , Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,dikuasai atau menjadi anak bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki hasil penjualan tahunan anatara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 dan memiliki kekayaan bersih antara Rp ,00 sampai dengan Rp , Usaha menengah adaah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi anak bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki hasil penjualan tahunan antara Rp

2 ,00 sampai dengan Rp ,00 dan memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp , Pengertian Pajak Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal 1 angka 1yaitu: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara baik sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." Definisi pajakyang dikemukakan menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (dalam Suandy, 2007: 10), yaitu: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum, dengan penjelasan sebagai berikut: dapat dipaksakan artinya bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbal-balik tertentu seperti halnya retribusi. Definisi pajak yang dikemukanan oleh S.I. Djajadiningrat (dalam Resmi, 2013: 1), yaitu: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung,untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

3 Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak (dalam Suandy, 2007: 11), yaitu: 1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah. 2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 3. Dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment atau investasi publik. 6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah. 7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung. Terdapat dua fungsi pajak,yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (pengatur). Fungsi pertama yaitu pajak sebagai sumber keuangan negara, ini berarti pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya mencari uang sebanyakbanyaknnya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan maupun pembaruan seiring pada berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

4 Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan lain-lain. Fungsi yang kedua yaitu pajak mempunyai fungsi regulerend atau mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai funsi pengatur adalah: 1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajak yang dikenakan semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidka berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah seingga berguna untuk mengurangi gaya hidup mewah. 2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan. Hal ini dimaksudkan supaya pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi dalam pembayaran pajak yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan. 3. Tarif pajak ekspor sebesar 0%. Hal ini dimaksudkan supaya para pengusaha terdorong untuk mengekspor hasil produksinya ke pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara. 4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang industri tertentu seperti industri semen, industri baja, industri kertas, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan supaya terdapat penekanan produksi terhadap industri-industri tersebut karena

5 dapat mengganggu lingkungan atau polusi sehingga dapat membahayakan kesehatan. 5. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia. 6. Diberlakukannya tax holiday. Hal ini dimaksudkan untuk menarik investor asing supaya menanamkan modalnya di Indonesia Kewajiban dan Hak Wajib Pajak Kewajiban perpajakan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam hal perpajakannya, baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan. Setiap Wajib Pajak mempunyai kewajiban perpajakan yang berbeda, karena terdapat kriteria-kriteria tertentu untuk tiap golongan Wajib Pajak termasuk untuk Wajib Pajak pelaku UMKM. Kewajiban Wajib Pajak secara umum menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (dalam Resmi, 2013: 22-23) adalah sebagai berikut: 1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi syarat subjektif maupun syarat objektif. 2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

6 3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak. 4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 6. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 7. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek pajak yang terutang pajak; memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

7 Hak-hak Wajib Pajak secara umum menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (dalam Resmi, 2013: 23-24) adalah sebagai berikut: 1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa. 2. Mengajukan surat keberatan dan banding Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. 3. Memperpanjang jangka waktu penyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan tertulis atau dengan cara lain kepada Direktorat Jenderal Pajak. 4. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. 5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 6. Mengajukan permohonan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Kurang Pajak Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Nihil; d. Surat Ketetepan Pajak Lebih Bayar; dan e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.

8 8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 9. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bungan atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih bayar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun Menurut Mutiah et al (2011: 5-6) kewajiban-kewajiban Wajib Pajak UMKM adalah sebagai berikut: 1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 2. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. 3. Mengisi dengan benar SPT dan melaporkannya dalam batas waktu yang telah ditentukan. 4. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan 5. Melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sedangkan, hak-hak Wajib Pajak UMKM menurut Mardiasmo (dalam Mutiah et al, 2011: 6) adalah sebagai berikut: 1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding. 2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT

9 3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. 4. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT. 5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak. 6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak. 7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah. 9. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. 10. Apabila Wajib Pajak dipotong oleh pemberi kerja, Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak, mengajukan surat keberatan dan permohonan pajak. 11. Hak mendapatkan pelayanan perpajakan gratis. 12. Hak kerahasian bagi wajib pajak. 13. Hak mendapatkan insentif perpajakan Dasar Hukum Pajak untuk UMKM 1. UU PPh Pasal 4 ayat (2) huruf e Induk dari dasar hukum pajak untuk pelaku UMKM yaitu berdasarkan Undang- Undang Pajak Penghasilan (selanjutnya disingkat UU PPh) pasal 4 ayat (2) huruf e yang berbunyi atas penghasilan tertentu lainnya dapat dikenai PPh yang bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (Budi, 2013: 22-23).

10 Secara umum penghasilan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya sebagaimana yang terdapat pada penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU PPh. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain: a. Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat; b. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak; c. Berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak; d. Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan e. Memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. 2. UU PPh Pasal 17 ayat (7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final, dimana tarif pajak tersebut tidak boleh melebihi tarif pajak tertinggi PPh Orang Pribadi yaitu sebesar 30%. Penentuan didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak (Budi, 2013: 23). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Peraturan Pemerintah (selanjutnya disingkat PP) yang mengatur ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 46

11 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WajibPajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, merupakan kebijakan pemerintah yang mengatur mengenai pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang berlaku efektif sejak tanggal diberlakukannya yaitu tanggal 1 Juli Pajak ini biasa disebut Pajak UMKM di kalangan masyarakat luas. Memang dalam PP tersebut tidak tersirat bahwa peraturan pajak ini khusus untuk pengenaan pajak atas hasil produksi dari para pelaku UMKM. Namun, batasan peredaran bruto atau omzet yang dikenai pajak tidak melebihi Rp ,00 sehingga secara tidak langsung menyinggung para pelaku UMKM. Kebijakan pemerintah dengan pemberlakuan PP ini didasari dengan maksud untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi, mengedukasi masyarakat untuk transparansi, memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara. Selain itu, berlakunya PP ini didasari dengan tujuan untuk kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat, serta terciptanya kodisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan Objek Pajak dan Pengecualian Objek Pajak Objek pajak yang termasuk ke dalam objek PPh berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 ini adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto atau omzet yang tidak melebihi Rp

12 ,00 dalam satu tahun pajak. Usaha yang dimaksud meliputi usaha dagang, industri, dan jasa, seperti toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.peredaran bruto merupakan jumlah peredaran bruto semua gerai, counter, outlet atau sejenisnya baik dari pusat maupun cabangnya. Pajak yang terutang dan harus dibayar atau disetor adalah sebesar 1% dari jumlah keseluruhan peredaran bruto serta bersifat final. Sedangkan objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan PPh berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, yaitu: a. pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari; c. olahragawan; d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; e. pengarang, peneliti, dan penerjemah; f. agen iklan; g. pengawas atau pengelola proyek; h. perantara; i. petugas penjaja barang dagangan j. agen asuransi; dan

13 k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya. 2. Penghasilan dari usaha yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2), seperti sewa kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya. 3. Penghasilan yang diterima atau dipeoleh dari luar negeri. Walaupun Wajib Pajak telah sesuai dengan kriteria untuk dikenai Pajak UMKM sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013, namun bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan dari usaha yang dikenai penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yaitu Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 UU PPh, tidak dikenakan Pajak UMKM. Hal ini sesuai yang terdapat padaperaturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentupasal 3 ayat (2) huruf c. Contoh penghasilan dari usaha yang dikenakan PPh Final sesuai UU PPh Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15, yaitu: 1. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan); 2. Penghasilan dari usaha jasa sewa tanah dan/atau bangunan (kos, rumah, dan lainlain);

14 3. Penghasilan dari usaha jasa pelayaran dan penerbangan luar negeri; dan 4. Penghasilan dari usaha jasa pelayaran dalam negeri Subjek Pajak dan Pengecualian Subjek Pajak Subjek pajak yang termasuk dalam pengenaan PPh berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1. Orang pribadi. 2. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto atau omzet yang tidak melebihi Rp ,00 dalam satu tahun pajak. Tahun pajak yang dimaksud adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Sedangkan subjek pajak yang dikecualikan dalam pengenaan PPh berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum, seperti pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki lima, dan sejenisnya. 2. Badan yang belum beroperasional secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaaran bruto atau omzet melebihi Rp , Cara Penentuan Peredaran Bruto dan Skema On-Off

15 Ada beberapa cara dalam menentukan peredaran bruto Wajib Pajak yang termasuk ke dalam pengenaan pajak PP Nomor 46 Tahun 2013, yaitu: 1. Bagi Wajib Pajak yang sudah terdaftar sebelum Tahun Pajak 2013, maka penentuan peredaran bruto berdasarkan peredaran bruto yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012, maka dianggap peredaran brutonya tidak melebihi Rp ,00 dalam 1 (satu) tahun kalender. 2. Bagi Wajib Pajak yang sudah terdaftar pada Tahun 2013 tetapi sebelum tanggal 1 Juli 2013, maka penentuan peredaran brutonya berdasarkan jumlah peredaran bruto bulanannya yang disetahunkan. 3. Bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah tanggal 1 Juli 2013, maka penentuan peredaran brutonya berdasarkan peredaran bruto pada bulan pertamanya yang disetahunkan. Selanjutnya, yang menjadi penentu apakah Wajib Pajak termasuk ke dalam skema pajak UMKM menggunakan tarif sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 atau menggunakan skema umum menggunakan tarif PPh Pasal 17 UU PPh adalah bessaran peredaran bruto atau omzet setiap tahunnya. Jadi apabila dalam suatu bagian bulan atau Tahun Pajak tersebut omzet Wajib Pajak sudah melebihi batasan pengenaan pajak UMKM yaitu Rp ,00 dalam satu Tahun Pajak, maka pada Tahun Pajak berikutnya Wajib Pajak akan berubah cara pemenuhan kewajiban perpajakannya menjadi skema umum. Demikian juga sebaliknya, apabila pada suatu bulan atau Tahun Pajak tersebut omzet Wajib Pajak tidak melebihi batasan pengenaan

16 pajak UMKM yaitu Rp ,00 dalam satu Tahun Pajak, maka pada Tahun Pajak berikutnya Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya menjadi skema umum. Untuk lebih jelasnya, ilustrasi Skema On-Off (Budi: 2013, 29) dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Skema On-Off Tarif Pajak dan Kompensasi Kerugian Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu pasal 3 ayat (1), tarif pajak UMKM adalah tarif tunggal sebesar 1%. Tarif ini dikenakan dari peredaran bruto atau omzet setiap bulannya dan bersifat final. Apabila Wajib Pajak UMKM memiliki cabang

17 usaha, maka perhitungan pajak UMKM ini dilakukan pada setiap masing-masing cabang tempat dilakukannya kegiatan usaha. Contoh kasus penerapan tarif tunggal 1% sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 dapat diilustrasikan sebagai berikut. Contoh kasus 2.1 : PT. Sukses Selalu telah memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh yang bersifat final sesuai PP No. 46 Tahun 2013, yaitu pada SPT Tahunan Badan Tahun Pajak 2012 omzet yang dilaporkan kurag dari Rp ,00. Pada bulan Agustus 2013 mendapat penghasilan bruto dari usaha penjualan sebesar Rp ,00. Pajak UMKM yang terutang untuk bulan Agustus 2013 dihitung sebagai berikut: Pajak UMKM = 1% X Rp ,00 = Rp ,00 Apabila PT. Sukses Selalu juga memliki 10 cabang usaha, dengan masing-masing omzet di setiap cabangnya Rp ,00, maka di setiap cabang PT. Sukses Selalu dikenakan pajak UMKM sebesar 1% X Rp ,00 atau sebesar Rp ,00. Sedangkan untuk kompensasi kerugian, pada prinsipnya apabila Wajib Pajak dikenai pajak final 1% atau Pajak UMKM maka tidak mempunyai hak untuk melakukan kompensasi kerugian atas kegiatan usahanya. Namun, bagi Wajib Pajak yang selain memiliki penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak UMKM juga memiliki penghasilan yang tidak dikenai Pajak UMKM, misalnya memiliki pekerjaan

18 bebas seperti akuntan atau pengacara, dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak UMKM tersebut dengan ketentuan sebagai berikut ini: 1. Kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak; 2. Tahun dikenai Pajak UMKM tetap menjadi bagian dari periode 5 (lima) tahun tersebut; 3. Kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak UMKM tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya. Contoh kasus penerapan kompensasi kerugian sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 dapat diilustrasikan sebagai berikut. Contoh kasus 2.2 : Wajib Pajak PT. Mujur Makmur mempunyai pembukuan dan mengalami kerugian atas kegiatan usahanya pada Tahun Pajak Berdasarkan ketentuan dalam UU PPh, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak Apabila pada Tahun Pajak 2014, peredaran bruto PT. Mujur Makmur ternyata kurang dari Rp ,00, maka PT. Mujur Makmur harus melaksanakan kewajiban perpajakannya mengacu pada PP No.46 Tahun 2013 atau dikenai Pajak UMKM. Sehingga, pada Tahun Pajak 2014 tersebut, PT. Mujur Makmur tidak dapat melakukan kompensasi atas kerugian kegiatan usahanya pada Tahun Pajak 2010 yang lalu, dan apabila ternyata pada Tahun Pajak 2014 PT. Mujur Makmur masih

19 mengalami kerugian, maka juga tidak dapat melakukan kompensasi kerugiannya pada Tahun Pajak Kredit Pajak Luar Negeri Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang berdasarkan ketentuan UU PPh dan aturan pelaksanannya atau PPh yang menggunakan skema umum. Contoh kasus penerapan kredit pajak luar negeri sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 dapat diilustrasikan sebagai berikut. Contoh kasus 2.3 : CV. Agung menjalankan usaha butik pakaian, memiliki butik pakaian di kota Sabah Malaysia dan di Bangkok Thailand. CV. Agung telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ABC. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masing butik tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut: Peredaran bruto di Sabah Malaysia = Rp ,00 Peredaran bruto di Bangkok Thailand = Rp ,00 Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan Pajak UMKM adalah jumlah peredaran bruto butik di Sabah Malaysia saja, yaitu sebesar Rp ,00. Penghasilan yang diterima dari butik di Bangkok Thailand, tidak dapat diperhitungkan dalam menghitung batasan peredaran bruto untuk dapat dikenai Pajak

20 UMKM.Atas penghasilan di Bangkok Thailand, CV. Agung dipotong PPh oleh pemerintah setempat dan diberikan bukti potongnya. Dalam laporan tahunan SPT PPh Badan Tahun Pajak 2013, CV. Agung dapat mengkreditkan PPh yang telah dipotong atau dibayar di Bangkok Thailand sesuai mekanisme pengkreditan pajak luar negeri Pasal 24 UU PPh Pemotongan/Pemungutan PPh oleh Pihak Lain Apabila Wajib Pajak dikenaik Pajak Final 1%, tetapi ada penghasilan atas usahanya yang wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan oleh pihak lainyang bersifat tidak final, maka atas pemotongan/pemungutan tersebut dapat dibebaskan. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas (SKB) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar atas nama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berdasarkan surat permohonan surat permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Mengenai permohonan SKB ini diatur dalam PER-32/PJ/2013 tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Permohonan Surat Keterangan Bebas

21 Bila Wajib Pajak (WP) telah memenuhi syarat sebagai WP yang termasuk ke dalam kategori Peredaran Bruto Tertentu, maka WP tersebut dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan/pemungutan PPh yaitu atas PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 22 atas impor, dan PPh Pasal Persyaratan Permohonan Surat Keterangan Bebas Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan pajak tersebut, WP mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar dan tempat menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Syarat yang harus dipenuhi WP adalah: a. Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk WP yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan Surat Keterangan Bebas (SKB). Misalnya, untuk pengajuan SKB pada tahun 2014, WP harus sudah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak b. Menyerahkan Surat Pernyataan dengan dibubuhi meterai yang ditandatangani WP atau kuasa WP yang telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan, yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai PPh bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukan SKB, untuk WP yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya SKB.

22 c. Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja (SPK), Surat Pemegang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya dari transaksi yang dilakukan. d. Ditandatangani oleh WP atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus yang memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP. 2. Penerbitan SKB Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang diajukan WP, selanjutnya KPP melakukan penelitian menyangkut persyaratan formal dan materiil sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Dari penelitian yang dilakukan KPP akan menghasilkan keputusan berupa menerima atau menolak Penelitian Terdahulu Sebagai bahan referensi dan rujukan terhadap analisis hasil penelitian ini, maka diperlukan penelitian terdahulu yaitu penelitian menurut Mutiah et all (2011) yang berjudul Interpretasi Pajak dan Implikasinya Menurut Prespektif Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Sebuah Studi Interpretif). Dengan menggunakan pedekatan fenomenologi, penelitian tersebut diharapkan untuk mengetahui seberapa dalam penafsiran atau penginterpretasian Wajib Pajak UMKM terhadap pajak. Dengan demikian akan diketahui tingkat pemahaman Wajib Pajak terhadap perpajakan dan kinerja dari aparat pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak.

23 Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa informan yang diwawancarai peneliti menginterpretasikan pajak hampir sudah mengena terhadap substansi dari pajak itu sendiri meliputi (suatu kewajiban, digunakan untuk pengeluaran umum dan didasarkan pada undang-undang).hal ini mengindikasikan bahwa, informan cukup paham terhadap substansi pajak. Namun terhadap implikasi dari adanya pajak bagi UMKM menunjukkan bahwa dengan adanya pajak maka akan memberikan dampak atau implikasi yang cenderung mengarah pada suatu kerepotan, informan merasa banyak yang harus dikerjakan terkait adanya pajak yang dikenakan. Berdasarkan masalah-masalah yang ada pada penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman dan kesadaran Wajib Pajak UMKM terhadap penerapan PP Nomor 46 Tahun 2013 yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Juli 2013, sehingga dapat diketahui kepatuhan pajak Wajib Pajak UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013.

24 2.3. Rerangka Pemikiran Berikut ini merupakan gambar dari rerangka pemikiran dalam penelitian ini: Kepatuhan Pajak dengan Pendekatan Kesadaran dan Keadilan (Studi Pada Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Surabaya) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Prinsip Kesadaran Prinsip Keadilan Kepatuhan Pajak Pengumpulan Data: 1. Survey pendahuluan 2. Wawancara kepada informan yaitu Wajib Pajak UMKM Analisis Data: 1. Meneliti pernyataan yang relevan dengan penelitian 2. Menjelaskan secara naratif hasil penelitian 3. Memberikan kesimpulan hasil penelitian Gambar 2 Rerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Adriani (2002:4) yaitu: Iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajaknya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5424 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. BAB I 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional pada dasarnya diselenggarakan untuk masyarakat dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6120 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 202) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN 2013 A. Pengaturan PPh UMKM di Indonesia 1. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang menjadi Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1) adalah : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Sistem Pembukuan Pembukuan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh lembaga, perusahaan, atau pengusaha skala kecil dan menengah dalam mengatur keuangannya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, yang dikutip dari buku Perpajakan karangan Dr. Mardiasmo, MBA,. Ak (2011:1): Pajak adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan. Umum dan Tata Cara Perpajakan di Pasal 1 sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan. Umum dan Tata Cara Perpajakan di Pasal 1 sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di Pasal

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA

BAB III GAMBARAN DATA BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam menjalankan peran pemerintahan. Pajak menjadi pemegang andil terbesar dalam pembangunan di seluruh

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

Dalam system pemungutan pajak, dikenal beberapa system antara. lain :

Dalam system pemungutan pajak, dikenal beberapa system antara. lain : BAB III IMPLEMENTASI PPH FINAL ATAS WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU BERDASARKAN PP 46 TAHUN 2013 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG TIMUR 3.1 Tinjauan Umum Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitan ini menggunakan beberapa sumber dari penelitian terdahulu sebagai dasar penelitiannya, penelitian-penelitian yang terdahulu adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara pada tahun 2014, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp

BAB I PENDAHULUAN. Negara pada tahun 2014, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan Negara dalam pembiayaan pemerintah, pembangunan pajak, serta bea dan cukai, juga termaksud tulang punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) mensukseskan pembangunan nasional secara merata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) mensukseskan pembangunan nasional secara merata untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai Negara yang berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan dalam pencapaian target yang direncanakan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia, merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti; pembangunan infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beberapa istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 adalah

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber terpenting dalam penerimaan negara dan dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Definisi Kepatuhan Wajib pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta (2006), istilah kepatuhan berarti ketaatan kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan Negara yang dominan.reformasi perpajakan mulai berjalan dan telah

BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan Negara yang dominan.reformasi perpajakan mulai berjalan dan telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, perpajakan telah menjadi sumber penerimaan Negara yang dominan.reformasi perpajakan mulai berjalan dan telah membuahkan hasilnya.kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu negara dibutuhkan adanya sumber dana untuk membiayai pengeluaran negara dalam rangka pembangunan, memperbaiki kesejahteraan hidup rakyat, dan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

Lebih terperinci

Heltyova Purba. Erly Suandy. Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta

Heltyova Purba. Erly Suandy. Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta ANALISIS PERBEDAAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN DENGAN PPH FINAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI USAHAWAN DI BIDANG USAHA PERDAGANGAN PADA KPP PRATAMA INDRAMAYU Heltyova Purba Erly

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

PRES I DEN REPUELIK INDONESIA IENTANG. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

PRES I DEN REPUELIK INDONESIA IENTANG. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun PRES I DEN REPUELIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 IENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DiPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Pajak II.1.1 Pengertian, Unsur dan Fungsi Pajak Pada dewasa ini perusahaan membutuhkan laporan operasional dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, sumber

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL

BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL 2.1. Perpajakan Pengertian pajak menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan tata cara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2017-01-07 Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut Mangkoesoebroto (Timbul Hamonangan, 2012: 9) pajak adalah suatu pungutan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Penulisan pelaksanaan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) yang mampu berperan sebagai tenaga yang terampil, kritis dan siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) yang mampu berperan sebagai tenaga yang terampil, kritis dan siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) Globalisasi telah menjalar dan berkembang ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Globalisasi juga memberikan dampak yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PPH FINAL. negara, sehingga negara dapat terus berkembang. Penerimaan pajak yang

BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PPH FINAL. negara, sehingga negara dapat terus berkembang. Penerimaan pajak yang BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PPH FINAL 2.1 Pajak Pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga negara guna membangun negara, sehingga negara dapat terus berkembang. Penerimaan pajak yang bersumber dari

Lebih terperinci

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal BADAN ORANG PRIBADI Syarat Objektif Syarat Subjektif Wilayah tempat kedudukan KANTOR PELAYANAN PAJAK Wilayah tempat tinggal Fungsi NPWP - Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan - Sebagai identitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Fungsi, Pembagian, dan Sistem Pemungutan Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 3.1 Pajak 2..1 Definisi Pajak Ada bermacam macam pengertian tentang pajak menurut beberapa ahli. Definisi tersebut antara lain: (2011:1): Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro,S.H.

Lebih terperinci

BAB VI ASPEK KEUANGAN

BAB VI ASPEK KEUANGAN BAB VI ASPEK KEUANGAN Bagian ini menjelaskan tentang kebutuhan dana, sumber dana, proyeksi neraca, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, dan penilaian kelayakan investasi. Proyeksi keuangan ini akan dibuat

Lebih terperinci

BAB III. 2. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam buku Resmi (2013) yaitu:

BAB III. 2. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam buku Resmi (2013) yaitu: BAB III TINJAUAN TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) PADA PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK CANDISARI 3.1. Tinjauan Perpajakan 3.1.1 Pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sumber dana dalam membiayai berbagai pengeluaran negara. Pada era Orde

BAB I PENDAHULUAN. banyak sumber dana dalam membiayai berbagai pengeluaran negara. Pada era Orde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang tengah dilakukan bangsa Indonesia membutuhkan banyak sumber dana dalam membiayai berbagai pengeluaran negara. Pada era Orde Baru, dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh 165 BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh PENGERTIAN SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, sama

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pajak Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktik di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu BAB II LANDASAN TEORI Dalam penelitian ini penulis akan membahas atau menganalisis hubungan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak dapat dirasakan secara langsung oleh wajib pajak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.1 Definisi Pajak Dalam Suandy (2011:5) Pajak di definisikan sebagai pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang dan jasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan undang-undang no.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013 TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

final. Menurut Mustadir (2013) Sederhana dan mudah! Itulah nafas utama dari

final. Menurut Mustadir (2013) Sederhana dan mudah! Itulah nafas utama dari LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam rangka penyederhanaan dan memberikan kemudahan dalam perhitungan kewajiban perpajakan, maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci