BAB I PENDAHULUAN. Survival dimaknai sebagai upaya individu atau kelompok untuk bertahan hidup dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Survival dimaknai sebagai upaya individu atau kelompok untuk bertahan hidup dari"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survival dimaknai sebagai upaya individu atau kelompok untuk bertahan hidup dari kondisi-kondisi sulit atau bahaya, dalam menerapkan strategi survival setiap individu atau kelompok mempunyai strategi yang berbeda tergantung karakteristik, struktur dan pola masyarakat yang terbentuk di dalamnya. Begitu juga strategi survival yang diterapkan oleh buruh perkebunan Pagilaran di desa Keteleng, kecamatan Blado, kabupaten Batang. Sebagai desa yang terletak di dalam perkebunan kehidupan warganya bergantung pada pasang surut kondisi perkebunan. Keberadaan buruh perkebunan di desa Keteleng sudah ada sejak zaman kolonial, berawal dari penetapan undang-undang agraria pada tahun 1850 yang memberi kesempatan bagi pengusaha swasta asing untuk menanamkan modal di negara jajahan. Perkebunan Pagilaran didirikan pada tahun 1880 oleh maskapai Belanda di sekitar gunung Kemulyan. Berdirinya perkebunan secara tidak langsung mengubah struktur dan karakteristik budaya masyarakat sekitar perkebunan. Pada awalnya masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan bertumpu pada sistem pertanian, karena lahan pertanian mereka di sewa oleh Belanda, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya mereka bekerja sebagai buruh perkebunan. Sebagai buruh kehidupan warga Keteleng dihadapkan pada dualisme sistem ekonomi, yaitu sistem ekonomi tradisional dan sistem ekonomi kapitalis dimana segala sesuatu dinilai dengan upah. Lambat laun mengubah perinsip-perinsip kebersamaan secara tradisonal sejak dulu menjadi sistem nilai hidup bermasyarakat untuk menjamin kelangsungan hidup warga, yang didasarkan pada ikatan

2 komunal mulai bergeser menjadi sistem nilai yang berbentuk konkrit dalam bentuk timbal jasa berupa upah, terutama aktivitas dalam memeliharaan perkebunan. Peralihan sistem tradisonal ke dalam sistem kapitalisme telah memunculkan struktur baru di dalam masyarakat desa Keteleng, yaitu struktur pelapisan masyarakat perkebunan menjadi dua kelas, yaitu pekerja dan pemilik modal. Secara struktural di golongkan menjadi empat lapisan terdiri dari pemilik modal, administratur/ kepala kebun, staf/ karyawan, mandor besar, mandor dan buruh. Buruh dalam pelapisan sosial menempati kelas paling paling bawah, sehingga harus menerima konsekuensi mendapatkan upah yang rendah. Saat ini PT Pagilaran masih memberikan upah di bawah standar minimum kabupaten Batang, upah yang diterima oleh buruh petik saat ini masih berkisar antara Rp ,- sampai Rp ,- dengan rata-rata jumlah petikan 10 kg sampai 30 kg bisa dikatakan kehidupan mereka jauh dari kata sejahtera, jika dibandingkan dengan UMR Kabupaten Batang dengan frekuensi waktu kerja 5 jam sampai 8 jam kerja, sedangkan untuk mencari pekerjaan sampingan cukup sulit dikarenakan waktu mereka dihabiskan bekerja di perkebunan, karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan buruh dan keluarganya tidak mempunyai pilihan lain selain bekerja, bertahan hidup dan menjadi bagian dari sistem perkebunan. Kondisi sosial ekonomi seperti ini membawa keluarga buruh pada posisi untuk menjaga kelangsungan kontinuitas kerja sebagai jaminan kelangsungan hidupnya. Maka yang terpenting bagi keluarga buruh adalah tenaga yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga, selain itu mereka juga menerapkan strategi survival untuk bertahan hidup di perkebunan. Survival sendiri tidak hanya sebuah konsep ekonomi, tetapi suatu konsep yang menyangkut banyak aspek yang berkaitan dengan kebutuhan manusia terkait dengan norma sosial budaya, motivasi, pengalaman,

3 pengetahuan dan pendidikan, kondisi fisik dan sosial, yang mempengaruhi strategi suvival setiap individu maupun kelompok berbeda. Dari gambaran kondisi kehidupan buruh, secara empirik (das sein) buruh perkebunan menjadi objek yang relevan kondisi saat ini, dimana buruh dihadapkan pada beberapa aspek yaitu: Pertama, upah yang rendah dan kondisi ekonomi yang tidak stabil membuat kehidupan buruh perkebunan semakin sulit. Kedua, Buruh dihadapkan pada dualisme sistem ekonomi, dimana perinsip kebersamaan secara tradisonal berdasarkan pada ikatan komunal yang menjamin kelangsungan hidup tidak bisa diharapkan lagi, ketika sistem nilai-nilai sosial bergeser didasarkan pada upah dan hubungan kontraktual. Ketiga. Secara subtansial kondisi perburuhan di perkebunan saat ini dibandingkan dengan masa kolonial hampir sama, meskipun secara umum kondisi situsi ekonomi, politik, dan sosial di dua zaman membawa ralitas yang berbeda pada struktur dan kehidupan buruh perkebunan. Sedangkan secara teoritik (das sollen) penelitan terdahulu yang relevan dikaji, khususnya menyinggung strategi survival masyarakat perkebunan. Dari latar belakang diatas sebagai dasar penelitian strategi survival masyarakat perkebunan di dua dusun Pagilaran dan dusun Kemadang Penelitian ini di selenggarakan di dua dusun didasarkan pada beberapa aspek yaitu: Pertama. Dusun Kemadang dan dusun Pagilaran secara administratif masuk dalam wilayah Desa Keteleng, sebagai desa yang terletak di dalam perkebunan sebagian besar warganya bekerja di perkebunan. Kedua, meskipun letak dua dusun berada di dalam perkebunan terdapat prototipe perumahan yang berbeda, yaitu perumahan penduduk asli dan perumahan dinas (implasemen) sebagai perumahan dinas buruh dan karyawan PT Pagilaran, perbedaan prototipe pola pemukiman berbeda memberikan karakteristik budaya dan struktur masyarakat yang berbeda. Perbedaan inilah yang membedakan strategi survival buruh perkebunan di dua dusun Pagilaran dan Kemadang.

4 Lewat penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran strategi survival dan realitas kehidupan buruh perkebunan dengan segala keterbatasan yang dimiliki baik dalam segi lokasi, tata ruang, ekologi, dan kondisi sosial ekonomi yang membuat mereka bisa tetap survive hidup di perkebunan secara turun temurun. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas rumusan masalah dalam penelitian ini, bagaimana strategi survival buruh perkebunan dua dusun Pagilaran dan Kemadang Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini mencoba untuk mengetahui strategi survival buruh perkebunan dua dusun Pagilaran dan dusun Kemadang Manfaat Penelitian Melalui penelitian-penelitian literatur maupun hasil penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat antara lain: 1. Diharapkan dapat menambah penelitian pustaka mengenai strategi survival buruh perkebunan dalam menghadapi masa-masa sulit. 2. Dari penelitian ini diharapkan dapat melihat kehidupan buruh perkebunan dari dekat bagaimana strategi mereka bertahan hidup terhadap kondisi-kondisi sulit dan kendalakendala apa yang dihadapi oleh buruh untuk tetap survive.

5 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Tema strategi survival dengan objek penelitian petani maupun buruh perkebunan di Indonesia, khususnya pulau Jawa memang telah banyak dilakukan oleh beberapa ahli baik dari dalam maupun luar negeri, sejak zaman kolonial hingga sekarang. Berbagai penelitian tersebut telah menghasilkan beragam intrepretasi dan kesimpulan, dikarenakan perbedaan antara lain. Pertama, Lokasi dan fokus penelitian. Kedua, pendekatan, metode dan strategi dalam analisis data penelitian, dan Ketiga. teori yang digunakan sebagai pijakan penelitian. Terkait dengan konteks penelitian ini, ditampilkan beberapa penelitian yang membahas tentang strategi survival Hasil Penelitian Terdahulu terkait Strategi Survival Dalam Tesis Sahryzal (1996) Strategi buruh perkebunan mengatasi kemiskinan Studi di perkebunan teh Mitra Kerinci di desa sungai lembai Kecamatan Sangir kabupaten Solok Sumatra Barat. Penelitian Syahrizal mengkaji kehidupan buruh perkebunan teh, dengan melihat dari sudut pandang rumah tangga buruh sebagai subjek penelitian, faktor kemiskinan keluarga buruh menjadi latar belakang penelitian ini, terkait dengan strategi survival buruh perkebunan bertahan hidup. Untuk bertahan hidup buruh perkebunan menerapkan strategi survival dengan : melakukan usaha produksi subsistensi, melakukan pekerjaan tambahan, menekan pengeluaran rumah tangga, berhutang di warung, membentuk jaringan sosial, membatasi jumlah anak dan strategi masa depan. Dalam disertasinya Syahrizal menyimpulkan bahwa masyarakat perkebunan bukanlah masyarakat yang pasif menerima keadaan, mereka mempunyai keinginan untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Dengan bekerja keras, menyisihkan pendapatan mereka

6 untuk di tabung, dengan tabungan yang mereka merencanakan strategi masa depan yang lebih baik. Dalam Tesis Maddukeleng (1997) terkait dengan posisi dan kedudukan buruh di desa Bohotokong Kecamatan Bintai kabupaten Banggai. Penelitian ini melihat hubungan antara majikan dan buruh perkebunan kelapa, dimana semua lahan dikuasai oleh etnis Cina (majikan) sebagai bentuk peralihan kuasa kolonial Belanda. Maddukeleng menyimpulkan bahwa perkebunan saat ini masih mewarisi sistem kolonial Belanda, dan tradisi yang berlaku menunjukan pola hubungan vertikal (kekuasaan), yakni hubungan majikan ke buruh dalam satu arah. Majikan mengeksploitasi buruh dengan sistim kerja (cara penggajian, penanaman, pemberian bantuan, dan penguasaan lahan perkebunan). Pola hubungan Patron Klien masih mewarnai kehidupan di perkebunan Onderneming, hal ini terlihat ketika majikan memberikan pinjaman bersyarat kepada keluarga buruh berupa uang maupun barang dan atauran kerja yang mengikat, dengan tujuan agar buruh terikat oleh ikatan solidaritas mekanis yang mendudukkan buruh sebagai Klien. Studi lain dilakukan oleh Ian Bremen dan Gunawan Windradi dalam bukunya masa Cerah dan Masa Suram dalam versi bahasa Indonesia, dalam versi bahasa Inggrisnya yaitu Good Time and Bad Time in Rural Java merupakan sebuah studi longitudinal mengenai kehidupan dan kerja di dua desa di pantai utara Jawa Barat, selama akhir abad ke-20. Penelitian Bremen di awali pada awal tahun 1980 dan awal tahun 1990-an ketika Orde Baru masih berkuasa. Dengan kemajuan ekonomi yang pesat ditandai dengan angkatan kerja pedesaan yang besar, jumlah tenaga kerja pedesaan yang besar tidak diimbangi dengan ketersedian tenaga kerja sebagian dari mereka melakukan urbanisasi dari desa ke kota. Tenaga kerja dari desa ke

7 kota di sebut Windradi (2004: 53) sebagai urban penglaju, hal ini ditentukan oleh intenstasitas waktu selama bekerja di kota. Penelitian Bremen dilanjutkan pada akhir tahun 90-an terkait dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia, merupakan masa suram sepanjang sejarah kehidupan buruh di Indonesia. Ribuan buruh yang bekerja di bidang industri dan kontruksi mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), berdampak pada sektor informal, para buruh yang bekerja di bidang transportasi, perdagangan, dan cabang ekonomi lain kehilangan pekerjaan, menyebabkan terjadinya deurbanisasi dari kota ke desa (Surya Kusuma, Julia : 217). De-urbanisasai sebagai gejala perpindahan horizontal perpindahan buruh dari kota ke desa akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Buruh yang di PHK mulai mencari pekerjaan di sektor pertanian, yang menjadi pertanyaan sejauh mana sektor pertanian mampu menampung jumlah tenaga kerja, ketika ketersediaan lahan tidak sebanding di mana semua berebut untuk mendapatkan kesempatan untuk bekerja kondisi ini memunculkan permasalahan sosial yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran baik itu pengangguran mutlak, maupun pengangguran terselubung. Bremen lebih menekankan menggunakan klasifikasi sosio-ekonomi terkait denan tentang strategi survival yang digunakan oleh buruh pertanian menghadapi krisis, dengan mengklasifikasikan beberapa kriteria rumah tangga berdasarkan kelas sosial. Pengklasifikasian ini dilakukan oleh Bremen untuk merekam gaya hidup rumah tangga dan berusaha merekam bagaimana gaya hidup itu berubah seiring dengan adanya krisis moneter (krismon). Penelitian Bremen lebih dititik beratkan pada kehidupan buruh pertanian pedesaan yang bekerja di kota sebagai buruh penglaju. Kehidupan buruh sebelum krisis sudah sulit mencari nafkah di sektor pertanian di desa, sehingga mereka terpaksa mengembara dan melaju ke perkotaan sampai ke Jakarta. Sebagian besar buruh penglaju bekerja di sektor konstruksi

8 sebagai kuli bangunan, dengan adanya krisis moneter mereka terpaksa kehilangan pekerjaannya untuk waktu yang tidak ditentukan dan terpaksa kembali ke desa (de-urbanisasi) di desa ketersediaan lapangan pekerjaan sangat sempit dan mereka terpaksa menganggur untuk waktu ditentukan (Suryakusuma, 2012: 235).. Stretegi-strategi bertahan hidup (survival) yang dilakukan oleh buruh beragam, bagi golongan menengah mereka menggunakan tabungan mereka di dapat saat kesejahteraan mereka lebih baik, tabungan mereka habis mulai menjual barang-barang konsumsi seperti perhiasan emas, televisi, kendaraan bermotor, kipas angin dll. Sedangkan lapisan bawah mereka tidak memiliki barang berharga mereka terpaksa bekerja serabutan meskipun dengan resiko dibayar sangat murah. Mereka mulai mengurangi jatah makan dari tiga kali menjadi dua kali, menjadi sekali dengan alternatif menggunakan makanan pengganti dari nasi menjadi jagung. Strategi strategi yang mereka lakukan bersifat temporer (sementara), para buruh tunakisma mengatasi masa krisis dengan daya tubuh mereka, di sisi lain mulai mengandalkan sistem kekerabatan dengan meminta dan menerima bantuan dari orang sekitar, sanak kerabat dan tetangga dekat. Tentu saja bantuan ini juga tidak bisa diandalkan juga dihadapkan pada kondisi yang sama, yaitu kemiskinan. Akantetapi solidaritas kelompok menjadi mekanisme sosial yang digunakan oleh buruh untuk bertahan dari krisis. Penelitian Bremen dan Windradi menemukan hal yang berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya, bahwa untuk bertahan hidup buruh menerapkan strategi survival dengan memanfaatkan mekanisme-mekanisme jaringan sosial didasarakan pada perinsip-perinsip kegotong royongan sudah mulai dihilangkan, yang tersisa hanya kewajiban membantu tetangga karena adanya ikatan sosial. Hal ini disebabkan oleh sistem diversifikasi ekonomi pertanian dan meningkatnya orientasi pada dunia luar yang berorientasi pada ekonomi dan modenrnitas di

9 lingkungan masyarakat desa. Hubungan sosial yang terjalin antara warga masyarakat desa telah termonotisasi sama seperti kehidupan masyarakat kota. Ini berdampak pada hakekat hubungan sosial yang memiliki ciri kontraktual tertentu, dan transaksi keuangan memainkan peran sentral dalam menata jaringan sosial. Dalam mekanisme bertahan hidup masyarakat pedesaan mengandalkan sektor informal. Sektor informal ini menjadi tumpuan buruh tunakisma mendapatkan penghasilan, sebagai pekerja serabutan dilakukan untuk bertahan hidup meskipun hasilnya tidak bisa dia andalkan. Bagi masyarakat Jawa krisis bukan sesuatu yang baru, dimana mereka harus mengencangkan ikat pinggang menjadi suatu hal yang lazim terjadi. Pengalaman mereka di jajah Belanda selama 350 tahun, dilanjutkan Jepang setidaknya memberikan makna tentang hakekat hidup bahwa ada masa cerah dan masa suram kehidupan sehingga mereka mempunyai keyakinan dengan bertahan hidup dan bertumpu pada kekuatan diri sendiri untuk tetap survive. Penelitian lain terkait strategi masyarakat pertanian di Jawa antara lain Amri Marzali (2003) terkait strategi survival petani Cikalong dalam menghadapi kemiskinan. Strategi yang dilakukan oleh petani miskin di Cikalong menghadapi kemiskinan yaitu dengan bergantung pada mekanisme jaringan sosial yang didasarkan pada ikatan komunal yang terbentuk antar warga masyarakat Cikalong. Etika subsistensi, gotong royong, hubungan patron klien sebagai sisten ekonomi tradisonal sebagai penjamin kelangsungan hidup buruh tani miskin di desa Cikalong. Seperti halnya Marzali, Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Hayami dan Kikuchi (1981) menganalisis hubungan kontrak antara petani dan buruh tani hubungan (Patron klien) sebagai salah satu strategi bertahan hidup, hubungan ini terjalin didasarkan atas ikatan moral tradisonal dan masih bekerjanya sistem pranata sosial di dalam masyarakat, meskipun Hayami dan Kikuchi tidak memungkiri bahwa terjadi perubahan orientasi di dalam masyarakat pedesaan terkait

10 dengan komersialisasi barang dan jasa. Hal yang sama juga ditekankan oleh JH Booke, dan Geertz yang lebih menekankan pada pendekatan moral ekonomi petani subsistensi, tolong menolong sebagai bagian dari hidup peasant di Jawa. Analisis berbeda diungkapkan oleh Igelson (1930) dikutip (Saptari, 2013:22) terkait strategi survival buruh menghadapi resesi ekonomi dikarenakan penyusutan eksport gula yang berdampak pada pemecatan buruh pribumi dengan argumen masyarakat pribumi mempunyai jaringan sosial didasarkan pada ikatan komunal untuk tetap bertahan hidup. Akantetapi pandangan akan jaring pengaman sosial yang didasarkan pada ikatan komunal pada masyarakat pribumi tidak bisa di andalkan. Etika hubungan subsistensi, gotong royong, dan hubungan Patron-Klien sebagai bentuk budaya masyarakat Jawa di dalam bidang industri dan tenaga kerja mengalami pergeseran, hal ini disebabkan oleh surplus tenaga kerja di sektor pertanian, di mana semua berebut untuk mendapatkan kesempatan ikut memanen. Sedangkan lahan petanian di Jawa luasnya terbatas, dampak lain menurut Igelson dikutip (dalam Saptari, 2013:133) Buruh lebih mengandalkan dengan membentuk mekanisme sosial tersendiri untuk bertahan dari krisis, dengan mencari pekerjaan di sektor lain yaitu dengan mengembangkan sektor informal diantaranya : kerja di sektor bangunan sebagai kuli, menjual makanan yang dikombinasikan dengan penurunan tingkat konsumsi. Respon dan Strategi bertahan hidup buruh perkebunan berdasarkan referensi di atas, penelitian ini memiliki kesamaan dan perbedaan tetang kehidupan buruh untuk bertahan dari krisis, yaitu dengan etika subsistensi, melalui hubungan patron-klien. Dalam penelitian ini lebih menekankan pada strategi survival buruh perkebunan.

11 1.6. Kerangka Konseptual Dalam kerangka konseptual ini memaparkan dimensi-dimensi utama dari penelitian, faktor-faktor kunci yang menghubungkan suatu perkspektif atau paradigma tertentu sebagai orientasi teoritis dalam proses penelitian. Pertama adalah mengurai konsep buruh menurut Marx, yaitu dengan menjelaskan akar persoalan upah dan hubungan buruh dengan majikan. Kedua menjelaskan dualisme Boeke terkait dualisme sistem ekonomi masyarakat perkebunan, dan teori Subsistensi James Scott dan Ian Bremen untuk mengurai strategi survival buruh perkebunan, Bagan Alur Berfikir Kerangka Konseptual Buruh perkebunan Buruh yang berasal dari penduduk asli Buruh yang tinggal di perumahan dinas Upah dan Kesejahteraan hidup yang rendah Strategi Survival di pengaruhi Dualisme Ekonomi Masyarakat dusun Kemadang Ikatan Komunal Masyarakat Dusun Pagilar Bertahan dengan dirinya sendiri

12 1.6.1 Buruh Menurut Marx buruh adalah orang yang menjual tenaganya demi kelangsungan hidupnya, tidak memilki sarana atau faktor produksi selain tenaganya sendiri, dan bekerja untuk menerima upah (Suseno, Franz Magnis. 2003:18). Buruh sebagai kelompok sosial sendiri dalam sejarah indonesia berhubungan erat dengan masuknya paham kapitalisme di Indonesia pada abad ke -19, ditandai dengan dibukanya perkebunan dan pertambangan pada masa kolonialisme Belanda. Dalam perkembanganya istilah buruh menjadi kategori sosial kelompok penerima upah dalam posisi kelas pekerja perkebunan dan industri. Sedangkan mereka yang bekerja di sektor formal dan instansi pemerintah menggunakan istilah karyawan, pegawai. Sedangkan kata kuli mempunyai makna sama dengan buruh mengalami penyempitan makna lebih rendah dari buruh. Kata kuli berasal dari kata quli dalam bahasa hindi artinya pelayan atau pekerja kasar (Elok, Mahbubah,2003:93) Untuk menganalisa struktur masyarakat perkebunan dalam hal ini melalui pendekatan struktural yang berakar pada matrialisme historis Marx. Secara tradisonal sudah diasumsikan bahwa tekanan utama Marx adalah pada kebutuhan material dan perjuangan kelas sebagai akibat dari usaha-usaha memenuhi kebutuhan, dalam pandangan ini ide-ide dan kesadaran manusia tidak lain dari pada refleksi yang salah tentang kondisi-kondisi materiil, yang dipusatkan pada usaha meningkatkan suatu revolusi sosial sedemikian sehingga kaum proletariat dapat menikmati sebagian besar kelimpahan materi yang dihasilkan oleh industrialisme (Doyle Paul Johnson,1986). Menurut Marx pemilikan penguasaan yang berbeda atas barang milik ini merupakan dasar yang azazi untuk munculnya kelas-kelas sosial. Karena sumber-sumber materi yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan mereka bersifat langka, hubungan antara kelas yanga

13 berbeda itu menjadi kompetitif dan bersifat antagonis. Masing-masing kegiatan produktif serta gaya hidup pada umumnya ditentukan oleh posisinya dalam pembagian kerja dan oleh penggunaan sumber-sumber materi yang tersedia. Kegiatan individu apakah diarahkan untuk sekedar mempertahankan hidup biologis, atau untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia yang dibatasi oleh kedudukan sosial setiap individu baik itu sebagai buruh maupun kedudukannya sebagai pemilik modal. Marx dan Engel (Ritzer, 2012: 335) melihat perubahan-perubahan utama kondisi-kondisi materi dan cara produksi satu pihak hubungan-hubungan sosial dan norma-norma pendidikan di lain pihak, mulai dari masyarakat primitif ditandai secara kolektif pembagian kerja sangat kecil. Tahap ini disusul dengan tipe struktur sosial komunal purba yang ditandai oleh bentuknya yang lebih besar dan pembagian kerja yang semakin tinggi dan mulai adanya pemilikan pribadi. Tahap pokok berikutnya adalah sistem feodal, yag meliputi perkembangan lebih lanjut dalam pembagian kerja dan pola-pola pemilikan kekayaan pribadi yang lebih ketat. Tahap feodal ini akhirnya memberikan jalan produksi borjuis dan hubungan-hubungan sosial yang menyertainya. Keberadaan kaum borjuis didalam masyarakat komunal dipengaruhi oleh idiologiidiologi individualitas dan berkurangnya hubungan manusiawi menjadi hubungan pemilikan. Dalam tahap kapitalis buruh upah proletar memiliki hubungan dengan majikan borjuis sematamata sebagai seorang penjual tenaga kerja yang kegiatan produktifnya digunakan untuk menghasilkan produk-produk yang dijual dalam sistem pasar yang bersifat impersonal. Tahap ini akhirnya disusun oleh tahap komunis, menurut gagasan ideal Marx merupakan satu tahap di mana pemilikan pribadi akan lenyap dan individu-individu akan berinteraksi dalam hubunganhubungan komunal, tidak semua didasarkan pada hubungan ekonomi. Lebih lebih lagi aspek aspek pembagian kerja yang menekan dan merendahkan martabat manusia akan diganti dengan

14 satu sistem yang akan memungkinkan individu untuk mengembangkan sebesar-besarnya kemampuan manusiawinya dari pada hanya terbatas satu bagian kerja sempit. Dalam pandangan Marx bahwa manusia menciptakan sejarah sendiri selama mereka berjuang menghadapi lingkungan meteriilnya dan terlibat dalam hubungan sosial yang terbatas dalam proses ini. Tetapi kemampuan manusia untuk membuat sejarahnya sendiri di batasi oleh keadaan materiil dan sosial. Dan tidak tersebarnya secara merata alat-alat produksi dikalangan anggota masyarakat mengakibatkan mereka yang tidak memiliki alat-alat produksi harus menjalin hubungan sosial untuk memiliki alat-alat produksi. Hasilmya berupa differensiasi masyarakat ke dalam kelas-kelas ekonomi dan sosial yang membentuk struktur masyarakat. Dimana Marx melihat konsep kelas sebagai kategori yang medasar dalam struktur sosial. Pembagian yang paling penting dalam masyarakat adalah pembagian antara kelas-kelas yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi kedudukan individu adalah gaya hidup dan kesadaran individu dalam posisi kelas, ketegangan atau konflik di dalam masyarakat adalah ketegangan antara kelas yang sosial. Struktur klas di dalam masyarakat perkebunan secara umum dibagi menjadi empat golongan: pertama, administratur ; kedua, pegawai staf; ketiga pegawai nonstaf; dan keempat buruh perkebunan menurut Becford (dalam Mubyarto, 1992: 115). Penggolongan tenaga kerja ini terpisah secara kaku yaitu didasarkan pada perbedaan bangsa, warna kulit, ras, serta status dan sistem upah sangat mewarnai struktur di dalam masyarakat perkebunan. Meskipun saat ini telah bergeser tetapi sosial warisan kolonial masih tetap di pertahankan.secara hierarki struktur kelas dalam masyarakat perkebunan saat ini kedudukan dan jabatan di dalam perkebunan bersifat mobilitas terbuka dalam arti normatif dalam realitas di lapangan struktur kelas di bagi menjadi beberapa lapisan yang membentuk pola hubungan yang tidak seimbang terkait dengan perbedaan

15 kepentingan antara buruh dan perkebunan yang dikukuhkan dalam perjanjian kerja berupa peraturan yang harus ditaati dan sanksi-sanksi jika terjadi pelanggaran (Silaban,2009:70). Hubungan antara buruh dan perkebunan sebagai pihak yang dieksploitasi dan mengeksploitasi. Secara konsptual buruh adalah orang menjual tenaga demi kelangsungan hidupnya, buruh tidak mempunyai sarana produksi selain tenaganya sendiri. Dengan kata lain buruh adalah sumber daya manusia yang diperlukan dalam proses produksi selain pengusaha dan pemilik modal, hal paling sejati diterima oleh buruh adalah upah tinggi rendahnya upah ditentukan oleh nilai tenaga kerja. Nilai tenaga kerja dapat dimaknai sebagai jumlah nilai komoditi yang harus dibeli oleh buruh ditentukan oleh kebutuhan dasar buruh yaitu dari makanan, pakaian, tempat tinggal, dan semua kebutuhan buruh dan keluarganya (kebutuhan primer). upah bagi buruh menjadi hal yang penting, sementara bagi pengusaha upah pekerja merupakan biaya yang selalu diusahakan agar dapat ditekan hingga tingkat paling rendah demi keuntungan maksimal (Suseno, Franz Magnis.2003) Strategi Survival Menurut Steefland, strategi biasanya digunkan oleh masyarakat sebagai respon terhadap kondisi sulit atau problem kehidupan (Steefland: 1989). Kondisi sulit tersebut dapat diakibatkan oleh faktor alam atau struktur ekonomi yang tidak menguntungkan (Purwono: 2005). Dalam menerapkan strategi bertahan hidup, setiap manusia mempunyai respon yang berbeda, mereka melakukan tindakan rasional, yang diperhitungkan untuk memperbesar kesenangan dan menghindari penderitaan (Johnson, 1981:107). Menurut George Mead bahwa rangsangan dan tanggapan merupakan awal dari tindakan yang lebih diidentikkan sebagai upaya untuk bertahan dari kondisi-kondisi tertentu (Ritzer, 2012: 274).

16 Di sisi lain realitas buruh perkebunan sangat identik dengan kondisi kemiskinan dimana kondisi tersebut sangat erat hubungannya dengan sumber daya yang dimiliki oleh buruh dan keluarganya untuk bertahan hidup, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar pangan, sandang, dan papan. Akan tetapi semakin berubahnya perkembangan zaman kebutuhan manusia semakin kompleks tidak hanya sebatas kebutuhan dasar, untuk memenuhi kebutuhannya setiap keluarga buruh membentuk jaringan sosial yang berfungsi untuk mempertahankan keberlangsungan hidup (Mahbubah: 2004). Dalam menerapkan strategi survival setiap masyarakat mempunyai cara yang beragam terkait degan kultur dan karakteristik masyarakatnya, masyarakat perkebunan selalu diidentikan dengan sistem dualisme ekonomi J H Boeke. Menurut Boeke kemandegan dan kemiskinan di Jawa disebabkan oleh pemisahan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial, sehingga tidak ada kebijakan ekonomi yang merangsang mereka untuk maju (Mubyarto, 1992:7). Sistem dualime Boeke berpangkal pada pendapat Sombart yang membagi masyarakat menjadi empat tahapan yaitu pertama. Prakapitalisme, kapitalisme awal, kapitalisme tinggi, kapitalisme akhir. Menurut Boeke empat tahapan perkembangan ekonomi ini tidak ditemui pada masyarakat Asia tenggara. Empat tahapan ini hanya ditemui pada masyarakat barat yang homogen dengan hubunganhubungan kemasyarakatan yang bebeda, sedangkan sistem ekonomi masayarakat Asia heterogen (1973). Hal ini dikarenakan adanya sistem sosial yang berasal dari negera-negara barat, yang kemudian masuk dan berkembang di negara-negara Asia (negara jajahan). Penjelasan Boeke didasarkan pada tiga aspek yang menentukan sistem ekonomi di masyarakat yaitu : semangat sosial, bentuk organisasi, dan tekhnologi. Ketiga aspek inilah saling bergantung dan saling berkaitan membentuk sistem ekonomi dualistis (Boeke, 1948). Menurut Boeke di masyarakat Asia hanya mengalami dua tahapan yaitu masa prakapitalisme dan kapitalisme akhir.

17 Prakapitalisme dapat dimaknai sebagai corak kehidupan tradisional dan adatlah yang menentukan corak produksi, dimana ikatan komunal sangat kuat hak kepemilikan individu tidak diakui. Setiap kehidupan individu hidup diatur secara organis, tunduk serta menyesuaikan diri dengan penguasa alam, dengan landasan eksistensi prakapitalis adalah hemat, ingat, dan istirahat, nilai-niali sosial menjadi landasan utama. Sedangkan kapitalisme akhir adalah paham-paham kapitalisme barat masuk di negara-negara jajahan, didasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, kepemilikan modal dan alat produksi mempunyai peran penting dalam penguasaan sumber daya baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusia. Saat ini dualisme sistem ini di masyarakat berjalan beriringan uang mempunyai peran penting dalam sisitem pertukaran, disatu disisi kehidupan masyarakat pedesaan tetap berpijak kuat pada lingkungan tatanan sosial. Masuknya sistem ekonomi kapitalisme akibat dari perkembangan sektor perkebunan mengakibatkan perubahan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi, di sektor tradisional kegiatan pertukaran semakin meluas, kegiatan produksi bukan saja di khususnkan untuk keperluan sendiri (subsistensi), tetapi juga untuk kebutuhan komersial. Subsistensi sendiri menurut James Scott (1981: 39) adalah suatu pola khas yang terbentuk di dalam masyarakat Asia Tenggara, sebagai upaya bertahan hidup dengan membentuk jaringanjaringan sosial dengan mengandalkan ikatan komunal dan hubungan Patron-Klien. Secara garis besar dalam melakukan strategi survival setiap individu berbeda, mereka berusaha mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dengan memanfaatkan sumber-sumber lain, ketika sumber daya lain tidak mampu mencukupi maka mereka akan mengencangkan ikat pinggang dengan jalan mengatur pola makan sehari dua kali, sehari sekali dan mengganti makanan dengan mutu yang lebih rendah. Akantetapi ketika situasi sulit berjalan berlarut-larut, maka mereka melakukan strategi alternatif yaitu dengan mengembangkan etika subsistensi yang didasarkan pada ikatan

18 komunal (James Scott, 1981). James Scott menyimpulkan bahwa ikatan komunal begitu kuat terjalin di dalam masyarakat desa, yang menumbuhkan nilai-nilai sosial yang mengukuhkan semangat kegotong-royongan antar warga desa yang diikat oleh sistem kekerabatan. Hal senada juga di ungkapkan oleh beberapa peneliti yang mengkaji tentang strategi survival masyarakat miskin di Asia khususnya Jawa sebagaimana dinyatakan oleh Booke, bahwa ikatan komunal masih kuat di dalam masyarakat tradisional. Sedangkan Hayami Kikuchi, Pichus dan Geertz yang lebih menekankan pada pendekatan moral ekonomi subsistensi, tolong menolong sebagai bagian dari strategi bertahan hidup peasant di Jawa (Bremen dan Windradi, 2002: 52). Disimpulkan oleh Marzali terkait strategi paisan di Cikalong menghadapi kemiskinan menyimpulkan bahwa etika subsistensi dan hubungan Patron Klien masih mewarnai kehidupan masyarakat miskin, khususnya petani di di Jawa sebagai salah satu cara untuk bertahan hidup (Marzali :2003). Subsistensi adalah suatu pola khusus yang terbentuk pada masyarakat petani di Asia tenggara (Scott,1981:31). Sedangkan bagi Hans Dieter Evers sektor produksi substansi diartikan sebagi keseluruhan kegiatan ekonomi yang berorientasi pada nilai pakai dan konsumsi untuk diri sendiri diluar ekonomi pasar. Kegiatan produksi subsistensi ini disebabkan oleh karena usaha manusia untuk mempertahanan hidupnya sendiri dan karenan interkasi dengan lingkungannya (Hans Dieter Evers: 1991). Lebih lanjut bagi Hans Dieter Ever istilah perekonomian subsistensi umumnya digunakan khusus perekonomian desa agraris yang produktifitasnya rendah. Produksi subsistensi merupakan bagian dari produksi pertanian yang dikonsumsi oleh para anggota rumah tangga itu sendiri Produsen sekaligus sebagi konsumen dan interaksi pasar tidak terjadi (Hans Dieter Evers: 1990). Dengan demikian perekonomian subsistensi tidak hanya terdapat pada masyarakat agraris,

19 akan tetapi pola ini juga terdapat dalam masyarakat perkebunan. Di dalam masyarakat perkebunan secara hirarki terjalin hubungan antara atasan dan bawahan, status dan hubungan kerja antara buruh dengan mandor secara langsung membentuk hubungan subsistensi di dalam masyarakat perkebunan. Di sisi lain realitas buruh perkebunan sangat identik dengan kondisi kemiskinan di mana kondisi tersebut sangat dekat dalam menggambarkan sumber daya yang dimiliki oleh individu untuk dapat terus bertahan hidup. Himpitan ekonomi karena tidak memiliki akses, baik itu akses pekerjaan atau lahan untuk bertahan hidup, mau tidak mau menuntut para buruh perkebunan untuk menempuh strategistrategi yang mengkondisikan mereka untuk tetap bertahan hidup. Akantetapi terjadi hal berbeda pada masyarakat pertanian di pedesaan Jawa pada masa krisis akhir 1990-an. Bahwa mekanisme jaring pengaman sosial dibentuk oleh masyarakat pedesaan yang di dasarkan pada perinsip kegotong royongan dan hubungan Patron Klien sudah mulai luntur, akantetapi kewajiban membantu tetangga masih tetap terjaga. Hal ini disebabkan oleh sistem diversifikasi ekonomi pertanian dan meningkatnya orientasi pada dunia luar yang berorientasi pada ekonomi dan modenrnitas di lingkungan masyarakat desa, yang telah termonotisasi sama seperti kehidupan masyarakat kota. Ini berdampak pada gaya dan hakekat, hubungan sosial memiliki ciri kontraktual tertentu, dan transaksi keuangan memainkan peran sentral dalam menata jaringan sosial (Bremen dan Windardi, 2003). Oleh karena itu mekanisme jaringan sosial yang di dalam masyarakat desa saat ini tidak bisa di diandalkan, untuk bertahan hidup buruh dan keluarganya mengandalkan diri sendiri dan anggota keluarga mereka dengan bertumpu pada sektor informal.

20 6.1.3 Desa Perkebunan. Desa di Jawa menurut Geertz adalah suatu kesatuan wilayah otonom dimana masyarakatnya mempunyai satu ikatan yang kuat, dengan tingkat homogenitas yang tinggi, bersifat egaliter, yang mempunyai kerjasama dan terpadu (Scott: 1981). Sedangkan Bremen mempunyai intrepretasi yang berbeda terkait sejarah pembentukan desa pada awalnya pembentukan desa di bentuk oleh pemerintah kolonial sebagai suatu alat untuk memudahkan kegiatan produksi dan memungut pajak atas petani. Dapat disimpulkan bahwa penguasa kolonial Belanda menciptakan pedesaan tetap, yang demokratis dan berlandaskan kerjasama, dengan membentuk struktur administrasi dan pemerintahan sendiri yang mempunyai hak otonom (Bremen, 1988: 73). Dengan diberlakukannya undang-undang agraria hubungan yang terjalin di dalam masyarakat desa lebih kompleks dengan sistem campuran sewa-menyewa tanah disembunyikan, melalui pembentukan desa-desa untuk tujuan memperluas wilayah kolonial dan kontrol sepenuhnya oleh pemerintah kolonial (Newberry, 2012: 34). Pembentukan desa di perkebunan secara garis besar di ciptakan oleh Belanda untuk keuntungan kolonial, sedangkan masyarakat perkebunan adalah sarana produksi. Berawal dari sistem tanam paksa (cultuurstesel) oleh Van den Boch pada tahun 1830 guna mengisi kekosongan kas negara. Secara tidak langsung penerapan tanam paksa mengubah struktur masyarakat pedesaan di Jawa (Kartodirdjo dan Suryo, 1991:7). Menurut Bremen masyarakat desa pada mulanya adalah masyarakat yang bebas tanpa harus tunduk pada otiritas tunggal. Mereka bebas melakukan migrasi tanpa adanya ikatan komunal atau hubungan potron klien yang membatasi mereka, dengan penerapan tanam paksa masyarakat dipaksa untuk tunduk pada pemerintah kolonial melalui kepala desa. Dalam hal ini kepala desa diberi otoritas penuh untuk mengorganisir, menentukan jenis tanaman, mengawasi, dan mengumpulkan hasil panen. Kepala

21 desa dianggap sebagai representasi otoritas lokal yang menguasai desa, hal ini diperkuat dengan obyektifitas adat oleh perspektif kolonialisme (Bremen, 1990:109). Sejak saat itulah kepala desa menjadi satu-satunya otoritas lokal yang resmi dan berhak mengatur desa dan memiliki keterikatan dengan pemerintah (Mubyarto, 1990: 21). Politik tanam paksa secara otomatis mengikat warga harus tetap tinggal di desa dan menanam tanaman yang ditentukan oleh pemerintah kolonial, dari sini mulai tumbuh desa-desa kecil di huni oleh para petani dengan ikatan komunal yang di bentuk didasarkan pada sistem kekerabatan. Disisi lain dengan adanya tanam paksa menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat pribumi khususnya di Jawa dan Sumatra. Kondisi ini banyak mengundang kecaman baik di dalam dan diluar negeri Belanda, akhirnya pada tahun 1854 dihapuskannya tanam paksa dan diterapkannya undang-undang Regeerings Reglement (RR) pada tahun 1854 (Mubiyarto, 1992: 35). Dengan diterapkannya undang-undang memberikan kesempatan secara resmi kepada modal asing untuk membuka perkebunan dengan cara sewa. Dengan ketentuan tanah yang digunakan untuk perkebunan adalah tanah tidak diolah oleh rakyat (tanah liar). Pembukaan perkebunan di bangun di daerah yang jauh dari pedesaan, secara topografis yaitu daerah luas dengan tanah yang subur, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi Kondisi ini menyebabkan migrasi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja (Furnival, 2009:375). Migrasi adalah syarat utama kapitalisme, karena pembentukan perkebunan ini membutuhkan banyak tenaga kerja yang besar dengan jumlah penduduk asli tinggal di perkebunan tidak terpenuhi, untuk memenuhi jumlah tenaga kerja perkebunan maka diterapkan sistem dan undang-undang coolie ordinance pada tahun 1880, dari sinilah muncul istilah kuli kontrak (Bremen, 1991:70).

22 Keberadaan kuli kontrak inilah seluruh desa di Jawa mempunyai kebebasan untuk melakukan migrasi demi mencari upah yang tidak bergantung pada belas kasih Patron atau bersandar pada belas kasih kekuasaan lokal atau tetangganya sendiri. Warga desa telah menjadi buruh tanpa harus pergi ke kota, namun memenuhi pusat-pusat perkebunan baik di Jawa Timur atau Sumatera (Boeke, 1983:84). Dalam tiap perkebunan, perusahaan akan selalu membuat pemukiman buruh di dalam permukiman, buruh dihadapkan pada kondisi yang kompleks yang mencakup hubungan sosial-ekonomis, yang menciptakan sistim perekonomian dualistik, disatu sisi sebagai masyarakat agraris dihadapkan pada sistem subsistensi, di satu sisi masyarakat dihadapkan pada sistem kapitalisme (Sartono, Kartodirdjo dan Djoko Suryo, 1991: 7). Perkembanganya lambat laun permukiman yang disediakan untuk buruh berubah menjadi desa dan para buruh bertempat tinggal cukup lama disitu. Ikatan patron klien tidak ada karena tanah tempat mereka tinggal adalah milik perkebunan dan hubungan mereka dengan otoritas lokal adalah hubungan kerja dengan upah. Kepala desa dengan demikian hanya berfungsi sebagai mandor atau pengawas keamanan, sedangkan dominasi kekuasaan masih menjadi otoritas penuh perkebunan. Perkampungan baru yang terbentuk di perkebunan seluruhnya diatur oleh penguasa tingkat menengah yaitu kepala desa untuk mengatur kegiatan produksi dan keamanan desa (Bremen, 1988). Dengan demikian desa perkebunan dalam penlitian ini satu kesatuan wilayah otonom yang berada di dalam lingkungan perkebunan dimana aktifitas warganya berpusat di dalam perkebunan dan secara administratif di pimpin oleh Kepala Desa yang di tunjuk oleh pihak perkebunan untuk mengatur dan menjaga keamanan desa. Akantetapi perubahan politik saat ini kekuasaan perkebunan mulai bergeser jabatan kepala desa diperoleh melalui persetujuan dan dukungan dari warga dengan persetujuan dari pemerintah, sehingga peran kepala desa saat ini tidak hanya sebatas mengatur dan menjaga keamanan desa,

23 tetapi secara administratif kedudukan kepala sebagai wakil pemerintah yang bertugas memimpin desa. 1.7 Metode Penelitian Metode penelitian ini menekan pada penelitian etnografi untuk mendiskripsikan dan membangun struktur sosial budaya suatu masyarakat dengan menekankan pada eksplorasi tentang hakekat fenomena sosial tertentu dan bukan menguji hipotesis tentang fenomena tersebut. Deskripsi mendalam dalam metode etnografi ditujukan untuk mengindentifikasi, memahami, dan mengintepretasikan tindakan-tindakan sosial, struktur sosial, dan budaya suatu masyarakat. Fokus etnografis ini berupaya untuk menarik kesimpulan yang luas dari hal yang kecil, tapi yang tersusun dari fakta-fakta. Bukan mencari hukum-hukum pengetahuan eksperimental, tapi pengetahuan interpreatif untuk menemukan makna (Geertz,1992). Metode etnografi, sebagai salah satu penelitin kualitatif, antara lain banyak mengandalkan teknik pengumpulan data secara mendalam (in-depth), lengthy dan wawancara terbuka atau terbatas, open-end interviews. Meskipun dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan Oscar Lewis (1988:5) untuk melihat konsep tentang keluarga secara utuh. Dengan bantuan metodologi ini dapat menggali informasi dan mengeksplorasi data dari informan sejauh ingatan dan pengalaman yang di dapat di lapangan dengan ikut berpartisipasi aktif dengan kegiatan yang dilakukan inforaman Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa perkebunan yaitu Desa Keteleng terdiri dari lima Dusun yaitu: Dusun Keteleng, Dusun Kemadang, Dusun Pagilaran, Dusun Andong Sili, dan Dusun Kayu landak. Dari kelima Dusun tersebut terdapat dua protipe yang berbeda Dusun Kemadang

24 dan Dusun Keteleng adalah pemukiman penduduk asli sedangkan Dusn Pagilaran, Dusun Andong Sili, dan Dusun Kayu landak adalah pemukiman buruh perkebunan Pagilaran. Dari kelima Dusun tersebut sebagai objek penelitian saya untuk melihat strategi durvival buruh perkebunan teh saya fokuskan pada dua Dusun Pagilaran dan Dusun Kemadang, dengan pertimbangan dua Desa ini berada di dalam lokasi perekbunan, jarak antara dua Desa cukup dekat dibandingkan dengan jarak ke-tiga Dusun lainnya. Selain itu di Dusun Pagilaran terdapat pabrik, perumahan dinas (implasemen sebagai tempat tinggal buruh), fasilitas-fasilitas perkebunan seperti sekolah perkebunan, klinik, penitipan anak bagi keluarga buruh perkebunan, dan hampir seluruh penduduknya bekerja sebagai buruh perkebunan. Sedangkan di Dusun Kemadang terdapat kantor Administrasi Desa dan pemukiman penduduk asli. Pembedaan penduduk asli dan pendatang di dasarkan pada posisi keberadaan mereka di Desa Keteleng, penduduk asli keberdaan nenek buyut mereka sudah ada sebelum pembukaan perkebunan, mereka sudah mendiami wilayah Desa Keteleng. Sedangkan pendatang keberadaan mereka setelah perkebunan di dirikan mereka bekerja baik sebagai buruh maupun karyawan, pendatang ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu keturunan dari kuli ordinance buruh perkebunan yang didatangkan pada masa awal pembukaan perkebunan, dan pekerja pekerbunan yang diangkat langsung oleh menejemen perkebunan dari pusat, sebagian besar dari mereka adalah tenaga profesional yang berkedudukan sebagai karyawan, atau tenaga administrasi. Pemilihan terhadap dua Desa ini setidaknya dapat mempresentasikan kehidupan buruh perkebunan dengan dinamika, serta bentuk-bentuk strategi survival ketika mereka dihadapkan pada upah dan kesejahteraan hidup yang rendah.

25 1.7.2 Sumber Data dan Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian ini didapatkan dari data primere maupun sekunder. Data primer diperoleh dari masyarakat dan pihak-pihak lain secara langsung dengan melakukan observasi dan wawancara. Sementara itu, data sekunder adalah data yang telah tersedia, baik di masyarakat maupun instansi-instansi negara maupun swasta, seperti statistik, monografi, dokumen, hasil-hasil studi, laporan tahunan suatu instansi negara atau swasta, jurnal, majalah, arsip, buletin, dan dokumen-dokumen tertulis lain yang di nilai penting untuk keperluan studi. Obervasi dan penelitian lapangan untuk mengeksplor secara lebih dalam, penelitian ini menggunakan pengamatan peran serta (participant observation) untuk mendapatkan data yang natural, Pertama. Mengamati kondisi kehidupan masyarakat perkebunan di dua Dusun, Kedua. Berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat secara sehingga mendapatkan data secara langsung baik dengan cara menulis catatan, maupun hasil rekaman lewat keseharian kehidupan masyarakat perkebunan di dua Dusun Pagilaran dan Kemadang, kemudian menganalisis secara tetulis. Selain pengamatan peran untuk mendapatkan data dalam penelitian ini melakukan wawancara mendalam (depth interviuw). Dalam proses wawancara dilakukan kepada informan secara tidak terstruktur yang disesuikan dengan karakteristik keunikan masing-masing informan. Sedangkan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini pertanyaan yang bersifat deskriptif sehingga dapat memperoleh gambaran tentang kondisi masyarakat, dengan cara mengorganisir gagasan dan pengetahuan yang mereka miliki, selain itu mengajukan pertanyaan kontras guna menggali informasi dari informan yang diberikan dalam bahasa aslinya (sesuai kondisi yang ada). Seain itu untuk mendapatkan sumber data primer dalam penelitian ini, dalam menentukan dan mencari informan yang akan dipilih dengan menggunakan teknik bola salju (snowbowl). Dengan alur sebagai berikut: Pertama, mendapatkan informasi dari tokoh masyarakat setempat,

26 (keypersons) yang paling berpengaruh. Berdasarkan informasi-informasi dari tokoh-tokoh utama, kemudian mencari informan berikutnya yang bisa mengetahui lebih lanjut tentang kondisi masayarakat Dusun Pagilaran dan Dusun Kemadang, Untuk meminimalisir perbedaan-perbedaan dan persepsi dan pemaknaan dari informasi (hasil wawancara), kemudian melakukan wawancara ulang (re-interview) untuk tujuan konfirmasi terhadap para informan lain yang di anggap mengerti tentang kondisi desa Penafsiran dan Analisis Dalam menafsikan dan menganalisis data dalam penelitian ini melewati beberapa tahapan, pertama menelaah semua data yang tersedia baik dari hasil wawancara maupun pengamatan, yang ditulis dalam catatan lapangan dan dokumentasi. Sehingga secara empirik data-data yang di dapat dari lapangan dikumpulkan dan disatukan dalam satu susunan yang menggambarkan sejumlah persepsi maupun tindakan masyarakat yang terkait dengan strategi survival. Langkah selanjutnya adalah mereduksi data yaitu dengan memasukkan data yang relevan dengan tujuan penelitian dan membuang data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Kemudian menyusun dalam satuan-satuan dan mengkategorisasikan. Tahap akhir dari analisa ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data dan mulai menafsirkan data yang telah dikumpulkan tidak diuji dengan statistik, tetapi dipahami maknanya dalam setiap kegiatan usaha, dan landasan teoritis akan digunakan sebagai farme of reference dalam interpretasi data, dan penjelasan ini akan dibuat dalam bentuk deskriptif yang menghubungkan antara landasan teoritis dan fakta empiris. Disesuaikan dengan jenis penelitiannya, yaitu penelitian etnografi maka penelitian ini tidak memaksakan sebuah teori guna membahas fakta di lapangan, tetapi justru fakta empirislah yang digunakan sebagai pijakan untuk menentukan teori yang sesuai dengan realitas di lapangan.

27 Dalam penelitian melakukan beberapa tahapan, melalui beberapa tahap antara lain: tahap pra lapangan, tahap kerja lapangan, tahap analisis data, dan penarikan kesimpulan. 1. Tahap Pra Lapangan Dalam tahap pra-lapangan pertama yang dilakukan adalah mencari data berkenaan permasalahan yang akan di angkat baik memalui madia massa, dokumen, maupun wacana yang berkembang, dalam orientas lapangan peneliti melakukan obeservasi dengan tinggal dan hidup bersama (live in) dengan masyarakat perkebunan. 2. Tahap Kerja Lapangan Langkah pada tahap ini, peneliti lakukan dengan mengadakan wawanacara serta obseravasi secara lebih mendalam. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui kehidupan dan strategi apa saja yang dilakukan oleh masyarakat perkebunan menghadapi krisis. 3. Tahap Analisa Data Dalam menganalisa datayang dihasilkan penelitian ini dengan menggunakan pendekatan etnografi. Analisa dilakukan dengan melakukan reduksi data (menyeleksi data yang ada untuk disederhanakan dan diambil intinya), penyajian data (penyajian secara tertulis berdasarkan kasus-kasus secara faktual yang berkaitan), serta verifikasi data (menarik kesimpulan atas pola keteraturan dan penyimpangan yang ada dalan fenomena yang ada di dalam masyarakat). Dari hasil wawancara dengan informan, kemudian di olah dengan cara menyeleksi data yakni mengambil data yang relevan saja dengan fokus permasalahan serta mebuang yang over loaded. Selanjutnya, hasil wawancara di olah dengan cara memolesnya dengan literatur yang ada serta teori yang relevan untuk di konfirmasi apakah sejalan ataupun justru bertentangan dengan temuan empiris di lapangan. Selain itu dalam tahapan ini menganalisa data berupa pengungkapan dan penafsiran atas fakta-fakta yang terkumpul,

28 maupun berupa simbol-simbol yang ada baik data primer maupun sekunder. Penyusunan laporan ditulis secara detail sesuai dengan koridor sistematika penulisan laporan penelitian yang baku. 4. Tahap penarikan kesimpulan Dalam menarik kesimpulan penelitian ini yang dilakukan tidak dimaksudkan sebagi sebuah generalisasi, namun hanya untuk menjabarkan secara singkat dan tepat, apa adanya sesuai dengan temuan fakta di lapangan baik itu meliputi peristiwa maupun pendapat informan dari hasil lapangan atau pembahasan. Penarikan kesimpulan, dilakukan setelah selesai proses analisa dengan mencari benang merah terhadap persamaan dan perbedaan setiap hasil temuan serta pertautan dari awal bab hingga akhir

BAB V KESIMPULAN. kekurangan. Di dua dusun Pagilaran dan Kemadang waktu seolah-olah sekedar berjalan di

BAB V KESIMPULAN. kekurangan. Di dua dusun Pagilaran dan Kemadang waktu seolah-olah sekedar berjalan di BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kehidupan keluarga buruh di dua dusun pada dasarnya berada pada posisi yang sama mereka dihadapkan pada upah dan kesejahteraan hidup yang rendah, ditengah kondisi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA Indonesia lahir sebagai sebuah negara republik kesatuan setelah Perang Dunia II berakhir. Masalah utama yang dihadapai setelah berakhirnya Perang Dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses adaptasi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Untuk dapat bertahan hidup di dalam lingkungannya manusia harus mampu beradaptasi. Proses adaptasi satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1958 pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Nasionalisasi perusahaan asing. Salah satunya Pabrik Gula (PG) Karangsuwung yang berubah status menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengindikasikan

Lebih terperinci

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO 1 PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO (Suatu Tinjauan Sosiologis Pekerja Anak) ABSTRAK Narti Buo, NIM 281409054, Pekerja Sektor Informal di Kota Gorontalo (suatu tinjauan sosiologis pekerja anak).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi BAB 1 PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan daerah yaitu mencari kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT 50 BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT A. Dampak Bidang Sosial Adanya pabrik teh hitam Kaligua telah membawa dampak pada mata pencaharian masyarakat Pandansari dan sekitarnya, baik dampak langsung

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara petanian, artinya petanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk memetakan dan menganalisis kontruksi kemiskinan di Kampung Padajaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dipergunakan dalam kajian tesis ini adalah metode penelitian kualitatif, dimana dalam meneliti kondisi suatu obyek kajian ilmiah, peneliti berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi nasional adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat mempercepat peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 3.1. Pendekatan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung dengan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah garis khatulistiwa, hal tersebut menjadikan Indonesia beriklim tropis yang mempunyai dua musim (musim

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis

BAB V PENUTUP. didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Daerah pedalaman di Indonesia sudah sejak lama mendapatkan tempat didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis penelitian dengan rupa-rupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 10.1. Kesimpulan Dalam cakupan masa kontemporer, menguatnya pengaruh kapitalisme terhadap komunitas petani di empat lokasi penelitian dimulai sejak terjadinya perubahan praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya. Dalam interaksinya tersebut, manusia dapat mempengaruhi lingkungan dan mengusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1830 hingga akhir abad ke-19 dinamakan Culturstelsel (Tanam Paksa).

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian Pemaknaan Wisata Kemiskinan oleh Interkultur dan Warga Pemukiman Kumuh Luar Batang peneliti memberikan kesimpulan, dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan Simbol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

ETNOGRAFI KESEHATAN 1

ETNOGRAFI KESEHATAN 1 ETNOGRAFI KESEHATAN 1 oleh: Nurcahyo Tri Arianto 2 Pengertian Etnografi Etnografi atau ethnography, dalam bahasa Latin: etnos berarti bangsa, dan grafein yang berarti melukis atau menggambar; sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemanfaatan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemanfaatan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal sebagai lahan pertanian menjadi salah satu pilihan yang telah lama dilakukan dari generasi ke generasi oleh

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ).

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ). BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 65% jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya 35% jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia mencapai sekitar

Lebih terperinci

Pendekatan Historis Struktural

Pendekatan Historis Struktural Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, yang memiliki berbagai latar belakang dan penyebab. Bahkan, di beberapa negara menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru?

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Ukuran kemiskinan adalah relatif, ketika seseorang masuk dalam kategori miskin namun baginya bukan suatu kesulitan maka pemaknaan miskin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara

BAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara pengembangan bidang industrialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Pitirim Sorokin Sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebagaimana dilakukan dalam ilmu-ilmu humaniora pada umumnya. Secara

BAB III METODE PENELITIAN. sebagaimana dilakukan dalam ilmu-ilmu humaniora pada umumnya. Secara BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian di dalam kajian budaya selalu mengikuti polapola sebagaimana dilakukan dalam ilmu-ilmu humaniora pada umumnya. Secara garis besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL Industrialisasi menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi nasional yang dipilih sebagai

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Latar belakang Sejarah pertumbuhan dan perkembangan fisik Kota Tarakan berawal dari lingkungan pulau terpencil yang tidak memiliki peran penting bagi Belanda hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TNW Kabupaten Merauke Provinsi Papua (Lampiran 1). Kegiatan penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, diawali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan buruh anak makin banyak diperhatikan berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena buruh

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Geografi Pengertian Desa Kota Potensi Desa Kota Unsur - unsur potensi Fisik desa Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Sekian... Pengertian Desa... Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gotong royong merupakan salah satu budaya yang mencerminkan kepribadian luhur bangsa Indonesia yang keberadaannya meluas di seluruh wilayah Indonesia, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integritas Bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan era globalisasi. Berbagai macam budaya global yang masuk melalui beragam media komunikasi dan informasi. Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D 000 461 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL KARL MARX. menunjuk pada perubahan sosial yang telah terjadi pada masyarakat

BAB II PERUBAHAN SOSIAL KARL MARX. menunjuk pada perubahan sosial yang telah terjadi pada masyarakat 40 A. Teori Perubahan Sosial BAB II PERUBAHAN SOSIAL KARL MARX Kehidupan sosial itu sendiri tidak pernah bisa terlepas dari adanya suatu proses untuk menuju dalam perkembangan. Sebagaimana perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara tidak terlepas dari pembangunan yang terjadi pada sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat kita sering mendengar tentang sistem nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat kita sering mendengar tentang sistem nilai yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat kita sering mendengar tentang sistem nilai yang merupakan konsensus yang dijadikan pegangan hidup untuk bersosialisasi. Namun seiring perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian METODE PENELITIAN Penelitian ini akan memberikan gambaran secara menyeluruh dan mendalam terhadap fenomena strategi nafkah rumah tangga miskin dan pilihan strategi nafkah yang akan dijalankannya. Penelitian

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2 KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN Pertemuan 2 BERBAGAI KESATUAN HIDUP 1. Keluarga 2. Golongan/ kelompok 3. Masyarakat INDIVIDU Sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, satuan terkecil dan terbatas Individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rengasdengklok merupakan satu kota kecil di Kabupaten Karawang yang memiliki peran penting baik dalam sejarah maupun bidang ekonomi. Kabupaten Karawang adalah

Lebih terperinci

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN Slamet Widodo Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya industri-industri besar maupun kecil di Indonesia. Pembangunan sektor-sektor industri ini muncul sebagai

Lebih terperinci

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI PENDAHULUAN Model organisasi birokratis diperkenalkan pertama kali oleh Max Weber. Dia membahas peran organisasi dalam suatu masyarakat dan mencoba menjawab

Lebih terperinci

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air BAB VI PENUTUP Air dan lahan merupakan dua elemen ekosistem yang tidak terpisahkan satu-sama lain. Setiap perubahan yang terjadi pada lahan akan berdampak pada air, baik terhadap kuantitas, kualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi kita apabila pemerintah tidak dapat mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci