RINGKASAN. sejauh mana perbedaan hasil volume dengan menggunakan rumus volume. Juni 2009 dilokasi TPK PT. Inhutani I unit Malinau, Kabupaten Malinau.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN. sejauh mana perbedaan hasil volume dengan menggunakan rumus volume. Juni 2009 dilokasi TPK PT. Inhutani I unit Malinau, Kabupaten Malinau."

Transkripsi

1

2

3

4

5 RINGKASAN HAMIDAH, Penerapan Rumus Volume Smalian dan Brereton Pada Log Merah (Shorea leprosula miq) PT. Inhutani I Semendurut Kabupaten Malinau. (Di bawah bimbingan Hasanudin). Adapun tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui Informasi sejauh mana perbedaan hasil volume dengan menggunakan rumus volume Brereton dan Smallian. Pengamatan ini diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah apakah hasil perhitungan volume dengan menggunakan rumus volume Brereton dan Smallian berbeda atau tidak berbeda. Pengamatan ini dilaksanakan dari tanggal 22 Juni 2009 sampai dengan 29 Juni 2009 dilokasi TPK PT. Inhutani I unit Malinau, Kabupaten Malinau. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan pada sampel 75 batang jenis merah (Shorea leprosula Miq) diketahui bahwa untuk diameter pangkal diameternya berkisar antara 50 cm 136 cm dan diameter ujung berkisar antara 40 cm 121 cm sedangkan panjang berkisar antara 9.9 m 21 m. Hasil perhitungan volume dengan menggunakan rumus volume Brereton didapat volume terbesar m3 dan volume terkecil m3, dengan rata-rata m3 dan simpangan baku 2.39 m3 dengan koefisien variasi 41.05%. Sedangkan hasil perhitungan volume dengan menggunakan rumus Smallian diketahui bahwa, volume tertinggi adalah m3 dan terendah m3 dengan nilai rata-rata volume sebesar m3 simpangan baku 2.40 m3 dan koefisien variasi %.

6 Berdasarkan Uji T diketahui bahwa rata- rata volume berdasarkan rumus Brereton berbeda dengan rata- rata volume dengan menggunakan rumus smallian.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat petunjuk, rahmat dan karunia-nya maka penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan selama ± 1 bulan pada areal hutan PT. Inhutani I Semendurut. Rangkaian kegiatan pengamatan ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Dalam pelaksanaan pengamatan penelitian dan penyusunan laporan ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada : 1. Kedua orang tua dan adik serta keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada penulis. 2. Bapak Ir. Hasanudin, MP, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari persiapan dan selama pengamatan sampai penyusunan Karya Ilmiah ini, dan sekaligus selaku Ketua Jurusan Manajemen Hutan. 3. Bapak Ir. Rudy Nurhayadi, MP Selaku Dosen Penguji I Karya Ilmiah 4. Bapak Rudi Djatmiko,S Hut.MP Selaku Dosen Penguji II Karya Ilmiah

8 5. Bapak Ir. Wartomo MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Bapak dan ibu dosen beserta Seluruh staf Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Khususnya jurusan Manajemen hutan yang sudah mendidik dan mengajar penulis selama di bangku perkuliahan. 7. The best friends Agusminiwati, Robika, Siti Niswatin, Yusdervin Tulak. P, Dorce dan Yuliana. Terima kasih atas support kalian semua. 8. Rekan mahasiswa Angkatan 2006 dan sahabat setia yang telah membantu dan mendukung selama penelitian sampai pembuatan laporan ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat menyempurnakan Karya Ilmiah ini. Semoga apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya. Kampus Sei Keledang 31 Agustus 2009 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP HAMIDAH, lahir pada tanggal 30 Juni 1987 di Malinau, kec. Malinau, Kab. Malinau kota, Kalimantan Timur. Merupakan anak pertama dari Empat bersaudara pasangan ayah Achmad dan ibu Nursiah. Pendidikan dasar dimulai pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 029 Seluwing Malinau pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1999, kemudian pada tahun 1999 melanjutkan ke SLTP Negeri I Malinau dan lulus pada tahun 2002, selanjutnya pada tahun 2002 meneruskan ke Sekolah SMU Negeri I Malinau dan memperoleh ijazah pada tahun Pendidikan Tinggi di mulai pada tahun 2006 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mengambil Jurusan Manajemen Hutan. Pada tanggal 27 Maret 2009 sampai dengan 30 April 2009 melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Batu Karang Sakti Kabupaten Malinau.

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN... RINGKASAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv v vi BAB I. PENDAHULUAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1 4 A. Tinjauan Umum Merah (Shorea leprosulla miq)... 4 B. Pengukuran Panjang.. 8 C. Pengukuran Diameter. 9 D. Perhitungan Volume BAB III. METODE PENGAMATAN A. Lokasi dan Waktu. B. Alat dan Bahan... C. Prosedur Kerja.. D. Pengolahan Data... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. 22 B. Pembahasan.. 24 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 26 A. Kesimpulan. 26 B. Saran. 26 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL No. Tubuh Utama Halaman 1. Contoh Pemberian spilasi cm pada pengukuran panjang 8 2. Hasil perhitungan Diameter, Panjang, dan Volume rata rata baik yang menggunakan rumus volume Brereton maupun Smalian beserta standar deviasinya Perhitungan uji t untuk hasil perhitungan Volume dengan rumus Brereton dan Smalian.. 24 Lampiran 4. Hasil pengukuran diameter dan panjang jenis meranti merah Deskripsi hasil perhitungan volume dengan menggunakan rumus volume Brereton dan Smallian Hasil perhitungan Uji T Deskripsi Pangkal, Ujung, Panjang. 33

12 DAFTAR GAMBAR No. Tubuh Utama Halaman 1. Cara pengukuran panjang Pengukuran diameter 9 3. Cara pengukuran diameter secara langsung Cara pengukuran diameter secara tidak langsung Histogram rata rata Volume berdasarkan Rumus Brereton dan Smallian beserta simpangan bakunya..

13 BAB I. PENDAHULUAN Hasil hutan berupa kayu bulat merupakan pemasukan devisa yang cukup besar di Kalimantan Timur setelah minyak dan gas bumi. Hal ini disebabkan adanya kegiatan eksploitasi hutan secara besar-besaran dan bersifat mekanis yang dilakukan sejak tahun Usaha peningkatan pemanfaatan hasil hutan secara maksimal, kegiatankegiatan pengelolaan sejak perencanaan pemungutan hasil hutan sampai dengan pemanfaatan hasilnya, diperlukan pengetahuan serta keahlian agar setiap bagian kegiatan secara ekonomis paling menguntungkan dan secara teknis dapat dipertanggung jawabkan. Liharrt (1984), menyatakan bahwa Pengusahaan hutan tropika basah di Kalimantan Timur pengurusannya secara bertahap telah dikembangkan searah dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman selama dilaksanakannya kegiatan pembalakan. Untuk menjamin kesinambungan produksi kayu dan hasil hutan lainnya, maka diperlukan suatu perencanaan hutan yang baik. Perencanaan hutan tersebut hanya dapat dibuat apabila tersedia data yang lengkap mengenai keadaan hutan yang diperoleh melalui kegiatan inventarisasi. Di dalam inventarisasi hutan terutama untuk menaksir volume tegakan maka komponen yang harus diukur adalah dimeter dan tinggi pohon.

14 Menurut Hariyanto (1978) kayu bulat adalah hasil dari pemotonganpemotongan pohon setelah ditebang. Kayu bulat (log) yang dihasilkan sudah barang tentu mempunyai jenis, bentuk, ukuran dan kualitas yang bervariasi. Hal ini disebabkan adanya jenis penyusun tegakan hutan yang berbeda disamping kondisi setiap jenis yang berbeda pula Suharlan dan sudiono (1977) menyatakan bahwa di dalam menentukan volume kayu bulat, perlu pengukuran dimensinya, yaitu panjang dan diameternya (diameter ujung dan pangkal) dimana ditentukan dengan bantuan rumus volume. Anonim (1979) menjelaskan bahwa isi kayu bulat rimba ditetapkan menurut cara meterik Brereton, dimana isi atau volume kayu bulat sebenarnya dihitung bedasarkan silender khayal dan untuk penetapan ini digunakan tabel isi kayu rimba. Untuk menentukan volume kayu bulat selain menggunakan rumus Brereton terdapat beberapa cara atau metode yang digunakan. Salah satu diantaranya adalah rumus Smallian. Nilai volume yang dihasilkan rumus Brereton dan Smallian diharapkan tidak berbeda. Sekalipun rumus Brereton telah menjadi rumus kayu bulat yang digunakan oleh semua perusahaan kayu yang memiliki IUPHHK di Indonesia, namun keunggulannya/ketelitiannya bila dibanding dengan rumus volume Smallian secara ilmiah jarang diinformasikan.

15 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan hasil volume dengan menggunakan rumus volume Brereton dan Smallian dan diharapkan memberikan informasi secara ilmiah apakah hasil perhitungan volume dengan menggunakan rumus volume Brereton dan Smallian berbeda atau tidak berbeda.

16 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Merah (Shorea leprosula Miq) Di Kalimantan, Shorea adalah genus yang mempunyai jenis sangat berlimpah. Banyaknya jenis pada famili Dipterocarpaceae adalah 267 jenis dimana genus Sorea mempunyai 127 jenis. SYMINGTON, 1974 membagi genus meranti menjadi empat group utama yaitu gorup balau, group meranti putih, group meranti kuning dan group meranti merah. Di Indonesia tiga group penting yang komersil adalah group meranti putih, meranti kuning dan meranti merah. merah adalah nama yang umum di Sumatra dan Kalimantan untuk shorea leprosula, jenis ini termasuk Dipterocarpaceae. merah berupa pohon yang dapat mencapai tinggi 70 meter dan diameter 110 cm dengan tajuk tipis dan lebar, berbentuk payung dan berwarna merah pucat. Batangnya tinggi, tegak dan lurus berbanir, berwarna coklat keabu-abuan, sering mengeluarkan damar dan bila kering berwarna kuning. Daunnya tunggal berbentuk bulat telur sampai jorong, berwarna kuning coklat pada permukaan bawah yang berubah merah pucat bila kering. Dalam hutan primer dan sekunder diatas tanah liat berawa, tanah liat berpasir dapat tumbuh berbagai jenis, berpencar pada lapangan yang datar atau pun berbukit pada ketinggian meter DPL.

17 Menurut SYMINGTON, 1974 di Kalimantan merupakan daerah yang mempunyai jenis jenis dipterocarpaceae terbanyak di Indonesia. Sehingga berdasarkan pernyataan ini di kalimantan dianggap merupakan pusat penyebaran famili dipterocarpaceae. Jenis meranti merah (Shorea leprosula Miq) salah satu jenis penyebaran hutan (Shorea leprosula Miq) yang mempunyai arti tersendiri bagi Kalimantan dalam memberikan sumbangan negara umumnya dan Kalimantan pada khususnya. ANONIM (1980) mengemukakan ciri-ciri umum meranti merah adalah sebagai berikut : Morfologi Tanaman a. Habitus Tinggi pohon mencapai 70 meter, batang bebas cabang 30 meter, diameter mencapai 100 cm atau lebih. Tinggi banir 3,5 meter, tebal 20 cm. Memiliki tajuk tipis dan lebar berbentuk payung berwarna merah tembaga pucat. b. Batang Tebal kulit luar kira-kira 5 mm, berwarna abu-abu atau coklat sedikit beralur bagian dalam mengelupas agak besar-besar dan tebal. Kulit hidup mencapai 20 mm, penampangnya berwarna coklat muda sampai kemerah-merahan, kayu teras berwarna coklat muda sampai kemerah-merahan peralihan dari gubal keteras secara berangsur-angsur, damar berwarna putih kekuningan. Menurut Prawira, 1972, Batang sangat lurus, kulit luarnya dengan ketebalan 1-5 mm berwarna kemerah-merahan, mengelupas banyak, kulit

18 hidup nya kurang lebih 10 mm, penampangnya berwarna rata-rata kekuning- kuningan, terasnya berwarna abu abu, coklat tua atau kekuningan, peralihannya dari gubal ke teras berangsur-angsur. c. Daun Rata-rata hampir meyerupai segi empat memanjang atau bulat telur terbalik memanjang pangkal dan membulat, ujung runcing, asal panjang rata-rata 3-13 cm, lebar 3-5 cm, permukaan bawah suram, terdapat kumpulan bulubulu binatang yang meyerupai jahitan pada tulang daun primer dan sekunder. d. Buah Buah berbentuk bulat telur, ujung agak lancip berbulu halus berwarna pucat, panjang 1-1,5 cm diameter kira-kira 1 cm, sayapnya lebar 1-1,5 cm, mempunyai urat 7-8, 2 sayapnya pendek berbentuk garis, lancip, panjang 2-3, 5 cm. e. Bunga Bunga majemuk tersusun mulai dari kecil, pendek berwarna kuning. Mulai berbunga pada bulan Agustus sampai Oktober. f. Biji Banyaknya biji per kilogram tergantung jenisnya. Untuk jenis Shorea acuminata mempunyai jumlah sampai 560 butir per kilonya, sedangkan Shorea macroptera mempunyai jumlah sampai 55 butir per kilonya.

19 Penyebaran dan Tempat Tumbuh Terdapat di Sumatra, Kalimantan, Thailand, Serawak, Brunei dan Sabah. meranti dominan berada di daerah beriklim tropis basah sampai dengan ketinggian 750 m dpl, di Kalimantan dan Sumatera banyak tersebar di hutan Dipterocarpaceae tanah rendah dan berbukit, biasanya meranti tumbuh pada tanah rendah dan berpasir bahkan di tanah rawa atau gambut. Dalam membudidayakan banyak dilakukan dengan cara biji, semai dan anakan meranti berbunga pada bulan November sampai dengan Februari dan berbuah pada bulan Desember sampai dengan Februari setiap 4 5 tahun sekali. Kegunaannya Kayu dari jenis ini dipergunakan untuk kayu lapis merupakan kegunaan yang utama. Disamping itu juga digunakan sebagai bahan bangunan, mebel, hingga bahan baku pulp ( bubur kertas ). Untuk keperluan bangunan seperti balok, galar, kaso, pintu dan jendela, kayu meranti termasuk mudah dikerjakan sampai halus. Sedangkan damarnya untuk menambah menjadi bahan penerangan (lampu). Hama dan Penyakit. Pada perkecambahan diserang jangkrik dan cacing stump muda diserang rayap. Pada umumnya diserang adalah bakteri slijmziektc dan bila sudah tua sering diserang oleh bakteri boktor yang menyebabkan bertambahnya kerusakan bila ada angin lebat ulat-ulat dari jenis torias sering menyerang daunnya (DJIUN, 1981).

20 Iklim Iklim suatu daerah adalah keadaan rata-rata peristiwa atmosfir atau curah hujan tersebut dihitung dalam jangka waktu yang lama yaitu 30 tahun. Iklim ini mempunyai peranan sangat penting dalam berbagai unsur antara lain suhu, cuaca, kelembaban, susunan udara dan angin ( DANAATMADJO 1989). B. Pengukuran Panjang Menurut BENU, 1972 yang dimaksud dengan panjang adalah jarak yang menghubungkan dua titik menurun atau menurut garis lurus. Panjang diukur dalam satuan sentimeter dengan kelipatan 10 cm atau dengan istilah allowance (spelasi) yang besarnya cm. Tujuannya spelasi adalah pada setiap pemotongan kayu log tidak terjadi kesalahan, kerusakan, retak, dan belah, maka tidak mengurangi mutu kayu log. Sedangkan yang dimaksud dengan kayu log adalah salah satu bentuk penebangan yang berupa diameter 30 cm keatas dengan panjang 7 m keatas. Teknik pengukuran panjang menurut (HARIANTO,1978) panjang kayu log adalah jarak yang terpendek dari ujung yang terbesar sampai ujung terkecil dari kayu log, diukur sejajar sumbu utama dalam pengukuran panjang kayu log harus diberi spelasi cm. Seperti contoh berikut ini.

21 Tabel 1. Contoh pemberian spilasi cm pada pengukuran panjang. No Pengukuran sebelumnya (m) Pembulatan (m) Perhitungan (m) 1 2 8,19 8,78 8,10 8,70 8,0 8,6 Gambar 1. Cara pengukuran panjang L C. Pengukuran Diameter Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan, karena keterbatasan alat yang tersedia, sering kali pengukuran keliling (K) lebih banyak dilakukan, setelah itu dikonfirmasi ke diameter (D) dengan menggunakan rumus yang berlaku untuk lingkaran, yaitu D = K/?. Pengukuran diameter adalah mengukur panjang garis antara dua titik pada lingkaran yang melalui titik pusat lingkaran tersebut.

22 Gambar 2. Pengukuran Diameter A. Pohon berdiri Pengukuran diameter yang lazim dilakukan adalah diameter setinggi dada (Diameter at breast height = dbh), karena : a. Merupakan bagian yang paling gampang dinilai dan diukur. b. Diameter setinggi dada merupakan elemen pengukuran yang paling penting dan merupakan dasar untuk banyak perhitungan lain. c. Sebagai dasar penentuan distribusi diameter batang yang merupakan hasil inventarisasi yang paling diperlukan. Dalam mengukur diameter, umumnya diukur pada garis setinggi dada atau 130 cm diatas permukaan tanah untuk pohon yang tidak berbanir. Sedangkan untuk pohon yang berbanir yang dimaksud banir disini adalah pembesaran bagian bawah batang dekat permukaan tanah yang disebabkan oleh adanya akar tunjang, akar papan atau pembengkakan.

23 Alat ukur yang dapat mengukur diameter secara langsung yaitu phyband, dengan cara melingkarkan alat pada keliling pohon. B. Pohon Rebah SUMARNA DAN SOEDIONO (1976) menerangkan bahwa letak pengukuran diameter tergantung pada keperluan yaitu bagian ujung dan pangkal atau pada bagian tengah dari batang. Untuk meningkatkan hasil pengukuran maka pengukuran diameter pohon dilakukan minimal dua kali dengan memperhatikan letak alat ukur dan posisi yang benar pada waktu pengukuran dilakukan. Dengan asumsi bahwa pohon itu berbentuk bulat, maka pengukuran diameter baik diameter pada bontos pangkal (d 1 ), maupun pada diameter bontos ujung (d 2 ) maka pengukurannya cukup dilakukan satu kali sehingga untuk menentukan diameter pohon itu sendiri yaitu dengan cara menjumlahkan kedua hasil pengukuran diameter kemudian hasilnya dirataratakan. Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata diameter dari ketiga bentuk tersebut sebagai berikut : 1. Cara pertama d = (d1 + d2)/2 2. Cara kedua d = ½ ((d1+ d2)/2 + (d3 + d4)/2))

24 3. Cara ketiga d = (d1+ d2 + d3 + d4)/4 di mana : d = diameter log d1 = diameter pengukuran pertama d2 = diameter pengukuran kedua d3 = diameter pengukuran ketiga d4 = diameter pengukuran keempat Pendapat diatas didukung oleh BENU (1973) yang menyatakan bahwa cara pengukuran diameter ada bermacam-macam mengingat bentuk penampang kayu bulat yaitu bentuk lingkaran, bentuk elip dan bentuk tak tertentu. PARIADI (1979) menyatakan bahwa dengan adanya kulit pohon, maka ada dua macam pengukuran diameter, yaitu : a. Diameter dengan kulit (dob = diameter outside bark) b. Diameter tanpa kulit (dib = diameter inside bark) Diameter tanpa kulit sama dengan diameter dengan kulit dikurangi dua kali tebal kulit, atau dengan rumus :

25 Dib = dob 2 tb di mana dib = diameter tanpa kulit dob = diameter dengan kulit tb = tebal kulit Pengukuran dengan diameter dilakukan dengan hati-hati karena diameter merupakan salah satu unsur yang menentukan volume kayu bulat, dengan kata lain volume merupakan fungsi dari diameter kuadrat panjang kayu bulat. Menurut BENU, 1972 menyatakan bahwa pengukuran diameter kayu bulat, bermacam-macam ada tiga macam penampangan kayu bulat sebagai berikut: 1. Bentuk Lingkaran 2. Bentuk Elips 3. Bentuk tak tertentu Menurut SOETRISNO, 1977 menjelaskan pada dasarnya pengukuran diameter kayu bulat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Secara langsung Pengukuran melalui pusat penampangan kayu bulat dengan menggunakan pitah ukur, tongkat ukur. Diameter bagian penampang

26 melintang bagian pangkal dan ujung. Tidak selamanya berbentuk silindris sehingga pengukuran harus dilakukan dua kali. Dp Du L Gambar 3. Cara pengukuran diameter secara langsung b. Secara tidak langsung Pengukuran secara tidak langsung dilakukan pada penampang kayu bulat, cara pengukuran kayu ini dilakukan dengan cara bagian pangkal bagian tengah dan bagian ujung.

27 Dp Du Gambar 4. Cara pengukuran diameter secara tidak langsung D. Pengukuran Volume Menurut SUHARLAN dan SOEDONO, 1973 yang dimaksud dengan volume adalah ukuran tiga dimensi suatu benda atau objek yang dinyatakan dalam satuan meter kubik dan diturunkan melalui perkalian dasar yakni lebar, panjang, tebal dan tinggi. Dalam perdagangan kayu bulat, seringkali diperhitungkan volume yang berbeda dari volume yang sebenarnya. Volume ini sering disebut volume dagang. Volume dagang selalu rendah dari pada volume sebenarnya, disebabkan oleh : 1) Pengukuran panjang dan diameter batang yang diperoleh sepihak untuk menguntungkan pembeli ataupun diberi ukuran lebih pada volume kayu.

28 2) Waktu pengubikkan kayu bulat tidak memperhitungkan sebab-sebab yang hilang sewaktu membuat kayu berbentuk bujur sangkar. 3) Waktu menentukan volume hanya dihitung banyaknya papan-papan gergajian yang didapat dari sebatang kayu bulat. Menurut PARIADI, cara pengukuran volume suatu benda dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Cara analitis Volume suatu benda ditentukan melalui perhitungan dengan bantuan rumus-rumus volume dengan bentuk kayu bulat dari sebenarnya bagian pangkal dan ujung. Macam-macam bentuk benda putaran menurut sebenarnya yaitu : a. Bentuk silindris b. Bentuk parabola c. Bentuk kerucut d. Bentuk neoloid 2. Cara langsung Volume suatu benda tanpa mengukur dimensinya dalam hal penggunaan alat ukur yang disebut xylometer. Cara ini dipergunakan untuk mencari volume benda yang berbentuk tidak beraturan atau tidak mungkin dihitung melalui rumus standar volume yang sukar dinyatakan dalam fungsi secara matematika.

29 3. Cara grafik Suatu benda yang berpenampangan melintang berbentuk lingkaran dengan diameter berlainan sepanjang sumbunya, volume mudah dicari secara grafik. Volume ini ditentukan lebih fleksibel dari pada perhitungan menurut rumus, sebab dapat dipergunakan untuk berbagai benda putar tanpa memandang ciri permukaan dan bentuk benda yang sebenarnya. Volume suatu pohon dapat diukur dalam keadaan berdiri atau rebah. Pengukuran volume rebah yang didasarkan atas panjang dan diameter biasanya menggunakan rumus rumus seperti yang ditulis oleh LOETSCH, ET AL. (1973), yaitu : - Rumus Smallian : V = (Gi + Gs) /2 * L? Rumus Brereton : V = ¼ p (Dp + Du) 2 /2 * L di mana : V = volume batang p = 3, Gi = luas bidang dasar pangkal batang Gs = luas bidang dasar ujung batang Dp = Diameter Pangkal (cm) Du = Diameter Ujung (cm) L = panjang batang

30 Menurut PARIADI (1979), untuk menentukan volume dari batang yang sangat panjang maka cara yang baik untuk pengukuran batang tersebut dilakukan dengan membagi ke dalam beberapa, lalu menghitung volume dari tiap tiap seksi, kemudian batang dapat diperoleh dengan menjumlahkan volume dari semua seksi tadi. Perhitungan ini akan lebih mudah apabila panjang tiap tiap seksinya sama, sehingga dapat dicari volume batang tersebut dengan menggunakan rumus Smalian.

31 BAB III. METODE PENGAMATAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi kegiatan penelitian ini dilakukan di TPK PT. Inhutani I unit Malinau, Kabupaten Malinau. Waktu pelaksanaan mulai tanggal 22 Juni 2009 sampai dengan 29 Juni 2009 yang meliputi orentasi lapangan, pengukuran dan pengolahaan data. 1. Alat B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : - Meteran untuk mengukur panjang kayu bulat. - Meteran untuk mengukur diameter bagian pangkal dan bagian ujung. - Alat tulis menulis untuk mencatat hasil pengukuran. - Kalkulator digunakan untuk menghitung hasil penelitian dilapangan. - Kamera untuk dokumentasi pengamatan dilapangan. 2. Bahan Bahan yang dipergunakan dalam pengamatan ini adalah kayu bulat jenis meranti merah (Shorea leprasula Miq).

32 C. Prosedur Kerja 1. Orientasi Lapangan Orientasi lapangan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang keadaan lapangan, serta untuk mengetahui ketersediaan kayu bulat yang akan digunakan dalam pengamatan tersebut. 2. Penyelesaian Administrasi Penyelesaian administrasi dilakukan adalah permohonan ijin melaksanakan pengamatan dilapangan tersebut. 3. Pengambilan data - Menentukan jumlah sampel yang akan diamati, yaitu sebanyak 75 batang pohon meranti merah - Pengukuran panjang dan diameter kayu bulat. 4. Menghitung volume batang dengan cara mengukur peubah-peubah volume yaitu diameter dan panjang batang. 1) Mengukur Panjang batang dengan spilasi 10 cm 19 cm. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur. 2) Mengukur diameter pangkal dan ujung. Pengukuran pangkal pohon dimulai dari penampang terpendek melalui pusat penampang. Sedangkan pengukuran kedua diukur melalui titik pusat yang tegak lurus. Begitu juga dengan pengukuran diameter ujung batang.

33 D. Pengolahan Data Untuk mengetahui hasil perhitungan Volume kayu bulat jenis merah (Shorea leprosula Miq) digunakan rumus-rumus sebagai berikut : - Penentuan Volume a. Rumus volume Brereton? Dp? Du? V = ¼ p x L? 2? 2 Keterangan : p = 3, Dp = Diameter pangkal (cm) Du = Diameter ujung (cm) L = Panjang (m) b. Rumus Volume Smallian V? ( Gi? gs) xl 2 V G i = Volume (m3) = Luas Penampang (Basar Area) pada pangkal batang g s = Luas Penampang (Basar Area) pada ujung batang ( 4 1 pd 2 )

34 - Penentuan Standar Deviasi : Sd?? 2 2? x? x? n n? 1 Keterangan : Sd = Standar Deviasi Sx² = Jumlah nilai x yang dikuadratkan Sx = Jumlah nilai x n = Jumlah Pengamatan - Penentuan Diameter Rata rata Sd d = n Keterangan : d = Diameter rata rata Sd = Jumlah hasil pengukuran diameter batang n = Jumlah pengamatan

35 - Panjang Rata rata Sp p = n Keterangan : p = Panjang rata rata Sp = Jumlah hasil pengukuran n = Jumlah pengamatan - Penentuan Volume Rata rata SV V = n Keterangan : V = Volume rata rata Sv = Jumlah pengukuran volume n = Jumlah pengamatan

36 - Uji t Uji-t digunakan untuk uji hipotesis bahwa beda rata-rata volume antara rumus Brereton dengan Smallian. Rata-rata volume tersebut adalah sebanding atau sama dengan nol dengan rumus uji-t sebagai berikut : T = D/Se di mana : T = Nilai T hitung D = beda rata-rata antara pasangan nilai Se = galat baku (standard error) Adapun kriteria pengujian adalah sebagai berikut :? Jika T hitung < T tabel dengan tingkat kepercayaan 95% maka Ho diterima? Jika T hitung > T tabel dengan tingkat kepercayaan 95% maka Ho ditolak

37 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan diolah dan dihitung dengan menggunakan rumus Brereton dan Smallian untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil perhitungan volume dari dua rumus tersebut. Berdasarkan data pada lampiran 2 tersebut dihitung rata-rata diameter, panjang dan rata-rata volume beserta standar deviasinya baik yang dihitung dengan menggunakan rumus volume Brereton maupun dengan rumus volume Smallian yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Hasil Perhitungan Diameter, Panjang dan Volume rata rata baik yang menggunakan rumus volume Brereton mapun Smallian beserta standar deviasinya No Rumus Diameter (cm) Panjang (m) Volume (m3) Volume Pangkal SD Ujung SD Rataan SD Rataan SD 1 Brereton Smallian

38 Hasil perhitungan pada tabel 2, dituangkan dalam bentuk histogram seperti yang tertera pada Gambar 5 berikut ini : Meter Kubik Smalian Brereton Rata-rata SD Gambar 5. Histrogram rata- rata volume berdasarkan rumus Brereton dan Smallian beserta Simpangan bakunya B. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan pada sampel 75 batang jenis meranti merah (Shorea leprosula Miq) diketahui bahwa untuk diameter pangkal diameternya berkisar antara 50 cm 136 cm dan diameter ujung berkisar antara 40 cm 121 cm sedangkan panjang berkisar antara 9.9 m 21 m. Hasil perhitungan volume dengan menggunakan rumus volume Brereton didapat volume terbesar m3 dan volume terkecil m3, dengan rata-rata m3 dan simpangan baku 2.39 m3 dengan koefisien variasi 41.05

39 %. Sedangkan hasil perhitungan volume dengan menggunakan rumus Smallian diketahui bahwa, volume tertinggi adalah m3 dan terendah m3 dengan nilai rata-rata volume sebesar m3 simpangan baku 2.40 m3 dan koefisien variasi %. Setelah diadakan uji T antara hasil volume dengan menggunakan rumus volume Brereton dan Smallian diperoleh hasil t hitung sebesar Sebagai pembanding digunakan t tabel pada tingkat kepercayaan 95 % yaitu sebesar Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini : Tabel 3. Perhitungan uji t untuk hasil perhitungan volume dengan rumus Brereton dan Smallian. Rumus Volume X Sd Se t hitung t tabel Brereton Smallian ** 1.67 ** Signifikan pada taraf 95 % Berdasarkan uji t pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan volume kayu berdasarkan rumus volume Brereton dan Smallian memberikan hasil rata rata yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 %.

40 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil Penelitian yang diperoleh perhitungan volume kayu bulat dengan menggunakan rumus Brereton dan Smallian di TPK pada PT. Inhutani I Kabupaten Malinau, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil perhitungan volume kayu bulat dengan menggunakan rumus Brereton volume rata- rata sebesar m 3 dengan keofisien variasi %. 2. Hasil perhitungan Volume kayu bulat dengan menggunakan rumus Smallian volume rata-rata sebesar dengan koefisien variasi %. 3. Setelah diadakan uji t ternyata dengan menggunakan rumus Brereton dengan rumus Smallian memberikan hasil volume yang berbeda nyata. B. Saran Perlu adanya pengamatan pengukuran lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan hasil perhitungan volume kayu bulat dengan menggunakan rumusrumus volume lainnya seperti Newton, Huber dan lain-lain.

41 DAFTAR PUSTAKA ANONIM, Dikutip dari RETNO WULAN, Studi tentang persentase hidup cabutan meranti merah (Shorea Leprosula miq) dengan menggunakan hormon ROOTONE F dan tanpa hormon. ANONIM, Dipterocarpaceae Vol. 6, No. 1,2002. ISSN Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor Indonesia. ANONIM, Potensi dan penyebaran kayu komersial di Indonesia meranti merah. Buku 7 Departemen Kehutanan. ANONIM, Studi Kelayakan Pembangunan Dan Pengusahaan HTI Kayu Serat (HTI Murni dan HTI Trans) Unit Kenangan Propinsi Dati I Kalimantan Timur. PT. ITCI HUTANI. ANONIM, Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pembuatan Hutan Tanaman Industri. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. Jakarta 136 h. ANONIM, Jenis jenis kayu Indonesia. Proyek sumber daya ekonomi. Lembaga Biologi Nasional. Lipi. ATMOSUSENO, B. S DAN DULJAFAT. K Kayu Komersial Penebaran Swadaya Jakarta. BENU, H.S, Cara cara Pengukutan kayu bulat. Direktorat Jenderal Kehutanan Indonesia.

42 DANAATMADJA, OH. M, Mata Kuliah Tanaman Hutan Semester II dan III. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Universitas Padjajaran Bandung. DJAMALUDIN, Dikutip Dari DIAH FIBRIANI, Nilai Potensi Tegakan Acasia mangium ( Acacia mangium WILLD ) PT. Sumalindo DI BUKIT SUHARTO KALIMANTAN TIMUR. ENDANG, Manajemen Hutan. Depaatemen Pendidikan dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Universitas Padjajaran Bandung HADI DAN SUTRISNO. Buku Stastistik Jilid I HARDJO DARSONO. H. M. S, Atelas Kayu Indonesia. HARIYANTO, Beberapa Cara Pengukuran Kayu Bulat. Drektorat Jendral Kehutanan Indonesia HASANUDIN, Dkk Diktat Ilmu Ukur Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda. KAHAERUDIN, Pendidikan Tanaman HTI. Penebaran Swadaya. KAHAERUDIN, Pembibitan Hutan Tanaman Industri. PT. Penebaran Swadaya. Jakarta.

43 PARIADI, H. M, Ilmu Ukur Kayu. Pusat Pendidikan Kehutanan Cepu. Jakarta. PARIADI, Ilmu Ukur Kayu. Pusat Pendidikan Kehutanan Cepu. Direktorat Perum Perhutani. SOEKOTJO, W Diktat Silvika. Pusat Pendidikan Cepu. Direksi Perum Perhutani. SOETRISNO, K Silvika. Bahan Kuliah Silvika Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. SUHARLAN dan SOEDIONO, Ilmu Ukur Kayu. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. SUHARLAN dan SOEDIONO, Ilmu Ukur Kayu. Fakultas Kehutanan Institut Bogor. Bogor. SUSANTI, Studi Tentang Tinggi dan Diameter Tanaman Acacia mangium willd Umur 1 Tahun di Arboretum POLITANI Unmul samarinda. Karya Ilmiah Mahasiswa (Tidak di Terbitkan). SUTOPO, Peningkatan Kualitas Pemanfaatan Kayu Jati Muda Untuk Mebel di Surakarta. SYMINGTON, Forester Manual of Dipterocarp. Malaysia Fores Reccord.

44 Tabel 4. Hasil Pengukuran Diameter dan Panjang Jenis Merah No Jenis Diameter (cm) Panjang Basal Area (m2) Volume (m3) Pangkal Ujung (m) Pangkal Ujung Smalian Brereton merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah

45 merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah

46 merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah

47 Tabel 4. Sambungan No Jenis Diameter (cm) Panjang Basal Area (m2) Volume (m3) Pangkal Ujung (m) Pangkal Ujung Smalian Brereton merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah

48 merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah merah

49 merah merah merah merah merah merah merah merah

50 Tabel 5. Deskripsi Hasil Perhitungan Volume dengan menggunakan Rumus Volume Brereton dan Smallian Smallian

51 Mean Standard Error Median Mode 0 Standard Deviation Sample Variance Kurtosis Skewness Range Minimum Maximum Sum Count 75 Confidence Level(95,0%) Brereton Mean Standard Error Median Mode 0 Standard Deviation

52 Sample Variance Kurtosis Skewness Range Minimum Maximum Sum Count 75 Confidence Level(95,0%)

53 Tabel 6. Hasil perhitungan Uji-T t-test: Paired Two Sample for Means Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference 0 Df 74 t Stat P(T<=t) one-tail 5.341E-14 t Critical one-tail P(T<=t) two-tail 1.068E-13 t Critical two-tail

54 Tabel 7. Deskripsi Pangkal, Ujung, Panjang Diamaeter Pangkal (cm) Panjang (m) Mean Mean Standard Error Standard Error Median 77 Median 14.1 Mode 83 Mode 12 Standard Deviation Standard Deviation Sample Variance Sample Variance Kurtosis Kurtosis Skewness Skewness Range 86 Range 11.1 Minimum 50 Minimum 9.9 Maximum 136 Maximum 21 Sum 5837 Sum Count 75 Count 75 Confidence Level(95.0%) Confidence Level(95.0%) Diameter Ujung (cm) Mean Standard Error Median 65 Mode 69

55 Standard Deviation Sample Variance Kurtosis Skewness Range 81 Minimum 40 Maximum 121 Sum 4910 Count 75 Confidence Level(95.0%)

PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk.

PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk. 1 PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk.LOAJANAN SAMARINDA Oleh ASRIANI HAMZAH P. NIM.070.500.006 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENENTUAN VOLUME KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq) DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS BRERETON. Oleh: INDRA NIM:

PENENTUAN VOLUME KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq) DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS BRERETON. Oleh: INDRA NIM: 1 PENENTUAN VOLUME KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq) DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS BRERETON Oleh: INDRA NIM: 080 500 042 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya, penyusun Karya Ilmiah ini di susun berdasarkan hasil

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya, penyusun Karya Ilmiah ini di susun berdasarkan hasil 4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya, penyusun Karya Ilmiah ini di susun berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan yang sangat tinggi dan formasi hutan yang beragam. Dipterocarpaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KOPI (Coffea sp) Oleh : DONNY SETIAWAN NIM

PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KOPI (Coffea sp) Oleh : DONNY SETIAWAN NIM PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KOPI (Coffea sp) Oleh : DONNY SETIAWAN NIM. 100 500 103 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Agathis loranthifolia R. A. Salisbury 2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama Agathis loranthifolia R. A. Salisbury termasuk famili Araucariaceae dengan memiliki nama lokal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kayu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat tersebut bila tidak diimbangi dengan usaha penanaman kembali maka degradasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penentuan Volume Pohon Volume pohon dapat diperkirakan dari hubungan nyata antara dimensi pohon dan volume pohon tertentu. Diameter, tinggi, dan faktor bentuk merupakan peubah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Eucalyptus di TPL Tanaman Eucalyptus sudah dikenal sejak abad 18 dan perkembangan pembangunan tanaman ini maju pesat pada tahun 1980 setelah kongres Kehutanan Sedunia

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp)

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp) ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp) (Conversion Rate Analysis Measurement of Logs in The Water For Shorea spp) Budiyana, Iswan Dewantara, Ahmad Yani Fakultas

Lebih terperinci

Mutu dan Ukuran kayu bangunan

Mutu dan Ukuran kayu bangunan Mutu dan Ukuran kayu bangunan 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, istilah, penggolongan, syarat mutu, ukuran, syarat pengemasan, dan syarat penendaan kayu bangunan. 2. Definisi Kayu bangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUKURAN KAYU

LAPORAN PENGUKURAN KAYU LAPORAN PENGUKURAN KAYU KELOMPOK IV 1. JONIGIUS DONUATA 2. YANSEN Y. ASA 3. TITO SIMENES ALVES 4. MAKSIMUS SERAN 5. KOSMAS DAMIANUS TAO PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA Page 1 of 6 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.6-1999/ Revisi SNI 01-2026-1990 KAYU CENDANA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

KETELITIAN PENGUKURAN TINGGI POHON DENGAN MENGGUNAKAN HAGAMETER

KETELITIAN PENGUKURAN TINGGI POHON DENGAN MENGGUNAKAN HAGAMETER KETELITIAN PENGUKURAN TINGGI POHON DENGAN MENGGUNAKAN HAGAMETER Oleh : ZAINAL ABIDIN NIM. 090 500 162 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi SNI 7533.1:2010 Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional SNI 7533.1:2010 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen.

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen. LAMPIRAN 123 124 Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Pengujian sifat fisik mengikuti standar ASTM 2007 D 143-94 (Reapproved 2007) mengenai Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pekarangan warga di Kecamatan Jumantono, Kecamatan Karanganyar dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Latosol (Desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009 Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/009 Tanggal : 10 November 009 I. KETENTUAN UMUM METODA PENGUKURAN KAYU BULAT RIMBA INDONESIA 1. Kayu Bulat Rimba

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki TINJAUAN PUSTAKA Bibit Sungkai (Peronema canescens) 1. Morfologi Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai termasuk

Lebih terperinci

PENGAMATAN DIAMETER RATAAN POHON MERANTI

PENGAMATAN DIAMETER RATAAN POHON MERANTI PENGAMATAN DIAMETER RATAAN POHON MERANTI (Shorea spp) PADA KELAS KELERENGAN YANG BERBEDA DI AREAL PT. BATU KARANG SAKTI KECAMATAN MENTARANG KABUPATEN MALINAU Oleh : ARDIANSYAH NIM. 080 500 004 PROGRAM

Lebih terperinci

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK 11/1/13 MAKALAH SEMINAR/EKSPOSE HASIL PENELITIAN TAHUN 13 BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK Oleh: Asef

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati.

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati. Penelitian Hasil Hutan Vol. 24 No. 5, Oktober 2006: 385-394 berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati. Gambar 1. Lempengan

Lebih terperinci

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Sarintan Efratani Damanik Dosen Fakultas Pertanian Universitas Simalungun Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 s/d Januari 2016. Lokasi penelitian berada di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi,

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI 1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI Oleh NUR AYSAH NIM. 080500129 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Singkat Hutan Hujan Tropis Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) 1. Tata nama P. merkusii Jungh et. De Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan bisnis atau peluang usaha yang menjanjikan.tingginya minat

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan bisnis atau peluang usaha yang menjanjikan.tingginya minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki hortikultura tropika yang berlimpah karena keanekaragaman sumber daya lahan, iklim, dan cuaca yang dimilikinya. Sumber daya tersebut dapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September PENGARUH UMUR SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN DI PERSEMAIAN 1) Oleh: Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Suren (Toona sureni Merr), merupakan jenis yang memiliki pertumbuhan cepat dan kegunaan

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi Standar Nasional Indonesia Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA ( Exploitation Factor of Mangium ( Accacia mangium Wild) Plantation Forest : Case

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi

Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERTUMBUHAN ANAKAN PINUS

PENGAMATAN PERTUMBUHAN ANAKAN PINUS PENGAMATAN PERTUMBUHAN ANAKAN PINUS (Pinus merkusii) DENGAN MENGGUNAKAN PUPUK KOMPOS DI AREAL PT. NELLY JAYA PRATAMA KECAMATAN MENGKENDEK KABUPATEN TANA TORAJA Oleh : RUSLI NIM. 080500050 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15 TABEL ISI POHON JENIS BINTANGUR (Callophyllum sp.) DI KPH SANGGAU, KALIMANTAN BARAT (Tree Volume Table of Bintangur (Callophyllum sp.) in the Forest District of Sanggau, West Kalimantan) Oleh/By: Sofwan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 11 /V-PTH/2007 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon

Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pengukuran Diameter (DBH) Diameter atau keliling merupakan salahsatu dimensi batang (pohon) yang sangat menentukan luas penampang lintang batang pohon saat berdiri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 489/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG KEPOK BANGUN SARI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 489/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG KEPOK BANGUN SARI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 489/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG KEPOK BANGUN SARI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENGAMATAN MENGAMATI PERKECAMBAHAN KACANG IJO

LAPORAN HASIL PENGAMATAN MENGAMATI PERKECAMBAHAN KACANG IJO LAPORAN HASIL PENGAMATAN MENGAMATI PERKECAMBAHAN KACANG IJO Kelompok 1 : Aditya Chandra B Dimas Yanuar D Jun Ho Choi Nalendra Zullfahmi Rheditia Ferdiansyah Thirza Anugrah KATA PENGANTAR Pertama-tama kami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 491/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN DURIAN SALISUN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 491/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN DURIAN SALISUN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 491/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN DURIAN SALISUN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 171/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN DUKU PRUNGGAHAN TUBAN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 171/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN DUKU PRUNGGAHAN TUBAN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 171/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN DUKU PRUNGGAHAN TUBAN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : 13-22 (1999) Artikel (Article) EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI (Shorea spp.) DI HAURBENTES BKPH JASINGA KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Produk kayu bundar Bagian 1: Kayu bundar jati

Produk kayu bundar Bagian 1: Kayu bundar jati SNI 015007.12003 Standar Nasional Indonesia Produk kayu bundar Bagian 1: Kayu bundar jati ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional SNI 015007.12003 Daftar isi Daftar isi...i Daftar tabel...ii Prakata...iii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu tuntutan yang harus dipenuhi. Produktivitas ditentukan oleh kualitas tempat tumbuh dan teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci