PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN SEMAI RAMIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN SEMAI RAMIN"

Transkripsi

1 PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN SEMAI RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) AKIBAT KETERBUKAAN AREAL PADA HUTAN RAWA GAMBUT DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER, PROVINSI RIAU IFANI RUSVADILLA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN IFANI RUSVADILLA. Perubahan kondisi lingkungan dan pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) akibat keterbukaan areal pada hutan rawa gambut di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau. Dibimbing oleh UJANG SUWARNA. Hutan rawa gambut merupakan salah satu tipe hutan yang memiliki ekosistem spesifik dan rapuh dengan habitat lahan yang kaya akan bahan organik, sehingga diperlukan pengelolaan yang baik dan hati-hati untuk mencapai kelestarian produksi dan ekologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur luas hutan rawa gambut yang terbuka akibat kegiatan pemanenan, menganalisis faktor-faktor yang dipengaruhi oleh keterbukaan areal meliputi pertumbuhan semai ramin, sifat fisik tanah, tinggi muka air (TMA) serta suhu dan kelembaban dan menganalisis faktor yang mempengaruhi pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) antara lain sifat fisik tanah, ketebalan gambut, serta suhu dan kelembaban. Keterbukaan lahan akibat pemanenan diharapkan pulih kembali dengan melakukan upaya penanaman kembali lahan tersebut. Analisis data dilakukan melalui analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis deskriptif dengan melakukan pembacaan tabel dan gambar sedangkan analisis statistik dengan menggunakan Microsoft office excel 2007, software Statistical Analysis Software (SAS) 9.1 melalui metode Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) dan Minitab 15 dengan analisis Komponen Utama (RKU). PT. Diamond Raya Timber telah melaksanakan pemanenan hutan yang sesuai dengan prinsip kelestarian hutan, salah satunya menerapkan teori Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) pada bagian awal tahap pemanenan. Kegiatan pemanenan dapat menimbulkan keterbukaan areal, dalam hal ini meliputi penebangan pohon, pembuatan jalan sarad dan jalan seling, pembuatan TPn dan pembuatan jalan angkutan kayu. Keterbukaan areal total akibat pemanenan adalah 3.728,75 m 2 /ha, keterbukaan di petak manual 1.712, 90 m 2 /ha, di petak mekanis 1.415,85 m 2 /ha dan jalan angkut 600 m 2 /ha. Luas keterbukaan areal pada petak mekanis dapat lebih tinggi jika memperhitungkan keterbukaan areal akibat manuver logfisher sebesar 1000 m 2 /ha atau sebesar 70,6%. Keterbukaan areal dapat menimbulkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan dan mempengaruhi pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz). Kondisi lingkungan ini meliputi sifat fisik tanah (kadar air, bulk density, dan porositas), tinggi muka air, suhu, dan kelembaban. Analisis data menunjukkan secara keseluruhan keterbukaan areal mempengeruhi seluruh variabel tersebut. Secara deskriptif semai ramin lebih cepat tumbuh dengan kondisi tempat tumbuh yang agak terbuka karena pada tingkat semai, ramin merupakan jenis semi toleran. Analisis hubungan pertumbuhan ramin terhadap sifat fisik tanah (kadar air, bulk density, dan porositas), ketebalan, suhu, dan kelembaban gambut menyatakan hubungan yang tidak nyata. Artinya variabel tersebut memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap pertumbuhan semai ramin. Kata Kunci: Hutan rawa gambut, keterbukaan areal, ramin

3 SUMMARY IFANI RUSVADILLA. Change of enviromental conditions and growth of ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) seedlings due land clearance on peat swamp forest IUPHHK PT. Diamond Raya Timber, Riau Province. Supervised by UJANG SUWARNA Peat swamp forests is one of the forest type that has a specific and fragile ecosystem with the land that is rich in organic materials, so it needed proper management to achieve production and ecological sustainability. This research was purpose to measure the area of peat swamp forest that are open due to harvesting activity, analyze the factors that influenced by the openness of the area include the growth of ramin, physical properties if soils, water table, temperature, humidity and analyze the factors that influence the growth of ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) such as physical properties of soil, peat depth, temperature and humidity. The openness of land due to harvesting is expected to recover by making efforts to replant the area. Data analysis was carried out trough the descriptive and statistic analysis. Descriptive analysis by doing reading tables and images while statistic analysis using microsoft office excel 2007 software, Statistical Analysis Software (SAS) 9.1 trough Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) and Minitab 15 by principal component analysis (RKU). PT. Diamond raya timber has exercised the harvesting of a forest to the principle of sustainability, one applies the theory of forest opening at the beginning stages of harvesting. The Purpose is to decrease high levels of openness to the harvesting, besides that PWH can also reduce the damage to the forest live and the reduce cost of harvesting. Harvesting activities can cause openess of the area, that means logging trees, building a skid road and seling road, and the road making TPn and manufacture of road transport of wood. The openness of the total harvesting is due to 3.728,75 m 2 /ha. Openness area in manual plots is 1.712, 90 m 2 /ha, in mechanical plots 1.415,85 m 2 /ha, and road transport of wood 600 m 2 /ha. Openess the area in mechanical plots can be higher if take into account the openess of area due to maneuver logfisher equal to 1000 m 2 /ha or as much as 70,6 %. Openness of area could result in the occurrence of a change of the weather conditions and the growth of semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz). The environmental condition these involve the physical characteristics of land (soil water content, bulk density, porosity), and top of water level, temperature, and moisture. Analysis of data overall openess the influential real against all variables such. Based on descriptive analysis, ramin grow faster to the condition as rather open area, because at that level ramin is a kind of semi tolerant. Through analysis growth ramin against the physical characteristics of land (soil water content, bulk density, porosity), the thickness of soil, the temperature, and moisture peat expresses the relation of are not real. It means variables such give impact of the very small on the growth of semai ramin. Key words: the peat swamp forests, the openness of the area, ramin

4 PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN DAN PERTUMBUHAN SEMAI RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) AKIBAT KETERBUKAAN AREAL PADA HUTAN RAWA GAMBUT DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER, PROVINSI RIAU IFANI RUSVADILLA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan kondisi lingkungan dan pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) akibat keterbukaan areal pada hutan rawa gambut di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang tercantum atau dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2012 Ifani Rusvadilla NIM E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Perubahan kondisi lingkungan dan pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) akibat keterbukaan areal pada hutan rawa gambut di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau Nama Mahasiswa : Ifani Rusvadilla NIM : E Menyetujui: Dosen Pembimbing, Ujang Suwarna S.Hut, M.Sc. F.Trop NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan, Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP Tanggal:

7 iii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 November 1989 di kota Batusangkar, Sumatera Barat sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Alirusman dan Ibu Zulnifatri S.Pd. SD. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sungayang kemudian penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di kota Padang. Penulis aktif mengikuti organisasi-organisasi kemahasiswaan di Fakultas Kehutanan yaitu Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai anggota Komisi III dan International Forestry Students Association (IFSA LC-IPB) sebagai anggota Divisi Kesekretariatan, serta sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) pada Himpunan Profesi (Himpro) Forest Management Student Club (FMSC). Penulis pernah mengikuti kegiatan Temu Manajer 2010 sebagai anggota Komisi Disiplin (Komdis) dan mengikuti seminar publikasi program FMSC tahun sebagai ketua pelaksana. Pada Tahun 2011, penulis memilih bagian keprofesian Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Perubahan kondisi lingkungan dan pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) akibat keterbukaan areal pada hutan rawa gambut di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau di bawah bimbingan Ujang Suwarna S. Hut, M.Sc. F.Trop. Skripsi ini diselesaikan pada tahun 2012.

8 ii UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirabbil alamiin, puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan kondisi lingkungan dan pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) akibat keterbukaan areal pada hutan rawa gambut di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, karya tulis ini tidak dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkann terimakasih kepada: 1. Kedua orang tua, Bapak Alirusman dan Ibu Zulnifatri, S.Pd.SD serta adikadikku Rezky Ade Mulia dan Wahdini Rusvadilla, atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis selama ini. 2. Bapak Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc. F.Trop yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi nasehat kepada penulis. 3. PT. Diamond Raya Timber dan segenap staf-nya atas izin dan dukungan, serta bantuannya dalam penelitian di lapangan. 4. Mas Nugroho Prasetyo Winasis selaku manajer perencanaan dan PRPL, Bang Mudri, Yusri, Syahril dan teman-teman pekerja di PT. Diamond Raya Timber yang telah membantu penulis selama di lapangan. 5. Dimas Darma Seputra, Rissa, Maria, Harry, Hapriza, Endrawati, Bayu, Mike, Anggi, Bela, Tira, Melati, Willi, Fita, Nizar dan teman-teman Manajemen Hutan angkatan 45 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan telah banyak membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Keluarga besar Departemen Manajemen Hutan atas kebersamaan dalam suka dan duka selama ini serta keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB angkatan 45 dengan banyak kesan yang tidak terlupakan. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bogor, November 2012 Ifani Rusvadilla

9 i KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan rasa puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan kondisi lingkungan dan pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) akibat keterbukaan areal pada hutan rawa gambut di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur mengenai keterbukaan areal akibat pemanenan serta dampaknya terhadap lingkungan di hutan rawa gambut. Skripsi ini disusun sebagai respon dari kurangnya pengendalian dampak atas keterbukaan areal hutan rawa gambut akibat kegiatan pemanenan. Hal ini menyebabkan pencapaian pengelolaan hutan gambut lestari belum maksimal. Penelitian ini menjelaskan bahwa keterbukaan areal hutan rawa gambut dapat mempengaruhi berbagai faktor lingkungan pada areal tersebut. Faktor tersebut antara lain pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz), sifat fisik tanah (kadar air, porositas dan bulk density), tinggi muka air, suhu serta kelembaban gambut. Penulis mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari titik kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Bogor, November 2012 Ifani Rusvadilla

10 iv DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu PT. Diamond Raya Timber Keterbukaan Areal Hutan Rawa Gambut Pengertian Hutan Rawa Gambut Karakteristik Hutan Rawa Gambut Penyebaran Hutan Rawa Gambut Tinggi Muka Air Gambut Iklim Mikro Hutan Rawa Gambut Tanah Gambut Definisi Tanah Tanah Gambut Pembentukan Tanah Gambut Sifat Fisik Tanah Gambut Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) Deskripsi Ramin Sebaran Habitat Ramin Riap Alami Ramin Multivariate Analysis of Variance (MANOVA)... 14

11 v BAB III METODE KEGIATAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Objek dan Alat Penelitian Jenis data Metode Penelitian Batasan Masalah Prosedur Penelitian BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Letak dan Luas Areal Batas Geografis Luas Kondisi Fisik Hutan Topografi Hidrologi Geologi Tanah Iklim Keadaan Hutan Tipe Hutan dan Asosiasi Vegetasi Pemanfaatan Lahan di Sekitar Areal Konsesi Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu PT. Diamond Raya Timber Keterbukaan Areal Sifat Fisik Tanah Gambut Setelah Pemanenan Pertumbuhan Ramin Suhu dan Kelembaban Tinggi Muka Air (TMA) Analisis Hubungan Keterbukaan Areal dengan Variabel yang Dipengaruhinya Korelasi Hubungan Antar Variabel... 38

12 vi 5.9 Analisis Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Semai Ramin BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 vii DAFTAR TABEL No Halaman 1. Rata-rata keterbukaan areal pada masing-masing lokasi Perubahan sifat fisik tanah akibat pemanenan Rata-rata pertumbuhan semai ramin selama delapan minggu Rata-rata suhu dan kelembaban hutan rawa gambut akibat pemanenan Rata-rata pengukuran Tinggi Muka Air (TMA) MANOVA (Multivariate Analysys of Variance) Analisis regresi komponen utama... 39

14 viii DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Kubah gambut yang menggambarkan akumulasi bahan organik Penanaman semai ramin Pengukuran ramin Pengukuran Tinggi Muka Air Gambut Pengukuran ketebalan gambut Korelasi antar dependent variable... 38

15 ix DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Peta RKU PT DRT berbasis IHMB periode Peta PWH dan lokasi penelitian Data pengukuran dan pertumbuhan semai ramin Data suhu dan kelembaban Luas areal terbuka Sifat fisik tanah gambut Tinggi Muka Air (TMA) gambut Ketebalan gambut Rata-rata pengukuran Analisis Keterbukaan areal terhadap variabel yang dipengaruhinya Model regresi hubungan pertumbuhan semai ramin dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya... 71

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang tak ternilai harganya dan mempunyai fungsi atau manfaat baik secara ekonomis, ekologis, maupun estetika. Secara ekonomis hutan merupakan sumberdaya alam yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan merupakan salah satu modal pembangunan. Secara ekologis hutan sangat berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan berpengaruh terhadap iklim global seluruh permukaan bumi sehingga sering disebut sebagai paru-paru dunia. Secara estetika hutan merupakan keindahan alam yang sangat menakjubkan. Berkurangnya luas hutan rawa gambut disebabkan berbagai faktor yang salah satunya adalah akibat pemanenan hutan rawa gambut. Perencanaan pemanenan yang tidak tepat serta sistem manajemen yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap keterbukaan lahan rawa gambut sehingga tanah dapat terganggu fungsi dan keberadaannya. Lahan gambut merupakan ekosistem khas yang marginal dan rapuh, sehingga memerlukan perlakuan pengelolaan khusus. Perlakuan yang berlebihan tanpa memperdulikan kelestariannya akan menyebabkan sifat-sifat tanah gambut berubah atau rusak. Kerusakan lahan gambut ini dapat disebabkan oleh kondisi iklim yang sukar dikendalikan, hanya saja kerusakan pada lahan gambut tropika selama ini lebih banyak disebabkan oleh kesalahan dalam pembukaan dan pengelolaan yang mengabaikan sifat-sifat ekosistem gambut tersebut (Noor 2010). Pengelolaan hutan rawa gambut ditujukan untuk mendayagunakan fungsi kawasan serta melestarikan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Kayu ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) merupakan salah satu kayu komersil yang dihasilkan hutan rawa gambut. Ramin tergolong kayu mewah dan langka sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi, untuk itu perlu adanya upaya penyelamatan jenis ramin melalui suatu sistem kelola yang baik di hutan rawa gambut dengan mengetahui perubahan sifat fisik tanah dan kondisi lingkungan akibat keterbukaan areal.

17 2 1.1 Tujuan Penelitian 1. Mengukur luas hutan alam rawa gambut yang terbuka akibat kegiatan pemanenan. 2. Menganalisis pengaruh keterbukaan areal terhadap pertumbuhan semai ramin, sifat fisik tanah, Tinggi Muka Air (TMA) serta suhu dan kelembaban. 3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) antara lain sifat fisik tanah, ketebalan gambut, serta suhu dan kelembaban. 1.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan untuk menentukan efektifitas kegiatan pemanenan kayu melalui kegiatan pembukaan wilayah hutan dan mengetahui faktor-faktor yang ditimbulkan agar nantinya dapat dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan keterbukaan lahan yang terjadi. Keterbukaan lahan akibat pemanenan diharapkan pulih kembali dengan melakukan upaya penanaman kembali lahan tersebut.

18 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu Conway (1978) dalam Muhdi (2002) menyebutkan pemanenan hutan dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan. Kegiatan ini dibedakan atas empat komponen utama, yaitu : 1. Penebangan, yaitu mempersiapkan kayu seperti menebang pohon dan memotong kayu sebelum kayu disarad jika dianggap perlu. 2. Penyaradan, yaitu usaha untuk memindahkan kayu dari tempat penebangan ke tepi jalan angkutan. 3. Pengangkutan, yaitu usaha mengangkut kayu dari hutan ke tempat penimbunan atau pengolahan. 4. Penimbunan, yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik sebelum digunakan atau dipasarkan, dalam kegiatan ini termasuk pemotongan ujungujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum ditimbun. 2.2 Keterbukaan Areal Akses keluar-masuk hutan untuk mengelola dan memelihara hutan harus tersedia dengan baik, dan hasil hutan dapat dikeluarkan dengan lancar dan mudah untuk mencapai pengelolaan hutan lestari dan pemanfaatan hasil hutan yang maksimal. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah keterbukaan areal. Keterbukaan tanah hutan adalah hilangnya vegetasi permukaan tanah antara lain dari tajuk-tajuk pohon, semak belukar, tumbuhan bawah lainnya dan serasah yang menutupi tanah. Keterbukaan tanah dalam pengelolaan hutan alam pada umumnya terjadi karena Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) (jaringan jalan angkutan dan prasarana PWH lainnya, seperti TPk, TPn dan base camp) dan akibat pemanenan kayu (pada penebangan dan penyaradan) (Elias 2008). Berdasarkan penyebabnya areal yang terbuka dibedakan atas areal yang terbuka karena pembuatan prasarana PWH, karena penyiapan lahan tanam, penebangan pohon, serta pembuatan jalan sarad dan penyaradan (Elias 2008).

19 4 Pada pemanenan kayu dengan sistem silvikultur tebang pilih, dampak kegiatan penebangan dan penyaradan sangat tergantung dari intensitas penebangan (jumlah batang pohon yang ditebang per hektar). Semakin tinggi intensitas penebangan, makin luas juga keterbukaan arealnya (Elias 2008). 2.3 Hutan Rawa Gambut Pengertian Hutan Rawa Gambut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 bahwa yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Gambut secara harfiah diartikan sebagai onggokan sisa tanaman yang tertimbun dalam masa dari ratusan bahkan sampai ribuan tahun. Menurut epistemologi gambut adalah material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan atau jenuh air, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sebagian yang mengalami perombakan (decomposed). Menurut konsep pedologi, gambut adalah bentuk hamparan daratan yang morfologi dan sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh kadar bahan organik yang dikandungnya (Noor 2010). Kepres No. 32 tahun 1990 dan Undang-Undang No. 21 tahun 1992 tentang penataan ruang kawasan bergambut menetapkan kawasan bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang letaknya di bagian hulu sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan tersebut. Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan rawa dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang surut/rawa pantai dan rawa nonpasang surut/rawa pedalaman (Tim Sintesis Kebijakan 2008). Menurut Daryono (2009) hutan rawa gambut adalah salah satu tipe hutan rawa yang merupakan ekosistem yang spesifik dan rapuh, baik dilihat dari segi

20 5 habitat lahannya yang berupa gambut dengan kandungan bahan organik yang tinggi dengan ketebalan mulai dari kurang dari 0,5 meter sampai dengan kedalaman lebih dari 20 m Karakteristik Hutan Rawa Gambut Gambut terbentuk di wilayah depresi karena adanya penimbunan bahan organik tumbuhan rawa pada kondisi yang tergenang atau anaerob sehingga gambut memiliki karakteristik kerapatan volume (bulk density) yang rendah dengan kemasaman yang tinggi. Tanah mineral pada ekosistem rawa merupakan tanah aluvial yang dapat berupa endapan laut (marine sediment), endapan sungai (flufiatile sediment) atau campuran keduanya (flufiatile-marine sediment). Koloid gambut merupakan bagian yang melayang dan terintegrasi dengan larutan dan /atau air gambut. Berbeda dengan koloid mineral yang integral dengan fisikokimia liat. Berdasarkan ekosistem lahan rawa dicirikan oleh dua ekosistem utama ekosistem hutan dan ekosistem yang berkaitan dengan air (Barchia 2006). Karakteristik yang umum pada lahan gambut adalah kandungan bahan organiknya yang tinggi, ph yang rendah, Nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang tinggi dan nilai KB (Kejenuhan Basa) yang rendah, hal ini dapat memberikan kondisi unsur hara yang rendah (Daryono 2009). Gambut mempunyai karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh jenis tanah yang lain. Kemampuan tanah gambut menyerap air sangat tinggi. Sebaliknya apabila dalam kondisi yang kering, gambut sangat ringan dengan berat volume yang sangat rendah dan mempunyai sifat hidrofobik (sulit) menyerap air dan akan mengambang apabila terkena air. Pada kondisi demikian gambut dapat mengalami amblesan (land subsidence) dan mudah terbakar (Sumargo et al. 2011) Penyebaran Hutan Rawa Gambut Perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di Indonesia cukup beragam dan belum dibakukan, karenanya data luasan yang dapat digunakan masih dalam kisaran 13,5-26,5 juta. FWI (Forest Watch Indonesia) melakukan digitasi dan pengelompokan ulang dengan mengabaikan data kedalaman gambut untuk

21 6 menghasilkan data spasial lahan gambut. Sebaran lahan gambut di Indonesia yang teridentifikasi berada di Sumatera, Kalimantan dan Papua seluas 20,80 juta ha. Sampai dengan tahun 2009, lahan gambut yang memiliki tutupan hutan adalah 10,77 juta ha atau 51% dari luas lahan gambut di Indonesia. Papua merupakan wilayah yang memiliki tutupan hutan di lahan gambut terbesar di Indonesia yakni seluas 6,15 juta ha atau setara 57,13%, diikuti Kalimantan seluas 2,78 juta ha atau setara 25,85% dan Sumatera seluas 1,83 juta ha atau setara 17,02% (Sumargo et al. 2011). Lahan rawa gambut di daerah tropis mencakup areal seluas 38 juta ha dari total seluas 200 juta ha yang terdapat di seluruh dunia. Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan terdapat antara 13,5-26,5 juta ha (Daryono 2009). Tim Sintesis Kebijakan (2008) menyatakan lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan Papua 30% Tinggi Muka Air Gambut Tinggi Muka Air (TMA) adalah ukuran jarak antara permukaan air terhadap permukaan tanah. Ketinggian air tanah di lahan gambut dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan air di lahan gambut dapat mencapai 0,5 m di atas permukaan tanah, tetapi pada musim kemarau dapat turun mencapai 1,5 m di bawah permukaan tanah (Hidayah 2004). Terjadinya hujan yang dipengaruhi waktu dapat mempengaruhi jumlah air pada tanah gambut melalui tinggi muka airnya. Besarnya pola perilaku TMA dapat dilihat dari gradien perubahannya. Gradien perubahan TMA gambut menunjukkan kecepatan kenaikan dan penurunan tinggi muka air (Hidayah 2004) Iklim Mikro Hutan Rawa Gambut Kegiatan pengusahaan hutan dapat mempengaruhi iklim mikro di bawah dan di dalam tegakan yang secara tidak lansung akan berpengaruh terhadap proses dekomposisi bahan organik dan kehidupan makro dan mikroflora serta fauna di lantai hutan.

22 7 Perubahan iklim dalam areal HPH berbentuk iklim mikro. Faktor-faktor iklim yang dapat berubah adalah suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara dan intensitas cahaya yang masuk ke dalam. Perubahan iklim mikro ini akan cukup besar terjadi pada areal hutan yang terbuka untuk tempat pengumpulan kayu (TPn), pengakutan kayu melalui jalan rel, jalan sarad, tempat penumpukan kayu (log pond), dan lokasi pemukiman (base camp). Areal ini akan mengalami perubahan iklim mikro secara terus menerus selama masih digunakan. Hasil penelitian Enrico (1997) menunjukkan bahwa perubahan iklim mikro pada setiap rumpang yang terbentuk untuk setiap penebangan dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) menciptakan suhu diatas permukaan tanah berkisar antara 28 o C - 29 o C dan kelembaban 85,9% - 91,6%. Kondisi lingkungan mikro seperti ini masih sesuai untuk perkembangan mikroba tanah dan proses dekomposisi bahan organik. Namun jika terjadi penebangan secara terus menerus kondisi tapak akan semakin terbuka sehingga terjadi peubahan iklim mikro berupa kenaikan suhu di atas permukaan tanah karena intensitas cahaya matahari yang tinggi. 2.4 Tanah Gambut Definisi Tanah Tanah merupakan bagian alam yang tersusun dari air, udara dan bagian padat yang terdiri atas bahan-bahan mineral dan organik serta jasad hidup yang tercampur dalam tanah sehingga sulit dipisahkan satu sama lainnya. Tanah dibentuk oleh beberapa faktor yaitu iklim, bahan induk, topografi (relief dan hidrologi), jasad hidup (tumbuhan, binatang dan manusia) serta waktu. Lapisan tanah bagian atas pada umunya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan tanah bagian bawahnya. Karena terdapat akumulasi bahan organik maka lapisan tanah atas berwarna gelap yang menandakan tanah tersebut subur sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Berbeda dengan lapisan tanah di bawahnya yang berwarna lebih terang, hal ini menandakan kandungan bahan organiknya lebih sedikit dibandingkan bahan-bahan mineral penyusunnya (Hardjowigeno 2007).

23 Tanah Gambut Tanah-tanah daerah rawa yang terdiri atas tanah histosol (tanah gambut), sifatnya bermacam-macam tergantung dari jenis vegetasi yang menjadi tanah tersebut. Tanah-tanah gambut yang terlalu tebal (lebih dari dua meter) umumnya tidak subur karena vegetasi yang terdekomposisi menjadi tanah gambut tersebut terdiri dari vegetasi yang miskin unsur hara. Pada umumnya tanah gambut yang subur tebalnya meter. Tanah gambut mempunyai sifat dapat menyusut (subsidance) kalau perbaikan drainase dilakukan sehingga permukaan tanah ini semakin lama semakin menurun. Tanah gambut tidak boleh terlalu kering karena dapat menjadi kering irreversible (kering tak balik), yaitu sulit menyerap air kembali dan mudah terbakar. Kekurangan unsur mikro banyak terjadi pada tanah gambut (Hardjowigeno 2007). Tim Sintesis Kebijakan (2008) menyebutkan bahwa tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Berdasarkan sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah gambut disebut histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama organosols (tanah tersusun dari bahan organik). Secara ringkas, tanah gambut adalah tanah-tanah yang tersusun dari bahan tanah organik yang jenuh air dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Dikaitkan dengan ketebalan bahan organik, maka tanah mineral yang mempunyai lapisan gambut di permukaan cm disebut sebagai tanah mineral bergambut (peaty soil). Dikatakan sebagai tanah mineral murni apabila lapisan gambut dipermukaan kurang dari 20 cm (Daryono 2009) Pembentukan Tanah Gambut Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus ditambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan /atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan terhambatnya perkembangan biota pengurai. Pembentukkan gambut memerlukan waktu yang sangat panjang dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan

24 9 basah. Tanaman yang mati akan lapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga lapisan tersebut menjadi penuh (Nugroho 2009). Gambar 1 Kubah gambut yang menggambarkan akumulasi bahan organik (Suwanto et al 2010). Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal disebut dengan topogen karena pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan. Bagian ini relatif subur dan dapat ditumbuhi tanaman tertentu. Hasil pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan membentuk kubah (dome) yaitu gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen disebut gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Bagian ini lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral (Nugroho 2009). Tanah gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi/ basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami

25 10 yang telah beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara terus-menerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome) (Tim Sintesis Kebijakan 2008) Sifat Fisik Tanah Gambut Tanah gambut yang terbentuk dari vegetasi hutan rawa tropika relatif heterogen. Batang pohon, ranting dan akar kasar yang masih menunjukkan banyak ciri tanaman aslinya. Sifat-sifat fisik tanah gambut merupakan produk dari banyak perubah yang berinteraksi, yang menghasilkan bahan-bahan yang beragam dalam derajat dekomposisinya. 1. Tingkat Kematangan Gambut Nilai tingkat kematangan tanah merupakan petunjuk untuk mengetahui kemampuan tanah menyangga beban fisik dan mengetahui besarnya penyusutan (subsidence) bila tanah menjadi kering (Hardjowigeno 2007). Tingkat dekomposisi atau pelapukan/ perombakan bahan organik gambut, dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik (awal), hemik (tengah) dan saprik (lanjut). Fibrik adalah gambut dengan tingkat dekomposisi awal yaitu kandungan serat tumbuhan lebih dari 75%, atau masih lebih dari tiga perempat bagian dari volumenya. Sedang hemik adalah gambut dengan tingkat dekomposisi tengahan, yaitu kandungan serat 17% - 75% atau tinggal antara 1/6-3/4 bagian volumenya. Saprik adalah gambut dengan tingkat dekomposisinya yang lanjut, yaitu kandungan seratnya kurang dari 17% atau tinggal kurang dari 1/6 bagian dari volumenya. Gambut saprik biasanya berwarna kelabu sangat gelap hitam. Sifat-sifatnya (sifat fisik maupun kimianya) relatif sudah stabil (Daryono 2009). 2. Kadar Air Kadar air gambut merupakan jumlah air yang terkandung pada tanah gambut dalam volume sampel tertentu. Informasi mengenai kadar air tanah organik sangat diperlukan untuk merancang tata letak drainase yang efisien (Andriesse 1988). Kemampuan menjerap (absorbing) dan memegang (retaining) air dari gambut tergantung tingkat kematangannya. Kemampuan maksimum memegang

26 11 air pada gambut fibrik lebih besar daripada gambut hemik dan saprik, sedangkan gambut hemik lebih besar dari pada gambut saprik. Kemampuan maksimum memegang air fibrik 1.057%, hemik 374% dan saprik 289% (Noor 2001). Air terdapat di dalam tanah karena ditahan/ diserap oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah kerena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi dan gravitasi. Banyaknya kandungan air dalam tanah behubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air di dalam tanah. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanahtanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (Hardjowigeno 2007). 3. Kerapatan Limbak (Bulk Density) Bulk density menunjukkan nilai kepadatan tanah. Semakin padat tanah semakin tinggi nilai bulk density-nya, yang berarti semakin sulit tanah meneruskan air atau semakin sulit penetrasi akar dalam tanah. Bulk density menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori-pori tanah. Bulk density dapat diketahui melalui rumus : BD = Berat kering oven (gram) Volume tanah (cm3) (Hardjowigeno 2007) Kerapatan limbak tergantung dari tingkat pemandatan, komposisi botanis bahan, derajat dekomposisi, serta kandungan mineral dan air pada saat pengambilan sampel. Kerapatan limbak suatu tanah yang biasanya dinyatakan dengan dasar berat kering dalam gram per cm 3. Nilai-nilainya berkisar dari 0,05 g/cm 3 pada bahan tak terdekomposisi yang sangat fibrik sampai kurang dari 0,5 g/cm 3 pada bahan yang terdekomposisi dengan baik (Andriesse 1988). 4. Porositas Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah, akan tetapi terisi oleh udara dan air. Porositas dipengaruhi oleh kandungan bahan

27 12 organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Semakin tinggi jumlah bahan organik maka porositas akan semakin tinggi. Tanah yang mempunyai tekstur granular atau remah, mempunyai porositas lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive (pejal) (Hardjowigeno 2007). Menurut Barchia (2006) semakin menurun bulk density tanah gambut akan diikuti secara linear oleh peningkatan porositas tanah dan kandungan air tanah kapasitas jenuh. Pori-pori tanah dalam keadaan tergenang akan diisi oleh air, sehingga semakin tinggi porositas tanah maka akan semakin tinggi air yang akan di tambat pada tanah gambut. 2.5 Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) Deskripsi Ramin Ramin adalah nama (perdagangan) yang diberikan pada beberapa jenis pohon dari genus Gonystylus, famili Thymelaeaceae, sub-famili Gonystyloideae. Pohon ramin tidak berbanir, tinggi pohon dapat mencapai 45 meter, diameter 100 cm, batang sangat lurus, tajuk kecil, bulat dan tipis. Kulit luar berwarna cokelat pirang, pecah-pecah kecil seperti sisik dan bermiang sangat halus dan dapat menyebabkan gatal. Pohon ramin sering diserang kumbang penggerek (Ambrosia beatle) dan jamur upas (Corticum salamonica) (Hadisuparto 2009). Ramin berdaun tunggal, duduk daun tersebar, daun agak tebal, tulang daun lembut, daun bagian atas berwarna hijau dan mengkilat, berbintik-bintik halus dan tidak berbau. Daun bagian bawah berwarna hijau lebih muda dari pada bagian atasnya. Bunga ramin berkelamin dua dan berwarna kuning, berbunga pada bulan Februari Maret atau September Oktober. Biasanya berbuah setiap enam tahun sekali. Buah berwarna coklat keunguan dengan biji berdaging. Setiap buah mengandung satu sampai tiga biji. Biji yang disimpan dalam kamar yang kering selama hari mempunyai daya kecambah 50% - 80% (Hadisuparto 2009). Tinggi tanaman m, batang bulat lurus, tinggi bebas cabang dapat mencapai 21 m, diameter batang setinggi dada cm. Pengamatan pada keadaan alami di Kapuas, Kalimantan Tengah menunjukkan, G. bancanus bersama bintangur (Calophyllum kunstlerii), jangkang (Xylopia malacensis), pisang-pisang (Mezzetia parvifolia), dan meranti bunga (Shorea pauciflora)

28 13 menempati lapisan atas vegetasi dengan tinggi ± 33 m. Pohon kadang membentuk lekukkan memanjang pada permukaan batang bawah, banyak memiliki akar menonjol ke luar permukaan tanah (peumatophores). Permukaan kulit batang sering pecah dan keabu-abuan sampai merah coklat. Kulit batang bagian dalam berserabut, warna kuning. Kayu gubal warna pucat krem atau putih. Bentuk daun elips, 4-14,5 x 2-7 cm, bagian dasar berbentuk setengah lingkaran ujung meruncing, panjang tangkai 8-18 mm. Panjang rangkaian bunga sampai 9 cm, berbulu halus pendek. Panjang tangkai individu bunga 8-14 mm, daun mahkota (meruncing, tidak berbulu), sebanyak Bentuk buah agak bulat, panjang sampai 4,5 cm, dengan 3-4 rongga, permukaan agak kasar tetapi tidak membentuk lekukan yang memanjang. Biji berbentuk telur, warna hitam, 28 x 22 x 6 mm. Terdapat benih/kg. Pada keadaan alami, musim berbunga dan berbuah tidak tetap, ditunjukkan oleh bulan berbunga yang berbeda serta musim berbunga tidak terjadi tiap tahun (Kartiko 2001) Sebaran Habitat Ramin Ramin merupakan jenis asli Indonesia (Kalimantan Barat dan Tengah, Sumatera bagian tenggara, Bangka), Malaysia (Semenanjung barat daya dan Sarawak) dan Brunei Darussalam pada hutan rawa gambut berair tawar di daerah pantai. Sebaran tempat tumbuh dapat mencapai ketinggian 100 m di atas permukaan laut, kadang merupakan tegakan ramin murni. Populasi dan habitatnya menurun tajam akibat penebangan berlebihan. Berdasarkan daftar merah IUCN, tingkat kelestariannya tergolong kategori terancam punah (Kartiko 2001). Kawasan Asia merupakan agregat terdapatnya 75% lahan gambut tropis termasuk yang ada di Indonesia dan pada awalnya sebagai habitat hutan jenis ramin seperti hutan Sumatera dan Kalimantan. Jenis ramin tumbuh berkelompok pada hutan rawa gambut di atas tanah aluvial dengan ketinggian dataran 2 meter 100 meter dari permukaan laut. Ramin juga tumbuh pada tanah podsol (spodosol) bergambut, akan tetapi pada tanah ini yang umumnya lebih tipis pertumbuhan ramin kurang begitu dominan. Tempat tumbuh ramin dapat dipengaruhi oleh air pasang-surut, namun secara tidak lansung dipengaruhi oleh air laut. Kondisi edafis lebih berperan sebagai tempat tumbuh ramin dalam genangan air secara periodik. Ketebalan gambut dapat mencapai tiga meter atau lebih dengan kondisi iklim

29 14 yang basah atau tergolong tipe A menurut Schmidt dan Ferguson (1951) (Hadisuparto 2009) Riap Alami Ramin Pada tahun 2003, PT DRT melakukan uji coba penanaman lapangan anakan ramin hasil stek pucuk. Penanaman dilakukan di areal terbuka (bekas TPn dan bekas jalan rel) dengan naungan, di areal terbuka tanpa naungan, di areal bekas jalan sarad, dan di areal terbuka yang tergenang air. Sampai umur tanam 2 (dua) tahun, ternyata semua anakan ramin yang ditanam pada lima kondisi lapangan yang berbeda menunjukkan pertumbuhan yang sangat menggembirakan dimana persentase tumbuh mencapai 97,5%. Secara ringkas, data pertumbuhan anakan ramin asal stek pucuk sampai umur tanam dua tahun anakan ramin dapat mencapai tinggi 164,0 cm dan diameter batang 3,1 cm. Adapun jika dirataratakan, riap rata-rata tinggi dan diameter anakan ramin hasil stek pucuk sebesar 37,55 cm dan 0,74 cm (PT DRT 2006). Ramin merupakan jenis pohon yang tumbuh lambat. Berdasarkan laporan sementara penanaman stek pucuk ramin sampai umur dua tahun pada areal bekas tebangan, rata-rata riap diameter terendah ramin adalah 0,475 cm/tahun dan riap diameter tertinggi 1,125 cm/tahun dengan rata-rata 0,740 cm/tahun. Pertumbuhan riap tinggi ramin minimum 18,50 cm/tahun dan riap tinggi maksimum 70,30 cm/tahun dengan rata-rata 37,55 cm/tahun. Dengan melihat hasil penanaman lapangan anakan ramin hasil stek pucuk pada umur tanam dua tahun di areal PT DRT ini maka PT DRT memiliki keyakinan bahwa pada periode rotasi tebangan berikutnya (40 tahun) jumlah populasi ramin baik tingkat semai, pancang, tiang dan pohon tebang dapat mencapai kondisi sebagaimana kondisi sebelum dilakukan penebangan (PT DRT 2006). 2.6 Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) Analisis multivariate merupakan salah satu teknik dalam statistik yang dapat dipakai untuk memahami struktur data dalam beberapa variabel. Beberapa variabel tersebut saling berkaitan antara satu sama lain. Pada penelitian ini variabel yang dimaksud adalah respon dari keterbukaan areal yang meliputi suhu

30 15 dan kelembaban, pertumbuhan semai ramin, tinggi muka air dan sifat fisik tanah. Untuk mengetahui pengaruh keterbukaan areal tersebut terhadap respon, metode yang tepat adalah Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) MANOVA memiliki beberapa kemampuan tambahan untuk menangani beberapa variabel dependen, sedangkan jika menggunakan ANOVA secara berurutan pada serangkaian variabel dependen yang berhubungan bisa membawa kepada kesimpulan yang salah, MANOVA secara stimultan menguji semua variabel yang ada hubungannya.

31 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian selama dua bulan yang terdiri dari dua tahap, tahap pertama pengambilan data di lapangan pada pada bulan April hingga Mei 2012 dan tahap kedua pengujian contoh tanah di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni Objek dan Alat Penelitian Objek yang digunakan untuk penelitian ini adalah bibit ramin yang diambil dari areal persemaian PT. Diamond Raya Timber serta contoh tanah gambut dari beberapa tempat yang berbeda sebanyak 22 sampel tanah. Alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu alat untuk pengambilan data di lapangan berupa parang dan golok, meteran, mistar/ penggaris berukuran panjang 1 meter, GPS, plastik berlabel, pipa paralon ukuran 4 inci dengan tinggi 5 cm, alat tulis dan tallysheet. Adapun peralatan yang digunakan untuk pengujian contoh uji di laboratorium berupa oven dan cawan, timbangan dan ring sampel tanah. Analisis data menggunakan Komputer, Microsoft office excel 2007, software SAS 9.1 dan Minitab Jenis Data Pengambilan data primer merupakan hal-hal yang berkaitan dengan analisis data penelitian yang dilaksanakan di lapangan antara lain: 1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan pemanenan yaitu TPn, jalan sarad, bekas penebangan, dan jalan angkutan kayu. 2. Sampel tanah gambut pada areal yang terbuka akibat kegiatan pemanenan dan pada hutan primer (virgin forest).

32 17 3. TMA, ketebalan, suhu dan kelembaban hutan rawa gambut di sekitar areal yang terbuka akibat kegiatan pemanenan dan pada hutan primer (virgin forest). 4. Data pertumbuhan ramin berdasarkan tinggi dan jumlah daun pada lokasi penanaman. Data sekunder diperoleh dari kegiatan wawancara dengan warga setempat, dilengkapi dengan data yang dari dokumen perusahaan. Data yang dikumpulkan berupa: 1. Kondisi umum lokasi penelitian. 2. Data jumlah dan jenis pohon ditebang pada penelitian. 3. Peta areal kerja PT DRT, peta PWH dan sistem pemanenan PT DRT. 3.4 Metode Penelitian Batasan Masalah Pengukuran pertumbuhan ramin dan pengambilan contoh tanah dilakukan pada TPn, jalan sarad, penebangan, kiri kanan jalan angkutan dan pada hutan primer. Dalam penelitian ini parameter pengukuran pertumbuhan ramin yang dimaksud adalah tinggi dan jumlah daun pada semai ramin. Sebagai parameter pembanding, pengukuran dilakukan juga pada hutan primer (virgin forest) dengan luas keterbukaan dinyatakan sama dengan nol. Hutan primer maksudnya adalah areal hutan yang tidak dilakukan kegiatan produksi atau pemanenan. Untuk pengukuran suhu dan kelembaban di petak tebang dilakukan pada TPn masing-masing sub petak, hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa suhu dan kelembaban pada satu sub petak adalah sama. Selain itu pengukuran suhu dan kelembaban juga dilakukan pada pinggir rel dan di hutan primer Prosedur Penelitian 1. Pengukuran Luas Keterbukaan Areal Pengukuran luas keterbukaan areal bertujuan untuk mengetahui luas yang terbuka akibat kegiatan pemanenan, meliputi luas TPN, jalan sarad, jalan angkut, serta luas terbuka akibat penebangan di petak manual dan mekanis. Pengukuran

33 18 luas dilakukan secara manual dengan menggunakan meteran ukur dengan panjang 50 meter. Pengukuran dilakukan pada bagian terluar dari areal yang terbuka, kemudian dari pengolahan data diperoleh luas terbuka dalam satuan m Penanaman Bibit Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) Sebelum melakukan penanaman bibit ramin perlu memperhatikan kriteria bibit ramin yang siap tanam di lapangan. Menurut Kartiko (2001) di persemaian, bibit harus ditempatkan di bawah naungan. Bibit siap di tanam setelah 8-11 bulan, tinggi bibit sekitar 20 cm. Berdasarkan literatur tersebut dilakukan seleksi terhadap bibit ramin pada bedeng sapih di areal persemaian PT DRT. Selain kritria tersebut perlu diperhatikan morfologi bibit ramin yang bebas dari penyakit. Sebelum ditanam perlu dilakukan proses aklimatisasi (pemindahan mendekati kondisi iklim lokasi penanaman) kurang lebih 2 4 minggu sebelum penanaman, akan tetapi dalam penelitian ini proses aklimatisasi hanya dilakukan selama empat hari sebelum penanaman. Hal ini dikarenakan kondisi iklim areal persemaian tidak jauh berbeda dengan lokasi penanaman. Penanaman dilakukan dengan sangat hati-hati untuk tetap menjamin pertumbuhan semai sesuai dengan yang diharapkan. Penanaman dimulai dengan membersihkan lahan tempat menanam dengan memastikan tidak ada lagi tanaman atau perakaran dan kayu-kayu di atas permukaan tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan ramin, kemudian dibuat lubang berukuran lebih kurang 20 cm x 20 cm dengan kedalaman disesuaikan dengan tinggi polybag. Semai dikeluarkan dari polybag berikut dengan tanah dengan tidak mengganggu bongkahannya lalu dimasukan ke dalam lubang penanaman. Setelah ditanam lokasi tersebut diberi ajir sebagai penanda adanya penanaman sehingga memudahkan dalam pengecekan selanjutnya. Gambar 2 Penanaman semai ramin (dari kiri ke kanan: pembersihan tempat, pembuatan lubang tanam, penanaman, dan pemasangan ajir).

34 19 3. Pengukuran Pertumbuhan Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) Parameter pengukuran pertumbuhan semai ramin adalah tinggi dan jumlah daun. Pemilihan parameter ini karena keterbatasan waktu penelitian yang relatif lebih singkat dibandingkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Ramin termasuk jenis pohon komersial hutan gambut yang tumbuh lambat. Pengukuran dilakukan pada pagi hingga siang hari dengan menggunakan penggaris sepanjang satu meter. Pengukuran dilakukan pada 43 semai ramin yang ditanam. Metode pengukuran yaitu mengukur tinggi ramin mulai dari leher akar sampai dengan batas tumbuhnya daun pucuk. Gambar 3 (a) (b) (c) Pengukuran ramin (a) munggu ke-0, (b) pengukuran di lapangan, (c) pertumbuhan daun semai ramin. Pengukuran pertama pada anakan ramin saat masih berada di bedeng sapih. Pengukuran ini merupakan pengukuran minggu ke-nol dari delapan minggu pengamatan. Setelah ditanam di lapangan, secara rutin dilakukan pengukuran sekali seminggu untuk mengetahui pertumbuhan rata-rata ramin setiap minggunya. 4. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban merupakan hal yang penting diperhatikan untuk mengetahui faktor luas keterbukaaan areal yang mempengaruhinya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ramin di setiap lokasi penanaman. Pengukuran suhu dan kelembaban menggunakan thermohygrometer, dengan meletakkannya pada setiap TPn pada sub petak yang diamati, untuk jalan angkutan diletakkan pada jari-jari rel selama 15 menit lalu dicatat angka yang

35 20 terbaca pada alat tersebut. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan satu kali seminggu. 5. Pengukuran Tinggi Muka Air Gambut Pengukuran Tinggi Muka Air (TMA) dilakukan untuk mengetahui hubungan tinggi muka air dengan keterbukaan lahan akibat kegiatan produksi. Metode pengukurannya dengan mengukur jarak antara permukaan air sampai dengan permukaan serasah dengan menggunakan pengaris ukuran satu meter. Pengukuran dilakukan pada 22 titik yang masing-masing diukur sebanyak 8 kali ulangan selama delapan minggu. Tinggi muka air selalu berubah dalam kurun waktu yang relatif singkat hal ini dikarenakan terjadinya hari hujan selama pengamatan berlansung. Jika terjadi hujan, hampir seluruh permukaan gambut tergenang air, sebaliknya jika tidak ada hujan tinggi muka air cenderung berada di bawah permukaan serasah tanah gambut. Gambar 4 Pengukuran Tinggi Muka Air Gambut. 6. Pengukuran Ketebalan Gambut Berdasarkan pengukuran pada penelitian sebelumnya, ketebalan gambut dapat mencapai 4-5 meter. Semakin jauh dari pantai maka ketebalan gambut semakin tinggi. Pengukuran ketebalan gambut menggunakan batang pancang yang silindris sepanjang enam meter yang telah dimodifikasi dengan membentuk takikkan untuk mengetahui batas permukaan tanah di bawah lapisan gambut. Metode pengukurannya dengan memasukkan batang pancang silindris tersebut ke dalam tanah secara vertikal hingga terbenam sepanjang 5,5 m, kemudian mencabut dengan cara memutar batang pancang agar tanah di bawah gambut dapat

36 21 tertinggal pada takikan batang tersebut. Tanah yang tertinggal pada takikan berwarna abu-abu (tanah mineral) yang lebih liat sehingga dapat terlihat berbeda dengan tanah gambut yang berwarna coklat kehitaman (tanah gambut). Pengukuran dimulai dari takikan yang terdapat tanah mineral berwarna abu-abu sampai dengan batas batang yang dimasukkan ke dalam tanah. (a) (b) Gambar 5 Pengukuran ketebalan gambut (a) memasukkan kayu pengukur ke dalam tanah, (b) batas tanah mineral. 7. Pengambilan Contoh Tanah Gambut Pengambilan contoh tanah dilakukan pada hari terakhir pengukuran agar contoh tanah yang diambil dapat dipertahankan kondisinya sebelum tanah dimasukkan ke laboratorium tanah untuk menguji sifat fisiknya. Metode pengambilan contoh tanah adalah dengan menggali tanah gambut bagian atas sedalam 50 cm yang biasanya bagian atas ini masih merupakan serasah, kemudian diambil tanah utuh yang di bawahnya sedalam 50 cm dengan menggunakan plastik. Pengambilan tanah hanya pada kedalaman satu meter karena sifat fisik tanah yang diamati adalah bagian yang terkena dampak lansung keterbukaan lahan akibat pemanenan. Tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam pipa paralon berukuran 4 inci dengan tinggi 5 cm yang dilapisi dengan plastik lalu ditutup dengan kertas aluminium foil tujuannya untuk mempertahankan kondisi tanah agar tidak terjadi penguapan. Contoh tanah ditutup dengan plastik yang diberi label dan direkat dengan isolasi. Pengambilan contoh tanah berlokasi di TPn, jalan sarad atau jalan seling, bekas penebangan, di kiri atau kanan jalan angkut atau jalan rel, serta pada hutan primer. Contoh tanah yang diambil berjumlah 22 sampel.

37 22 8. Pengujian Contoh Tanah Pengujian contoh tanah dilakukan di laboratorium dengan parameter pengujian adalah sifat fisik tanah gambut yaitu kerapatan lindak (bulk density), kadar air, dan porositas tanah. Pengujian dilakukan selama satu minggu dengan menggunakan alat uji laboratorium antara lain ring sample dan oven sebagai alat pengering tanah. Rumus- rumus yang digunakan dalam pengolahan data yang diperoleh adalah : 1. Kadar air [(BC + berat tanah lembab) (BC + berat tanah kering)] KA (%) = (BC + berattanah kering) BC 2. Bulk density 100% BD(g/cmᵌ) = berat kering volumering 3. Porositas Tanah P = 1 BD 1 100% (Sitorus et al. 1980) 9. Analisis Data Analisis data dilakukan melalui analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis deskriptif dengan melakukan pembacaan tabel dan gambar sedangkan analisis statistik dengan menggunakan Microsoft office excel 2007, software Statistical Analysis Software (SAS) 9.1 melalui metode Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) dan Minitab 15 dengan analisis Regresi Komponen Utama (RKU).

38 23 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT. Diamond Raya Timber (DRT) telah memulai operasinya pada tahun 1979 berdasarkan surat izin No.403 Kpts/UM/6/1979 di dalam hutan rawa gambut alami berdasarkan sistem silvikultur Tebng Pilih Tanam Indonesia (TPTI) yang berlaku di Indonesia. Luasan areal menurut SK pertama adalah seluas ha dan berakhir pada tanggal 27 Juni Pada tahun 1998, PT DRT mendapatkan SK izin perpanjangan kedua dengan total areal konsesi menjadi ha (SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 443/Kpts-II/1998 tanggal 8 Mei 1998) (PT DRT 2009). Berdasarkan peraturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.56/Menhut-II/2009 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem, rencana pengelolaan hutan terbagi dalam rencana kerja 10 tahunan (RKU) dan rencana kerja tahunan (RKT). Berdasarkan hasil penataan menurut RKPH, areal efektif produksi PT DRT adalah seluas ha. Untuk lebih menjamin tercapainya kelestarian hutan, PT DRT mengambil kebijakan tambahan untuk mengalokasikan sebagian areal produktifnya menjadi Kawasan Lindung Gambut (KLG) seluas ha sehingga luas areal produktif menjadi ha. Proyeksi pemanenan RKU akan mencakup total 10 tahun dengan perkiraan areal produksi seluas ha dengan estimasi produksi ,65 m 3 (PT DRT 2009). PT DRT berhasil membuktikan bahwa hutan rawa gambut dapat dikelola secara lestari melalui sertifikat pengelolaan hutan alam lestari yang diperoleh pada tahun Sertifikat tersebut memberlakukan perizinan penebangan pohon ramin di PT DRT (Maryani 2009). 4.2 Letak dan Luas Areal Batas Geografis Secara geografis areal hutan yang termasuk dalam konsesi IUPHHK PT. Diamond Raya Timber terletak pada koordinat Bujur Timur

39 24 dan Lintang Utara. Batas-batas wilayah konsesi PT. Diamond Raya Timber dan lahan yang berbatasan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan lahan milik masyarakat, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka dan bekas PT. Silvasaki, sebelah selatan berbatasan dengan bekas HPH PT. Silvasaki, dan bekas HTI PT. Riau Tanah Putih, dan sebelah barat berbatasan dengan lahan milik masyarakat dan perkebunan kelapa sawit PT. Gunung Mas Raya dan PT. Sindora Seraya (PT DRT 2010). Berdasarkan letak administratif pemerintahan PT. Diamond Raya Timber terletak di Propinsi Riau; Kabupaten/Kota Rokan Hilir dan Kota Dumai; Kecamatan Sinaboi, Bangko, Batu Hampar, Rimba Melintang, dan Sungai Sembilan. Secara administrasi kehutanan, PT DRT terletak di Provinsi Riau, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota Rokan Hilir dan Kota Dumai Luas Berdasarkan hasil pengukuran batas IUPHHK yang telah dilakukan oleh Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan yang di-overlay dengan peta interpretasi potret udara, peta tata guna hutan (TGHK) dan peta rencana tata ruang propinsi (RTRWP) serta peta interpretasi citra Lansad TM 542 Path/Row 127/59 liputan januari 1997, luas areal yang dinyatakan sebagai areal kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber adalah ha. Hal tersebut telah disesuaikan melalui SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 443/Kpts-II/1998 tanggal 8 Mei 1998 (perpanjangan IUPHHK). Surat izin berlaku untuk periode 20 tahun dan akan habis pada tanggal 07 Mei 2019 (PT DRT 2010). 4.3 Kondisi Fisik Hutan Topografi Keadaan topografi areal IUPHHK PT DRT terdiri atas dataran rendah pantai dan dataran dengan ketinggian 2-8 m dpl. Pada umumnya areal PT DRT merupakan daerah lahan basah tergenang air (rawa) yang mempunyai kelerengan di bawah 8%. Tinggi genangan air bervariasi tergantung musim, pasang tinggi air laut dan curah hujan yang berkisar antara pergelangan kaki sampai pinggang orang dewasa (PT DRT 2010).

40 Hidrologi Areal kerja IUPHHK PT DRT terletak di bagian timur DAS Sungai Rokan dengan beberapa sungai yang mengalir ke barat dan selatan, utara dan timur (Selat Malaka). Sungai-sungai yang mengalir ke bagian barat-selatan yang bermuara ke Sungai Rokan adalah Sungai Pasir Besar, Sungai Agar, Sungai Labuan Tangga Besar, Sungai Labuan Tangga Kecil dan Sungai Bantaian. Sungai-sungai yang ke Utara dan ke arah Timur bermuara ke Selat Malaka adalah Sungai Serusa, Sungai Pematang Nibung, Sungai Nyamuk, Sungai Sinaboi, Sungai Teluk Dalam, Sungai Sinepis Besar dan Sungai Sinepis Kecil. Sungai yang mengalir dari bagian selatan ke arah utara adalah Sungai Sekusut. Air pada genangan rawa berwarna cokelat tua yang berasal dari tanah gambut. Pelumpuran yang terjadi sangat sedikit, kecuali yang dekat dengan aliran Sungai Rokan. Kedalaman Sungai Rokan dipengaruhi oleh pasang dan surut air laut. Mulai tahun 2009 base camp (log pond) dipindahkan ke Sungai Sinepis mengingat areal kerja blok RKT berada lebih dekat dengan Sungai Sinepis (PT DRT 2010) Geologi Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah PPT dan Agroklimat, Bogor (1990) dalam PT DRT (2010). Lembar Dumai dan Bagan Siapiapi (0817 dan 0818) formasi geologi areal hutan IUPHHK PT. Diamond Raya Timber terdiri dari sedimen aluvium tersier dan kuarter. Formasi tersier menempati daerah antiklinarium yang ditempati daerah telisa (Tmt). Formasi telisa dicirikan oleh batu-batu lumpur kelabu bergamping dengan sedikit sisipan batu gamping dan busa gamping. Kandungan deposit bahan tambang di areal kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber sampai saat ini belum diketahui. Formasi kuarter ditempati formasi endapan permukaan muda (Ph) dan endapan permukaan tua (Qp). Endapan permukaan muda merupakan daerah yang didominasi oleh bahan organik berupa kubah gambut dan hanya sebagian kecil terbentuk dari lempung yang membentuk aluvial sungai. Endapan permukaan tua adalah daerah basah (basin) dan daerah kering (upland) (PT DRT 2010).

41 Tanah Fisiologi tanah di areal PT. Diamond Raya Timber berdasarkan Buku Satuan Lahan dan Tanah Lembar Dumai, dikelompokkan ke dalam tiga grup, yaitu Grup Kubah Gambut, Grup Aluvial dan Grup Marin. Grup Kubah Gambut mendominasi areal ini, yang berkembang dari endapan organik permukaan muda (Ph) dan tua (Qp). Secara umum tanah gambut semakin tebal jika makin jauh dari sungai. Ketebalan gambut bisa melebihi tiga meter dibagian pinggir dan dapat mencapai delapan meter dibagian tengah-selatan. Terdapat pula sedikit tanah glay, aluvial dan podzolik. Grup alivial berkembang dari endapan aluvial sungai dan menempati jalur aliran sungai yang ditandai dengan adanya pasang surut. Dataran banjir dari sungai bermeander terutama membentuk rawa belakang yang luas dan selalu jenuh air (PT DRT 2010) Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmid dan Furgoson (1951) dalam PT DRT (2010b), areal kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber termasuk kedalam tipe A dengan nilai Q adalah 10,1%. Curah hujan per tahun mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata berkisar 51,32-301,6 mm/bulan, curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Maret (51,3 mm/bulan) dan Juli (73,80 mm/bulan). Rata-rata hari hujan adalah 12 hari/bulan, hari hujan tertinggi jatuh pada bulan Nopember (14 hari/bulan) dan terendah pada bulan Februari (3,3 hari/bulan). Suhu udara rata-rata di areal kerja PT. Diamond Raya Timber hampir merata sepanjang tahun yaitu berkisar antara 25 o C - 27 o C. Demikian juga kelembaban nisbi bulanannya yaitu antara 79% - 90%. Rata-rata kecepatan angin berkisar antara 8-21 km/jam. Belum pernah dilaporkan adanya angin puting beliung. Arah angin yang umum terjadi pada bulan-bulan tertentu pada yaitu Timur Laut pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret; Tenggara pada bulan April, Mei, Juli dan September; Selatan pada bulan Juni dan Agustus; Barat Laut pada bulan Nopember, serta Barat Daya terjadi pada bulan Oktober. Pada umumnya presipitasi mencukupi dan tersebar dengan baik guna mengurangi resiko kebakaran hutan. Namun demikian, iklim luar biasa dapat

42 27 terjadi berkaitan dengan el nino yang menyebabkan musim kemarau panjang sehingga meningkatkan resiko kebakaran hutan dari aktivitas kerja masyarakat lokal di sekitar batas hutan. PT DRT telah memiliki prosedur pencegahan kebakaran dan pemadamannya (PT DRT 2010). 4.4 Keadaan Hutan Tipe Hutan dan Asosiasi Vegetasi Terdapat dua tipe utama ekosistem hutan di dalam areal keja IUPHHK PT DRT yaitu hutan rawa gambut dan hutan mangrove, serta diantara kedua tipe tersebut terdapat daerah peralihan yang disebut daerah ekoton. Luas kawasan lindung gambut di PT DRT adalah 4.670,28 ha, sedangkan hutan mangrove dan ekoton 3.204,93 ha. Tipe hutan rawa gambut di areal keja IUPHHK PT DRT termasuk tipe gambut pantai yang terletak di daerah depresi antara Sungai Rokan dan Selat Malaka. Berdasarkan asosiasi vegetasi terdapat tiga asosiasi hutan rawa gambut mulai dari gambut dangkal sampai gambut dalam. Masing-masing asosiasi vegetasi diberi nama menurut jenis pohon komersil yang dominan, yaitu asosiasi Terentang-Pulai pada ketebalan gambut < 3 m, asosiasi Balam-Meranti Batu pada ketebalan gambut 3-6 m dan asosiasi Ramin-Suntai pada ketebalan gambut > 6 m. Tipe ekosistem hutan mangrove areal keja IUPHHK PT DRT terletak di pantai Utara-Timur yang berbatasan dengan Selat Malaka. Pada lokasi tersebut terbentuk habitat berlumpur yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan sesuai dengan pertumbuhan hutan mangrove. Lebar jalur hutan mangrove berkisar m. Zonasi hutan mangrove dari arah laut meliputi asosiasi Sonneratia- Rhizospora spp. yang disusul oleh asosiasi Xylocarpus-Bruguiera spp., sedangkan dari arah tepi sungai dimulai dengan nipah (Nypa fruticans), Xylocarpus granatum sampai Bruguiera cylindrica di bagian tengah. Terdapat juga areal tak berhutan dan belukar (PT DRT 2010) Pemanfaatan Lahan di Sekitar Areal Konsesi Berdsarkan karakteristik fisiografi ekosistem hutan rawa gambut, areal yang termasuk kategori subur, yaitu areal yang terdapat deposit tanah mineral (aluvial),

43 28 berada di sepanjang sisi sungai dan pantai. Di lokasi tersebut biasanya terdapat pemukiman warga (desa atau kecamatan) dan lahan pertanian intensif. Di areal tersebut juga terdapat jalan aspal yang menghubungkan kota Pekanbaru dan Dumai dengan Bagan Siapiapi. Penggunaan lahan di luar areal hutan meliputi pemukiman warga, tanah garapan/pertanian tanaman pangan, perkebunan milik masyarakat lokal (khususnya perkebunan kelapa sawit), perkebunan sawit swasta serta lahan semak dan tanah yang terabaikan (PT DRT 2010) Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Masyarakat di sekitar areal PT. DRT sebagian besar adalah suku Melayu dan keturunan etnis Cina (di daerah Sinaboi, Sungai Bakau, Bagan Hulu dan Bagan Timur), sebagian kecil lainnya adalah pendatang dari Pulau Jawa, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan sebagainnya. Mata pencaharian masyarakat di sekitar areal PT. DRT antara lain adalah nelayan, petani padi dan tanaman pangan lainnya, perkebunan kelapa sawit hasil hutan kayu dan non kayu. Permasalahan ekonomi masyarakat di sekitar areal PT. DRT antara lain adalah sebagian besar termasuk masyarakat miskin dengan mata pencarian rata-rata pertanian, berpendidikan rendah tanpa didukung fasilitas yang memadai, interaksi masyarakat dengan perusahaan terfokus hanya pada daerah berlangsungnya aktifitas (PT DRT 2010).

44 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu PT. Diamond Raya Timber Sistem pemanenan kayu di HPH PT. Diamond Raya Timber menggunakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Berdasarkan penggunaan jenis tenaga, PT DRT membagi petak-petak tebang ke dalam dua sistem yaitu petak manual dan petak semi mekanis. Petak manual adalah blok tebang yang direncanakan dalam RKT dengan sistem produksi kayunya menggunakan tenaga manusia, meliputi penebangan, pembagian batang, dan penyaradan. Pada petak manual ini areal blok tebang seluas 100 ha dibagi ke dalam delapan sub petak dengan luas masing-masing 12,5 ha. Petak semi mekanis merupakan blok tebang yang direncanakan dalam RKT dengan sistem produksi kayunya menggunakan tenaga mesin (logfisher) yang digunakan hanya pada penyaradan. Petak semi mekanis dalam satu blok tebang dibagi ke dalam enam sub petak dengan ukuran luas masing-masing adalah 16,67 ha. Pemanenan hasil hutan kayu merupakan rangkaian kegiatan pengusahaan hutan yang bertujuan untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dengan cara memindahkan kayu dari dalam hutan ke tempat pengolahan kayu. IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber melaksanakan sistem pemanenan yang menjamin agar kegiatan pemanenan kayu terlaksana dengan baik dan efektif berdasarkan prinsip kelestarian hutan dan kelestarian produksi. Berdasarkan penjelasan manajer produksi PT DRT, dalam pelaksanaannya pemanenan hutan dilakukan sesuai dengan tahapan pemanenan, yang meliputi Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), pembagian petak tebang, penandaan pohon (tree marking), penentuan Jatah Pohon Tebang (JPT), penebangan, checking tebangan, pengukuran dan pengujian kayu (scalling and grading), bersih petak, pemuatan, pengangkutan, dan pembongkaran, serta Change of Custody (CoC) atau lacak balak dan log control. Pada penelitian ini hanya membahas mengenai pembukaan wilayah hutan (yang meliputi TPn, jalan sarad, dan jalan angkut) serta penebangan. Kegiatan pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kepentingan pengusahaan hutan meliputi kegiatan

45 30 pembangunan jalan angkutan kayu, base camp, TPn, dan log pond. Kegiatan PWH terdiri atas beberapa langkah kegiatan yaitu perintisan jalan, tebang bayang matahari, pengadaan jari-jari, pemasangan besi sel, pengadaan rambu-rambu jalan, pemeliharaan jaringan jalan, bongkar pasang jalan as dan pembongkaran besi sel (PT DRT 2010). Tempat pengumpulan kayu (TPn) adalah bangunan hutan yang disediakan untuk mengumpulkan kayu-kayu hasil penebangan di petak tebang sebelum dimuat ke alat angkut. Pada hutan gambut, TPn hanya bersifat sementara, untuk itu diupayakan lahan yang terbuka akibat pembuatan TPn harus diminimalkan, maka setelah dilakukan penebangan dilakukan penanaman untuk mengembalikan fungsinya sebagai areal hutan produksi. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan TPn adalah minimal ada satu pohon berdiri yang ada di antara bangunan TPn, memastikan areal tersebut hanya untuk keperluan TPn, memastikan maksimal hanya ada 6 pelabuhan dalam 1 TPn, petak kerja menghadap ke rel, dan tidak menggunakan jenis kayu-kayu jenis komersil (PT DRT 2010) Jalan sarad adalah jalan hutan yang menghubungkan tunggak dengan TPn yang berada di dalam petak tebang areal hutan. Langkah-langkah kegiatan pembuatan jalan sarad yaitu perintisan jalan as, pembuatan jalan as, dan pembuatan jalan sarad. Jalan as adalah pondasi jalan sarad dengan bantalan yang menbujur menuju TPn berbentuk dua garis yang sejajar. Perintisan jalan dilakukan untuk mempermudah pembuatan jalan as. Pola jalan sarad yang dibuat adalah seperti sirip ikan. Jalan angkut adalah jalan yang meghubungkan TPn dengan tempat penimbunan kayu (TPK). Pada hutan gambut digunakan jalan rel dengan alat angkut yaitu 16 buah lori yang ditarik mengunakan lokomotif. Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon tegakan yang berdiameter sama atau lebih besar dari diameter batas yang ditetapkan. Kegiatan ini dilakukan pada pohon-pohon jenis komersil di petak tebang pada periode RKT berlansung dengan tujuan menjamin agar kegiatan pemanenan kayu terlaksana dengan baik dan efektif berdasarkan prinsip kelestarian hutan. Operator

46 31 chainsaw harus menguasai teknik penebangan pohon sesuai dengan karakter pohon tersebut dalam pelaksanaan penebangan. Upaya pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan PWH yang dilakukan oleh PT DRT adalah penanaman pada areal terbuka yaitu di kiri kanan jalan dan pada areal sekitar sempadan sungai. 5.2 Keterbukaan Areal Kegiatan pemanenan akan menimbulkan keterbukaan areal, dalam hal ini meliputi penebangan pohon, pembuatan jalan sarad dan jalan seling, pembuatan TPn dan pembuatan jalan angkutan kayu. Pengukuran terhadap masing-masing luas tersebut berlokasi di tiga sub petak dengan pengerjaan menggunakan sistem manual dan tiga sub petak dengan pengerjaan menggunakan sistem mekanis. Tabel 1 Rata-rata keterbukaan areal pada masing-masing lokasi Lokasi Rata-rata keterbukaan (m 2 /ha) Rata-rata keterbukaan m 2 /pohon % Keterbukaan TPN 750,00-7,50 Manual Jalan sarad 160,00-1,60 Penebangan 802,90 50,18 8,03 Jumlah 1712,90-17,13 Semi Mekanis TPN 327,96-3,28 Jalan sarad 51,03-8,64 Penebangan 1036,86 60,99 10,37 Jumlah 1415,85-22,29 Jalan angkut 600-6,00 Hutan primer 0-0,00 Total 3728,75 - Tabel 1 menunjukkan luas areal yang terjadi akibat kegiatan pemanenan, meliputi areal penebangan, bekas jalan sarad, bekas TPn dan jalan angkut pada RKT 2010, 2011, dan 2012 di petak tebang manual dan mekanis. Keterbukaan areal total akibat pemanenan adalah 3.728,75 m 2 /ha dengan masing masing keterbukaan areal di petak manual 1.712,90 m 2 /ha, di petak semi mekanis 1.415,85 m 2 /ha, dan jalan angkut adalah 600 m 2 /ha. Rata-Rata keterbukaan areal paling tinggi terjadi di penebangan pada petak semi mekanis, yaitu 1.036,86 m 2 /ha dengan intensitas pohon ditebang 17 pohon, namun untuk satu pohon rata-rata keterbukaan sedang yaitu 60,99 m 2.

47 32 Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Enrico (1997) pada hutan rawa gambut yang menghasilkan keterbukaan akibat TPn 0,8 ha/blok tebang, jalan sarad 0,04-0,05 ha/blok tebang serta jalan angkut dan pemanenan itu sendiri 0,4-0,6 ha/ blok tebang. Keterbukaan total akibat pemanenan adalah 6.775,67 m 2 /blok tebang. Akan tetapi tidak dijelaskan pengukuran tersebut dilakukan pada pemanenan manual atau mekanis. Penelitian Kurniawan (2002) menyebutkan rata-rata keterbukaan yang ditimbulkan oleh penebangan adalah m 2 /ha dengan intensitas tebang 29 pohon/ha atau 57,89 m 2 /pohon dan rata-rata keterbukaan akibat penyaradan adalah 571,68 m 2 /ha dengan rata-rata panjang jalan 329,05 m dan lebar 1,44 m. Pada hutan tropis Kalimantan (hutan bukan gambut), penelitian yang dikemukakan oleh Nasution (2009) menghasilkan luas terbuka akibat pembuatan TPn, jalan sarad, penebangan dan jalan angkut berturutturut adalah 0,12%; 17,72%; 196,85 m 2 /pohon dan 4,7%. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan nilai yang diperoleh dari hasil penelitian ini yang disebabkan oleh perbedaan kondisi hutan dan metode pengukuran yang berbeda pula. Semakin sedikit areal yang terbuka dengan produktivitas tertentu maka kegiatan pemanenan hutan kayu semakin baik untuk kelestarian hutan. Penggunaan logfisher pada petak semi mekanis menyebabkan keterbukaan areal lebih tinggi dari pada petak manual. Berdasarkan rasio keterbukaan areal pada petak manual dengan petak semi mekanis tanpa menggunakan logfisher, diperoleh luas keterbukaan pada petak manual 1,21 kali lebih luas daripada keterbukaan areal di petak semi mekanis, sedangkan jika menggunakan logfisher keterbukaan areal pada petak manual 0,71 kali dari luas keterbukaan petak semi mekanis. Penambahan luas keterbukaan areal oleh logfisher sebesar 1000 m 2 /ha atau sebesar 70,6%. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan logfisher dapat menyebabkan keterbukaan areal di petak semi mekanis meningkat. 5.3 Sifat Fisik Tanah Gambut Setelah Pemanenan Sampel dalam penelitian ini berjumlah 22 buah yang diambil dari areal yang terbuka dan hutan primer. Karakteristik tanah gambut dapat dilihat melalui analisis sifat fisika dan kimianya. Sifat fisik tanah yang diukur melalui contoh

48 33 tanah pada 22 titik pengambilan meliputi kadar air, bulk density dan porositas tanah gambut. Tabel 2 Perubahan sifat fisik tanah akibat pemanenan Sifat Fisik Tanah Petak manual Petak semi mekanis Jalan angkut Hutan primer TPN Jalan sarad Bekas tebangan TPN Jalan sarad Bekas tebangan kadar air (%) 755,30 784,79 635,73 858,58 746,41 947,24 741,13 684,3 Bulk density 0,12 0,12 0,14 0,11 0,12 0,1 0,12 0,14 (g/cm 3 ) Porositas (%) 88,77 88,53 85,76 89,42 88,02 90,45 88,24 86,43 Kadar air gambut sangat penting diketahui, salah satunya untuk merancang tata letak drainase yang efisien. Menurut Andriesse (1988) kadar air tanah gambut di pengaruhi oleh kematangan gambut, derajat dekomposisi, dan asal botanis bahan organik pembentuknya. Hasil analisis tanah gambut pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata kadar air pada hutan primer 684,3% dan pada areal terbuka berkisar 635,73% - 947,24% dengan kedalaman satu meter. Nilai tersebut berada dalam kisaran nilai kadar air pada penelitian Noor (2001) yaitu antara 500% %. Penelitian Utama (2012) menyatakan bahwa kadar air pada ketebalan 5 m di hutan primer dan LOA (Logged Over Area) adalah 886,03% dan 884,18%. Nilai tersebut lebih tinggi dari pada hasil penelitian ini yaitu 684,3% pada hutan primer dan pada areal terbuka berkisar 635,73% - 947,24% dengan ketebalan 1 m. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan juga dapat mempengaruhi jumlah kadar air tanahnya, selain itu metode pengambilan contoh tanah dan waktu pelaksanaan juga dapat menyebabkan perbedaan nilai tersebut. Porositas tanah merupakan persentase volume ruang tanah yang ditempati oleh udara dan air (Hardjowigeno 2007). Menurut Andriesse (1988) porositas tanah gambut tergantung pada nilai bulk density-nya. Semakin rendah bulk density-nya maka semakin tinggi nilai porositas tanahnya. Rata-rata porositas tanah pada lokasi penelitian berkisar antara 85,76% - 90,45% dimana nilai porositas pada hutan primer adalah 86,43%. Data ini didukung oleh penelitian Mardiana (2006) yang menyatakan nilai porositas tanah pada hutan alam gambut adalah 88,40%, nilai ini berada dalam kisaran hasil uji porositas tanah pada penelitian ini. Pada penelitian Boetler (1974) dalam Andriesse (1988)

49 34 menunjukkan bahwa gambut-gambut fibrik pada keadaan normal biasanya mempunyai porositas total 90% menurut volume, sedangkan bahan-bahan saprik biasanya mempunyai pori kurang dari 85%. Pada penelitian ini hanya areal yang terbuka di petak semi mekanis yang mencapai porositas 90,45%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh metode, waktu dan lokasi penelitian yang berbeda. Bulk density atau bobot isi tanah adalah berat kering per unit volume tanah yang mencerminkan kemampuan tanah untuk dukungan struktural, air dan gerakan partikel terlarut serta aerasi tanah (Hardjowigeno 2007). Menurut Andriesse (1988) bulk density tergantung pada tingkat pemadatan gambut, komposisi botanis bahan organik, derajat dekomposisi, serta kandungan mineral dan kadar air sampel tanah. Bulk density pada areal terbuka berkisar 0,1 g/cm 3-0,14 g/cm 3 sedangkan pada hutan primer sebesar 0,14 g/cm 3. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Andriesse (1988) yang menyebutkan bahwa kisaran bulk density hutan rawa gambut adalah 0,05 g/cm 3 pada tanah yang belum matang (fibrik) hingga kurang dari 0,5 g/cm 3 pada tanah gambut matang (saprik). Pada hutan rawa gambut di Indonesia bulk density untuk tanah fibrik kurang dari 0,1 g/cm 3 dan lebih dari 0,2 g/cm 3 untuk tanah saprik. Pada penelitian ini tidak terdapat tanah saprik, sehingga tidak diperoleh bulk density lebih besar dari 0,2 g/cm 3. Berbeda dengan hutan rawa gambut di Serawak, Malaysia dengan bulk density berkisar 0,09 g/cm 3 0,12 g/cm 3. Nilai tersebut jauh lebih rendah daripada penelitian ini yaitu dengan kisaran 0,1 0,15 g/cm 3. Secara keseluruhan nilai sifat fisik tanah gambut pada penelitian ini hampir sama di setiap lokasi pengambilan sampel tanah. Keterbukaan areal di lokasi penelitian tidak mempengaruhi nilai kadar air, bulk density, dan porositas tanah gambut. 5.4 Pertumbuhan Ramin Secara deskriptif hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi tempat tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan ramin secara alami. Pengamatan terhadap pertumbuhan semai ramin selama delapan minggu di beberapa lokasi dengan perbedaan kondisi lapangan menunjukkan bahwa ramin tumbuh baik pada areal terbuka bekas tebangan di petak semi mekanis. Lokasi tersebut merupakan

50 35 kondisi dengan luas keterbukaan areal yang sedang. Hasil pengukuran terhadap pertumbuhan ramin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata pertumbuhan semai ramin selama delapan minggu Manual Semi Mekanis Lokasi Pertumbuhan Tinggi (cm) Jumlah daun TPN 5,07 0 Jalan sarad 6,67 1 Penebangan 4,10 1 TPN 3,92 1 Jalan sarad 4,17 2 Penebangan 7,50 1 Jalan angkut 4,40 0 Hutan primer 3,07 0 Parameter pengukuran semai ramin adalah tinggi semai dan jumlah daunnya. Secara deskriptif hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi tempat tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan ramin secara alami. Tabel 3 menyatakan ramin tumbuh baik pada areal terbuka bekas penebangan di petak semi mekanis. Lokasi tersebut merupakan kondisi dengan luas keterbukaan areal yang sedang yaitu 60,99 m 2 dengan rata-rata pertumbuhan ramin sebesar 7,50 cm dan satu penambahan jumlah daun, sedangkan pertumbuhan paling lambat berlokasi di hutan primer yaitu sebesar 3,07 cm dan rata-rata tidak ada daun yang bertambah. Nilai ini menunjukkan bahwa semai ramin merupakan tanaman semi toleran, artinya semai ramin tidak tumbuh maksimal pada kondisi di bawah naungan ataupun di tempat terlalu terbuka. Hasil penelitian Muin (2009) terhadap pertumbuhan ramin di tempat terbuka, agak terbuka dan di bawah naungan, menghasilkan data pertumbuhan tinggi berturut-turut adalah 17,96 cm, 20,88 cm dan 11,61 cm. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian ini yang menyatakan pertumbuhan tinggi ramin lebih cepat pada lokasi yang agak terbuka dan tumbuh lambat pada lokasi tertutup. 5.5 Suhu dan Kelembaban Keterbukaan areal dapat menyebabkan perubahan tutupan vegetasi sehingga terjadi perubahan terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk dan sampai ke

51 36 lantai hutan. Salah satu faktor lingkungan mikro ini mempengaruhi suhu dan kelembaban serta perkembangan permudaan alam. Tabel 4 menunjukkan kisaran dan rata-rata suhu dan kelembaban pada masing-masing areal tebuka dan hutan primer. Tabel 4 Rata-rata suhu dan kelembaban hutan rawa gambut akibat pemanenan Lokasi Suhu ( o C) Kelembaban (%) Kisaran Rata-rata Kisaran Ratarata Petak manual 27,1-44,9 35, Petak semi mekanis 28,5-45,8 37, Jalan angkut 28,8-42,6 35, Hutan primer 32,5-42,2 35, Tabel 4 menunjukkan bahwa suhu tertinggi berlokasi di petak semi mekanis yaitu berkisar 28,5 0 C - 45,8 0 C dengan rata-rata 37,6 0 C sedangkan kelembabannya berkisar 36% - 86% dengan rata-rata 57% yang merupakan nilai terendah dari pengukuran kelembaban beberapa lokasi pengukuran. Selain akibat pemanenan, suhu dan kelembaban di petak semi mekanis juga dipengaruhi oleh keterbukaan akibat jalan yang dilewati oleh alat berat (logfisher) yang mengakibatkan keterbukaan areal sangat tinggi. Nilai pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Enrico (1997), dengan pengukuran suhu dan kelembaban pada areal terbuka akibat penebangan, rumpang besar, dan areal terbuka yang menunjukkan suhu di atas permukaan tanah (suhu udara) berkisar antara 28 0 C 29 0 C serta kelembaban 85,9% - 91,6%. Kegiatan pemanenan lainnya juga dapat menimbulkan rumpang besar bahkan terbuka yang menghasilkan suhu udara berkisar 30 0 C C dan kelembaban 76,1% - 62,1%. Perbedaan tersebut dipicu oleh penggunaan jenis alat dan waktu pengukuran yang berbeda jauh dengan penelitian ini. 5.6 Tinggi Muka Air (TMA) Tinggi muka air adalah ukuran jarak antara permukaan air terhadap permukaan tanah. Tabel 5 menunjukkan pengukuran tinggi muka air pada masingmasing lokasi penelitian.

52 37 Tabel 5 Rata-rata pengukuran Tinggi Muka Air (TMA) Lokasi TMA (cm) TPN 13,33 Manual Jalan sarad 11,18 Penebangan 8,13 TPN 19,43 Semi Jalan sarad 14,43 Mekanis Penebangan 14,34 Jalan angkut 12,94 Hutan primer 14,88 Pada Tabel 5 lokasi pengamatan menghasilkan data rata-rata tinggi muka air gambut pada petak semi mekanis lebih tinggi dari petak manual dan jalan angkut. Pada TPn di petak semi mekanis diperoleh tinggi muka air sebesar 19,43 cm sedangkan pada hutan primer sebesar 14,88 cm. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan permukaan tanah sebesar 4,55 cm, diperkirakan penurunan permukaan tanah tersebut terjadi akibat pemadatan tanah oleh alat berat logfisher dan tumpukkan kayu di TPn. Tinggi muka air terendah berlokasi di penebangan pada petak manual karena pada lokasi tersebut kondisi permukaan tanahnya lebih tinggi dari pada lokasi pengukuran lainnya. 5.7 Analisis Hubungan Keterbukaan Areal dengan Variabel yang Dipengaruhinya Analisis hubungan yang dipengaruhi oleh keterbukaan areal akibat pemanenan menggunakan software SAS 9.1. Peubah respon dalam analisis ini adalah pertumbuhan semai ramin, sifat fisik tanah, suhu dan kelembaban, serta tinggi muka air. Hasil analisis MANOVA dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 MANOVA (Multivariate Analysis of Variance) MANOVA Test Criteria and F Approximations for the Hypothesis of No Overall Perlakuan Effect H = Type III SSCP Matrix for Perlakuan E = Error SSCP Matrix S=7 M=0 N=2.5 Statistic Value F Value Num DF Den DF Pr > F Wilks' Lambda Pillai's Trace Hotelling-Lawley Trace Roy's Greatest Root NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound.

53 38 Hasil MANOVA keseluruhan respon di atas nilai peluang nyata (p-value) untuk statistik wilks Lambda bernilai 0,0416. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 artinya keterbukaan lahan berpengaruh signifikan terhadap respon secara keseluruhan pada taraf 5%. Hal ini menunjukkan secara keseluruhan variabel dependent berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal. 5.8 Korelasi Hubungan Antar Variabel Korelasi hubungan antar variabel dilakukan dengan pendekatan eksploratif menggunakan biplot. Biplot adalah upaya membuat gambar di ruang berdimensi banyak menjadi gambar di ruang berdimensi dua. Biplot mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi. Biplot hanya menjelaskan secara eksploratif tanpa mengetahui seberapa besar angka yang menunjukkan hubungan atau korelasi variabel-variabel tersebut. Varibel yang diuji meliputi keterbukaan areal (lahan), tinggi dan jumlah daun semai ramin, kadar air, bulk density dan porositas tanah gambut, tinggi muka air, serta suhu dan kelembaban gambut. Loading Plot of Tinggi semai ramin;...; keterbukaan areal 0 jumlah daun 0,50 suhu Second Component 0,25 0,00-0,25 KA Porositas Tinggi semai ramin keterbukaan areal TMA BD 0 kelembaban -0,50-0,50-0,25 0,00 First Component 0,25 0,50 Gambar 6 Korelasi antar dependent variable. Pada grafik biplot korelasi dilihat melalui ukuran sudut yang dibentuk oleh beberapa variabel. Sudut yang sangat lancip menjelaskan bahwa kedua variabel tersebit berkorelasi positif seperti hubungan tinggi dengan jumlah daun, atau keterbukaan areal dengan tinggi muka air. Sudut yang sangat tumpul menggambarkan korelasi secara negatif, seperti hubungan suhu dengan

54 39 kelembaban dan kadar air dengan bulk density. Semakin membentuk sudut 90 0 kedua variabel maka hubungan korelasinya semakin lemah bahkan tidak berkorelasi. Pada gambar di atas dijelaskan melalui hubungan tinggi dengan sifat fisik tanah (kadar air (KA), bulk density (BD), dan porositas). 5.9 Analisis Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Semai Ramin Pertumbuhan ramin bervariasi pada lokasi dan kondisi lingkungan yang berbeda. Pada kondisi tempat tumbuh tertentu kondisi lingkungan dapat mendukung pertumbuhan ramin, akan tetapi pada penelitian ini terdapat variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai ramin. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software Minitab 15. Berdasarkan nilai analisis regresi diperoleh nilai VIF beberapa variabel lebih besar dari 10, hal ini mengindikasikan bahwa adanya multikolinieritas artinya beberapa variabel saling berkorelasi, sehingga perlu dilakukan Regresi Komponen Utama (RKU). Pada RKU dipilih beberapa komponen dari seluruh variabel yang mampu menjelaskan keragaman lebih besar dari 70%. Pada analisis ini terdapat dua komponen yang mampu menjelaskan keragaman sebesar 80,2% sehingga digunakan dua komponen utama W 1 dan W 2. Penentuan komponen ini juga dijelaskan oleh grafik scree plot yang mengacu pada garis linier yang mulai landai. Hasil analisis menunjukkan nilai keagaman (R-sq) yang mampu dijelaskan oleh komponen terpilih (W 1 dan W 2 ) adalah 1,3%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor diluar model. Model regresi pada RKU tersebut adalah tinggi semai ramin (Y)= 5, w 1 + 0,212w 2. Tabel 7 Analisis regresi komponen utama Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Kuadrat keragaman Bebas (DB) (SS) tengah (MS) F hitung Regresi 2 1,535 0,768 0,12 0,883 Sisa ,859 6,150 Total ,394 P

55 40 Untuk mengetahui pengaruh komponen utama (W 1 dan W 2 ) terhadap pertumbuhan tinggi semai ramin (Y), maka diberlakukan pengujian hipotesis dengan memperhatikan nilai F hitung terima H 0 karena nilai F hitung pada taraf nyata 5% diperoleh sebesar 0,12 sedangkan F tabel 3,522 dengan demikian F hitung < F tabel, artinya secara statistik belum dapat dibuktikan bahwa model tersebut bisa menjelaskan atau memprediksi keragaman tinggi semai ramin, artinya semua variabel bebas tidak berpengaruh terhadap nilai variabel tak bebas (Y). Kriteria keputusan dapat menggunakan angka probabilitas (p-value) yang diperoleh dari analisis RKU kemudian dibandingkan dengan taraf nyata pengujian yang digunakan (α=5%). Nilai p yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata 5%, maka terima H 0 artinya secara simultan komponen utama tidak berpengaruh nyata terhadap Y. Model persamaan regresi yang di peroleh adalah Y= X X X X X X 6 Keterangan: Y : tinggi (cm) X 1 : suhu ( 0 C) X 2 : kelembaban (%) X 3 : kedalaman (m) X 4 : kadar air (%) X 5 : bobot isi (gram/cm 3 ) X 6 : porositas (%)

56 41 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Keterbukaan areal total akibat pemanenan adalah 3.728,75 m 2 / ha, keterbukaan di petak manual 1.712, 90 m 2 / ha, di petak semi mekanis 1.415,85 m 2 / ha dan jalan angkut 600 m 2 / ha. Penambahan luas keterbukaan areal oleh logfisher sebesar 1000 m 2 /ha atau sebesar 70,6%. 2. Secara keseluruhan pertumbuhan ramin, sifat fisik tanah (kadar air, porositas dan bulk density), suhu dan kelembaban serta tinggi muka air di pengaruhi keterbukaan areal. 3. Secara deskriptif semai ramin lebih cepat tumbuh dengan keterbukaan yang tidak terlalu tinggi karena pada tingkat semai, ramin merupakan jenis semi toleran. Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya (keterbukaan areal, ketebalan gambut, sifat fisik tanah (kadar air, porositas dan bulk density) suhu, dan kelembaban) menyatakan pertumbuhan semai ramin tidak dipengaruhi secara signifikan. 6.2 Saran 1. Perlu dipertimbangkan kembali penggunaan logfisher pada pemanenan hutan rawa gambut karena dapat meningkatkan keterbukaan areal, jika tetap mempertahankan penggunaan logfisher diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi penggunaan logfisher di hutan rawa gambut. 2. Tingginya keterbukaan areal yang terjadi di petak semi mekanis akibat penggunaan logfisher, perlu diupayakan pengendalian fungsi lahan dengan melakukan penanaman jenis yang dapat tumbuh di lokasi tersebut.

57 42 DAFTAR PUSTAKA Andriesse JP Ekologi dan Pengelolaan Tanah Gambut Tropika. Roma: Food and Agriculture Organizationof the United Nation. Barchia MF Gambut: Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Daryono H Potensi, permasalahan dan kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan hutan dan lahan rawa gambut secara lestari (Potency, problems, policy and peatland management needed for sustainable peat swamp forest). Bogor: Pusat Litbang dan Konservasi Alam. Elias Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor: IPB Press. Enrico E Studi luas rumpang terhadap kerapatan permudaan alam dan jenis-jenis komersial di hutan rawa gambut (studi kasus di HPH PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan). [skripsi] Fakultas Kehutanan. Bogor:Institut Pertanian Bogor. Hadisuparto H Strategi konservasi, persyaratan legal dan administratif. Prosiding Lokakarya Nasional. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerja sama dengan ITTO CITES project. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Hidayah PN Perubahan tinggi muka air gambut akibat intensitas perubahan penutupan lahan hutan (studi kasus di areal HPH PT. Diamond Raya Timber Propinsi Riau). [skripsi] Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kartiko HDP Informasi singkat benih Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. Disiapkan atas Kerja Sama Indonesia Forest Seed Project (IFSP) dengan Balai Teknologi Perbrnihan (BTP). Bogor: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Suwanto A et al Profil Ekosistem Gambut di Indonesia. Kementrian Negara Lingkungan Hidup Repoblik Indonesia. Kurniawan M Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat penebangan dan penyaradan (Magang sebagai supervisor pengawas petak tebangan di HPH PT. Diamond Raya Timber, Propinsi Riau). [laporan magang]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mardiana S Perubahan sifat-sifat tanah pada kegiatan konservasi hutan alam rawa gambut menjadi perkebunan kelapa sawit (studi kasus di PT Triomas Forest Development Indonesia (triomas FDI) Desa Penyengat

58 43 Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Propinsi Riau). [skripsi] Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Maryani R, Setyawati T, Komar T.E Kajian kebijakan pengelolaan hutan rawa gambut: studi kasus pengelolaan dan pemanfaatan ramin (Gonystylus bancanus Miq). Prosiding lokakarya nasional. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bekerjasama dengan ITTO Cites Project Muhdi Pemanena Kayu di Hutan Rawa Gambut di Sumatera Selatan (studi kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan). Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara: USU digital library. Muin A Teknologi Penanaman Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) Pada Areal Bekas Tebangan. Pontianak: Untan Press. Badan Penerbit Universitas Tanjungpura. Nasution AK Keterbukaan areal dan kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan (studi kasus di PT. Austrial Byna, Lakimantan Tengah). [skripsi] Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Noor M Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Yogyakarta: Kanisius. Noor M Lahan Gambut: Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nugroho AW Kendala biofisik pengelolaan lahan gambut di Sumatera. Palembang: Balai Penelitian Kehutanan Palembang. [PTDRT] PT. Diamond Raya Timber, PT. Uniseraya Perdagabangan ramin (Gonystylus bancanus): Persyaratan CITES, jatah tebangan dan ekspor. Riau: PT. Diamond Raya Timber. [PTDRT] PT. Diamond Raya Timber Rencana Kerja Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB). Pekanbaru: PT. Diamond Raya Timber. [PTDRT] PT. Diamond Raya Timber Revisi Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Management Plan). Pekanbaru: PT Diamond Raya Timber. Sitorus SRP, Haridjaja O, Brata KR Penuntun praktikum fisika tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sumargo W, Nanggara SG, Nainggolan FA, Apriani I Potret Keadaan Hutan Indonesia Peride Tahun Bogor: Forest Watch Indonesia.

59 44 Tim Sintesis Kebijakan Pemanfaatan dan konservasi ekosistem lahan rawa gambut di Kalimantan. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2), 2008: Utama PP Simpanan karbon bawah permukaan hutan alam rawa gambut (Studi kasus di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Propinsi Riau). [skripsi] Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

60 LAMPIRAN 45

61 46 Lampiran 1 Peta RKU PT DRT berbasis IHMB periode

62 Lampiran 2 Peta PWH dan lokasi penelitian 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu PT. Diamond Raya Timber Sistem pemanenan kayu di HPH PT. Diamond Raya Timber menggunakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Berdasarkan

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) IFA SARI MARYANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT Pemadatan Tanah Akibat Penyaradan Kayu... (Muhdi, Elias, dan Syafi i Manan) PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT (Soil Compaction Caused

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1 Luas dan Lokasi Hutan Gambut Merang terletak dalam kawasan Hutan Produksi Lalan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi Oleh Bastoni dan Tim Peneliti Balai Litbang LHK Palembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM Lampiran : I Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : 51/KPTS/VI-PHP/2003 Tanggal : 28 Oktober 2003 BENTUK DAN ISI A. Bentuk FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Ujicoba Teknik Rehabilitasi Hutan Alam Rawa Gambut Bersulfat Masam Dengan Jenis Melaleuca leucadendron Ujicoba

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm. 14-19 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) PADA MEDIA

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MTERI DN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat pengambilan sampel tanah yaitu pengambilan sampel tanah pada hutan konservasi pasca terbakar dan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) LAMPIRAN 2. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) 1 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hasanah (2007) padi merupakan tanaman yang termasuk genus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hasanah (2007) padi merupakan tanaman yang termasuk genus II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Botani Tanaman Padi Gogo Menurut Hasanah (2007) padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations)

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Ujang Suwarna 1*, Harnios Arief 2, dan Mohammad Ramadhon 3 1* Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dan pada umumnya menempati cekungan di antara dua sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci