Tetty Harahap,S.T., M.Eng. Univ. Indo Global Mandiri 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tetty Harahap,S.T., M.Eng. Univ. Indo Global Mandiri 2016"

Transkripsi

1 Tetty Harahap,S.T., M.Eng. Univ. Indo Global Mandiri 2016

2 Flashback

3 hari ini kita akan membahas Growth pole (Kutub Pertumbuhan)

4 Definisi Kutub Pertumbuhan Dikembangkan oleh Francois Perroux pada tahun 1955 Menurut Perroux, growth poles adalah fokus atau pusat-pusat dalam wilayah ekonomi yang abstrak yang memancarkan kekuatan sentrifugal dan kekuatan sentripetal yang menarik. Tiap pusat mempunyai pusat penarik dan pusat pendorong yang mempunyai pengaruh terhadap pusat-pusat yang lain. Menurut Richardson, pusat pertumbuhan dikaitkan dengan leading industri dan memberikan spill over di daerah sekitarnya Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

5 Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

6 Konsep Growth Pole Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah titik-titik lokal Konsep growth pole sangat menekankan pada industri-industri padat modal di pusat-pusat urban Analisa titik pertumbuhan mengandung hipotesa bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan sebagai keseluruhan akan mencapai maksimum apabila pembangunan dikonsentrasikan pada titik- titik pertumbuhan dari pada jika pembangunan itu dipencar-pencar secara tipis di seluruh daerah. Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

7 Melahirkan konsep ekonomi seperti konsep industri penggerak (leading industry), konsep polarisasi dan konsep penularan (trickle atau spread effect) Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

8 Syarat berlakunya teori Mengetahui hierarki tempat-tempat pusat Pengetahuan tentang peranan tempat pusat dalam waktu lampau, pandangan ke depan Pertimbangan-pertimbangan lokasi Teknik yang harus diperhitungkan, misal range, tersedianya sumber daya Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

9 Faktor-faktor terjadinya kutub pertumbuhan adanya interaksi antara industri-industri inti yang merupakan pusat nadi dari kutub perkembangan (lokalisasi dari industri-industri inti) mendorong ekspansi yang besar di daerah sekitar karena efek polarisasi strategi lebih menentukan Aksesibilitas, kemudahan pencapaian lokasi (variasi hambatan interaksi antar lokasi) Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

10 Efek growth pole Spread Backwash Nett Spill over effect Adanya proses aglomerasi ekonomi (snow ball) Ketidakseimbangan di daerah sekelilingnya (karena proses pertumbuhan cepat) Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

11 Aplikasi Teori Contoh dari pelaksanaan teori growth pole di Indonesia, bisa dilihat pada provinsi Jawa Barat, yang terbagi dalam beberapa bagian : Jabotabek, menampung kegiatan industri yang tak tertampung di kota Jakarta Bandung Raya, sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan tekstil Karawang, pusat produksi pangan Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

12 Cirebon, sbg pusat industri pengolah bahan agraris,industri netro kimia Banten, pusat pengembangan pertanian dan perkebunan Dapat disimpulkan, wilayah yang terbagi-bagi tersebut merupakan growth poles bagi provinsi Jawa Barat dan Banten, di mana titik tersebut menjadi sektor kunci, yang menopang pembangunan propinsi Jawa Barat dan Banten. Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

13 Kelemahan Teori Kutub Pertumbuhan Proses penetesan (trickle down) dan penyebaran (spread effect) dapat menguras, menyerap dan mengalirkan segala sesuatu yang menguntungkan di daerah hinterland Terjadinya disparitas (kesenjangan) antara wilayah kota dan daerah hinterland-nya Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

14 Kesalahan Strategi di Indonesia Pengembangan industri yang menekankan pengembangan industriindustri impor seperti industri elektronik, tekstil, dan lain-lain Indonesia terfokus pada industri yang padat modal dan berbahan baku mayoritas impor Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

15 Alternatif pusat pertumbuhan Pusat pertumbuhan diletakkan di pedesaan dengan menyesuaikan kondisi pedesaan yang ada, contoh: pertanian Penyediaan sarana prasarana di daerah pedesaan yang akan dijadikan sebagai usaha industri pedesaan Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

16 Kesimpulan Growth pole mendorong adanya aglomerasi di suatu wilayah Growth pole di Indonesia tidak sesuai dengan konsep growth pole (Perroux) Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Ida S Sitompul, Alia Rasmaya, Okky C Puspita, Rabian Nazri, Galih F. Akmali, Agrialdy H. P)

17 Ada diskusi / umpan balik?

18 Teori spasial / struktur ruang perkotaan (struktur intern perkotaan) 1. Model cincin konsentrik (Burgess) 2. Model sektor (Hoyt) 3. Model inti ganda (Harris-Ullman) turunan / tambahan : teori ketinggian bangunan, teori poros dan teori ukuran kota Sumber: (1) Freeman, 1974 dalam Warlina, Lia; Koester, dkk ed., Dimensi keruangan Kota, UI press, 2001, (2) Daldjoeni, Drs., Geografi Baru: Organisasi keruangan dalam teori dan praktek, (3)Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota

19 Model cincin konsentrik (Burgess) Kota meluas secara merata dari suatu inti asli zona-zona konsentris / gelang berdasarkan konsep natural areas Struktur umum: tipe penggunaan lahan 1. zona tengah 1 = pusat kota (kegiatan kota), misal CBD, perdagangan, kemasyarakatan dan perekonomian zona dengan derajat aksesibilitas tertinggi, area dominasi 2. zona keliling 2 = transisi, misal kawasan perindustrian, ruko, mix use 3. zona keliling 3 = permukiman pekerja, misal permukiman buruh mendekat pada zona kerja di pusat kota atau di zona transisi 4. zona keliling 4 = permukiman menengah prinsip kenyamanan 5. zona terluar 5 = pinggiran, misal zona komuter / penglaju Sumber: (1) Freeman, 1974 dalam Warlina, Lia; Koester, dkk ed., Dimensi keruangan Kota, UI press, 2001, (2) Daldjoeni, Drs., Geografi Baru: Organisasi keruangan dalam teori dan praktek, (3)Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota

20 Model cincin konsentrik (Burgess) Teori burgess zona-zona ideal, dengan asumsi kondisi relatif sama Kritik: Gradasi / perubahan zona tidak terlihat secara jelas di dalam realita: CBD berbentuk tidak teratur atau umumnya segi empat (tidak bulat); lahan perdagangan meluas secara menjari sesuai jalur transportasi dan terkonsentrasi pada tempat yang strategis; industri terletak dekat jalur transportasi; perumahan kelas pekerja terletak pada daerah industri dan jalur transportasi; perumahan menengah mencari lokasi yang terbaik (secara akses dan kenyamanan) dan bisa ada di mana-mana Sumber: (1) Freeman, 1974 dalam Warlina, Lia; Koester, dkk ed., Dimensi keruangan Kota, UI press, 2001, (2) Daldjoeni, Drs., Geografi Baru: Organisasi keruangan dalam teori dan praktek, (3)Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota

21 Model cincin konsentrik (Burgess) Kritik: homogenitas internal tidak sesuai kenyataan justru banyak variasi internal skema tidak universal dan anakronistik berlaku pada kondisi yang terbatas, tergantung latar belakang spasial dan periode waktu perlu variabel penyempurnaan: ketinggian bangunan (building height), sektor, transportasi, inti (nucleus), ukuran (size), sejarah dan struktur turunan teori konsentris burgess Sumber: (1) Freeman, 1974 dalam Warlina, Lia; Koester, dkk ed., Dimensi keruangan Kota, UI press, 2001, (2) Daldjoeni, Drs., Geografi Baru: Organisasi keruangan dalam teori dan praktek, (3)Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota

22

23

24 Model sektor (Hoyt) Turunan teori konsentris Burgess Pertumbuhan kota merupakan proses pengendapan bentuk sektoral daripada bentuk zonal (gelang) Pengelompokan tata guna lahan di kota menyebar dari pusat ke arah luar berupa sektor, seperti irisan roti misal seperti sewa tanah Mann: kombinasi teori konsentris Burgess dan teori sektor Hoyt zone-zone konsentris dihubungkan dengan tata guna lahan dan perkembangan kota, sedangkan sektor-sektor dihubungkan dengan kemasyarakatan Sumber: (1) Freeman, 1974 dalam Warlina, Lia; Koester, dkk ed., Dimensi keruangan Kota, UI press, 2001, (2) Daldjoeni, Drs., Geografi Baru: Organisasi keruangan dalam teori dan praktek, (3)Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota

25

26

27 Model inti ganda (Harris-Ullman) Pertumbuhan kota mulai dari intinya diiringi oleh adanya beberapa pusat tambahan, yang masing-masing juga berfungsi sebagai kutub pertumbuhan dalam proses perkembangan kota. di sekeliling suatu inti (nucleus) tata guna lahan yang saling bertalian, muncul sekelompok tata guna lahan yang akan menciptakan suatu struktur perkotaan yang memiliki sel-sel pertumbuhan lengkap contoh: perindustrian dekat dengan terminal, perumahan penduduk dekat dengan pusat perbelanjaan, kawasan pendidikan, kawasan para dokter, dsb. fleksibel, dapat diterapkan di negara maju dan berkembang Sumber: (1) Freeman, 1974 dalam Warlina, Lia; Koester, dkk ed., Dimensi keruangan Kota, UI press, 2001, (2) Daldjoeni, Drs., Geografi Baru: Organisasi keruangan dalam teori dan praktek, (3)Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota

28

29

30 Rangkuman Teori konsentris Teori sektor Teori pusat kegiatan ganda Pola konsentris Peranan transportasi dan komunikasi dianggap tidak ada (diabaikan) Latar belakang lingkungan tidak nyata berperan Mempunyai daerah pusat kegiatan tunggal Pola modifikasi konsentrasi Peranan transportasi dan komunikasi dipertimbangkan dan mempunyai peranan yang nyata Latar belakang lingkungan tidak nyata berperan Mempunyai daerah pusat kegiatan tunggal Pola menyebar tidak teratur Peranan transportasi dan komunikasi besar Latar belakang lingkungan mempunyai peranan besar Mempunyai daerah pusat kegiatan ganda

31 Ada diskusi / umpan balik?

32 Perkembangan spasial kota Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

33 Konsekuensi Spasial secara Fisikal Fisikal Horizontal Proses perkembangan spasial sentrifugal Faktor : - aksesibilitas - pelayanan umum - karakteristik lahan - karakteristik pemilik lahan - peraturan tata guna lahan - prakarsa pengembang Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

34 1. Perkembangan Memanjang adalah suatu proses penambahan areal kekotaan yang terjadi di sepanjang jalur-jalur memanjang di luar daerah terbangun. Jalur memanjang jalur transportasi (darat, sungai) lembah sempit ekspresi ribbon; dua jalur transportasi utama yang searah. Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

35 ekspresi bumerang; dua jalur transportasi utama yang tidak searah dan membentuk lengkungan ekspresi bintang/gurita; tiga atau lebih jalur transportasi utama Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

36 Studi Kasus Spasial di Indonesia Parangtritis Peran Jaringan Transportasi dalam Pembentukan Struktur Tata Ruang Wilayah Daya Tarik Parangtritis: - kegiatan pariwisata - tempat pelelangan ikan (TPI) Pemerintah Kabupaten Bantul membangun jalan kabupaten Parangkusumo-Depok Jalur jalan Parangkusumo-Depok membentuk ekspresi spasial Ribbon Shape Development faktor : jaringan jalan Parangkusumo-Depok pola jaringan jalan yang sejajar dengan garis pantai karakteristik lahan kawasan Parangtritis terhubungnya pusat ekonomi Parangkusumo-Depok Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

37 2. Perkembangan Lompat Katak adalah bentuk perkembangan areal kekotaan yang terjadi secara sporadis di luar daerah terbangun utamanya dan daerah pembangunan baru yang terbentuk berada di tengah daerah yang belum terbangun. ekspresi lompat katak Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

38 Studi Kasus Perkembangan Lompat Katak Ekspresi seperti ini terjadi dalam dua cara Karena bentang alam Karena memang direncanakan untuk tujuan tertentu Bentang alam pegunungan yang tidak memungkinkan untuk meluaskan kota secara normal dapat berekspresi lompat katak pada daerah sekitar kota yang berkarakteristik memungkinkan,misal:kota-kota di Papua Ekspresi lompat katak juga bisa disengaja,justru untuk mempercepat perkembangan sebuah kota,agar daerah di antara kota pusat dengan sekitar dapat tumbuh dengan cepat. Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

39 Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

40 dispersed urban design model upaya preservasi lahan pertanian di beberapa kota negara barat di sela-sela lahan terbangun terdapat ruang terbuka hijau yang memberikan kenyamanan bertempat tinggal Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

41 3. Perkembangan Konsentris adalah bentuk perkembangan areal kekotaan yang terjadi di sisi-sisi luar daerah kekotaan yang telah terbangun dan menyatu dengannya secara kompak ekspresi konsentris Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, YanitaTriwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

42 Studi Kasus Perkembangan Konsentris di Jakarta Daerah yang berada di sekitar Monas lama kelamaan menyatu dengan Monas, karena persamaan-persamaan yang ada dan menjadi sebuah pusatnya. Monas yang berada di Jakarta, menandai adanya pusat di Kota Jakarta dan daerah sekitarnya menjadi berkembang mengikuti gelombang kemajuan dari pusat kota. Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

43 Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

44 4. Square Cities Biasanya dibentuk karena adanya kegiatan yang seragam Menunjukkan adanya kesempatan perluasan kota kesegala arah Tidak ada halangan fisikal yang berarti Contoh : Kota Yogyakarta Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

45 Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

46 5. Fan Shape Cities Oleh karena sebab-sebab tertentu perluasan fisikal kotanya hanya berjalan di sisi tertentu saja Bentuk setengah lingkaran Perkembangan ke arah luar lingkaran Pusat Kota terletak di daerah pinggiran Umumnya merupakan kota pelabuhan yang mempunyai latar belakang topografi yang relatif datar Contoh : San Fransisco Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

47 Fan Shape Cities Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

48 6. Split Cities Termasuk kota yang kompak Dibelah oleh perairan yang cukup lebar Kota terdiri dari 2 bagian yang terpisah Contoh : Kota London, Kota Palembang Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

49 London Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, YanitaTriwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

50 Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, YanitaTriwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

51 7. Stellar Cities Kondisi ini biasanya terdapat pada kota besar yang dikelilingi oleh kota satelit. Penghuni kota satelit adalah komuter dari kota besar. Sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di kota besar. Hal ini akan menciptakan bentuk kota megapolitan. Contoh : JABODETABEK Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, YanitaTriwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

52 Studi Kasus Perkembangan Stellar Cities Kota BODETABEK adalah daerah penunjang bagi Kota Jakarta sekitarnya. Kota satelit bisa juga sebagai pemasok barang-barang kebutuhan warga kota besar, karena semakin besar dan berkembangnya suatu kota maka sikap warganya untuk memproduksi barang-barang untuk kebutuhan mereka juga akan semakin turun. Karena inilah fungsi kota BODETABEK sebagai kota satelit penunjang kebutuhan hidup masyarakat kota besar akan semakin tampak. Karena interaksi yang tetap, maka sikap hidup pada masyarakatnya secara bertahap akan mengalami apa yang bernama "resonansi sosiologis. Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

53 KOTA SATELIT KOTA SATELIT KOTA UTAMA KOTA SATELIT KOTA SATELIT KOTA SATELIT Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

54 Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, YanitaTriwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

55 Kesimpulan Perkembangan keruangan kota dipengaruhi oleh beberapa sebab, meliputi: Jalur transportasi Bentang alam Rencana Sumber: SCL PWK 2006 tahun (Andryan Wikrawardana, Widitra Maulida, Yanita Triwalini, Swari Kusuma, Wira P, Dwi Nuswantara, Firma Rizki, Kurnia Bagus P)

56 Ada diskusi / umpan balik?

57 Terima kasih Sampai Jumpa Minggu Depan

WIL AYAH T E T T Y H A R A H A P, S T., M. E N G U N I V. I N D O G L O B A L M A N D I R I 2016

WIL AYAH T E T T Y H A R A H A P, S T., M. E N G U N I V. I N D O G L O B A L M A N D I R I 2016 TEORI-TEORI PENGEMBANGAN WIL AYAH T E T T Y H A R A H A P, S T., M. E N G U N I V. I N D O G L O B A L M A N D I R I 2016 PERKEMBANGAN SPASIAL KOTA Sumber: SCL PWK 2006 tahun 2007-2008 (Andryan Wikrawardana,

Lebih terperinci

Materi Geografi Kelas XII/IPS Semester 2. Diedit Oleh : Sofyanto, M.Pd

Materi Geografi Kelas XII/IPS Semester 2. Diedit Oleh : Sofyanto, M.Pd Materi Geografi Kelas XII/IPS Semester 2 Diedit Oleh : Sofyanto, M.Pd STANDAR KOMPETENSI 1. Menganalisis wilayah dan pewilayahan KOMPETENSI DASAR 1.2 Menganalisis kaitan antara konsep wilayah dan pewilayahan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 21 Sesi NGAN WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2 A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal Pembatasan wilayah formal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : YUSUP SETIADI L2D 002 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi)

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GEOGRAFI BAB IX INTERAKSI DESA-KOTA Drs. Daryono, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Sejarah dan Pengertian Kota Perkotaan berasal dari kata kota yang berarti pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang bercirikan oleh batasan

Sejarah dan Pengertian Kota Perkotaan berasal dari kata kota yang berarti pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang bercirikan oleh batasan Sejarah dan Pengertian Kota Perkotaan berasal dari kata kota yang berarti pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang bercirikan oleh batasan administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh: KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR Oleh: NANIK SETYOWATI L2D 000 441 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

Kutub Pertumbuhan Bagian 1. Kuliah 7 Pembangunan Regional 16 Maret 2007

Kutub Pertumbuhan Bagian 1. Kuliah 7 Pembangunan Regional 16 Maret 2007 Kutub Pertumbuhan Bagian 1 Kuliah 7 Pembangunan Regional 16 Maret 2007 Outline Pengertian Kutub Pertumbuhan Faktor-faktor & persyaratan yang mempengaruhi munculnya kutub-kutub Pertumbuhan Kutub Pertumbuhan

Lebih terperinci

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. A Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konversi Lahan Pengertian konversi lahan menurut beberapa ahli dan peneliti sebelumnya diantaranya Sanggono (1993) berpendapat bahwa Konversi lahan adalah perubahan

Lebih terperinci

TEORI PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE THEORY)

TEORI PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE THEORY) TEORI PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE THEORY) A. Latar Belakang Teori Pusat Pertumbuhan Teori ini dipelopori oleh Francois Perroux Ahli ekonomi regional bekebangsaan Perancis pada sekitar tahun 1955. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan

Lebih terperinci

Mata Kuliah Perencanaan Kota [Review Materi]

Mata Kuliah Perencanaan Kota [Review Materi] 2015 Mata Kuliah Perencanaan Kota [Review Materi] Dea Siti Nurpiena [3613100055] Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 1. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB 14: GEOGRAFI POLA KERUANGAN DESA KOTA

BAB 14: GEOGRAFI POLA KERUANGAN DESA KOTA www.bimbinganalumniui.com 1. Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintah sendiri, adalah definisi desa menurut a. R. Bintarto b. S. D.

Lebih terperinci

METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG

METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG Aprido Pratama Fahri Husaini Dian Kurnia Sari Retno Kartika Sari LANDASAN TEORI Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

[Type the document title] ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK

[Type the document title] ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK I. PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN Pertambahan penduduk kota di Indonesia mendorong meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka yang berisikan kajian terhadap penelitian sebelumnya terkait judul yang akan diteliti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Transportasi merupakan kegiatan yang dilakukan pada tat guna lahan yang hubunganya dikembangkan untuk lebih memahami hubungan yang terjadi dalam suatu kota, yaitu antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

1/22/2011 TEORI LOKASI

1/22/2011 TEORI LOKASI TEORI LOKASI (Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan hidup, memenuhi segala kebutuhannya serta berinteraksi dengan sesama menjadikan ruang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota secara fisik berlangsung dinamis sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan kebutuhan ruangnya.

Lebih terperinci

POLA PERKEMBANGAN ZONA KAWASAN PENYANGGA TPA SUMOMPO MANADO DI TINJAU TERHADAP ASPEK SPASIAL DAN TATA LETAK BANGUNAN

POLA PERKEMBANGAN ZONA KAWASAN PENYANGGA TPA SUMOMPO MANADO DI TINJAU TERHADAP ASPEK SPASIAL DAN TATA LETAK BANGUNAN POLA PERKEMBANGAN ZONA KAWASAN PENYANGGA TPA SUMOMPO MANADO DI TINJAU TERHADAP ASPEK SPASIAL DAN TATA LETAK BANGUNAN Sigit Mauludi Sunardi 1, Prof.Dr.Ir.Sangkertadi,DEA 2, Dwight M.Rondonuwu, ST,MT 3 1

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses Pengkotaan ( Urbanisasi ) Di Desa Dagen Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar 1

BAB I PENDAHULUAN. Proses Pengkotaan ( Urbanisasi ) Di Desa Dagen Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota merupakan suatu daerah atau kawasan yang memiliki tingkat keramaian dan kepadatan penduduk yang tinggi. Keramaian dan kepadatan penduduk tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

Secara umum pembagian wilayah berdasarkan pada keadaan alam (natural region) dan tingkat kebudayaan penduduknya (cultural region).

Secara umum pembagian wilayah berdasarkan pada keadaan alam (natural region) dan tingkat kebudayaan penduduknya (cultural region). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 20 Sesi NGAN WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 1 A. PENGERTIAN WILAYAH Wilayah adalah suatu area yang memiliki karakteristik tertentu atau sifat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL TUGAS INDIVIDU Oleh: MUHAMMAD HANIF IMAADUDDIN (3613100050) JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD SYAHRIR L2D 300 369 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di suatu wilayah mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kelahiran-kematian, migrasi dan urbanisasi.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Kajian Sub Sektor Ekonomi Potensial Dalam Mendukung Fungsi Kota Cilegon

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Kajian Sub Sektor Ekonomi Potensial Dalam Mendukung Fungsi Kota Cilegon ABSTRAK Kota Cilegon merupakan salah satu kota di Provinsi Serang Banten. Menurut kebijakan yang ada yakni yang terkait akan Kota Cilegon seperti RTRW Provinsi Banten menetapkan fungsi Kota Cilegon sebagai

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan waktu kota-kota yang ada di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan waktu kota-kota yang ada di Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring waktu kota-kota yang ada di Indonesia mengalami yang sangat pesat. Begitu pula dengan Kota Palembang, ibu kota Sumatera Selatan yang merupakan kota terbesar

Lebih terperinci

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi sehingga banyak masyarakat menyebutnya sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.-1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.-1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.-1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat selama ini biasanya dianggap sebagai indikator pembangunan yang utama. Namun, sebenarnya ada ketidakpuasan dengan penggunaan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan, bahwa penduduk perkotaan dari waktu ke waktu cenderung meningkat jumlah dan proporsinya. Hal

Lebih terperinci

Critical Review Jurnal Analisa Lokasi dan Keruangan

Critical Review Jurnal Analisa Lokasi dan Keruangan i P a g e Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan critical review dengan lancar yang membahas studi kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

MENGKAJI TATA RUANG KOTA MALANG DENGAN TEORI KONSENTRIS DAN TEORI SEKTORAL

MENGKAJI TATA RUANG KOTA MALANG DENGAN TEORI KONSENTRIS DAN TEORI SEKTORAL MENGKAJI TATA RUANG KOTA MALANG DENGAN TEORI KONSENTRIS DAN TEORI SEKTORAL (relevansi tata ruang kota dengan membandingkan teori-teori kota) Aida Izzul Imah (130721616028) Pendidikan Geografi Fakultas

Lebih terperinci

KECENDERUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DI KOTA SALATIGA TAHUN 1999 DAN 2003 SKRIPSI

KECENDERUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DI KOTA SALATIGA TAHUN 1999 DAN 2003 SKRIPSI KECENDERUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DI KOTA SALATIGA TAHUN 1999 DAN 2003 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Program Studi Geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi maupun spasial. Transformasi

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 17 Sesi NGAN DESA - KOTA : 2 A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980 Kota terdiri atas dua bagian. Pertama, kota sebagai suatu

Lebih terperinci

Perencanaan Pengembangan Wilayah - 6

Perencanaan Pengembangan Wilayah - 6 Perencanaan Pengembangan Wilayah - 6 Tetty Harahap, S.T., M.Eng Univ. Indo Global Mandiri Teori-teori lokasi 1. Teori lokasi pertanian (von Thunen dkk.) 2. Teori struktur intern perkotaan (Burgess, dkk.)

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai konstribusi cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 2012 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 136-142 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 KETIMPANGAN SPASIAL PERKOTAAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER Ratih Yuliandhari 1, Agam Marsoyo 2, M Sani Royschansyah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota menimbulkan permasalahan perkotaan, baik menyangkut penataan ruang penyediaan fasilitas pelayanan kota maupun manajemen perkotaan. Pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan data dipersiapkan dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan dan ciri perjuangan nasional dengan mengkaji dan memperhitungkan implikasinya dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran pertumbuhan kawasan perkotaan sangat besar dalam persebaran dan pergerakan penduduk. Keberadaan berbagai kegiatan ekonomi sekunder dan tersier di bagian wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Bintarto dalam Trisnaningsih (1998:7) mendefinisikan bahwa geografi

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Bintarto dalam Trisnaningsih (1998:7) mendefinisikan bahwa geografi II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk lebih terarahnya penelitian ini sebagai landasan teori akan penulis kemukakan tinjauan pustaka sebagai berikut: 1. Geografi Menurut Bintarto

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks, semakin melebarnya

Lebih terperinci

PENGARUH PERKEMBANGAN EKONOMI KOTA TERHADAP STRUKTUR RUANG KOTA (STUDI KASUS KABUPATEN GRESIK)

PENGARUH PERKEMBANGAN EKONOMI KOTA TERHADAP STRUKTUR RUANG KOTA (STUDI KASUS KABUPATEN GRESIK) PENGARUH PERKEMBANGAN EKONOMI KOTA TERHADAP STRUKTUR RUANG KOTA (STUDI KASUS KABUPATEN GRESIK) Primus Aryunto (3214205002) Magister Manajemen Pembangunan Kota, Arsitektur, FTSP Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 8.1. Kemampuan Fasilitas Pelayanan Pusat Pengembangan Analisis kemampuan fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Penelitian Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah di analisa maka disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Faktor sangat yang kuat mempengaruhi sebaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai pengalaman pembangunan daerah beberapa negara berkembang menunjukkan baik kegagalan maupun keberhasilan pengembangan wilayah yang dapat menjadi pelajaran kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

Perkembangan Urbanisasi di Wilayah Metropolitan Gerbang Kerto Susila (GKS)

Perkembangan Urbanisasi di Wilayah Metropolitan Gerbang Kerto Susila (GKS) TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Perkembangan Urbanisasi di Wilayah Metropolitan Gerbang Kerto Susila (GKS) Eko Budi Santoso (1), Kelik Eko Susanto (2) (1) Pusat Penelitian dan Kajian Pembangunan, Lembaga Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, terutama persaingan dalam berbagai hal. Persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, terutama persaingan dalam berbagai hal. Persaingan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat membawa pengaruh besar di berbagai bidang kehidupan manusia, terutama persaingan dalam berbagai hal. Persaingan dalam segala bidang merupakan

Lebih terperinci

Perencanaan Kota-2. Tetty Harahap, ST. M.Eng. Univ. Indo Global Mandiri 2016

Perencanaan Kota-2. Tetty Harahap, ST. M.Eng. Univ. Indo Global Mandiri 2016 Perencanaan Kota-2 Tetty Harahap, ST. M.Eng. Univ. Indo Global Mandiri 2016 Pengertian Wilayah, Daerah, Kota, Perkotaan, Perencanaan Wilayah : Suatu bagian dari permukaan bumi yang teritorialnya ditentukan

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EKONOMI INDUSTRI

KONSEP DASAR EKONOMI INDUSTRI TUGAS EKONOMI INDUSTRI KONSEP DASAR EKONOMI INDUSTRI Disusun oleh : RIZKI ANDRIANI A11112276 ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 KONSEP DASAR EKONOMI INDUSTRI a. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005) menjelaskan bahwa kota merupakan suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh: ANGGA NURSITA SARI L2D 004 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci