MENGKAJI TATA RUANG KOTA MALANG DENGAN TEORI KONSENTRIS DAN TEORI SEKTORAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGKAJI TATA RUANG KOTA MALANG DENGAN TEORI KONSENTRIS DAN TEORI SEKTORAL"

Transkripsi

1 MENGKAJI TATA RUANG KOTA MALANG DENGAN TEORI KONSENTRIS DAN TEORI SEKTORAL (relevansi tata ruang kota dengan membandingkan teori-teori kota) Aida Izzul Imah ( ) Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial UNIVERSITAS NEGERI MALANG Abstrak Kota merupakan suatu sistem, dimana didalamnya terdapat suatu keteraturan komponen-komponen yang ada ataupun struktur-struktur yang terdapat dalam kota menjadi saling berkaitan. Baik itu dari segi sosial, ekonomi, budaya, politik serta unsur-unsur lain yang melengkapi suatu sistem dalam kota. Jika mendalami kajian tentang kota, tidak lepas dari pembahasan mengenai keruangannya dimana hal tersebut menjadi aspek suatu sistem itu berada. Sedangkan, keruangan kota itu sendiri juga mengalami perkembangan termasuk kota Malang. Dan dalam rangkaian proses perkembangan tata ruang sangat mempengaruhi struktur tata ruang yang ada sekarang maupun yang akan datang. Adapun pengaruh tersebut terlihat pada pola penggunaan lahan, struktur tata ruang, model tata ruang, pola pergerakan dan pola pengembangan. Sehingga, tata ruang menjadi sangat penting dibahas dalam mengkaji suatu kota. Dalam mengkaji tata ruang sendiri terdapat beberapa teori yang dapat digunakan yakni teori konsentris dan teori sektoral. Dalam penulisan artikel ini yang mengkaji tentang tata ruang kota malang dengan teori konsentris dan teori sektoral, akan dikaji menggunakan metode penulisan studi penelitian lapangan. Sehingga data serta informasi yang diperoleh berdasarkan fakta di lapangan yang kemudian diolah oleh penulis sehingga menjadi bacaan yang dapat digunakan sebaik-baiknya. Kata Kunci : Tata ruang, kota Malang, teori konsentris, teori sektoral Struktur fisik sebuah kota, umumnya dibentuk oleh dua unsur utama yaitu unsur buatan manusia dan unsur yang bersifat alamiah. Unsur buatan manusia antara lain terdiri dari bangunan, jalan dan jembatan. Sedangkan unsur alamiah misalnya ialah pepohonan, sungai, bukit dan lembah. Kedua unsur berada di atas bidang lahan yang mempunyai karakteristik tertentu. Secara keseluruhan keduanya membentuk gubahan ruang dan masa yang disebut landscape kota atau urban design. Pada hakekatnya setiap kota memiliki ciri landscape kota yang berbeda-beda wujudnya, yang dipengaruhi oleh kekuatan sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melatar belakanginya. Selain dipengaruhi oleh unsur-unsur fisik, urban design juga dipengaruhi oleh unsur-unsur non fisik seperti kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik, budaya masyarakat setempat serta kepranataan yang berlaku. Unsur-unsur non fisik tersebut akan melatar belakangi tampilan fisik suatu kota atau bagian kota. Menurut Danisworo dalam Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 1

2 Ichwan (2010), unsur non fisik yang perlu diperhatikan di Indonesia adalah kehadiran sektor informal di dalam berbagai sektor kehidupan dan kegiatan kota. Kota akan selalu mengalami perkembangan, berawal dari pusat kota menuju zona-zona berikutnya yang merupakan bagian dari kota. Zona merupakan area yang memiliki fungsi sendiri-sendiri sesuai dengan karakteristik zona itu sendiri. Zonasi terhadap lahan adalah salah satu hal penting dalam kegiatan perencanaan wilayah. Bintarto (1989) dalam Sheptinia (2014) menjelaskan bahwa perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zona-zona yang berada di dalam wilayah perkotaan. Perkembangan kota terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zona-zona tertentu dalam ruang perkotaan. Zonasi ini muncul karena terdapat perbedaan nilai lahan akibat munculnya pembagian lahan (zoning) sesuai dengan kebutuhan dan fungsi lahan tersebut. Struktur ruang merupakan suatu susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosialekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Struktur ruang kota dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah fungsi pemerintah dan lembaga publik, pasar lahan yang kompetitif, dan perilaku social masyarakat kota tersebut. Keruangan kota juga terdapat suatu struktur ruang yaitu merupakan suatu susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial, ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Selain itu, sebagai pelengkap dalam kota juga terdapat susunan tata ruang yakni merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Struktur ruang kota sendiri juga memiliki elemen-elemen pembentuk seperti kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan. Selanjutnya adalah kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat. Kemudian lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau. Dan yang terpenting dari struktur ruang kota harus terdapat jaringan transportasi yang menghubungkan atas ketiga tempat diatas. Elemen-elemen diatas memang tergolong dalam elemen dari struktur kota yang paling sederhana karena kota merupakan kajian keruangan yang luas jangkauannya, sehingga elemen-elemen pembentuk dalam kota mejadi faktor utama dalam perkembangan kota itu sendiri. Namun, dalam pengkajian mengenai kota harus terdapat rencana tata ruang yang merupakan bentuk rencana yang telah mempertimbangkan kepentingan berbagai sektor kegiatan masyarakat dalam mengalokasikan lahan/ruang beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya (bersifat komprehensif) Sesuai dari makna dari rencana tata ruang merupakan dasar bagi pemanfaatan ruang/lahan. Sedangkan Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 2

3 pola pemanfaatan ruang adalah gambaran alokasi ruang untuk berbagai jenis pemanfaatan lahan yang direncanakan. Rencana tata ruang yang berkualitas merupakan prasyarat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Penulisan artikel ini penulis mengkaji mengenai teori konsentris terhadap tata ruang kota Malang. Berikut ini adalah teori-teori struktur ruang kota yang meliputi; pertama, Teori Konsentris teori ini dikemukakan oleh Burgess. Menurutnya kota mengalami perkembangan dari inti di tengah atau pusat kota. Kemudian meluas ke tepi-tepi dan keluar. Bentuknya menjadi lingkaran-lingkaran berlapis 4 yang terdiri dari inti kota yaitu Central Business District (CBD), daerah peralihan, permukiman sederhana atau perumahan para pekerja, perumahan elite atau perumahan yang lebih baik, dan wilayah komuter atau zona para penglaju. Kedua, Teori Sektor Homer Hoyt adalah penemu teori ini. Ia berpendapat bahwa perkembangan kota lebih kepada sektor-sektor tertentu daripada lingkaran. Perkembangan yang terjadi di dalam kota berangsur-angsur menghasilkan kembali sektor-sektor yang sama terlebih dahulu. Inti dari konsep ini adalah saling melengkapi. Ketiga, Teori Pusat Berganda Teori ini merupakan gabungan dan pengembangan dari teori konsentris dan teori sektor. Teori pusat berganda menjelaskan bahwa pertumbuhan kota yang bermula dari pusat kota menjadi rumit karena muncul pusat-pusat tambahan yang masing-masing berfungsi menjadi kutub pertumbuhan. Lalu muncul tata guna lahan yang melengkapi fungsional pusat kota tersebut. 1 Dari penjelasan mengenai hal yang akan dikaji oleh penulis diatas, diketahui bahwa suatu kota erat kaitannya dengan tata ruang dan struktur dari kota itu sendiri. Sehingga erat juga kaitannya dengan teori-teori yang dikemukakan oleh Burgess maupun Homer Hoyt mengenai teori konsentris dan teori sektoral yang akan dibahas dalam artikel ini. METODE Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode studi lapangan. Dimana penelitian atau observasi dilakukan langsung di lapangan yang menjadi objek penelitian yakni kota Malang sebagai acuan untuk pengumpulan data. Selain itu, dengan memperhatikan tujuan yang dikaitkan dengan topik yang diteliti, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena penelitian ini tidak memakai data secara statistik. Penelitian dengan cara kualitatif ini dengan menjabarkan atau menganalisis suatu 1 Septiinia Kebijakan Tata Ruang dan Implementasinya di Kota Malang. Online diakses tanggal 11 Oktober 2014 Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 3

4 obyek yang diteliti, bagaimana fakta obyek dilapangan kemudian dikompilasi dan atau membandingkan dengan konsep yang ada. Instrumen penelitian yang merupakan alat untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian diantaranya adalah, a. Pedoman observasi, yaitu berisi kerangka data yang akan dikumpulkan dalam penelitian. b. Pedoman Dokumentasi, yaitu terdiri dari garis besar data yang diperlukan. c. Field Note (Buku Catatan), digunakan oleh peneliti berupa catatan lapangan untuk mencatat apa yang didengar, diamati, dan dialami dalam pada saat wawancara dan observasi Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisa dengan tujuan untuk meringkas atau menyederhanakan data agar lebih dapat berarti dan dapat diinterpretasikan, sehingga permasalahan dapat dipecahkan. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Yang mana proses tersebut dimulai dari mereduksi data dengan pengabstrakan dan menyederhanakan data yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Kemudian penyajian data dilakukan dengan menyusun informasi-informasi yang ada. Sehingga pada tahap akhir yakni penarikan kesimpulan, data dikumpulkan dan dianalisis menjadi tulisan yang padu. Penelitian ini, juga terdapat fokus penelitian. Karena, pusat perhatian dimaksudkan untuk memberi batasan masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan pelaksanaan penelitian. Hal ini dikarenakan masalah yang akan diteliti tidak melebar dan pengumpulan data dapat dilakukan secara tepat. Penelitian ini difokuskan pada gambaran umum mengenai tata ruang dan struktur tata ruang kota Malang serta relevansinya dengan teori konsentris. Penulisan artikel ini juga terdapat sumber-sumber data sebagai penguat pendapat dari penulis. Sumber data yang digunakan mencakup sumber data primer yakni sumber data yang diperoleh langsung dari lapangan selama penelitian. Sumber data sekunder mencakup datadata yang diperoleh dari kajian pustaka ebagai penguat pendapat penulis namun tidak mendominasi. HASIL Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah khususnya di Kota Malang dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan Penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi, perkembangan/perluasan jaringan komunikasi-transportasi dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di wilayah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 4

5 non fisik, sebagai wadah kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang. Struktur tata ruang merupakan unsur yang terpenting dalam pengembangan sebuah kota. Perencanaan infrastruktur harus mengacu pada struktur ruang yang telah ditetapkan, hal ini agar tidak terjadi kesenjangan antar wilayah dalam satu kota. Sistem kepusatan suatu kota dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penduduk yang dilayani, yang digambarkan sebagai suatu struktur hirarki mulai dari tingkat pelayanan yang tertinggi sampai terendah. Penjelasan sebelumnya mengenai yang akan dikaji dalam artikel penelitian ini mengenai teori-teori struktur ruang kota terhadap tata ruang kota Malang. Dalam studi kepustakaan yang ada, dimana terdapat teori konsentris yang menjelaskan bahwa suatu kota terdiri dari zona yang diawali dari titik pusat yang merupakan inti dari suatu kota itu sendiri yang kemudian diikuti dengan 4 zona secara berlapis dan berurutan. Fakta dalam studi lapangan yang telah dilakukan adalah, 1. Zona CBD Zona yang merupakan pusat kota ini terletak pada daerah sekitar alun-alun dan Balaikota (tugu teratai). Pada zona ini terlihat jelas adanya bagian-bagian yang menjadi komponen penting dalam zona inti kota. Baik itu kegiatan maupun infrastrukturnya. 2. Zona peralihan Zona tersebut terletak pada bagian timur dari alun-alun tepatnya didaerah sekitar lintasan kereta api yakni di daerah sekitar Jalan Mangun Sarkoro. Zona peralihan nampak jelas pada daerah-daerah tersebut. Yang mana terjadi penurunan kualitas lingkungan pemukiman. 3. Zona perumahan para pekerja Zona ini terletak dibagian timur dan sebagian selatan setelah zona peralihan yakni daerah-daerah disekitar Jalan Muharto, Jalan Ki Ageng Gribig, Jalan Kebalen Wetan, dan Jalan Kota Lama. 4. Zona perumahan yang lebih baik Zona tersebut berada di sebelah barat dan sebagian selatan dan utara alun-alun dengan kapasitas yang lumayan luas. Mulai dari Jalan Aries Munandar, Jalan Halmahera, Jalan Sarif al-qodar, Jalan Kauman, Jalan Kawi, Jalan Arjuno, Jalan Ijen dan sekitarnya. 5. Zona para penglaju Zona ini, berada disebelah utara. Yakni pada kawasan terminal dan sekitarnya yang mendekati pada daerah sub urban. Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 5

6 PEMBAHASAN Kota pada awalnya tidak lebih dari suatu pemukiman atau desa-desa yang secara umum tersebar disekitar kawasan, akan tetapi karena nilai straategis dan potensi yang dimiliknya maka desa tersebut perlahan tumbuh menjadi ramai dan tumbuh menjadinsuatu kota atau perkotaan. Pada beberapa tempat pertumbuhannya bahkan sangay cepat dan menjadi perkotaan dengan aktivitas dan kegiatan yang sangat ramai. Dengan bertambahnya aktivitas kegiatan dan bertambah luasnya ukuran wilayah maka terbangun sutu kota atau perkotaan. Yang disebabkan oleh beberapa faktor mulai dari pertumbuhan penduduk, migrasi. Sehingga karena faktor tersebut tidak jarang jika terjadi pemekaran wilayah untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan tempat-tempat aktivitas lainnyasehingga mengorbankan keberadaan lahan hijau. Oleh karena itu, agar dalam pengembangan suatu kota menjadi pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan maka dibuatlah tata ruang kota itu sendiri. Berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas, tata ruang kota Malang sebagai objek kajian dalam penelitian ini, tidak menggunakan teori konsentris. Yakni zonazona berurutan secara berlapis-lapis. Dari zona CBD (Central Bussiness District), zona peralihan, zona perumahan para pekerja, zona perumahan yang lebih baik dan zona para penglaju. Dalam artian, penataan ruang kota Malang tidak disesuaikan dengan teori konsentris seperti apa yang telah dikemukakan burgess sebelumnya. Lebih jelasnya akan dibahas setiap zona oleh penulis berikut ini. Zona CBD atau DPK (daerah pusat kegiatan) daerah tersebut merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain seperti sosial, politik pemerintahan, sosial budaya, ekonomi dan teknologi. Diantaranya terdapat department store, smartshops, office building, banks, hotels, headquarters of economic, social, civic and political life (Yunus:2012). Sedangkan dalam tata ruang kota Malang sendiri zona tersebut berada disekitar alun-alun kota. Yang mana terdapat komponen-komponen yang melengkapi zona tersebut. Diantaranya pusat pemerintahan yakni disebelah timur terdapat kantor bupati Malang dan pusat-pusat pembelanjaan yakni ramayana dan Mall Carefour, serta perbankan (bank CIMB Niaga). Disebelah selatan terdapat kantor pos serta KPPN. Sedangkan disebelah barat terdapat Bank Mandiri, masjid, Kantor asuransi dan gereja. Selain itu, di sebelah utara terdapat kantor pajak, Sarinah, Hotel Riche dan Samsat. Dari deskripsi diatas, dapat diketahui bahwa daerah tersebut bisa dibilang sebagai inti kota karena telah sesuai dengan karakterisstik yang ada yakni terdapat pusat pemerintahan, bank, hotel, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Selain itu, zona CBD juga terletak di sekitar balaikota atau tugu teratai. Di kawasan tersebut terdapat pusat pemerintahan Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 6

7 yakni balai kota itu sendiri dan kantor DPRD kota Malang, terdapat pusat pendidikan, kemiliteran, stasiun kota dan lain-lain. Zona kedua yang melapisi inti kota, yakni zona peralihan yang merupakan zona transisi. Disebut zona transisi karena setelah daeraah pusat kota yang merupakan inti dari sutu kota kemudian mengalami transisi karena beberapa faktor yang mempengaruhi seperti faktor ekonomi dan lain-lain. Pada kawasan ini telah mengalami peurunan kualitas lingkungan pemukiman. Dan daerah ini juga sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum area karena zona ini dihuni penduduk miskin. Tetapi sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya. Mengenai faktanya di kota Malang, zona peralihan memang berada setelah zona CBD atau inti kota, tetapi tidak menyelimuti keseluruhan pada lapisan kedu melainkan zona tersebut hanya berada pada sebagian bagian timur dan sebagian bagian selatan dari pusat kota tersebut yakni pada daerah sekitar kawasan Jalan Muharto. Zona selanjutnya adalah zona perumahan para pekerja yang berada pada lapisan ketiga dalam konsep teori konsentris. Menurut teori, zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri dan lain-lain. Daerah ini berada sedikit jauh dari pusat kota yang ditempati oleh kelompok-kelompok kelas menengah. Namun, kondisi pemukimannya lebih baik daripada zona 2 meskipun dari ekonomi kelas menengan atau low medium status. Secara empiris dari hasil penelitian, zona tersebut juga tidak berada pada daerah dilapisan ketiga setalah pusat kota dan zona peralihan. Melainkan berada hanya dibagian timur dan tenggara. Jadi, tidak menyelimuti 2 zona sebelumnya. Keempat adalah zona perumahan yang lebih baik, yang ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi. Zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah-tinggi. Kondisi ekonomi umumnya stabil sehingga lingkungann permukimannya menunjukkan derajad keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas-fasilitas infrastruktur juga terencana dengan baik. Sedangkan, di kota Malang sendiri daerah ini terletak di bagian barat alun-alun dan barat daya. Namun, jika secara teori dalam teori konsentris zona ini berada pada lapisan ke empat dan menyelimuti lapisan sebelumnya, tetapi dalam tata ruang kota Malang sendiri zona ini tidak demikian. Melainkan, di tata ruang kota malang zona ini tidak ada di bagian timur dan hanya menyelimuti sebagian dari zona-zona sebelumnya. Zona terakhir adalah zona para penglaju. Timbulnya penglaju merupakan suatu akibat adanya desentralisasi pemukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi teknologi daibidang transportasi dan komunikasi. Kawasan ini berada di daeah pinggiran kota dengan pemukiman Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 7

8 dari kelas menengah hingga kualitas tinggi. Pada teori konsentris, zona ini berda pada lapsan kelima dan menyelimuti 4 zona sebelumnya. Namun, kenyataan di lapangan berkaitan dengan tata ruang kota Malang. Zona tersebut berada di bagian utara saja didaerah terminal arjosari dan sekitarnya, daerah ini hampir dekat dengan daerah sub urban. Gambar 1. (a) model teori konsentris menurut Burgess Gambar 2. (b) Ilustrasi Konsep tata ruang Kota Malang Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 8

9 Jika dilihat dari gambar tersebut dan disesuaikan dengan penjelasasan-penjelasan sebelumnya, terlihat jelas bahwa tata ruang kota Malang tidak menggunakan teori konsentris. Pada gambar (a) yang merupakan model zona konsentris secara berlapis-lapis terbagi dalam 5 zona, dalam tata ruang kota Malang sendiri yakni pada gambar (b) terbagi atas 6 BWK (bagian wilayah kota) dan tdak berlapis melainkan mengelompok pada wilayah tertentu sesuai dengan BWK tersebut. Untuk menguatkan pendapat dari penulis, berikut akan dijelaskan mengenai rencana struktur kota Malang dan pembagian BWK tersebut. Adapun Rencana Struktur Ruang Kota Malang adalah sebagai berikut : 1. Pusat Kota Malang tetap berada di Kecamatan Klojen yaitu di Kawasan Alun-alun dan sekitarnya. 2. Pusat BWK Malang Tengah (Pusat Kota) berada di Kecamatan Klojen yaitu di Kawasan Alun-alun dan sekitarnya. 3. Pusat BWK Malang Utara berada di Kecamatan Lowokwaru yaitu di Kawasan sekitar Universitas Islam Malang (Unisma), Pasar Dinoyo, dan sekitarnya. 4. Pusat BWK Malang Timur Laut berada di sebagian wilayah Kecamatan Blimbing yaitu di Kawasan sekitar Pasar Blimbing dan sekitarnya. 5. Pusat BWK Malang Timur berada sebagian wilayah Kecamatan Kedungkandang yaitu di Kawasan sekitar Perumahan Sawojajar dan sekitarnya. 6. Pusat BWK Malang Tenggara berada di sebagian wilayah Kecamatan Sukun dan sebagian wilayah Kecamatan Kedungkandang yaitu di Kawasan sekitar Pasar Gadang dan sekitarnya. 7. Pusat BWK Malang Barat berada di sebagian wilayah Kecamatan Sukun yaitu di Kawasan sekitar Universitas Merdeka, Plaza Dieng, dan sekitarnya Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 9

10 Gambar 3. Peta Tata Ruang Kota Malang berdasarkan BWK Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 10

11 Gambar 4. tata ruang kota Malang dari peta Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 11

12 Berdasarkan kedua peta diatas, juga terlihat letak BWK tidak sama dengan pembagian zona menurut konsentris. Pembagian Kota ke dalam 6 BWK (Bagian Wilayah Kota) 1. BWK Malang Tengah, meliputi wilayah Kecamatan Klojen. Fungsi utama yaitu pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, sarana olahraga, pendidikan dan peribadatan. 2. BWK Malang Utara, meliputi wilayah Kecamatan Lowokwaru. Fungsi utama yaitu pendidikan, perdagangan dan jasa, industri besar/menengah dan kecil serta wisata budaya. 3. BWK Malang Timur Laut, meliputi sebagian wilayah Kecamatan Blimbing. Fungsi utama yaitu terminal, industri, perdagangan dan jasa, pendidikan dan sarana olah raga. 4. BWK Malang Timur, meliputi wilayah sebagian Kecamatan Kedungkandang. Fungsi utama yaitu perkantoran, terminal, industri dan sarana olahraga. 6. BWK Malang Tenggara, meliputi wilayah sebagian Kecamatan Sukun dan sebagian Kecamatan Kedungkandang. Fungsi utama yaitu perdagangan dan jasa, Sport Centre (GOR Ken Arok), Gedung Convention Center, industri, dan perumahan. 7. BWK Malang Barat, meliputi wilayah sebagian Kecamatan Sukun. Fungsi utama yaitu perdagangan dan jasa dan pendidikan 3 Keterangan: 1. Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau CBD 2. Zone of wholeshale light manufacturing 3. Zona pemukiman kelas rendah 4. Zona pemukiman kelas menengah 5. Zona pemukiman kelas tinggi Gambar 5. Model teori sektoral oleh Homer Hoyt 3 ibid Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 12

13 Jika pada penjelasan mengenao relevansi teori konsentris dalam tata ruang kota Malang diatas tidak relevan antara tata ruang kota Malang dengan teori konsentris, penulis membandingkan dengan teori sektoral. Yang mana teori sektor, zona tertentu menyebar ke kawasan atau lingkungan yang dianggap nyaman. Apabila dilihat dengan gambar sebelumnya mengenai tata ruang kota Malang, teori ini sedikit lebih relevan dengan kondisi tata ruang kota Malang sendiri. Tetapi terdapat perbedaan pada beberapa zona. Yakni zona 5, jika pada teori sektoral zona ini berada dibagian timur, dalam tata ruang kota Malang sebenarnya, zona ini berada dibagian barat hingga daerah-daerah sekitar kampus. Namun, bagian lain dari zonazona tersebut sedikit mirip dengan gambaran dari tata ruang kota Malang. KESIMPULAN DAN SARAN Ruang suatu wilayah, pembentukan struktur ruang dilakukan dengan menata hierarki kota yang ada secara efesien. Berdasarkan hasil analisa tentang struktur wilayah, untuk menciptakan struktur ruang yang efisien, maka diperlukan penataan dan pengalokasian berbagai kegiatan perkotaan. Penjelasan yang disampaikan diatas, disampaikan bahwa tata ruang kota Malang tidak sesuai dengan teori konsentris. Dalam artian tidak menggunakan teori konsentris dalam penataan tata ruang kota Malang itu sendiri. Secara umum, pola perkembangan Kota Malang dapat dikatakan menyebar dengan kecenderungan perkembangan radial konsentris dimana pada awalnya sebagian besar kegiatan terutama perdagangan dan jasa terkonsentrasi di dalam satu kawasan, yaitu pusat kota dan kemudian menyebar pada sub-sub pusat kotanya. Lebih jelasnya, jika dalam teori konsentris zona yang ada berkembang secara berlapis-lapis. Dalam kenyataan di lapangan mengenai tata ruang kota Malang sendiri tidak menggunakan teori tersebut dalam perkembangan tata ruang kotanya. Jika dilihat dari sejarah, perkembangan tata ruang kota Malang memang pada dasarnya dipengaruhi oleh proses perkembangan kota itu sendiri. Pada awal perkembangannya, ketika Belanda mulai menguasai Malang, bentuk kota mulai berubah menjadi grid seperti yang banyak terdapat di negara-negara Eropa. Pada masa ini perkembangan kota cenderung berpola memusat dipusat kota, yaitu sekitar alun-alun. DAFTAR RUJUKAN Ichwan, Dwi RTRW Kota Malang Konsep dan Strategi. Online diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 13

14 Ichwah, Dwi RTRW Kota Malang Strategi Pengembangan. Online diakses pada tanggal 8 Oktober Sheptiinia Zonasi Lahan dan Pemanfaatannya. Online diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 Yunus, Hadi Sabari Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Struktur dan Tata Ruang Kota Malang 14

FUNGSI dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/2003 yaitu:

FUNGSI dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/2003 yaitu: PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah khususnya di Kota Malang dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan Penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan angkutan semakin diperlukan. Oleh karena itu transportasi

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan angkutan semakin diperlukan. Oleh karena itu transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 LATAR BELAKANG OBJEK Di era sekarang ini semakin meningkatnya kegiatan perekonomian terutama yang berhubungan dengan distribusi, produksi, konsumsi, serta jasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 13 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 13 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 1 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN Pembangunan Perkotaan Dr. Azwar, M.Si JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS KOTA (CITY) SEBUAH RUANG ATAU LOKASI Kota Solok, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN SPASIAL KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG DITINJAU DARI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) TAHUN

KAJIAN PERUBAHAN SPASIAL KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG DITINJAU DARI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) TAHUN KAJIAN PERUBAHAN SPASIAL KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG DITINJAU DARI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) TAHUN 2010 2015 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB II TRUTHS. bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan bahwa arsitektur

BAB II TRUTHS. bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan bahwa arsitektur BAB II TRUTHS Setelah menemukan adanya potensi pada kawasan perancangan, proses menemukan fakta tentang kawasan pun dilakukan. Ramussen (1964) dalam bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Obyek Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan dengan masa lalu atau sejarah terbentuknya kota serta berkaitan dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Kegiatan pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali yang terkenal sebagai pulau Dewata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali yang terkenal sebagai pulau Dewata merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali yang terkenal sebagai pulau Dewata merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang menjadi tujuan wisata bagi para wisatawan domestik maupun dari manca negara,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GEOGRAFI BAB IX INTERAKSI DESA-KOTA Drs. Daryono, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang sejak tahun 2008 telah memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan seiring laju pesat pertumbuhan pembangunan dalam segala bidang serta mobilitas yang cukup tinggi untuk melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari, menuntut

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

POLA PERKEMBANGAN ZONA KAWASAN PENYANGGA TPA SUMOMPO MANADO DI TINJAU TERHADAP ASPEK SPASIAL DAN TATA LETAK BANGUNAN

POLA PERKEMBANGAN ZONA KAWASAN PENYANGGA TPA SUMOMPO MANADO DI TINJAU TERHADAP ASPEK SPASIAL DAN TATA LETAK BANGUNAN POLA PERKEMBANGAN ZONA KAWASAN PENYANGGA TPA SUMOMPO MANADO DI TINJAU TERHADAP ASPEK SPASIAL DAN TATA LETAK BANGUNAN Sigit Mauludi Sunardi 1, Prof.Dr.Ir.Sangkertadi,DEA 2, Dwight M.Rondonuwu, ST,MT 3 1

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

DAFTAR KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI

DAFTAR KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DAFTAR KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI A. KODE WILAYAH 35.73 PEMERINTAH KOTA MALANG 35.73.100 SEKRETARIAT DAERAH 35.73.110 ASISTEN PEMERINTAHAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT.111 - BAGIAN PEMERINTAHAN.112

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 86/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

Evaluasi terhadap Program Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) Studi Kasus: Kabupaten Malang

Evaluasi terhadap Program Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) Studi Kasus: Kabupaten Malang Evaluasi terhadap Program Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) Studi Kasus: Kabupaten Malang Ir. Hery Budiyanto, MSA, PhD 1) 1) Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang, E-mail: budiyantohery@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR

ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR Oleh: JEKI NURMAN L2D 099 429 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang merupakan bagian dari pelayanan sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kota, karena sarana merupakan pendukung kegiatan/aktivitas masyarakat kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya, manusia selalu dihadapkan oleh berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia melakukan berbagai usaha atau kegiatan. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota secara fisik berlangsung dinamis sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan kebutuhan ruangnya.

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA Perancangan Kawasan Stasiun Terpadu Manggarai BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik Gambar 29 Stasiun Manggarai Sumber : Google Image, diunduh 20 Februari 2015 3.1.1. Data Kawasan 1.

Lebih terperinci

PPWK KONSEP PRASARANA & SARANA PERMUKIMAN ARIS SUBAGIYO/PPWK/2016

PPWK KONSEP PRASARANA & SARANA PERMUKIMAN ARIS SUBAGIYO/PPWK/2016 PPWK KONSEP PRASARANA & SARANA PERMUKIMAN ARIS SUBAGIYO/PPWK/2016 KEY CONCEPTS STRUKTUR & POLA RUANG PERMUKIMAN SARANA & PRASARANA PERMUKIMAN STRUKTUR & POLA RUANG MUATAN RENCANA TATA RUANG RENCANA TATA

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Malang 2014 SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH 1 Penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJPD Provinsi Jawa Timur dengan memperhatikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR KOTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA PERGERAKAN DI KOTA MEDAN

KARAKTERISTIK STRUKTUR KOTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA PERGERAKAN DI KOTA MEDAN KARAKTERISTIK STRUKTUR KOTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA PERGERAKAN DI KOTA MEDAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan Memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/ Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU (Berkonsep Nuansa Taman Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Penanggung Jawab. Biaya (Rp ,-) Kota Malang Bappeda 1.000

Penanggung Jawab. Biaya (Rp ,-) Kota Malang Bappeda 1.000 Lampiran 4 Peraturan Daerah Nomor : 4 Tahun 2011 Tanggal : No Program Kegiatan Lokasi 1 Struktur Tata Ruang 2 Penataan Kawasan Kecamatan baru (pemekaran Kecamatan Kedungkandang) 3 perumahan Pembangunan

Lebih terperinci

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005) menjelaskan bahwa kota merupakan suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Semarang sebagai ibu kota propinsi di Jawa Tengah mempunyai banyak potensi yang bisa dikembangkan. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara pulau Jawa,

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 3.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan Senen, Jakarta Pusat : ± 48.000/ 4,8 Ha : Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro EVALUASI IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO.5 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG (Kajian Terhadap Fungsi Pengendali Konversi Lahan Pertanian di Kota Semarang) Aria Alantoni D2B006009

Lebih terperinci

PENGARUH KEBERADAAN INDUSTRI PERIKANAN DJAYANTI TERHADAP

PENGARUH KEBERADAAN INDUSTRI PERIKANAN DJAYANTI TERHADAP PENGARUH KEBERADAAN INDUSTRI PERIKANAN DJAYANTI TERHADAP PERKEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Study Kasus Industri Djayanti Kelurahan Puday Kota Kendari LATAR BELAKANG Pembangunan industri bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dapat mempengaruhi perkembangan lingkungan suatu kota. Pada umumnya perkembangan dan pertumbuhan suatu kota terjadi karena adanya proses urbanisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Pembangunan daerah seyogyanya dilakukan melalui penataan ruang secara lebih terpadu dan terarah, agar sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Lebih terperinci

Perancangan Convention and Exhibition di Malang

Perancangan Convention and Exhibition di Malang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Objek Perkembangan convention and exhibition di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat menggembirakan. Indonesia tak hanya kaya

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan dalam laporan ini berupa konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil analisa pada bab sebelumnya. Pemikiran yang melandasi proyek kawasan transit

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang semakin maju di Indonesia. Di provinsi Sumatera Utara terdapat beberapa kota

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Transportasi kota Jakarta berkembang sangat pesat dikarenakan mobilitas yang tinggi dan masyarakatnya yang membutuhkan kendaraan. Semakin meningkatnya populasi manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan Rumah Susun pekerja ini menggunakan metode secara kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks permasalahan yang ada secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 17 Sesi NGAN DESA - KOTA : 2 A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980 Kota terdiri atas dua bagian. Pertama, kota sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial,

BAB I PENDAHULUAN. Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Judul Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial, pengertian Judul : Re-Desain Redesain berasal

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

APARTEMEN DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandung merupakan kota metropolitan kedua setelah Jakarta dan saat ini kota Bandung merupakan salah satu kota yang sudah maju di bidang industri, maupun perdagangan.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Permasalahan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem ruang wilayah dan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Permasalahan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem ruang wilayah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu-lintas merupakan permasalahan rumit yang sering terjadi disetiap daerah perkotaan. Permasalahan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem ruang wilayah dan sistem

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERUMAHAN GRAHA RAYA KECAMATAN SERPONG DAN PONDOK AREN FEBBY LESTARI A

PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERUMAHAN GRAHA RAYA KECAMATAN SERPONG DAN PONDOK AREN FEBBY LESTARI A PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERUMAHAN GRAHA RAYA KECAMATAN SERPONG DAN PONDOK AREN FEBBY LESTARI A 34202006 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Laut Dendang merupakan salah satu daerah pinggiran Kota Medan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Desa Laut Dendang merupakan salah satu daerah pinggiran Kota Medan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia mengalami dinamika perkembangan pada setiap wilayahnya, diantaranya adalah perkembangan wilayah desa-kota. Perkembangan kota di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA SEMARANG DAN TINJAUAN SEKOLAH LUAR BIASA DI SEMARANG

BAB III TINJAUAN KOTA SEMARANG DAN TINJAUAN SEKOLAH LUAR BIASA DI SEMARANG BAB III TINJAUAN KOTA SEMARANG DAN TINJAUAN SEKOLAH LUAR BIASA DI SEMARANG 3.1 Tinjauan Kota Semarang 3.1.1 Kondisi Fisik dan Non Fisik Kota Semarang Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah,

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang dicapai selama ini telah menimbulkan berbagai tuntutan baru diantaranya sektor angkutan. Diperlukan tingkat pelayanan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BANGKITAN DAN SEBARAN PERGERAKAN PENDUDUK PADA JALUR PERENCANAAN KERETA KOMUTER LAWANG-KEPANJEN DI MALANG RAYA

KARAKTERISTIK BANGKITAN DAN SEBARAN PERGERAKAN PENDUDUK PADA JALUR PERENCANAAN KERETA KOMUTER LAWANG-KEPANJEN DI MALANG RAYA KARAKTERISTIK BANGKITAN DAN SEBARAN PERGERAKAN PENDUDUK PADA JALUR PERENCANAAN KERETA KOMUTER LAWANG-KEPANJEN DI MALANG RAYA TUGAS AKHIR Oleh: ANDRE CAHYA HIDAYAT L2D 001 402 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul dalam suatu kota. Kota-kota di Indonesia tidak terkecuali, juga menghadapi masalah pertumbuhan permukiman

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY Penyusunan Naskah Akademis Dan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penataan Menara Telekomunikasi Kota Malang Tahun 2012

EXECUTIVE SUMMARY Penyusunan Naskah Akademis Dan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penataan Menara Telekomunikasi Kota Malang Tahun 2012 Rencana Teknis kriteria lokasi menara telekomunikasi: 1. Struktur bangunan 1) Menara mandiri (self supporting tower) Menara mandiri merupakan menara dengan struktur rangka baja yang berdiri sendiri dan

Lebih terperinci

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 136-142 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 KETIMPANGAN SPASIAL PERKOTAAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER Ratih Yuliandhari 1, Agam Marsoyo 2, M Sani Royschansyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

[Type the document title] ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK

[Type the document title] ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK I. PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN Pertambahan penduduk kota di Indonesia mendorong meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR RUANG KOTA TOMOHON

KAJIAN STRUKTUR RUANG KOTA TOMOHON HASIL PENELITIAN KAJIAN STRUKTUR RUANG KOTA TOMOHON Jason J.Geovani P. Lahagina 1, Ir. R. J. Poluan, MSi², &Windy Mononimbar, ST.MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah& Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perairan merupakan salah satu sarana dan wadah yang vital bagi manusia dari dulu hingga sekarang. Sejarah perkembangan daerah-daerah urban di berbagai penjuru

Lebih terperinci