I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Hendra Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai pengalaman pembangunan daerah beberapa negara berkembang menunjukkan baik kegagalan maupun keberhasilan pengembangan wilayah yang dapat menjadi pelajaran kita dalam mengembangkan strategi pengembangan wilayah bagi Indonesia. Kebijaksanaan pembangunan wilayah di Brazil, misalnya yang menggunakan konsep growth poles telah menunjukkan kegagalan konsep tersebut. Dengan adanya aglomerasi ekonomi dan peningkatan sumber daya manusia yang pesat, kawasan Utara Brazil berkembang pesat sebagai pusat kegiatan eksplorasi pertambangan dan bisnis perkebunan yang memacu pertumbuhan investasi swasta dan teknologi ke wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang pesat ini berdampak pada semakin tertinggalnya pembangunan di wilayah Selatan yang kemudian berdampak pada kesenjangan ekonomi dan sosial antar dua wilayah tersebut (Haeruman, 2000) Kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan investasi yang besar pada industri di pusat kota melalui kutubkutub pertumbuhan (growth poles) yang semula diramalkan akan menciptakan trickle down effect (efek penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya, ternyata net-effect-nya malah menimbulkan pengurasan besar (massive backwash effect). Kegagalan strategi pertumbuhan yaitu tidak terjadinya trickle down effect dan spread effect karena aktifitas industri yang dikembangkan ternyata sebagian besar tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland-nya. Salah satu alternatif pembangunan wilayah yang diharapkan dapat menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti itu adalah pengembangan wilayah dengan basis pengembangan kota-kota pertanian atau yang lebih dikenal dengan kawasan agropolitan. Konsep agropolitan sebetulnya merupakan konsep yang ditawarkan oleh Friedman dan Douglas (1975) atas pengalaman kegagalan pengembangan sektor industri di beberapa negara berkembang (khususnya di Asia) yang mengakibatkan terjadinya berbagai kecenderungan, antara lain: (a)
2 2 terjadinya hyperurbanization, sebagai akibat terpusatnya penduduk di kota-kota yang padat; (b) pembangunan modern hanya terjadi di beberapa kota saja, sementara daerah pinggiran relatif tertinggal; (c) tingkat pengangguran dan setengah pengangguran yang relatif tinggi; (d) pembagian pendapatan yang tidak merata (kemiskinan); (e) kekurangan bahan pangan, akibat perhatian pembangunan terlalu tercurah pada percepatan pertumbuhan sektor industri (rapid industrialization); (f) penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat desa (petani) dan (g) terjadinya ketergantungan pada dunia luar. Seperti di negara-negara berkembang lainnya, dalam perspektif kewilayahan (regional) pembangunan di Indonesia mengalami ketidakadilan yang cukup menonjol antar wilayah dan ruang. Terjadinya disparitas pembangunan wilayah/ruang berupa dikotomi perdesaan (rural) dengan perkotaan (urban), Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan Kawasan Barat Indonesia (KBI), Jawa dengan luar Jawa adalah bukti ketidakseimbangan pembangunan (Rustiadi, et. al, 2005). Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan keseluruhan proses pembangunan. Potensi konflik menjadi semakin besar karena wilayah-wilayah yang dulu kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya. Demikian pula dengan hubungan antar wilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah-wilayah hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan, sedangkan pusat-pusat pertumbuhan pada akhirnya juga menjadi lemah karena urbanisasi yang luar biasa. Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas, 1986). Implikasi dari keadaan tersebut menyebabkan tingginya laju urbanisasi dan kemiskinan di
3 3 perdesaan. Data Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat urbanisasi di Indonesia dari 37,5% (tahun 1995) menjadi 40,5% (tahun 1998). Proses urbanisasi yang terjadi seringkali mendesak sektor pertanian, ditandai dengan konversi lahan kawasan pertanian menjadi kawasan perkotaan, dimana di pantai utara Jawa mencapai kurang lebih 20%. Konsekuensi logis dari kondisi ini adalah menurunnya produktifitas pertanian (Djakapermana, 2003). Kondisi ini mengakibatkan Indonesia harus mengimpor produk-produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Tercatat, Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak ton pada tahun 2000 dengan nilai nominal sebesar US$ 275 juta. Pada tahun yang sama, Indonesia mengimpor sayur-sayuran senilai US$ 62 juta dan buah-buahan senilai US$ 65 juta (Yudhohusodo, 2002). Berdasarkan kondisi tersebut, tidak berarti pembangunan perdesaan menjadi tidak penting, akan tetapi harus dicari solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan. Melalui pendekatan ini, produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan. Di Indonesia, agropolitan menjadi salah satu program pemerintah melalui Departemen Pertanian dan menjadi pilihan bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi-nya. Konsep ini telah mulai dilaksanakan sejak tahun anggaran Pada tahap awal pengembangan kawasan agropolitan ini dilakukan di beberapa kabupaten percontohan antara lain yaitu: Kabupaten Agam (Provinsi Sumatera Barat), Kabupaten Rejanglebong (Provinsi Bengkulu), Kabupaten Cianjur (Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Kulon Progo (Provinsi D.I. Yogyakarta), Kabupaten Bangli (Provinsi Bali), Kabupaten Barru (Provinsi Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Boalemo (Provinsi Gorontalo).
4 4 Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi yang mengembangkan konsep agropolitan sebagai salah satu pendekatan dalam memacu pembangunan dan pengembangan wilayahnya. Sebagai salah satu provinsi baru, Gorontalo berkembang pesat dan menjadi salah satu provinsi yang diperhitungkan di Kawasan Timur Indonesia. Dilihat dari potensi sumber daya alam, Gorontalo memiliki potensi yang layak dikembangkan dibidang pertanian, peternakan dan perikanan. Dalam upaya mempercepat pertumbuhan dan pengembangan wilayah, maka pemerintah Provinsi Gorontalo menetapkan 3 program unggulan yang diharapkan dapat memacu perkembangan sektor-sektor lainnya yang meliputi : a. Pengembangan sumber daya manusia (SDM); b. Pengembangan pertanian dengan menjadikan Gorontalo sebagai provinsi agropolitan, provinsi yang memiliki kompetensi di bidang pertanian; c. Pengembangan ekonomi kelautan dengan sasaran peningkatan kinerja sektor perikanan dan pengembangan wilayah pesisir. Sebagai salah satu sektor unggulan di Provinsi Gorontalo, pengembangan sektor pertanian dilaksanakan dengan pendekatan konsep pengembangan agropolitan dengan menetapkan jagung dan ternak sapi sebagai komoditas utama. Konsep pengembangan agrobisnis jagung di Gorontalo dalam rangka mendukung program agropolitan didesain dalam dua model yakni demonstrasi plot (demplot) dan pengembangan. Demplot hanya dilaksanakan untuk jangka pendek (satu tahun) yang dimaksudkan sebagai proses penyuluhan dan pembelajaran petani serta meyakinkan investor bahwa pemerintah memiliki komitmen tinggi dalam peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi. Sementara untuk model pengembangan dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi teknologi yang spesifik seperti perluasan areal tanam (PAT), peningkatan mutu intensifikasi (PMI) dan sisi off farm-nya dengan optimalisasi pengelolaan hasil, penyimpanan serta pemasarannya. Khusus untuk sektor peternakan diprioritaskan pada pengembangan sapi potong dan ayam buras yang diharapkan dengan berkembangnya ternak sapi ini akan mendorong industri pengolahan dan pasca panennya.
5 5 Sejak ditetapkan sebagai daerah pengembangan agropolitan pada tahun 2002 Gorontalo mulai berbenah diri dimulai dengan penyusunan program dan sosialisasi di Tilamuta (ibukota Kab. Boalemo), penetapan Kecamatan Randangan sebagai Kawasan Agropolitan untuk menjadi prioritas pembangunan hingga penetapan desa Motolohu sebagai desa pusat pertumbuhan. Selanjutnya pada tahun 2003 dilaksanakan Perencanaan dan Penyusunan Master Plan dan implementasinya beserta pengawasannya dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat di kawasan melalui lembaga pengelolaan agropolitan, Pemda setempat melalui tim Pokja, LSM, Akademisi dan Swasta. Untuk mendukung usaha pertanian yang efisien yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi maka diperlukan infrastruktur pendukung. Pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan antara lain peningkatan jalan poros desa, perbaikan pasar desa, pembangunan kios pasar serta pembangunan pelataran dan prasarana pasar. Pembangunan prasarana dan sarana perdesaan melalui pengembangan agropolitan akan mendorong iklim berusaha yang kondusif antar sesama pelaku ekonomi perdesaan, terutama usaha mikro dan usaha kecil dalam mendukung pertumbuhan ekonomi desa serta penciptaan lapangan kerja. Keberadaan prasarana dan sarana ini tidak saja akan memberdayakan potensi ekonomi yang ada di masing-masing kawasan perdesaan tersebut, tetapi juga akan menarik potensi dari luar wilayah termasuk investasi swasta dalam berbagai sektor usaha jasa maupun produksi. Tabel 1 Investasi Kimpraswil pada Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Randangan No. Tahun Program Volume Biaya Peningkatan Jalan Poros Desa m Perbaikan Pasar Desa 3 Unit Peningkatan Jalan Poros Desa m Pembangunan Kios Pasar Pembangunan Pelataran dan Prasarana Pasar Sumber : Dinas Kimpraswil, Unit 1 Paket
6 6 Pendekatan pambangunan ekonomi dan wilayah berbasis agropolitan yang diimplementasikan dengan pilar utama penggerak ekonomi yaitu sektor pertanian dan perikanan dipacu dan diharapkan dapat menarik perkembangan sektor-sektor yang lainnya. Dalam konsep agropolitan, fungsi kota lebih dititikberatkan sebagai pusat kegiatan non pertanian dan pusat administrasi, bukan sebagai pusat pertumbuhan. Sementara itu, desalah yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan. Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang baik, kota dan desa harus berperan dan menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Kebijakan pembangunan perdesaan yang dilakukan selama ini belum mampu memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karenanya, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat memberikan solusi bagi masalah perdesaan tersebut Perumusan Masalah Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal. Proses interaksi kedua wilayah tersebut selama ini secara fungsional ada dalam posisi yang saling memperlemah. Berdasarkan hasil studi Hastoto (2003), dikemukakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan di Provinsi Gorontalo masih menunjukkan adanya kesenjangan antar kabupaten/kota dalam provinsi maupun antara kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo dengan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara. Sejalan dengan hal tersebut hasil studi P4W (2002), mengemukakan bahwa secara umum wilayah provinsi Gorontalo mengalami fenomena backwash effect, dalam arti akumulasi aliran netto nilai tambah berlangsung keluar wilayah terutama ke Bitung/Manado, Makasar atau langsung ke luar negeri. Penyebab utama aliran netto nilai tambah negatif adalah karena keterbatasan akses Gorontalo ke pasar ekspor langsung, kapasitas pengolahan (industri pengolahan) setempat yang terbatas, disamping lemahnya kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan lokal.
7 7 Oleh karenanya untuk memacu pembangunan dan pengembangan wilayahnya, Pemerintah Provinsi Gorontalo menerapkan pendekatan konsep agropolitan. Pengembangan kawasan agropolitan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing. Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan wilayah berbasis komunitas lokal dijadikan acuan untuk membangun kualitas pertanian di Provinsi Gorontolo. Pengembangan agropolitan berbasis jagung merupakan salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut. Diharapkan dengan pendekatan ini partisipasi aktif masyarakat dapat terkristalisasi secara terpadu melalui pengembangan sistem agribisnis terpadu dalam rangka memperoleh nilai tambah produksi serta peningkatan jumlah produksi pertanian. Sehingga pada gilirannya akan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Tabel 2 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Provinsi Gorontalo Tahun 2001 dan 2005 NO JENIS KOMODITAS LUAS PANEN (Ha) PRODUKSI (Ton) PRODUKTIVITAS (Ku/Ha) Padi ,56 42,74 2. Jagung ,32 37,13 3. Kedelai ,78 13,89 4. Kacang tanah ,33 12,39 5. Kacang hijau ,04 12,20 6. Ubi kayu ,23 116,52 7. Ubi jalar ,17 93,99 Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2006 Sebagai komoditi unggulan yang merupakan basis ekonomi di Provinsi Gorontalo, komoditas jagung mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun baik dalam luas panen maupun jumlah produksi. Pada tahun 2005 luas panen jagung mencapai hektar dengan produksi mencapai ton. Luas panen komoditi unggulan jagung mencapai 68,98 persen dari total luas panen Tanaman Pangan Di Provinsi Gorontalo. Perdagangan antar pulau dan
8 8 ekspor jagung Gorontalo tahun 2005 mencapai ton yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah ini. Sejak dicanangkan sebagai provinsi pengembangan agropolitan, perkembangan pembangunan Gorontalo menunjukkan peningkatan yang signifikan. Jika dilihat dari indikator makro, provinsi Gorontalo sebagai provinsi muda hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara mengalami kemajuan yang menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dimana PDRB nominal meningkat dari Rp. 1,82 trilyun tahun 2001 menjadi Rp. 2,15 trilyun tahun 2002 dan meningkat menjadi Rp. 3,39 trilyun tahun 2005 (Tabel 3). Tabel 3 PDRB Gorontalo Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun (jutaan rupiah) Lapangan Usaha Pertanian 2.Pertambangan dan Penggalian 3.Industri Pengolahan 4.Listrik,Gas dan Air Bersih 5.Bangunan 6.Perdagangan, Hotel & Rest 7.Pengangkutan & Komunikasi 8.Keuangan 9.Jasa-jasa , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,13 Total , , , , ,92 Sumber : BPS, Pertumbuhan ekonomi Gorontalo meningkat dari 5,38 % pada 2001 sebelum pengembangan agropolitan menjadi 7,06 % pada tahun 2005, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar agropolitan memiliki kontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Gorontalo tersebut? Pertumbuhan penduduk selang 4 tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 1,83% per tahun. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, jumlah angkatan kerja di Provinsi Gorontalo tiap tahun juga mengalami kenaikan.
9 9 Tingkat pengangguran pada tahun 2004 sebesar 12,29% dari angkatan kerja menurun menjadi 9,78% pada tahun Tabel 4 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun keatas Provinsi Gorontalo Jumlah Penduduk Penduduk Usia Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Sumber : BPS, 2006 Pertumbuhan perekonomian Gorontalo mengalami peningkatan, namun sebaran kontribusi dari masing-masing sektor belum merata. Sektor pertanian yang masih mendominasi dalam kontribusi PDRB merupakan salah satu ciri khas dari kawasan perdesaan. Kontribusi sektor pertanian pada tahun 2003 setelah pengembangan agropolitan sebesar 32,45% dari total PDRB diharapkan dapat menjadi pendorong bagi perkembangan sektor-sektor yang lainnya. Tabel 5 Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi terhadap PDRB Gorontalo Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Lapangan Usaha Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik,Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Rest 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan 9. Jasa-jasa 29, ,75 0,75 8,69 0,79 7,96 15,38 9,22 6,77 19,69 32,45 0,75 7,97 0,87 6,95 14,06 8,08 8,61 20,26 30,47 0,81 8,31 0,91 6,57 13,27 8,44 10,31 20,92 28,04 0,95 7,18 0,79 6,29 11,89 8,07 10,48 26,31 Total Sumber: BPS tahun 2006, diolah.
10 10 Disamping itu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tidak selalu diikuti dengan berkurangnya berbagai kesenjangan dalam wilayah. Kesenjangan yang ada seperti kesenjangan pendapatan, fasilitas pelayanan, pertumbuhan ekonomi, dan lainnya yang sering terjadi di perdesaan dapat menyebabkan terjadinya keterbelakangan dan kemiskinan yang dalam jangka panjang pada akhirnya dapat mengakibatkan kemandekan pertumbuhan itu sendiri. Di kawasan pengembangan agropolitan sendiri dalam hal ini Kabupaten Pohuwato masih terdapat banyak permasalahan seperti masih tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya tingkat pengetahuan petani dan masih terbatasnya sarana prasarana penunjang yang ada menjadi factor penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan agropolitan basis jagung di daerah ini. Untuk melengkapi penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terhadap pelaksanaan agropolitan di Provinsi Gorontalo sejak pelaksanaannya tahun 2002, dengan mengakomodasi penelitian yang pernah ada sebelumnya maka penelitian ini dimaksudkan untuk melihat apakah pengembangan agropolitan berbasis jagung yang dilaksanakan di Kabuapen Pohuwato Provinsi Gorontalo mampu menggerakkan perekonomian wilayah serta meningkatkan pendapatan masyarakat petani atau belum. Hal ini penting untuk dilakukan agar dapat diperoleh gambaran kondisi karakteristik perekonomian setelah 5 tahun pelaksanaan agropolitan sehingga dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk mengembangkan perekonomian kawasan agropolitan kedepan. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang diuraikan di atas maka dirumuskan batasan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah pengembangan kawasan agropolitan berbasis jagung berperan dalam pertumbuhan ekonomi? 2. Apakah pengembangan kawasan agropolitan berperan terhadap peningkatan pendapatan petani jagung? 3. Sejauhmana masyarakat telah dilibatkan dalam program pengembangan kawasan agropolitan berbasis jagung? 4. Strategi Pembangunan seperti apa yang mampu mendorong pengembangan ekonomi kawasan agropolitan?
11 Tujuan Penelitian : 1. Menganalisis dampak pengembangan agropolitan basis jagung terhadap perekonomian wilayah. 2. Menganalisis dampak pengembangan agropolitan terhadap pendapatan petani jagung. 3. Mengkaji tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan agropolitan basis jagung. 4. Merumuskan strategi pembangunan yang dapat mendorong pengembangan ekonomi kawasan agropolitan Manfaat Penelitian : 1. Dapat bermanfaat untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi Pemerintah dan instansi terkait dalam rangka pengembangan pertanian berbasis agropolitan. 2. Dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang pembangunan wilayah. 3. Sebagai acuan dimasa datang untuk pihak-pihak yang mempunyai relevansi dengan pengembangan kawasan berbasis agropolitan.
12 Ruang Lingkup Penelitian Pengembangan Kawasan Agropolitan di Provinsi Gorontalo pada awalnya berada di Kabupaten Boalemo yaitu di Kecamatan Randangan. Namun sejak tahun 2003 Kabupaten Boalemo dimekarkan menjadi Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato. Karena keterbatasan biaya dan waktu maka penelitian ini hanya dilakukan di Kabupaten Pohuwato. Pemilihan Kabupaten Pohuwato karena pertimbangan bahwa setelah pemekaran Kecamatan Randangan sebagai kawasan agropolitan secara administratif berada di Kabupaten Pohuwato. Sebagai kawasan agropolitan, Kecamatan Randangan memiliki kondisi infrastruktur pendukung yang relatif memadai. Adapun sebagai pembanding di pilih kawasan yang belum tersentuh dengan program agropolitan dalam hal ini Kecamatan Taluditi. Pemilihan Kecamatan Taluditi sebagai Kawasan Non Agropolitan adalah karena Kecamatan Taluditi masih berada dalam cakupan Kabupaten Pohuwato dan berbatasan secara administratif dengan Kecamatan Randangan. Selain itu, infrastruktur pendukung agropolitan belum berkembang di Kecamatan Taluditi.
(Studi Kasus Kabupaten Pohuwato) SHERLY GLADYS JOCOM
ANALISIS DAMPAK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BASIS JAGUNG TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH SERTA ANALISIS PENDAPATAN MASYARAKAT PETANI DI PROVINSI GORONTALO (Studi Kasus Kabupaten Pohuwato) SHERLY
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciABSTRAK PENDAHULUAN. Kata kunci : Komoditi Unggulan, Spesialisasi, Lokalisasi dan Lokasi (LQ)
Julian Mukhtar 00, 0. Analisis Keunggulan Komoditi Jagung Dengan Pendekatan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
Lebih terperinciPRODUKSI PANGAN INDONESIA
65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sehingga dinilai lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pembangunan wilayah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana
Lebih terperinciSUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Strategi populis dalam pengembangan wilayah merupakan strategi yang berbasis pedesaan. Strategi ini muncul sebagai respon atas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciFUNGSI : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan dan perikanan darat b.
30 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS PERTANIAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan dan perikanan darat berdasarkan asas otonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor
Lebih terperinciPENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan
PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinci3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis
3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan
16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah
35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari
Lebih terperinciJURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :
Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciDAMPAK PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BASIS JAGUNG DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI PROVINSI GORONTALO: KASUS KABUPATEN POHUWATO 1)
Dampak Pengembangan Agropolitan Basis Jagung dan Partisipasi Masyarakat (S.G. Jocom et al.) DAMPAK PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BASIS JAGUNG DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI PROVINSI GORONTALO: KASUS KABUPATEN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian dipandang dari dua pilar utama dan tidak bisa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian dipandang dari dua pilar utama dan tidak bisa dipisahkan, yaitu pilar pertanian primer dan pilar pertanian sekunder. Pilar pertanian primer (on-farm
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK
34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih
Lebih terperinci- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan produksi pertanian komoditas unggulan di Kabupaten Bekasi, pembangunan pertanian berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi spasial maka yang menjadi kutub pertumbuhan adalah Kota Medan. Karakteristik utama yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,
Lebih terperinciKEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan
Lebih terperincippbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia sebagian besar menggantungkan hidup dari sektor pertanian, karenanya revitalisasi pertanian sangat strategis untuk dilaksanakan, guna memacu pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata. Peranan utama pertanian dianggap hanya sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciagribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda
16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman
Lebih terperinciKAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1
KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1 Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat
Lebih terperinciBupati Murung Raya. Kata Pengantar
Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.
STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan
Lebih terperinci