BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berbentuk trapezoid, dengan ukuran tinggi 4 cm, lebar 4 cm dan dimensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berbentuk trapezoid, dengan ukuran tinggi 4 cm, lebar 4 cm dan dimensi"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karsinoma Nasofaring Nasofaring merupakan ruang yang terletak dibelakang rongga hidung, berbentuk trapezoid, dengan ukuran tinggi 4 cm, lebar 4 cm dan dimensi anteroposterior 3 cm. Mukosa nasofaring dilapisi oleh pseudostratified columnar respiratory type epithelium dan non keratinizing stratified squamous epithelium. Dinding anterior nasofaring dibentuk oleh koana dan ujung posterior septum nasi. Lantai nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum mole. Bagian atap dan dinding posterior nasofaring dibentuk oleh daerah yang menyatu berupa permukaan melandai yang dibatasi oleh badan sphenoid, dasar oksiput dan vertebra cervical I dan II sampai ke batas palatum mole. Di dinding lateral nasofaring terdapat muara tuba eustachius (Cottrill & Nutting, 2003; Wei, 2006). Gambar 1. Anatomi Nasofaring (Forastiere & Marur, 2008) Pada daerah barat (Amerika dan Eropa) kejadian KNF jarang dengan insiden sekitar 0,5/ dengan angka 1-2% dari seluruh kanker kepala dan

2 leher. Di Amerika Utara terdapat keratinizing squamous cell carcinoma pada 60% kasus, sementara di timur tengah lebih 95% merupakan WHO tipe 2-3. Insidensi WHO tipe 3 juga tinggi di Eskimo, Alaska dan juga meningkat di Malaysia, Afrika Utara dan Eropa Selatan (Cotrill & Nutting, 2003). Karsinoma nasofaring jarang ditemukan pada orang kulit putih, India dan Jepang tapi banyak ditemukan di Asia pada ras Mongoloid (Punagi, 2007). Karsinoma nasofaring di Indonesia menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas di seluruh tubuh, sedangkan di bagian penyakit telinga, hidung dan tenggorok, kanker nasofaring menempati urutan pertama. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan kanker nasofaring (Punagi, 2007). Data kanker pada Depkes (2007), KNF termasuk 10 jenis kanker terbanyak di Indonesia pada tahun dan terus mengalami peningkatan jumlah penderita selama periode tersebut, dimana pada tahun 2004 dijumpai penderita dari seluruh penderita keganasan (proporsi 4,15%) dan pada tahun 2006 meningkat menjadi penderita dari seluruh penderita (proporsi 5,24%). Dari sejumlah kasus keganasan di bidang Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher (THT-KL) yang dikumpulkan antara tahun di bagian THT-KL FK UI RSCM Jakarta, tercatat karsinoma nasofaring sebanyak (62,13%) penderita (Munir, 2007). Tan (2010) melaporkan bahwa insidensi KNF di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 6 per penduduk setiap tahunnya dengan rata-rata kasus baru per tahun. Pada daerah endemik insiden meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncak pada dekade empat dan lima. Pada daerah resiko rendah usia

3 terbanyak pada dekade lima dan enam tapi masih terdapat insidensi yang signifikan pada usia dibawah 30 tahun sehingga didapati distribusi usia bimodal dengan puncak awalnya antara usia tahun. Karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria, dengan perbandingan pria dan wanita 3:1 (Cottrill & Nutting, 2003). Umur penderita bervariasi mulai kurang dari 10 tahun hingga lebih 80 tahun, dengan puncak insiden pada usia tahun (Lee, 2003) ataupun tahun (Thompson, 2005). Ditemukan kecendrungan penderita KNF laki-laki lebih banyak dari wanita. Insiden KNF di Malaysia Juli 2007 sampai Februari 2008 antara laki-laki dengan wanita berbanding 3:1 (Pua et al, 2008). Penelitian case series, di RSUP dr. M. Djamil Padang dan RSUD dr. Achmad Muchtar Bukittinggi selama tahun ditemukan 45 kasus KNF dengan 32 kasus laki-laki dan 13 kasus wanita dengan kelompok umur tersering pada umur tahun (Yenita, 2009). Penyebab pasti dan spesifik KNF sampai saat ini masih belum diketahui, namun faktor genetik dan lingkungan, seperti infeksi Epstein Barr virus dan konsumsi ikan asin diyakini sebagai penyebab (Zou, 2007). Tanda dan gejala awal KNF tidak khas dan tidak spesifik dan nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa. Sehingga KNF sering didiagnosa saat stadium lanjut dibandingkan keganasan kepala leher lainnya. Nasofaring banyak memiliki suplai limfatik, sehingga metastasis servikal sering dijumpai pada tampilan awal (Plant, 2009). Gejala yang sering timbul pada penderita KNF dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu gejala hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial dan pembesaran kelenjar limfe leher (Wei, WI & Kwong DL,

4 2010). Gejala hidung berupa epistaksis ringan dan obstruksi hidung. Perdarahan yang terjadi berjumlah sedikit dan bercampur ingus serta timbul berulang-ulang (Ahmad, 2002; Cottrill & Nutting, 2003; Aziza et al, 2005). Gangguan pada telinga biasanya merupakan gejala dini yang timbul karena asal karsinoma nasofaring dekat dengan mura tuba Eustachius (Roezin, 1995). Lokasi khas penyebaran karsinoma nasofaring ke kelenjar getah bening leher adalah daerah yang terletak di bawah angulus mandibula di dalam otot sternokleidomastoideus. Keluhan saraf yang paling sering ditemukan adalah keluhan diplopia, keluhan baal di pipi dan wajah yang biasanya unilateral dan sakit kepala hebat. Organ yang sering terkena akibat metastase jauh adalah tulang, paru dan hati (Aziza et al, 2005). Gambar 2: Penyebaran karsinoma nasofaring dan gejala yang ditimbulkan (Dhingra, 2011)

5 Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan pada pasien dengan keluhan pada telinga, hidung dan tenggorok, khususnya pasien dari populasi dengan peningkatan insiden KNF (Her, 2001; Jeyakumar, 2006). Konfirmasi pasti diagnosis KNF diperoleh dari hasil biopsi positif yang diambil dari tumor di nasofaring (Chew, 1997; Wei, 2006). Klasifikasi histopatologi KNF yang diajukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1978 mengklasifikasikan KNF menjadi 3 kelompok, yaitu: Tipe 1: keratinizing squamous cell carcinoma, dengan jembatan interseluler, mirip dengan yang ditemukan pada saluran pernapasan atas. Tipe 2 : non keratinizing squamous cell carcinoma, sel tumor menunjukkan maturasi, dimana diferensiasi skuamosa tidak terlihat jelas. Tipe 3 : undifferentiated carcinoma, sel-sel tumor memiliki batas sel tidak jelas dengan inti sel yang hiperkromatik. WHO tipe 2 dan 3 paling banyak dijumpai di daerah endemik KNF, seperti di Cina Selatan, Asia Tenggara dan Afrika Utara. Sementara WHO tipe 1 lebih sering dijumpai di Eropa dengan prognosis yang lebih buruk (Licitra et al, 2003; Guigay et al, 2006). KNF tipe 2 dan tipe 3 memiliki hubungan dengan Virus Epstein-Barr (Wei, 2006; Lutzky et al, 2008 ). Penelitian tentang karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu Harahap (2009) menemukan tipe 2 adalah tipe tersering (50%), begitu juga dengan Hidayat (2009) menemukan tipe 2 adalah tipe tersering (63,6%). Hasil yang berbeda di dapatkan oleh Zahara (2007) yaitu jenis histopatologi terbanyak WHO tipe 3

6 (58,3%), diikuti WHO tipe 2 (37,5%) dan WHO tipe 1 (4,2%), diikuti Delfitri M (2007) mendapatkan WHO tipe 3 sebesar 54,6%, diikuti WHO tipe 1 (29,1%) dan WHO tipe 2 (16,4%). Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk KNF adalah CT-Scan dengan kontras dan MRI dengan enhancement (Jayekumar et al, 2006 ). Radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk KNF selama bertahun-tahun. Ini disebabkan karena nasofaring berdekatan dengan struktur penting dan sifat infiltrasi KNF, sehingga pembedahan terhadap tumor primer sulit dilakukan. KNF umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap radioterapi dan kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala leher lainnya (Guigay et al, 2006; Wei, 2006). Pemberian radioterapi telah berhasil mengontrol tumor T1 dan T2 pada 75-90% kasus dan tumor T3 dan T4 pada 50-75% kasus. Kontrol kelenjar leher mencapai 90% pada pasien dengan N0 dan N1, tapi tingkat kontrol regional berkurang menjadi 70% pada kasus N2 dan N3 (Wei, 2006). Kemoterapi berfungsi sebagai radiosensitisizer dan membantu dalam mengurangi metastase jauh (Mould & Tai, 2002; Wei, 2006). Pembedahan hanya sedikit berperan dalam penatalaksanaan KNF. Pembedahan penyelamatan (salvage treatment) dilakukan pada kasus rekurensi di nasofaring atau kelenjar leher tanpa metastase jauh (Chew, 1997; Wei, 2003; Wei, 2006; Lutzky et al, 2008).

7 2.2. Mitogen Activated Protein Kinase MAPK (mitogen-activated protein kinase) adalah enzim yang berperan dalam rangsangan ekstraseluler seperti perpindahan hormon pertumbuhan ke nukleus dan juga berfungsi mengatur ekspresi hampir pada seluruh gen pada tubuh manusia. MAPK berperan dalam pertumbuhan sel seperti proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis, terutama berperan dalam ekspresi gen. MAPK mempunyai 3 jalur dalam proses transduksi yaitu ERK, JNK dan p38 (Guiyuan, Minghua, Xiayu & Xiaoling, 2009). Mitogen-activated protein kinase kinase 4 (MKK4) adalah anggota dari kelompok MAP kinase yang secara langsung memposporilasi dan mengaktifkan c-jun N-terminal kinase (JNK) yang berperan stress selular dan sitokin pro inflamasi. MKK4, seperti MKK3 juga memposporilasi dan mengaktifkan p38/hog kinase. MKK4 mengaktifkan mitogen-activated protein kinases (MAPKs) yang berperan dalam transduksi sinyal ekstraseluler untuk faktor pertumbuhan yang menghasilkan pertumbuhan dan diferensiasi sel. MKK4 mrna dilaporkan banyak diekspresikan dalam jaringan, termasuk otot rangka dan otak, ekspresi lebih rendah ditemukan pada jantung, ginjal, hati, pankreas dan dalam sitoplasma dan inti dari epitel lambung normal. Delesi dan mutasi gen MKK4, dilaporkan pada paru-paru, pankreas, payudara, testis dan kanker kolorektal, yang menunjukkan bahwa MAPK mungkin berperan sebagai supresor dari tumorigenesis atau metastasis. Jalur p38 adalah salah satu cabang dari jalur MAPK, yang berperan baik dalam proses fisiologi maupun proses patologi seperti inflamasi, cell stress, apoptosis, siklus sel dan pertumbuhan sel. Rangsangan ekstraseluler yang

8 bervariasi menyebabkan reaksi rantai fosforilasi dari sistem MAPK dan reaksi ini mengatur proliferasi, diferensiasi, apoptosis dan interaksi sel, berdasarkan fungsi MAPK tersebut beberapa peneliti menduga adanya peran MAPK dalam pertumbuhan kanker (Ji, Ren, & Xu, 2010). p38 MAPK menghubungkan signal ekstraseluler ke intraseluler yang mengatur segala proses seluler. p38 MAPK bersamaan dengan c-jun N-terminal kinase (JNK) dikenal sebagai stress-activated protein kinase (SAPK), diaktifkan oleh stress lingkungan dan sitokin yang memicu inflamasi. Reaksi inflamasi yang berlebihan menyebabkan beberapa penyakit pada manusia, hal ini menyebabkan MAPK sebagai target terapi anti inflamasi (Kaminska B. 2005). 2.3 Jalur p38 MAPK p38 MAPK berawal dari stimulasi lipolisakarida sel monosit yang memodulasi produksi tumour necrosis factor alpha (TNFα). p38 MAPK mempunyai 4 bentuk isoform yaitu α, β, γ and δ yang banyak ditemukan pada jaringan, dimana ekspresinya berbeda pada tiap jaringan yang mempunyai sifat activator dan efektor. Isoform-isoform tersebut mempunyai beberapa perbedaan, p38α dan p38β diekspresikan pada banyak jaringan dan sensitif terhadap inhibitor pyridinyl imidazole, sedangkan p38γ dan p38δ diekspresikan dengan pola yang terbatas dan tidak sensitive terhadap inhibitor. Isoform yang bervariasi telah ditemukan di kompartemen yang berbeda pada sel yang sama, dimana masing-masing variasi dapat mempunyai efek yang berlawanan jika disatukan dengan substrat yang sama dan memliki jalur yang berbeda-beda. Bagaimanapun

9 fungsi spesifik dari isoform-isoform pada proses fisiologi dan patologi belum dapat ditemukan. Pada tikus, ablasi genetik dari p38α dan p38β menyebabkan kematian embrio pada saat embrio berusia hari, gangguan pertumbuhan plasenta, angiogenesis abnormal pada yolk sak dan embrio (Jiang et al, 1997; Raman et al. 2007; Cuenda & Rousseau, 2007). p38 MAPK dapat di fosforilasi oleh berbagai rangsangan ekstraseluler melalui jalur klasik MAPK kinase kinase (MAP3K)-MAP kinase kinase (MKK). p38 MAPK belum aktif pada saat keadaan non-fosforilasi, dan diaktifkan dengan cepat melalui jalur MKK-dependent yang memfosforilasi Thr-Gly-Tyr yang ditemukan pada siklus di subdomains VII dan VIII. Fosforilasi ini menyebabkan perubahan pada protein, ATP dan substrat untuk berikatan. MKK menyebabkan fosforilasi dari p38 MAPK tergantung dari rangsangan seluler dan tipe sel. MKK3 dan MKK6 memfosforilasi p38 MAPK beberapa menit setelah diaktivasi oleh sinyal. Lamanya fosforilasi sangat penting dalam menentukan nasib sel, fosforilasi yang panjang biasanya sering dihubungkan dengan kejadian apoptosis, sebaliknya fosforilasi yang singkat berhubungan dengan faktor pertumbuhan yang menginduksi ketahanan sel (Owens & Keyse, 2007; Coulthard, White, Jones, McDermott & Burchill, 2009). Durasi sinyal diatur oleh enzim phosphate, termasuk phospatase 1, protein phosphatase 2A atau phosphatase MAPK. Enzim-enzim ini diaktifkan oleh p38 MAPK yang difosforilasi, yang menyebabkan umpan balik negatif pada siklus yang mengatur p38 MAPK. Interaksi antara berbagai jalur sinyal juga mempengaruhi kinetik sinyal p38 MAPK yang mempengaruhi pada nasib

10 sel. p38 MAPK yang difosforilasi mengaktifkan substrat spektrum luas, yang termasuk didalamnya faktor transkripsi, protein kinase, protein nukleus dan sitoplasma, sehingga p38 MAPK ini berhubungan respon inflamasi, diferensiasi sel, fase istirahat siklus sel, apoptosis, produksi sitokin dan mengatur pemisahan RNA (Coulthard, White, Jones, McDermott & Burchill, 2009). 2.4 p38 MAPK pada Keganasan Fenotipe karsinoma ditandai oleh adanya kegagalan apoptosis, replikasi yang tidak terbatas, invasi dan metastase, angiogenesis, perkembangan resistansi obat. Sinyal MAPK berpengaruh pada proses-proses tersebut, dimana jalur p38 MAPK paling sering dikaitkan dengan fungsi anti apoptosis dan aktif nya jalur p38mapk menyebabkan transformasi sel (Han & Sun, 2007). Aktivitas anti apoptosis dari p38 MAPK sangat banyak dikaitkan dengan efek inhibisi dari isoform p38α dan p38β pada sikus sel fase G0, G1/S, dan G2/M, untuk proliferasi sel dan menggagalkan apoptosis. Jalur p38 MAPK yang aktif akan mendorong transformasi selulular dengan mengatur secara negative ketahanan dan proliferasi. Hipotesis ini didukung oleh meningkatnya potensi tumorigenik pada fibrolast tikus, dimana MKK3, MKK6 atau p38 MAPK telah rusak dan ketergantungan transformasi sel-sel pemicu Ras pada penekanan dari fungsi p38 MAPK (Coulthard, White, Jones, McDermott & Burchill, 2009). Mengingat p38 MAPK diperkirakan memiliki fungsi anti apoptosis, maka aktivasinya akan meningkatkan fenotipe keganasan. Pada sel rabdomiosarkoma, overekspresi p38 MAPK menyebabkan terpicunya proliferasi

11 dan menghambat diferensiasi terminal. Namun, kemampuan p38 MAPK untuk memicu pertumbuhan tumor tidak selalu berhubungan dengan proliferasi sel atau kegagalan apoptosis, akan tetapi selalu sejalan dengan peran-peran anti apoptosis alternatif untuk p38 MAPK yang memodulasi migrasi sel dan implantasi. Sejalan dengan fungsi anti apoptosisnya, kegagalan apoptosis oleh kemoterapi yang resisten, sebagian dipengaruhi melalui aktivasi p38 MAPK. hal ini mengisyaratkan bahwa dengan hadirnya penghambat jalur p38 MAPK bisa menentukan strategi generik baru untuk mendorong keberhasilan dari beberapa terapi konvensional. Keberhasilan dari strategi demikian akan tergantung pada apakah sel-sel kanker lebih rentan terhadap p38 MAPK perantaraan apoptosis daripada sel-sel non-neoplastik. Maka dari itu, aktivitas p38 MAPK dilaporkan menjadi meningkat pada beberapa tipe tumor dibandingkan dengan yang ada pada jaringan normal dan SCIO-469 adalah suatu penghambat molekul kecil pada p38 MAPK yang sekarang sedang dilakukan penelitian tahapan II dari multiple myeloma. Namun, penelitian lebih luas mengenai p38 MAPK, isoformnya yang berbeda dan fungsi-fungsi khususnya pada tumor manusia diperlukan untuk ditetapkan apabila hal ini merupakan jalur anti apoptosis pada keganasan (Junttila et al, 2007; Estrada et al, 2009). Huang et al (2000) menemukan peningkatan aktivitas p38 MAPK endogen berhubungan dengan sifat invasif dan metastase pada karsinoma payudara. Mereka menduga bahwa jalur p38 MAPK berkaitan dengan protein BT549 yang menyebabkan sifat invasif dan metastase pada karsinoma payudara.

12 Penelitian di Houston tahun 2011, menemukan peningkatan ekspresi PPAR-γ melalui ekspresi p38 MAPK pada karsinoma paru yang menyebabkan metastasis dan invasi sel tumor, dengan memberikan supresor p38 MAPK maka terjadi penurunan ekspresi PPAR-γ akan berakibatnya berkurangnya invasi dan metastase sel tumor (Ahn et al, 2011). Ekspresi p38 MAPK mengalami peningkatan pada karsinoma gaster, dimana dari 30 sampel karsinoma gaster ditemukan overekspresi p38 MAPK sebanyak 14 sampel dan level protein yang ditemukan lebih tinggi ditemukan pada jaringan karsinoma gaster dibandingkan dengan mukosa normal. Penelitian ini juga menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara p38 MAPK dengan umur, jenis kelamin, stadium klinis dan tipe histopatologi. Pada Kelenjar Getah Bening (KGB) tidak ditemukan perbedaan level protein p38 MAPK yang signifikan dengan mukosa normal ataupun jaringan karsinoma gaster (p>0,05) (Liang et al, 2005). Sullivan, Wang & Redmond (2009) melakukan penelitian pada sel adenokarsinoma yang diberikan p38 MAPK inhibitor secara in vitro dan in vivo. Secara in vitro setelah diberikan p38 MAPK inhibitor menyebabkan peningkatan apoptosis dan mengurangi proliferasi dimana jalur VEGF diduga terlibat dalam proses ini, sebaliknya secara in vivo setelah diberikan p38 MAPK inhibitor menyebabkan pembesaran ukuran tumor primer. TGF-β dapat menyebabkan terjadinya invasi dan metastase pada karsinoma payudara melalui peningkatan p38 MAPK dan ERK, dimana ditemukan hubungan yang signifikan penurunan ekspresi TGF-β dengan

13 penurunan ekspresi p38 MAPK dan ERK (p<0,05) setelah diberikan inhibitor TGF-β (Gomez et al, 2012). Penelitian pada karsinoma payudara juga dilakukan oleh Sivarama et al (1997) yang menemukan overekspresi p38 MAPK pada tumor primer dan metastase KGB. Penelitian di Beijing tahun 2009 menemukan p38 MAPK terlibat terhadap resistensi terapi cisplatin pada karsinoma ovarium, dimana terjadi peningkatan ekspresi dari p38 MAPK pada sel epitel karsinoma ovarium (Wang, Zhou, Zhang, Wu, 2009). Wang et al (2011) melakukan penelitian pada karsinoma sel skuamosa paru di Hangzhou, menemukan ketidakseimbangan p38 MAPK dengan ERK memegang peranan penting dalam perkembangan karsinoma sel skuamosa dan kedua molekul ini dapat menjadi target terapi dan prognosis pada karsinoma sel skuamosa. Penelitian Shu dan Xu (2007), menemukan peningkatan expresi COX-2 melalui jalur p38 MAPK setelah diaktifasi oleh Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) pada keganasan glioma, efek yang ditimbulkan adalah peningkatan angiogenesis, penurunan apoptosis dan meningkatkan resistensi terhadap obat sitotoksik (Xu & Shu, 2007).

14 Gambar 3: jalur pengaktifan COX-2 oleh EGF dan EGFR melalui jalur p38 MAPK pada Glioma 2.5 p38 MAPK pada Karsinoma Nasofaring Penelitian ekspresi p38 MAPK pada nasofaring belum banyak dilakukan. Penelitian ekspresi p38 MAPK pada karsinoma nasofaring lebih banyak dilakukan dengan PCR bukan dengan immunohistokia, dan hasilnya masih bersifat dugaan, hal ini disebabkan banyaknya jalur yang terkait dengan tumorigenesis dan jalur p38 MAPK diduga terlibat didalamnya. Penelitian Kim et al (2010), menemukan kemungkinan keterlibatan jalur p38 MAPK untuk meningkatkan reaksi apotosis sel pada kanker rongga mulut setelah pemberian asam tolfenamic (Kim et al, 2010).

15 Penelitian Fang et al (2008), menemukan adanya keterlibatan beberapa protein dalam proses apoptosis pada pasien kanker nasofaring seperti p38 MAPK, VEGF dan reseptor sel B. Protein tersebut juga berperan dalam proses proses pertumbuhan sel, transduksi sinyal dan aktivasi system imunitas. Pada penelitian ini ditemukan hasil yang signifikan terhadap keterlibatan jalur p38 MAPK terhadap proses apoptosis, dimana ditemukan 19 gen jalur MAPK dengan pemeriksaan PCR pada pasien kanker nasofaring (Fang et al, 2008). Karsinoma nasofaring yang disebabkan oleh infeksi laten virus Epstein Bar, menyebabkan terjadi perubahan pada sel epitel nasofaring. Penelitian Fung Lo et al (2006) dengan metode Polimerase Chain Reaction (PCR), ditemukan supresi p38mapk pada epitel nasofaring yang menyebabkan pertumbuhan sel kanker (Lo et al, 2006). Sinyal ekstraseluler menuju nukleus siklus sel melalui jalur sinyal yang berbeda-beda, dimana jalur MEK/ERK/MAPK adalah jalur yang paling sering diteliti. Overekpresi BRD7 pada sel NPC merupakan hasil regulasi turun dari c- jun, p-mek sehingga terjadi pertumbuhan tumor. Jalur p38 MAPK juga diduga berperan dalam metastase NPC ke kelenjar getah bening regional melalui aktivasi protein ezrin (Minghua, Xiayu, Xiaoling, & Guiyuan, 2009).

16 Gambar 4: Jalur transduksi sinyal dan jaringan komunikasi silang antara gen tumor supresor yang terlibat pada karsinoma nasofaring Penelitian di Cina tahun 2010, pada penderita karsinoma nasofaring yang diberikan terapi Diallyl trisulfide (DATS), menunjukkan adanya keterlibatan p38 MAPK dan caspase-8 dalam proses apoptosis pada sel epitel karsinoma nasofaring (Ji, Ren & Xu, 2010). Penelitian aktivitas preklinik obat anti kanker Gefitinib pada karsinoma nasofaring non keratinizing, menunjukkan supresi epidermal growth factor yang diinduksi oleh aktivasi p-egfr, p-mapk dan p-stat3 (Ma et al, 2010). Penelitian Wan et al 2008, tentang jalur MAPK dan protein Aur-A dengan metode PCR, menemukan bahwa overekspresi MAPK menyebabkan overekspresi dari protein Aur-A, yang merupakan protein yang menyebabkan invasi intrakranial dan peningkatan stadium dari karsinoma nasofaring. Pemberian inhibitor Aur-A menyebabkan penurunan fosforilasi MAPK, sehingga invasi sel epitel karsinoma nasofaring menurun (Wan, et al., 2008)

17 2.6 Kerangka Konsep Infeksi EBV Inflamasi MAPK EGFR JNK ERK p38 MAPK NF-κB TNF-α VEGF COX-2 -angiogenesis - proliferasi sel - penurunan apoptosis = variable yang akan diteliti KNF Umur Jenis Kelamin Histopatologi Ukuran Tumor (T) Ukuran Kelenjar Bening (N) Stadium klinis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring (KNF) merupakan tumor daerah leher dan kepala dengan penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan disekitarnya dan dapat bermetastatis atau menyebar keorgan lain (WHO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun sangat sering dijumpai di Cina Selatan, Afrika Utara, Alaska,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Astrositoma merupakan tumor otak primer yang paling banyak terjadi,

BAB I PENDAHULUAN. Astrositoma merupakan tumor otak primer yang paling banyak terjadi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Astrositoma merupakan tumor otak primer yang paling banyak terjadi, insidensinya mencakup lebih dari 60% tumor otak primer (Louis et al., 2007). Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Salah satu jenis kanker yang memiliki potensi kematian terbesar

Lebih terperinci

ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER

ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER (Epidermal Growth Factor Receptor) ACHMAD MULAWARMAN JAYUSMAN Bandung, 06 Februari 2016 METRO POCKET MAP SIGNALING PATHWAY IN CANCER PENDAHULUAN Pada kasus kanker paru,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak

Lebih terperinci

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru di dunia (Alteri et

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan abnormal pada sel-sel jaringan tubuh. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN

BAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN BAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN V.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Ekspresi hsa-mir-155-5p lebih tinggi 1,13 kali pada plasma darah penderita kanker nasofaring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 Anatomi nasofaring Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid dengan ukuran tinggi 4 cm, lebar 4 cm dan anteroposterior 3 cm. Dinding anterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumor ganas ovarium tipe epitel adalah penyebab kematian kanker ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika Serikat terkena tumor ganas

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring Nasofaring adalah ruangan berbentuk trapezoid dengan lokasi di posterior dari koana, kemudian meluas ke inferior ke bagian batas bawah dari palatum mole.

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung HUBUNGAN FAKTOR USIA, JENIS KELAMIN DAN GEJALA KLINIS DENGAN KEJADIAN KARSINOMA NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013 2014 Resti Arania 1, Sri Maria Puji L 1, Irne Jayanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ  yang tidak mengalami diferensiasi membentuk  . I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang sering terjadi berasal dari jaringan organ email yang tidak mengalami diferensiasi membentuk email. Prosentase ameloblastoma

Lebih terperinci