BAB. I. PENDAHULUAN. Belanda yang bisa berhahasa Indonesia, terhadap aspek tekstual novel Holland:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB. I. PENDAHULUAN. Belanda yang bisa berhahasa Indonesia, terhadap aspek tekstual novel Holland:"

Transkripsi

1 BAB. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Penelitian ini pada awalnya akan memaparkan sambutan mahasiswa Indonesia di Belanda, mahasiswa keturunan Indonesia di Belanda, dan mahasiswa Belanda yang bisa berhahasa Indonesia, terhadap aspek tekstual novel Holland: One Fine Day In Leiden karya Feba Sukmana dengan metode eksperimental. Terkait kondisi tekstual di dalam novel, karya ini ditulis oleh orang Indonesia mengenai Belanda dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, melihat historis hubungan antara Indonesia dan Belanda yang berkorelasi dengan banyaknya mahasiswa Indonesia di Belanda, keturunan Indonesia di Belanda, dan mahasiswa Belanda yang mengkaji Indonesia, penilaian perspektif-perspektif tersebut terhadap novel ini tentu cukup menarik. Pola respon atau putusan nilai masing-masing informan dalam ketiga kategori yang telah disebutkan terhadap novel tersebut akan dikaitkan dengan identitas diri. Hal itu terjadi karena penilaian seorang pembaca akan dipengaruhi oleh storage (penyimpanan dalam memori) baik terhadap persoalan yang diangkat dalam karya sastra atau pengalaman dalam hal estetika di mana pada dasarnya karya sastra merupakan ruang-ruang kosong sehingga pembacalah yang bertugas memberikan pemaknaan 1. 1 Susanto (2012:218), menjelaskan konsep pemaknaan teks sastra oleh Isser bahwa efek membaca karya sastra tidak semata-mata milik teks atau pembaca, tetapi dialektika di antara keduanya. 1

2 Keterkaitan identitas diri para informan dengan novel, lebih melihat bahwa novel tersebut bercerita mengenai Belanda, di mana para informan sama-sama memiliki perspektif tentang Belanda. Perspektif masing-masing informan diasumsikan menghadirkan pola respon yang memiliki kecenderungan tertentu dalam putusan nilai terhadap aspek tekstual di dalam novel tetapi juga memiliki kekhususan yang dapat dimaknai sebagai identitas diri 2. Namun, karena keterbatasan calon informan yang memenuhi kompetensi dalam penelitian ini terutama kategori mahasiswa Belanda, penelitian ini hanya akan melihat penilaian mahasiswa Indonesia di Belanda dan mahasiswa keturunan Indonesia di Belanda. Novel berbahasa Indonesia dengan judul Holland: One Fine Day In Leiden (2013) (selanjutnya disingkat HOFDIL), mengisahkan mahasiswa Indonesia yang menempuh studi S2 di Leiden, Belanda. Kara, tokoh utama di dalam novel tersebut berasal dari Yogjakarta dan tinggal satu tahun di Belanda setelah menyelesaikan studi S-1 di Universitas Indonesia. Tokoh tersebut mengalami negosiasi dengan ruang dan waktu. Diri dalam hal identitas, terkait aspek-aspek personal dirinya seperti memori, identitas personal, suka duka, dan pengalaman-pengalaman yang ia komunikasikan melalui perjumpaan dengan other maupun budaya di Belanda. Ruang dan waktu dalam perpindahan secara geografis yaitu perpindahan fisik dan situasi di Belanda 3. 2 Identitas diri dimaknai sebagai pelibatan memori personal dalam memberikan respon terhadap stimulus dalam konsep psikologi kognitif Solso, Robert L (2007). 3 Suka duka orang Indonesia di Belanda dapat dilihat dalam buku Harry Poeze tahun

3 Terkait fenomena kesusastraan Indonesia, penelitian ini tidak terlepas dari banyaknya novel Indonesia yang menggunakan seting luar negeri akhir-akhir ini 4. Berkaitan tema mengenai Belanda, novel lain yang sama adalah Negeri van Oranje (2009) karya Wahyuningrat dan kawan-kawan. Namun, dalam hal konsepsi sastra, HOFDIL karya Feba Sukmana lebih bisa dipertanggungjawabkan mengingat Negeri van Oranje ditulis oleh beberapa pengarang 5. Penulisan novel ini lahir karena program Setiap Tempat Punya Cerita yang digagas oleh Gagas Media dan bukune, di mana novel ini merupakan representasi pengalaman yang dialami oleh penulisnya. Feba (panggilan akrab Feba Sukmana) menceritakan lokasi dan budaya yang ada di Belanda, berikut perspektifnya tentang iklim, rumah, karnaval, sistem perkuliahan, dan mengenai orang-orang di Belanda 6. Meskipun demikian, hal itu tentu terkait dengan persoalan yang disampaikan oleh Hommi K. Bhabha di dalam The Location Of Culture 7. Mengingat keterbatasan yang dikemukakan oleh pengarang, ada persoalan yang terepresentasikan dan tidak terepresentasikan. Peneliti memiliki dugaan bahwasanya penilaian pembaca terhadap aspekaspek tekstual di dalam novel seperti alur, seting, dan unsur lainnya akan 4 Thompson, Bukunya berjudul Travel Writing menjelaskan fenomena travel writing. 5 Lihat Sulistyo Korelasi Modal terhadap Kontestasi Arena dan Praktik Feba Sukmana Penulis Novel Holland: One Fine Day In Leiden dalam Aspek Pasar, Narasi, dan Penggunaan Bahasa. Jurnal Peotika Vol. II, Nomor 2, Desember Thompson (2011) dalam Furqan, (2016:11) menjelaskan bahwa sastra perjalanan tidak lepas dari peristiwa perpindahan ruang, bahwa melakukan perjalanan adalah melakukan perjalanan antar ruang. Dari perpindahan ruang itu terjadilah pertemuan (ecounters) dengan tempat, manusia, dan budaya yang asing (liyan). Menurutnya sastra perjalanan lahir sebagai respondari konfrontasi atau negosiasi yang muncul dari pertemuan antara diri dan liyan, antara identity dengan alterity, similarity dengan difference. 7 Bhabha (1994) menjelakan persoalan yang terepresentasikan dan tidak terepresentasikan. 3

4 bersinggungan dengan aspek empiris (wawasan dan pengalaman) mengenai halhal yang diceritakan di dalam novel. Di sisi lain, penilaian pembaca terhadap aspek tekstual di dalam novel tentu bersinggungan dengan pengalaman estetik yaitu kompetensi para pembaca dalam hal kesusastraan. Dengan demikian, penilaian dalam penelitian ini akan menghadirkan pola yang terkoneksi dengan aspek tersebut apabila dilakukan oleh pembaca yang memiliki pengalaman setipe dengan tokoh di dalam novel, yaitu mahasiswa yang studi atau tinggal di Belanda. Berkaitan dengan pemilihan pembaca sebagai informan dalam penelitian ini, akan mempertimbangkan dua klasifikasi. Pertama, informan harus menguasai Bahasa Indonesia. Stanley Fish dalam Segers (1978) mensyaratkan pemilihan informed reader 8, agar pemahaman informan terhadap novel lebih bisa dipertanggungjawabkan mengingat bahasa Indonesia tidak digunakan secara luas di Belanda. Kedua, penilaian informan dari kedua kategori sudah melalui pertimbangan agar mendapatkan variasi penilaian. Mereka memiliki pengalaman empiris terkait Belanda dan pengalaman estetis yang tentu berbeda-beda. Pemilihan informan yang menguasai bahasa dalam teks, karena pada dasarnya memahami karya sastra berkaitan dengan pesan melalui sistem tanda semiotik dan informasi. Hal itu seperti yang dikemukakan oleh Segers (1978:12), karya sastra berisi tentang pesan yang dapat dipahami oleh pembaca dengan dasar semiotik dan informasi. Semiotik merupakan lambang-lambang kebahasaan 8 Dalam buku Evaluasi Teks Sastra buku terjemahan Suminto A. Sayuti (200) dijelaskan mengenai konsep Stanley Fish mengenai Informed Reader. 4

5 yang dimunculkan dalam teks yang memiliki makna, sedangkan informasi merupakan proses penyampaian pesan dalam teks terhadap pembaca. A Teeuw (1984: ) mengutip pendapat Jan Mukarovsky menjelaskan mengenai penilaian karya sastra, berkaitan dengan sistem tanda antara pembaca dan karya. Fungsi estetik bukanlah pertama-tama atau sematamata karena kualitas karya seni secara objektif, melainkan tergantung pada aktivitas penikmatnya. Dalam karya seni sebagai fakta semiotik, bukan hasil yang penting dalam karya seni, melainkan proses penemuan makna sendiri. Nilai estetik melatardepankan tindak evaluasi. Menurut pandangan ini, kenyataan yang bukan semiotik ditransformasikan oleh pembaca (dan lain-lain) menjadi arti estetik; the semiotic function foregrounds the subject (fungsi semiotik melatardepankan subjek). Seperti halnya disampaikan oleh Segers dan Teeuw di atas, Umar Junus (1985:38) mengutip pendapat Isser dalam menjelaskan konsep hermeneutik, bahwasanya karya sastra akan menimbulkan kesan tertentu pada pembacanya. Melalui proses pembacaannya akan ada interaksi antara hakikat karya itu dengan teks luar yang mungkin memberikan kaidah dan nilai yang berbeda. Bahkan dapat dikatakan bahwa kaidah dan nilai teks luar akan sangat menentukan kesan yang muncul pada seseorang sewaktu membaca suatu teks karena fenomena ini akan menentukan imaji pembaca dalam membaca teks yang dibacanya. Kutipan-kutipan tersebut menjelaskan bahwa studi resepsi yang mengacu pada perspektif Wolfgang Isser, dalam upaya melihat penilaian pembaca yang 5

6 berkaitan dengan kesan atau efek (wirkung) harus memperhatikan aspek-aspek lain di luar teks. Penilaian pembaca tentu memiliki relevansi dengan pengalaman pembaca terhadap persoalan yang ada di dalam karya dan kompetensi atau pengalamannya terhadap persoalan sastra 9. Wolfgang Isser memberikan contoh bagaimana pelaksanaan teorinya yang mementingkan soal kesan, efek (wirkung). Lebih lanjut Isser memberikan kepada peranan pembaca dalam memahami atau mengkongkretkan suatu karya. Pembaca mungkin akan dapat merekonstruksikan suatu yang tak disebutkan (=nicht-erzahlen), Junus, (1984:47). Penilaian dan sambutan pembaca terhadap sebuah karya tentu berkaitan dengan gudang pengalaman atau storage dan horizon harapan dari masing-masing pembaca. Dengan demikian, melihat penilaian masing-masing pembaca pada perspektif identitas dinilai penting dalam penelitian yang berkaitan dengan evaluasi pembaca terhadap karya sastra, karena penilaian mereka diasumsikan memunculkan kecenderungan tertentu. Identitas yang dimaksud adalah kecenderungan penilaian pembaca dan melihat hubungan antara hal tersebut dengan aspek-aspek pembaca yang diasumsikan mempengaruhi hasil penilaian. 9 Umar Junus mengutip pendapat Ingargen yang mengatakan bahwa karya sastra merupakan struktur yang konstans. Melalui berbagai kecenderungan yang menjadi konkrit ketika ada di tangan pembaca. Dalam karya sastra sendiri hanya ditemui pandangan yang skematis, suatu schemata, yang melalui berbagai kecenderungan persepsi dapat dilihat sebagai struktur yang konstans. Tetapi begitu ia diaktualisasi oleh pembaca, maka ia akan menjadi konkret dengan cara tertentu. Ia diutuhkan kembali melalui data yang konkret, dan cara melaluinya, hal ini dapat dicapai tergantung pada pembacanya. Ia akan mengisi schemata pandangan yang umum tadi dengan suatu hal tertentu, yang berhubungan dengan rasa seni -nya, kebiasaan tanggapan/persepsinya, kecenderungan terhadap suatu mutu tertentu dan tingkat kepadatan (=coherence). Dengan begitu, ia akan berbeda bagi berbagai pembaca. Pembaca juga mengkaitkannya dengan berbagai pengalamannya dan memperkenalkan dunia yang dihidupinya melalui aspek pembentukan dunia itu, dengan mana kehidupan itu sendiri terbentuk, (Junus,1984:30). 6

7 Penilaian informan terhadap aspek tekstual atau instrinsik di dalam novel, dikategorisasi dan digeneralisasi melalui putusan evaluatif dengan pilihan-pilihan jawaban yang disediakan melalui kuesioner. Kesenangan dan pemahaman informan terhadap suatu kategori, dimungkinkan berkaitan dengan aspek psikologis atau wawasannya. Penilaian pembaca memiliki kaitan antara hal-hal yang ia temukan dalam pengalaman hidupnya yang luas dan penilaiannya mereka terhadap karya yang diberi pemaknaan. Hal yang perlu ditambahkan dalam konsep Segers adalah penjelasan tentang putusan nilai para informan terhadap aspek tekstual di dalam novel. Setiap penilaian informan perlu penjelasan terkait penilaian mereka. Mengingat setiap informan memiliki kapasitas dan karakteristik yang berbeda, penilaian informan tidak bisa semata-mata dalam bentuk angka sebagai representasi dari penilaian masing-masing informan melainkan perlu deskripsi untuk menjelaskannya. Pentingnya pertanyaan yang berkaitan dengan hasil jawaban dalam kuesioner adalah untuk menjelaskan, misalnya mengapa informan A lebih memilih memberikan penilaian sangat baik terhadap aspek tertentu dalam novel dan bukan pada pemberian penilaian baik, jelek, atau sangat jelek?. Asumsi penelitian ini, hal tersebut akan berkorelasi dengan pengalaman estetis dan empiris para informan mengingat penjelasan masing-masing informan tentu berkaitan dengan storage sebagaimana konsep Isser terkait memori yang mendasari penilaian pembaca terhadap karya. Dengan demikian, setelah memaparkan hasil penilaian informan terhadap aspek tekstual, perlu ditambahkan analisis yang menghubungkan antara jawaban dalam isi kuesioner dengan 7

8 deskripsi yang berupa alasan para informan dalam memberikan penilaiam terkait isi dalam kuesioner dan karakteristik masing-masing informan sebagai pembaca. Deskripsi terhadap isi kuesioner yang berkaitan dengan pilihan yang telah disediakan, difungsikan sebagai penjelasan putusan nilai mereka dalam memberikan penilaian aspek-aspek instrinsik di dalam novel. Di sisi lain, seperti yang disampaikan oleh Segers (1978) yang juga dibenarkan oleh Sayuti (1998) mengenai pentingnya memperhatikan aspek lain di luar persoalan tekstual, penelitian ini akan mencari relevansi antara putusan nilai dalam kuesioner, pengalaman empiris dan estetis melalui kuesioner instrumental, dan interpretasi informan dalam penjelasan hasil kuesioner sebagai bentuk konkretisasi yang dalam penelitian ini dimaknai sebagai identitas diri. Artinya, penelitian terhadap pembaca dalam konsep ini, memungkinkan dikembangkan dengan penambahan variabel-variabel tertentu dan melihat korelasinya terhadap penilaian para informan terhadap karya sastra. Hasil putusan nilai para informan terhadap novel dengan menggunakan kuesioner dan penjelasan terkait isi kuesioner memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengetahui bagaimana penilaian mereka terhadap novel. Satu sisi kuesioner adalah sumber data awal dan penjelasan isi dalam kuesioner adalah penguat dari hasil kuesioner. Di sisi lain baik kuesioner maupun hasil penjelasan isi dalam kuesioner merupakan material data yang berisi sambutan para informan terhadap novel yang keduanya saling menguatkan. 8

9 Pemilihan Universiteit Leiden sebagai lokasi penelitian ini lebih dikarenakan Leiden dikenal dengan kajian kebudayaan di Belanda khususnya mengenai Indonesia, sehingga (seperti yang disampaikan oleh Stanley Fish) para informan diharapkan memiliki kompetensi yang baik sebagai ideal reader 10. Meski tidak menutup kemungkinan informan penelitian ini diambil dari beberapa kampus berbeda, dengan mempertimbangkan keterbatasan informan penelitian. Pentingnya penelitian ini untuk perkembangan studi sastra adalah belum adanya studi eksperimental dalam kajian Sastra Indonesia yang dilakukan di luar negeri. Hal ini penting karena selain novel tersebut bercerita mengenai Belanda, banyaknya masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa di Belanda memungkinkan penelitian ini untuk dilakukan. Model ini bisa dikembangkan di negara lain yang memiliki permasalahan sama baik dari segi teks maupun keberadaan masyarakat Indonesia di negara tersebut. Dalam hal penggunaan teori, penelitian model ini masih terbatas sehingga diharapkan menjadi tambahan kajian pustaka khususnya dalam Sastra Indonesia. Terlebih pengembangan konsep dengan mengkaitkan variabel untuk melihat persoalan tertentu. Melalui penjabaran latar belakang di atas, Estetika Eksperimental Rien T. Segers digunakan sebagai teori utama dalam penelitian ini. Segers menjelaskan bahwa Estetika eksperimental adalah studi tentang efek-efek motivasional dari karya seni (sastra) terhadap penerimannya (1978:73). 10 Seperti yang dikemukakan Kutha Ratna misalnya, pembaca dalam resepsi sastra disebut dengan beberapa istilah seperti pembaca eksplisit, pembaca implisit, pembaca mahatahu, pembaca yang diintensikan, dan sebagainya. Timbul pula istilah-istilah lain yang didefinisikan sesuai dengan tokoh masing-masing, diantaranya: concretitazion (Vodicka), horizon harapan (Jausz), pembaca implisit dan ruang kosong (Isser), dan kompetensi pembaca (Culler), (Ratna, 2004: ). 9

10 1.2. Masalah, Permasalahan, dan Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini terkait dengan novel HOFDIL yang ditulis oleh orang Indonesia yang menceritakan mengenai Belanda, di mana dalam kehidupan nyata dan dunia pengarang yang luas, akan melahirkan perspektif karya yang relatif sempit. Di sisi lain, para pembaca yang terbagi ke dalam kategori tersebut, memiliki pengalaman terhadap perspektif yang dihadirkan oleh pengarang yang akan mereka komunikasikan dengan pengalaman hidup mereka yang luas terkait kondisi Belanda yang mereka pahami secara empiris. Baik berkaitan dengan empirisme semata dalam kaitannya dengan aspek wawasan maupun pengalaman mereka tinggal di Belanda atau dalam hal memahami karya sastra. Penilaian para informan terhadap teks akan bergantung pada pemahaman mereka mengenai hal-hal yang penulis narasikan di dalam novel. Pemilihan kategori informan yang diasumsikan memiliki latar belakang yang berbeda, akan memunculkan penilaian dengan kecenderungan tertentu. Permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan adanya peristiwa sejarah masa lampau di mana Indonesia merupakan negara bekas jajahan Belanda yang berdampak terhadap kedekatan emosional di antara kedua negara. Dampak sejarah panjang masa lalu itu antara lain banyaknya warga Belanda yang memiliki hubungan darah dengan Indonesia (nenek-moyang) sehingga mereka memiliki kaitan biologis, emosional, dan budaya dengan Indonesia. Di sisi lain dalam perkembangan yang lebih baik, banyak orang Indonesia menuntut ilmu dan tinggal di Belanda dan banyak pula orang Belanda yang terus mempelajari dan mengkaji tentang Indonesia. Melihat banyaknya orang Indonesia yang tinggal di 10

11 Belanda atau sebaliknya yang tercermin pula melalui narasi di dalam novel, ada kiranya pengalaman-pengalaman para informan mengenai Belanda dan Indonesia secara empiris, dapat dikaitkan dengan penilaian terhadap narasi di dalam novel. Rumusan masalah penelitian ini terkait latar belakang di atas, bahwasanya sambutan para informan terhadap aspek tekstual di dalam novel HOFDIL karya Feba Sukmana memiliki relevansi dengan pengalaman empiris para pembaca terhadap Belanda dan pengalaman estetis pembaca mengenai karya sastra. Sambutan informan terhadap aspek tekstual seperti yang dikembangkan oleh Rien T. Segers (1978) dan Suminto A. Sayuti (1998), memiliki kecenderungan tertentu dan memiliki relevansi dengan kondisi latar belakang para informan terkait persoalan yang tercermin di dalam novel. Pertanyaan penelitian yang dapat diajukan berkaitan dengan masalah, permasalahan, dan rumusan masalah adalah; 1) Bagaimanakah putusan nilai para informan terhadap aspek tekstual novel HOFDIL karya Feba Sukmana?; 2) Berdasarkan putusan nilai para informan, bagaimanakah bentuk konkretisasi terhadap penilaian aspek tekstual novel HOFDIL karya Feba Sukmana dan korelasinya dengan pengalaman empiris dan estetis yang dimaknai sebagai identitas diri?. Implementasi pertanyaan penelitian pertama adalah untuk melihat hasil penilaian para informan terhadap pilihan-pilihan yang telah disediakan di dalam kuesioner eksperimental model Yale. Dalam hal ini, penilaian tersebut akan diolah 11

12 dalam analisis statistik dan deskripsinya di mana analisis ini masih merupakan data yang akan dikorelasikan dengan pertanyaan penilitian berikutnya. Implementasi pertanyaan penelitian kedua adalah untuk melihat relevansi antara penilaian para informan terhadap aspek-aspek di dalam novel melalui isi dalam kuesioner dan hasil deskripsi yang merupakan penjelasan dari isi dalam kuesioner. Hal itu akan dihubungkan dengan pengalaman dan wawasan para informan mengenai Belanda dengan segala persoalannya yang digambarkan dalam novel dan kompetensi para informan dalam persoalan sastra. Penjelasan penilaian informan terhadap aspek-aspek di dalam novel pada penjabaran pertanyaan ke dua, akan dikorelasikan dengan pengalaman empiris mengenai narasi di dalam novel (tentang Belanda dan Indonesia) maupun kapasitas dan pengalaman mereka dalam membaca dan memahami karya sastra. Selain penilaian secara umum, dipaparkan pula penilaian terhadap kriteria-kriteria tertentu dalam pertanyaan yang ada di dalam kuesioner yaitu terkait penilaian secara evaluatif dan respon emosional di mana hal ini juga memiliki korelasi dengan pengalaman empiris dan estetis. Dengan demikian, hasil penjelasan para informan terhadap isi dalam kuesioner harus dijabarkan satu persatu sehingga dapat dilihat bahwasanya putusan nilai masing-masing informan terhadap aspek tekstual yang direduksi dalam setiap pertanyaan adalah berbeda-beda. Hal ini juga berfungsi untuk melihat bahwasanya putusan nilai para informan terhadap novel, deskripsi mereka terhadap penilaian dalam kuesioner, dan hubungan antara pengalaman empiris dan estetis merupakan kesatuan yang saling terkait. 12

13 Penggunaan kuesioner model Yale dibandingkan dengan kuesioner model Indiana dalam penelitian ini lebih karena kuesioner model Yale memberikan ruang analisis yang lebih terbuka. Tidak hanya membandingkan antara karya yang dijadikan sebagai objek penelitian dengan karya lainnya. Bahkan, tidak hanya perbandingan antara karya sastra, kuesioner ini memberikan kemungkinan bagi pembaca untuk membandingkan karya dengan hal-hal di luar karya sastra termasuk persoalan yang dapat merefleksikan diri masing-masing informan. 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan setidaknya memberikan dua hasil positif. Pertama, terkait dengan studi eksperimental, penelitian ini diharapkan dapat menambahkan referensi mengingat minimnya penelitian eksperimental khususnya dalam kesusastraan Indonesia. Kedua, berkaitan dengan persoalan dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan referensi korelasi antara pengalaman estetis dan empiris terhadap penilaian karya sastra oleh para pembaca. Pembaca yang dimaksud adalah para informan yang memiliki pengalaman studi di Belanda atau tinggal di Belanda. Karya yang dimaksud adalah karya yang mengangkat isu tentang Belanda dalam hal ini adalah novel HOFDIL karya Feba Suknana Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap novel HOFDIL karya Feba Sukmana belum ada sebelumnya. Mengingat novel tersebut relatif baru yaitu terbit pada tahun Meskipun demikian, penelitian terhadap aspek teoretis yang berkaitan dengan studi eksperimental terhadap karya sastra sudah ada sebelumnya. Penjabaran studi 13

14 terdahulu sebagai tinjauan pustaka berkaitan dengan penelitian eksperimental yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian Suminto A. Sayuti yang berjudul Aspek Pragmatik Komunikasi Sastra (Studi Kasus terhadap Penilaian Guru Bahasa Indonesia SLTP di Yogyakarta terhadap Dua Buah Cerpen Indonesia Modern) yang dilakukan pada tahun Penelitian tersebut menjelaskan bahwa penelitian sastra selama ini lebih menekankan pada aspek tekstual di mana hal itu terjadi karena banyaknya teori maupun kritik yang berkembang yang berkaitan dengan aspek tekstual dalam karya sastra. Dalam jurnal tersebut, Sayuti berpendapat bahwa perlunya keseimbangan studi sastra yang menitikberatkan pada studi terhadap pembaca yang mencoba melihat hubungan teks tertentu terhadap pembaca tertentu pula. Ajaran-ajaran yang memusatkan pada hubungan antara teks dan pembacanya, menurut Segers (1978), sebagian besar penelitiannya diarahkan pada proses interpretatif pembacaan dan bukan pada fase ketika pembaca melakukan value judgemenet kepada teks-teks yang dibacanya. Penelitian ini mencoba mengangkat penilaian pembaca sebagai sasaran utama pengkajian. Oleh karena itu, pertanyaan terpenting dalam penelitian ini dan penting menurut Segers adalah, apakah pembaca memiliki kondisi struktural tertentu yang berkaitan dengan penerimaan suatu teks. Dengan demikian, apa realisasi kondisi-kondisi struktural tersebut dalam situasi penerimaan tekstual yang nyata?. Dengan kata lain, apakah kelompok pembaca tersebut menggunakan sarana khusus yang memainkan kriteria penting dalam pemrosesan, atau lebih spesifik lagi penilaian teks sastra?. Bagaimanakah hubungan antara sarana-sarana sastra yang dipergunakan pembaca 14

15 untuk membongkar kode teks dan struktur teks itu yang kemudian menilainya?. Selanjutnya apabila sarana-sarana tersebut dipertimbangkan sebagai kriteria penilaian terhadap teks tertentu, bagaimanakah kecenderungan kelompok pembaca tertentu dalam menggunakannya?. Penelitian tersebut berupaya menjawab sebagian kecil dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dikemukakan dengan menitikberatkan pada kasus penggunaan dua buah cerpen Indonesia modern dalam hubungannya dengan kelompok pembaca tertentu, yakni para guru Bahasa Indonesia SLTP di Yogyakarta yang sedang mengikuti program Penyetaraan Tatap Muka di FPBS IKIP Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru Bahasa Indonesia SLTP se Yogyakarta yang mengikuti program pendidikan Penyetaraan Tatap Muka di IKIP Yogyakarta yang keseluruhannya berjumlah 134 Orang. Dalam penelitian tersebut, mereka dipertimbangkan sebagai kelompok pembaca sastra Indonesia modern yang masuk dalam kategori sophisticated readers karena dalam kenyataannya sudah lama menjadi guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Dengan demikian, diasumsikan telah memenuhi tiga syarat seperti yang diajukan oleh Stanley Fish (1972) karena diperkirakan telah banyak mempelajari bahasa dan sastra Indonesia. Sementara penentuan sampel dilakukan secara sensus, dalam arti keseluruhan populasi dijadikan sampel penelitian. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa berdasarkan hasil yang diperoleh rata-rata penilaian keseluruhan terhadap cerpen Jodoh sebesar dan untuk cerpen Serpihan Masa Lalu sebesar Kriteria penelitian yang memiliki hubungan terbesar dengan penilaian keseluruhan adalah kriteria kepuasan 15

16 pembaca (.59) untuk cerpen Jodoh dan kriteria wholesness untuk cerpen Serpihan Masa Lalu (.69). Sementara itu yang terkecil hubungannya adalah kriteria permasalahan bagi cerpen Jodoh (.10) dan dapat dipercaya pada bagian cerpen Serpihan Masa Lalu (.01). Kesimpulan penelitian dalam artikel tersebut, menjelaskan bahwa (a) di kalangan guru SLTP yang dijadikan subjek penelitian ini, jenis cerpen konvensional yang coraknya seperti cerpen Jodoh secara keseluruhan lebih disukai atau dinilai lebih baik dari pada jenis cerpen popular yang coraknya seperti Serpihan Masa Lalu. Akan tetapi, apabila dilihat berdasarkan sejumlah kriteria penilaian yang disediakan, baik cerpen Jodoh maupun Serpihan Masa Lalu menunjukkan kecenderungan yang relatif beragam. (b) dalam kaitannya dengan cerpen konvensional semacam Jodoh, penilaian keseluruhan yang dilakukan oleh responden dalam penelitian ini lebih dirasionalisasikan dengan penggunaan bahasa, ironi, dan kepuasan pembaca dari pada oleh ke tujuh belas kriteria lainnya. Sementara itu, dalam kaitannya dengan cerpen popular semacam Serpihan Masa Lalu, penilaian keseluruhan yang diberikan oleh responden penelitian ini lebih dirasionalisasikan oleh kriteria wholeness, tema, minat pembaca, dan plot dari pada ke enam belas kriteria penilaian lainnya. Kedua, skripsi Hary Sulistyo dengan judul Resepsi Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia UNS Angkatan 2010 terhadap Laskar Pelangi: Analisis Estetika Eksperimental tahun 2012, menyimpulkan bahwa hasil interpretasi kesepuluh mahasiswa sebagai informan memiliki penilaian yang berbeda-beda. Meskipun adanya kesamaan penilaian terhadap aspek tertentu terhadap Laskar Pelangi, 16

17 namun alasan penilaian mereka berbeda-beda di mana hal itu sangat berkaitan dengan pengalaman mereka secara neurosis seperti yang dikemukakan dalam konsep Sigmund Freud. Selain itu, hasil kecenderungan penilaian para informan terbagi ke dalam dua klasifikasi. Klasifikasi pertama, informan nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 memiliki penekanan terhadap aspek tekstual dalam Laskar Pelangi. Klasifikasi kedua, informan nomor 4 menekankan interpretasi pada aspek nontekstual, yaitu berkaitan dengan Andrea Hirata di mana ia memiliki cita-cita untuk menjadi pengarang. Dampak atau efek psikologis yang muncul dalam diri Informan terhadap Laskar Pelangi memiliki signifikansi yang berbeda-beda. Pembaca pertama memiliki perubahan pandangan kehidupan yaitu mengenai rasa syukur; pembaca kedua memiliki semangat yang tinggi dalam menjalani kehidupan; pembaca ketiga termotivasi untuk belajar lebih giat lagi; pembaca ke empat merasa termotivasi; pembaca ke lima mensyukuri atas segala hal yang dimiliki; pembaca ke enam termotivasi untuk studi lanjut ke luar negeri; pembaca ke tujuh semangat dalam menjalani kehidupan; pembaca ke delapan termotivasi untuk menjalani kehidupan; pembaca ke sembilan termotivasi untuk meraih cita-cita; dan pembaca ke sepuluh termotivasi belajar lebih giat lagi. Kesamaan kedua penelitian di atas dengan penelitian ini adalah melakukan eksperimen narasi sastra kepada pembaca yang mencakup kategori tertentu. Penelitian di atas memberikan perlakuan eksperimental karya sastra ke pada kelompok guru SLTP untuk penelitian pertama dan terhadap kelompok mahasiswa pada penelitian kedua. Penelitian ini selain akan memberikan 17

18 perlakuan eksperimental kepada dua kategori pembaca yang berbeda yaitu mahasiswa Indonesia yang studi di Belanda dan mahasiswa Belanda keturunan Indonesia, konsep penelitian ini tidak hanya melihat penilaian informan terhadap karya sastra tetapi juga melihat relevansi aspek-aspek personal yaitu terkait persoalan empiris dan estetis dalam penilaian para informan terhadap karya sastra. Terkait implementasi metode, penelitian Sulistyo (2012) melewatkan sebuah fase yaitu melihat penilaian informan dengan menggunakan hitungan statistik dalam menilai aspek tekstual terhadap karya sebagaimana yang dilakukan oleh Rient T. Segers. Penelitian ini menggunakan klasifikasi angka sebagai bentuk penjabaran penilaian informan di dalam kuesioner dengan kriteria; penilaian sangat jelek mendapatkan poin (10), penilaian jelek mendapatkan poin (5), penilaian baik mendapatkan poin (5), dan penilaian sangat baik mendapatkan poin (10), di mana penilaian sangat mendapatkan poin yang lebih tinggi. Hal itu berkaitan dengan tingkat pemahaman informan bahwasanya penilaian sangat (baik dalam hal sangat baik dan sangat jelek ) diasumsikan memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi dan memiliki putusan aspek emosional yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penilaian baik dan jelek. Validasi putusan tersebut dipertanggungjawabkan dengan pertanyaan dalam wawancara misalnya; mengapa Anda mengatakan bahwa tema dalam novel ini sangat jelek?. Segi positif penelitian ini dibandingkan dengan konsep penelitian yang dilakukan oleh Rien T. Segers adalah mengenai pertanggungjawaban terhadap isi kuesioner. Dalam hal ini, isi kuesioner terutama terhadap karya sastra, tentu tidak hanya berupa jawaban terhadap pilihan yang telah disediakan di dalam kuesioner 18

19 karena hal itu membutuhkan pertanggungjawaban yang lebih mengenai pemilihan terhadap jawaban yang telah disediakan. Pertanggungjawaban isi dalam kuesioner adalah dengan metode wawancara. Di sisi lain, penelitian ini sudah mengembangkan fase lain dalam model penelitian eksperimental, yaitu seperti yang disarankan oleh Rien T. Segers dengan melihat aspek psikologi maupun sosial budaya para informan di mana dalam penelitian ini dengan melihat aspekaspek psikobiografi informan, berkaitan dengan konsep neurosis Sigmund Freud. Meski Sayuti (1998) dalam jurnal tersebut telah memaparkan konseptual penelitian dengan baik mengenai studi eksperimental model Rient T. Segers, tetapi seperti kesadaran Sayuti yang dikemukakan pada poin ke empat terkait kekurangan penelitian pada jurnal tersebut yaitu mengenai belum dilibatkannya variabel ekstraliterer seperti latar belakang sosial-budaya dan psikologi subjek penelitian, menyebabkan elaborasi hasil penelitian ini belum dapat menjangkau dimensi-dimensi yang lebih luas. Seperti halnya yang juga disarankan oleh Segers (1978) dan konseptual penelitian yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka penilaian eksperimental terhadap kelompok pembaca dengan mempertimbangkan aspek personal atau latar belakang pembaca dan menghubungkan korelasi antara sambutan dan aspek tersebut dinilai penting sebagai bentuk pengembangan penelitian. Dalam hal ini, Faruk (2012: 11) menjelaskan mengenai landasan kerja ilmiah sebuah penelitian; Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan mengenai aturan atau mekanisme yang ada di balik gejala-gejala empirik yang berlaku secara umum, universal. Karena sifatnya universal itu, pengetahuan ilmiah tidak pernah final. Pengetahuan sebelumnya harus terus diuji secara empirik 19

20 maupun rasional dengan mengacu kepada kasus-kasus baru yang mungkin belum terjamah, pengujian yang pada gilirannya akan membenarkan atau menyangkal, mengukuhkan atau pun mengubah pengetahuan ilmiah sebelumnya, baik yang menyangkut fakta-fakta empirik maupun sistematikanya. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh secara akumulatif, tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan yang sudah diperoleh sebelumnya dan tidak dapat dilepaskan dari tuntutan akan pengujiannya di masa kini maupun di masa depan. Melalui studi terdahulu yang telah dipaparkan, penelitian ini akan melihat dua perspektif positif dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pertama menerapkan metode estetika eksperimental model Rien T. Segers sebagaimana yang telah diterapkan oleh Sayuti (1998) sebagai pondasi penelitian eksperimental dalam studi sastra yaitu dengan melakukan pengukuran penilaian pembaca dengan model statistik. Meskipun pada panalitian ini tetap ada modifikasi-modifikasi terkait persoalan populasi dan sampel. Kedua, penelitian ini juga akan mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Sulistyo (2012) sebagai bentuk pengembangan penelitian eksperimental yaitu melihat dampak psikologis. Melalui bentuk penjelasan isi dalam kuesioner secara deskriftif, penelitian ini akan melihat kategori pertanyaan yang diasumsikan mempengaruhi pola evaluasi informan terhadap aspek tekstual novel sebagai cerminan identitas diri Landasan Teori Estetika Eksperimental Rient T. Segers. Landasan teori dalam penelitian ini terkait konsep teoretis Rien T. Segers. Vitur-vitur teori dalam kerangka teoretik Segers antara lain adalah terkait karya sastra sebagai tanda dalam proses komunikasi, semiotika dan teori informasi, hubungan antara teks sastra dan pembaca, estetika resepsi, psikologi sebagai metode dalam penelitian eksperimental, dan struktur putusan nilai sastra. 20

21 Karya Sastra sebagai Tanda dalam Proses Komunikasi Konseptualisasi teoretik yang dibangun oleh Rien T. Segers di dalam penelitiannya, merupakan penggabungan dari beberapa konsep. Secara garis besar, pemikiran Segers banyak dipengarui oleh teori komunikasi, semiotik, estetika resepsi, dan psikologi. Pada bagian semiotika dan teori komunikasi, Segers mengadopsi pemikiran Doede Nauta terkait perbedaan konsep dan ukuran-ukuran informasi. Nauta menganggap semiotik sebagai disiplin yang paling tepat untuk merealisasikan semiotik sebagai satu jenis fisiologi pemindahan informasi. Nauta menganggap sistem konseptual signal-sign-symbol di satu pihak dan signal-signsymbol di satu pihak dan syntactic-semantics-pragmatics di lain pihak sebagai hal yang sangat penting bagi proses informasi; karena kedua sistem ini berasal dari semiotik. (Nauta dalam Segers, 2000:4). Kaitannya antara semiotik dan komunikasi, seperti yang dijelaskan oleh Segers dalam mengutip pendapat Umberto Eco, terkait skema situasi proses penyampaian pesan sebagai berikut. Noise Source transmitter signal channel signal receiver message Destination Code Diagram 1. Model komunikasi Umberto Eco (Eco, 1976). 21

22 Melalui bagan di atas, Segers menjelaskan tentang proses komunikasi yang berdasar pada pemaparan Umberto Eco terkait situasi komunikatif. Segers (1978) yang diterjemahkan oleh Sayuti (2000:8), menjelaskan bahwa; komunikasi tersebut dicontohkan pada bendungan di mana seorang ahli mesin menghadapi persoalan tingginya genangan air dengan radar pelampung yang diposisikan sebagai source sumber informasi. Apabila genangan air yang diukur oleh pelampung sudah pada tingkat bahaya, secara otomatis transmitter pengirim akan memancarkan signal listrik melalui channel saluran hingga sampai ke receiver penerima. Alat tersebut mengubah informasi menjadi pita bergaris dan memberikan sebuah message pesan bagi suatu apparatus destination sasaran. Dalam kondisi ini, destinasi dapat memberikan respon mekanis untuk membuka pintu air ( ). Korelasi kutipan di atas dalam hal proses komunikasi terhadap teks yang melalui interpretasi atau sambutan pembaca, dapat dijabarkan melalui beberapa fase. Source dalam hal ini dapat dianalogikan sebagai persoalan yang diangkat dalam karya. Transmitter atau pengirim adalah pengarang. Signal adalah bentuk aksi dari pengarang yaitu menuliskan source sumber yang diangkat. Channel atau saluran dalam hal ini adalah bahasa yang terwakili oleh huruf-huruf baik pada tingkat, sintaksis, semantik, maupun pragmatik dalam bentuk teks. Signal yang kedua adalah source yang sudah dituliskan oleh pengarang dan sudah dipengaruhi oleh subjektivitas pengarang. Receiver dalam hal ini adalah penerbit yang menerima source ke dua yang berupa isu atau persoalan yang diangkat dan dikirim oleh transmitter atau pengarang dalam bentuk tulisan atau channel. Karya 22

23 yang telah tercetak akan memberikan message atau pesan yang nantinya akan dikirim kepada destination atau tujuan yaitu para pembaca. Proses secara menyeluruh dari fase kerja transmitter hingga pada message adalah merupakan code di mana destination dalam hal ini adalah pembaca yang memiliki tugas dan wewenang untuk memahami dan menilai source yang sudah dikemas tersebut. Seperti halnya proses komunikasi yang digambarkan pada diagram di atas, proses komunikasi karya sastra sering kali terjadi perbedaan pemahaman tentang code yang dikirimkan oleh transmitter. Dalam hal ini, pengiriman code memiliki kemungkinan terjadinya noise di mana pembaca baik dalam jumlah besar atau per individu, mengalami kesulitan atau kurang memahami source yang dikiriman oleh transmitter melalui proses yang panjang. Korelasinya dengan penelitian ini, source yang ditulis oleh pengarang melalui karyanya, akan menghasilkan interpertasi yang memiliki kemungkinan berbeda-beda pada tataranan destination yaitu para pembaca sehingga menghadirkan sambutan yang berbeda-beda pula. Terjadinya noise dalam interpretasi pembaca bukan persoalan yang berdampak fatal bila dibandingkan dengan noise yang terjadi pada sistem informasi bendungan sebagaimana dicontohkan di atas. Pada sub bab terakhir dalam bab terakhir penelitian ini, terjadinya noise akan disinggung karena merupakan hal yang menarik di mana hal itu merupakan fase penambahan yang selama ini belum dilakukan oleh Segers (1978) maupun Sayuti (1998). Proses komunikasi teks sastra oleh pembaca, noise bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, source yang diangkat oleh pengarang adalah source yang 23

24 tidak banyak dipahami oleh pembaca. Kedua, ada kemungkinan noise muncul pada fase signal yang ke dua, di mana source yang ditulis oleh pengarang, menghadirkan kode yang berbeda dengan yang dipahami oleh pembaca. Menginggat dunia pengarang yang luas, tentu berpengaruh terhadap karya yang dihasilkan, yaitu adanya hal yang hilang atau ditambahkan berdasarkan subjektivitas pengarangnya. Persoalan dalam meneliti sambutan pembaca terhadap karya sastra adalah adanya perbedaan pemahaman source yang diangkat oleh transmitter dengan pengalaman dan pemahaman pembaca. Seperti yang telah peneliti kemukakan di atas, persoalan ini adalah hal yang menarik untuk dibahas terkait aspek-aspek noise tersebut. Dalam hal ini, noise bisa diartikan dengan perbedaan perspektif oleh pembaca terhadap source yang diangkat oleh transmitter di dalam karyanya. Skema pelacakan noise antara karya dan pembaca dapat dilihat dari statemen-statemen yang disampaikan oleh informan terkait hasil penilain mereka terhadap novel. Dalam hal ini, penjelasan informan terhadap hasil penilaiannya memberikan petunjuk atas persepsi mereka terhadap karya yang dieksperimenkan Semiotika dan Teori Informasi dalam Studi Sastra (Richards, 1929 dalam Segers 1978:13) mengemukakan bahwa seni merupakan bentuk tertinggi dari aktivitas yang komunikatif. Studi tentang seni dapat digambarkan sebagai suatu hal yang berkaitan erat dengan semiotik dan teori informasi. Teori sastra yang berorientasi pada teori informasi dan semiotik menganggap teks sastra berdiri atas seperangkat tanda yang merupakan bagian 24

25 dari proses komunikasi antara teks dan pembaca apabila teks dibaca oleh pembaca. Teks sastra dilihat sebagai suatu pesan yang dicerna (decoded) oleh pembaca (receiver) dan dikirim (encoded) oleh pengirim (sender). Segers menjelaskan tentang korelasi antara formalisme Russia dalam hal ini terkait teori semiotik dan studi sastra. Segers mengutip pendapat Lotman dalam kaitannya dengan bahasa, sebagai kode yang dalam semiotika disebut suatu sistem yang diatur, yang berperan sebagai sarana komunikasi, dan yang memaknai tanda-tanda, Lotman dalam Segers (2000:14). Hal itu dipaparkan oleh Segers secara lebih jelas dalam kutipan berikut ini. Teori dasar Lotman memiliki implikasi bahwa seni adalah suatu jenis bahasa sekunder dan oleh karena itu karya seni adalah teks dalam bahasa ini. Jika suatu karya seni memberi tahu kepada penikmat (penerima) tentang sesuatu, maka suatu perbedaan harus dibuat antara pesan di satu pihak dan bahasa di lain pihak. Bahasa atau kode adalah sistem abstrak, yang harus dimiliki oleh pengirim dan penerima, paling tidak untuk dapat berkomunikasi. Pesan adalah teks dari mana informasi diambil. Perbedaan yang paling penting antara pesan artistik individual dan bahasa artistik dapat dijelaskan sebagai berikut: bahasa artistik menyajikan suatu model tentang dunia dalam kategori-kategorinya yang paling umum, sementara pesan artistik menyajikan situasi yang lebih spesifik yang didasarkan atas pemilihan dari kategori-kategori umum tersebut. Jika seorang pengarang memilih suatu genre atau gaya khusus, sesungguhnya ia menunjukkan suatu pilihan tehadap bahasa yang diharapkan oleh pengarang dapat membuat kontak dengan pembaca. Jelas bahwa pemilihan bahasa biasanya termasuk periode tertentu atau budaya tertentu. Dalam konteks ini penting untuk dicatat bahwa nilai informasi bahasa dan pesan akan bervariasi sesuai dengan struktur kode, tuntutan, dan harapan-harapan penerima, Lotman dalam Segers (2000: 14). Dalam hal proses komunikasi sastra, Dietar Janik menyatakan bahwa dari sudut pandang teori komunikasi, tiga lapisan komunikasi dapat dikenali dalam 25

26 lapisan teks sastra. Lapisan pertama berkenaan hubungan komunikasi pengarang, teks, dan pembaca. Lapisan ke dua dan ke tiga didapati dalam teks itu sendiri: tingkatan kedua terdiri atas komunikasi antara narator dan pembaca implisit (implied reader, merujuk pada peran pembaca dalam teks); tingkatan ke tiga terdiri atas hubungan komunikasi timbal balik antarpelaku dalam teks. Dalam hal ini, pembicaraan difokuskan pada lapisan komunikasi pertama, yaitu antara pengarang, teks, dan pembaca, (Segers, 1978:15). Segers mengutip pendapat Roman Jakobson dalam hal penjelasan historis proses komunikasi teks sastra, Tulisan terkenal terkait pemikiran Jakobson tersebut berjudul Linguistics and Poetic. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut. Roman Jacobson adalah salah seorang teoritikus yang pertama-tama berusaha menjelaskan proses komunikasi teks sastra. Dalam artikelnya yang terkenal, Linguistics and poetic, Jakobson menerangkan ada enam fungsi bahasa yang berbeda, yang merupakan faktor-faktor pembentuk dalam setiap jenis komunikasi verbal. ADRESSER PENGIRIM mengirimkan suatu MESSAGE PESAN kepada seorang ADRESSE YANG DIKIRIMI. Agar operatif, person tersebut memerlukan CONTEXT KONTEKS yang menunjukkan pada( ), sehingga dipahami oleh yang dikirimi dan dapat diverbalisasikan; suatu CODE KODE secara penuh atau paling tidak sebagian, umum bagi pengirim dan yang dikirimi (atau dengan kata lain bagi pembuat kode dan pengarti kode); dan akhirnya, suatu CONTACT KONTAK, suatu saluran fisik dan hubungan psikologis antara pengirim dan yang dikirimi, memungkinkan keduanya memasuki dan berada dalam komunikasi, Jakobson dalam Segers (2000:15-16). Secara konseptualisasi penelitian, Segers melihat penilaian karya sastra semata-mata dipengaruhi oleh konsep semiotika (tanda) dan komunikasi. Di mana baik karya sebagai sebuah tanda dan pembacaan karya sastra oleh seorang 26

27 pembaca harus didasari oleh pemahaman pembaca itu sendiri yang dalam hal itu Segers menyebutnya sebagai saluran komunikasi (Segers, 1978:17) Hubungan Antara Teks Sastra dan Pembaca Rien T. Segers dalam bukunya membahas posisi Estetika Resepsi dalam penelitian evaluasi teks sastra. Teori estetika resepsi sangat penting bagi penelitian Evaluasi Teks Sastra atau penelitian Estetika Eksperimental. Estetika Resepsi banyak bertumpu pada konsep-konsep yang diderivasikan dari Strukturalisme Praha dan Formalisme Rusia, yang dalam beragam tingkatan telah menyuarakan dirinya tentang masalah-masalah evaluasi, Segers, (2000:29). Pendapat Segers terkait posisi Formalisme Rusia dalam kaitannya dengan Estetika Resepsi adalah kutipannya terhadap pendapat Tynjanov. Jurij Tynjanov adalah tokoh Formalisme Rusia yang paling bertanggungjawab dalam mengkaitkan evolusi historis sastra dengan sikap-sikap perubahan pembaca terhadap teks sastra. Dalam pandangannya, teks sastra bukanlah sarana yang statis untuk mengungkapkan keindahan yang permanen, melainkan konstruksi bahasa yang menghimbau tanggapan pembaca dan harus diterima sedemikian rupa. Sarana-sarana yang baru atau yang hampir terlupakan harus diperkenalkan untuk menghasilkan sebuah teks yang harus memberi minat pembaca karena ciri-cirinya yang berbeda dengan teks-teks sebelumnya (..), Segers, (2000:29). Lebih lanjut, Segers menjelaskan pemikiran Tynjanov yang merupakan pemikir Formalisme Rusia terkait sarana sastra. 27

28 Seperti tokoh-tokoh Formalisme Rusia lainnya, Tynjanov menekankan differential quality kualitas pembeda suatu karya sastra, yakni potensipotensinya untuk mendeotomatisasi cara-cara yang sudah usang tentang ekspresi dan observasi, baik yang ada di dalam maupun di luar rangkaian sastra Tynjanov 1927 dalam Segers (2000:29). Definisi sastra Tynjanov oleh karena itu dirumuskan dengan rujukan evolusi kesastraan. Tynjanov menerima bahwa sarana sastra, yang tampaknya mendasar dan utama, (kenyataan) secara terus menerus berubah dan tidak memberi ciri seperti itu. Ini juga mengimplikasikan konsep estetis dalam arti beautiful keindahan (..). sastra merupakan konstruksi bahasa yang dialami hanya sebagai konstruksi. Jadi, sastra merupakan sebuah konstruksi bahasa yang dinamik, Segers (2000:29-30). Posisi Strukturalisme Praha dalam pengaruhnya terhadap teori Estetika Resepsi seperti kutipan Segers terkait pandangan Vodica dan Mukarowsky dalam memandang komunikasi sastra antara pengarang dan pembaca. Strukturalisme Praha sangat tertarik pada komunikasi pengarang terhadap pembaca. Mereka menggambarkan sastra sebagai proses komunikasi, sebagai suatu dialog yang terus menerus antara pengarang dan pembaca. Cara berpikir Mukarowsky sebagai ahli semiotik dan demikian memberikan konsekuensi penting: tanda tekstual mempertahankan kemerdekannya dengan perhatian pada proses komunikasi. Sebuah teks bukan kejiwaan langsung tentang kejiwaan pengarang dan bukan pula refleksi kejiwaan pembaca. Lagi pula, meskipun posisinya dalam proses komunikasi adalah sentral dan merdeka, teks kehilangan karakter absolutnya, yakni konstruksi formal yang ditetapkan selamanya ( ), Gunther 1972 dalam Segers (2000:30-31). Segers lebih lanjut menjelaskan terkait konkretisasi yang dilakukan oleh pembaca terhadap karya sastra. Pembentukan objek estetis yang mendasarkan diri pada artefak disebut concretation konkretisasi, istilah yang dibakukan oleh 28

29 sarjana Polandia, Roman Ingarden dan diperkenalkan oleh Felix Vodica dalam sekolah Praha. Sedangkan Mukarowsky meyakini akan hubungan yang kuat antara artefak dan objek estetis untuk memutuskan nilai estetis. Hal ini mengingatkan pada tiga konsep strukturalisme praha, yaitu fungsi estetik, norma estetik, dan nilai estetik Posisi Estetika Resepsi dalam Penelitian Eksperimental. Terkait dengan aspek teori, estetika eksperimental Rient T. Segers banyak dipengaruhi oleh pemikiran Wolfgang Isser dan Hans Robert Jauss. Mengadopsi pemikiran Jauss, Rient T. Segers melihat bahwa tanggapan pembaca terhadap karya sastra dipengaruhi oleh konsep horizon of expectations (dalam bahasa Jerman ewartungs-horizont) cakrawala atau horizon harapan, yang disusun dengan sarana (1) norma generik yang terkenal yang dipaparkan oleh teks yang dibaca oleh pembaca; (2) pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap keseluruhan teks yang telah dibacanya sebelumnya; dan (3) kontras antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk menerima teks baru di dalam cakrawala harapannya yang sempit dan cakrawala hidupnya yang luas (Jauss dalam Segers, 1978:36). Pembacaan Rient T. Segers terhadap pemikiran Norbert Groeben memberikan definisi kaitan antara resepsi sastra dengan pendekatan psikologi. Groeben mengutarakan mengenai pendekatan empirik dalam studi sastra bahwa penelitian empirik mengimplikasikan penelitian tentang reaksi-reaksi pembaca yang riil (Segers,1978:38). Segers juga mengutip pendapat D.E Berlyne mengenai 29

30 estetika eksperimental, konsep eksperimental berkaitan dengan nama cabang psikologi, estetika eksperimental, yakni eksperimental yang sebenenarnya Segers,(1978:39). Kaitan pemikiran Rient T. Segers terhadap tanggapan pembaca yang dipengaruhi oleh pemikiran Wolfgang Isser adalah berkaitan dengan artikel Isser yang berjudul Die Wurkliceit der Fiction. Dalam artikel tersebut, Isser mengajukan beberapa saran yang mendukung tekstabilitas studi sastra. Dia tidak melihat fiksi hanya sebagai satu entitas (kesatuan) sendiri, tetapi juga sebagai struktur komunikasional. Oleh karena itu, pertanyaan kuno yang diajukan ke pada sastra harus diganti dengan pertanyaan baru: fokus tidak lagi pada arti sastra, tetapi pada pengaruhnya (Segers, 1978:40). Dalam lapangan psikologi, experimental esthetics estetika eksperimental menghasilkan sejumlah eksperimental yang menarik dan penting. Dalam kontrasnya dengan unsur instrinsik, estetika resepsi terutama menitikberatkan pada masalah konkretisasi pembaca terhadap teks sastra (Segers, 1878: 45). Tugas estetika resepsi dalam kaitannya dengan interpretasi ialah untuk menyelidiki konkretisasi pembaca terhadap teks sastra (Segers, 1978:45). Konsep Wolfgang Isser mengenai konkretisasi teks sastra seperti yang dikutip oleh Rien T. Segers, tentu berkaitan dengan sambutan pembaca dalam ranah wirkung. Hal itu mempengaruhi pemikiran Rient T. Segers dalam memandang bahwa studi resepsi memiliki kaitan yang erat dengan pola-pola interpretasi pembaca terhadap karya sastra yang berkaitan dengan bagaimana 30

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Studi Terdahulu. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Studi Terdahulu. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Studi Terdahulu Penelitian mengenai resepsi sastra sudah banyak dilakukan sebelumnya. Begitu juga dengan analisis

Lebih terperinci

BAB. V PENUTUP. Kesimpulan. Evaluasi informan terhadap novel HOFDIL karya Feba Sukmana

BAB. V PENUTUP. Kesimpulan. Evaluasi informan terhadap novel HOFDIL karya Feba Sukmana BAB. V PENUTUP. Kesimpulan Evaluasi informan terhadap novel HOFDIL karya Feba Sukmana memberikan bentuk penilaian yang bervariatif. Baik korelasinya dengan hasil penilaian terhadap novel maupun dalam kategori-kategori

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki karakteristiknya sendiri. Abrams (Teeuw, 1988: 50) dalam bukunya yang berjudul The Mirror

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu benda budaya yang dapat ditinjau dan ditelaah dari berbagai sudut. Teks-teks sastra bersifat multitafsir atau multiinterpretasi. Isi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

Seminar Pendidikan Matematika

Seminar Pendidikan Matematika Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya sastra terdapat kenyataan yang dialami oleh masyarakat itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra. Orientasi penelitian sastra yang masih terbatas menghasilkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada aspek pendidikan (pesan) yang disampaikan pengarang melalui karya-karyanya dengan menggunakan kajian semiotika. Adapun subjek penelitiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media bahasa merupakan salah satu media yang digunakan oleh seorang sastrawan untuk menyampaikan karya seni yaitu sebuah karya sastra untuk para pembaca. Keindahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada diri pembaca. Karya juga merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing)

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) KARYA TULIS ILMIAH Laporan Hasil Penelitian Buku Ilmiah Buku Ajar (Buku Teks) Kritik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Menurut Moeliono (2002:701) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Menurut Moenir (2001:16) kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Sastra banyak diminati masyarakat karena bersifat mendidik dan menghibur (sebagai bacaan). Selain

Lebih terperinci

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia Perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb)..(kubi, 2002); Wujud transformasi: terjemahan, salinan, alih huruf,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

RESEPSI SISWA TERHADAP PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR. Oleh Buyung Munaris Kahfie Nazaruddin

RESEPSI SISWA TERHADAP PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR. Oleh Buyung Munaris Kahfie Nazaruddin RESEPSI SISWA TERHADAP PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR Oleh Buyung Munaris Kahfie Nazaruddin Email: buyunga50@gmail.com ABSTRACT The problem in this research was the reception of students

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai objek penilaian merupakan sebuah cermin bagi setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang ada di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Sebuah karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai penikmat karya. Selain itu, pembaca juga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam bahasa yang digunakan sebagai wujud pemaparan gagasan yang merujuk pada bentuk komunikasi karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan juga pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keindahan

Lebih terperinci

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK 3. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Lotman (dalam Supriyanto, 2009: 1) menyatakan bahwa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Lotman (dalam Supriyanto, 2009: 1) menyatakan bahwa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang digunakan pengarang untuk menyampaikan buah pikiran dan imajinasinya dalam proses penciptaan karya sastra. Hal ini menyiratkan bahwa karya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan perasaan yang dimilikinya. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang mengambil kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114).

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114). Suatu karya sastra menampilkan pelbagai permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik 347 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam karya sastra Indonesia modern pascaproklamasi kemerdekaan ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik sebagai tokoh

Lebih terperinci

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. memberikan pemaparan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini. Penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. memberikan pemaparan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini. Penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dengan cara memberikan pemaparan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ODHA, OHIDA, Akademisi, Tanggapan dan Penerimaan 1.PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci : ODHA, OHIDA, Akademisi, Tanggapan dan Penerimaan 1.PENDAHULUAN TANGGAPAN ODHA, OHIDA KOTA PADANG DAN AKADEMISI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS TERHADAP NOVEL POSITIF KARYA MARIA SILVI (TINJAUAN RESEPSI SASTRA) Oleh : Yosefintia Sinta ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

PENERIMAAN BUKU NASKAH DRAMA KACA (SEHIMPUN NASKAH LAKON)

PENERIMAAN BUKU NASKAH DRAMA KACA (SEHIMPUN NASKAH LAKON) PENERIMAAN BUKU NASKAH DRAMA KACA (SEHIMPUN NASKAH LAKON) OLEH ANGGOTA TEATER KAMPUS DI KOTA PADANG (TINJAUAN RESEPSI SASTRA) Oleh: Alvin Sena Bayu Prawira ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menggambarkan kehidupan baik kehidupan dari diri pengarang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menggambarkan kehidupan baik kehidupan dari diri pengarang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia semakin kompleks seiring perkembangan zaman. Manusia dilahirkan dengan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya. Perasalahan hidup manusia dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi 58 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia, sebagai salah satu identitas atau pembeda dari bangsa lain, selain sebagai bahasa persatuan juga berkedudukan sebagai bahasa negara dan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti tulisan, istilah dalam bahasa Jawa Kuna berarti tulisan-tulisan utama.

BAB I PENDAHULUAN. berarti tulisan, istilah dalam bahasa Jawa Kuna berarti tulisan-tulisan utama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan salah satu objek kajian yang selalu menarik untuk diteliti karena karya sastra mengisyaratkan gambaran hidup dan kehidupan manusia yang luas dan kompleks.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Interaksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan pedoman terhadap suatu penelitian sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

Jurnal Poetika Vol. III No. 2, Desember 2015

Jurnal Poetika Vol. III No. 2, Desember 2015 KORELASI MODAL TERHADAP KONTESTASI ARENA DAN PRAKTIK FEBA SUKMANA PENULIS NOVEL HOLLAND: ONE FINE DAY IN LEIDEN DALAM ASPEK PASAR, NARASI, DAN PENGGUNAAN BAHASA Hary Sulistyo Sastra Indonesia FIB UNS Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah seni yang banyak memanfaatkan simbol atau tanda untuk mengungkapkan dunia bawah sadar agar kelihatan nyata dan lebih jelas, pengarang menggunakan

Lebih terperinci

UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA

UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA KARYA UMAR KAYAM SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA DI SMA Sun Suntini Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Cerpen atau cerita pendek termasuk salah satu karya sastra fiksi yang berbentuk prosa naratif. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen

Lebih terperinci

RANCANGAN KEGIATAN PERKULIAHAN

RANCANGAN KEGIATAN PERKULIAHAN RANCANGAN KEGIATAN PERKULIAHAN I. Identitas Mata Kuliah Mata Kuliah : Théorie de la Littérature Française Kode Mata Kuliah : PRC 207 Jurusan : Pendidikan Bahasa Prancis Pengampu : Dian Swandayani, M.Hum.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci