PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN"

Transkripsi

1 i PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN ph) DI SEKITAR LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN PARUBAHAN HARAHAP DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 i PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN ph) DI SEKITAR LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN PARUBAHAN HARAHAP Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

3 i SUMMARY PARUBAHAN HARAHAP. The Effect of Organic Waste Addition after Harvesting Compost on the Infiltration Rate and Soil Properties (Organic C, Total N and ph) around LRB in Settlement Areas. Supervised by KAMIR RAZIUDIN BRATA and WAHYU PURWAKUSUMA. Several previous studies indicated that biopore infiltration hole known as lubang resapan biopori (LRB) can be used to increase the infiltration rate in some different settlement locations, by using domestic organic wastes. The study was a continuation of using LRB after removing compost out the hole. The objective of this study was evaluating the effect of organic wastes additions on the infiltration rate of LRB and some soil properties around the LRB. This study used a randomized blocks design with five treatments and three blocks as replicates. The treatments applied in this study were: (1) LRB without organic waste addition (S0), (2) LRB filled with kitchen organic waste in the early course (S1), (3) LRB filled with mango leaves in the early course (S2), (4) LRB filled with kitchen organic waste continuously (S3) and (5) LRB filled with mango leaves continuously (S4). The parameters measured in this study were infiltration rate and soil chemical properties (organic C, total N and ph) around LRB. Infiltration rate measurements carried out once a week along 12 weeks. The results showed that LRB filled with organic waste in the early course (S1 and S2) have higher infiltration rate than without organic waste (S0) in the LRB. LRB filled with organic waste continuously (S3 and S4) have significantly higher infiltration rate than S0, S1 and S2. The infiltration rate of S3 tends to be higher than S4. Organic C and ph value of the soil around the LRB in S3 and S4 treatments have higher value than S0, S1 and S2. Organic C and ph value of soil around the LRB were filled with organic waste in the early course (S1 and S2) are higher value than those of S0. Total N of soil around LRB in S1, S2, S3 and S4 treatments have higher value than S0 treatment. Key words: LRB, organic waste, infiltration, organic C, total N, and ph

4 ii RINGKASAN PARUBAHAN HARAHAP. Pengaruh Pemberian Kembali Sampah Organik setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltrasi dan beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan ph) di Sekitar Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman. Dibimbing oleh KAMIR RAZIUDIN BRATA dan WAHYU PURWAKUSUMA. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lubang resapan biopori (LRB) dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan laju infiltrasi pada beberapa lokasi pemukiman, dengan memanfaatkan sampah organik di daerah tersebut. Penelitian ini merupakan kelanjutan pemanfaatan LRB setelah pemanenan kompos pada LRB. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian kembali sampah organik pada LRB terhadap laju infiltrasi dan beberapa sifat tanah di sekitar LRB. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan tiga blok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut yaitu, (1) LRB tanpa diisi sampah (S0), (2) LRB diisi sampah dapur diawal saja (S1), (3) LRB diisi sampah daun mangga diawal saja (S2), (4) LRB diisi sampah dapur secara kontinyu (S3) dan (5) LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4). Parameter yang diamati adalah laju infiltrasi LRB dan sifat kimia tanah (C-organik, N-total dan ph) di sekitar LRB. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama 12 minggu dengan waktu pengukuran setiap seminggu sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LRB yang diisi sampah diawal saja (S1 dan S2) lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan tanpa diisi sampah (S0). Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (S3 dan S4) secara nyata sampai sangat nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2. Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S4. Kandungan C-organik dan nilai ph tanah di sekitar LRB pada perlakuan S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2. Kandungan C-organik dan nilai ph tanah di sekitar LRB yang hanya diisi sampah diawal saja (S1 dan S2) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0. Kandungan N-total tanah di sekitar LRB pada perlakuan S1, S2, S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0. Kata kunci : LRB, sampah organik, infiltrasi, C-organik, N-total dan ph

5 i Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Kembali Sampah Organik setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltasi dan Beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan ph) di sekitar Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman Nama NIM : Parubahan Harahap : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc NIP Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Saeful Anwar, MSc NIP Tanggal Lulus:

6 i RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Parubahan Harahap merupakan putra pertama dari 5 bersaudara pasangan Bapak Banawan Harahap dan Ibu Nur Salam Pohan. Dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1988 di sebuah desa kecil yang mayoritas penduduknya adalah petani yaitu desa Panyabungan, Kecamatan Simundol, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 12 Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau. Kemudian melanjutkan ke sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nahdiyah kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau sampai tahun Penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 2 Pelawan Singkut yang sekarang telah berganti nama menjadi SMAN 8 Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi hingga tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Provinsi Jambi. Selama masa kuliah, penulis pernah aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu Biro Lingkungan Hidup (BLH) Azimuth, Ilmu Tanah menjabat sebagai ketua divisi DIKLAT (Pendidikan dan Latihan) pada tahun Penulis juga aktif dalam kepanitiaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

7 i KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobil alamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan. Judul yang dipilih adalah Pengaruh Pemberian Kembali Sampah Organik setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltrasi dan beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan ph) di Sekitar Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc, Ir. Wahyu Purwakusuma MSc, Dr. Dwi Tejo Putro Baskoro dan Dr. Ir. Saeful Anwar MSc selaku pembimbing dan penguji atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Bapak Kasa sekeluarga atas bantuan, dorongan, nasehat, dan tempat untuk terlaksananya penelitian ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu, Ayah, adik-adik (Wildan, Kalsum, Sahut dan Mariani), Yunita D. A Nainggolan, anak-anak Pondok Koplak (Kaboul, Baskoro, ufi, Hecu, Aji, Rendra, Farid), Iham, Nizar, Fahmi, Reza dan temanteman lain yang tak bisa saya sebutkan satu persatu atas do a, dorongan semangatnya, nasehat serta bantuannya. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, April 2013 Penulis

8 ii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis... 2 II TINJAUAN PUSTAKA Sumber dan Klasifikasi Sampah Permasalahan Sampah di Kabupaten Majalengka Dampak yang Ditimbulkan Akibat Penumpukan Sampah Lubang Resapan Biopori (LRB) Laju Dekomposisi Bahan Organik Pengaruh Bahan Organik terhadap Beberapa Sifat Tanah (C, N dan ph)... 6 III BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Percobaan di Lapang Pengosongan LRB dan Pengisian Sampah Organik Pengamatan Laju Infiltrasi Pemanenan Kompos dan Pengambilan Contoh Tanah Pengolahan Data IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Infiltrasi pada Lubang Resapan Biopori (LRB) Dekomposisi Sampah pada Lubang Resapan Biopori (LRB) Nilai ph, C-organik dan N-total V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 20

9 iii 5.2 Saran VI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 23

10 iv DAFTAR TABEL 1 Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian Nilai rata-rata laju infiltrasi LRB pada setiap perlakuan selama 12 minggu Bobot sampah dan kompos yang dihasilkan selama 12 minggu Nilai ph, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar LRB DAFTAR GAMBAR 1 Grafik laju infiltrasi LRB selama 12 minggu Foto fauna tanah dan bahan saat diangkat dari dalam LRB Kondisi LRB dari setiap perlakuan... 16

11 1 DAFTAR LAMPIRAN 1 Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB selama penelitian Nilai laju infiltrasi dengan ulangan selama 12 minggu Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke Data curah hujan Majalengka selama penelitian Kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah

12 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun kerap menimbulkan berbagai masalah pada lingkungan. Munculnya persoalan sampah yang semakin sulit untuk ditangani dan menurunnya luas area resapan air merupakan dua masalah yang pada saat ini memerlukan penanganan serius. Sampah yang tidak dikelola atau tidak dimanfaatkan dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan seperti menurunnya nilai estetika, penyumbatan saluran drainase, sumber penyakit dan lain-lain. Menurunnya luas area peresapan air akibat meningkatnya bidang kedap dapat memicu berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah dan meningkatkan aliran permukaan, sehingga potensi terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau semakin tinggi. Berbagai alternatif pengelolaan sampah organik dan pemanfaatan air hujan sudah banyak ditawarkan oleh beberapa peneliti dan pemerhati lingkungan. Akan tetapi penerapannya oleh masyarakat masih rendah akibat tingginya biaya dan memerlukan tempat yang relatif luas serta tingkat kerumitan dalam menerapkan teknologi tersebut. Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi multiguna yang dikembangkan untuk dapat mempercepat peresapan air ke dalam tanah dengan memanfaatkan sampah organik. Teknologi ini merupakan teknologi yang tidak membutuhkan biaya tinggi dan mudah dalam proses pembuatannya. Manfaat yang dapat diambil dari LRB yaitu untuk memperbaiki ekosistem tanah, meresapkan air dan mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi kekeringan, mempermudah penanganan sampah dan menjaga kebersihan, mengubah sampah menjadi kompos, mengurangi emisi gas rumah kaca seperti CO 2 dan metan, serta mengatasi masalah akibat genangan (Brata dan Nelistya, 2009). Teknologi LRB sudah cukup dikenal oleh masyarakat luas, akan tetapi masih banyak kekeliruan dalam penerapannya. Kekeliruan tersebut diantaranya,

13 2 belum adanya pemanfaatan sampah organik dalam penggunaan LRB. Masyarakat hanya mengenal LRB sebagai teknologi untuk meresapkan air. Pemanfaatan sampah organik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penerapan LRB. Sebab dengan adanya sampah organik yang selalu tersedia di dalam LRB maka organisme tanah akan berkembangbiak dan nantinya berperan dalam pembentukan biopori sehingga akan mempercepat laju peresapan air ke dalam tanah. Sampah organik dalam LRB akan mengalami proses dekomposisi secara alami dengan bantuan biodiversitas tanah menjadi kompos yang dapat dipanen. Pemanenan kompos memberikan kesempatan pemanfaatan lubang sebagai tempat pengomposan sampah organik secara berkesinambungan sepanjang tahun. Hasil penelitian Khoerudin (2012) menunjukkan bahwa LRB yang diisi sampah organik secara kontinyu dapat menjaga keberlanjutan fungsi LRB dan secara nyata sampai sangat nyata meningkatkan laju infiltrasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari pengaruh penambahan sampah organik setelah pemanenan kompos terhadap laju peresapan air dan beberapa sifat tanah sekitar lubang. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian kembali sampah organik (setelah pemanenan kompos) terhadap laju infiltrasi, dan beberapa sifat tanah (C-organik, N-total, dan ph) di sekitar LRB di areal pemukiman. 1.3 Hipotesis Penambahan sampah organik yang terus-menerus dalam LRB dapat mempertahankan laju infiltrasi dan meningkatkan kandungan C-organik, nitrogen, dan ph tanah di sekitar lubang.

14 3 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber dan Klasifikasi Sampah Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Pusat Penelitian Pengembangan Pemukiman (Puskim) (2001) mengartikan sampah sebagai suatu bahan buangan yang bersifat padat, cair, maupun gas yang sudah tidak memenuhi persyaratan, tidak dikehendaki, dan merupakan hasil sampingan dari kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Secara umum sumber sampah dapat digolongkan atas tiga kelompok, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga (domestic refuse), kegiatan perdagangan (commercial refuse) dan kegiatan perindustrian (industrial refuse) (Bahar 1986). Berdasarkan sifatnya, sampah dikelompokkan ke dalam sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk seperti sisa-sisa makanan, daun-daunan, dan buahbuahan (Brata dan Nelistya 2008). Sampah organik ini biasanya merupakan bahan-bahan yang tidak dapat didaur ulang dan dipakai lagi, akan tetapi merupakan bahan yang terdekomposisi relatif cepat dan dapat dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti kompos. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya besi, pecahan kaca, dan plastik. 2.2 Permasalahan Sampah di Kabupaten Majalengka Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Majalengka tahun 2010, di Kabupaten Majalengka terdapat dua tempat pengelolaan akhir (TPA) yaitu TPA Heuleut dan TPA Talaga. Jumlah produksi sampah di Kabupaten Majalengka yaitu sebesar m 3 per hari dan dari total produksi sampah tersebut baru 45.1 % yang terangkut ke TPA. Wilayah yang baru terlayani hanya 10 kecamatan dari total 26 kecamatan yang ada di Kabupaten Majalengka. Sedangkan laju timbulan sampah per tahun di Kabupaten Majalengka yaitu sebesar 1 %.

15 4 2.3 Dampak yang Ditimbulkan Akibat Penumpukan Sampah Menurut Bahar (1986) masalah yang dapat ditimbulkan oleh sampah yang menumpuk yaitu: 1. Menurunnya Nilai Estetika. Sampah yang menumpuk dan dibiarkan pada tempat-tempat terbuka (open dump), menyebabkan rendahnya nilai estetika di sekitar tempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh penampakan fisik yang tidak enak dilihat dan bau busuk yang ditimbulkan. 2. Polusi Udara dan Air. Pembakaran sampah secara terbuka dan tidak dikendalikan di samping menghasilkan residu, juga menimbulkan emisi pada atmosfir dengan peningkatan komponen-komponen polutan di udara. Tempat penimbunan sampah yang berdekatan dengan sungai, kanal saluran air dapat mencemari air. 3. Sumber Penyakit. Tempat-tempat penumpukan sampah merupakan lingkungan yang baik bagi perkembangan tikus, nyamuk, insekta dan mikroba, dimana organisme ini dapat menimbulkan dan menyebarkan penyakit kepada penduduk di sekitar tempat penimbunan dan penampungan sampah tersebut. 4. Penyumbatan Saluran Air. Kebiasaan buruk bagi sebagian besar orang adalah membuang sampah ke sungai, got, atau saluran air lainnnya. Hal ini di samping menimbulkan polusi juga menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan saluran air sehingga apabila hujan datang saluran air itu akan mampat dan menimbulkan banjir. 2.4 Lubang Resapan Biopori Lubang resapan biopori (LRB) merupakan teknologi tepat guna yang dikembangkan berdasarkan prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memanfaatkan sampah organik guna memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan fungsi hidrologis ekosistem tersebut. LRB merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah dengan kedalaman tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah dan diisi sampah organik. Lubang resapan biopori tidak bisa dipisahkan dengan sampah organik, karena kedua hal ini saling melengkapi satu sama lain. Sampah organik dimanfaatkan oleh organisme tanah di dalam lubang karena merupakan sumber

16 5 makanan yang sangat dibutuhkan, sedangkan LRB dapat mengatasi masalah akibat penumpukan sampah. Oleh karena itu, sampah organik setiap rumah tangga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki ekosistem tanah. Lubang resapan biopori dapat mempermudah penanganan sampah organik yaitu dengan memasukkannya ke dalam lubang untuk menghidupi biota tanah. Fauna tanah dapat memproses sampah tersebut dengan cara memperkecil ukuran dan mencampurkannya dengan mikroba tanah yang secara sinergi dapat mempercepat proses pengomposan secara alami. Dimasukkannya sampah organik ke dalam LRB, maka tidak terjadi penumpukan sampah baik di TPS ataupun TPA. Keberadaan sampah organik di dalam LRB akan mengundang fauna tanah untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah. Aktivitas fauna tanah dalam LRB dapat mempercepat pelapukan sampah organik dan meningkatkan pembentukan biopori yang dapat memperlancar peresapan air dan pertukaran O 2 dan CO 2 di dalam tanah (Brata dan Nelistya 2009). Selain itu, dengan adanya sampah organik yang selalu memenuhi lubang maka lubang akan terhindar dari penutupan oleh hasil erosi dan pertumbuhan lumut. Khoerudin (2012) mengungkapkan bahwa pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB secara nyata menjaga keberlanjutan fungsi LRB dalam meresapkan air dibandingkan LRB tanpa diisi sampah dan diisi sampah diawal saja. LRB memiliki keunggulan dan manfaat dibandingkan dengan sumur resapan, di antaranya yaitu: (1) pembuatan LRB dapat diterapkan di lahan sempit, (2) bermanfaat untuk menampung dan mengomposkan sampah organik, (3) meningkatkan populasi dan aktivitas keaneka-ragaman hayati di dalam tanah dan (4) adanya sampah organik di dalam LRB, dapat menghindari tertutupnya lubang oleh bahan tanah, serta mencegah terjadinya penyumbatan pori oleh pertumbuhan lumut, (5) mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dan (6) mengatasi masalah kekeringan dan genangan (Brata dan Nelistya 2009). 2.5 Laju Dekomposisi Bahan Organik Laju dekomposisi bahan organik tergantung pada kandungan senyawa dari bahan organik tersebut. Adapun urutan senyawa-senyawa yang ditemukan

17 6 dalam jaringan tumbuhan menurut tingkat mudah tidaknya senyawa tersebut dilapuk (Soepardi 1983) adalah: 1. Gula, zat pati, protein sederhana (mudah dilapuk) 2. Protein kasar 3. Hemiselulosa 4. Selulosa 5. Lignin, lemak, lilin dan waks. (Sangat tahan lapuk) Proses pengomposan sampah dapur relatif lebih cepat dibandingkan sampah kebun. Hal ini disebabkan sampah kebun memiliki kandungan lignin lebih tinggi karena di dalamnya terdapat juga sampah kayu, Kokkora dan Harm (dalam Yadav et al. 2010) Selain dipengaruhi oleh kandungan senyawa-senyawa yang telah diungkapkan di atas, rasio C/N suatu bahan organik juga sangat menentukan tingkat kecepatan dekomposisi bahan organik tersebut. Menurut Obeng dan Wright (1954) nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturut-turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. 2.6 Pengaruh Bahan Organik terhadap Beberapa Sifat Tanah (C, N dan ph) Bahan organik merupakan hal yang sangat penting dalam mengoptimalkan fungsi tanah. Ditinjau dari segi manfaatnya, bahan organik dapat dibagi menjadi 3 kelompok : efek pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Hakim et al. 1986). Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah yaitu: 1. Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK) 2. Meningkatkan jumlah kation yang mudah dipertukarkan 3. Unsur N, P, dan S diikat dalam bentuk organik 4. Pelarutan unsur hara dari mineral oleh asam humat Menurut Soepardi (1983) bila jaringan organik dimasukkan ke dalam tanah maka terjadi reaksi-reaksi umum: (1) limbah organik mengalami reaksi enzimatik dengan karbon dioksida, air dan panas sebagai hasil utama, (2) unsurunsur fungsional, nitrogen, fosfor dan belerang dibebaskan dan atau digunakan oleh reaksi spesifik yang khas bagi setiap unsur dan (3) senyawa yang tahan terhadap serangan jasad mikro akan dibentuk baik dari senyawa yang berasal dari

18 7 bahan organik semula atau hasil bentukan jasad mikro. Menurut Hardjowigeno (2003) pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah yaitu sebagai granulator (memperbaiki struktur tanah), sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lainlain, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi), dan sumber energi bagi organisme tanah. Pemberian bahan organik ke dalam tanah juga dapat meningkatkan ph tanah. Soepardi (1983) mengungkapkan bahwa sebagian besar dari ion hidrogen bersama dengan beberapa ion besi dan Al terikat secara kovalen dalam bahan organik dan pada pinggiran kristal liat.

19 8 III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapang dilakukan di Kelurahan Tonjong, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Penelitian di lapang berlangsung dari bulan Desember 2011 hingga Maret Kemudian dilanjutkan dengan analisis C-organik, N-total, ph tanah, kadar air sampah dan kadar air kompos pada bulan April-Juli 2012 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. 3.2 Bahan dan Alat Sampah organik rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah dapur berupa sisa-sisa sayuran dan buah-buahan, serta sampah kebun berupa daun mangga. Alat yang digunakan selama penelitian di lapang, yaitu bor biopori, golok, gayung, ember, stopwatch, dan timbangan. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Khoerudin pada bulan April-Agustus Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga kelompok sebagai ulangan. Perlakuan yang diberikan sebanyak lima perlakuan terdiri dari : a. S0, LRB tanpa diisi sampah b. S1, LRB diisi sampah dapur sekali diawal penelitian c. S2, LRB diisi sampah daun mangga sekali diawal penelitian d. S3, LRB diisi sampah dapur secara kontinyu e. S4, LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu 3.4 Pelaksanaan Percobaan di Lapang Pengosongan LRB dan Pengisian Sampah Organik LRB yang sudah tertutup oleh hasil erosi dikosongkan kembali dengan menggunakan bor biopori. Pengosongan LRB dilakukan pada bulan Desember atau berjarak ± 4 bulan setelah pemanfaatan LRB pertama. Selanjutnya diberi perlakuan sesuai rancangan percobaan. Sampah organik yang digunakan

20 9 merupakan sampah organik rumah tangga yang terdiri dari sampah dapur berupa sisa potongan sayuran, buah dan ampas kelapa dan sampah kebun berupa daun mangga. Sampah dapur diperoleh dari rumah-rumah dan warung nasi di sekitar lokasi penelitian. Sampah dapur yang digunakan merupakan sampah baru yang diambil sesaat sebelum pengisian LRB. Sedangkan untuk sampah daun mangga yang digunakan merupakan daun hasil guguran yang sudah lama dan baru. Khusus untuk perlakuan S3 dan S4 pengisian sampah organik dilakukan secara terus-menerus, yaitu ketika volume sampah di dalam lubang menyusut karena adanya proses dekomposisi dalam LRB. Pengisian sampah untuk perlakuan S3 dan S4 dilakukan selama penelitian berlangsung yaitu 12 minggu. Pengukuran bobot sampah dilakukan setiap kali sampah dimasukkan sehingga didapat data bobot sampah yang dimasukkan ke setiap lubang selama penelitian berlangsung (Tabel Lampiran 1) Pengamatan Laju Infiltrasi Pengamatan laju infiltrasi dilakukan satu kali dalam seminggu selama 12 minggu percobaan. Laju infiltrasi pada LRB diukur dengan mengukur volume air yang dimasukkan ke dalam LRB selama 60 menit. Adapun pengukuran laju infiltrasi minggu pertama dilakukan pada hari ke empat setelah pengisian sampah pertama kali ke dalam LRB (17 Desember 2011) Pemanenan Kompos dan Pengambilan Contoh Tanah Pemanenan kompos dilakukan 2 hari setelah pengukuran laju infiltrasi terakhir (pengukuran minggu ke-12) yaitu diawali dengan mengangkat bahan kasar dan diukur ketebalannya hingga mencapai batas permukaan kompos, kemudian ditimbang bobotnya. Selanjutnya dilakukan pemanenan dan penimbangan kompos. Pengukuran ketebalan kompos dihitung berdasarkan ketebalan bahan kasar. Contoh tanah untuk analisis ph, C-organik dan N-total diambil pada jarak 5 dan 20 cm dari dinding LRB dengan kedalaman cm. Metode analisis beberapa sifat tanah yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.

21 10 Tabel 1 Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian Parameter Metode Alat C-organik Walkley dan Black (1934) Erlenmenyer 250 ml, pipet 10 ml, gelas ukur, neraca analitik, dan buret N-total ph Kadar air Kjeldahl H 2 O 1:1 Gravimetri Neraca analitik, digestion apparatus, labu kjeldahl, buret, dan erlenmeyer 100 ml Botol kocok, mesin pengocok, dan ph meter Cawan, Aluminium foil, timbangan, oven dan eksikator Pengolahan Data Data pengukuran infiltrasi dilakukan analisis sidik ragam rancangan acak kelompok. Uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan pengaruh antar perlakuan.

22 11 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Infiltrasi pada Lubang Resapan Biopori (LRB) Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu ke-1 sampai minggu ke-12 disajikan pada Tabel 2 dan laju infiltrasi dengan ulangan pada Tabel Lampiran 2 serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada Gambar 1. Sedangkan hasil analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu ke-1 hingga minggu ke-12 dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 hingga Tabel Lampiran 14. Gambar 1 Grafik laju infiltrasi LRB selama 12 minggu Gambar 1 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi pada perlakuan S0, S1 dan S2 cenderung menurun dari pengukuran minggu ke-2 hingga ke-12. Sedangkan untuk perlakuan S3 dan S4 laju infiltrasi menurun pada tiga minggu pertama pengukuran kemudian meningkat hingga minggu ke-5. Pada minggu ke-6 terjadi penurunan hingga minggu ke-8 dan naik lagi hingga minggu ke-11 pengukuran. Penambahan sampah organik secara kontinyu (perlakuan S3 dan S4) dapat mempertahankan laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2.,

23 12 Tabel 2 Nilai rata-rata laju infiltrasi LRB pada setiap perlakuan selama 12 minggu Laju Infiltrasi (liter/jam) Perlakuan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu S a 41.2 a 21.3 a 14.3 a 4.2 Aa 0.3 A 1.0 A 1.2 A 1.2 A 0.7 A 0.8 A 0.5 A S a 84.7 a 12.7 a 12.0 a 8.6 Aa 1.7 A 2.3 A 4.0 A 2.3 A 1.3 A 1.0 A 0.3 A S a 46.5 a 67.5 a 29.0 ab 18.0 AaB 10.0 A 8.5 A 6.5 A 7.0 A 3.0 A 4.5 A 4.5 A S a 72.7 a 65.0 a 74.3 c B 71.0 B 46.6 B 38.6 B 43.3 B 56.6 C 73.0 C 17.6 BC S a 91.0 a 74.3 a 62.7 bc 70.0 AB 53.3 B 37.0 B 24.3 B 32.6 B 33.3 BC 37.0 B 28.0 C BNT 5 % BNT 1 % a Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (BNT 5 %) dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata (BNT 1 %).

24 13 Tabel 2 menunjukkan bahwa pengisian sampah organik yang hanya dilakukan diawal saja (perlakuan S1 dan S2) cenderung lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan yang tidak diisi sampah (perlakuan S0). Walau demikian, pada minggu ke-11 sampai ke-12 laju infiltrasi antara perlakuan S0 dan perlakuan S1 relatif sama. Hal ini dipengaruhi oleh hasil erosi yang juga telah menutupi perlakuan S1. Perlakuan S2 cenderung memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan S1. Keadaan tersebut disebabkan adanya perbedaan laju dekomposisi sampah yang dimasukkan, dimana laju dekomposisi pada S1 lebih cepat dibandingkan dengan S2 sehingga proses tertutupnya lubang oleh tanah hasil erosi pada perlakuan S1 pun lebih cepat. Perlakuan S3 dan S4 nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan perlakuan S0 dan S1 pada minggu ke-4 dan sangat nyata lebih tinggi pada minggu ke-6 hingga ke-12 terhadap perlakuan S0, S1, dan S2 (Tabel 2). Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya sampah organik yang selalu diisikan dan memenuhi lubang sehingga dapat mencegah masuknya hasil erosi ke dalam LRB. Selain itu, dengan adanya bahan organik yang selalu diisikan dan tersedia, juga dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah (Hakim et al. 1986) di dalam LRB, karena sampah organik merupakan sumber makanan dan energi bagi organisme tanah tersebut (Stephenson 1994 dalam Yulipriyanto 2010). Meningkatnya aktivitas organisme tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang di dalam tanah dapat memicu terbentuknya biopori berupa liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang sehingga sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah (Brata dan Nelistya 2009). Selain meningkatkan aktivitas metabolik organisme tanah, bahan organik juga dapat merangsang terjadinya granulasi (Soepardi 1983) sehingga air akan lebih mudah meresap dan mengalami perkolasi ke bagian tanah yang lebih dalam (Ma shum et al. 2003). Peningkatan laju infiltrasi ini sejalan dengan hasil penelitian Khoerudin (2012) yang menunjukkan bahwa LRB yang diisi sampah organik secara kontinyu nyata dan sampai sangat nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan yang tidak diisi sampah atau hanya diisi sampah diawal saja.

25 14 Pada minggu ke-6 sampai ke-8 terjadi penurunan laju infiltrasi untuk perlakuan S3 dan S4. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi curah hujan, dimana curah hujan pada minggu ke-6 sampai ke-8 lebih besar dibandingkan minggu ke-5 (Tabel Lampiran 15). Arsyad (2006) mengungkapkan bahwa pada saat tanah masih kering, laju infiltrasi akan tinggi dan setelah tanah menjadi jenuh air, laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Sedangkan pada minggu ke-9, walaupun curah hujan cukup tinggi, laju infiltrasi pada S3 dan S4 menunjukkan peningkatan. Kondisi ini terjadi karena pada saat sebelum pengukuran, dilakukan penusukan menggunakan kayu dan pembersihan tanah hasil erosi pada bagian atas LRB. Tanah hasil erosi yang tadinya mengisi pori-pori diantara sampah organik, dengan dilakukannya penusukan dan perbersihan menjadi lebih terbuka sehingga laju infiltrasi menjadi lebih lancar. Selain itu, tidak adanya curah hujan pada saat sebelum dilakukan pengukuran juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi yang diperoleh. Pada minggu ke-10 sampai ke-12, pola laju infiltrasi (Gambar 1) perlakuan S3 dan S4 cenderung mengikuti kondisi curah hujan yang ada (Tabel Lampiran 15). Pada minggu ke-12, penurunan laju infiltrasi untuk perlakuan S3 lebih tajam dibandingkan S4 (Gambar 1). Perbedaan tingkat penurunan laju infiltrasi disebabkan oleh perbedaan laju terbentuknya kompos. Dekomposisi sampah dapur yang relatif lebih cepat dibandingkan sampah daun mangga menyebabkan kompos yang terbentuk pada perlakuan S3 juga lebih banyak (Tabel 3). Terbentuknya kompos menyebabkan terjadinya penurunan ukuran pori (Gambar 2a), akibatnya laju infiltrasi menjadi menurun. Selain itu, aktifitas fauna tanah juga menurun karena sampah organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya (Gambar 2a). Soepardi (1983) mengungkapkan bahwa disaat jumlah bahan organik tanah yang mudah dilapuk semakin sedikit, maka jumlah dan aktifitas organisme tanah pun akan berkurang. Sedangkan perlakuan S4, laju infiltrasi yang diperoleh hanya mengalami sedikit penurunan. Proses dekomposisi pada sampah daun mangga yang relatif lebih lambat dan adanya aktifitas fauna yang masih terlihat sangat aktif menjadikan pori tersedia pada LRB masih cukup baik untuk melalukan air sehingga laju infiltrasi pun tidak terlalu menurun (Gambar 2b).

26 15 (a) Perlakuan S3 (b) Perlakuan S4 Gambar 2 Foto fauna tanah dan bahan saat diangkat dari dalam LRB Curah hujan yang cukup tinggi dari awal hingga akhir penelitian menghasilkan erosi yang mengakibatkan tertutupnya mulut lubang LRB. Erosi berpengaruh besar terutama pada perlakuan S0, S1, dan S2. Tumbukan butir hujan dan aliran permukaan yang cukup besar membawa hasil erosi sehingga mengakibatkan LRB menjadi tertutup (Gambar 3a, 3b dan 3c). Terjadinya proses erosi merupakan kombinasi dari dua sub-proses yaitu (1) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-butir hujan yang menimpa tanah dan pemindahan butir-butir primer tersebut oleh percikan air hujan, dan (2) perendaman oleh air yang tergenang di permukaan tanah mengakibatkan tanah menjadi terdispersi selanjutnya diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2006). Sedangkan S3 dan S4 yang diisi sampah secara kontinyu hasil erosi hanya menutupi bagian atas dari LRB (Gambar 3d dan 3e).

27 16 (a) Perlakuan S0 (b) Perlakuan S1 (c) Perlakuan S2 (d) Perlakuan S3 (e) Perlakuan S4 Gambar 3 Kondisi LRB dari setiap perlakuan

28 Dekomposisi Sampah pada Lubang Resapan Biopori (LRB) Pemberian sampah yang dilakukan secara kontinyu pada LRB (S3 dan S4) diperoleh hasil berupa kompos. Pada LRB yang diisi sampah dapur secara kontinyu (S3), kompos telah memenuhi ± 80 % volume lubang. Sedangkan LRB yang diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4), kompos hanya memenuhi ± 20 % volume lubang. Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB dari awal penelitian serta bobot kompos yang dihasilkan selama 12 minggu disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Bobot sampah dan kompos (gram) yang dihasilkan selama 12 minggu Perlakuan Bobot Sampah Bobot kompos Basah Kering Basah Kering S S S S S Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot sampah basah pada perlakuan S3 (sampah dapur) lebih tinggi dibandingkan S4 (sampah daun mangga). Akan tetapi penurunan bobot pada S3 (sampah dapur) jauh lebih besar dibandingkan S4 (sampah daun mangga). Hal ini disebabkan adanya perbedaan kadar air sampah yang dimasukkan, dimana sampah dapur mempunyai kadar air yang jauh lebih tinggi (937 %) dibandingkan sampah daun mangga yang hanya sebesar 34 %. Bobot kompos yang dihasilkan pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan S4. Keadaan ini dikarenakan nisbah C/N pada sampah dapur lebih rendah daripada sampah daun mangga. Obeng dan Wright (1954) mengungkapkan bahwa nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturutturut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. Kokkora dan Harm (2008 dalam Yadav et al. 2010) juga menegaskan bahwa pengomposan sampah dapur relatif lebih cepat dibandingkan sampah kebun. Hal ini dikarenakan sampah kebun memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan sampah dapur. Bobot kompos kering pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan dengan bobot

29 18 sampah keringnya. Hal ini disebabkan tercampurnya kompos dengan tanah hasil erosi yang masuk ke dalam lubang setiap terjadinya penyusutan sampah dapur sebelum penambahan sampah berikutnya. 4.3 Nilai ph, C-organik dan N-total Nilai rata-rata ph, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar lubang (jarak 5 dan 20 cm dari dinding lubang) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai ph, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar LRB Perlakuan ph C-organik (%) N-total (%) 5 cm 20 cm 5 cm 20 cm 5 cm 20 cm S S S S S Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan sampah organik dalam LRB dapat meningkatkan ph dan kandungan C-organik tanah pada jarak 5 dan 20 cm dari dinding lubang. Peningkatan ph tanah sesuai dengan pernyataan Supardi (1983) bahwa sebagian besar dari ion hidrogen bersama dengan beberapa ion besi dan Al terikat secara kovalen dalam bahan organik dan pada pinggiran kristal liat. Pada perlakuan S0 terlihat bahwa kandungan C-organik pada jarak 5 cm dari dinding lubang lebih tinggi dibandingkan pada jarak 20 cm. Kondisi ini dipengaruhi oleh hasil erosi yang masuk ke dalam lubang, dimana pada jarak yang lebih dekat dari dinding lubang lebih besar potensinya mendapat pengaruh dari hasil erosi. Arsyad (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan unsur hara tanah dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih tinggi daripada kandungan unsur hara dan bahan organik dari tanah asalnya. Kandungan C-organik dan nilai ph pada perlakuan S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan S0, S1, dan S2. Kondisi ini disebabkan jumlah sampah organik yang ditambahkan pada perlakuan S3 dan S4 lebih banyak daripada

30 19 perlakuan S0, S1 dan S2. Pemberian sampah organik diawal saja meningkatkan kandungan C-organik dan nilai ph disekitar LRB. Kandungan N-total tanah yang terdapat di sekitar LRB pada perlakuan S0 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan S1, S2, S3, dan S4 pada jarak 5 cm dan 20 cm (kecuali S2 pada jarak 5 cm). Peningkatan N-total tanah disebabkan oleh adanya pemberian sampah organik pada LRB. Hardjowigeno (2003) mengungkapkan bahwa bahan organik merupakan sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain. Soepardi (1983) juga menegaskan bahwa bahan organik merupakan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Hasil pengukuran N-total pada tanah di sekitar LRB berdasarkan jarak dari dinding lubang (secara horizontal) untuk setiap perlakuan tidak menunjukkan adanya suatu kecenderungan tertentu (bervariasi). Hal ini sejalan dengan penelitian Putra (2010) yang menyebutkan bahwa konsentrasi nitrat yang terdapat di sekitar LRB bervariasi secara horizontal. Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah (Tabel Lampiran 16), terjadi peningkatan nilai ph dan C-organik pada tanah di sekitar perlakuan S3 dan S4 secara berturut-turut masam menjadi agak masam, sangat rendah menjadi rendah. Sedangkan kandungan N di sekitar LRB masih tergolong dalam kriteria sangat rendah.

31 20 V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. LRB yang hanya diisi sampah organik diawal saja (perlakuan S1 dan S2) lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan LRB tanpa diisi sampah (perlakuan S0). 2. Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (perlakuan S3 dan S4) secara nyata sampai sangat nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan LRB tanpa diisi sampah (perlakuan S0) dan LRB yang hanya diisi sampah di awal saja (perlakuan S1 dan S2.) 3. Laju infiltrasi LRB pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S4. 4. Kandungan C-organik dan nilai ph tanah di sekitar LRB pada perlakuan S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan S0, S1 dan S2. 5. Kandungan C-organik dan nilai ph tanah di sekitar LRB yang hanya diisi sampah di awal saja (S1 dan S2) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa diisi sampah (S0). 6. Secara umum kandungan N-total tanah di sekitar LRB pada perlakuan S1, S2, S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S Saran Sampah organik berupa sampah dapur dan sisa tanaman dari kebun perlu dimanfaatkan untuk mengisi LRB secara kontinyu untuk menghindari masuknya sedimen yang dapat menyumbat pori dan permukaan mulut lubang; serta memberikan makanan bagi organisme tanah yang dapat membantu pembentukan biopori dan proses pengomposan sampah organik secara alami..

32 21 VI DAFTAR PUSTAKA Arsyad S Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr. Bahar YH Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta (ID): Waca Utama Pramesti. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Data Curah Hujan Majalengka Tahun Stasiun Klimatologi Balai Wilayah II Darmaga, Bogor (ID): BMKG. [BPLH] Badan Pengelola Lingkungan Hidup Penyusunan Detail Enginering Design (DED) Persampahan. Majalengka (ID): BPLH. Brata KR, Nelistya A Lubang Resapan Biopori. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas Lampung. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Khoerudin MN Pengaruh pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi lubang resapan biopori di areal pemukiman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ma shum M, Soedarsono J, Susilowati LE Biologi Tanah. Jakarta (ID): CPIU Pasca IAEUP, Bagpro Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. [Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut. Bandung (ID): Puskim. Putra RS Penyebaran nitrat pada tanah di sekitar lubang resapan biopori (Studi Kasus: Daerah permukiman Jakarta Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Obeng LA, Wright FW Co-composting of Domestic Solid and Human Wastes. World Bank Technical Paper number 57. Washington DC (US): The World Bank. Supardi G Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutanto R Pertanian Organik; Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Yadav KD, Mistry NJ, Pandya D, Garvit B Composting of food and vegatable waste. Journal of Environmental Sciences 4 (4):27-35.

33 Yulipriyanto H Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. 22

34 23

35 24 Tabel Lampiran 1 Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB selama penelitian Tanggal Sampah dapur (gram) Sampah daun mangga(gram) S3 1 S3 2 S3 3 S4 1 S4 2 S4 3 14/12/ /12/ /12/ /12/ /12/ /12/ /12/ /1/ /1/ /1/ /1/ /1/ /1/ /1/ /1/ /1/ /1/ /2/ /2/ /2/ /2/ /2/ /2/ /2/ /2/ /2/ /2/ /3/2012 Total Keterangan: Tanggal dengan cetak tebal menunjukkan tanggal pengamatan laju infiltrasi.

36 25 Tabel Lampiran 2 Nilai laju infiltrasi LRB dengan ulangan selama 12 minggu Perlakuan Ulangan Laju infiltrsi (liter/jam) Pengamatan ke S S S S S

37 26 Tabel Lampiran 1 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-1 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 2 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-2 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 3 Analisis sidik sagam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-3 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 4 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-4 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT 5% α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL

38 27 Tabel Lampiran 5 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-5 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 6 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-6 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 7 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-7 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 8 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-8 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL

39 28 Tabel Lampiran 9 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-9 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 10 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-10 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 11 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-11 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL Tabel Lampiran 12 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-12 SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT α0.05 α0.01 α0.05 α0.01 KELOMPOK PERLAKUAN GALAT TOTAL

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai Agustus 2009. Penelitian dilakukan di lapang dan di laboratorium konservasi tanah dan air. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN

PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN A14070070 SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir PERMASALAHAN Perlunya kajian mengenai permasalahan terkait dengan perubahan tata guna lahan, berkurangnya volume air tanah dan permasalahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang Biopori Oleh Dwi Sayekti

Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang Biopori Oleh Dwi Sayekti Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang Biopori Oleh Dwi Sayekti Banjir dan sampah tentunya telah menjadi problem yang tidak pernah selesai dan sangat serius di banyak kota besar

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L)

PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L) Lingkungan PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L) Maria Christine Sutandi 1, Ginardy Husada 2, Kanjalia

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lubang Resapan Biopori

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lubang Resapan Biopori II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lubang Resapan Biopori LRB adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG 2.1 Teknologi Lubang Resapan Biopori. Secara alami biopori adalah lubang-lubang kecil atau terowongan kecil di dalam tanah yang terbentuk oleh aktivitas

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

KUALITAS LINGKUNGAN MELALUI PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI

KUALITAS LINGKUNGAN MELALUI PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Oleh : Amanda S. Sembel (Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado, amandasembel@gmail.com) Dwight Moody Rondonuwu (Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A24101051 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KARAKTERISTIK KOMPOS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)

PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) Ananda Wulida Habibiyah 1), Sri Widyastuti 2) Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori ABSTRAK

Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori ABSTRAK Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori Dwi Wahyu Purwiningsih 1, Purnama Sidebang 1, Siti Jubaida Lutia 1 1 : Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( ) PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH Oleh: Arif Nugroho (10712004) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI

PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI Oleh : NENNY TRIANA P NIM. 100 500 173 PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)

PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB Ashri Febrina Rahmasari 1, Suripin 2, Sudarno 3 1 Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan UNDIP 2 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *)

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *) Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Oleh : Sri Widyastuti *) Abstrak Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik. Sampah ini akan dijadikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Jurnal AGRIFOR Volume XIII Nomor 1, Maret 2014 ISSN : 1412 6885 PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Zulkarnain 1 1 Fakultas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK

TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK Oleh : Ir. Nurhenu Karuniastuti, M.Si. ABSTRAK Permasalahan banjir yang melanda sebagian wilayah di Indonesia dewasa ini, lebih banyak

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA MEASURING THE INFILTRATION RATE OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

mencapai pinggang orang dewasa, kira-kira 110 cm. Awalnya hanya warga yang

mencapai pinggang orang dewasa, kira-kira 110 cm. Awalnya hanya warga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir selalu menjadi musuh bagi warga di berbgai daerah. Saat pembangunan pemukiman dan prasarana lainnya sebagian permukaan lahan dipadatkan akibat perataan tanah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

Pencegahan Banjir dengan Penerapan Teknologi Biopori pada SDN 07 dan SDN 13 Pagi Cawang

Pencegahan Banjir dengan Penerapan Teknologi Biopori pada SDN 07 dan SDN 13 Pagi Cawang Pencegahan Banjir dengan Penerapan Teknologi Biopori pada SDN 07 dan SDN 13 Pagi Cawang Posma Sariguna J.K. Hutasoit 1, Suzanna Josephine L.Tobing 2, Rutman L.Toruan 3 1 Jurusan Manajemen, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Seperti yang telah dijelaskan pada bab I dan II bahwa penelitian studi kapasitas infiltrasi menggunakan metode Horton hal ini disebabkan karena data

Lebih terperinci

Oleh: Irawan Yulva Dinata*, Erna Juita**, Farida**

Oleh: Irawan Yulva Dinata*, Erna Juita**, Farida** 1 1 Studi Tentang Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori (LRB) Pada Beberapa Jenis Penggunaan Lahan di Kelurahan Gunung Pangilun Kecamatan Padang Utara Kota Padang Oleh: Irawan Yulva Dinata*, Erna Juita**,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN SOSIALISASI PEMBUATAN BIOPORI DI BANJAR BUKIAN DAN KIADAN, PLAGA PELAGA AGUSTUS Oleh: I GDE SUARJA Koordinator JANMA

LAPORAN KEGIATAN SOSIALISASI PEMBUATAN BIOPORI DI BANJAR BUKIAN DAN KIADAN, PLAGA PELAGA AGUSTUS Oleh: I GDE SUARJA Koordinator JANMA LAPORAN KEGIATAN SOSIALISASI PEMBUATAN BIOPORI DI BANJAR BUKIAN DAN KIADAN, PLAGA PELAGA 22-23 AGUSTUS 2013 Oleh: I GDE SUARJA Koordinator JANMA @ 2013 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Pelaga, salah

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI 1 PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI Rina Maharany Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPAP Medan. Jalan Willem Iskandar, Pancing Medan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS KOMPOS SAMPAH KOTA DENGAN PENGKAYA UREA DAN LIMBAH SISA PANEN

PENINGKATAN KUALITAS KOMPOS SAMPAH KOTA DENGAN PENGKAYA UREA DAN LIMBAH SISA PANEN ISSN 1410-1939 PENINGKATAN KUALITAS KOMPOS SAMPAH KOTA DENGAN PENGKAYA UREA DAN LIMBAH SISA PANEN Ardiyaningsih Puji Lestari, Elly Indraswari, Yudi Achnova Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Manfaat dalam melakukan kegiatan pembuatan lubang biopori antara lain :

KATA PENGANTAR. Manfaat dalam melakukan kegiatan pembuatan lubang biopori antara lain : PROGRAM KERJA LPM STIMA IMMI DALAM RANGKA MELAKSANAKAN KEGIATAN PEDULI LINGKUNGAN BERSAMA-SAMA DENGAN WARGA SEKITAR BERUPA PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI KOMPLEK PERUMAHAN DEPARTEMEN KEUANGAN RW 05 CILANDAK

Lebih terperinci

PENGOMPOSAN SAMPAH SISA BUAH-BUAHAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI DI BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DENNY RIO HARTONO A

PENGOMPOSAN SAMPAH SISA BUAH-BUAHAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI DI BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DENNY RIO HARTONO A PENGOMPOSAN SAMPAH SISA BUAH-BUAHAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI DI BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DENNY RIO HARTONO A14070048 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMAN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK IBU-IBU PKK : PENERAPAN TEKNOLOGI BIOPORI YANG DIPERKAYA INOKULAN MIKROBA DI PERUMAHAN BANYUMANIK SEMARANG

IBM KELOMPOK IBU-IBU PKK : PENERAPAN TEKNOLOGI BIOPORI YANG DIPERKAYA INOKULAN MIKROBA DI PERUMAHAN BANYUMANIK SEMARANG IBM KELOMPOK IBU-IBU PKK : PENERAPAN TEKNOLOGI BIOPORI YANG DIPERKAYA INOKULAN MIKROBA DI PERUMAHAN BANYUMANIK SEMARANG S. Utami, R. Rahadian, L. K. Perwati Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1 Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA ( Tempat Pembuangan Akhir ) Mojosongo Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR NIM K 5410012 P. Geografi FKIP UNS A. PENDAHULUAN Sebagian

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Biologi Oleh:

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI TAMAN PEMBIBITAN TEBET

PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI TAMAN PEMBIBITAN TEBET SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI TAMAN PEMBIBITAN TEBET DISUSUN OLEH : Ir. Nyayu Siti Rahmaliya, MM SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur

Lebih terperinci

ANALISIS PUPUK CAIR DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH SAYUR MAYUR MENGGUNAKAN BOISCA SEBAGAI STARTER

ANALISIS PUPUK CAIR DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH SAYUR MAYUR MENGGUNAKAN BOISCA SEBAGAI STARTER ANALISIS PUPUK CAIR DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH SAYUR MAYUR MENGGUNAKAN BOISCA SEBAGAI STARTER SKRIPSI Oleh: SUSI ROYANI HASIBUAN 070308005 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA SUMBER BAHAN ORGANIK DAN MASA INKUBASI TERHADAP BEBERAPA ASPEK KIMIA KESUBURAN TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA SUMBER BAHAN ORGANIK DAN MASA INKUBASI TERHADAP BEBERAPA ASPEK KIMIA KESUBURAN TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH : PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA SUMBER BAHAN ORGANIK DAN MASA INKUBASI TERHADAP BEBERAPA ASPEK KIMIA KESUBURAN TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH : PRENGKI SIREGAR 120301058 AGROEKOTEKNOLOGI - ILMU TANAH PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dan kelangsungan hidup mahluk hidup. Karakteristik unsur-unsur dalam

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dan kelangsungan hidup mahluk hidup. Karakteristik unsur-unsur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam berbagai segi kehidupan manusia, hewan dan tanaman. Tanah mengandung banyak bahan organik dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genangan merupakan dampak dari ketidakmampuan saluran drainase menampung limpasan hujan. Tingginya limpasan hujan sangat dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan pada

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurun waktu 30 tahun terakhir, negara-negara industri mulai berpendapat bahwa pertanian modern yang memberikan hasil panen tinggi ternyata menimbulkan dampak terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada kedudukan 5 0 20 sampai dengan 5 0 30 lintang Selatan dan 105 0 28 sampai dengan 105 0 37 bujur Timur.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pembuatan kompos dilakukan di saung plastik yang dibuat di University Farm kebun percobaan Cikabayan (IPB) Dramaga.Analisis fisik, kimia dan pembuatan Soil Conditionerdilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci