ANALISA DATA KEMISKINAN KALIMANTAN TENGAH 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA DATA KEMISKINAN KALIMANTAN TENGAH 2013"

Transkripsi

1

2

3 ANALISA DATA KEMISKINAN KALIMANTAN TENGAH 2013

4 ANALISA DATA KEMISKINAN KALIMANTAN TENGAH 2013 Nomor Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku Jumlah halaman : 15 x21 cm : xi halaman Naskah, Gambar Kulit dan Tata Letak : Tim Penyusunan Analisis Gini Ratio dan Konsumsi Rumah Tangga, Analisa Data Kemiskinan, Potret Angkatan Kerja dan Pekerja Provinsi Kalimantan Tengah 2013 Diterbitkan oleh: Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

5

6

7 DAFTAR ISI Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar... xi Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Umum Tujuan Khusus Pengolahan Data Penyajian Dan Analisis... 6 Metode Pengukuran Dan Indikator Kemiskinan Teori Kemiskinan Kemiskinan Relatif Kemiskinan Absolut Terminologi Kemiskinan Lainnya Metode Pengukuran Kemiskinan Teknik Penghitungan Garis Kemiskinan Indikator Kemiskinan Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Tengah Kondisi Geografis Dan Wilayah Administrasi Karakteristik Kependudukan Penduduk Kalimantan Tengah Penduduk Usia Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Karakteristik Pendidikan Keadaan Sarana Pendidikan Angka Melek Huruf Partisipasi Sekolah Pendidikan Yang Ditamatkan Rata-Rata Lama Sekolah Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013 v

8 3.11. Status Kesehatan Tingkat Kemiskinan Di Kalimantan Tengah Definisi Kemiskinan Perkembangan Tingkat Kemiskinan Di Kalimantan Tengah Perkembangan Garis Kemiskinan Di Kalimantan Tengah Indeks Kedalaman Dan Keparahan Kemiskinan Di Kalimantan Tengah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kemiskinan Kemiskinan Dan Pembangunan Manusia Teori Atau Konsep Tentang Pembangunan Manusia Pendekatan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Capaian Indeks Pembangunan Manusia Di Kalimantan Tengah Perkembangan Komponen IPM Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Dan Rata-Rata Lama Sekolah Pengeluaran Perkapita Status Pembangunan Kabupaten/Kota Analisis Kemiskinan Dan Pembangunan Manusia kemiskinan Dan Pengangguran Di Kalimantan Tengah Teori Dan Konsep Tentang Pengangguran Pendekatan Penghitungan Pengangguran Data Ketenagakerjaan Di Kalimantan Tengah Tahun Data Kemiskinan Dan Pengangguran Di Kalimantan Tengah Tahun Kesimpulan vi Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Komponen Pengeluaran konsumsi Penduduk Menurut Daerah di Indonesia Tahun Tabel 2.2. Perkiraan Pengeluaran Perkapita untuk memenuhi Kebutuhan Dasar Menurut Komponen di Indonesia, (Rp/Kapita/Bulan) Tabel 3.1. Luas Wilayah dan Jumlah wilayah Administrasi Menurut Kabupaten/Kota, Desember Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Hasil SP 2000, SP 2010 dan Hasil Estimasi Penduduk Tahun 2013 Menurut Kabupaten/Kota Tabel 3.3. Luas Wilayah, Ibukota Kabupaten/Kota, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 3.4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013 (ribuan) Tabel 3.5. Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tabel 3.6. Rasio Ketergantungan Penduduk Menurut Kabupaten/ Kota, Tabel. 3.7 Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin, Tabel 3.8. Persentase TPAK, Tingkat Kesempatan Kerja, dan Tingkat Pengangguran Terbuka, Tabel 3.9. Angka Melek Huruf Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, Tabel Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tabel Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tabel Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Daerah Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013 vii

10 Tabel Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas MenurutJenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, Tabel Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, Tabel Rata-rata Lama Sakit Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, Tabel Persentase Anak-anak Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Keluhan Kesehatan Utama yang Dialami, Tabel 4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kalimantan Tengah, Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 4.3. Garis Kemiskinan Menurut Klasifikasi Daerah, Tabel 4.4. Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 4.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Klasifikasi Daerah, Tabel 4.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Klasifikasi Daerah, Tabel 4.7. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Kalimantan Tengah Menurut Klasifikasi Daerah, Tabel 4.8. Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan MenurutKabupaten/Kota, Tabel 4.9. Harga Beras Kualitas Sedang di Beberapa Kabupaten/Kotadi Kalimantan Tengah, Tabel Rasio Puskesmas Terhadap Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 5.1. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Tabel 5.2. Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rala Lama Sekolah (MYS) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, viii Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

11 Tabel 5.3. Pengeluaran Perkapita Disesuaikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Tabel 5.4. Peringkat Reduksi Shortfall dan IPM Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 5.5. Komponen IPM dan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Miskin dan Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Tengah, Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013 ix

12

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 3.2. Piramida Penduduk, Gambar 3.3. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan, Gambar 3.4. TPAK Menurut Jenis Kelamin, Gambar 3.5. Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Tingkat Sekolah Tahun Ajaran 2011/2012 dan 2013/ Gambar 3.6. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, Gambar 4.1. Tren Kemiskinan Kalimantan Tengah, Gambar 4.2. Indeks Kedalaman Kemiskinan di Kalimantan Tengah Menurut Klasifikasi Daerah, Gambar 4.3. Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Klasifikasi Daerah, Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Gambar 6.1. Diagram Ketenagakerjaan Gambar 6.2. Tingkat Pengangguran Provinsi Kalimantan Tengah Menurut Kota-Desa, Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013 xi

14

15 PENDAHULUAN

16

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah global yang harus dihadapi dan dicarikan solusinya bagi suatu negara. Oleh karena itu, mengurangi tingkat kemiskinan selalu menjadi tujuan di hampir setiap negara. Tujuan dari pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kesejahteraan rakyat ini dapat diukur dari penurunan tingkat kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran dan meningkatnya pendapatan perkapita rakyat (Debraj, 1998: 8). Kemiskinan menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya seperti tidak terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Berbagai program pengentasan kemiskinan sudah dijalankan tetapi hasilnya belum seperti yang diharapkan. Persentase penduduk miskin Provinsi Kalimantan Tengah memang turun dari waktu ke waktu namun dibandingkan dengan angka nasional masih berada di atas angka nasional dan secara jumlah juga masih cukup besar. Pada bulan September tahun 2013, tercatat 6,23 persen penduduk Kalimantan Tengah tergolong sebagai penduduk miskin, dimana pada periode yang sama secara nasional persentase penduduk miskin hanya 11,37 persen. Secara nasional, penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan (8,39%) lebih rendah daripada mereka yang tinggal di perdesaan (14,32%) maka di Provinsi Kalimantan Tengah polanya yang sama yaitu lebih tinggi persentase penduduk miskin Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

18 di perkotaan (5,80%) sedangkan di perdesaan (6,45%). Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi perlu diperhatikan pula tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan. Hasil penghitungan BPS pada tahun 2013, untuk wilayah Kalimantan Tengah, tercatat Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) di daerah perkotaan (0,380) lebih rendah dari pada perdesaan (1,342). Ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perkotaan lebih mendekati Garis Kemiskinan dibanding penduduk miskin di perdesaan. Sementara itu, Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) untuk perkotaan sebesar 0,037 berbeda jauh dengan yang di perdesaan sebesar 0,441. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan pengeluaran antara penduduk miskin di perdesaan lebih besar daripada penduduk miskin di perkotaan Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks karena banyak faktor yang mempengaruhi terciptanya kemiskinan. Oleh karena itu tidak mudah memecahkan masalah kemiskinan. Banyak faktor yang mempengaruhi kemiskinan. Pendidikan yang membuat penduduk miskin mempunyai keterbatasan untuk mengembangkan diri. Mereka akan kesulitan untuk berkompetensi memasuki dunia kerja di sektor formal yang memerlukan kualifikasi pendidikan yang tinggi. Akibatnya mereka yang bekerja hanya akan terserap di sektor informal yang sangat tidak menentu kondisinya. Tingkat kemiskinan yang masih tinggi memberikan indikasi bahwa ada sesuatu yang patut dicermati dan dikaji secara komprehensif atas strategi, kebijakan dan program pengentasan kemiskinan yang telah diterapkan. Berkaitan 4 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

19 dengan target pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat khususnya dalam mengentaskan kemiskinan maka informasi mengenai profil dan karakteristik kemiskinan sangat diperlukan oleh para perencana dan pengambil kebijakan terutama untuk penanganan masalah kemiskinan. Keterangan mengenai jenis persoalan dan akar permasalahan yang dihadapi berbagai jenis segmen penduduk miskin beserta profil dan karakteristik kemiskinan dapat membantu perencana program dalam menentukan program-program yang tepat dan pengambil kebijakan dapat lebih memfokuskan program pengentasan kemiskinan, sehingga dapat lebih sesuai dengan kebutuhan penduduk miskin tersebut. Berbagai program pengentasan kemiskinan yang didasari pemahaman menyeluruh mengenai kondisi sosial ekonomi penduduk miskin dapat membantu perencanaan, pengambilan kebijakan, dan pelaksanaan tepat sasaran Tujuan Umum Publikasi ini bertujuan untuk menyajikan data dan analisis tingkat kemiskinan dan karakteristik penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah. Tingkat kemiskinan diukur menggunakan persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman kemiskinan maupun tingkat keparahan kemiskinan. Karakteristik penduduk miskin yang disajikan dalam publikasi ini diuraikan berdasarkan jumlah dan komposisi, karakteristik perumahan, pola konsumsi, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan dan KB serta kepemilikan asset. Selain itu, analisis kemiskinan dikaitkan dengan ketimpangan pendapatan, pembangunan manusia, ketahanan pangan maupun tingkat pengangguran di Kalimantan Tengah. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

20 1.3. Tujuan Khusus 1. Mengetahui tingkat kemiskinan dan karakteristik penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah. 2. Mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan. 3. Melihat hubungan antara kemiskinan, pembangunan manusia, ketahanan pangan dan ketenagakerjaan 1.4. Pengolahan Data Data utama yang digunakan dalam publikasi ini berasal dari Badan Pusat Statistik yaitu dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun Sebelum disajikan dalam bentuk publikasi, data-data mentah hasil Susenas tersebut perlu dilakukan pengolahan menjadi indikator-indikator yang mengukur kemiskinan serta karakteristiknya di Kalimantan Tengah. Adapun tahapan-tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penentuan Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan. 2. Tabulasi data 3. Pemeriksaan Tabel 4. Penghitungan indikator 5. Pemeriksaan dan evaluasi konsistensi antar berbagai indikator 1.5. Penyajian dan Analisis Indikator-indikator yang dihasilkan selanjutnya disajikan dan dianalisis sesuai dengan aspeknya masing-masing. Dalam penyajiannya, publikasi "Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013" ini disajikan dalam 7 (tujuh) bab sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN BAB II : METODE PENGUKURAN DAN INDIKATOR 6 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

21 KEMISKINAN BAB III : GAMBARAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BAB IV : TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TENGAH BAB V : KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA DI KALIMANTAN TENGAH BAB VI : KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA DI KALIMANTAN TENGAH BAB VII : KESIMPULAN Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

22

23 METODE PENGUKURAN DAN INDIKATOR KEMISKINAN

24

25 BAB II METODE PENGUKURAN DAN INDIKATOR KEMISKINAN 2.1. Teori Kemiskinan Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk "termiskin", misalnya 20 persen atau 40 persen dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti "orang miskin selalu hadir bersama kita". Dalam praktek, negara kaya mempunyai garis kemiskinan relatif yang lebih tinggi dari pada negara miskin seperti pernah dilaporkan oleh Ravallion (1998: 26). Tulisan tersebut menjelaskan mengapa, misalnya, angka kemiskinan resmi (official figure) pada awal tahun 1990-an mendekati 15 persen di Amerika Serikat dan juga mendekati 15 persen di Indonesia (negara yang jauh lebih miskin). Artinya, banyak dari mereka yang dikategorikan miskin di Amerika Serikat akan dikatakan sejahtera menurut standar Indonesia. Tatkala negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

26 kekecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya, Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat. Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama Kemiskinan Absolut Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut "tetap (tidak berubah) dalam hal standar hidup, garis kemiskinan absolut mampu membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan Amerika Serikat tidak berubah dari tahun ke tahun, sehingga angka kemiskinan sekarang mungkin terbanding dengan angka kemiskinan satu 12 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

27 dekade yang lalu, dengan catatan bahwa definisi kemiskinan tidak berubah. Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara tersebut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolut agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber daya finansial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu: a) US $ 1 per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut; b) US $ 2 per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut Terminologi Kemiskinan Lainnya Terminologi lain yang juga pernah dikemukakan sebagai wacana adalah kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Soetandyo Wignjosoebroto dalam "Kemiskinan Struktural: Masalah dan Kebijakan" yang dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendefinisikan "Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan". Dikatakan tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan tetapi juga melanggengkan Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

28 kemiskinan di dalam masyarakat. Dalam kondisi struktur yang demikian itu kemiskinan menggejala bukan oleh sebab-sebab yang alami atau oleh sebab-sebab yang pribadi, melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tak adil. Tatanan yang tak adil ini menyebabkan banyak warga masyarakat gagal memperoleh peluang dan/atau akses untuk mengembangkan dirinya serta meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga mereka yang malang dan terperangkap ke dalam perlakuan yang tidak adil ini menjadi serba berkekurangan, tak setara dengan tuntutan untuk hidup yang layak dan bermartabat sebagai manusia. Salah satu contoh adalah kemiskinan karena lokasi tempat tinggal yang terisolasi, misalnya, orang Mentawai di Kepulauan Mentawai, orang Melayu di Pulau Christmas, suku Tengger di pegunungan Tengger Jawa Timur, dan sebagainya. Sedangkan kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Padahal indikator kemiskinan tersebut seyogianya bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap bisa dihilangkan dengan mengabaikan faktor-faktor adat dan budaya tertentu yang menghalangi seseorang melakukan perubahan-perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural terjadi pada suku-suku terasing, seperti halnya suku Badui di Cibeo Banten Selatan, dan suku Kubu di Jambi. Soetandyo Wignjosoebroto dalam "Kemiskinan, Kebudayaan, dan Gerakan Membudayakan Keberdayaan" yang dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendefinisikan "Kemiskinan adalah suatu ketidakberdayaan". Keberdayaan itu sesungguhnya merupakan fungsi 14 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

29 kebudayaan. Artinya, berdaya tidaknya seseorang dalam kehidupan bermasyarakatnya itu dalam kenyataan akan banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh determinan-determinan sosialbudayanya (seperti misalnya posisi, status, dan wawasan yang dipunyainya). Sebaliknya, semua fasilitas sosial yang teraih dan dapat didayagunakan olehnya itu akan ikut pula menentukan keberdayaannya kelak di dalam pengembangan dirinya di tengah masyarakat. Acapkali timbul suatu rasa pesimis di kalangan orang miskin dengan merasionalisasi keadaannya bahwa hal itu "sudah takdir", dan bahwa setiap orang itu sesungguhnya sudah mempunyai suratan nasibnya sendirisendiri, yang mestinya malah harus disyukuri. Oleh karena itu, Soetandyo menyarankan ditingkatkannya "Gerakan Membudayakan Keberdayaan" pada lapisan masyarakat bawah. Melek huruf, melek bahasa, melek fasilitas, melek ilmu, melek informasi, melek hak, dan melek-melek lainnya adalah suatu keberdayaan yang harus terus dimungkinkan kepada lapisan-lapisan masyarakat bawah agar tidak terjebak ke dalam kemiskinan kultural. Debraj (1998: 250) melihat kemiskinan sebaga kekurangan pendapatan, konsumsi, atau secara umum, kurangnya kepemilikan aksessebilitas terhadap barang dan jasa yang didefinisikan sebagai batas minimal seseorang mampu memenuhi kebutuhan ekonominya pada saat tertentu. Untuk memahami pengertian tentang kemiskinan ada berbagai pendapat yang dikemukakan. Bank Dunia atau World Bank mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pendapatan penduduk Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

30 (income approach) dengan batasan US 1 dollar perkapita per hari dan US 2 dollar perkapita per hari setelah disetarakan dengan daya beli penduduk di suatu daerah atau purchasing powe parity (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2009). Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam studi tentang kemiskinan, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan subyektif. Pendekatan obyektif yaitu pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang telah ditentukan oleh pihak lain terutama para ahli yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial sesuai dengan standar kehidupan. Pendekatan subyektif adalah pendekatan dengan menggunakanukuran kemiskinan yang ditentukan oleh orang miskin itu sendiri yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial dari orang miskin dibandingkan dengan orang kaya yang ada di lingkungannya. Menggunakan pendekatan obyektif banyak ditemukan berbagai dimensi pendekatan yang digunakan oleh para ahli maupun lembaga. Bappenas (dalam jurnal ekonomi Setneg RI, 2009) menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan hak. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat bahwa kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, kerohanian, hiburan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Sedangkan pendekatan pendapatan, 16 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

31 melihat bahwa kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalammasyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Demikian pula pendekatan kemampuan dasar yang menilai bahwa kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Berbeda dengan pendekatan lainnya, pendekatan hak melihat bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki (dalam jurnal ekonomi Setneg RI, 2009). Strategi kebutuhan dasar (basic needs), sebagaimana dikutip oleh Thee Kian Wie (1981: 29), dipromosikan dan dipopulerkan oleh International Labor Organisation (ILO) pada tahun 1976 dengan judul "Kesempatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kebutuhan Dasar: Suatu Masalah bagi Satu Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

32 Dunia". Strategi kebutuhan dasar memang memberi tekanan pada pendekatan langsung dan bukan cara tidak langsung seperti melalui efek menetes ke bawah (trickle-down effect) dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kesulitan umum dalam penentuan indikator kebutuhan dasar adalah standar atau kriteria yang subjektif karena dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah, dan kelompok sosial. Di samping itu kesulitan penentuan secara kuantitatif dari masing-masing komponen kebutuhan dasar karena dipengaruhi oleh sifat yang dimiliki oleh komponen itu sendiri, seperti misalnya selera konsumen terhadap suatu jenis makanan atau komoditi lainnya. Beberapa kelompok atau ahli telah mencoba merumuskan mengenai konsep kebutuhan dasar ini termasuk alat ukurnya. Konsep kebutuhan dasar yang dicakup adalah komponen kebutuhan dasar dan karakteristik kebutuhan dasar serta hubungan keduanya dengan garis kemiskinan. Rumusan komponen kebutuhan dasar menurut beberapa ahli adalah: 1. Menurut United Nations (1961), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara (1986: 289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: kesehatan, bahan makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial, dan kebebasan manusia. 2. Menurut UNSRID (1966), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara (1986: 289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: (i) kebutuhan fisik primer yang mencakup kebutuhan gizi, perumahan, dan kesehatan; (ii) kebutuhan kultural yang mencakup pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup; dan (iii) kebutuhan atas kelebihan pendapatan. 18 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

33 . 3. Menurut Ganguli dan Gupta (1976), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara (1986: 289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: gizi, perumahan, pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan, dan sandang. 4. Menurut Green (1978), sebagaimana dikutip oleh Thee Kian Wie (1981: 31), komponen kebutuhan dasar terdiriatas: (i) personal consumption items yang mencakup pangan, sandang, dan pemukiman; (ii) basic public services yang mencakup fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air minum, pengangkutan, dan kebudayaan. 5. Menurut Hendra Esmara (1986: ), komponen kebutuhan dasar primer untuk bangsa Indonesia mencakup pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. 6. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

34 Tabel 2.1. Komponen Pengeluaran konsumsi Penduduk Menurut Daerah di Indonesia Tahun 1976 Jenis Pengeluaran Perkotaan Pedesaan (1) (2) (3) A.PANGAN 1. Padi-padian dan hasilhasilnya 2. Umbi-umbian dan hasilhasilnya - 3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya 4. Daging 5. Telur, susu, dan hasil-hasil - - susu 6. Sayur-sayuran 7. Kacang-kacangan 8. Buah-buahan 9. Konsumsi Lainnya ( ) ( ) 10. Makanan yang sudah jadi Minuman yg mengandung - - alkohol 12. Tembakau, sirih - - B. BUKAN PANGAN 1. Perumahan, bahan bakar, penerangan, dan air. 2. Barang-barang dan jasa-jasa ( ) ( ) 3. Pakaian, alas kaki, dan tutup kepala 4. Barang tahan lama 5. Keperluan pesta dan upacara Catatan : tanda memperlihatkandipergunakan sepenuhnya dan tanda ( ) dipergunakan sebagian dari pengeluaran rata-rata jenis pengeluaran dalam kategori kebutuhan dasar atau bukan kebutuhan dasar. 20 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

35 Keterangan : a. Dari seluruh pengeluaran untuk konsumsi lainnya diperkirakan 50 persen dan 75 persen digunakan untuk kebutuhan dasar bagi penduduk yang berdiam di daerah perkotaan dan pedesaan. Kebutuhan dasarterdiri dari garam, lada, gula pasir, minyak goreng dan lain-lain. b. Dalam kategori pengeluaran untuk barang-barang dan jasajasa adalah termasuk pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan komposisi pengeluaran konsumsi penduduk di atas dapat dihitung besarnya kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen tersebut seperti disajikan pada tabel 2.2. Indikator kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut: a. Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein. b. Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran ratarata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. c. Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran ratarata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang, dan air. d. Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran ratarata untuk keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, dan buku). e. Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran ratarata untuk penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan, termasuk obat-obatan. Pendekatan rata-rata per kapita yang diterapkan dalam penghitungan kemiskinan mengalami perkembangan dari waktu Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

36 ke waktu. Biasanya pendekatan rata-rata per kapita ini belum mempertimbangkan tingkat konsumsi menurut golongan umur dan jenis kelamin serta skala ekonomi dalam konsumsi. Bahkan ada juga pengukuran secara internasional dengan menggunakan nilai uang dalam bentuk dolar. Bank dunia menetapkan garis kemiskinan sebesar 1 dolar dalam bentuk satuan PPP per kapita per hari. Sedangkan negara maju seperti Eropa Barat menetapkan 1/3 dari nilai PDB per kapita per tahun sebagai garis kemiskinan. Untuk kasus Indonesia, garis kemiskinan didekati dengan pengeluaran minimum makanan yang setara dengan kilokalori per kapita per hari ditambah pengeluaran minimum bukan makanan (perumahan dan fasilitasnya, sandang, kesehatan, pendidikan, transpor dan barang-barang lainnya). 22 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

37 Tabel 2.2. Perkiraan Pengeluaran Perkapita untuk memenuhi Kebutuhan Dasar Menurut Komponen di Indonesia, (Rp/Kapita/Bulan) Jenis Pengeluaran Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan (1) (2) (3) (4) (5) A. PANGAN Padi-padian dan hasil hasilnya 2. Umbi-umbian dan hasilhasilnya 3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya 4. Daging Sayursayuran Kacangkacangan Buah-buahan Konsumsi Lainnya B. BUKAN PANGAN 1. Perumahan Sandang Pendidikan Kesehatan Jumlah Ratarata Kebutuhan Dasar Pengeluaran Rata-rata Metode Pengukuran Kemiskinan Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

38 ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), sebagai berikut: GK= GKM + GKNM Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi- umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis kemiskinan non-makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non- makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perkotaan dan 47 jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perdesaan Teknik Penghitungan Garis Kemiskinan Tahap pertama adalah menentukan penduduk referensi yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara. Garis Kemiskinan Sementara yaitu Garis Kemiskinan periode lalu yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). 24 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

39 Garis kemiskinan makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah: GKM JK = GKM JK = PLK..Q JLK = V JLK Keterangan: GKM JK = Garis Kemiskinan Makanan daerah J (sebelum P JLK Q JLK V JLK disetarakan menjadi 2100 kilokalori) kabupaten/ kota K. = Harga Komoditi L di daerah J dan kabupaten/kota K = Rata-rata Kuantitas Komoditi L yang di konsumsi di daerah J dan kabupaten/kota K = Nilai pengeluaran untuk konsumsi Komoditi L yang di konsumsi di daerah J dan kabupaten/kota K Selanjutnya GKM J tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengam mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah J dari penduduk referensi sehingga : HK 52 j= 1 = 52 j= 1 V lk K j j lk Keterangan : = Kalori dari komoditi L di daerah J kabupaten/kota K K JLK Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

40 HK IK = Harga rata-rata kalori di daerah J kabupaten/kota K GKM jk = HK JK x 2100 Keterangan : GKM JK J K = Kebutuhan minimum makanan di daerah J, yaitu yang menghasilkan energy setara dengan 2100 kilokalori/kapita/hari. = Daerah (perkotaan/pedesaan) = kabupaten/kota K GKNM merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Nilai kebutuhan minimum per komoditi/sub kelompok non makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub kelompok terhadap total pengeluaran komoditi/sub kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil SPKKD 2004, yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non makanan yang lebih rinci dibandingkan data Susenas modul konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut: GKNMjk = n i= 1 rljvljk GKNM JK = Pengeluaran minimum non makanan atau garis V KJP kemiskinan non makanan daerah J (kota/desa) dan kabupaten/kota K. = Nilai Pengeluaran per komoditi / sub kelompok non makanan daerah J dan kabupaten/kota K (dari 26 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

41 r KJ L J K Susenas modul konsumsi). = Rasio Pengeluaran komoditi / sub kelompok non makanan menurut daerah hasil SPKKD 2004) dan daerah kota/desa. = Jenis komoditi non makanan terpilih = Daerah (perkotaan/perdesaan) = Kabupaten/Kota K Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebaga penduduk miskin (PM). Persentase penduduk miskin di suatu provinsi dihitung dengan: Keterangan : %PM K = % penduduk miskin di kabupaten/kota K. PM K = Jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota K. P K = Jumlah penduduk di kabupaten/kota K. Sementara itu, penduduk miskin untuk level provinsi merupakan jumlah penduduk miskin kabupaten/kota atau: PM P PMp = n i= 1 = Penduduk miskin Provinsi. PMk PM K = Penduduk miskin di kabupaten/kota K. N = Jumlah Kabupaten/Kota. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

42 Persentase penduduk miskin provinsi adalah: Keterangan: % PM P = % penduduk miskin di provinsi. PM P P P = Jumlah penduduk miskin di provinsi. = Jumlah penduduk di provinsi Indikator Kemiskinan Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada 3 indikator kemiskinan yang digunakan, yaitu: Head Count Index (HCI-P 0 ), yaitu persentase penduduk atau rumahtangga miskin yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P 1 ) yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P 2 ) yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Foster-Greer-Thorbecke (1984) telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan yaitu: 28 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

43 Keterangan: Dimana: Pα = 1 N α q z yi i= 1 yi α = 0,1,2 Z = Garis kemiskinan y i Q N = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (i=1,2,,q), y i < z = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan = Jumlah penduduk Jika α=0 maka diperoleh Head Count Index (P 0 ) yaitu persentase penduduk miskin, sedanglan jika α=1 diperoleh Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index), dan α=2 diperoleh Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Indeks). Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

44

45 GAMBARAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

46

47 BAB III GAMBARAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 3.1. Kondisi Geografis dan Wilayah Administrasi Provinsi Kalimantan Tengah terletak antara 0º45' Lintang Utara, 3º30' Lintang Selatan dan 110º45-115º51 Bujur Timur. Dengan luas daerah seluruhnya ,50 km 2 atau 8,04 persen dari luas Indonesia, merupakan provinsi dengan luas wilayah terluas ketiga di Indonesia setelah Papua dan Kalimantan Timur. Dilihat dari perbatasan daerah, Kalimantan Tengah di bagian utara dibatasi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah barat berbatasan dengan Kalimantan Barat, dan sebelah timur berbatasan dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Seperti provinsi lainnya diindonesia, Provinsi Kalimantan Tengah memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Selama tahun 2013, hujan terjadi setiap bulan. Rata-rata curah hujan di Kalimantan Tengah berkisar antara 237,9 mm (Pangkalan Bun) sampai 281,6 mm (Palangka Raya). Rata-rata penyinaran matahari di Kalimantan Tengah selama tahun 2013 berkisar antara 57,2% (Palangka Raya) hingga 60,0% (Pangkalan Bun). Suhu udara di suatu tempatantara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2013, suhu udara rata-rata Kalimantan Tengah berkisar antara 26,7ºC sampai 27,1ºC. Suhu udara maksimum tercatat di stasiun pengukur Buntok (36,8ºC) sedangkan suhu minimum tercatat di stasiun pengukur Muara Teweh (16,8ºC). Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

48 Berikut dapat dilihat peta wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Tengah pada Gambar 3.1 di bawah ini. Gambar 3.1. Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Tengah Dilihat dari sudut wilayah administrasi, wilayah Provinsi Kalimantan Tengah memiliki 14 kabupaten/kota, yang terdiri dari 13 kabupaten dan 1 kota, yaitu: 1. Kabupaten Kotawaringin Barat 2. Kabupaten Kotawaringin Timur 3. Kabupaten Kapuas 34 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

49 4. Kabupaten Barito Selatan 5. Kabupaten Barito Utara 6. Kabupaten Sukamara 7. Kabupaten Lamandau 8. Kabupaten Seruyan 9. Kabupaten Katingan 10. Kabupaten Pulang Pisau 11. Kabupaten Gunung Mas 12. Kabupaten Barito Timur 13. Kabupaten Murung Raya 14. Kota Palangka Raya Jumlah wilayah administrasi seperti kecamatan dan kelurahan. Sampai dengan Desember 2013 jumlah desa/kelurahan di Kalimantan Tengah mencapai 1.569, sementara jumlah kecamatan sebanyak 136 kecamatan. Kondisi ini menunjukkan bahwa setiap pemekaran kabupaten/kota selalu diikuti oleh pemekaran wilayah dibawahnya yaitu pada tingkat kecamatan dan desa/ kelurahan. Luas wilayah dan jumlah wilayah administrasi menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut ini. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

50 Tabel 3.1. Luas Wilayah dan Jumlah wilayah Administrasi Menurut Kabupaten/Kota, Desember 2013 Kabupaten/Kota Luas wilayah (Km 2 ) Kecamatan Desa/ Kelurahan (1) (2) (3) (4) 1. Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur K a p u a s Barito Selatan Barito Utara Sukamara Lamandau Seruyan Katingan Pulang Pisau Gunung Mas Barito Timur Murung Raya Palangka Raya 2 399, Jumlah , Karakteristik Kependudukan Penduduk Kalimantan Tengah Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2013 adalah 2.384,7 ribu jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 1.243,8 ribu jiwa (52,16 persen) dan 1.140,9 ribu jiwa (47,84 persen) penduduk perempuan. Secara absolut jumlah penduduk Kalimantan Tengah terus bertambah dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2000 tercatat 1.855,5 ribu lalu pada tahun 2010 menjadi 2.212,1 ribu serta pada tahun 2013 menjadi 2.384,7 ribu jiwa. 36 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

51 Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Hasil SP 2000, SP 2010 dan Hasil Estimasi Penduduk Tahun 2013 Menurut Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk SP 2000 Jumlah Penduduk SP 2010 Jumlah Penduduk 2013 (ribuan) (1) (2) (3) (4) 1. Kotawaringin Barat ,2 2. Kotawaringin Timur ,7 3. K a p u a s ,6 4. Barito Selatan ,2 5. Barito Utara ,4 6. Sukamara ,1 7. Lamandau ,7 8. Seruyan ,6 9. Katingan ,1 10. Pulang Pisau ,3 11. Gunung Mas ,9 12. Barito Timur ,3 13. Murung Raya ,1 14. Palangka Raya ,5 Kalimantan Tengah ,7 Pengaruh mobilitas penduduk baik yang sifatnya permanen maupun sementara, mengakibatkan kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah meningkat. Khusus di Kota Palangka Raya yang luas wilayahnya kurang dari 2 persen dari luas Provinsi Kalimantan Tengah (±2.400 km 2 ) mempunyai kepadatan penduduk lebih dari 6 (enam) kali kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 102 jiwa per km 2. Bila dilihat menurut kabupaten/kota, Kabupaten Murung Raya yang merupakan kabupaten terluas dengan luas ±15 persen luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah kepadatan Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

52 penduduknya paling jarang, yaitu sebesar 4 jiwa per km 2. Untuk kabupaten-kabupaten induk seperti Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas, Barito Selatan, Barito Utara dan Kota Palangka Raya masing-masing 24 jiwa, 25 jiwa, 23 jiwa, 15 jiwa, 15 jiwa dan 102 jiwa per km 2. (Tabel 2.3.). Persebaran yang tidak merata sangat berkaitan dengan permasalahan kemasyarakatan, daya dukung serta daya tampung lingkungan/wilayah, juga persoalan penyediaan kebutuhan terhadap lapangan pekerjaan, serta tenaga kerjanya. Kota Palangka Raya memiliki kepadatan yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya, sehingga perlu penyeimbangan persebaran penduduk melalui pemerataan pembangunan wilayah, penciptaan lapangan kerja di daerah-daerah yang jarang penduduknya. 38 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

53 Tabel 3.3. Luas Wilayah, Ibukota Kabupaten/Kota, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, 2013 Kabupaten/Kota Ibukota Luas Wilayah (Km2) Jumlah Penduduk (ribuan) Kepadatan Penduduk (1) (2) (3) (4) (5) 1. Kotawaringin Barat Pangkalan Bun , Kotawaringin Timur Sampit , K a p u a s Kuala Kapuas , Barito Selatan Buntok , Barito Utara Muara Teweh , Sukamara Sukamara , Lamandau Nanga Bulik , Seruyan Kuala Pembuang , Katingan Kasongan , Pulang Pisau Pulang Pisau , Gunung Mas Kuala Kurun , Barito Timur Tamiang Layang , Murung Raya Puruk Cahu , Palangka Raya Palangka Raya ,5 102 Kalimantan Tengah Palangka Raya ,7 16 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

54 Tabel 3.4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013 (ribuan) Kelompok Umur Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) ,8 119,7 244, ,6 113,0 232, ,3 108,8 222, ,5 106,6 218, ,8 106,1 220, ,7 106,9 222, ,3 105,8 220, ,2 97,1 206, ,3 78,7 171, ,2 62,0 135, ,5 46,7 102, ,5 32,7 72, ,4 21,6 47, ,6 14,9 30, ,9 10,0 19, ,2 10,3 19,5 Jumlah 1 243, , ,7 Sumber : Proyeksi Penduduk Kalimantan Tengah Tahun Perkembangan struktur umur penduduk ditentukan oleh adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi serta normanorma hidup masyarakat. Sebagai contoh, turunnya angka kelahiran (fertilitas) sebagai hasil upaya keras pemerintah melalui pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) menyebabkan pertumbuhan penduduk pada kelompok anak-anak dapat dikendalikan. Membaiknya derajat kesehatan masyarakat seiring dengan membaiknya pelayanan kesehatan menyebabkan semakin tinggi angka harapan hidup. Di samping itu, globalisasi 40 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

55 mempercepat pengaruh pada mobilitas penduduk baik yang bersifat permanen maupun sementara. Tabel 3.5. Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013 Kelompok Umur Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) ,03 10,49 10, ,62 9,90 9, ,11 9,54 9, ,96 9,34 9, ,23 9,30 9, ,30 9,37 9, ,19 9,27 9, ,78 8,51 8, ,42 6,90 7, ,89 5,43 5, ,46 4,09 4, ,18 2,87 3, ,04 1,89 1, ,25 1,31 1, ,80 0,88 0, ,74 0,90 0,82 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Proyeksi Penduduk Kalimantan Tengah Tahun Dari Tabel 3.5 di atas terlihat bahwa persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 67,75 persen, sedangkan persentase penduduk usia non produktif (kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas adalah 32,25 persen. Dengan kata Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

56 lain angka beban ketergantungan penduduknya sebesar 47,60, yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung antara 47 sampai 48 penduduk usia non produktif (usia muda dan usia lanjut). Gambar 3.2. Piramida Penduduk, 2013 Struktur umur penduduk tahun 2013 tergambar pada piramida penduduk. Dari gambar tersebut masih terlihat melebar di dasar piramida dan bagian atas piramida yang cenderung semakin menyempit dan meruncing tajam. Dari analisis piramida menggambarkan bahwa penduduk Provinsi Kalimantan Tengah tergolong penduduk muda ke arah menengah. Pada kelompok umur penduduk tua pada piramida penduduk, menunjukkan bahwa penduduk laki-laki cenderung lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan. 42 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

57 Tabel 3.6. Rasio Ketergantungan Penduduk Menurut Kabupaten/ Kota, 2013 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur (ribu jiwa) Rasio Ketergantungan (1) (2) (3) (4) (5) 1. Kotawaringin Barat 74,0 180,4 6,8 44,77 2. Kotawaringin Timur 118,4 277,1 10,2 46,42 3. K a p u a s 100,7 229,4 11,6 48,94 4. Barito Selatan 38,7 86,0 4,4 50,19 5. Barito Utara 37,8 84,0 3,6 49,37 6. Sukamara 15,1 34,7 1,3 47,42 7. Lamandau 19,7 47,6 2,4 46,48 8. Seruyan 46,7 111,0 2,9 44,69 9. Katingan 47,9 102,4 4,8 51, Pulang Pisau 35,5 82,3 5,6 49, Gunung Mas 34,1 67,4 3,4 55, Barito Timur 30,7 72,5 4,1 48, Murung Raya 35,6 66,8 2,7 57, Palangka Raya 64,3 174,1 6,1 40,46 Kalimantan Tengah 699, ,6 69,9 47,60 Penyajian data penduduk menurut kelompok umur untuk tujuan tertentu seringkali disederhanakan menjadi tiga kelompok, yaitu 0-14 tahun, tahun dan 65 tahun ke atas. Penggolongan seperti ini untuk melihat struktur penduduk "tua" atau "muda". Selain itu dari penggolongan umur tersebut juga dapat dihitung Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio). Dampak keberhasilan pembangunan kependudukan juga dapat dilihat pada perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dengan semakin rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif (kelompok umur 0-14 tahun dan kelompok umur 65 tahun atau lebih) yang berarti semakin rendahnya angka beban Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

58 ketergantungan. Semakin kecil angka beban ketergantungan akan memberikan kesempatan bagi penduduk usia produktif untuk meningkatkan kualitas dirinya Penduduk Usia Kerja Penduduk usia kerja yaitu seluruh penduduk yang dianggap mempunyai potensi untuk bekerja secara produktif. Sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk yang telah memasuki usia kerja dapat dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan penduduk yang menganggur/pengangguran. Pada tahun 2013 penduduk usia kerja (berumur 15 tahun ke atas) tercatat sebanyak orang. Dari jumlah tersebut 52,46 persen adalah penduduk laki-laki dan 47,54 persen penduduk perempuan atau penduduk usia kerja laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Penduduk laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tergolong angkatan kerja jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk laki-laki bukan angkatan kerja. Sebaliknya penduduk perempuan umur 15 tahun ke atas yang tergolong angkatan kerja lebih kecil dibandingkan dengan penduduk perempuan umur 15 tahun ke atas yang bukan angkatan kerja. Masih kentalnya tatanan sosial budaya masyarakat, dimana laki-laki sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban untuk bekerja mencari nafkah. Sehingga angkatan kerja laki-laki (65,89 persen) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan angkatan kerja perempuan (34,11 persen). 44 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

59 Tabel. 3.7 Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin, 2013 Kegiatan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) Angkatan Kerja (AK) Bekerja Pengangguran Bukan AK (BAK) Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya Jumlah Sumber: Sakernas Agustus 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Dari penduduk usia kerja di Kalimantan Tengah 68,21 persen diantaranya adalah angkatan kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan pengangguran, sedangkan sisanya 31,79 persen bukan angkatan kerja, yaitu penduduk yang sekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Apabila diuraikan lebih lanjut, dari penduduk usia kerja yang bekerja (66,10 persen) sedangkan sisanya (2,11 persen) pengangguran. Sementara itu untuk penduduk bukan angkatan kerja melakukan kegiatannya dengan sekolah (9,00 persen), mengurus rumahtangga (19,55 persen) dan lainnya (3,24 persen). Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

60 Gambar 3.3. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan, ,24 19,55 9,00 66,10 2,11 Bekerja Pengangguran Sekolah Mengurus RT Lainnya 3.4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Indikator ketenagakerjaan yang dapat memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK merupakan perbandingan jumlah penduduk angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. TPAK menggambarkan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang termasuk ke dalam angkatan kerja. 46 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

61 Gambar 3.4. TPAK Menurut Jenis Kelamin, ,65 87,70 86,06 88,05 86,85 85,67 71,24 71,22 69,86 72,89 69,90 68, ,07 53,08 52,01 56,16 51,20 48,94 0 Agst 08 Agst 09 Agst 10 Agst 11 Agst 12 Agst 13 Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan Pada Agustus 2013, TPAK Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebesar 68,21 persen, artinya dari 100 penduduk usia kerja, sekitar 68 orang diantaranya termasuk angkatan kerja aktif secara ekonomis. Angka ini sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini disebabkan karena menurunnya jumlah penduduk yang bekerja. Jika dibedakan menurut jenis kelamin, ternyata TPAK laki-laki jauh lebih besar dibandingkan dengan TPAK perempuan, dimana TPAK laki-laki tercatat sebesar 85,67 persen sedangkan TPAK perempuan 48,94 persen. Hal ini berarti penduduk laki-laki yang aktif secara ekonomi lebih besar dibandingkan penduduk perempuan. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

62 Tabel 3.8. Persentase TPAK, Tingkat Kesempatan Kerja, dan Tingkat Pengangguran Terbuka, TPAK Uraian Agustus 2010 Agustus 2011 Agustus 2012 Agustus 2013 (1) (2) (3) (4) (5) Laki-laki 86,06 88,05 86,85 85,67 Perempuan 52,01 56,16 51,20 48,94 Laki-laki + Perempuan 69,86 72,89 69,90 68,21 Tingkat Kesempatan Kerja Laki-laki 96,95 98,21 97,35 97,20 Perempuan 93,88 96,16 95,86 96,35 Laki-laki + Perempuan 95,86 97,45 96,83 96,91 Tingkat Pengangguran Terbuka Laki-laki 3,05 1,79 2,65 2,80 Perempuan 6,12 3,84 4,14 3,65 Laki-laki + 4,14 2,55 3,17 3,09 Perempuan Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) merupakan peluang seseorang penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Kesempatan kerja yang ada memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja, sedangkan angkatan kerja yang tidak terserap dikategorikan menganggur. Pada Agustus 2013 tingkat kesempatan kerja di Kalimantan Tengah sebesar 96,91 persen. Ini berarti sekitar 97 dari 100 penduduk angkatan kerja sudah bekerja, sedangkan 3 dari 100 penduduk lainnya masih menganggur (pengangguran terbuka). 48 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

63 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang termasuk ke dalam kelompok pengangguran terbuka. Penduduk yang tergolong pengangguran terbuka ini adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha, atau mereka yang belum bekerja walaupun sudah mempunyai pekerjaan, dan mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Pada Agustus 2013, dari 100 angkatan kerja laki-laki 3 orang diantaranya menganggur, dan dari 100 angkatan kerja perempuan 4 orang diantaranya menganggur, ini berarti penduduk perempuan yang mencari kerja (menganggur) lebih besar daripada penduduk laki-laki. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesempatan kerja laki-laki (97,20 persen) lebih besar dibanding tingkat kesempatan kerja perempuan (96,35 persen). Pada Agustus 2013 angka pengangguran terbuka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus 2012, dari 3,17 persen turun menjadi 3,09 persen Karakteristik Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan menuju masyarakat dewasa dan mandiri, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Sejauh mana amanat yang tercermin dalam UUD 1945 dan GBHN, dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa telah atau sedang dicapai oleh masyarakat merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan dan kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

64 Melalui pemerataan pendidikan masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk. Dalam kaitan ini pemerintah berupaya menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan melaksanakan kebijakan pendidikan yang disebut Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar) 9 tahun, yaitu sebuah kebijakan yang sangat mendasar dan diharapkan dapat menopang keberhasilan program pendidikan jangka panjang. Untuk menunjang perkembangan ekonomi melalui industrialisasi, tenaga kerja yang hanya berpendidikan SD saja tidak memadai, sehingga dengan Wajar 9 tahun berarti menunda anak-anak dan remaja untuk tidak segera terjun kelapangan kerja dan untuk lebih siap bekerja secara produktif. Selain itu diharapkan jumlah penduduk yang buta huruf akan berkurang terutama pada penduduk usia sekolah. Kesejahteraan penduduk di suatu wilayah tidak terlepas dari pendidikan yang merupakan penentu kualitas penduduk tersbut. Oleh sebab itu, sektor pendidikan selalu menjadi fokus pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan. Tingkat keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan dapat diukur dari berbagai macam indikator. Untuk menggambarkan keadaan pendidikan penduduk secara umum dalam uraian bagian ini, antara lain akan disajikan gambaran umum mengenai status pendidikan dari beberapa indikator seperti angka partisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan, angka melek huruf, dan rata-rata lama sekolah Keadaan Sarana Pendidikan Komitmen pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa antara lain terlihat dari semakin meningkatnya jumlah 50 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

65 sekolah yang dibangun, dan pengangkatan tenaga guru dari tahun ke tahun. Peningkatan tersebut agaknya merupakan keharusan yang tidak dapat dihindari untuk menampung jumlah penduduk usia sekolah yang selalu meningkat terus sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk. Rasio murid-guru dan murid-kelas merupakan ukuran yang dapat menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pendidikan. Semakin kecil rasio, berarti semakin baik keadaan fasilitas pendidikan yang tersedia. Selain itu rasio murid-guru menggambarkan kepadatan kelas sebagai ruang belajar. Indikator-indikator tersebut digunakan untuk melihat ketersediaan fasilitas pendidikan yang memadai untuk mendukung program wajib belajar 9 tahun yang dicancangkan oleh pemerintah. Pengadaan/pengangkatan guru secara umum dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang dibandingkan dengan peningkatan jumlah murid serta pertambahan sekolah pada ke tiga jenjang pendidikan (SD, SMP, dan SMA), yang semakin merata sampai ke pelosok perdesaan terutama di daerah terpencil dan kantong-kantong pemukiman yang terpencar. Oleh sebab itu jumlah sekolah yang ada dibandingkan dengan guru yang tersedia makin seimbang, khususnya daerah yang terpencil, sementara pertambahan jumlah murid relatif meningkat, pertambahan guru maupun jumlah sekolahnya juga bertambah. Rasio murid-guru pada masing-masing tingkatan sekolah pada tahun 2011/2012 menjadi SD = 11,26, SMP = 11,05, SMA = 15,76 dan SMK = 8,60, pada tahun ajaran 2013/2014 menjadi SD = 11,74, SMP = 11,81, SMA = 10,94 dan SMK = 10,57. Keadaan ini menggambarkan bahwa mutu pendidikan perlu ditingkatkan dengan menambah jumlah guru, terutama pada pendidikan Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

66 dasar. Program wajib belajar 9 tahun juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya sampai 9 tahun. Gambar 3.5. Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Tingkat Sekolah Tahun Ajaran 2011/2012 dan 2013/ ,76 11,74 11,81 11,26 11,05 10,94 10,57 8,60 SD SMP SMA SMK 2011/ /2014 Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah 3.7. Angka Melek Huruf Membaca merupakan suatu hal yang sangat penting dalam memajukan setiap individu, karena membaca adalah dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, indikator Angka Melek Huruf (AMH) merupakan indikator yang sangat penting untuk melihat sejauh mana penduduk suatu daerah terbuka terhadap pengetahuan. Salah satu keberhasilan program pendidikan ditunjukkan dengan semakin berkurangnya tingkat buta huruf penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Tingkat buta huruf merupakan bagian dari indikator kemampuan penduduk untuk berkomunikasi secara tertulis. Kemampuan baca tulis merupakan pengetahuan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk mencapai hidup sejahtera. Berkaitan dengan hal 52 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

67 itu, pemerintah berusaha agar penduduk laki-laki maupun perempuan di segala lapisan masyarakat dapat terbebaskan dari buta aksara. Usaha pemerintah selama ini antara lain diwujudkan dengan program wajib belajar 9 tahun dan program kejar paket A dan B. Selama tahun , AMH laki-laki maupun perempuan baik di perkotaan maupun perdesaan terlihat angkanya sudah melebihi 95 persen. Sementara itu jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, AMH di perkotaan lebih besar dari AMH di perdesaan. Kemudian jika membandingkan antar wilayah perdesaan dan perkotaan lebih lanjut, perbedaan AMH laki-laki lebih tinggi dibandingkan AMH perempuan (Tabel 3.9.). Tabel 3.9. Jenis Kelamin Angka Melek Huruf Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (3) (3) (5) (5) (7) (7) Laki-laki 99,06 99,06 98,42 98,88 98,64 98,94 Perempuan 98,09 97,46 96,09 97,29 96,78 97,35 Total 98,59 98,28 97,32 98,13 97,75 98,18 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Tingginya AMH laki-laki dibanding perempuan selama dua tahun terakhir menunjukkan, bahwa jumlah perempuan yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan lebih banyak dibanding laki-laki. Kemudian jika dibandingkan AMH laki-laki dan perempuan di perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

68 Penyebab dari keadaan ini juga diduga terkait dengan kemampuan ekonomi keluarga yang kurang memadai dan keadaan geografis yang kurang menguntungkan di mana fasilitas yang tersedia berlokasi di tempat yang jauh dari jangkauan penduduk setempat. Arah pembinaan pemberantasan buta huruf telah cukup berhasil mengingat dinamika masyarakat perkotaan dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk dapat membaca dan menulis. Keadaan ini menunjukkan bahwa tingkat buta huruf penduduk Kalimantan Tengah sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat buta huruf penduduk perempuan yang lebih besar tersebut. Meskipun rendah, namun perbedaan angka buta huruf laki-laki dan perempuan di atas memperlihatkan kesenjangan baik sosial budaya maupun kesempatan diantara keduanya masih ada. Dari gambaran yang dikemukakan di atas kiranya jelas bahwa perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk pemberantasan buta huruf di Provinsi Kalimantan Tengah, dan upaya tersebut perlu diprioritaskan pada penduduk perempuan khususnya di daerah perdesaan. Hal ini mengingat bahwa akselerasi pemberantasan buta huruf masih berjalan cukup lambat walaupun ini telah dilancarkan sejak satu dasawarsa terakhir Partisipasi Sekolah Keberhasilan pembangunan suatu daerah ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas SDM tersebut. Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluasluasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga 54 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

69 pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan.tujuan Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Nasional Tahun salah satunya adalah pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Indikator keberhasilan dalam pencapaian rencana strategis tersebut dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM) yang keduanya menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah memanfaatkan fasilitas pendidikan. Usia sekolah tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 7-12 tahun (SD), tahun (SMP), dan tahun (SMA). Perbedaan APS dan APM terletak pada tingkat pendidikan, jika APS hanya memandang kelompok umur, APM memperhatikan tingkat pendidikan dan kelompok umur. Dengan demikian, APM mengukur seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan dan juga melihat proporsi anak yang bersekolah tepat waktu sesuai dengan umurnya. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

70 Tabel Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Kelompok Umur / Jenis Kelamin (1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 7-12 tahun - Laki-laki 97,98 97,96 98,30 98,71 98,92 97,94 98,39 98,61 - Perempuan 98,70 98,51 98,55 98,28 98,44 98,28 98,63 99,43 - Total 98,33 98,23 98,43 98,50 98,70 98,10 98,50 99, tahun - Laki-laki 83,79 83,89 84,03 84,52 84,70 85,23 86,51 84,19 - Perempuan 88,73 88,36 88,61 88,72 89,05 86,10 84,46 87,56 - Total 86,08 86,14 86,19 86,62 86,83 85,64 85,55 85, tahun - Laki-laki 50,11 50,18 50,02 53,50 54,36 52,51 54,40 60,68 - Perempuan 57,10 56,48 56,44 53,99 54,67 56,47 53,72 55,77 - Total 53,39 53,20 53,01 53,73 54,50 54,33 54,06 58, tahun - Laki-laki 9,74 10,14 9,91 10,13 11,21 13,61 13,63 20,76 - Perempuan 8,90 9,36 9,04 10,06 10,91 11,65 13,67 18,08 - Total 9,32 9,75 9,46 10,09 11,06 12,59 13,65 19,49 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Pengkajian partisipasi sekolah penduduk Kalimantan Tengah pada setiap jenjang pendidikan (Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah), diharapkan akan dapat memberikan gambaran kualitas SDM yang potensial di masa datang. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, tingkat partisipasi sekolah penduduk Kalimantan Tengah telah meningkat, baik perempuan maupun laki-laki. Keadaan ini cukup menggembirakan karena partisipasi sekolah memang diharapkan dari tahun ke tahun semakin meningkat. 56 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

71 Peningkatan penduduk yang bersekolah selama tahun merupakan keberhasilan Provinsi Kalimantan Tengah dalam upaya memperluas pelayanan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi sekolah penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah yang cenderung semakin meningkat.angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut kelompok umur dan jenis kelamin selama tahun dapat dilihat pada Tabel Perbandingan antara kelompok usia penduduk tingkat pendidikan tampak bahwa APS anak usia tingkat pendidikan SD (7-12 tahun) lebih tinggi dibandingkan APS usia SMP (13-15 tahun). Pada tahun 2012 APS usia SD mencapai 99,01 persen dan APS usia SMP sebesar 85,88 persen. APS usia penduduk tingkat pendidikansmp yang masih lebih rendah dibanding APS usia SD menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, mengingat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah sudah berjalan lebih dari satu dasawarsa, akan tetapi belum meliputi seluruh anak usia tahun yang ada. Partisipasi sekolah penduduk laki-laki usia tingkat pendidikan SMA (16-18 tahun) selama tahun pun menunjukkan gambaran yang menggembirakan. Jika pada tahun 2006 APS penduduk laki-laki sebesar 50,11 persen atau lebih rendah dibanding perempuan (57,10 persen), namun pada tahuntahun berikutnya menunjukkan peningkatan yang berarti, yaitu tahun 2013 mencapai 60,68 persen dan lebih tinggi dibanding penduduk perempuan (55,77 persen). Pada kelompok usia penduduk tingkat pendidikan tinggi (19-24 tahun), APS penduduk laki-laki mengalami peningkatan dan juga pada perempuan, yaitu dari 13,63 persen pada tahun 2012 naik menjadi 20,76 persen tahun 2013 dan APS untuk Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

72 perempuan adalah 13,67 persen tahun 2012 menjadi 18,08 persen di tahun Fenomena ini menunjukkan masih adanya peranan perempuan dalam kesetaraan gender di bidang pendidikan. Secara umum, tingkat partisipasi sekolah pada setiap jenjang pendidikan di Kalimantan Tengah mengalami kenaikan selama sepuluh tahun terakhir. Demikian pula partisipasi sekolah baik pada laki-laki maupun perempuan. Tabel Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) SD 95,87 97,23 96,16 97,60 96,01 97,41 SMP 64,60 64,54 64,71 71,22 64,65 67,88 SMA 41,48 44,92 43,31 44,41 42,39 44,68 Sumber: Susenas Provinsi Kalimantan Tengah Sejalan dengan APS, APM pun menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan pada tingkat SD, begitu juga untuk SMP dan SMA, penduduk yang memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan umurnya pada umumnya semakin meningkat. Pada tingkat pendidikan SMP dan SMA mengalami peningkatan, yaitu SMP dari 64,65 persen menjadi 67,88 persen dan SMA dari 42,39 persen menjadi 44,68 persen, sedangkan SD mengalami peningkatan dari 96,01 persen menjadi 97,41 persen pada tahun 2013 (Tabel 3.11). Namun demikian, seperti yang terjadi di tahun sebelumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah nilai APM, terutama pada tingkat 58 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

73 penddikan SMA/sederajat yang menunjukkan akses terhadap pendidikan lanjutan masih rendah. Fenomena yang cukup menarik adalah APM perempuan untuk pendidikan sekolah dasar dan menengah lebih tinggi jika dibandingkan laki-laki, hal ini berbeda dengan jenjang SMA dimana APM laki-laki lebih besar daripada perempuan. Namun jika kita lihat secara keseluruhan, APM laki-laki dan perempuan pada semua tingkat pendidikan tidak terlalu berbeda jauh, kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan maupun perluasan akses pendidikan bagi laki-laki maupun perempuan sudah terwujud Pendidikan yang Ditamatkan Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi. Sebagai sumber daya manusia yang berkualitas, maka tamatan pendidikan tinggi diharapkan akan meningkatkan produktivitasnya sebagai tenaga kerja. Selanjutnya, peningkatan produktivitas seseorang dalam bekerja diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kemajuan yang dicapai oleh suatu bangsa antara lain sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduknya. Berkaitan dengan hal ini, penting untuk diketahui perkembangan jumlah penduduk Kalimantan Tengah terutama dari tingkat pendidikan tertinggi yang berhasil ditamatkan. Gambaran mengenai peningkatan SDM dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas. Tingkat pendidikan penduduk di daerah perkotaan lebih baik dibandingkan dengan penduduk di perdesaan. Hal ini dapat Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

74 ditunjukkan dengan lebih tingginya persentase penduduk yang tamat SMP ke atas. Sedangkan persentase penduduk dengan tingkat pendidikan di bawahnya menunjukkan kondisi sebaliknya, seperti terlihat dalam Tabel Peningkatan level pendidikan juga terjadi pada setiap jenis kelamin. Namun demikian, proporsi tingkat pendidikan masih lebih menguntungkan bagi laki-laki. Sebagai contoh, persentase penduduk yang berpendidikan rendah (tamat SD ke bawah) tahun 2012 masing-masing tercatat sebesar 54,29 persen laki-laki dan 59,53 persen perempuan, sedangkan untuk tahun 2013 menjadi 53,67 persen untuk penduduk laki-laki dan 60,09 persen untuk penduduk perempuan. Persentase penduduk yang tamat SMA ke atas juga memperlihatkan kenaikan. Pada tahun 2012, persentase penduduk yang tamat sekolah menengah atas mencapai 22,11 persen pada perempuan dan 25,91 persen pada laki-laki. Pada tahun 2013 persentase yang tamat sekolah menengah atas meningkat menjadi 21,84 persen pada perempuan dan 26,61 persen pada laki-laki. 60 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

75 Tabel Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Daerah Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, Daerah / Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Lakilaki Perempuan Lakilaki Perempuan Lakilaki (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perkotaan Perempuan Tdk/blm pernah sekolah 1,41 3,91 0,77 2,18 1,17 2,30 Tdk/blm tamat SD 15,57 16,21 14,25 15,18 15,25 18,77 Tamat SD 22,15 24,21 19,51 21,86 21,18 24,30 Tamat SMP 20,02 19,68 19,86 20,02 19,40 18,14 Tamat SMA ke atas 40,84 35,99 45,60 40,76 43,01 36,48 Perdesaan Tdk/blm pernah sekolah 1,63 4,08 1,56 3,75 1,34 2,79 Tdk/blm tamat SD 21,99 23,20 21,57 26,01 23,06 24,21 Tamat SD 40,83 41,78 40,99 40,45 37,39 40,91 Tamat SMP 18,84 18,36 19,77 17,49 19,88 18,04 Tamat SMA ke atas 16,71 12,58 16,11 12,30 18,32 14,05 Total Tdk/blm pernah sekolah 1,56 4,02 1,30 3,21 1,28 2,62 Tdk/blm tamat SD 19,92 20,77 19,14 22,28 20,44 22,32 Tamat SD 34,80 35,67 33,85 34,04 31,95 35,15 Tamat SMP 19,22 18,82 19,80 18,36 19,72 18,08 Tamat SMA ke atas 24,50 20,71 25,91 22,11 26,61 21,84 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Gambar di bawah ini menunjukkan persentase penduduk menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ada kecenderungan pendidikan yang ditamatkan terfokus pada tingkat dasar. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

76 Gambar 3.6. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, ,15 31,95 22,32 20,44 1,282,62 19,72 18,0818,07 14,13 4,38 2,72 1,10 1,97 0,79 1,30 3,65 0,35 Laki-laki Perempuan Rata-rata Lama Sekolah Indikator lain yang digunakan untuk melihat tingkat pendidikan adalah rata-rata lama sekolah yang secara umum menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun ke atas. Pada tahun 2013 rata-rata lama sekolah laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan perempuan baik di perkotaan maupun perdesaan. Rata-rata lama sekolah penduduk di daerah perkotaan mencapai 9,63 tahun, artinya ratarata tingkat pendidikan penduduk perkotaan adalah kelas 1 SMA. Sedangkan penduduk pedesaan hanya mencapai 7,40 yang berarti rata-rata tingkat pendidikan penduduk pedesaan hanya sampai kelas 1 SMP. 62 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

77 Tabel Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas MenurutJenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, Jenis Kelamin Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Laki-laki 10,15 9,99 7,56 7,66 8,43 8,46 Perempuan 9,59 9,25 6,82 7,09 7,79 7,85 Total 9,87 9,63 7,21 7,40 8,12 8,17 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Status Kesehatan Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya. Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, status kesehatan memberi pengaruh pada tingkat produktivitas. Derajat kesehatan penduduk juga dapat terlihat dari angka morbiditas (kesakitan) yang menunjukkan ada tidaknya keluhan kesehatan yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari baik dalam melakukan pekerjaan, bersekolah, mengurus rumah tangga maupun melakukan aktivitas lainnya. Keluhan dimaksud mengindikasikan adanya suatu penyakit tertentu. Dalam Susenas 2011, keluhan kesehatan yang dimaksud mencakup panas, batuk, pilek, asma/napas sesak/cepat, diare/buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan lainnya. Semakin tinggi angka morbiditas maka menunjukkan semakin banyak penduduk yang mengalami gangguan kesehatan. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

78 Tabel Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan 64 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013 Perkotan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kotawaringin Barat 11,05 9,75 11,39 13,84 11,23 11,97 Kotawaringin Timur 20,42 8,26 16,72 16,40 18,04 13,49 K a p u a s 16,20 12,69 17,90 20,94 17,54 19,16 Barito Selatan 5,85 13,90 10,53 9,31 9,38 10,43 Barito Utara 16,41 14,48 13,49 16,44 14,31 15,88 Sukamara 14,19 10,37 14,25 13,73 14,23 12,76 Lamandau 21,30 20,34 13,93 12,58 15,35 14,10 Seruyan 8,70 21,74 10,05 12,88 9,79 14,62 Katingan 13,91 12,31 15,25 15,00 14,93 14,35 Pulang Pisau 10,24 7,76 11,02 10,84 10,92 10,44 Gunung Mas 15,87 14,22 12,10 16,50 12,89 16,01 Barito Timur 18,71 9,53 17,22 14,28 17,60 13,07 Murung Raya 12,38 6,76 8,99 6,96 9,51 6,93 Palangka Raya 9,61 11,46 10,09 16,18 9,66 11,93 Kalimantan Tengah 13,52 11,38 13,92 14,88 13,78 13,69 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Pada tahun 2013 angka kesakitan Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 13,69 persen, mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,78 persen, sebagai akibat menurunnya angka kesakitan di perkotaan yang turun dari 13,52 persen menjadi 11,38 persen. Angka kesakitan di perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan menggambarkan kondisi kesehatan yang lebih buruk. Jika kita bandingkan antar kabupaten/kota, maka angka kesakitan tertinggi

79 adalah Kabupaten Kapuas (19,16 persen) dan terendah di Kabupaten Barito Selatan (9,38 persen). Dan jika kita lihat lebih jauh lagi menurut daerah tempat tinggal maka untuk daerah perkotaan tertinggi di Kabupaten Seruyan (21,74 persen) sedangkan daerah perdesaan yang tertinggi di Kabupaten Kapuas (20,94 persen). Tabel Rata-rata Lama Sakit Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, Perkotan + Perkotaan Perdesaan Kabupaten/Kota Perdesaan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kotawaringin Barat 5,65 5,27 5,54 4,40 5,59 4,72 Kotawaringin Timur 4,12 6,06 3,32 4,64 3,62 4,95 K a p u a s 5,30 5,48 4,50 5,28 4,64 5,31 Barito Selatan 4,56 3,85 3,97 2,80 4,06 3,14 Barito Utara 3,75 2,77 3,32 4,15 3,47 3,79 Sukamara 7,08 4,03 4,50 5,02 4,94 4,78 Lamandau 6,03 4,81 5,99 4,90 5,99 4,88 Seruyan 5,46 3,94 3,11 4,40 3,88 4,27 Katingan 4,10 4,54 3,30 4,76 3,53 4,72 Pulang Pisau 5,01 6,44 4,71 4,57 4,74 4,76 Gunung Mas 4,99 3,89 2,71 2,48 3,28 2,75 Barito Timur 6,42 6,40 5,60 4,57 5,79 4,91 Murung Raya 3,14 4,02 4,07 5,04 3,91 4,89 Palangka Raya 3,85 4,69 3,77 2,62 3,84 4,41 Kalimantan Tengah 4,55 4,84 4,10 4,52 4,24 4,61 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Hal senada juga terlihat pada rata-rata lama sakit dari penduduk yang pernah sakit yang mengalami peningkatan dari 4,24 hari menjadi 4,61 hari (Tabel 3.15). Secara umum rata-rata lama sakit untuk semua kabupaten/kota mengalami peningkatan. Hal yang cukup menarik yaitu angka perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Rata-rata lama sakit tertinggi di Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

80 Kabupaten Kapuas yaitu 5,31 hari sedangkan terendah Kabupaten Gunung Mas (2,75 hari). Tabel Persentase Anak-anak Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Keluhan Kesehatan Utama yang Dialami, 2013 Keluhan Kesehatan Utama Daerah Tempat Tinggal Panas Batuk Pilek Asma/ Diare/ Sakit Napas Buangbuang ber- kepala Sesak/ Cepat Air ulang Sakit gigi Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Perkotaan 7,05 10,01 9,06 0,84 1,13 2,84 1,32 6,47 Perdesaan 9,18 11,13 10,74 1,22 1,40 4,20 1,75 6,72 Total 8,46 10,75 10,17 1,09 1,31 3,74 1,60 6,63 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013 Tabel menunjukkan bahwa keluhan kesehatan utama yang dialami anak di daerah perkotaan maupun perdesaan tidak banyak bervariasi. Keluhan kesehatan utama yang paling banyak dirasakan adalah batuk (10,75 persen), dimana daerah perkotaan sebesar 10,01 persen dan perdesaan sebesar 11,13 persen. Kemudian asma/napas sesak/cepat merupakan keluhan kesehatan yang paling jarang dialami oleh anak-anak baik di perkotaan maupun perdesaan. 66 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

81 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TENGAH

82

83 BAB IV TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TENGAH Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan memperbaiki kondisi mereka. Pengukuran kemiskinan yang terpercaya (reliable) dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin Definisi Kemiskinan Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need aproach). Konsep ini tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negara-negara lain seperti: Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, dan Gambia. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang bersifat mendasar. Menurut pendekatan ini penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Secara teknis GK dibangun dari dua komponen yakni Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

84 Non Makanan (GKNM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan kilo kalori perkapita perhari, sedangkan GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Kalimantan Tengah Tingkat kemiskinan mencakup besaran jumlah dan persentase dari penduduk miskin. Perkembangan tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah pada periode berfluktuasi cenderung menurun dari tahun ke tahun (Tabel 4.1). Pada periode jumlah penduduk miskin cenderung menurun berfluktuasi dari 261,7 ribu pada tahun 1999 menjadi 230,9 ribu pada tahun Secara absolut maupun relatif terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 15,06 persen pada tahun 1999 menjadi 10,73 persen pada tahun Pada Tahun 2006, terjadi kenaikan persentase penduduk miskin,akan tetapi dilihat dari jumlah penduduk miskin masih tetap mengalami penurunan, yaitu dari 230,9 ribu orang (10,73 persen) di tahun 2005 menjadi 212,8 ribu (11,00 persen) di tahun Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

85 Tabel 4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kalimantan Tengah, Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin (1) (2) (3) ,70 15, ,70 11, ,40 11, ,39 11, ,70 11, ,10 10, ,90 10, ,80 11, ,30 9, ,99 8, ,85 7, ,22 6, ,23 6,55 Maret ,75 6,51 September ,08 6,19 Maret ,60 5,93 September ,38 6,23 Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Pada periode jumlah penduduk miskin juga cenderung menurun dari 210,3 ribu pada tahun 2007 menjadi 164,22 ribu pada tahun Secara relatif terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 9,38 persen pada tahun 2007 menjadi 6,77 persen pada tahun Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Tengah pada bulan September 2012 sebesar 145,08 ribu orang (6,19 persen). Pada September 2013 naik menjadi 149,38 ribu orang (6,23 persen), berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 4,30 ribu orang. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

86 Gambar 4.1. Tren Kemiskinan Kalimantan Tengah, , ,0 9,38 8, , ,0-7,02 6,77 6,55 6,64 6,51 6,19 5,93 6,23 Mar 07 Mar 08 Mar 09 Mar 10 Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sept 12 Mar 13 Sept Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Tengah Tabel 4.2 menunjukkan jumlah dan persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota pada kondisi Bulan September 2012 dan September Jika dilihat secara persentase, tingkat kemiskinan di Kalimantan Tengah berdasarkan kabupaten/kota, maka pada tahun 2013 Kabupaten Barito Timur memiliki persentase kemiskinan tertinggi. Persentase kemiskinan di Barito Timur pada tahun 2012 mencapai 8,52 persen kemudian turun menjadi 8,33 persen. Kabupaten Seruyan merupakan kabupaten dengan persentase kemiskinan tertinggi kedua yaitu sebesar 7,91 persen pada tahun 2012 dan naik menjadi 8,77 persen pada tahun Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

87 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota, Kabupaten/Kota September 2012 September 2013 Jumlah (ribu jiwa) Jumlah (ribu jiwa) Persentase Persentase (1) (2) (3) (4) (5) Kotawaringin Barat 14,4 5,63 14,3 5,44 Kotawaringin Timur 27,5 6,90 28,0 6,85 K a p u a s 20,7 6,10 21,2 6,19 Barito Selatan 9,3 7,25 8,1 6,26 Barito Utara 7,6 6,10 7,5 5,98 Sukamara 2,7 5,36 2,4 4,56 Lamandau 3,2 4,66 3,4 4,87 Seruyan 12,3 7,91 14,2 8,77 Katingan 9,3 6,10 10,2 6,55 Pulang Pisau 6,4 5,24 6,7 5,45 Gunung Mas 6,8 6,56 7,3 6,90 Barito Timur 8,9 8,52 9,5 8,83 Murung Raya 6,0 5,78 6,8 6,44 Palangka Raya 10,1 4,24 9,7 3,94 Kalimantan Tengah 145,1 6,19 149,4 6,23 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Tingkat kemiskinan yang terendah terjadi di Kota Palangka Raya, dimana pada tahun 2012 sebesar 4,24 persen, turun pada tahun 2013 menjadi 3,94 persen. Selain di Kota Palangka Raya, di Kabupaten Lamandau juga sama persentase kemiskinannya rendah. Pada tahun 2012, persentase kemiskinan di Kabupaten Lamandau sebesar 4,66 persen, namun mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2013 menjadi 4,87 persen. Kabupaten Sukamara merupakan salah satu dari tiga kabupaten Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

88 dengan persentase kemiskinan terendah pada tahun Tahun 2012, persentase kemiskinan di Kabupaten Sukamara sebesar 5,36 persen, namun mengalami penurunan menjadi 4,56 persen pada tahun Perkembangan Garis Kemiskinan di Kalimantan Tengah Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Selama September September 2013, Garis Kemiskinan naik sebesar 10,92 persen, yaitu dari Rp ,- per kapita perbulan pada September 2012 menjadi Rp ,- per kapita per bulan pada September Jika memperhatikan Garis Kemiskinan (GK) daerah, yang terdiri dari Garis Kemiskinan daerah perkotaan dan Garis Kemiskinan daerah perdesaan, terlihat bahwa garis kemiskinan di daerah perkotaan naik sebesar 9,39 persen, yaitu dari Rp ,- perkapita per bulan pada September 2012 menjadi Rp ,- perkapita per bulan pada September Sedangkan garis kemiskinan di daerah perdesaan juga mengalami kenaikan sebesar 11,70 persen yaitu dari Rp ,- per kapita per bulan pada September 2012 menjadi Rp ,- per kapita per bulan pada September Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

89 Tabel 4.3. Garis Kemiskinan Menurut Klasifikasi Daerah, Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun Bukan Makanan Total Makanan (1) (2) (3) (4) Perkotaan September September Perubahan (%) 9,42 9,28 9,39 Perdesaan September September Perubahan (%) 11,60 12,18 11,70 Kota+Desa September September Perubahan (%) 10,87 11,14 10,92 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Dengan menggunakan standar garis kemiskinan tiap kabupaten/kota, seperti yang terdapat pada Tabel 4.4, maka jumlah dan persentase penduduk miskin di setiap kabupaten/kota dapat dihitung. Dari Tabel 4.4. dapat dilihat GK tertinggi pada September 2012 terdapat di Kabupaten Barito Timur, yaitu sebesar Rp ,- sementara pada periode yang sama, GK terendah terdapat di Kabupaten Kapuas yaitu sebesar Rp ,-. Pada September 2013 posisi kabupaten dengan GK tertinggi dan terendah masih relatif sama. Kabupaten Barito Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

90 Timur merupakan kota dengan GK tertinggi yaitu sebesar Rp ,-. Sementara itu garis kemiskinan terendah terdapat di Kabupaten Kapuas yaitu sebesar Rp ,-. Kota Palangka Raya sebagai pusat kota di Kalimantan Tengah yang mempunyai heterogenitas masyarakat yang cukup tinggi memiliki garis kemiskinan sebesar Rp ,- pada tahun 2012, dan meningkat menjadi Rp ,- pada tahun Tabel 4.4. Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Kabupaten/Kota Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) September 2012 September 2013 (1) (2) (3) Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Sukamara Lamandau Seruyan Katingan Pulang Pisau Gunung Mas Barito Timur Murung Raya Palangka Raya Kalimantan Tengah Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

91 4.4. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di Kalimantan Tengah Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Sedangkan indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Berdasarkan hasil pengolahan data SUSENAS periode September 2012-September 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) kecenderungan menurun, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) cenderung meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,078 pada keadaan September 2012 menjadi 1,016 pada keadaaan September Penurunan nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami peningkatan untuk periode yang sama (Tabel 4.5), yang menunjukkan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin naik dari tahun sebelumnya. Indeks Keparahan Kemiskinan naik Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

92 dari 0,266 pada keadaan September 2012 menjadi 0,305 pada September Tabel 4.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Klasifikasi Daerah, Tahun Perkotaan Perdesaan Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) September ,919 1,158 1,078 September ,380 1,342 1,016 Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) September ,251 0,273 0,266 September ,037 0,441 0,305 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan, begitu juga Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) daerah perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan (Tabel 4.5). Pada bulan September 2013, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) untuk perkotaan 0,380 sementara di daerah perdesaan mencapai 1,342. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) untuk perdesaan juga lebih tinggi daripada perkotaan yaitu mencapai 0,441 pada bulan September 2013, sedangkan daerah perkotaan lebih rendah yaitu 0,037. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, untuk perdesaan mengalami peningkatan baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ), sedangkan daerah perkotaan cenderung menurun. Secara umum indeks kedalaman kemiskinan di Kalimantan Tengah dalam periode menurun meskipun 78 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

93 terjadi fluktuasi meningkat pada tahun 2012, namun pada tahun 2013 kembali mengalami penurunan. Keadaan ini merupakan indikasi bahwa dalam periode tersebut terus terjadi penurunan besarnya rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap batas miskin. Dengan perkataan lain, rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan. Tabel 4.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Klasifikasi Daerah, Tahun Kota Desa Kota+Desa Nasional Kalimantan Tengah Nasional Kalimantan Tengah Nasional Kalimantan Tengah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,15 0,98 3,78 2,04 2,99 1, ,07 0,90 3,42 1,76 2,77 1, ,91 0,62 3,05 1,24 2,50 1, ,57 0,86 2,80 1,10 2,21 1, ,52 0,82 2,63 1,07 2,08 0, ,40 0,57 2,36 1,29 1,88 1, ,25 0,63 2,24 0,98 1,75 0,87 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional kondisi Maret Jika dilihat pada tabel 4.6, maka dapat dikatakan bahwa indeks kedalaman kemiskinan cenderung menurun dari tahun ke tahun, kecuali pada Tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,68 pada tahun 2007 menjadi 1,47 pada tahun Setelah itu terus mengalami penurunan yaitu dari 1,47 pada tahun 2008 menjadi 0,99 pada tahun Dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 1,05, namun kemudian turun kembali menjadi 0,87 pada tahun Jika dibandingkan dengan tingkat nasional, maka Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

94 indeks kedalaman di Kalimantan Tengah lebih rendah, dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati dengan garis kemiskinan untuk tingkat Kalimantan Tengah dibandingkan ratarata Nasional. Berdasarkan klasifikasi daerah, perkotaan dan perdesaan, pada periode yang sama tampak bahwa indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan dan perdesaan juga menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan menurun dari 0,98 pada tahun 2007 menjadi 0,63 pada tahun Indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan juga menurun dari 2,04 pada tahun 2007 menjadi 0,98 pada tahun Gambar 4.2. Indeks Kedalaman Kemiskinan di Kalimantan Tengah Menurut Klasifikasi Daerah, Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Di tingkat nasional indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan, sama halnya 80 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

95 yang terjadi di Kalimantan Tengah. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan semakin dekat dengan garis kemiskinan dibandingkan dengan daerah perdesaan. Secara umum indeks keparahan kemiskinan di Kalimantan Tengah dalam periode berfluktuasi meskipun ada kecenderungan menurun dari waktu ke waktu. Keadaan ini merupakan indikasi bahwa dalam periode tersebut terus terjadi penurunan besarnya penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Dengan perkataan lain, rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin tidak mengalami ketimpangan. Jika dilihat pada Tabel 4.7 maka dapat dikatakan bahwa indeks keparahan kemiskinan cenderung menurun dari 0,51 pada tahun 2007, mengalami penurunan sampai pada tahun 2013 menjadi 0,19 Jika dibandingkan dengan tingkat nasional, maka indeks keparahan di Kalimantan Tengah lebih rendah, dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa rata-rata pengeluaran di antara penduduk miskin di Kalimantan Tengah cenderung makin tidak timpang dibandingkan dengan tingkat nasional. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

96 Tabel 4.7. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Kalimantan Tengah Menurut Klasifikasi Daerah, Kota Desa Kota+Desa Tahun Nasional Kalimantan Tengah Nasional Kalimantan Tengah Nasional Kalimantan Tengah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,57 0,38 1,09 0,57 0,84 0, ,56 0,19 0,95 0,46 0,76 0, ,52 0,13 0,82 0,27 0,68 0, ,40 0,24 0,75 0,24 0,58 0, ,39 0,26 0,70 0,23 0,55 0, ,36 0,13 0,59 0,32 0,47 0, ,31 0,14 0,56 0,22 0,43 0,19 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional kondisi Maret Berdasarkan klasifikasi daerah, perkotaan dan perdesaan, pada periode yang sama tampak bahwa indeks keparahan kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan menunjukkan kecenderungan menurun berfluktuatif, akan tetapi indeks keparahan kemiskinan di perkotaan lebih rendah dibandingkan di perdesaan. Indeks keparahan kemiskinan di perkotaan menurun dari 0,38 pada tahun 2007 menjadi 0,14 pada tahun Indeks keparahan kemiskinan di perdesaan juga menurun dari 0,57 pada tahun 2007 menjadi 0,22 pada tahun Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

97 Gambar 4.3. Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Klasifikasi Daerah, Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Seperti halnya indeks kedalaman kemiskinan, Indeks keparahan kemiskinan nasional di perdesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Indeks keparahan kemiskinan di perdesaan Kalimantan Tengah lebih tinggi daripada perkotaan Kalimantan Tengah. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa rata-rata pengeluaran di antara penduduk miskin di daerah perdesaan Kalimantan Tengah relatif lebih jauh timpang daripada daerah perkotaannya. Berbicara masalah Indeks Kedalaman Kemiskinan di kabupaten/kota tampaknya yang tertinggi terdapat di Kabupaten Barito Timur. Pada tahun 2012, indeks kedalaman kemiskinan di Barito Timur mencapai 1,64 dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 1,47. Tingginya angka ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Barito Timur mempunyai rata-rata pengeluaran penduduk miskinnya sangat jauh dari garis kemiskinannya, dengan kata lain kemiskinan di Barito Timur sangat dalam dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

98 Indeks kedalaman kemiskinan terendah terjadi di Kota Palangka Raya. Pada tahun 2012 kedalaman kemiskinan di Palangka Raya mencapai 0,46, jauh di bawah rata-rata Kalimantan Tengah (1,08), sementara itu pada tahun 2013 menurun menjadi 0,48 dimana rata-rata Kalimantan Tengah berada di titik 1,02. Rendahnya indeks kedalaman di Kota Palangka Raya dibandingkan kabupaten/kota lainnya menunjukkan bahwa di kota ini semakin dekat rata-rata pengeluaran penduduk miskinnya dari garis kemiskinan. Dilihat dari tingkat keparahannya, di Kabupaten Gunung Mas mempunyai indeks keparahan yang tertinggi pada tahun 2012 dibandingkan kabupaten/kota lainnya yang ada di Kalimantan Tengah. Pada tahun 2012, di Gunung Mas mencapai 0,59, sementara rata-rata di Kalimantan Tengah hanya mencapai 0,27. Namun di tahun 2013, indeks keparahan kemiskinan paling tinggi di Barito Timur mencapai 0,38, sedangkan Gunung Mas turun menjadi 0,13. Hal ini menunjukkan bahwa kabupaten yang tinggi indeks keparahan kemiskinannya maka makin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskinnya (Selengkapnya lihat Tabel 4.8). 84 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

99 Tabel 4.8. Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan MenurutKabupaten/Kota, September 2012 September 2013 Kabupaten/Kota Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) (1) (2) (3) (4) (5) Kotawaringin Barat 0,95 0,26 0,61 0,10 Kotawaringin Timur 0,55 0,07 0,71 0,12 Kapuas 0,42 0,08 1,14 0,28 Barito Selatan 0,76 0,13 0,92 0,21 Barito Utara 0,71 0,12 0,57 0,08 Sukamara 0,74 0,16 0,79 0,17 Lamandau 0,45 0,05 0,61 0,17 Seruyan 1,21 0,31 1,02 0,19 Katingan 1,21 0,32 0,85 0,19 Pulang Pisau 0,84 0,20 1,11 0,30 Gunung Mas 1,34 0,59 0,83 0,13 Barito Timur 1,64 0,41 1,47 0,38 Murung Raya 0,73 0,12 0,88 0,21 Palangka Raya 0,46 0,10 0,48 0,09 Kalimantan Tengah 1,08 0,27 1,02 0,30 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Faktor-Faktor yang mempengaruhi Angka Kemiskinan Jika kita perhatikan lebih jauh mengenai tingkat kemiskinan yang tertinggi dan terendah antara beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Tengah, ada baiknya jika kita lihat data pendukung lainnya, seperti pertumbuhan ekonomi, harga beras sebagai komoditi pokok yang sangat dibutuhkan oleh Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

100 penduduk miskin, produksi bahan tanaman pangan, aspek kesehatan dan pendidikan masyarakat tiap kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Data Pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Tengah pada Tahun 2013 adalah sebesar 7,37 persen. Data pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya tinggi, seperti Kabupaten Seruyan, ternyata mempunyai pertumbuhan ekonomi yang terendah keempat di Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 6,18 pada tahun 2012 dan 6,57 persen pada tahun Perekonomian di kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya rendah seperti di Kota Palangka Raya juga tumbuh di atas ratarata pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 7,72 persen. Lain halnya di Kabupaten Sukamara yang mempunyai tingkat kemiskinan rendah, tetapi pertumbuhan ekonominya dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah yaitu sebesar 6,54 persen. Tabel 4.9. Harga Beras Kualitas Sedang di Beberapa Kabupaten/Kotadi Kalimantan Tengah, 2013 Kabupaten/Kota Harga Beras Banjar (Kg) (1) (2) Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Palangka Raya Sumber : Kalimantan Tengah Dalam Angka 2014 Penghitungan angka kemiskinan dengan pendekatan garis kemiskinan erat kaitannya dengan perkembangan harga komoditi makanan dan non makanan. Salah satu komoditi 86 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

101 makanan yang besar penimbangnya untuk penghitungan garis kemiskinan adalah beras. Beras merupakan bahan pangan pokok dengan karakteristik permintaan yang tidak elastis (perubahan harga tidak terlalu berpengaruh terhadap konsumsi beras). Oleh karena itulah kelompok miskin yang menderita cukup parah karena perubahan harga pangan, terutama beras. Rata-rata harga beras tertinggi ada di Kabupaten Barito Utara, yaitu Rp ,- per kg. Sementara itu harga beras terendah ada di Kabupaten Kapuas yaitu Rp.8.193,- per kg. Penduduk miskin sangat rentan terhadap penyakit. Fasilitas kesehatan yang sangat dekat dan dapat terjangkau oleh masyarakat miskin adalah puskesmas atau puskesmas pembantu. Dilihat dari aspek kesehatan menurut kabupaten/kota di Kalimantan Tengah, berikut dapat dilihat rasio fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin di setiap kabupaten/kota di Kalimantan Tengah pada tahun Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

102 Tabel Rasio Puskesmas Terhadap Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, 2013 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk Miskin (1) (2) (3) (4) Kotawaringin Barat 14,3 92 1:155 Kotawaringin Timur 28, :204 Kapuas 21, :148 Barito Selatan 8,1 72 1:113 Barito Utara 7,5 93 1:81 Sukamara 2,4 32 1:75 Lamandau 3,4 69 1:49 Seruyan 14, :121 Katingan 10, :85 Pulang Pisau 6,7 85 1:79 Gunung Mas 7,3 60 1:122 Barito Timur 9,5 64 1:148 Murung Raya 6,8 98 1:69 Palangka Raya 9,7 55 1:176 Kalimantan Tengah 149, :121 Sumber : Kalimantan Tengah Dalam Angka 2014 Dari data yang ada, ternyata Kabupaten Kotawaringin Timur adalah kabupaten yang sangat minim jumlah puskesmasnya, karena rasionalisasinya 1 puskesmas melayani sekitar 204 penduduk miskin. Kota Palangka Raya adalah ibukota provinsi Kalimantan Tengah juga mempunyai puskesmas yang sedikit, karena 1 puskesmas melayani sekitar 176 penduduk miskin. 88 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

103 KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA

104

105 BAB V KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA 5.1. Teori atau Konsep Tentang Pembangunan Manusia Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia. Di antara pilihan tersebut adalah pilihan untuk berumur panjang dan sehat, berilmu pengetahuan dan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Untuk menghindari salah pengertian, terhadap cara pandang pembangunan manusia dengan pembangunan dengan pendekatan konvensional yang menekankan pertumbuhan ekonomi, pembentukan modal manusia, pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan dasar perlu diperjelas. Konsep pembangunan manusia mempunyai cakupan yang lebih luas dari teori konvensional pembangunan ekonomi. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi seringkali terlupakan oleh berbagai kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang. Kalimat ini merupakan kalimat pembuka pada Human Development Report (HDR) pertama yang dipublikasikan oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun Kalimat ini dengan jelas menekankan pesan utama bahwa pembangunan berpusat pada manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan hanya sekedar alat dari pembangunan. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

106 Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan distribusi komoditas serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia. Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat (pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural) dari sudut pandang manusia. Paradigma pembangunan manusia mengandung empat komponen pokok (HDR 1995:12): 1) Produktivitas. Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktivitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses mencari penghasilan dan lapangan kerja. Oleh karenanya, pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan manusia. 2) Pemerataan. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan hingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang yang tersedia. 3) Berkelanjutan. Akses terhadap peluang/kesempatan harus tersedia, bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Semua bentuk sumber daya; fisik, manusia dan alam, harus dapat diperbaharui. 4) Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh semua orang, bukannya semata-mata untuk semua orang. Semua orang harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pada proses penyelenggaraan pembangunan itu sendiri tentunya dapat juga ditinjau dari hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia melalui dua arah: 92 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

107 1) Arah pertama melalui suatu kebijakan dan pengeluaran pemerintahan. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk sub sektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran tersebut merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap kepedulian pembangunan manusia. 2) Arah kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan antara kedua variabel tersebut berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Atas dasar pertimbangan diatas maka pembangunan manusia difokuskan pada3 (tiga) dimensi yang dianggap esensial bagi kehidupan manusia yaitu: 1) Usia Hidup (Longevity) 2) Pengetahuan (Knowledge) 3) Standar hidup layak (Decent Living Standards) Untuk mengukur usia hidup, Badan Pusat Statistik menggunakan ukuran atau indikator angka harapan hidup waktu lahir atau Life Expectancy at birth (e 0 ). Sepertinya dengan ukuran ini tidak ada yang meragukan keabsahannya (face validity) dari e 0 sebagai ukuran usia hidup. Padahal yang perlu dicatat adalah bahwa diperspektif konsep pembangunan manusia yang ingin diukur sebenarnya tidak hanya segi usia panjang sebagaimana direflesikan dalam suatu ukuran e 0 tetapi juga segi "sehat". Tetapi Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

108 yang terakhir (sehat) ini sulit untuk diikuti batasan idealnya karena sangat relatif terhadap kondisi alasan kesehatan yang lainnya. Selain itu karena UNDP juga menggunakan e 0 sebagai IPM global maka perolehan angkanya dapat dibandingkan secara internasional. Untuk dimensi pengetahuan (knowledge), Badan Pusat Statistik menggunakan dua indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling-mys). Selanjutnya dimensi ketiga dengan Indeks Pembangunan Manusia adalah dimensi standar hidup layak (decent living standard) atau dikenal dengan istilah daya beli. Pengeluaran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik menggunakan indikator dasar rata-rata perkapita. Alasan untuk ini adalah karena dalam penghitungan IPM sub-nasional (provinsi atau kabupaten/kota), tidak menggunakan PDRB perkapita yang kira-kira setara dengan ukuran yang digunakan UNDP. Karena PDRB perkapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM Pendekatan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembanguan Manusia secara matematis merupakan rata-rata hitung dariindeks angka : 1) Harapan Hidup (Expectation of a life) 2) Pengetahuan (Knowledge) 3) Hidup Layak (Decent Living) Untuk menyusun indeks dari ketiga komponen tersebut, ditetapkan nilai maksimum dan minimum dari masing-masing komponen. Perlu diketahui nilai maksimum dan minimum untuk komponen angka harapan hidup, angka melek huruf dan rata-rata 94 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

109 lamanya sekolah didasarkan pada standard UNDP yang pernah digunakan. Sama halnya dengan penghitungan/batasan konsumsi riil perkapita (adjusted). Dengan demikian indeks pada komponen ini sekaligus mencerminkan aspek keterbandingan yang dapat dipakai baik pada tingkat nasional maupun provinsi. Dasar pembangunan haruslah mempunyai aspek pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) agar tidak terhenti pada periode yang berjalan, oleh karenanya tidaklah mungkin apabila (manusia) sebagai subjek pembangunan berusia sangat pendek, karena terganggu oleh aspek kekurangan lainnya. Seperti buruknya derajat/kualitas kesehatan atau rendahnya tingkat sosial ekonominya dan lain sebagainya, sehingga terjadi loss generation yang berdampak hilangnya peluang membangun. Aspek pengetahuan diwakili oleh tingkat melek huruf dan lamanya sekolah akan mencerminkan tingkat pengetahuan dasar (knowledge) yang seharusnya memadai,sehingga hubungan subjek dan objek pembangunan dapat saling berinteraksi secara maksimal. Bila kondisi ini dimulai dengan mutu yang rendah, maka tingkat capaian (achievment) dan mutu (quality) tidak memenuhi dasar keperluan yang diharapkan. Aspek melek huruf diperoleh dengan membagi banyaknya penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dengan seluruh penduduk berumur 15 tahun ke atas. Indikator ini merupakan gambaran kasar kualitas sumber daya manusia. Keterampilan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis hanya mengukur secara umum dan sangat kasar kualitas individu, sehingga bagi masyarakat yang lebih maju, tingkat pendidikan yang dimiliki individu merupakan ukuran yang lebih Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

110 nyata dalam mengukur kualitas sumber daya manusia. Cara penghitungan lamanya sekolah dihitung dengan menggunakan variabel pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan kelas/tingkat tertinggi yang pernah diduduki Capaian Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah Pembangunan Manusia adalah proses agar mampu memiliki lebih banyak pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan sebagainya. Secara umum, IPM menggambarkan kinerja pembangunan manusia pada suatu tingkat pemerintahan tertentu. Untuk menilai keberhasilan pembangunan manusia, barangkali tidak mutlak dari urutan posisi (ranking), akan tetapi juga bisa berdasarkan reduksi shortfall, karena berdasarkan ukuran tersebut akan terlihat seberapa besar akselerasi capaian pembangunan manusia disuatu daerah. Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa angka IPM Provinsi Kalimantan Tengah dalam dua tahun terakhir ( ) menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2012, IPM Kalimantan Tengah tercatat 75,46 dan meningkat menjadi 75,68 pada tahun 2013 atau naik sebesar 0,22 poin, tetapi posisi Kalimantan Tengah tidak mengalami perubahan,yaitu pada peringkat ke 7 dari seluruh provinsi di Indonesia. Secara umum, IPM kabupaten/kota menggambarkan kinerja pembangunan manusia pada tingkat kabupaten/kota. Tidak jauh berbeda dengan perkembangan IPM Kalimantan Tengah, IPM kabupaten/kota juga memperlihatkan peningkatan IPM selama kurun waktu Akan tetapi jika dilihat dari tingkat kecepatan peningkatan IPM antara satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya berbeda. Ada kabupaten/kota 96 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

111 yang menunjukkan peningkatan pesat, ada yang lambat serta ada pula yang relatif tidak menunjukkan peningkatan. Tabel 5.1. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi IPM Peringkat IPM Reduksi Shortfall (1) (2) (3) (3) (4) (5) Kotawaringin Barat 74,69 75, ,65 Kotawaringin Timur 75,14 75, ,07 Kapuas 74,33 74, ,58 Barito Selatan 74,34 74, ,77 Barito Utara 75,97 76, ,68 Sukamara 72,88 73, ,33 Lamandau 73,13 73, ,62 Seruyan 73,24 73, ,43 Katingan 73,67 73, ,62 Pulang Pisau 72,75 73, ,56 Gunung Mas 74,08 74, ,72 Barito Timur 73,75 73, ,43 Murung Raya 73,77 73, ,80 Palangka Raya 79,30 79, ,06 Kalimantan Tengah 75,46 75, ,88 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah Untuk kabupaten/kota dengan IPM tertinggi, selama kurun waktu tidak terjadi perubahan posisi, yaitu masih tetap Kota Palangka Raya sebagai kota dengan IPM tertinggi (79,30 pada tahun 2012 meningkat menjadi 79,52 pada tahun 2013), kemudian disusul secara berturut-turut oleh Kabupaten Barito Utara (75,97 pada tahun 2012 meningkat menjadi 76,13 pada tahun 2013), dan Kabupaten Kotawaringin Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

112 Timur (75,14 pada tahun 2012 menjadi 75,40 pada tahun 2013). Sementara itu, Kabupaten Pulang Pisau, Sukamara, dan Lamandau pada Tahun 2012 menjadi kabupaten dengan IPM terendah. Kondisi posisi ketiga kabupaten ini pada tahun 2013, ternyata tidak mengalami perubahan (lihat Tabel 5.1) Perkembangan Komponen IPM Angka Harapan Hidup (AHH) Aspek kesehatan merupakan unsur penting yang berkaitan dengan kapabilitas penduduk. Derajat kesehatan pada dasarnya dapat dilihat dari seberapa lama harapan hidup yang mampu dicapai. Semakin lama harapan hidup yang mampu dicapai merefleksikan semakin tinggi derajat kesehatannya. Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Lamandau Katingan Pulang Pisau Barito Timur Sukamara Seruyan Gunung Mas Murung Raya Barito Selatan Kotawaringin Timur Kapuas Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat Barito Utara Palangka Raya 67,36 67,45 67,70 67,72 67,74 67,79 67,98 68,00 67,98 68,04 68,09 68,12 68,23 68, ,26 68,28 68,42 68,47 69,84 69,92 71,02 71,11 71,41 71,47 71,75 71,79 72,36 72,39 73,61 73,69 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah 98 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

113 Gambar 5.1. memperlihatkan untuk variabel angka harapan hidup, Kota Palangka Raya merupakan kota dengan AHH tertinggi berturut-turut selama , yaitu sebesar 73,61 tahun pada tahun 2012 menjadi 73,69 pada tahun Pada posisi kedua tertinggi AHH adalah Kabupaten Barito Utara yaitu 72,36 pada tahun 2012 dan meningkat menjadi 72,39 pada tahun Sebaliknya, selama terdapat tiga kabupaten dengan AHH terendah, yaitu Kabupaten Lamandau (67,36 tahun 2012 menjadi 67,45 tahun 2013), Kabupaten Katingan (67,70 tahun 2012 menjadi 67,72 tahun 2013), dan Kabupaten Pulang Pisau (67,74 tahun 2012 menjadi 67,79 tahun Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah Untuk mengetahui kualitas pendidikan di Kalimantan Tengah dibahas dua indikator utama pendidikan yang menunjang IPM yaitu angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah. Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Gunung Mas memiliki AMH tertinggi, baik pada tahun 2012 maupun 2013, yaitu bertahan pada angka 99,96 persen untuk Kabupaten Murung Raya dan 99,70 persen untuk Kabupaten Gunung Mas. Sebaliknya untuk AMH terendah dapat dijumpai di Kabupaten Kotawaringin Barat dimana AMH pada tahun 2012 tercatat sebesar 94,98 persen dan meningkat menjadi 96,12 persen pada tahun Posisi terendah kedua untuk AMH adalah Kabupaten Sukamara yaitu dari 95,75 persen tahun 2012 meningkat menjadi 96,75 persen pada tahun Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

114 Tabel 5.2. Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rala Lama Sekolah (MYS) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten/Kota Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah (1) (2) (3) (4) (5) Kotawaringin Barat 94,98 96,12 7,97 7,99 Kotawaringin Timur 98,77 98,78 8,08 8,08 Kapuas 97,24 97,29 7,34 7,35 Barito Selatan 98,98 99,28 8,47 8,48 Barito Utara 98,71 98,72 8,40 8,41 Sukamara 95,75 96,61 7,47 7,62 Lamandau 98,68 98,70 7,83 7,84 Seruyan 99,32 99,33 7,78 7,80 Katingan 99,49 99,50 8,36 8,45 Pulang Pisau 96,23 96,56 7,67 7,93 Gunung Mas 99,64 99,70 8,79 8,81 Barito Timur 98,01 98,03 8,83 8,84 Murung Raya 99,95 99,96 7,52 7,53 Palangka Raya 99,53 99,55 10,80 10,90 Kalimantan Tengah 97,88 97,99 8,15 8,17 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah Indikator pendidikan lainnya yang digunakan untuk menghitung IPM adalah rata-rata lama sekolah. Dari Tabel 5.1. terlihat bahwa penduduk yang memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi selama adalah penduduk Kota Palangka Raya (dari 10,80 tahun 2012 menjadi 10,90 tahun 2013). Sedangkan penduduk yang memiliki rata-rata lama sekolah terendah adalah Kabupaten Kapuas yaitu dari 7, 34 pada tahun 2012 dan mengalami sedikit peningkatan menjadi 7, Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

115 5.4.3 Pengeluaran perkapita Daya beli merupakan tingkat kemampuan ekonomi penduduk di suatu tempat yang sudah distandarisasi. Daya beli penduduk suatu kabupaten/kota bisa dilihat dari besarnya pengeluaran perkapita disesuaikan. Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa baik pada tahun 2012 maupun 2013, yang memiliki daya beli tertinggi adalah penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota Palangka Raya dan Kabupaten Sukamara. Tabel 5.3. Pengeluaran Perkapita Disesuaikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, Pengeluaran per Kapita Kabupaten/Kota Disesuaikan (ribu rupiah) (1) (2) (3) Kotawaringin Barat 641,79 643,40 Kotawaringin Timur 649,44 652,24 Kapuas 641,86 643,00 Barito Selatan 644,94 646,15 Barito Utara 639,09 640,84 Sukamara 648,08 648,38 Lamandau 643,89 645,12 Seruyan 638,66 639,78 Katingan 640,94 641,96 Pulang Pisau 644,84 646,52 Gunung Mas 637,92 639,58 Barito Timur 639,69 640,91 Murung Raya 645,00 647,49 Palangka Raya 647,91 649,15 Kalimantan Tengah 644,21 646,01 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

116 Sebaliknya pada tahun 2012 dan 2013, daya beli penduduk di Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Seruyan, dan Kabupaten Barito Utara merupakan daya beli terendah jika dibandingkan dengan 14 kabupaten/kota lainnya Status Pembangunan Kabupaten/Kota Pembangunan manusia diseluruh kabupaten/kota di Kalimantan Tengah mengalami kemajuan. Namun demikian kemajuan pembangunan manusia antar kabupaten/kota satu dengan lainnya sangat bervariasi. Kemajuan ini sangat tergantung dari komitmen penyelenggara pemerintahan daerah dalam meningkatkan kapasitas dasar pendudukyang berdampak pada peningkatan kualitas hidup. Kecepatan perubahan IPM selama tercermin pada nilai reduksi shortfall. Perkembangan IPM kabupaten/kota bila dilihat dari nilai reduksi shortfall pada dua tahun tersebut, bisa mengelompokkan kabupaten/kota yang mengalami perkembangan yang relatif cepat, stagnan atau mengalami perlambatan. Angka shortfall ini diilustrasikan sebagai rasio pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh terhadap jarak yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi ideal (IPM=100). Jadi semakin besar nilai shortfall maka semakin cepat waktu yang akan ditempuh untuk menuju kondisi pembangunan manusia yang diharapkan. Nilai shortfall ini sangat berkaitan erat dengan evaluasi percepatan pembangunan manusia disuatu daerah. Dari Tabel 5.4. terlihat bahwa pada tahun 2012, ada satu kabupaten/kota yang mengalami percepatan di atas 2, yaitu Kota Palangka Raya, sedangkan pada tahun 2013 tidak ada satupun kabupaten/kota yang reduksi shortfall-nya di atas 2, namun ada dua kabupaten yang reduksi shortfallnya paling tinggi yaitu 102 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

117 kabupaten Kotawaringin Barat dan Pulang Pisau, masing-masing mencapai 1,65 dan 1,56. Semakin tinggi Reduksi shortfall, maka semakin memungkinkan daerah-daerah tersebut akan lebih cepat mencapai kondisi terbaik dari pembangunan manusia yang ditargetkan. Tabel 5.4. Kabupaten/Kota Peringkat Reduksi Shortfall dan IPM Menurut Kabupaten/Kota, Peringkat IPM (Provinsi) Reduksi Shortfall Peringkat Reduksi Shortfall (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kotawaringin Barat 4 4 1,93 1, Kotawaringin Timur 3 3 1,57 1, Kapuas 6 6 1,27 0, Barito Selatan 5 5 1,27 0, Barito Utara 2 2 1,92 0, Sukamara ,67 1, Lamandau ,44 0, Seruyan ,13 0, Katingan ,28 0, Pulang Pisau ,37 1, Gunung Mas 7 7 1,31 0, Barito Timur 9 9 1,56 0, Murung Raya 8 8 1,62 0, Palangka Raya 1 1 2,44 1, Kalimantan Tengah 7 7 1,62 0,88 xxx xxx Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah 5.6. Analisis Kemiskinan dan Pembangunan Manusia Jika menggabungkan data IPM dan kemiskinan maka akan terlihat pola bahwa semakin baik pembangunan manusia di suatu daerah akan semakin sedikit juga tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

118 pembangunan manusia akan berimbas juga pada pengurangan tingkat kemiskinannya. Tabel 5.5. Komponen IPM dan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Sumber : Badan Pusat Statistik Tabel 5.5. memperlihatkan hubungan antara variabel IPM dan Penduduk Miskin. Dari nilai reduksi shortfall yang menunjukkan percepatan pembangunan manusia di suatu daerah dan persentase pengurangan penduduk miskin terlihat bahwa pada level Provinsi dengan tingkat reduksi shortfall sebesar 0,88 terjadi pengurangan penduduk miskin sebesar 0,04 persen. Bila dilihat menurut kabupaten/kota, maka kabupaten dengan tingkat penurunan penduduk miskin yang tertinggi adalah Kabupaten Barito Selatan tertinggi sebesar 0,99 persen, sedangkan Kabupaten Kotawaringin Barat yang memiliki angka reduksi shortfall tertinggi justru pengurangan penduduk miskin sebesar 0,45 persen. 104 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

119 KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI KALIMANTAN TENGAH

120

121 BAB VI KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI KALIMANTAN TENGAH Dalam berbagai kerangka teoritis maupun kerangka empiris telah banyak dibuktikan bahwa faktor tenaga kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pembangunan. Faktor tenaga kerja tidak saja dipandang sebagai satubagian unit dalam penciptaan output, tetapi juga bagaimana kualitas tenaga kerja tersebut berinteraksi dengan faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptakan suatu nilai tambah (produktivitas). Bekerjanya sebuah sistem ekonomi dalam pembangunan ditentukan oleh bekerjanya bermacam pasar yang ada didalamnya; pasar uang, pasar barang dan termasuk di dalamnya pasar tenaga kerja. Berbicara lebih jauh mengenai tenaga kerja akan membawa pada suatu kondisi nyata yang harus dihadapi bahwa surplus tenaga kerja pada dasarnya sudah lama menjadi masalah serius dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia umumnya dan Provinsi Kalimantan Tengah khususnya. Seiring pesatnya perkembangan penduduk menghasilkan angkatan kerja yang berjumlah besar dan tumbuh cepat pula. Karena itu sejumlah besar angkatan kerja belum terserap dalam perekonomian. Kelebihan pasokan tenaga kerja dalam jumlah yang tidak sedikit pada akhirnya akan menimbulkan masalah ketenagakerjaan yang serius dan tersebar luas. Dampak utama adalah meledaknya sektor informal dan setengah pengangguran, sehingga intensitas dan produktivitas pekerja rendah yang menyebabkan penghasilan pekerja sangat kecil. Akibatnya tingkat hidup sebagian besar penduduk masih sangat rendah, bahkan sejumlah penduduk masih hidup dalam kemiskinan. Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

122 Mengingat penting dan kompleksnya permasalahan ketenagakerjaan dalam suatu proses pembangunan sebagai salah satu penyebab terjadinya kemiskinan, maka dalam bab ini akan dibahas secara ringkas konsep ketenagakerjaan yang selama ini digunakan untuk memperoleh data-data ketenagakerjaan termasuk didalamnya konsep penggangguran, penghitungan tingkat pengangguran, data pengangguran dihubungkan dengan data kemiskinan serta analisis hasil olah data kemiskinan dan pengangguran dikalimantan Tengah Teori dan Konsep Tentang Pengangguran Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan, disamping keadaan angkatan kerja (ecomically active population) dan struktur ketenagakerjaan, adalah isu pengangguran. Pengangguran dari sisi ekonomi merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang ada. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pengangguran juga dapat diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal adalah masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. Terjadinya pengangguran antara lain disebabkan oleh besarnya angkatan kerja yang tidak seimbang dengan kesempatan kerja, ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Selain itu,pengangguran juga dapat terjadi dikarenakan 108 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

123 ketidakseimbangan struktur lapangan kerja, meningkatnya peranan dan aspirasi angkatan kerja wanita dalam seluruh struktur angkatan kerja Kalimantan Tengah serta kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik yang tidak seimbang Pendekatan Penghitungan Pengangguran Dalam mengumpulkan dan menyajikan data ketenagakerjaan, BPS selalu menggunakan konsep dan definisi yang direkomendasikan oleh International Labor Organization (ILO). Hal ini dimaksudkan agar data ketenagakerjaan yang dihasilkan dapat dibandingkan secara internasional, tanpa mengesampingkan kondisi spesifik ketenagakerjaan Indonesia. Menurut konsep Labor Force Framework, penduduk dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dapat digambarkan dalam diagram ketenagakerjaan sebagai berikut : Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

124 Gambar 6.1. Diagram Ketenagakerjaan Berdasarkan diagram diatas, penduduk dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu penduduk usia kerja (usia 15 tahun keatas) dan penduduk bukan usia kerja (usia kurang dari 15 tahun). Penduduk usia kerja dibagi lagi menjadi angkatan kerja dan bukanangkatan kerja. Angkatan kerja meliputi mereka yang bekerja dan pengangguran, sedangkan bukan angkatan kerja meliputi mereka yang masih sekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut, pengangguran yang akan diuraikan disini hanya dibatasi pada 110 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

125 pengangguran terbuka (open unemployment). Secara spesifik, seseorang masuk kategori pengangguran terbuka apabila mereka tidak bekerja (jobless), akan tetapi pada waktu yang bersamaan mereka sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan sudah mempunyai pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. TPT diukur sebagai persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Cara penghitungan TPTadalah sebagai berikut: 6.3. Data Ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah Tahun 2013 Data tentang situasi ketenagakerjaan, termasuk didalamnya data tentang pengangguran merupakan salah satu data pokok yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian, sosial bahkan tingkat kesejahteraan penduduk disuatu wilayah dan dalam suatu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, ketersediaan data ketenagakerjaan yang berkualitas dan berkesinambungan merupakan suatu keharusan dalam suatu proses pembangunan daerah. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kalimantan Tengah pada tahun 2013 sebesar 3,09 persen, mengalami penurunan sebesar 0,08 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Secara absolut, angka pengangguran di Kalimantan Tengah pada tahun 2013 masih cukup tinggi yaitu sebesar orang. Hal Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

126 ini menunjukkan masih banyaknya pencari kerja yang tidak tertampung oleh lapangan kerja yang ada, sehingga menyebabkan mereka terpaksa menganggur. Untuk itu, diperlukan penciptaan lapangan kerja yang cukup banyak agar dapat menampung tenaga kerja yang menganggur tersebut. Hal lain yang turut mempengaruhi tingginya tingkat pengangguran di Kalimantan Tengah adalah perkembangan keadaan perekonomian secara global. Gambar 6.2. Tingkat Pengangguran Provinsi Kalimantan Tengah Menurut Kota-Desa, 2013 Tingkat pengangguran terbuka bervariasi antar kabupaten/kota. Sebagaimana sudah dibahas dalam uraian sebelumnya. Tabel 6.1. memperlihatkan bahwa daerah-daerah yang dominan dengan karekteristik pedesaan memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah dibanding daerah-daerah dengan karakteristik perkotaan atau urban. Kabupaten-kabupaten 112 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

127 yang masih didominasi daerah pedesaan mempunyai tingkat pengangguran terbuka yang rendah, seperti Kabupaten Kapuas sebesar 1,51 persen, Kabupaten Lamandau sebesar 1,67 persen dan Kabupaten Barito Timur sebesar 1,68 persen. Sedangkan Kabupaten Katingan, Kota Palangka Raya, dan Kabupaten Seruyan merupakan 3 (tiga) kabupaten/kota yang mempunyai tingkat pengangguran terbuka tertinggi yaitu 5,82 persen, 5,12 persen dan 4,65 persen. Tabel 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, 2013 Kabupaten/Kota Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total (1) (2) (3) (4) Kotawaringin Barat 2,45 6,32 3,68 Kotawaringin Timur 2,58 2,08 2,45 Kapuas 2,09 0,41 1,51 Barito Selatan 2,05 2,36 2,17 Barito Utara 4,02 1,48 3,01 Sukamara 0,51 4,04 1,85 Lamandau 0,50 3,70 1,67 Seruyan 3,79 6,61 4,65 Katingan 5,76 5,95 5,82 Pulang Pisau 1,18 4,51 2,40 Gunung Mas 0,98 6,29 3,00 Barito Timur 2,12 1,05 1,68 Murung Raya 3,62 3,39 3,54 Palangka Raya 4,53 6,09 5,12 Kalimantan Tengah 2,80 4,14 3,09 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

128 6.4. Data Kemiskinan dan Pengangguran di Kalimantan Tengah Tahun Selama dua tahun terakhir ( ), secara global Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki jumlah penduduk miskin dan jumlah pengangguran tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lain di Kalimantan Tengah. Selain Kabupaten Kotawaringin Timur, pada tahun 2012 Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin Barat juga memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi, sedangkan Kabupaten Kapuas dan Kota Palangka Raya merupakan dua kabupaten yang memiliki jumlah pengangguran tertinggi. Kondisi pada tahun 2013 tidak begitu mengalami perubahan dimana Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin Barat tetap memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi setelah Kabupaten Kotawaringin Timur, adapun kabupaten yang memiliki jumlah pengangguran tertinggi adalah Kabupaten Kapuas dan Kota Palangka Raya. 114 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

129 Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Miskin dan Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten/Kota Penduduk Miskin (ribu jiwa) Penduduk Miskin (ribu jiwa) Pengangguran Pengangguran (1) (2) (3) (4) (5) Kotawaringin Barat 14, , Kotawaringin Timur 27, , Kapuas 20, , Barito Selatan 9, , Barito Utara 7, , Sukamara 2,7 75 2,4 474 Lamandau 3, ,4 574 Seruyan 12, , Katingan 9, , Pulang Pisau 6, , Gunung Mas 6, , Barito Timur 8, ,5 950 Murung Raya 6, , Palangka Raya 10, , Kalimantan Tengah 145, , Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

130

131 KESIMPULAN

132

133 BAB VII KESIMPULAN Dari analisis dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kalimantan Tengah sejak 2007 sampai dengan 2013 terus mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu dari 210,30 ribu jiwa pada 2007 menjadi 149,38 ribu jiwa pada tahun 2013 atau turun dari 9,38 persen menjadi 6,23 persen. 2. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan, begitu juga Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) daerah perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan (tabel 4.7). Pada bulan September 2013, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) untuk perkotaan 0,380 sementara di daerah perdesaan mencapai 1,342. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) untuk perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan yaitu mencapai 0,441 pada bulan September 2013, sedangkan daerah perkotaan lebih rendah yaitu 0, Berdasarkan klasifikasi daerah, pola kemiskinan Kalimantan Tengah sejalan dengan tingkat Nasional, yakni tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. 4. Berdasarkan kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Tengah pada tahun 2013, Kabupaten Barito Timur memiliki persentase kemiskinan tertinggi, yaitu 8,83 persen. 5. Pada periode September 2012 September 2013, rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan. Hal ini diperlihatkan dengan menurunnya Indeks Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah

134 Kedalaman Kemiskinan dari 1,078 pada September 2012 menjadi 1,016 pada September Akan tetapi ketimpangan pengeluaran diantara sesama penduduk miskin relatif tidak ada perubahan pada periode yang sama. Indeks Keparahan Kemiskinan pada September 2012 sebesar 0,266 menjadi 0,305 pada September Dari data IPM dan kemiskinan maka akan terlihat polanya bahwa semakin baik pembangunan manusia di suatu daerah akan semakin sedikit juga tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan pembangunan manusia akan berimbas juga pada pengurangan tingkat kemiskinannya. 7. Selama kurun waktu dua tahun belum banyak menunjukkan perubahan terhadap tiga kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk miskin dan jumlah pengangguran tertinggi se-kalimantan Tengah, yaitu Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, dan Kota Palangka Raya. 120 Analisa Data Kemiskinan Kalimantan Tengah 2013

135

136

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

Garis Kemiskinan. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM. GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Garis Kemiskinan. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM. GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan Garis Kemiskinan Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Garis kemiskinan berguna

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 No. 05/01/75/Th.XI, 3 Januari 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 Berdasarkan survei pada September 2016 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,63 persen. Angka

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 No. 04 / 01 /13/Th. XIX / 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada adalah 349.529 jiwa. Dibanding (379.609 jiwa) turun

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 No. 05/01/75/Th.IX, 2 Januari 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 Pada September 2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,41 persen. Angka ini turun dibandingkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 No. 05 /1 /13/Th. XVIII / 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2014 adalah 354.738 jiwa. Dibanding Maret

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016 No. 42/7/13/Th. XIX/18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada 2016 adalah 371.555 jiwa. Dibanding (349.529 jiwa) naik sebanyak

Lebih terperinci

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 STATISTIK PENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 i STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1401 Katalog BPS : 2101023.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm : ix + 57 halaman

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 125/07/21/Th. III, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 05/01/12/Th. XX, 03 Januari 2017 KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA SEPTEMBER SEBANYAK 1.452.550 ORANG (10,27%) Jumlah penduduk miskin di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 04/01/13/Th. XX/3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan 3,04 persen, menjadi Rp 438.075 per kapita per bulan dari Rp 425.141

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014 B P S P R O V I N S I A C E H No. 31/07/Th.XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 881 RIBU ORANG RINGKASAN Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011 No. 07/01/62/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015 B P S P R O V I N S I A C E H No. 46/09/TH.XVIII, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN Maret 2015 MENCAPAI 851 RIBU ORANG RINGKASAN Pada Maret 2015, jumlah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017 No.38/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 8,19 PERSEN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017 B P S P R O V I N S I A C E H No. 32/07/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 872 RIBU DENGAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN 07/07/Th. XI, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017 No. 37/07/75/Th.X. 17 Juli 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017 Berdasarkan survei pada Maret 2017 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,65 persen. Dibandingkan persentase

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 57/07/21/Th. XI, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015 No.55 /9 /13/Th. XVIII / 15 September 2015 september2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015 Garis Kemiskinan (GK) 2015 mengalami peningkatan 5,04 persen, menjadi Rp 384.277,00 perkapita

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016 10,00 5,00 0,00-5,00 4,91 1,37 0,83-0,60 0,44 0,43 1,18 Bahan Mkn Jadi, Mnman, Rokok & Tbk Perumahan Sandang No.05/05/15/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016 JUMLAH

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN 05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014 B P S P R O V I N S I A C E H No. 4/01/Th.XVIII, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 837 RIBU ORANG RINGKASAN Pada September

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN 38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 SEBESAR 9,38 PERSEN No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017 Penduduk miskin di Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 40/07/12/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017 PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA MARET 2017 SEBANYAK 1.453.870 ORANG (10,22%) Jumlah penduduk miskin di

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VIII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2012 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No 07/01/21/Th. XII, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016 B P S P R O V I N S I A C E H No.04/01/Th.XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016 Jumlah Penduduk Miskin Mencapai 841 Ribu Orang RINGKASAN Pada September 2016, jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA 07/01/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 195,95 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 07/01/62/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 No. 07/07/62/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 No. 31/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 622,84 RIBU ORANG Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 41/07/76/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 149,76 RIBU JIWA (11,30 PERSEN) Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU Nomor 51/07/21/Th. XII, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial

Lebih terperinci

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 05/01/12/Th. XIX, 04 Januari 2016 KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada September sebanyak 1.508.140 orang (10,79%),

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Tingkat Kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2017 No. 35/07/31/Th.XIX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 06/01/12/Th. XVIII, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada September 2014 sebanyak 1.360.600

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. No. 32/07/14/Th. XVIII, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2017 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 No. 06/01/17/Th. XII, 2 Januari 2018 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI BENGKULU Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 Persentase Penduduk Miskin

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th XI, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan 2015. Tingkat kemiskinan pada

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 07/01/62/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016 B P S P R O V I N S I A C E H No. 32/07/TH.XIX, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016 Jumlah Penduduk Miskin Mencapai 848 Ribu Orang RINGKASAN Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. III/1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/11/33.08/Th.I, 08 November 2016 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN 2015 MENCAPAI 13,07 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 40/7/61/Th. XVII, 1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Maluku Utara Maret 2009 September 2015

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Maluku Utara Maret 2009 September 2015 No. 05/01/82/Th. XV, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2015 BERKURANG 7,3 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin di Maluku

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015 No. 05/01/15/Th X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 311,56 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013 No. 31/07/91/Th. VI, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi September 2012 sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017 No. 06/07/62/Th. XI, 17 Juli 2017 1. PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN 07/01/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.57/07/64/Th.XX,17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 702,40 RIBU ORANG Pada bulan 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 BADAN PUSAT STATISTIK No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007 TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/09/53/Th.XVIII, 15 Sept 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 1.159,84 RIBU ORANG (22,61PERSEN) Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015 No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 690,67 RIBU ORANG Pada bulan ember 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. II/1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 682,71 RIBU ORANG Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/06/33.08/Th.II, 15 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2016 SEBESAR 12,67 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI LAMPUNG BPS PROVINSI LAMPUNG No. 07/09/18/TH.VII, 15 September 2015 ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2015 Jumlah penduduk miskin di Lampung pada Maret 2015 mencapai 1.163,49 ribu orang (14,35 persen), bertambah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 6/01/52/TH.VII, 2 JANUARI 2013 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 828,33 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 05 /01/52/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 786,58 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG. No. 04/01/91/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin berkurang 6,75 ribu

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 58/09/12/Th. XVIII, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015 MARET 2015, JUMLAH PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA NAIK 103.070 ORANG DIBANDING SEPTEMBER

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011 No. 36/07/51/Th. V, 1 Juli 2011 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011 Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2011 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2010. Tingkat

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Maret 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN Maret 2017 MENCAPAI 1.150,79 RIBU ORANG (21,85 PERSEN) Jumlah penduduk

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 No. 64/09/71/Th. IX, 15 September 2015 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016 No. 05/01/33/Th. XI, 3 Januari 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 13,19 PERSEN Pada bulan ember 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013 No. 07/07/62/Th. VII, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 No. 45/07/51/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 185,20 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 64 /09/52/TH.IX, 15 SEPTEMBER 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 823,89 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin di Nusa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH. BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER 2016 No. 08/07/18/TH.IX, 3 Januari 2017 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2016

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 4,836 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016 No. 06/01/51/Th. XI, 3 Januari 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 174.94 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

No.01/07/81/Th. XX,17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada dibawah Garis Kemiskinan) di Maluku pada bulan Maret

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 No. 05/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 186,53 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. No. 04/01/91/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

Lebih terperinci