DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H
|
|
- Yanti Susanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2 RINGKASAN ERIK PRIYADI. Dampak Efisiensi Lokasi Industri terhadap Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI). Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri dengan increasing return to scale yang dinamis (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Penelitian empiris tentang transformasi struktur ekonomi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian (atau sektor pertambangan) menuju ke sektor industri. Dilihat dari perkembangan perekonomian Kabupaten Bogor tahun , diketahui bahwa sektor industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB kabupaten Bogor dan kontribusi industri manufaktur tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bila dilihat dari distribusi persentase sektor-sektor perekonomian, dapat diketahui pada tahun 2000, distribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB sebesar 59,85 persen, dan tahun 2004 sebesar 60,87 persen. Keberadaan kegiatan industri di suatu wilayah membawa akibat yang lebih luas daripada yang tergambar dalam analisa biaya manfaat perusahaan tersebut. Maka, lokasi perusahaan di suatu wilayah mempunyai pengaruh yang besar terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya, dimana semakin besar nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam industri maka semakin banyak tenaga kerja yang dapat diserap oleh industri tersebut. Dampak ekonomi yang dibawakan oleh lokasi industri di suatu tempat terungkap antara lain dalam bentuk peningkatan produksi, pendapatan dan pengurangan pengangguran di wilayah tersebut. Pengaruh langsung dapat dilihat dari peningkatan nilai tambah dari sektor industri yang akan mengakibatkan peningkatan nilai PDRB suatu daerah. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana dampak lokasi suatu industri terhadap perolehan nilai tambahnya yang dihitung dari analisis regresi dan tingkat efisiensi lokasinya dihitung dari analisis LQ (Location Quetient), SI (Specialization Indeks) dan LI (Localization Indeks) yang berbasis tenaga kerja yang merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis konsentrasi spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri manufaktur di Kabupaten Bogor berdasarkan jumlah perusahaan dan tenaga kerja terkonsentrasi di Kecamatan Cileungsi, Citeureup, Gunung Putri dan Cibinong. Empat kecamatan
3 tersebut merupakan wilayah peruntukan industri serta terdapat empat kawasan industri, yaitu: kawasan industri Menara Permai, Bogorindo Cemerlang, Cibinong Center Industrial Essace, dan Cileungsi Perdana. Kecamatan tempat terkonsentrasinya industri manufaktur memiliki jumlah LQ yang lebih banyak dari pada wilayah lain yang artinya industri-industri pada empat kecamatan tersebut menikmati pangsa tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Bogor. Tahun 1999 dan 2004, Kecamatan Cileungsi memiliki nilai LI tertinggi sehingga dapat diketahui bahwa industri di Kecamatan Cileungsi cenderung memusat, sedangkan nilai SI tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Nanggung, Cisarua dan Jasinga yang berarti bahwa ketiga kecamatan tersebut sangat berspesialisasi terhadap industri manufaktur. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi untuk mengetahui bagaimana besar dampak lokasi industri terhadap perolehan nilai tambah suatu industri menunjukkan bahwa lokasi yang efisien sangat berpengaruh positif dan signifikan terhadap perolehan nilai tambah suatu industri. Sehingga disarankan bagi pelaku-pelaku industri agar benar-benar mempertimbangkan penentuan lokasi industrinya karena sangat mempengaruhi perolehan nilai tambahnya.
4 DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR Oleh ERIK PRIYADI SIMATUPANG H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Erik Priyadi Sianturi No. Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Dampak Efisiensi Lokasi Industri terhadap Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Tanggal Kelulusan : Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP :
6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2006 Erik Priyadi Simatupang H
7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Erik Priyadi Simatupang lahir pada tanggal 21 Desember 1983 di Mentok, sebuah kota yang berada di Provinsi Bangka Belitung di ujung Pulau Sumatera. Penulis anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bardiaman Simatupang dan Romida Batubara. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Santa Maria Mentok Bangka pada tahun 1996, dan pada tahun yang sama melanjutkan ke SLTP Santa Maria Mentok Bangka dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan tingkat SMU di SMUN 1 Mentok Bangka dan dapat menamatkannya pada tahun Pada tahun 2002, penulis meninggalkan kota tercinta beserta segala kenangannya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis dapat diterima sebagai salah satu dari ribuan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan dapat diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, intelektualitas serta kedewasaan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Hipotesa, UKM-PMK, GMKI, dan Ikatan Mahasiswa Bangka (ISBA).
8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena lindungan tangan-nya dan berkat-nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Dampak Efisiensi Lokasi Industri terhadap Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor. Dampak penentuan lokasi suatu industri sangat menarik untuk ditelusuri karena selain berdampak terhadap perolehan keuntungan suatu industri, lokasi industri di suatu daerah diharapkan juga akan meningkatkan taraf hidup dan pendapatan masyarakat. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada Bapak Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si. sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Muhammad Findi A, S.E., M. Si. sebagai komisi pendidikan, atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para peserta pada seminar hasil penelitian atas segala saran dan kritik guna perbaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan ( Yoshika M. T. dan Mohammad Royan) atas kerjasama dan bantuannya, serta teman-teman VOE (Voice of Economic) juga teman-teman Wisma Dua Mawar serta temanteman Ilmu Ekonomi angkatan 39 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas segala dukungan dan kerjasamanya.
9 Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada orang tua penulis, yaitu Bapak B. Simatupang dan Ibu tercinta R. Batubara serta saudara-saudara penulis, terutama kakak penulis Ika Lestari, yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Doa dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2006 Erik Priyadi H
10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN... 1 I.1. Latar Belakang... 1 I.2. Permasalahan... 6 I.3. Tujuan Penelitian... 8 I.4. Manfaat Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Lokasi Industri Teori Industri Manufaktur Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor Industri Aglomerasi Industri dan Kluster Industri Aglomerasi Industri Kluster Industri Agroindustri Sebagai Industri Pengolahan Berbasis Pertanian Dampak Lokasi Industri Pertumbuhan Ekonomi Regional Pertumbuhan Pendapatan per Kapita Otonomi Daerah Hasil Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian... 43
11 3.2. Jenis dan Sumber data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Efisiensi Lokasi Location Quetient Specialization Indeks Localization Indeks Analisis Dampak Efisiensi Lokasi Analisis Regresi Pengujian Statistika Pengujian Ekonometrika IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Geografi dan Pemerintahan Penduduk dan Ketenagakerjaan Sosial Industri Perekonomian Kabupaten Bogor Laju Pertumbuhan Ekonomi Struktur Ekonomi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Efisiensi Lokasi Analisis Location Quetient Analisis Localization Indeks Analisis Specialization Indeks Analisis Dampak Efisiensi Lokasi Analisis Hasil Estimasi Regresi Pengujian Statistik Pengujian Ekonometrika Interpretasi Peubah dalam Model... 80
12 VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 89
13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1. Struktur vertikal dan Koordinasi Agribisnis Sistem Pengolahan Produk Pertanian Bagan Alur Pendekatan Studi... 41
14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Data Potensi Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri per Kecamatan di Kabupaten Bogor Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas yang Bekerja pada Lapangan Usaha tahun Data Potensi Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bogor Banyaknya Tenaga Kerja Kecamatan yang Bekerja di Sektor Industri Manufaktur Banyaknya Tenaga Kerja yang Diserap Subsektor Industri Manufaktur Nilai Location Quetient Industri Manufaktur Tahun Jumlah LQ Industri Manufaktur per Kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 1999 dan Nilai LI Industri Manufaktur Kabupaten Bogor Tahun 1999 dan Nilai SI Industri Manufaktur Kabupaten Bogor Tahun 1999 dan Hasil Estimasi Regresi Nilai Tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Uji Multikolinieritas Model... 79
15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Klasifikasi Industri Manufaktur menurut BPS Banyaknya Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang per Kecamatan Menurut Kelompok Industri di Kabupaten Bogor Tahun Banyaknya Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang per Kecamatan Menurut Kelompok Industri di Kabupaten Bogor Tahun Persentase Tenaga Kerja Kecamatan yang bekerja di Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Persentase Tenaga Kerja Kecamatan yang bekerja di Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Persentase Tenaga Kerja Subsektor Industri Manufaktur pada tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun Persentase Tenaga Kerja Subsektor Industri Manufaktur pada tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun Nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Analisis Specialization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Analisis Specialization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Analisis Localization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Analisis Localization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun Data-data Industri Manufaktur Kabupaten Bogor Hasil Analisis Data (Regresi) dengan Menggunakan E-views
16 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri dengan increasing return to scale yang dinamis (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Penelitian empiris tentang transformasi struktur ekonomi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian (atau sektor pertambangan) menuju ke sektor industri. Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output agregat atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB) atau produk nasional bruto (PNB) atau pendapatan nasional. Berdasarkan hasil analisis rumusan potensi ekonomi strategis daerah, terdapat empat sektor yang prospektif dapat dikembangkan diantaranya; sektor industri manufaktur (pengolahan), pertanian, perdagangan dan sektor pariwisata. Menggali potensi-potensi yang dimiliki daerah sangat diperlukan di dalam menunjang pembangunan nasional, khususnya dalam memacu pertumbuhan ekonomi, karena keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh
17 kemampuan daerah untuk menggali potensi-potensi sumber daya yang dimilikinya, serta untuk meningkatkan perekonomian daerah itu sendiri pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya (BPS,1999). Sektor industri manufaktur sendiri telah mengalami perkembangan secara bertahap yang berhasil membawa perubahan dalam struktur perekonomian nasional. Disamping memberikan sumbangan yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berarti peningkatan pendapatan masyarakat, sektor ini juga berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tahun 1994 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB sebesar Rp milyar dengan penyerapan terhadap tenaga kerja sebanyak jiwa. Nilai PDB secara berkesinambungan meningkat hingga tahun 1997 menjadi Rp ,4 milyar dengan jumlah tenaga kerja yang diserap untuk industri besar, sedang, kecil dan rumah tangga sebesar tenaga kerja (BPS, 1999). Tetapi pada saat terjadi krisis ekonomi awal tahun 1998, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB turun drastis menjadi Rp ,6 milyar dengan laju pertumbuhan pada titik terendah mencapai -13,01 persen. Namun kondisi tersebut mengalami perbaikan, tahun 2002 kontribusi sektor industri pengolahan meningkat menjadi Rp ,7 milyar lebih tinggi dari kondisi sebelum krisis (BPS,2002). Keberadaan Industri pengolahan dalam masyarakat membawa akibat yang lebih luas daripada yang tergambar dalam analisa biaya manfaat perusahaan tersebut. Oleh karena itu, lokasi perusahaan di suatu wilayah memiliki pengaruh yang besar terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada hakikatnya lokasi optimum diartikan secara sempit dalam meminimumkan biaya terutama biaya
18 angkutan atau memaksimumkan keuntungan perusahaan yang bersangkutan, namun keberadaan kegiatan industri dalam masyarakat, membawa akibat yang lebih luas. Hal ini terungkap dalam berbagai dampak yang dibawakan oleh perusahaan tersebut. Dewasa ini analisa dampak merupakan unsur penting dalam perencanaan industri; karena intisari perencanaan adalah mengusahakan tercapainya dampak positif dan menghindarkan dampak negatif, terutama pada masyarakat sekitarnya. Dampak ekonomi yang dibawakan oleh lokasi industri di suatu tempat terungkap antara lain dalam bentuk peningkatan produksi, pendapatan dan pengurangan pengangguran. Pengaruh langsung dapat dilihat dari peningkatan nilai tambah dari sektor industri yang akan mengakibatkan peningkatan nilai PDRB suatu daerah. Peningkatan nilai tambah juga akan mengakibatkan peningkatan penyerapan tenaga kerja sehingga dampak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitar lokasi industri tersebut untuk kemudian meluas ke daerah dan bahkan mungkin ke tingkat nasional. Oleh karena itu penting untuk menelusuri proses meluasnya dampak tersebut. Dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Provinsi Jawa Barat tahun , Kabupaten Bogor menduduki peringkat tiga dalam perolehan PDRB se-jawa Barat sebesar Rp pada tahun 2000 dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 3,94 persen, setelah Bekasi sebesar Rp dengan laju pertumbuhan ekonomi 4,75 persen dan Indramayu sebesar Rp dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 9,00 persen. Sedangkan pada tahun
19 2004 (angka sementara), Kabupaten Bogor menduduki peringkat kedua dalam peroleh PDRB sebesar Rp dengan laju pertumbuhan 5,52 persen setelah Bekasi yaitu sebesar Rp dengan laju pertumbuhan ekonomi 6 persen. Dengan total PDRB kabupaten dan kota di Jawa Barat pada tahun 2004 adalah sebesar Rp dan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 5,08 persen (PDRB Kabupaten dan Kota di Jawa Barat ). Peningkatan PDRB Kabupaten Bogor tidak lain karena adanya kontribusi yang sangat besar dalam industri manufaktur (pengolahan) yang telah memanfaatkan sektor tersebut dengan baik dan menjadikannya sebagai salah satu sektor unggulan di Kabupaten Bogor. Tabel 1.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (persen) Lapangan Usaha * 2004** Pertanian,Peternakan, kehutanan & Perikanan 7,74 7,68 7,29 6,88 6,55 Pertambangan dan Galian 1,75 1,71 1,64 1,64 1,35 Industri Pengolahan 59,85 59,89 60,25 60,35 60,87 Listrik, Gas dan Air Bersih 3,78 3,79 3,83 3,86 3,90 Bangunan 3,22 3,23 3,26 3,33 3,38 Perdagangan, Hotel dan Restoran 15,43 15,48 15,41 15,61 15,63 Pengangkutan dan Komunikasi 2,67 2,67 2,71 2,76 2,78 Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,76 1,76 1,77 1,77 1,76 Jasa-Jasa 3,80 3,80 3,83 3,81 3,79 PDRB Kab. Bogor Sumber: PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Dilihat dari distribusi persentase PDRB Kabupaten Bogor atas dasar harga berlaku tahun , industri manufaktur menyumbangkan sebesar 59,85 persen pada
20 tahun 2000 terhadap PDRB, dan pada tahun 2004 sebesar persen terhadap PDRB. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor berdasarkan kontribusi sektoral terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Bogor tahun , menempatkan industri manufaktur sebagai porsi tertinggi, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Trilyun Rupiah). Lapangan Usaha * 2004** Pertanian,Peternakan, kehutanan & Perikanan 1,4099 1,533 1,624 1,7254 1,8681 Pertambangan dan Galian 0,3196 0,3407 0,364 0,4125 0,3838 Industri Pengolahan 10, , , , ,3631 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,6892 0,7558 0,8522 0,9674 1,113 Bangunan 0,5864 0,6438 0,7257 0,8361 0,9632 Perdagangan, Hotel dan Restoran 2,8122 3,090 3,4309 3,9183 4,4578 Pengangkutan dan Komunikasi 0,4866 0,5335 0,6041 0,6913 0,7917 Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,3209 0,3509 0,3946 0,4441 0,5026 Jasa-Jasa 0,6926 0,758 0,3994 0,9551 1,0798 PDRB Kab. Bogor 18, , , , ,5235 Sumber: BPS Kabupaten Bogor, * angka sementara, ** angka perbaikan Bila dilihat perkecamatan, banyaknya perusahaan industri besar dan sedang menurut kelompok industri di Kabupaten Bogor terkumpul di kecamatan Gunung Putri dengan 112 industri, Cileungsi dengan 106 industri, Cibinong dengan 62 industri dan Citereup dengan 60 industri, dengan jumlah 485 industri di Kabupaten Bogor (Derektori IBS BPS). Adanya Industri di tiap kecamatan akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut. Dari data
21 direktori IBS BPS dapat diketahui bahwa dari 485 industri yang ada di Kabupaten Bogor telah menyerap tenaga kerja. I.2. Perumusan masalah Menurut Faisal Basri (2006), pemerintah harus dapat membuat pertumbuhan ekonomi lebih baik dari tahun 2005 yang hanya mencapai 5,4 persen, untuk mengurangi penduduk miskin yang masih sangat rentan terhadap gejolak harga. Upaya yang harus ditempuh adalah menggenjot pertumbuhan 3 sektor; yakni pertanian, manufaktur dan pertambangan. Untuk itu, agar pertumbuhan tahun 2006 di atas 5,4 persen, maka harus ada terobosan menumbuhkan sektor manufaktur menjadi 6,4 persen, pertambangan menjadi 2 persen dan pertanian menjadi 3,5 persen (kompas, 8 Februari 2006). Efisiensi lokasi suatu industri sendiri dapat didekati dari bagaimana pelaku-pelaku industri menempatkan lokasi industrinya pada lokasi yang tepat dan efisien misalnya suatu industri yang input oriented atau industri yang berorientasi pada input (industri yang cenderung mendekati input (bahan baku) untuk meminimumkan biaya pengangkutan (transport cost)) dan industri yang market oriented atau industri yang berorientasi pasar (industri yang cenderung mendekati pasar untuk memudahkan penjangkauan konsumen dan mempertinggi pangsa pasarnya). Atau bagaimana suatu industri bisa menempatkan posisinya atau lokasinya pada wilayah yang memang dikembangkan sebagai daerah pembangunan industri karena daerah tersebut mempunyai akses dan strategis terhadap sektor-sektor pertumbuhan di wilayah tersebut.
22 Dilihat dari perkembangan perekonomian tahun , diketahui bahwa kontribusi sektor industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB kabupaten Bogor dan kontribusi industri manufaktur tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bila dilihat dari distribusi persentase sektor-sektor perekonomian, dapat diketahui pada tahun 2000, distribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB sebesar 59,85 persen, dan tahun 2004 sebesar 60,87 persen. Dengan demikian perlu dilakukan analisis mengenai dampak lokasi industri manufaktur terhadap perekonomian dan pembangunan Kabupaten Bogor. Efisiensi lokasi suatu industri dalam suatu wilayah diharapkan dapat meningkatkan nilai output atau nilai tambah per subsektor atau kelompok industri, atau dalam nilai relatif, yakni pangsa output per subsektor dalam pembentukan total nilai output/ nilai tambah dari sektor industri manufaktur sehingga dapat meningkatkan nilai PDRB dari suatu wilayah. Di Kabupaten Bogor sendiri, sejak tahun 1990 sampai tahun 2004, industri manufaktur merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB dibandingkan dengan sektor lainnya, diikuti sektor perdagangan, pertanian dan jasa. Keberadaan kegiatan industri di suatu wilayah membawa dampak penyebaran (multiplier effect) yang lebih luas daripada yang terdapat dalam analisa biaya manfaat perusahaan tersebut. Oleh karena itu, lokasi perusahaan di suatu wilayah membawa pengaruh yang besar terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya, dimana semakin besar nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam industri maka semakin banyak tenaga kerja yang dapat diserap
23 oleh industri tersebut sehingga secara tidak langsung industri akan meningkatkan perekonomian di wilayah dimana industri berdiri. Berdasarkan uraian di atas dan latar belakang, beberapa hal yang penting diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat efisiensi lokasi dan tingkat spesialisasi serta tingkat lokalisasi (aglomerasi) industri manufaktur di Kabupaten Bogor? 2. Berapa besar dampak efisiensi lokasi terhadap pencapaian nilai tambah industri manufaktur berdasarkan data time series di Kabupaten Bogor serta faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi nilai tambah sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalis tingkat efisiensi lokasi, tingkat spesialisasi dan tingkat lokalisasi (aglomerasi) industri manufaktur di kabupaten Bogor. 2. Menganalisis dampak efisiensi lokasi serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai tambah industri manufaktur berdasarkan data time series di Kabupaten Bogor serta menganalisis faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi nilai tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor.
24 1.4. Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: - Para pengusaha dan pemerintah sebagai bahan informasi dalam merumuskan penentuan lokasi industri agar keuntungan tiap industri maksimum. - Bagi penulis sebagai proses pembelajaran dan penerapan ilmu yang telah penulis dapatkan di bangku kuliah. - Sebagai bahan pertimbangan dan referensi pada penelitian selanjutnya.
25 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Lokasi Industri Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spasial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha dan kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2004). Kebijakan dan keputusan dalam menentukan lokasi sangat penting dalam berbagai kegiatan dalam suatu kota atau daerah menunjukkan pola dan susunan (mekanisme) yang dapat diselidiki dan dapat dimengerti, sehingga merupakan titik tolak yang bermanfaat untuk menjelaskan struktur intern dari suatu kota. Menurut Hamzah (1997), dalam tesisnya menyatakan, fungsi utama dari teori lokasi adalah untuk menjelaskan bagaimana berbagai aktivitas ekonomi saling berkaitan di dalam ruang geografi. Tapi teori pada umumnya menyatakan bahwa teori lokasi lebih menekankan pada lokasi dari industri, dimana semakin dekat lokasi industri, maka akan semakin kecil harga satuan angkutan untuk industri tersebut. Menurut Weber dalam Tarigan (2004) bahwa pemilihan lokasi didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan,
26 lokasi dari setiap industri tergantung pada total biaya industri dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang secara mendasar menentukan pola lokasi dalam suatu industri, tetapi kekuatan aglomerasi dan deaglomerasi merupakan kekuatan lokal yang berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran kegiatan dalam ruang. Sedangkan menurut Glasson (1977), analisa mengenai teori lokasi industri meliputi tiga pendekatan yaitu : (a) pendekatan biaya terkecil, menjelaskan lokasi berdasarkan minimisasi biaya-biaya faktor, (b) analisa daerah pasar, yang lebih menitikberatkan permintaan atau faktor-faktor pasar dan (c) pendekatan Maximisasi laba, akibat logis dari kedua pendekatan sebelumnya. Ketiga pendekatan yang dikemukakan oleh Glasson ini merupakan kerangka yang bermanfaat untuk menganalisa pendekatan teoritik mengenai lokasi industri, dimana pada saat itu terjadi dua pendekatan metode pokok dalam memahami studi tentang teori lokasi yaitu antara ekonom dengan teori-teorinya yang bersifat abstrak dan geographer yang menelusuri pemahaman tentang lokasi industri melalui studi empirik.
27 Djojodipuro (1992) dalam bukunya yang berjudul teori lokasi menyatakan, bila teori lokasi ditelaah dalam perkembangan maka dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu teori lokasi yang terorientasi kepada daerah lokasi, yang berorientasikan kepada tempat lokasi dan yang berorientasikan kepada keseimbangan spasial. Menurut perkembangan berikutnya, teori lokasi yang berorientasi kepada tempat lokasi mengalami perkembangan yang pesat, sehingga dijabarkan lebih lanjut yaitu: 1. Penentuan Lokasi Perdagangan yang Melayani Pelanggan Penentuan tempat yang paling sederhana adalah menentukan tempat penyaluran yang akan dipergunakan sebagai pusat pelayanan pelanggan dengan cara mengantarkan barang yang dibelinya. 2. Lokasi Perusahaan Satu Bahan Baku dan Satu Pasar. Perusahaan yang mengolah satu bahan baku dan menjual hasilnya di satu pasar merupakan bentuk industri yang paling sederhana. Industri jenis ini antara lain antara lain adalah perabot rumah tangga dari kayu atau industri kecil yang mengolah nira pohon enau menjadi gula merah. 3. Lokasi Industri Dua Bahan Baku dan Satu Pasar. Weber masuk ke dalam masalah industri yang mempergunakan dua bahan mentah yang berlokasi di dua tempat yang berbeda dan menjual hasilnya di pasar yang berlokasi di tempat lain dengan mempergunakan pengertian dominant weight.
28 Teori Industri Manufaktur Industri merupakan suatu kegiatan atau usaha mengolah bahan atau barang agar memiliki nilai yang lebih baik untuk keperluan masyarakat di suatu tempat tertentu. Pada hakekatnya pembangunan industri ditujukan untuk menciptakan struktur ekonomi yang kokoh dan seimbang, yaitu struktur ekonomi dengan titik berat pada industri yang maju dan didukung oleh pertanian yang tangguh. Menurut Huda (1997), pembangunan industri secara nyata harus menjadi penggerak utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat menjadi penyedia lapangan kerja yang sudah mulai tidak tertampung pada sektor pertanian. Secara definisi ada beberapa pengertian industri pengolahan antara lain: 1. Industri pengolahan ialah setiap usaha yang merupakan unit produksi yang membuat barang untuk kebutuhan masyarakat di suatu tempat tertentu (Bintaro dalam Huda,1997). 2. Industri pengolahan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS,1999). Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok yaitu, industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga, yaitu: a. Industri Besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih
29 b. Industri Menengah adalah perusahaan yang mempunyai pekerja orang c. Industri Kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang d. Industri Rumah Tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang mempunyai pekerja antara 1-4 orang. Tabel 2.1. Data Potensi Industri di Kabupaten Bogor Tahun 2003 No Seksi Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja (jiwa) INDUSTRI MENENGAH DAN BESAR Industri Logam Industri Mesin Industri Alat Angkut Industri Elektronik Tekstil dan Produk Tekstil Kulit dan Produk Kulit Aneka Kimia Agro Hasil Hutan INDUSTRI KECIL Industri Logam Industri Mesin Industri Alat Angkut Industri Elektronik Tekstil dan Produk Tekstil Kulit dan Produk Kulit Aneka Kimia Agro Hasil Hutan Jumlah Tahun Tahun Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Jumlah industri terbanyak di Kabupaten Bogor tahun 2003 adalah subsektor industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit (3.2) sebanyak 123, diikuti subsektor industri barang-barang dari industri kimia (3.5) sebanyak 85 dan subsektor industri logam (3.7) sebanyak 84. Potensi industri di Kabupaten Bogor selama tiga tahun terakhir selalu mengalami peningkatan baik dari jumlah unit usaha maupun jumlah tenaga kerja, seperti terlihat dari Tabel 2.1.
30 Sedangkan banyaknya perusahaan industri besar dan sedang menurut kelompok industri di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2004 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Banyaknya Perusahaan Industri Besar & Sedang menurut Kelompok Industri per Kecamatan di Kabupaten Bogor No. Kelompok Industri Kode Kecamatan Jumlah 190 Gunung Putri Cileungsi Cibinong Citeureup Klapanunggal Sukaraja Jumlah Kab. Bogor Sumber: Direktori IBS BPS Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 6 kecamatan di Kabupaten Bogor telah dapat mewakili banyaknya perusahaan industri besar dan sedang menurut kelompok industri di Kabupaten Bogor yaitu 394 perusahaan dari total 485 perusahaan Industri Besar dan Kecil di Kabupaten Bogor, terutama di Kecamatan Gunung Putri dan Celeungsi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor Industri Perbedaan pangsa output / nilai tambah manufaktur antar subsektor disebabkan oleh faktor-faktor yang memang berbeda menurut kelompok industri, yang sifatnya dapat internal maupun eksternal. Faktor-faktor internal diantaranya adalah jenis teknologi dan bahan baku yang digunakan, SDM yang tersedia,
31 proses produksi, pola manajemen, dan kendala-kendala internal yang ada. Sedangkan faktor-faktor eksternal diantaranya yang sangat penting adalah jenis atau karakteristik pasar yang dilayani. Semua faktor ini memang berbeda sesuai dengan perbedaan karakteristik atau jenis dari produk yang dibuat. Nilai tambah sektor industri adalah pendapatan daerah/propinsi yang berasal dari industri yang sejenis produknya menurut KLUI (5 digit). Nilai tambah merupakan pendapatan dari tenaga kerja (upah/gaji, surplus usaha, pajak tidak langsung dan penyusutan). Dengan mengurangkan nilai output dengan nilai input akan diperoleh nilai tambah. Nilai output sendiri merupakan nilai barang dihasilkan, listrik yang dijual, jasa yang diberikan pada pihak lain, keuntungan dari penjualan barang-barang yang sama bentuknya seperti waktu dibeli, selisih nilai stok barang setengah jadi dan penerimaan lain dari jasa non industri. Sedangkan nilai input terdiri dari biaya bahan baku, bahan bakar/tenaga listrik dan gas, barang lainnya, jasa industri, sewa gedung, mesin, alat & jasa non industri serta satuan yang digunakan dalam ribuan rupiah. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah sektor industri manufaktur tergantung pada subsektor industri masing-masing. Menurut penelitian Rimanro T. Sinaga tentang Dampak Efisiensi Lokasi Industri Kertas Terhadap Nilai Tambah dan Kesempatan Kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah industri adalah tingkat efisiensi lokasi (LQ), tingkat investasi, harga bahan baku, tingkat upah serta teknologi (jenis industri). Hasil regresi menunjukkan semua faktor tersebut berpengaruh nyata. Elastisitas dari masing-masing variabel tersebut cukup besar, rata-rata di atas satu. Oleh sebab
32 itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel di atas sangat besar pengaruhnya terhadap nilai tambah. Metode Penghitungan Nilai Tambah Nilai tambah (value added) adalah selisih antara nilai akhir suatu produk dengan nilai bahan bakunya. Nilai tambah sektoral suatu produk mencerminkan nilai tambah produk tersebut yang bersangkutan. Nilai tambah yang dihitung menurut harga tahun yang berjalan disebut nilai tambah menurut harga berlaku. Nilai tambah dapat pula dihitung menurut harga konstan pada tahun dasar tertentu. Untuk menghitung nilai tambah menurut harga konstan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu (1) metode deflasi ganda; (2) metode ekstrapolasi langsung; (3) metode deflasi langsung; (4) metode deflasi komponen pendapatan. Metode deflasi ganda dalam menghitung nilai tambah dilakukan jika keluaran (output) menurut harga konstran dihitung terpisah dari masukan-antara (intermediate-input) menurut harga konstan. Dalam hal ini nilai tambah menurut harga konstan adalah selisih antara keluaran dan masukan-antara menurut harga konstannya itu sendiri, dapat digunakan salah satu atau kombinasi dari tiga metode penghitungan pertumbuhan riil. Cara ekstrapolasi langsung dilakukan dengan menggunakan perkiraan-perkiraan dari perhitungan keluaran menurut harga konstan atau langsung menggunakan indeks produksi yang sesuai. Metode deflasi langsung digunakan dengan menggunakan indeks harga implisit dari keluaran atau secara langsung menggunakan indeks harga produksi yang sesuai, kemudian dijadikan angka pembagi terhadap nilai tambah menurut harga yang berlaku. Secara tersirat metode ini berasumsi bahwa inflasi yang
33 terjadi pada keluaran sama dengan inflasi masukan-antara. Metode deflasi komponen pendapatan dilakukan dengan cara mendeflasikan komponenkomponen nilai tambah atas pendapatan-pendapatan yang membentuk unsur nilai tambah tersebut yakni pendapatan tenaga kerja; modal dan manajemen Aglomerasi Industri dan Kluster Industri Aglomerasi Industri Suatu kegiatan ekonomi diperlukan adanya penghematan agar biaya produksi minimum sehingga produksi dapat maksimum. Banyak cara yang dilakukan suatu negara untuk meminimumkan biaya produksi dari perusahaan. Salah satu cara yang tergolong efektif akhir-akhir ini adalah sistem aglomerasi industri. Aglomerasi adalah terkumpulnya berbagai jenis industri yang terkait dan saling mendukung untuk penghematan ekstern (external economies) Montgomery (1988) mendefinisikan aglomerasi sebagai konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen. Markusen (1996) juga menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang tidak pernah berubah akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasajasa; dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu aglomerasi tidak lebih dari sekumpulan kluster industri.
34 Aglomerasi sangat penting dalam menghadapi globalisasi yang menuntut persaingan tinggi terutama dalam industrialisasi. Hal ini menuntut beberapa negara berkembang yang mulai memasuki era industrialisasi cenderung mengedepankan cara aglomerasi dalam memacu kegiatan perekonomiannya. Aglomerasi industri dapat diartikan adanya pengumpulan kegiatan-kegiatan industri dalam suatu tempat dalam rangka penghematan. Sedangkan industri adalah suatu kegiatan yang mengolah suatu input atau bahan baku untuk dijadikan output atau barang jadi. Aglomerasi yang dimaksud dalam ekonomi adalah berkumpulnya kegiatan ekonomi pada suatu tempat yang diharapkan menyebabkan terjadinya penghematan-penghematan. Asumsi dari aglomerasi ekonomi adalah didasarkan pada teori constant return to scale yang berarti jika terjadi peningkatan input dalam suatu kegiatan ekonomi sebesar satu satuan maka output ekonomi akan meningkat sebesar satu persen. Aglomerasi ekonomi juga berdasar pada beberapa fakta di lapangan seperti: 1. Kegiatan ekonomi cenderung berkumpul pada suatu tempat tertentu. Kumpulan ini dapat berbentuk pusat industri, kota kecil, atau kota besar. 2. Ada semacam pola dalam perkumpulan kegiatan ekonomi yang hirarki (bertingkat-tingkat) Sedangkan hal-hal yang menjadi keuntungan dari aglomerasi industri adalah:
35 1. Informasi mengalami spillover (luapan) jika kegiatan ekonomi berkumpul pada suatu tempat. Artinya adanya kemudahan suatu perusahaan untuk merekrut pegawai dari perusahaan didekatnya sehingga biaya untuk training dapat diminimumkan dan kemudahan mendapatkan informasi dari perusahaan lain, dimana terdapat industri yang sangat rentan terhadap informasi, misalnya industri mode, industri pasar modal, industri kimia. 2. Ketersediaan input-input lokal akan perdagangan. Dapat terjadi kemungkinan suatu perusahaan menyuplai bahan baku atau input khusus kepada perusahaan lainnya yang memerlukan. Kemudahan dalam mendapatkan input ini jelas sekali mengurangi biaya transportasi dan retribusi sehingga bahan baku didapat dengan harga lebih rendah. 3. Perusahaan-perusahaan yang menguasai produk sudah ada di dalam kumpulan. Hal ini berguna dalam hal pemasaran, karena hasil produksi (output perusahaan) dapat dengan mudah dipasarkan sehingga mengurangi besarnya biaya pemasaran. Selain itu aglomerasi ekonomi juga mempunyai beberapa tipe, yaitu: 1. Internal return to scale. Beberapa perusahaan dapat meningkatkan produksinya secara signifikan karena ukuran perusahaannya. Ukuran suatu perusahaan dapat dipacu dengan modal yang besar pula. Tipe ini didasarkan pada mudahnya modal untuk dikonsentrasikan di suatu tempat dalam jumlah yang besar.
36 2. Economies of localization. Dalam tipe ini, aglomerasi merupakan satu hal yang dapat menghasilkan penghematan jika perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama dapat dikumpulkan dalam satu lokasi. 3. Economies of urbanization. Suatu tipe aglomerasi yang mengumpulkan perusahaan yang bergerak di berbagai sektor, jadi semua perusahaan dapat masuk ke dalam wilayah yang telah ditentukan sebagai aglomerasi Kluster Industri Secara harfiah pengertian kluster adalah pengelompokan suatu kegiatan yang sejenis dalam lingkup wilayah tertentu. Dalam pengertian yang lebih sempit, kluster industri diterjemahkan pula dalam Bahasa Indonesia sebagai sentra (baca: sentra industri), yang merupakan aglomerasi kegiatan industri sejenis. Sejalan dengan perubahan lingkungan global, maka pengertian konsep menjadi berkembang dan makin luas lingkupnya. Pandangan Marshal dalam Suryadi (2005), tentang industri yang terkonsentrasi di suatu tempat dan saling terkait disebut industrial cluster atau industrial district. Menurut marshal, kluster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktivitas produksi yang terkonsentrasi secara spasial dan kebanyakan terspesialisasi pada satu atau dua industri utama saja. Senada dengan pendapat Marshal, Porter dalam Hartarto (2004) menyatakan bahwa Kluster adalah sekelompok perusahaan dan lembaga terkait yang berdekatan secara geografis, memiliki kemiripan yang mendorong kompetisi serta juga bersifat complementaris.
37 Berdasarkan perbedaan tipe dari eksternalitas dan perbedaan tipe dari orientasi dan intervensi kebijakan ada tiga bentuk kluster menurut Kolehmainen (2002). 1. The Industrial District Cluster Industrial district cluster atau disebut dengan Marshalian Industrial District adalah kumpulan dari perusahaan pada industri yang terspesialisasi dan terkonsentrasi secara spasial dalam suatu wilayah. Dalam perspektif modern Industrial district cluster berbasi pada eksternalitas sebagai berikut: a. Penurunan biaya transaksi (misalnya biaya komunikasi dan transportasi) b. Tenaga kerja yang terspesialisasi (misalnya, penurunan biaya rekruitment, tenaga kerja yang terspesialisasi, dan penurunan biaya untuk pengembangan sumberdaya manusia) c. Ketersediaan sumber daya, input dan infrastruktur yang spesifik dan terspesialisasi (misalnya pelayanan khusus dan tersedia sesuai dengan kebutuhan lokal) d. Ketersediaan ide dan informasi yang maksimal (misalnya mobilitas tenaga kerja, knowledge spillover, hubungan informal antar perusahaan) 2. The Industrial Complex Cluster The Industrial complex cluster berbasis pada hubungan antar perusahaan yang teridentifikasi dan bersifat stabil yang terwujud dalam perilaku spasial dalam suatu wilayah. Model kompleks industri pada dasarnya lebih stabil daripada model distrik industri, karena diperlukan investasi dalam menjalin hubungan
38 antara perusahaan-perusahaan dalam kluster ini, dimana hubungan yang terjadi berdasarkan atas pertimbangan yang mantap dalam pengambilan keputusan. Kompleks industri tidak dibangun secara alami dan berbasis pada hubungan saling ketergantungan yang tidak simetris antara perusahaan besar dan kecil. Keadaan ini dapat menghalangi penyerapan dan pengembangan investasi dan menempatkan perusahaan kecil pada kedudukan yang rendah dalam menciptakan investasi dalam penelitian, pengembangan, dan pemasaran. Dominasi dari perusahaan besar yang menjadi motor dalam kluster tersebut dapat berdampak negatif bagi iklim usaha dan peluang pada kluster secara keseluruhan. 3. The Social Network Cluster The social network cluster menekankan pada aspek sosial pada aktifitas ekonomi dan norma-norma institusi dan jaringan. Model ini berdasarkan pada kepercayaan dan bahkan hubungan informal antar personal. Hubungan interpersonal dapat menggantikan hubungan kontrak pasar atau hubungan hirarki organisasi pada proses internal dalam kluster. Menurut Hartarto (2004), ada dua tipe manfaat bagi tiap perusahaan yang berada dalam suatu kluster. Pertama, manfaat pasif yaitu manfaat yang didapatkan perusahaan di dalam kluster tanpa harus melakukan aktifitas tertentu. Kedua, manfaat aktif, yaitu manfaat yang akan semakin besar bila para perusahaan di dalam kluster melakukan usaha aktif.
39 Agroindustri Sebagai Industri Pengolahan Berbasis Pertanian Menurut Bungaran Saragih (2000), pada tahap-tahap awal pembangunan, industrialisasi perlu mengandalkan industri atau kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan atau menciptakan nilai tambah baru bagi produk-produk pertanian primer, serta industri atau kegiatan lain yang memproduksi bahan-bahan dan alatalat untuk meningkatkan produktivitas pertanian (agro-industry). Jalur ini juga mempunyai berbagai keunggulan. Apabila berbagai syarat tertentu bisa dipenuhi, maka pendekatan ini benar-benar merakyat dan berkeadilan, tidak anti pertumbuhan dan bersahabat dengan lingkungan. Seperti berulangkali diucapkan oleh Bapak Presiden Soeharto, pembangunan agroindustri adalah jembatan menuju industrialisasi Saragih (2000) menyatakan, Agribussiness is the sum total of all operation in the involved manufacture and distribution of farm suplies: production activities on the farm; and the storage; processing and distribution of farm commodities and items made from them. Jadi agribisnis mencakup seluruh kegiatan mulai dari penyediaan bahan baku sampai pada produk akhir tiba di tangan konsumen. Memperhatikan pengertian tersebut diatas dimana agribisnis mengorganisir beberapa kegiatan ke dalam suatu sistem bersifat struktur vertikal, karena kegiatannya dimulai dari penyediaan bahan baku, memproses dan menjualnya ke konsumen akhir. Halcrow (1981) dalam Faisal 2005 lebih lanjut
40 mempertegas tentang peranan koordinasi pada kegiatan agribisnis dimana beliau mengatakan suatu pertanian modern mengorganisir tiga sektor kegiatan dan mengindentifikasi secara mendasar tentang fungsi-fungsi dari ketiga sektor tersebut. Ketiga sektor tersebut adalah usaha tani, agroindustri dan masyarakat. Selanjutnya Drillon dalam Bachri (1997) telah menggambarkan hubungan struktur vertikal dan koordinasi agribisnis pada gambar 2.1. Struktur vertikal digambarkan dengan hubungan timbal balik mulai dari suplai input pertanian, petani, prosessing, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen. Sementara itu para ahli memberi batasan tentang agroindustri dalam definisi yang berbeda-beda. Austin dalam Darmayanti (2000), memberi definisi An agroindustri is an enterprise that proseses materials of plant or animal origin. Prosessing involves transformation and presenvation throught physical or chemical alteration, storage, packaging and distribution. Menurut Austin agroindustri adalah suatu kegiatan mengubah hasil-hasil pertanian menjadi bahan lain dalam berbagai tingkat prosesing.
41 Konsumen Pedagang Eceran Pedagang Besar Prosessing Petani Suplai Input Pertanian Sumber : Drillon (1970) Gambar 2.1. Struktur Vertikal dan Koordinasi Agribisnis Drillon (1970), menyatakan bahwa agroindustri mencakup agroprosesor yang dapat diurutkan ke dalam suatu kegiatan agribisnis yang lebih luas, meliputi: 1. Dua jenis industri pengolahan yang berkaitan langsung dengan produksi pertanian primer, yaitu: a. Industri hulu atau industri pengolahan pertanian seperti pupuk, pestisida, peralatan pertanian, dan sebagainya.
42 b. Industri hilir atau pengolahan hasil pertanian, dalam hal ini mencakup pengolahan tingkat pertama saja. 2. Industrial Agricultural, yaitu bentuk-bentuk organisasi primer yang mengarah ke organisasi sekunder. Agroindustri yang bergerak dalam bidang industri primer akan memiliki pasar berupa lembaga tata niaga (perdagangan besar, pengecer, supermarket, restoran dan lembaga tata niaga lainnya) dan lembaga tata niaga tersebut berfungsi untuk menyampaikan produk dimaksud kepada konsumen akhir. Agroindustri yang berfungsi untuk memproses produk pertanian (produk tanaman pangan dan tanaman tahunan) hasil hutan dan perikanan, menjadi bahan yang sangat berguna bagi kehidupan umat manusia. Pengolahan tersebut menurut Makfoeld dalam Faisal (2005) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara fisik, kimia atau biokimia. Secara fisik maksudnya pengolahan yang dilakukan dengan mengubah bahan baku primer menjadi bentuk lain, baik untuk diolah lebih lanjut oleh lembaga industri lainnya ataupun untuk memenuhi keperluan konsumen akhir. Di dalamnya tercakup cold storage yang mengolah produk pertanian primer menjadi usaha makanan restoran, rumah makan dan lain sebagainya. Sistem pengolahan tersebut dapat disajikan dalam gambar 2.2.
DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H
DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H14102031 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT
Lebih terperinciDAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)
DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN
Lebih terperinciANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H
ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industri menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang
Lebih terperinciANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H
ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara
Lebih terperinciPeningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H
ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 1993-2004 OLEH MUHAMAD ROYAN H14102112 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MUHAMAD
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor Industri merupakan sektor yang menjadi mesin pertumbuhan bagi sebuah perekonomian. Industiralisasi dianggap sebagai strategi sekaligus obat bagi banyak Negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus
13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan
Lebih terperinciANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H
ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,
Lebih terperinciANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN
ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinci5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT
5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan sesuatu yang wajar pada awal proses pembangunan baru dimulai terutama di negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan
Lebih terperinciSURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS
Lebih terperinciANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)
ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan
I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi
Lebih terperinciANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H
ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H
ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya
Lebih terperinciDAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H
DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H
ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE
KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak
Lebih terperinciANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H
ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL
Lebih terperinciIDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H
IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA
ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA Oleh : Azwar Harahap Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi
Lebih terperinciPENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN BERBASIS PRODUK PERTANIAN DI KABUPATEN-KABUPATEN PROVINSI JAWA BARAT
PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN BERBASIS PRODUK PERTANIAN DI KABUPATEN-KABUPATEN PROVINSI JAWA BARAT Oleh: Juri Juswadi Program Studi Agribisnis Universitas Wiralodra e-mail: yuswadi_yuri@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan
Lebih terperinciDinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja
Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso
Lebih terperinciANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN
ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN OLEH HASNI H14102023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Lebih terperinciANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H
ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Industri Pengolahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA
ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS
Lebih terperinciw tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah
Lebih terperinciANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H
ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciV. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa
72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciRINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO
RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan
Lebih terperinciANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H
ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciPerkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia
Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta
Lebih terperinciKatalog BPS :
Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciHUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H
HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA Oleh Noviyani H14103053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H
PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Lebih terperinciPERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H
PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT
Lebih terperinciProduk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya selama ini, telah diimplementasikan pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap
Lebih terperinciBAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah
BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR 4.1. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami pertumbuhan yang signifikan. Data dari
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini
Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha yang dilakukan suatu negara untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia,
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H
PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012
BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan
Lebih terperinciANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT
ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI
Lebih terperinciANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H
ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembangunan harus dilakukan adil dan merata agar setiap masyarakat dapat menikmati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi
Lebih terperinci