BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar populasi manusia mempunyai tempat tinggal di daerah perkotaan. Populasi manusia kota

Transkripsi

1 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar populasi manusia mempunyai tempat tinggal di daerah perkotaan. Populasi manusia kota sangat dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, kemiskinan, kebijakan pemerintah perkembangan infrastuktur, dan migrasi (Alirol et al., 2011). Masyarakat umumnya bermigrasi dari desa ke kota dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan (Zulu et al., 2011). Migrasi memiliki dampak yang baik maupun buruk dalam kesehatan penduduk, dan memiliki kontribusi terhadap distribusi yang tidak merata baik dalam negara (antara kota dan desa) maupun dalam kota (kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin) (Friel et al., 2011). Kebanyakan migran yang ke kota tidak mampu membeli atau menyewa secara legal, sehingga mengakibatkan mereka mendirikan permukiman kumuh di tanah pemerintah atau pribadi (Archer, 2012). Permukiman kumuh menurut, The United Nation (UN) Habitat, adalah sebuah area dengan ketidakmampuan untuk mengakses air bersih, ketidakmampuan untuk mengakses sanitasi yang baik dan infrastruktur lainnya, rendah kualitas bangunan perumahan, terlalu padat dan tidak aman untuk ditinggali (Corburn and Hildebrand, 2015). The United Nation (UN) Habitat memperkirakan penduduk miskin yang tinggal di daerah kumuh sekitar 800 juta sampai satu miliar penduduk (Hacker et al., 2013) dan pada tahun 2030 penduduk daerah kumuh akan meningkat 2 kali lipat (Joulaei et al., 2014). Kota dengan jumlah pedagang, pembantu dan pebisnis kecil-kecilan apalagi dengan tingkat pengangguran yang tinggi, menjadi fokus perkembangan permukiman kumuh (Minnery et al., 2013). Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Perumahan dan Kawasan Permukiman menjabarkan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat (Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2011). Pemerintah Indonesia menginisiasi perkembangan permukiman

2 2 kumuh dalam 3 dekade terakhir, dari tahun 1980 sampai saat ini. Permukiman kumuh terdapat hampir di setiap provinsi di Indonesia (Minnery et al., 2013). Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman bersama Pemerintah Daerah pada tahun telah mengidentifikasi jumlah luasan kawasan perkumuhan di Indonesia sebesar Ha (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015). Daerah kumuh mengakibatkan kerusakan kota, peningkatan angka kemiskinan, buta huruf dan sejumlah karakteristik seperti status perumahan yang tidak aman, miskin kualitas struktur perumahan, terlalu ramai, dan ketidakmampuan untuk mendapatkan air bersih, sanitasi, dan infrastruktur lainnya (Unger and Riley, 2007). Sanitasi yang buruk memiliki potensi terhadap penyakit yang bersumber pada air dan penyakit menular seperti kolera pada anak. Pemerintah tidak dapat menyelesaikan masalah sanitasi itu sendiri, sehingga diperlukan kerjasama dengan (Ayeni, 2014) melalui pemberdayaan (Minnery et al., 2013). Pemerintah Indonesia melakukan intervensi terhadap masalah sanitasi melalui pemberdayaan dengan program sanitasi total berbasis (STBM). STBM dalam jangka panjang akan menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong yang sehat mandiri dan berkeadilan (Kementerian Kesehatan RI, 2014a). Program STBM di Indonesia dilaksanakan oleh puskesmas dan berbagai pihak terkait (Dwipayanti et al., 2012). STBM memiliki indikator keberhasilan yaitu perubahan perilaku stop buang air besar (BAB) sembarangan (Sigler et al., 2015). Prinsip utama program STBM terdiri dari pemberdayaan melalui pemicuan, sehingga mereka mempunyai inisiatif dan menemukan solusi sendiri (Sah and Negussie, 2009). Masyarakat yang memiliki inisiatif untuk mengubah perilaku dipengaruhi oleh timbulnya rasa malu akibat perilaku BAB sembarangan, kemudian membangun atau memperbaiki sarana sanitasi untuk mendukung perubahan perilaku tersebut (Mlenga and Baraki, 2016).

3 3 Pemerintah Indonesia memulai program STBM pada tahun 2011 dan terus berjalan sampai sekarang. Kegiatan STBM memiliki 5 tahap, yaitu tahap sosialisasi, pelatihan, pemicuan, monitoring dan evaluasi, dan terakhir adalah deklarasi (Kisworini, 2015). Kelurahan mendapatkan deklarasi setelah ada laporan dari sanitarian puskesmas kecamatan dan lurah ke kementerian kesehatan bahwa kecamatan telah siap untuk melaksanakan deklarasi (Kementerian Kesehatan RI, 2014a). Kota Yogyakarta memiliki jumlah kelurahan yang telah melakukan deklarasi STBM sebanyak 42 kelurahan dan yang belum melakukan deklarasi sebanyak 3 kelurahan (Kisworini, 2015). Kota Yogyakarta memiliki luasan permukiman kumuh sebesar 287,7 Ha 2 (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015) dan berada pada 206 rukun warga yang tersebar di 13 kecamatan dan 45 kelurahan di kota Yogyakarta (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta, 2015). Kota Yogyakarta memiliki 90 % permukiman kumuh di bantaran sungai. Sungai Code memiliki luasan permukiman kumuh mencapai 110,98 Ha (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015). Sungai Code melewati Kecamatan Mergangsan, Gondokusuman, Danurejan, Pakualaman, Jetis dan Gondomanan. Kecamatan Gondomanan memiliki permukiman kumuh yang cukup luas di bantaran Sungai Code (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta, 2015) dan memiliki daerah dengan kategori kumuh paling berat, meskipun semua kelurahan pada Kecamatan Gondomanan telah melakukan deklarasi untuk program STBM pada tahun 2013 (Kisworini, 2015). Kelurahan Prawirodirjan Kecamatan Gondomanan memiliki permukiman kumuh terluas yaitu sebesar 9.11 Ha 2 (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015). Berdasarkan latar belakang, respon spesifik puskesmas terhadap kebutuhan sanitasi penduduk permukiman kumuh di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta penting dilakukan.

4 4 B. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah tersebut di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana respon spesifik puskesmas terhadap kebutuhan sanitasi permukiman kumuh di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari ini adalah untuk memahami respon spesfik puskesmas terhadap kebutuhan sanitasi penduduk permukiman kumuh di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta. Tujuan khusus dalam ini adalah : 1. Mengeksplorasi respon spesifik puskesmas terhadaap kebutuhan sanitasi penduduk permukiman kumuh di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta; dan 2. Mengekplorasi Pencapaian Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) permukiman kumuh di bantaran Sungai Code. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk : 1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dalam bidang kesehatan perkotaan pada penduduk permukiman kumuh dan STBM. 2. Bagi petugas puskesmas, ini dapat menjadi evaluasi dampak pelayanan STBM puskesmas terhadap permukiman kumuh. 3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, ini dapat bermanfaat sebagai dasar pertimbangan untuk program kesehatan kota Yogyakarta mendatang. 4. Bagi peneliti lain, ini dapat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan selanjutnya mengenai permukiman kumuh dan penggunaan fasilitas kesehatan.

5 5 Tabel 1. Keaslian penelitan E. Keaslian Penelitian NO Nama Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 1 Bapat (2003) Our needs, our priorities; women and men from the Menggunakan metode Subjek, slums in Mumbai and Pune kualitatif, dan lokasi talk about their needs for unit analasis, water and sanitation pada variabel permukiman kumuh, tujuan. 2 Tumwebaze et al., (2012) 3 Sigler et al,. (2014) 4 Acharya et al,. (2015) 5 Mlenga et al., (2016) Sanitation facilities in Kampala slums, Uganda: users' satisfaction and determinant factors Analysis of behavioral change techniques in community led total sanitation programs Hygiene and sanitation practices among slum dwellers residing in urban slums of Pokhara Submetropolitan, Nepal Community led total sanitation for community based disaster risk reduction : a case for noninput humanitarian relief kualitas fasilitas sanitasi di daerah kumuh pengelolaan STBM, dan metode yang digunakan kepuasan, terhadap sanitasi dan unit analisis pada daerah kumuh program STBM Metode peneltian, populasi, variabel, tujuan dan lokasi Tujuan, lokasi, populasi pada desa Metode, Populasi, lokasi dan tujuan Tujuan, lokasi, populasi pada desa, metode yang digunakan mix methods.