BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah permukiman kumuh tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga berlangsung hampir di seluruh negara berkembang di Asia dan Afrika. Hasil penelitian World Bank (1999) menggambarkan lingkungan permukiman kumuh sebagai bagian yang terabaikan dari lingkungan perkotaan, dengan kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang sangat memprihatinkan, yang diantaranya ditunjukkan dengan kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya kemasyarakatan yang memadai. Permukiman kumuh perkotaan muncul sebagai produk migrasi desa ke kota yang cepat, pertumbuhan penduduk, globalisasi, kemiskinan dan ketidakmampuan pengelola kota dalam mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan pelayanan kota yang memadai (UN-HABITAT, 2007). Di Indonesia permukiman kumuh banyak terdapat di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya. Laju perkembangan kota yang semakin pesat mengakibatkan pemanfaatan lahan semakin kompetitif, sementara perkembangan kota juga menjadi daya tarik urbanisasi yang pada akhirnya menyebabkan tingginya permintaan akan tempat tinggal di dalam kota. Pertumbuhan penduduk kota yang semakin pesat ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan perumahan, akan tetapi kebutuhan ini tidak diimbangi oleh penyediaan perumahan di perkotaan (Panudju, 1999). Sedangkan tingkat kemampuan ekonomi yang sangat rendah dari masyarakat dan keterkaitan yang tinggi dengan tempat mata pencaharian, menyebabkan berdirinya kawasan kumuh yang dihuni masyarakat miskin perkotaan (Kusumaatmadja, 2006). Karena dalam pemilihan lokasi hunian, terdapat kecenderungan orang untuk memilih lokasi yang tidak jauh dari lokasi tempat bekerjanya, yang pada umumnya tempat bekerja tersebut berada di kawasan pusat kota (Roistacher dalam Morris, 1990). 1

2 Akumulasi kondisi ini mengakibatkan tingginya potensi permukiman kumuh di kawasan pusat kota. Kota Bandung sebagai salah satu kota yang memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, yang ditandai dengan tersedianya aktivitas ekonomi di bidang industri, tersedianya sarana komunikasi dan transportasi yang lengkap, serta sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai telah menjadikan Kota Bandung sebagai salah satu tujuan migrasi. Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan Kota Bandung menjadi pesat, namun kondisi ini juga berkontribusi terhadap tercipta dan berlangsungnya permukiman kumuh di perkotaan. Dan berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung untuk memperbaiki lingkungan permukiman kumuh perkotaan, antara lain Kampung Improvement Program (KIP), Bandung Urban Development Project (BUDP), Peremajaan Lingkungan Perumahan Kota Dan Pengembangan Perumahan (PLPKP2), Jaringan Pengaman Sosial (JPS), dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Akan tetapi, seringkali program-program yang dilakukan tidak dapat mencapai sasaran perbaikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh desain proyek yang kurang baik dan lemahnya institusi pemerintahan yang memberikan parameter dalam perencanaan dan pelaksanaan program penanganan masalah permukiman kumuh (van Horen, 2004). Moser (dalam van Horen, 2004) mengatakan bahwa dampak intervensi penanganan masalah permukiman kumuh terhadap pengurangan kemiskinan bergantung pada tingkat aset produktif komunitas yang dibangun dan kapasitas manajemen aset-aset tersebut. Aset-aset produktif komunitas tersebut terdiri atas aset fisik, aset alam, modal manusia, modal sosial, dan aset ekonomi. Program-program penanganan masalah permukiman kumuh tidak akan memberikan dampak jangka panjang dan berkelanjutan apabila dalam pelaksanaannya tidak memperhatikan pembangunan aset-aset produktif komunitas. Sementara itu, untuk mencapai sasaran yang lebih baik diperlukan informasi atau pengetahuan mengenai program-program yang pernah dilakukan sebelumnya. Informasi ini berguna sebagai suatu pembelajaran dan acuan untuk melakukan penanganan masalah permukiman kumuh yang lebih tepat sasaran. 2

3 Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah cacatan mengenai pengalaman penanganan masalah permukiman kumuh, khususnya yang menyangkut perhatian masingmasing program terhadap pembangunan aset-aset produktif komunitas. 1.2 Rumusan Masalah Salah satu indikator untuk mencapai penanganan masalah permukiman kumuh yang berkelanjutan adalah pembangunan aset produktif yang terdapat dalam komunitas lokal. Berbagai program penanganan masalah permukiman kumuh telah dilakukan oleh pemerintah, tetapi belum ada sebuah kompilasi dan catatan yang secara sistematis memaparkan pengalaman penanganan masalah permukiman kumuh, khususnya yang menunjukkan perhatian masing-masing program terhadap pembangunan aset-aset produktif komunitas. 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menyusun secara sistematis pengalaman-pengalaman penanganan permukiman kumuh di Indonesia pada umumnya dan di Kota Bandung secara khusus berdasarkan perhatiannya terhadap pembangunan lima aset produktif komunitas. Adapun sasarannya antara lain : Mengidentifikasi program-program penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Indonesia. Mengidentifikasi program-program penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Kota Bandung. Mengidentifikasi dan menganalisis perhatian program-program di Kota Bandung terhadap aset-aset produktif komunitas. 1.4 Manfaat Studi Hasil dari kajian studi ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat terhadap pihak-pihak yang membaca, sebagai bahan acuan atau pembelajaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak. Adapun manfaat 3

4 yang kiranya dapat diperoleh melalui kajian studi ini terdiri atas manfaat akademis dan manfaat praktis Manfaat Akademis Pertumbuhan kota yang pesat akibat urbanisasi dan pertumbuhan alami kota menjadi salah satu penyebab tumbuh dan berkembangnya permukiman kumuh perkotaan. Permukiman kumuh menjadi masalah perkotaan karena keterbatasan lahan dan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan perumahan bagi masyarakat miskin. Masalah permukiman kumuh ini merupakan masalah perkotaan yang khususnya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Melalui studi ini, penulis ingin mempelajari dan menambah wawasan mengenai upaya pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Bandung dalam menangani permukiman kumuh. Dengan mengacu pada lima aset produktif komunitas dalam slum upgrading, penulis ingin mempelajari pengalaman penanganan masalah permukiman kumuh berdasarkan perhatian program terhadap lima aset tersebut Manfaat Praktis Studi ini disusun berdasarkan kajian dan pembelajaran terhadap programprogram yang pernah dilakukan untuk menangani masalah permukiman kumuh. Khusus untuk instansi-instansi terkait, studi ini dapat dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai pembelajaran untuk pelaksanaan program-program penanganan permukiman kumuh di masa mendatang. Di bidang praktis, studi ini dapat dijadikan acuan atau sumber informasi untuk melakukan studi atau kajian terhadap upaya pemerintah dalam menangani permukiman kumuh perkotaan dan untuk mengetahui perhatian program terhadap aset produktif komunitas. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup akan dibagi dua yaitu ruang lingkup wilayah studi dan ruang lingkup materi yang digunakan dalam penelitian ini. 4

5 1.5.1 Ruang lingkup wilayah Ruang lingkup wilayah yang menjadi batasan dalam studi ini yaitu : Indonesia, khusus untuk mengkompilasi program-program penanganan permukiman kumuh dan mempelajari pengalaman penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Indonesia. Kota Bandung, untuk mengkompilasi program-program penanganan permukiman kumuh dan untuk mempelajari pengalaman penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Kota Bandung berdasarkan perhatiannya terhadap aset-aset produktif komunitas. Kota Bandung telah berkembang menjadi salah satu kota besar di Indonesia, dengan luas wilayah ,65 Ha dan dengan jumlah penduduk jiwa atau rata-rata 146 jiwa/ha, menjadikan Kota Bandung berada di peringkat 38 dari 140 kota di Asia dalam urutan kualitas kota (Rosada, 2007). Jika 1 unit rumah dihuni rata-rata 5 jiwa, Kota Bandung membutuhkan tidak kurang unit rumah. Sementara yang sudah ada saat ini baru mencapai 387 ribu unit, kekurangan 113 ribu unit yang merupakan kebutuhan mendesak. Kondisi ini menimbulkan beberapa wilayah pemukiman di Kota Bandung, menjadi padat penduduk, kumuh dan tidak sehat. Walikota Kota Bandung, Dada Rosada (2007) mengatakan hal ini lebih disebabkan oleh luas lahan yang tersedia sangat sempit, tidak seimbang dengan tuntutan kebutuhan rumah hunian. Terjadinya pemusatan penduduk di kota ini bukan sesuatu yang harus disesali, karena bagaimanapun Kota Bandung dengan lokasi, kondisi alam, prasarana yang telah dikembangkan dan berbagai daya tarik lainnya yang terus berkembang, telah menjadi salah satu magnit yang terus menerus menarik dan menimbulkan konsentrasi penduduk. Oleh karena itu sangat dimengerti apabila di Kota Bandung terus menerus terjadi proses pemadatan penduduk dengan kepadatan yang tidak merata. Ada kawasan permukiman kota yang memiliki kepadatan rendah, yaitu kurang dari 50 orang per hektar dan ada pula yang sangat tinggi, lebih dari 400 orang per hektar (RUTRK, 2005). Pada kawasan dengan kepadatan tinggi inilah banyak muncul permasalahan fisik maupun permasalahan 5

6 sosial, termasuk didalamya adalah muncul dan berlangsungnya masalah permukiman kumuh Ruang lingkup studi Ruang lingkup studi yang dibahas dalam penelitian ini antara lain : Program-program penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Indonesia. Program-program penanganan permukiman kumuh yang pernah dan/atau sedang dilakukan di Kota Bandung. Kegiatan-kegiatan yang menjadi fokus utama dari setiap program penanganan permukiman kumuh, khususnya untuk program di Kota Bandung. Studi ini akan membatasi lingkup materi dengan menitikberatkan bahasan pada perhatian masing-masing program di Kota Bandung terhadap pembangunan aset produktif komunitas. Banyak program penanganan masalah permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Kota Bandung, tetapi yang akan dibahas dalam studi ini dibatasi pada beberapa program yang cukup komprehensif, meliputi Eksperimen UNEP, Bandung Urban Development Project (BUDP), Peremajaan Lingkungan Perumahan Kota Dan Pengembangan Perumahan (PLPKP2), Jaringan Pengaman Sosial (JPS), dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Batasan ini didasarkan pada saran dari beberapa orang pelaksana yang telah diwawancarai, yang mengatakan bahwa program-program ini merupakan lima prorgam yang paling besar dan mempunyai pengaruh yang paling besar dalam penanganan masalah permukiman kumuh di Kota Bandung. Program-program ini juga dapat memberikan gambaran secara umum mengenai penanganan permukiman kumuh yang memperhatikan aset-aset produktif komunitas. 1.6 Metodologi Penelitian Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Kirk dan Miller (dalam Patilima, 2005) mendefinisikan bahwa peneltian 6

7 kualitatif adalah tradisi dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Dua teknik yang biasa dikaitkan dengan metode kualitatif dalam pengumpulan data adalah wawancara dan pengamatan (Strauss, 2003). Berikut ini adalah metode dalam pengumpulan data serta metode analisis yang digunakan dalam studi ini Metode Pengumpulan Data Untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini dibutuhkan data sekunder dan data primer. Dalam penelitian ini, data primer digunakan sebagai pelengkap terhadap data sekunder. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara : a. pengumpulan data sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur terhadap buku, artikel, jurnal, media cetak, laporan kajian/penelitian, serta studi-studi terkait yang telah dilakukan sebelumnya. Data sekunder ini berfungsi sebagai sumber untuk memperoleh tinjauan literatur yang digunakan dalam studi ini. Selain itu, data sekunder juga berfungsi sebagai data utama untuk memperoleh informasi mengenai program penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Indonesia dan di Kota Bandung. Adapun data-data sekunder yang dibutuhkan antara lain : Wacana mengenai kemiskinan perkotaan, Wacana mengenai masalah permukiman kumuh di perkotaan, Wacana terkait dengan penanganan masalah permukiman kumuh. Wacana mengenai aset-aset produktif komunitas, Wacana dan dokumen mengenai penanganan permukiman kumuh di Indonesia, Wacana dan dokumen mengenai penanganan permukiman kumuh di Kota Bandung. 7

8 b. pengumpulan data primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara semi terstruktur yaitu wawancara yang bersifat terbuka melalui pertanyaan pokok yang telah disiapkan dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan pada saat dilakukan wawancara tersebut (Alwasilah, 2003). Dalam studi ini wawancara dilakukan untuk melengkapi kebutuhan data sekunder yang telah diperoleh. Wawancara ini ditujukan kepada pihak pelaku, yang terlibat dalam pelaksanaan program penanganan permukiman kumuh, yang meliputi ahli (expert) dalam perencanaan wilayah dan kota khususnya ahli di bidang Tata Ruang Perumahan dan Permukiman; dan kepada Pemerintah Kota Bandung, sebagai pihak pelaksana atau fasilitator dalam program penanganan permukiman kumuh di Kota Bandung. Pemilihan responden yang akan diwawancarai dilakukan dengan prinsip purpossive sampling, yaitu tidak semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan responden. Teknis awal pengambilan sampel dilakukan dengan mencari informan kunci yaitu pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program penanganan masalah permukiman kumuh. Informan kunci adalah orang-orang tertentu yang memiliki posisi pengetahuan dan kemampuan dalam berkomunikasi serta memberi rekomendasi informan selanjutnya yang sesuai untuk diinterviu (Merriam dalam Moleong, 2001). Informan kunci ini merupakan sumber informasi yang tidak dapat diperoleh dari data sekunder dan dari observasi secara langsung. Informan kunci dalam studi ini adalah pihak pelaku, yang merupakan pemrakarsa dan pelaksana program perbaikan permukiman kumuh yang berasal dari dinas pemerintahan Kota Bandung, sebagai pihak pelaksana atau fasilitator dalam program penanganan permukiman kumuh di Kota Bandung. Langkah awal penentuan responden dalam studi ini adalah meminta rekomendasi dari dinas pemerintahan BAPPEDA Kota Bandung mengenai pihak pelaksana yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi. Kemudian dilakukan wawancara dengan pihaik-pihak yang telah direkomendasikan. Untuk menemukan responden berikutnya, dalam studi ini juga dilakukan teknik snowballing sampling. Mulyana (2001) menguraikan bahwa pemilihan sampel dengan teknik snowballing 8

9 sampling berarti pewawancara terlebih dahulu menemukan seorang atau beberapa responden, apakah secara kebetulan, lewat kenalan, melalui iklan, atau cara lainnya. Setelah mewawancarai responden awal, kemudian pewawancara meminta sejumlah responden lain yang mereka kenal, yang dapat menjadi responden berikutnya. Kemudian melalui responden-responden tersebut, pewawancara juga dapat menemukan lebih banyak responden lagi. Daftar responden yang akan diwawancarai dalam studi ini dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Program Eksperimen UNEP Tabel 1.1 Daftar Responden Yang Diwawancarai * Responden Peran dalam Pelaksanaan Program Dewi Sartika (KIP- BUDP I) KIP - BUDP II PLPKP2 Jaring Pengaman Sosial (JPS) P2KP I Tahap I dan II Ibu Sutikni Utoro Ibu Ratna Ibu Siti Sarah Lestari Bpk. Hidayat Jatamiharja Bpk. Puthut Samyahardja Bpk. Pagat Risjanuar Bpk. Ade Irawan, SP Perencana Pelaksanaan BUDP I Perencana BUDP Pembantu Pimpinan Proyek BUDP I dan BUDP II di bidang KIP Ketua Badan Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Permukiman Kumuh (BP4K) Pemerintah Kota Bandung Koordinator kegiatan perencanaan untuk 1 blok kawasan permukiman Industri Dalam Pimpinan Proyek JPS Bidang PDMDKE Kota Bandung Asisten Koordinator P2KP Kota Bandung Keterangan: * Informasi mengenai pelaksanaan Eksperimen UNEP diperoleh dari studi literatur dengan teknik content analysis. 9

10 1.6.2 Metode Analisis Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan prosedur studi yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Tailor dalam Moleong, 2001). Metode ini lebih mudah diadaptasikan dengan realitas yang beragam dan saling berinteraksi. Metode ini juga dinilai lebih sensitif terhadap segala aspek dan perubahan yang akan dihadapi peneliti. Adapun analisis dalam metode kualitatif yang digunakan dalam studi ini adalah content analysis (analisis dokumen) dan analisis deskriptif eksploratif. George dan juga Kraucer (dalam Muhadjir, 1989) menyatakan bahwa analisis dokumen kualitatif lebih mampu menyajikan nuansa dan lebih mampu melukiskan prediksi lebih baik. Dan dalam analisis ini, dokumen dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya (Anis, 2006). Melalui analisis deskriptif eksploratif, studi ini berusaha untuk mengeksplor suatu isu/masalah tertentu yang membutuhkan beberapa sumber data penting yaitu observasi dan wawancara (Lestari, 2006). Dalam studi ini wawancara yang dilakukan bersifat sistematis dan disusun untuk mengetahui ada atau tidak adanya perhatian masing-masing program terhadap variabel-variabel pembentuk masing-masing aset produktif komunitas. Analisis terhadap ada atau tidak adanya perhatian program terhadap variabelvariabel pembentuk aset-aset produktif komunitas ini didasarkan pada evaluasi studi yang dihasilkan oleh Moser (1998) dan Healey (van Horen, 2004) yang mengidentifikasikan lima aset produktif komunitas yang harus dibangun dalam penanganan kemiskinan terutama dalam perbaikan permukiman kumuh. 1 Indikator-indikator terhadap pembentukan masing-masing aset produktif komunitas ini dapat dilihat pada Tabel Variabel-variabel pembentuk aset-aset produktif komunitas ini diperoleh dari pendekatan perbaikan permukiman kumuh oleh van Horen, yang terdapat dalam makalah yang berjudul Community Upgrading and Institutional Capacity Building to Benefit The Urban Poor In Asia (van Horen, 2004). Penjelasan lebih lengkap terdapat dalam Bab 2 Studi Literatur. 10

11 Tabel 1.2 Indikator-Indikator Terhadap Pembentukan Aset-Aset Produktif Komunitas Aset Variabel Indikator Perhatian Fisik Pengadaan akses air minum ke rumah- rumah penduduk Air bersih Tempat penampungan air bersih Sanitasi Saluran pembuangan air kotor Sampah Penyediaan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) Pengangkutan sampah secara rutin dari rumah-rumah penduduk ke TPS Drainase Penyediaan dan perbaikan drainase Jalan Pengadaan dan perbaikan jalan Pemasangan saluran listrik ke rumah-rumah penduduk Listrik Pemasangan lampu untuk penerangan ruang-ruang publik Pembangunan dan perbaikan balai-balai kesehatan, Fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit Pengadaan posyandu Fasilitas pendidikan Pembangunan dan perbaikan gedung-gedung sekolah Fasilitas ruang publik Pembangunan ruang-ruang untuk pertemuan publik Rumah Perbaikan konstruksi rumah Fasilitas kegiatan ekonomi Pembangunan dan perbaikan gedung-gedung untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat 11

12 Aset Variabel Indikator Perhatian Alam Modal Manusia Modal Sosial Ekonomi Rehabilitasi terhadap sumber daya alam rusak. Pemberian pendidikan dan penyuluhan kepada komunitas masyarakat untuk menjaga dan memelihara lingkungan. Pendidikan & Kesehatan Alokasi dana untuk meningkatkan kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat di permukiman kumuh Produktivitas Pengadaan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian masyarakat Pelibatan masyarakat dalam kegiatan perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana di lingkungan permukiman kumuh Jaringan Internal dan Eksternal Menciptakan kerjasama antar organisasi di dalam masyarakat. dalam masyarakat Menciptakan kerjasama antar organisasi dengan organisasi-organisasi dari luar Peran serta Mengikutsertakan organisasi-organisasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman kumuh Kredit Mengadakan akses kredit kepada masyarakat Bidang usaha Mendukung pengembangan usaha-usaha kecil dan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat Sumber : Hasil analisis, tahun 2007 Kepemilikan rumah Memberikan jaminan kepemilikan tanah dan rumah 12

13 Adapun sifat-sifat tertentu yang pada umumnya terdapat dalam metode deskriptif, yang dapat dipandang sebagai ciri, yakni bahwa metode deskriptif (Surakhmad, 1964) : 1. memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual. 2. data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik). Dalam metode deskriptif ini, deskripsi dan analisa mendapat tempat yang penting sekali. Adapun tahapan analisis dalam studi ini adalah sebagai berikut : Mengidentifikasi dan mengkaji program-program penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Indonesia dan di Kota Bandung. Melakukan identifikasi ketersediaan perhatian masing-masing program terhadap aset-aset produktif komunitas. Mensistematikakan setiap program penanganan permukiman kumuh di Kota Bandung dengan mengacu pada perhatian masing-masing program terhadap lima aset produktif komunitas. 13

14 1.7 Sistematika Pembahasan Adapun sistematika penulisan dalam kajian ini yaitu : Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian meliputi ruang lingkup wilayah dan materi, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab 2 Tinjauan Pustaka Pada bab ini akan dibahas antara lain definisi dan karakteristik slums dan squatters, upaya-upaya/pengalaman-pengalaman dunia internasional dalam menangani slums dan squtters, dan isu serta pengalaman penanganan slums dan squatters yang dilakukan di Indonesia. Bab 3 Wilayah Studi Pada bab ini akan dipaparkan mengenai persoalan permukiman kumuh di Kota Bandung dan upaya-upaya penanganan yang pernah dilakukan. Bab 4 Pengalaman Penanganan Permukiman Kumuh yang Memperhatikan Aset- Aset Produktif Komunitas di Kota Bandung Dalam bab ini program-program penanganan permukiman kumuh yang pernah dilakukan di Kota Bandung akan dianalisis dengan mensistematikakan setiap program menggunakan lima aset indikator dalam penanganan permukiman kumuh. Bab 5 Kesimpulan Bab ini berisi kesimpulan, rekomendasi, dan keterbatasan kajian serta saran bagi studi lanjutan. 14

15 15 GAMBAR 1.1 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi rangkuman hasil temuan studi dan kesimpulan studi, rekomendasi studi, kelemahan studi, dan saran bagi studi lanjutan. Rangkuman hasil temuan studi dan kesimpulan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA Daftar Buku

DAFTAR PUSTAKA Daftar Buku DAFTAR PUSTAKA Daftar Buku Abrams, C. 1969. Housing in The Modern World. Faber & Faber, London. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2001. Sekilas Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Dewanta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam potensi, peluang dan keuntungan dalam segala hal. Kota juga menyediakan lebih banyak ide dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan Indonesia sebagai negara termiskin ketiga di dunia. Pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( ) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian

Lebih terperinci

PENGALAMAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH YANG MEMPERHATIKAN ASET-ASET PRODUKTIF KOMUNITAS DI KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR

PENGALAMAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH YANG MEMPERHATIKAN ASET-ASET PRODUKTIF KOMUNITAS DI KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR PENGALAMAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH YANG MEMPERHATIKAN ASET-ASET PRODUKTIF KOMUNITAS DI KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR Oleh RUTH ANNA M. TAMPUBOLON 15403026 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH

Lebih terperinci

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016 Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016 Persentase Juta Jiwa MENGAPA ADA PERMUKIMAN KUMUH? Urbanisasi

Lebih terperinci

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya Di Kelurahan Tambak Wedi

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya Di Kelurahan Tambak Wedi Sidang Tugas Akhir Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya Di Kelurahan Tambak Wedi Mia Ermawati (3610100035) Dosen Pembimbing: Ema Umilia, ST., MT Hertiari Idajati, ST. MSc Isi Presentasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN PENDEKATAN PENELITIAN TAHAPAN PENELITIAN METODE PENGUMPULAN DATA METODE ANALISA VARIABEL PENELITIAN METODE SAMPLING BAB III METODE PENELITIAN 10 PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

perbaikan pola hidup diagnosa treatment

perbaikan pola hidup diagnosa treatment Zero Slum perbaikan pola hidup diagnosa treatment FISIK ALAMI Lebih dari satu satuan perumahan yang: Bangunannya tidak teratur Kepadatan bangunan tinggi Rumah tidak layak huni Sarana tidak memenuhi syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik sebesar 1,49% pada tahun 2015 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA Vippy Dharmawan 1, Zuraida 2 1+2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo Nomor 59 Surabaya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (studi mengenai Pengelola Lingkungan) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah diikuti pula dengan laju pertumbuhan permukiman. Jumlah pertumbuhan permukiman yang baru terus meningkat

Lebih terperinci

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: IKE ISNAWATI L2D 001 431 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya

I. PENDAHULUAN. Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu kawasan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

Tujuan Penyediaan Prasarana

Tujuan Penyediaan Prasarana PERTEMUAN III Karakteristik Komponen yang memberi input kepada penduduk meliputi prasarana air minum dan listrik Komponen yang mengambil output dari penduduk meliputi prasarana drainase/ pengendalian banjir,

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip dan pengertian dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 129 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian mengenai Konsep Penataan Kawasan Permukiman Kumuh di kelurahan Kampung Makasar dan Soa-sio, kota Ternate,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kelurahan Kapuk merupakan suatu wilayah dimana mengacu pada dokumen Direktori RW Kumuh 2011 dalam Evaluasi RW Kumuh di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 adalah

Lebih terperinci

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-218 Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya Mia Ermawati dan Ema Umilia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan Kota Jakarta dengan visi dan misi mewujudkan Ibu kota negara sejajar dengan kota-kota dinegara maju dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku Putih Sanitasi berisi tentang pengkajian dan pemetaan sanitasi awal kondisi sanitasi dari berbagai aspek, yaitu mengenai Persampahan, Limbah Domestik, Drainase

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman Kampung Aur merupakan salah satu permukiman padat penduduk yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika berbicara mengenai permukiman

Lebih terperinci

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS TA.2006

PROGRAM PRIORITAS TA.2006 PROGRAM PRIORITAS TA.2006 SUB SEKTOR PERSAMPAHAN & DRAINASE 1. PENINGKATAN KUALITAS TPA (11 KOTA & 3 KAB. YANG TERDIRI DARI 7 PAKET DAN 6 UNIT PEKERJAAN/KEGIATAN DENGAN TOTAL ANGGARAN SEBESAR Rp. 9,431

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS CIPTA KARYA TATA RUANG DAN KEBERSIHAN KABUPATEN GROBOGAN Tahun 2011 sd Tahun 2016

RENCANA STRATEGIS DINAS CIPTA KARYA TATA RUANG DAN KEBERSIHAN KABUPATEN GROBOGAN Tahun 2011 sd Tahun 2016 RENCANA STRATEGIS DINAS CIPTA KARYA TATA RUANG DAN KEBERSIHAN KABUPATEN GROBOGAN Tahun 2011 sd Tahun 2016 1. VISI Tersedianya infrastruktur pekerjaan umum bidang keciptakaryaan dan penataan ruang yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 95TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

Bab I : Pendahuluan Latar Belakang

Bab I : Pendahuluan Latar Belakang Bab I : Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan pembangunan kota yang terus berkembang dan pertumbuhan populasi penduduk dengan berbagai aktifitasnya yang terus meningkat dengan pesat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran masyarakat bahwa hidup diperkotaan lebih terjamin dibandingkan dengan hidup dipedesaan telah menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya urbanisasi

Lebih terperinci

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta memegang peran yang cukup besar dalam skala nasional maupun internasional. Salah satu peranan yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam memajukan sebuah Negara, pembangunan merupakan hal yang sudah biasa dilakukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun pembangunan yang ada

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian

Lebih terperinci

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia A. Pertumbuhan Penduduk Laju pertambahan penduduk secara nasional tinggi (2,3% per tahun) dan penurunan jumlah jiwa per keluarga dari 4,9 jiwa/keluarga

Lebih terperinci

ARAHAN PERBAIKAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KELURAHAN TLOGOPOJOK (KABUPATEN GRESIK)

ARAHAN PERBAIKAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KELURAHAN TLOGOPOJOK (KABUPATEN GRESIK) ARAHAN PERBAIKAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KELURAHAN TLOGOPOJOK (KABUPATEN GRESIK) Pendahuluan Perkembangan Kota dapat mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk Permukiman

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan antara golongan satu dengan golongan yang lain. Adanya golongan yang berlapis-lapis

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI PELAKSANAAN PROGRAM SLUM ALLEVIATION

RAPAT KOORDINASI PELAKSANAAN PROGRAM SLUM ALLEVIATION latar Belakang Kesenjangan antar wilayah di perkotaan dan perdesaan ditandai dengan keterbatasan sarana, prasarana, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang belum memadai menyebabkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Aceh Singkil merupakan suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif

Lebih terperinci

pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal

pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan desentralisasi pembangunan di Indonesia pada era otonomi daerah tidak dapat terpisahkan dari upaya perwujudan demokrasi dalam pembangunan. Sebagaimana

Lebih terperinci

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Urbanisasi dan Pentingnya Kota Tingginya laju urbanisasi menyebabkan semakin padatnya perkotaan di Indonesia dan dunia. 2010 2050 >50% penduduk dunia tinggal

Lebih terperinci

D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Sumber Daya Air

D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Sumber Daya Air D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air

Lebih terperinci

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori RUSUN (rumah susun) merupakan model yang tepat dengan filosofi dasar untuk meningkatkan martabat masyarakat berpenghasilan rendah dengan penyediaan fasilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1996, United Nations Centre for Human Programme (UNCHS/UN-HABITAT) untuk pertama kalinya mengembangkan Global Urban Indicator Program (GUIP). GUIP merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2014 STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK)

Lebih terperinci

1. Sumber Daya Air D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah.

1. Sumber Daya Air D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air

Lebih terperinci

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok 1 Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok Fachrul Irawan Ali dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH (BSPK) TAHUN ANGGARAN...

Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH (BSPK) TAHUN ANGGARAN... 17 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29 TARGET INDIKATOR Rasio Petugas Perlindungan Masyarakat (linmas) Rasio 1,64 1,59 1,59 1,60 1,60 1,62 1,62 1,62 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG SEBAGAI DAERAH AGRARIS BERWAWASAN LINGKUNGAN, MEMILIKI MASYARAKAT AGAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara berkembang, pertumbuhan kota di Indonesia terjadi secara pesat. Pertumbuhan kota yang pesat ini dapat disebabkan oleh tingginya pertumbuhan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut

Lebih terperinci

Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh

Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh Ir. Joerni Makmoerniati, MSc Plh. Direktur

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : Tahun 2017 27 Januari 2017 PEMERINTAH KOTA MEDAN RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan sebagai langkah untuk membangun manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN KABUPATEN

Lebih terperinci

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-191 Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso Sekar Ayu Advianty dan Ketut Dewi Martha Erli Handayeni Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang guna mencari tahu kenapa proyek ini dibutuhkan dan seberapa layak proyek ini diadakan, rumusan permasalahan permasalahan yang ada, tujuan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai dengan saat ini masalah kemiskinan masih menjadi persoalan yang belum tertuntaskan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masyarakat yang berpenghasilan

Lebih terperinci

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-172 Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya Patrica Bela Barbara dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

Sabua Vol.7, No.2: Oktober 2015 ISSN HASIL PENELITIAN

Sabua Vol.7, No.2: Oktober 2015 ISSN HASIL PENELITIAN Sabua Vol.7, No.2: 429-435 Oktober 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TANJUNG MERAH KOTA BITUNG Gerald Mingki 1, Veronica Kumurur 2 & Esli

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat lain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan

Lebih terperinci