BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP DAN MODEL PENELITIAN. Kajian Pustaka pada penelitian ini adalah yang berhubungan dengan bangunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP DAN MODEL PENELITIAN. Kajian Pustaka pada penelitian ini adalah yang berhubungan dengan bangunan"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian Pustaka pada penelitian ini adalah yang berhubungan dengan bangunan rumah tinggal tradisional Bali dan aktivitasnya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju perubahan spasial natah, tinjauan ini bukan dimaksud untuk menghasilkan landasn teori, akan tetapi lebih bersifat memperkaya bacground knowledge sesuai dengan paradigma penelitian yang digunakan yaitu kualitatif. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan topik bahasan ini adalah tesis Samsul Alam Paturusi (1988) dengan judul Pengaruh Pariwisata Terhadap Pola Tata Ruang Perumahan Tradisional Bali. Penelitian ini menekankan pada bagaimana perubahan tata ruang rumah yang terjadi pada saat penelitian ini dilaksanakan yang ditinjau dari konsep kosmologi, tata ruang perumahan ruang tradisional Bali. Hal ini dilakukan untuk menjawab kekhawatiran, apakah benar tata ruang rumah yang terjadi pada saat itu telah merusak nilai-nilai sosial budaya masyarakat, khususnya nilai yang berkaitan dengan tata ruang. Selain itu untuk menjawab, berapa besar perubahan tata ruang yang terjadi pada saat itu, jika ditinjau dari konsep kosmologi?. Studi ini mengambil suatu kasus di daerah domisili wisatawan terbesar di pulau Bali yaitu, kawasan wisata Kuta yang berada di kabupaten Badung. Nyoman Warnata (1998) dengan judul Perubahan Wujud Budaya Fisik Rumah Tradisional Bali, penelitian ini menekankan pada perubahan fisik yang terjadi pada rumah-rumah tradisional yang terjadi di Ubud, yang meliputi perubahan bentuk, perubahan dimensi. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk Memahami bagaimana masyarakat Desa Adat Ubud menghadapi dan menginterprestasikan masalah-masalah

2 8 kebutuhan hidup yang timbul, dan mendorong terjadinya perubahan pada rumah tinggalnya. Dengan cara mendiskripsikan perubahan yang terjadi pada pola-pola perubahan wujud budaya fisik rumah tinggal tradisionalnya serta dapat menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut secara keseluruhan. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan menggunakan paradigma naturalistik, satuan kajiannya adalah suatu rumah tinggal, penentuan pemelihan sampel dilakukan secara purposif. Cara pengumpulan data adalah dengan cara pengamatan, pengumpulan dokumen,wawancara, pengukuran dan studi literatur. Penelitian tersebut memiliki kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan. Untuk data yang bersifat kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dan analisis deskiptif. Dimana analisis deskiptif ini menjabarkan atau memaparkan keadaan obyek yang diteliti berdasarkan fakta atau sesuai dengan kenyataan di lapangan.untuk lebih jelasnya rangkuman kajian pustaka dipresentasikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Rangkuman Tinjauan Pustaka Pada Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tujuan Penelitian Penelitian I Penelitian II Penelitian IGLB Oka Untuk Mengetahui Untuk Memahami Untuk mengetahui perubahan tata bagaimana perubahan spasial ruang rumah yang masyarakat Desa natah pada karang terjadi yang Adat Ubud wed dan ditinjau dari: menghadapi dan pengaruhnya konsep kosmologi menginterprestasika terhadap aktivitas tata ruang perumahan n masalah-masalah upacara pitra tradisional Bali. kebutuhan hidup yadnya dan manusa Hal ini dilakukan yang timbul, dan yadnya.hal ini untuk menjawab mendorong dilakukan untuk kekhawatiran, terjadinya mengetahui apakah benar tata perubahan pada perubahan prosesi ruang rumah yang rumah upacara pitra dan terjadi pada saat tinggalnya.dan manusa itu telah merusak faktor-faktor yang yadnya,yang nilai-nilai sosial mempengaruhinya diakibatkan oleh

3 9 Metode Penelitian Hasil Penelitian budaya masyarakat ( khususnya nilai yang berkaitan dengan tata ruang). Metode penelitian komparasi dalam dimensi,waktu dan lokasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsepsi ruang yang berkaitan dengan masalah spiritual dan bersifat sakral masih tetap bertahan dan konsisten, sedangkan yang sifatnya matrial dan profan cenrung berubah. Metode penelitian kualitatif dengan paradigma naturalistik Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perubahan polapola fungsi di dalam pekarangan rumah tinggal,perubahan perwujudan bangunan yang mengarah ke bentuk arsitektur modern dan akletik, penambahan massa bangunan yang mengidentifikasikan perubahan pola massa, perubahan orientasi yang cendrung keluar pekarangan yang berdampak pada pada wajah desa. Diantara perubahan yang masih tetap bertahan adalah ruang dan massa bangunan yang difungsikan untuk kegiatan prosesi ritual. perubahan tata letak, dimensi,orientasi,pa da natah. Metode Penelitian kualitatif deskiptif Data perubahan pada karang wed yang meliputi perubahan tata letak,dimensi dan orientasi dan pengaruh perubahan tersebut terhadap prosesi upacara pitra dan manusa yadnya.

4 Konsep Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati. Konsep menentukan hubungan empiris antar variable (Tan dalam Putra, 2008). Konsep merupakan pemikiran abstrak sehingga tidak dapat diamati. Maka dari itu konsep diubah menjadi definisi operasional, yaitu definisi yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan diuji serta dapat ditentukan kebenarannya oleh orang lain Perubahan Spasial Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perubahan yaitu berasal dari kata dasar ubah yang berarti lain; beda. Jadi perubahan yaitu hal atau keadaan berubah; peralihan; pertukaran; pergeseran atau berbeda dari semula. Dalam konteks arsitektur, ruang dianggap sebagai suatu proses asimilasi. Untuk menerangkan suatu gejala spatial dan pengaruhnya terhadap persepsi manusia, maka proses adaptasi merupakan optimalisasi pencapaian manusia akan keseimbangan dalam gerak bakunya dengan lingkungan sekitar. Oleh sebab itu ada ruang-ruang yang dibuat dengan intensi tertentu, ada juga yang terjadi dengan sendirinya. Ruang-ruang yang diciptakan dengan intensi tertentu disebutkan Asihara sebagai ruang-ruang positif; sementara yang sifatnya spontan dan tidak terencana disebut ruang negatif, (Asihara, 1981: 21dalam Krismantoro K). Mengamati hunian tradisional Bali, sangat berbeda dengan hunian pada umumnya. Hunian tinggal tradisional Bali terdiri dari beberapa masa yang mengelilingi sebuah ruang terbuka. Gugusan masa tersebut dilingkup oleh sebuah tembok/dinding keliling. Dinding pagar inilah yang membatasi alam yang tak terhingga menjadi suatu ruang yang oleh Yoshinobu Ashihara disebut sebagai ruang luar. Jadi halaman di dalam hunian masyarakat Bali adalah sebuah ruang luar. Konsep pagar keliling dengan masa-masa di dalamnya memperlihatkan adanya kemiripan

5 11 antara konsep Bali dengan dengan konsep ruang luar di Jepang. Konsep pagar keliling yang tidak terlalu tinggi ini juga sering digunakan dalam usaha untuk "meminjam" unsur alam ke dalam bangunan. Masa-masa seperti Umah meten, bale tiang sanga, bale sakepat, bale sakenam, lumbung dan paon adalah masa bangunan yang karena beratap, mempunyai ruang dalam. Masa-masa tersebut mempunyai 3 unsur kuat pembentuk ruang yaitu elemen lantai, dinding dan atap (pada bale tiang sanga, bale sikepat maupun bale sekenam dinding hanya 2 sisi saja, sedang yang memiliki empat dinding penuh hanyalah umah meten). Keberadaan tatanan uma meten, bale tiang sanga, bale sakepat dan bale sakenam membentuk suatu ruang pengikat yang kuat sekali yang disebut natah. Ruang pengikat ini dengan sendirinya merupakan ruang luar. Sebagai ruang luar pengikat yang sangat kuat, daerah ini sesuai dengan sifat yang diembannya, sebagai pusat orientasi dan pusat sirkulasi. Pada saat tertentu natah digunakan sebagai ruang tamu sementara, pada saat diadakan upacara adat, dan fungsi natah sebagai ruang luar berubah, karena pada saat itu daerah ini ditutup atap sementara/darurat. Sifat Natah berubah dari 'ruang luar' menjadi 'ruang dalam' karena hadirnya elemen ketiga (atap) ini. Elemen pembentuk ruang lainnya adalah lantai tentu, dan dinding yang dibentuk oleh ke-empat masa yang mengelilinginya. Secara harafiah elemen dinding yang ada adalah elemen dinding dari bale tiang sanga, bale sakepat dan bale sakenam yang terjauh jaraknya dari pusat natah, apabila keadaan ini terjadi, maka adalah sangat menarik, karena keempat masa yang mengelilinginya ditambah dengan natah (yang menjadi ruang tamu) akan menjadi sebuah hunian besar dan lengkap seperti hunian yang dijumpai sekarang. Keempatnya ditambah natah akan menjadi suatu 'ruang dalam' yang 'satu', dengan paon dan lumbung adalah fungsi service dan pamerajan tetap sebagai daerah yang ditinggikan.

6 12 Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan spasial adalah hal atau keadaan berubah; peralihan; pertukaran; pergeseran atau berbeda dari semula. Dalam konteks arsitektur, ruang dianggap sebagai suatu proses asimilasi. Untuk menerangkan suatu gejala spatial dan pengaruhnya terhadap persepsi manusia, maka proses adaptasi merupakan optimalisasi pencapaian manusia akan keseimbangan dalam gerak bakunya dengan lingkungan sekitar Natah Natah adalah suatu istilah dalam bahasa Bali, yang umum digunakan untuk menyatakan suatu halaman yang berada di tengah- tengah suatu rumah, yang dikelilingi oleh masa-masa bangunan. Kata natar juga menunjukkan hal yang serupa dengan natah namun lasim digunakan untuk menyatakan sebagi halaman pura, yang tersusun oleh beberapa bangunan suci atau pelinggih yang ada dalam tempat peribadatan umat Hindu, seperti pura dan merajan ( Jiwa :1992 :41). Dari definisi yang telah disebutkan diatas maka yang dimaksud dengan perubahan natah pada konteks ini adalah terjadinya pergeseran dari keadaan awal natah yang diasumsikan sebagai natah pada rumah tradisional Bali dengan keadaan natah saat ini yang diasumsikan sebagai natah pada rumah tradisional Bali di karang wed yang telah berkembang. Perubahan ini dilihat dari segi tata letak, orientasi, dimensi dan makna dalam kaitannya dengan prosesi upacara yadnya. Natah dapat dikatakan mengalami perubahan tata letak apabila terdapat perubahan letak natah telah mengalami perkembangan. Perubahan natah dilihat dari orientasi adalah pada dasarnya natah sebagai sentral. Jadi semua bangunan yang mengelilinginya berorientasi ke natah. Bangunan-bangunan yang mengelilingi natahpun merupakan bale/bangunan tradisional Bali yang penamaannya di sesuaikan dengan letak bangunan ataupun jumlah tiang pada bale. Namun pada saat ini, dimana rumah pada

7 13 karang wed telah mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perubahan/ perkembangan bentuk ataupun adanya penambahan atau pengurangan bangunan. Dengan demikian telah terjadi perubahan bangunan yang berorientasi pada natah. Perubahan dimensi natah dapat dilihat dari dimensi natah yang berbeda dari kondisi awal baik mengecil maupun membesar yang dipengaruhi oleh penambahan dan pengurangan bangunan. Perubahan fungsi natah dapat dilihat bila adanya penambahan atau pengurangan fungsi natah bagi pemilik rumah bersangkutan. Begitu pula dengan makna natah. Apabila adanya perubahan persepsi pada makna natah maka dapat dikatakan adanya perubahan makna pada natah. B A D F C I H E Gambar 2. 1 Pola Natah Arsitektur Tradisioanal Bali Sumber: www Arsitektur Tradisional Bali.com dikunjungi tanggal 15 maret 2012 pkl wita G Keterangan: A. Merajan B. Bale Daja C. Bale Dauh D. Bale Dangin E. Paon F. Bale Delod G. Lumbung H. Lebuh I. Natah Perumahan tradisional Bali yang dilandasi konsepsi seperti; hubungan yang harmonis antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit, Manik Ring Cucupu, Tri Hita Karana, Tri Angga, Hulu-Teben sampai melahirkan tata nilai Sanga Mandala yang memberi arahan tata ruang, baik dalam skala rumah (umah) maupun perumahan

8 14 (desa). Hasil dari penurunan konsep tata ruang ini sangat beragam, namun Ardi P. Parimin (1986) menyimpulkan adanya 4 atribut dalam perumahan tradisional Bali, yaitu: 1. Atribut Sosiologi menyangkut sistem kekerabatan masyarakat Bali yang dicirikan dengan adanya sistem desa adat, sistem banjar, sistem subak, sekeha, dadia, dan perbekalan. 2. Atribut Simbolik berkiatan dengan orientasi perumahan, orientasi sumbu utama desa, orientasi rumah dan halamannya. 3. Atribut Morpologi menyangkut komponen yang ada dalam suatu perumahan inti (core) dan daerah periphery di luar perumahan, yang masing-masing mempunyai fungsi dan arti pada perumahan tradisional Bali. 4. Atribut Fungsional menyangkut fungsi perumahan tradisional Bali pada dasarnya berfungsi keagamaan dan fungsi sosial yang dicirikan dengan adanya 3 pura desa. Berdasarkan patokan dasar diatas maka akan diidentifikasi aset-aset yang ada pada perumahan tradisional Bali yang meliputi aspek sosial, aspek simbolis, aspek morpologis dan aspek fungsional. Peran natah tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat bali, baik dalam kehidupan praktisnya maupun kehidupan simboliknya, termasuk pada kehidupan; spiritual, ekonomi, budaya. Begitu juga perannya pada arsitektur Bali Tradisional yang membawa simbol tiga alam; Dewa, Manusia, Buta. Natah bisa berguna pada berbagai tatanan kehidupan, bukan hanya pada bagaimana yang bermakna fisik semata tetapi sejak dari lahan terbuka atau kosong. Sudah tentu kebutuhan akan fungsi ruang juga berorientasi pada natah. Jadi natah

9 15 yang tidak bisa dilepaskan, ditinggalkan dan diabaikan dari tatanan kehidupan masyarakat Bali. Natah dimulai dari melakukan ritual menyucikan alam yaitu dilakukan pada tiga natah (merajan, bale, lebuh). Natah umah terletak di tengah rumah yang keberadaannya paling dominan dan sebagai pedoman. Natah sebagai pusat bangunanbangunan yang mengelilinginya, jadi jelas natah dalam hal ini tidak terlepas dari kehidupan sosial. Seiring dengan perkembangan yang dialami, natah mengalami perubahan dimensi yang diakibatkan oleh penambahan fungsi-fungsi baru, yang dibutuhkan oleh penghuninya. Masing-masing Natah mempunyai variasi dari tingkat yang sempurna sampai dengan yang bersahaja. Dalam perkembangannya natah mengalami berbagai perubahan, diantaranya perubahan bentuk dan dimensi yang disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya penambahan fungsi-fungsi baru. Jadi dari pengertian diatas natah dapat disipulkan sebagai berikut: natah adalah ruang kosong yang dikelili oleh massa-massa bengunan sesuai arah yang mengelilinginya, dalam penelitian ini lebih difokuskan pada atribut fungsional dan atribut morfologi Aktivitas Upacara Yadnya Sistem religi (dalam kerangka dasar agama Hindu adalah Tattwa) berpedoman pada Panca Srada (lima pokok kepercayaan dalam agama Hindu) sebagai pokokpokok kepercayaan, dan Panca Yadnya (lima pokok persembahan secara tulus iklas dalam agama Hindu) sebagai pokok-pokok pelaksanaan upacara keagamaan. Dari Panca Sradha, timbul sistem relegi yang memupuk stabilitas kepercayaan dan sistem pengetahuan yang mengilmiahkan kepercayaan, adat dan ajaran agama. Sedangkan dalam Panca Yadnya timbul sistem relegi yang menganut tata cara, tata nilai dan simbol-simbol relegi yang menuju sasaran. Sistem pengetahuan yang mengajarkan

10 16 proses, elemen dan sarana sebagai sistem komunikasi ritual yang diilmiahkan (Wiana, 1995:48) Pelaksanaan sistem relegi tersebut, selain berlandaskan pada ajaran Agama Hindu juga berlandaskan pada dresta ( tradisi ) yang telah ada dan dianggap benar, dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan upacara agama dan upacara adat Panca Maha Yadnya ( Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya,Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya), sudah barang tentu akan menemukan permasalahan dari pemenfatan ruangnya, sehingga perlu mendapatkan perhatian untuk pembangunan, perbaikan dan penataan saran dan prasarana upacara tersebut dengan tetap memperhatikan daerahdaerah peruntukan kegiatan upacara dimaksud, baik dari nilai estetika, maupun radius kesuciannya, upacara panca maha yadnya yang membutuhkan ruang sesuai dengan pelaksanaannya.antara lain: 1. Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan Dewa Yadnya (persembahan kepada Tuhan) antara lain terhadap peruntuka tempat suci dan radius kesuciannya, peruntukan sarana-sarana upacara, disamping pula sarana pendukung seperti jalan-jalan yang dipergunakan sebagai proses upacara. 2. Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan Rsi Yadnya (persembahan kepada para guru), biasanya kebutuhan ruangnya sama dengan upacara Manusa Yadnya (persembahan kepada sesama manusia), yaitu terbatas pada ruang-ruang permukiman dan atau perumahan. Namun ada pula yang menggunakan ruas jalan sebagai prosesi upacara. 3. Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan Pitra Yadnya (persembahan kepada para leluhur), selain pada perumahan dan permukiman, juga memanfaatkan ruas jalan Pempatan Agung/perempatan utama sebagai tempat memutar wadah/bade (tempat mayat), setra (kuburan) yang terdapat pada setiap desa adat, serta campuhan dan

11 17 pantai yang dimanfaatkan sebagai tempat membuang abu jenasah dalam rangkaian prosesi Upacara Ngaben (pembakaran mayat). 4. Upacara Butha Yadnya (persembahan kepada lingkungan) yang paling Utama dan secara mutlak membutuhkan ruang adalah upacara Bhuta Yadnya yang dilaksanakan secara berkala, yaitu tawur nangluk merana yang biasanya di laksanakan pada tilem sasih ke enem, (pada bulan mati antara bulan November- Desember), yang mengambil tempat lokasi pada pempatan agung setiap desa adat yang bersangkutan. Upacara Bhuta Yadnya Tawur Kesanga ( menjelang Hari Raya Nyepi) dilaksanakan di alun-alun, pempatan agung di setiap wilayah di desa adat, dan di Pura Desa. Upacara tersebut dilanjutkan dengan Ngerupuk (kegiatan mengelilingi desa disertai dengan bunyi-bunyian dan mengusung Ogoh-ogoh). Sebelum upacara puncak Tawur Kesanga, terlebih dahulu dilakukan upacara melasti ke pantai atau campuhan yang memiliki makna sebagai tempat pembersihan segala yang kotor. Dalam setiap prosesi upacara yadnya, keterlibatan berbagai komponen masyarakat merupakan bentuk dari sebuah interaksi sosial, yang sudah terbentuk dari karakteristik masyarakat Hindu Bali. Adanya komponen masyarakat adat, banjar merupakan bentuk dukungan dalam melaksanakan upacara yadnya dan keluarga sebagai aktor inti dalam yadnya tersebut. Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas upacara yadnya adalah suatu korban suci yang laksanakan secara tulus hiklas,yang diikuti oleh beberapa komponen masyarakat.

12 Landasan Teori Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Bali Dalam Lingkup Keruangan. Pelaksanaan penyelarasan diri dengan kosmos, pada dasarnya berpangkal pada kitab suci Weda dan kerangka dasar agama Hindu, kerangka dasar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tattwa. ( filsafat): memberikan petunjuk filosofi yang mendalam mengenai pokokpokok keyakinan ( Panca Srada) antara lain: Widhi Srada ( keyakinan dengan adanya Tuhan), Atman Srada ( keyakinan dengan adanya atman/ roh yang bersumber dari paraatman/ tuhan), Punarbhawa Srada. ( Keyakinan terhadap adanya rangkaian kehidupan ke dalam bentuk kehidupan lain / kelahiran kembali.), ( keyakinan terhadap adanya hukum sebab akibat), dan Moksa Srada ( keyakinan terhadap bersatunya Atman dengan Paraatman). Ajaran Tattwa dalam wujud Panca Sradha ini akan mewujudkan pola-pola atau konsepsi keruangan dan mempengaruhi pola pemukiman desa, kota, pengaturan pekarangan dan perwujudan tata bangunan. 2. Susila (etika ): merupakan aturan dan kerangka tingkah laku yang baik sesuai dengan Dharma, menguraikan pemahaman benar- salah, baik- buruk, dan sebagainya, Susila ini mengatur pola berpikir serta tingkah laku yang mempengaruhi pikiran, perkataan, dan perbuatan( Tri Kaya Parisudha). Berdasarkan ajaran Susila ini timbul norma-norma dan aturan-aturan, baik tata cara hubungan dengan tuhan, dengan sesama, maupun dengan lingkungan alam sekitarnya. ketiga hubungan yang harmonisini akan mengwujudkan tata nilai dan tata letak dalam konsep keruangan, serata sistem kemasyarakatan. 3. Upacara :merupakan kerangka ntuk menghubungkan diri dengan Dewa (Tuhan), Pitra (leluhur), para Rsi (guru),sesama manusia dan hubungan dengan bhuta (kekuatan alam) dalam bentuk persembahan.esensi dari Upacara pada dasarnya

13 19 adalah yadnya (korban suci dengan tulus ikhlas). Dasar hukum dari yadnya adalah Tri Rna (tiga hutang yang harus dibayar melalui panca maha yadnya) antara lain: Dewa Rna adalah hutang kepada Tuhan dan Lingkungan, yang dilaksanakan melalui Dewa yadnya dan Bhuta Yadnya.,Rsi Rna adalah hutang kepada para Rsi (Guru), pelaksanaannya melalui Rsi yadnya, Pitra Rna adalah hutang kepada roh leluhur dan kepada sesama manusia sehingga menimbulkan PitraYadnya dan Manusa Yadnya Ketiga kerangka dasar diatas sangat mempengaruhi sikap hidup dan struktur kemasyarakatan, aktivitas, dan pengaturan lingkungan hidupnya, ketiga hal tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi yang digambarkan sebagai Manik Ring Cacupu (bayi dalam kandungan), membentuk konsep-konsep ruang secara runtut dari sekala makro (alam), Lingkungan hunian. (desa), pekarangan rumah, bangunan, peralatan, sampai pada komponen-komponen terkecil (Putra, 1991) Perwujudan Budaya dalam Pola Tata Ruang Tradisional Bali A. Perwujudan dalam Pekarangan Perwujudan pola tata ruang tradisional Bali dalam lingkup pekarangan diturunkan dari konsep Nawa Sanga atau Sanga Mandala yang kemudian menjadi suatu pola ruang Natah. Pola ini membagi petak pekarangan menjadi sembilan bagian sebagai perwujudan mikro kosmos. Pola natah ini selanjutnya menjadi dasar pembangunan unit fungsi dalam area pekarangan. Tata nilai fungsi akan membedakan besaran akan perwujudan bangunan. Sebagai alat untuk menjelaskan dimensi ruang, akan dilakukan melalui pekarangan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, dimana peranannya sangat dominan dalam pola ruang tradisional Bali (Meganada, 1990 : 72). Hal tersebut dapat dijelaskan dalam gambar sebagai berikut:

14 20 GAMBAR 2.2 Tata Nilai Pola Ruang Natah (Sumber : Budihardjo, 1985,Menganada,1990, Putra 1991) Dimensi dasar yang dipakai adalah anggota badan dari pemilik rumah atau kepala keluarga (Ginarsa, 1967 : 3-6: Tonjaya 1982 : 15-16). Penjelasannya sebagai berikut : 1. Pengukuran petak pekarangan Pengukurannya dengan menggunakan Depa (rentangan dua tangan), ukuran Depa ini dibagi empat, yakni Depa Alit (rentangan tangan) dan Depa Agung (rentangan dua tangan terbuka), Depa Asta (jarak antara ujung kaki dengan rentangan tangan dibuka) dan Depa Asta Musti (rentang ujung kaki kanan dengan ujung kiri dibuka kurang lebih 2,4 m). Ukuran-ukuran ini dalam penggunaanya selalu diikuti dengan pengurip, sebagai tambahan dengan memakai dasar ukuran tangan/lengan (gegulak). Ukuran pekarangan ini akan berpengaruh terhadap pintu masuk. Dimensi dasar peletaknya dengan membagi lebar/panjang pekarangan menjadi sembilan, sesuai dengan filosofi Dewata Nawa Sanga. Pada setiap pertemuan pagar pekarangan diikat dengan Paduraksa (padu artinya pertemuan, dan raksa artinya memegang/menjaga), dari arah kaja-kangin (timur laut) berturut-turut disebut Sri, Aji, Rudra, Kala. Kemudian antara jalan dengan pagar pekarangan terhadap area kosong

15 21 yang disebut Telajakan ( lebarnya 0,5 depa), dan ruang peralihan di depan pintu masuk yang disebut Lebuh dengan lebar 1 depa dari tepi jalan. 2. Pengukuran perletakan bangunan Ketentuan ini adalah dengan memakai telapak kaki atau disebut dengan Asta Wara. Jarak antara bangunan ditentukan dengan kelipatan ukuran dasar yang diberi urutan nama (simbul), dimulai dengan Sri, Indra, Guru, Yama, Rudra, Brahma, Kala, Uma, dan Urip (tampak ngandang/telapak kaki melintang). Besarnya kelipatan ukuran menunjukkan status sosial, profesi penghuninya dan perwujudan dalam mencapai keselarasan, ketetapan dasar jarak antara bangunan tersebut ditentukan dengan jatuhnya kelipatan ukuran, seperti yang dijelaskan dalam Gambar 2.4. B. Perwujudan dalam Tata Bangunan Perwujudan pola tata ruang tradisional Bali, dalam tata bangunan diturunkan dari pola-pola sebelumnya yang secara konsepsi diterjemahkan dalam Konsep Tri Angga. Konsep ini mengandung pengertian, dimana pada dasarnya tiap bangunan dibedakan kedalam tiga bagian, yakni atap (menyimbulkan utama angga), kerangka tiang dan dinding (menyimbulkan madya angga) dan bataran atau lantai (menyimbulkan nista angga). GAMBAR 2.3 Pengukuran Petak Pekarangan (Sumber : Ginarsa 1967,Tonjaya 1982, Putra I991)

16 22 GAMBAR 2.4 Pengukuran Perletakan Bangunan (Sumber : Ginarsa 1967,Tonjaya 1982, Putra I991) Dasar ukuran yang dipakai untuk menjaga keserasian antara ketiga bagianbagian di atas adalah lengan dan tangan atau disebut Gegulak, sedangkan standar ukuran yang dipakai disebut Rai (lebar tiang). Satu Rai sama dengan jarak antara ujung telunjuk sampai pangkal ruas ketiga atau disebut juga Tri Adnyana sampai dengan Sangga. Keserasian ukuran antara panjang, lebar, dan tinggi disesuaikan dengan fungsi dan status pemakainya (Ginarsa,1967 : 11-16; Sularto, tanpa tahun dalam Putra, 1991 : 42-46).

17 Perwujudan Budaya dalam Sistem Religi, Upacara Agama dan Upacara Adat. Sistem relegi (dalam kerangka dasar agama Hindu adalah Tattwa) berpedoman pada Panca Srada (lima pokok kepercayaan dalam agama Hindu) sebagai pokokpokok kepercayaan, dan Panca Yadnya (lima pokok persembahan secara tulus iklas dalam agama Hindu) sebagai pokok-pokok pelaksanaan upacara keagamaan. Dari Panca Sradha, timbul sistem relegi yang memupuk stabilitas kepercayaan dan sistem pengetahuan yang mengilmiahkan kepercayaan, adat dan ajaran agama. Sedangkan dalam Panca Yadnya timbul sistem relegi yang menganut tata cara, tata nilai dan simbol-simbol relegi yang menuju sasaran. Sistem pengetahuan yang mengajarkan proses, elemen dan sarana sebagai sistem komunikasi ritual yang diilmiahkan ( Wiana, 1995:48) Pelaksanaan sistem religi tersebut, selain berlandaskan pada ajaran Agama Hindu juga berlandaskan pada dresta ( tradisi ) yang telah ada dan dianggap benar, dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan upacara agama dan upacara adat Panca Maha Yadnya (Dewa Yadnya,Rsi Yadnya, Pitra Yadnya,Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya), sudah barang tentu akan menemukan permasalahan dari pemanfatan ruangnya, sehingga perlu mendapatkan perhatian untuk pembangunan, perbaikan dan penataan saran dan prasarana upacara tersebut dengan tetap memperhatikan daerahdaerah peruntukan kegiatan upacara dimaksud, baik dari nilai estetika, maupun radius kesuciannya, Upacara Panca Maha Yadnya yang membutuhkan ruang sesuai dengan pelaksanaannya.antara lain: 1. Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan Dewa Yadnya (persembahan kepada Tuhan) antara lain terhadap peruntuka tempat suci dan radius kesuciannya, peruntukan sarana-sarana upacara, disamping pula sarana pendukung seperti jalan-jalan yang dipergunakan sebagai proses upacara.

18 24 2. Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan Rsi Yadnya (persembahan kepada para guru), biasanya kebutuhan ruangnya sama dengan upacara Manusa Yadnya (persembahan kepada sesama manusia), yaitu terbatas pada ruang-ruang permukiman dan atau perumahan. Namun ada pula yang menggunakan ruas jalan sebagai prosesi upacara. 3. Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan Pitra Yadnya (persembahan kepada para leluhur), selain pada perumahan dan permukiman, juga memanfaatkan ruas jalan Pempatan Agung/perempatan utama sebagai tempat memutar wadah/bade (tempat mayat), setra (kuburan) yang terdapat pada setiap desa adat, serta campuhan dan pantai yang dimanfaatkan sebagai tempat membuang abu jenasah dalam rangkaian prosesi Upacara Ngaben (pembakaran mayat). 4. Upacara Butha Yadnya (persembahan kepada lingkungan) yang paling Utama dan secara mutlak membutuhkan ruang adalah upacara Bhuta Yadnya yang dilaksanakan secara berkala, yaitu tawur nangluk merana yang biasanya di laksanakan pada tilem sasih ke enem, (pada bulan mati antara bulan November- Desember), yang mengambil tempat lokasi pada pempatan agung setiap desa adat yang bersangkutan. Upacara Bhuta Yadnya Tawur Kesanga ( menjelang HariRaya Nyepi) dilaksanakan di alun-alun, pempatan agung di setiap wilayah di desa adat, dan di Pura Desa. Upacara tersebut dilanjutkan dengan Ngerupuk (kegiatan mengelilingi desa disertai dengan bunyi-bunyian dan mengusung Ogoh-ogoh). Sebelum upacara puncak Tawur Kesanga, terlebih dahulu dilakukan Upacara Melasti ke pantai atau campuhan yang memiliki makna sebagai tempat pembersihan segala yang kotor.

19 Natah dalam Pola Tata Ruang Bali Natah adalah suatu istilah dalam bahasa Bali, yang umum digunakan untuk menyatakan suatu halaman yang berada di tengah- tengah suatu rumah, yang di kelilingi oleh masa-masa bangunan. Kata natar juga menunjukkan hal yang serupa dengan natah namun lazim digunakan untuk menyatakan sebagi halaman pura, yang tersusun oleh beberapa bangunan suci atau pelinggih yang ada dalam tempat peribadatan umat Hindu, seperti pura dan merajan ( Jiwa :1992 :41) pada hakekatnya pengertian natah dan natar adalah sama, yaitu sama-sama ruang luar yang terbentuk oleh masa bangunan yang mengelilingi dalam suatu lingkungan tertentu. Natah untuk istilah umum dalam masyarakat sedangkan natar berkonotasi terhadap hal yang lebih hasus dan kuna. Beranjak dari pernyataan tersebut maka dari itu kenyataan di lapangan dengan adanya tingkat lingkungan, dapat juga di ketemukan berbagai jenis tingkat natah tersebut. Masing-masing natah mempunyai variasi dari tingkat yang sempurna sampai dengan yang bersahaja. dalam hal ini natah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: Natah Rumah : natah dalam rumah masyarakat Hindu di Bali daratan sudah sangat jelas bentuk dan oleh adanya bangunan-bangunan yang mengelilinginya, karena bangunan dasar yang mengelilinginya pada dasarnya adalah berbentuk segi empat, begitu pula dengan bentuk natahnya adalah bangun dasar segi empat, natah sebagai ruang luar tengah tidak terbentuk secara sempurna, karena adanya penerusanpenerusan, keruang luar bawahannya.terjadi karenya jarak antar bangunan satu dengan yang lainnya. Dalam peraturam membangun tradisional Bali (Asta Bhumi) natah dapat terbentuk sabagai akibat dari penentuan letak bangunan dengan dasar perhitungan astawara dipilih agar sesuai dengan fungsi bangunan. sri untuk lumbung, indra untuk bale dangin, guru untuk bale meten, yama untuk pengijeng karang, ludra

20 26 untuk bale dauh, Brahma untuk dapur, kala untuk penunggun karang, dan Uma untuk jarak bangunan ke tembok pagar. Cara lain untuk menentukan ukuran natah adalah dengan cara menentukan dimensi natah dalam dua sumbu utara selatan atau timur barat,penentuan dimensi dapatdibedakan menjadi dua yaitu: hitungan langsung dan berhenti pada ukuran yang dianggap baik dan sesuai dengan cita-cita kepala kelurga penghuni rumah. Dan yang kedua dengan menentukan jumlah depa yang dipakai standar dan ditambah jumlah sesa, sesuai denga tujuan dari si kepala keluarga tersebut.semua penetatap jumlah ukuran hendaknya di isi pengurip dengan satu ukuran kaki melintang. Seiring dengan perkembangan zaman, telah terjadi tuntukan kebutuhan akan ruang, kemajuan teknologi dan pengaruh budaya asing. Disatu sisi kebutuhan lahan semakin meningkat dengan daya beli yang tidak dapat mengimbagi, oleh karna itu terjadilah perubahan-perubahan pola-pola masa bangunan baru yang berdampak pula pada perubahan natah dan variasi-variasi baru pada bangun dasar natah, yang secara tradisional terdiri atas tiga atau empat masa dan kini berubah menjadi tiga atau dua bahkan satu. Natah Desa : Suatu lingkungan yang lebih makro dari natah rumah adalah natah desa,natah desa memiliki elemen- elemen lingkungan yang terdiri dari: rumah-rumah penduduk fasilitas pelayanan. Dan prasaran suatu halam desa terbentuk oleh elemenelemen ini. analog dengan natah di rumah, pada desa terbentut oleh deretan pemukiman dan rumah-rumah penduduk yang berada disisi kanan dan kirinya,desadesa di Bali pada umumnya berbentuk linier, sehingga bentuk natahnya memanjang sesuai dengan arah kaja-kelod, natah desa bisa berupa margi agung atau ruang komunitas yang di dalamnya terdapat bangunan-bangunan fasilitas desa. Natah Kota : natah dalam kota kota tradisional pada masa kerajaan di Bali, berada pada suatu simpang empat di tengah- tengah kota, yang merupakan kedudukan

21 27 fasilitas utama Kota, seperti Puri yang merupakan pusat pemerintahan pada zamannya, pasar dan bencingah Puri dengan fasilitas wantilannya,dan terdapat pula ruang hijau kota simpang empat seperti ini lasim disebut catus patha, simpang empat seperti ini belum sah di sebut sebagai Catus patha sebelum melalui proses upacara pemelaspas dan pemasupatian, natah kota dalam catus patha pada masa kerajaan di fungsikan sebagai halaman untuk upacara keagamaan,seperti tawur agung yang secara periodik, upacara nangluk mrana, ngulapin, nebusin, dan prosesi upacara pengabenan, Aspek Perilaku Manusia dengan Lingkungan Teori yang berorientasi pada lingkungan dalam fisikologi lebih banyak dikaji berdasarkan behavioristik yaitu suatu teori yang memandang perilaku manusia lebih ditentukan oleh faktor lingkungan dimana manusia tersebut hidup, adanya perbedaan lokasi dimana tumbuh dan berkembang akan menghasilkan perilaku yang berbeda, (Helmi,1995:7) dari pernyataan tersebut diatas memberikan gambaran tentang keanekaragaman prilaku manusia yang disebabkan oleh faktor lingkungan mereka tinggal. Dan berpengaruh terhadap karakteristik kehidupannya. Perilaku manusia dapat diartikan sebagai berikut: Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme dalam hal ini manusia terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan yang menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. (Notoatmojdo,1997) Perilaku atau aktfitas individu dalam pengertian yang lebih luas mencakup perilaku yang nampak (over behavior) dan perilaku yang tidak nampak (inert behavior). Perilaku manusia tidak muncul dengan sendirinya tanpa pengaruh stimulus yang di terima, baik stimulus yang bersifat eksternal maupun internal.

22 28 Namun demikian, sebagian besar perilaku manusia adalah akibat respon terhadap stimulus eksternal yang diterima (Bimo,1999:12). Selanjutnya perilaku adalah sikap yang di ekspresikan (Myers,1983). Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sementara (Lewin,1951) merumuskan satu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E) dengan rumus: B = f(p.e). Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu tersebut Jenis-jenis Prilaku Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu perilaku alami (innate behavior) dan perilaku operan (operant behavior). Perilaku alami yang berupa reflek dan insting adalah perilaku yang dibawa manusia sejak manusia dilahirkan. Sedangkan perilaku operan adalah perilaku yang dibentuk melalui proses belajar, yang selanjutnya disebut sebagai perilaku psikologis (Skinner,1976). Pada manusia perilaku operan atau perilaku psikologis lebih dominan berpengaruh akibat dari bentuk kemampuan untuk mempelajari dan dapat dikendalikan atau di ubah melalui proses pembelajaran. Sebaliknya reflek merupakan perilaku yang pada dasarnya tidak dapat untuk di kendalikan.

23 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku individu dan lingkungan saling berinteraksi yang artinya bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, juga berpengaruh terhadap lingkungan. Adapun secara spesifik faktor lingkungan dan individu adalah sebagai berikut : 1. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan sering kekuatannya lebih besar dari faktor individu (Azwar,1998:11). Dalam hubungan antara perilaku dengan lingkungan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu lingkungan alam/fisik (kepadatan, kebersihan), lingkungan sosial (organisme social, tingkat pendidikan, mata pencaharian, tingkat pendapatan) dan lingkungan budaya (adat istiadat, peraturan, hukum) (Sumaatmaja,1998). 2. Faktor Individu Faktor individu yang menentukan perilaku manusia antara lain adalah tingkat intelegensia, pengalaman pribadi, sifat kepribadian dan motif (Azwar,1998:14) Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Pembentukan perilaku sangat diperlukan untuk mengendalikan perilaku manusia agar seperti yang diharapkan antara lain dengan, pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan, adalah pembentukan perilaku yang ditempuh dengan mengkondisikan atau membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan. Kemudian pembentukan perilaku dengan pengertian (insight), adalah pembentukan perilaku yang dilakukan dengan cara pembelajaran disertai dengan memberikan pengertian. Unsur yang ketiga adalah pembentukan perilaku dengan model atau contoh, adalah pembentukan perilaku dengan mengunakan model atau contoh dan biasanya didasarkan atas bentuk-bentuk perilaku yang telah ada.

24 30 Dalam rangkaian pembentukan perilaku manusia terdapat dua jenis pembelajaran yaitu pembelajaran secara fisik1 dan pembelajaran secara psikis dimana seorang mempelajari perannya dan peran orang lain dalam kontak sosial (social learning), dan selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan peran sosial yang telah dipelajarinya. (Sarwono,2002:23) Setting Perilaku (Behavior setting) Behavior setting atau seting perilaku dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat yang spesifik. Dengan demikian behavior setting mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan kegiatan, aktivitas atau perilaku dari sekelompok orang tersebut, tempat dimana kegiatan tersebut dilakukan, serta waktu spesifik saat kegiatan itu dilaksanakan. (Haryadi B Setiawan,1995 :26) 2.4 Model Penelitian Penentuan model penelitian ini merupakan abstraksi antara teori dan permasalahan penelitian yang digambarkan sebagai penentu variasi sempel, dalam hal ini adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber, dan tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik, serta menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Dengan demikian dalam penelitian ini tidak ada sempel yang acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample) dengan ciri-ciri : bersifat sementara, rancangan sampel berurutan (teknik sampling bola salju ), diiterasi, sampel pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan atau jenuh. Penetapan suatu kajian (unit of analysis) sangat mempengaruhi penentuan sampel, besar dan strategi sampling. Satuan kajian bisa bersifat perseorangan, kelompok, serta keseluruhan latar. Dalam penelitian ini satuan kajiannya berupa unit rumah

25 31 tinggal tradisional dan aktivitas ritualnya, dengan demikian penelitian ini diarahkan pada keanekaragaman satuan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut di atas penentuan keanekaragaman sampel atau kasus didasari atas pertimbangan fenomena pada lokasi di Desa Kawan Bangli, dimana sampel yang diambil yaitu terbagi atas : posisi rumah yakni unit rumah tinggal dipinggir jalan raya, jalan penghubung antara perumahan dengan jalan raya serta unit rumah tinggal yang terletak di gang-gang. Selain itu juga dipilih pula kasus berdasarkan status pemilik rumah yang Dalam hal ini terbagi atas pemilik non bangsawan (orang biasa) dan Bangsawan ( hanya unit rumah tinggal bangsawan diluar puri kawan Bangli) Kriteria yang lain adalah kasus dipilih berdasarkan tingkat perubahan spasial natah rumah tinggal tradisional, yaitu perubahan relatif besar, sedang dan kecil

26 32 INTERNAL KARANG WED NATAH EXSTERNAL Jumlah penghuni Kebutuhan ruang Perubahan pola pikir TEORI Perkembang an,wilayah yang sangat peset meliputi, ekonomi,pen didikan PERUBAHAN SPASIAL NATAH Makna Fungsi Dimensi Tata letak Orientasi Teori Atribut Morfologi Atribut Fungsional Dewa yadnya Bhuta Yadnya Rsi yadnya Manusa Yadnya 1. Pitra YJumlah penghuni 2. Kebutuhan PROSESI UPACARA YADNYA Manusa Yadnya Otonan Potong Gigi Pernikahan Pitra Yadnya Mendem sawa Ngaben/ Pelebon Memandikan jenasah Prosesi pembrangkatan jenasah ke kuburan GAMBAR 2.5 MODEL PENELITIAN

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Konsepsi sangamandala menentukan sembilan tingkatan nilai ruang pada sembilan zone bumi atau tata zoning tapak. Sembilan zona ini lahir berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1- BAB I. PENDAHULUAN Bab Pendahuluan terdiri dari subbab (I.1) Latar Belakang; (I.2) Pertanyaan Dan Tujuan Penelitian; (I. 3) Manfaat Penelitian; (I. 4) Keaslian Penelitian; (I. 5) Batasan Penelitian; dan

Lebih terperinci

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional Bali Pola Tata Ruang Tradisional Konsep Sanga Mandala Konsep Tri Angga pada lingkungan Konsep Tri Angga pada Rumah Tata Ruang Rumah Tinggal Konsep tata ruang tradisional Pola tata ruang tradisional Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali Annisa Nurul Lazmi (1), Dita Ayu Rani Natalia (1) annisanurullazmi@gmail.com (1) Preserv

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan gb. 1.1. Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar Potensi dan daya tarik Pantai Lebih 1. Potensi alam Pantai

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA Desak Made Sukma Widiyani Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Dwijendra E-mail : sukmawidiyani@gmail.com Abstrak Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI Cara hidup manusia pada awalnya adalah berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas sehari-harinyapun hanya mencari makan untuk bertahan hidup seperti berburu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB VII LAMPIRAN DAN KESIMPULAN

BAB VII LAMPIRAN DAN KESIMPULAN [BALAI APRESIASI TARI] TUGAS AKHIR (RA 091381) BAB VII LAMPIRAN DAN KESIMPULAN VII.1 LAMPIRAN VII.1.1 ARSITEKTUR BALI. Arsitektur Bali terutama arsitektur tradisional Bali adalah sebuah aturan tata ruang

Lebih terperinci

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ARSITEKTUR TRADISIONAL NURYANTO, S.Pd., M.T.Ars. ARSITEKTUR VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2 0 1 0 RUMAH DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan tata ruang sebagai sebuah hasil akulturasi antara budaya dan logika tercermin dalam proses penempatan posisi-posisi bangunan. Dasar budaya adalah faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

PERANAN NATAH DI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BALI

PERANAN NATAH DI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BALI PERANAN DI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BALI Oleh: I Made Suarya Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana Email: suarya2000@yahoo.com ABSTRAK Sepintas kelihatan bahwa natah sama

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada tahun 1293-1500M. Permasalahannya peninggalan-peninggalan kerajaan Majapahit ada yang belum

Lebih terperinci

PERAN NATAH SEBAGAI ORDER SPATIAL HUNIAN MASYARAKAT BALI (Studi Kasus: Desa Batuan Gianyar, Bali)

PERAN NATAH SEBAGAI ORDER SPATIAL HUNIAN MASYARAKAT BALI (Studi Kasus: Desa Batuan Gianyar, Bali) LAPORAN PENELITIAN PERAN NATAH SEBAGAI ORDER SPATIAL HUNIAN MASYARAKAT BALI (Studi Kasus: Desa Batuan Gianyar, Bali) Ketua Peneliti : Krismanto Kusbiantoro, MT. (630012) Anggota : Rachman Yuda, MBA. (630035

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI ABSTRAK Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Singaraja, Bali, adalah sebuah desa muslim di Bali. Desa dengan penduduk yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tri Hita Karana Menurut Nadia dan Prastika (2008), Tri Hita Karana berasal dari suku kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti kemakmuran dan Karana berarti penyebab atau

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

PERUBAHAN ARSITEKTUR TRADISIONAL HUNIAN DESA BAYUNG GEDE, BANGLI

PERUBAHAN ARSITEKTUR TRADISIONAL HUNIAN DESA BAYUNG GEDE, BANGLI PERUBAHAN ARSITEKTUR TRADISIONAL HUNIAN DESA BAYUNG GEDE, BANGLI Widiastuti, PS Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana wiwiedwidiastuti@yahoo.fr ABSTRAK Desa Adat Bayung Gede adalah salah satu

Lebih terperinci

KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI

KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI Kade Praditya S. Empuadji, Abraham M. Ridjal, Chairil B. Amiuza Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Kawasan Cakranegara pada awalnya dirancang berdasarkan kosmologi Hindu-Bali, namun kenyataan yang ditemui pada kondisi eksisting adalah terjadi pergeseran nilai kosmologi

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

POLA PENATAAN RUANG UNIT PEKARANGAN DI DESA BONGLI TABANAN

POLA PENATAAN RUANG UNIT PEKARANGAN DI DESA BONGLI TABANAN POLA PENATAAN RUANG UNIT PEKARANGAN DI DESA BONGLI TABANAN Oleh : I Made Adhika Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana E-mail: adhika@yahoo.com ABSTRAK Tata ruang unit pekarangan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

Identifikasi Tipe Pemukiman Karang Nabuan di Banjar Tinggan Desa Plaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung

Identifikasi Tipe Pemukiman Karang Nabuan di Banjar Tinggan Desa Plaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung Identifikasi Tipe Pemukiman Karang Nabuan di Banjar Tinggan Desa Plaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung I MADE BAYU ARTHA*) A.A GEDE DALEM SUDARSANA IDA AYU MAYUN Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara. Di desa ini

berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara. Di desa ini Desa Tenganan Pegringsingan II Oleh: I Ketut Darsana, Dosen PS Seni Tari Jika dilihat dari bentuk geografisnya, desa Tenganan Pegringsingan berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Ria Selfiyani Bahrun (1), Sudaryono (1), Djoko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya Puri merupakan salah satu hasil karya arsitektur di Bali yang berfungsi sebagai hunian bagi

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang telah menciptakan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang astronomi, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain-lain sehingga timbul

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VARIAN ARSITEKTUR LUMBUNG DI BALI

IDENTIFIKASI VARIAN ARSITEKTUR LUMBUNG DI BALI UNDAGI Jurnal Arsitektur Warmadewa, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017, Hal 9-16 ISSN 2338-0454 IDENTIFIKASI VARIAN ARSITEKTUR LUMBUNG DI BALI Oleh: I Made Suwirya Dosen Jurusan Program Studi Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI Oleh: Ngakan Ketut Acwin Dwijendra Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana Email: acwindwijendra@yahoo.com ABSTRAK Perumahan Permukiman

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RUANG TRADISIONAL PADA DESA ADAT PENGLIPURAN, BALI Characteristic of Traditional Space in the Traditional Village of Penglipuran, Bali

KARAKTERISTIK RUANG TRADISIONAL PADA DESA ADAT PENGLIPURAN, BALI Characteristic of Traditional Space in the Traditional Village of Penglipuran, Bali KARAKTERISTIK RUANG TRADISIONAL PADA DESA ADAT PENGLIPURAN, BALI Characteristic of Traditional Space in the Traditional Village of Penglipuran, Bali Abstrak 1I Putu Agus Wira Kasuma, 2 Iwan Suprijanto

Lebih terperinci

PERUBAHAN POLA TATA RUANG PADA KARANG 1 DESA ADAT JATILUWIH DI BALI

PERUBAHAN POLA TATA RUANG PADA KARANG 1 DESA ADAT JATILUWIH DI BALI PERUBAHAN POLA TATA RUANG PADA KARANG 1 DESA ADAT JATILUWIH DI BALI Dwi Wahjoeni Soesilo Wati Akademi Teknik YKPN, Jl. Gagak Rimang 1, Balapan, Yogyakarta e-mail: dwswati@yahoo.com Abstract: Jatiluwih

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang ) Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 7 DAFTAR ISI Halaman Persetujuan Pernyataan Prakata Daftar isi Daftar Tabel Daftar Gambar ii iii iv vii x xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 1.1 Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dalam penelitian ini menggunakan beberapa sumber berupa jurnal ilmiah, artikel, buku ataupun internet.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Filosofi Arsitektur Tradisional Bali. B. Konsepsi-Konsepsi Arsitektur Bali

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Filosofi Arsitektur Tradisional Bali. B. Konsepsi-Konsepsi Arsitektur Bali PRAKATA Terima kasih dan syukur kami panjatkan kehadapan tuhan yang maha esa sehingga makalah tentang Konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala dapat terselesaikan tepat pada waktunya. di saat semua orang

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Bagian I

Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Bagian I Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Bagian I Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Di Desa Adat Penglipuran - Kecamatan Kubu Kabupaten Bangli

Lebih terperinci

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI Jurnal Sabua Vol.1, No.1: 1-7, Mei 2009 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI Veronica A. Kumurur 1 & Setia Damayanti 2 1 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar Oleh : Naya Maria Manoi nayamanoi@gmail.com Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK Arsitektur tradisional Bali merupakan budaya

Lebih terperinci

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana.

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana. ARSITEKTUR BALI Mata Kuliah ARSITEKTUR PRA MODERN pertemuan ke 5 Dosen: Dr. Salmon Martana, M.T. Masyarakat Bali sangat percaya bahwa mereka hadir di dunia membawa misi hidup, yaitu berbuat kebaikan. Kesempurnaan

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari I Ketut Sudarsana > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari Ajaran Tri Kaya Parisudha dapat dilaksanakan dengan cara memberikan arahan

Lebih terperinci

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK Rumah adat Bali adalah cerminan dari budaya Bali yang sarat akan nilai-nilai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bali merupakan sebuah pulau kesatuan wilayah dari Pemerintah Propinsi yang mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota madya dengan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Kondisi Rumah Tradisional Masa Kini Di Provinsi Bali

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Kondisi Rumah Tradisional Masa Kini Di Provinsi Bali BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kondisi Rumah Tradisional Masa Kini Di Provinsi Bali 2.1.1 Rumah Tradisional di Provinsi Bali Kebudayaan di Indonesia merupakan hal yang dipegang teguh oleh penduduknya. Baik kebudayaan

Lebih terperinci

Pola Ruang Pura Kahyangan Jawa Timur dan Bali Berdasarkan Susunan Kosmos Tri Angga dan Tri Hita Karana

Pola Ruang Pura Kahyangan Jawa Timur dan Bali Berdasarkan Susunan Kosmos Tri Angga dan Tri Hita Karana Pola Ruang Pura Kahyangan Jawa Timur dan Bali Berdasarkan Susunan Kosmos Tri Angga dan Tri Hita Karana Maulana Reddy Firmansyah 1, Antariksa 2, Abraham Mohammad Ridjal 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI 118 BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap Pura Maospait maka dapat diketahui bahwa ada hal-hal yang berbeda dengan pura-pura kuna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

Konsep Tri Mandala pada Pola Tata Ruang Luar Pasar Tradisional Badung di Kota Denpasar

Konsep Tri Mandala pada Pola Tata Ruang Luar Pasar Tradisional Badung di Kota Denpasar Konsep Tri Mandala pada Pola Tata Ruang Luar Pasar Tradisional Badung di Kota Denpasar Ni Ketut Irma Pradnyasari 1 dan Antariksa 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. ABSTRAK...iii. ABSTRACT... iv. PERNYATAAN... v. KATA PENGANTAR vi. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. Halaman. PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. ABSTRAK...iii. ABSTRACT... iv. PERNYATAAN... v. KATA PENGANTAR vi. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii ABSTRAK...iii ABSTRACT... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xvi BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

Arsitektur Tradisional ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI. Pola Tata Ruang Tradisional. Dasar Konsep Ruang. Tri Hita Karana

Arsitektur Tradisional ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI. Pola Tata Ruang Tradisional. Dasar Konsep Ruang. Tri Hita Karana Arsitektur Tradisional ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI Oleh : Eka Kurniawan A.P, ST Merupakan perwujudan ruang untuk menampung aktivitas kehidupan manusia dengan pengulangan bentuk dari generasi ke generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI

PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO. 2 AGUSTUS 2005 : 62-105 PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI Oleh Dewa Nyoman Wastika Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang

1. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamnnya serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut menjadikan Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

JUDUL PENELITIAN PERUBAHAN FUNGSI RUANG RUMAH ADAT BALI AKIBAT PENGARUH MODERENISASI DI KECAMATAN UBUD

JUDUL PENELITIAN PERUBAHAN FUNGSI RUANG RUMAH ADAT BALI AKIBAT PENGARUH MODERENISASI DI KECAMATAN UBUD JUDUL PENELITIAN PERUBAHAN FUNGSI RUANG RUMAH ADAT BALI AKIBAT PENGARUH MODERENISASI DI KECAMATAN UBUD Peneliti : Peneliti Utama : Martinus Deny, S.T,. M.Sn Anggota : Gai Suhardja, Ph.D Irena VG Fajarto

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan segala sesuatu yang melatarbelakangi penataan dan pengembangan daya tarik wisata di Pantai Purnama, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN SELATAN 2.1.1. Kondisi Wisata di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan merupakan salah

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

MORFOLOGI POLA MUKIMAN ADATI BALI

MORFOLOGI POLA MUKIMAN ADATI BALI JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 2 NO. 2 AGUSTUS 2004 : 56-107 MORFOLOGI POLA MUKIMAN ADATI BALI Oleh : I Ketut Alit Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Udayana Email: tutalit-3346@yahoo.com

Lebih terperinci

Formasi Spasial Permukiman Komunitas Hindu di Dusun Sawun dan Dusun Jenglong Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Formasi Spasial Permukiman Komunitas Hindu di Dusun Sawun dan Dusun Jenglong Kecamatan Wagir Kabupaten Malang Formasi Spasial Permukiman Komunitas Hindu di Sawun dan Jenglong Kecamatan Wagir Kabupaten Malang Lalu Mulyadi 1, Ida Bagus Suardika 2, I Wayan Mundra 3 1) Prodi Arsitekur, 2) Prodi T. Industri, 3) Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah akan diuraikan secara singkat mengenai dasar pemahaman permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masalah akan diuraikan secara singkat mengenai dasar pemahaman permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan berisi mengenai uraian latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada subbab latar belakang masalah akan diuraikan secara singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Project Pada zaman sekarang ini, manusia selalu memperoleh tekanan untuk bertahan hidup. Tekanan untuk bertahan hidup ini mendorong manusia

Lebih terperinci

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI Jurnal Sabua Vol.3, No.2: 7-14, Agustus 2011 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI Veronica A. Kumurur1 & Setia Damayanti2 1 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci