SKRIPSI FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN. Oleh : STEFANUS F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN. Oleh : STEFANUS F"

Transkripsi

1 SKRIPSI FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN Oleh : STEFANUS F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : STEFANUS F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : STEFANUS F Dilahirkan pada tanggal 06 November 1988 Di Jakarta Tanggal lulus : 28 Juni 2010 Menyetujui, Bogor, 28 Juni 2010 Prof. Dr. Winiati P. Rahayu Dosen Pembimbing Akademik I Dian Herawati, STP, MSi Dosen Pembimbing Akademik II Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

4 RIWAYAT HIDUP Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 November 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ma Bie Tjhung dan Thio Man Sin. Peneliti memiliki dua orang kakak perempuan bernama Natalia dan Magdalena. Pendidikan formal ditempuh peneliti di TK Stella Maris, SD Stella Maris, SLTP Kristen Yusuf, dan SMA Kristen Yusuf Jakarta. Peneliti diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa studi di IPB, peneliti pernah menjadi asisten laboratorium fisika TPB, asisten laboratorium mikrobiologi pangan, dan anggota developer GLP laboratorium PROM Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis adalah menjadi anggota Logistik dan Transportasi acara LCTIP XV 2007, anggota konsumsi acara Natal Civa 2007, anggota divisi profesi HIMITEPA selama periode , Ketua pelaksana LCTIP XVI 2008, Ketua divisi profesi HIMITEPA , Koordinator produksi mi jagung RUSNAS IPB , dan anggota acara LCTIP XVII Selain aktif dalam berbagai organisasi penulis juga sempat mengikuti beberapa pelatihan dan seminar. Beberapa diantaranya yaitu seminar nasional Pangan Halal tahun 2008, training Food Safety Management System ISO 22000:2005 pada tahun 2009, dan training Quality Management System ISO 9001:2008 pada tahun Prestasi yang telah diperoleh adalah Juara 1 Food Innovation Competition Innovation and Acceptance Food Explore 2009 UPH, Juara 1 National Food Competition Indonesia Food Expo 2009 IPB, Juara 1 Agroindustrial Product Competition 2009 IPB, Juara 2 Lomba Poster ILMAGI 2010 UGM, Juara 1 Agroindustrial Product Competition Hi-Great 2010 UB, Juara 1 dan Favorit National Food Technology Competition 2010 Universitas Widya Mandala, Finalis Danone Trust 2010, dan Delegasi IPB IFTSA-DSDC 2010.

5 Stefanus. F Formulasi dan Optimasi Waktu Penggorengan Mi Jagung Instan. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Winiati P. Rahayu dan Dian Herawati, STP, MSi RINGKASAN Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia. Karakteristik mi terigu telah melekat kuat pada masyarakat Indonesia, sehingga inovasi mi yang baru selalu dibandingkan dengan mi terigu terutama dari sisi penerimaan organoleptiknya. Salah satu produk mi terigu yang tetap berkembang hingga sekarang adalah mi instan. Indonesia tidak tergolong sebagai negara penghasil gandum sehingga kebutuhan bahan baku mi instan di Indonesia dicukupi dari gandum impor. Diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar pembuatan mi instan. Salah satu bahan pangan Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif adalah jagung.tepung jagung dapat diaplikasikan dalam produk mi jagung. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen tepung jagung dan menghasilkan mi jagung instan dengan karakteristik yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia dan disukai oleh konsumen dari mutu organoleptiknya. Variabel yang diamati adalah rasio tepung terigu dan tepung jagung serta waktu penggorengan. Penentuan rasio tepung jagung dan tepung terigu, serta waktu penggorengan dalam pembuatan mi jagung instan berdasarkan pada cooking time, cooking loss, kadar air, pertambahan berat, derajat pengembangan mi, dan mutu organoleptik (uji deskriptif, uji hedonik, dan paired preference test). Formula yang direkomendasikan selanjutnya dilakukan analisis mutu kimia dan fisik. Pembuatan tepung jagung menghasilkan rendemen sebesar 30,40%. Formula yang direkomendasikan untuk pembuatan mi jagung instan adalah formula dengan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan selama 3 menit. Adonan mi dari komposisi tersebut bersifat kompak dan elastis. Mutu kimia produk mi jagung instan memiliki kadar air kurang dari 10% (7,40%), kadar abu sebesar 1,64%, kadar protein sebesar 10,51%, kadar lemak sebesar 10,14%, kadar karbohidrat sebesar 70,31%, kadar serat kasar sebesar 1,43%, dan a w sebesar 0,588. Mi jagung instan ini memiliki warna kuning-merah dengan nilai ⁰hue sebesar 83,90, cooking loss kurang dari 15% (11,13%), tekstur mi setelah dimasak tidak hancur, waktu rehidrasi kurang dari 4 menit (3,5 menit) dengan derajat pengembangan sebesar 121,28%, pertambahan berat sebesar 242,67%, serta tingkat kekerasan, tidak lengket, dan tingkat elastisitas cukup mendekati mi instan komersial secara subjektif (organoleptik) dan objektif. Nilai kekerasan, kelengketan, elastistas, dan daya kohesif produk mi jagung instan masing-masing sebesar 2657,05 gf, -140,55 gf, 0,54 gs, dan 0,25 gs.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, anugerah, dan penyertaan-nya serta kekuatan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik karena kasih dan anugerah dari Tuhan Yesus. Selain itu, banyak pihak yang juga turut membantu penulis dalam kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada : 1. Keluargaku : Ayah (Ma Bie Tjhung), Ibu (Thio Man Sin), serta kedua kakakku (Nathalia dan Magdalena) atas semangatnya, doanya, bimbingannya, serta dukungannya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan semuanya. 2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu. dan Dian Herawati, STP, MSi. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang banyak memberikan dukungan, arahan, dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan dan melakukan tugas akhir. 3. Dr. Feri Kusnandar dan Dr. Nurheni Sri Palupi atas pendanaaan penelitian yang telah dipercayakan kepada saya sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan lancar. 4. Ir. Soenar Soekopitojo, Msi. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan arahannya untuk perbaikan skripsi ini. 5. Sahabat-sahabat terbaikku : Agus Danang Wibowo, Yogi Karsono, Abdi T.C., Arius W., Nur Fathonah Sadek, Della S., Saffiera K. Richie R., Feriana, Margaret, Fenny, dan Sheni I. atas dukungan, dan bantuan di saat susah maupun senang. 6. Teman-teman di tim produksi mi jagung : Tsani F., Aditya A.,Yessica D.A., Helena S.W., Stella D., Bernand S., Desi Ratih, Yuananda P.O., Dinda, dan Marvin L. atas kerjasamanya ketika produksi. 7. Teman-teman ITP 43 atas kebersamaan di saat kuliah dan praktikum. 8. Seluruh staff dan laboran di Lab Departemen ITP dan Seafast : Pak Junaedi, Pak Deni, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Iyas, Pak Yahya, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Sidik, Bu Antin, dan Mas Edi. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan.

7 9. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode , atas segala pengajaran pendidikan, serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 10. Kepada pihak yang belum disebutkan namanya, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tuhan Yesus Kristus membalas semua kebaikan teman-teman semua. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bogor, 28 Juni 2010 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN DAN MANFAAT... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA. 4 A. JAGUNG... 4 B. TEPUNG JAGUNG.. 5 C. MI JAGUNG... 8 D. MI INSTAN E. PENGGORENGAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN B. METODE PENELITIAN Pembuatan Tepung Jagung Pembuatan Mi Jagung Instan Analisis Produk IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG B. PENENTUAN RASIO TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TERIGU, SERTA WAKTU PENGGORENGAN DALAM PEMBUATAN MI JAGUNG INSTAN Mutu Adonan Mi Jagung Instan Mutu Fisik dan Kimia Mi Jagung Instan a. Cooking time mi jagung instan... 38

9 Halaman b. Cooking loss mi jagung instan c. Kadar air mi jagung instan d. Pertambahan berat dan derajat pengembangan mi jagung instan Mutu Organoleptik Mi Jagung Instan a. Hasil uji deskriptif b. Hasil uji hedonik c. Hasil paired preference test C. MUTU KIMIA DAN FISIK MI JAGUNG INSTAN Mutu Kimia Mutu Fisik a. Warna 48 b. Kekerasan, kelengketan, elastisitas, dan daya kohesif V. KESIMPULAN DAN SARAN.. 52 A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum... 7 Tabel 2. Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual Tabel 3. Formulasi produk mi jagung instan basis 1 kg Tabel 4. Pengaturan Texture Profile Analyzer Tabel 5. Mutu adonan mi jagung instan pada berbagai tingkatan formula. 36 Tabel 6. Pemetaan kombinasi formula dan lama penggorengan pada tahap seleksi Tabel 7. Kandungan gizi mi jagung instan dan mi instan komersial Tabel 8. Hasil Chromameter mi jagung instan dan mi instan komersial... 49

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jenis jagung berdasarkan kandungan endosperma... 4 Gambar 2. Anatomi biji jagung... 5 Gambar 3. Teknologi proses produksi mi jagung Gambar 4. Skema aliran bahan dalam teknik penggorengan terendam Gambar 5. Bagan penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan Gambar 6. Pembuatan tepung jagung Gambar 7. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan multi mill Gambar 8. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung jagung dengan menggunakan disc mill Gambar 9. Tahap pembuatan mi jagung instan Gambar 10. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan.. 22 Gambar 11. Proses grinding pada adonan mi jagung 100% Gambar 12. Proses sheeting adonan Gambar 13. Proses slitting lembaran adonan mi (A) dan untaian mi jagung yang dihasilkan (B) Gambar 14. Mi jagung yang telah dikukus Gambar 15. Proses penggorengan mi jagung instan Gambar 16. Diagram alir kesetimbangan massa proses penepungan kering tepung jagung Gambar 17. Glutenin dan gliadin dalam pembentukan gluten melalui jembatan disulfida Gambar 18. Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 <A> dan 70:30 <B> (b/b)) Gambar 19. Cooking time mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 38 Gambar 20. Cooking loss mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.40 Gambar 21. Kadar air mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan..41

12 Halaman Gambar 22. Pertambahan berat mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan Gambar 23. Derajat pengembangan mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan Gambar 24. Rataan nilai panelis untuk tingkat kekerasan, elastisitas, dan kelengketan Gambar 25. Hubungan antara jenis mi jagung instan dengan skor rata-rata kesukaan panelis berdasarkan atribut kekerasan Gambar 26. Warna kuning merah pada mi jagung instan (A) dan warna kuning pada mi instan komersial (B) Gambar 27. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkat kekerasan dan kelengketan Gambar 28. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkat elastisitas dan daya kohesif Gambar 29. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan Gambar 30. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan Gambar 31. Profil tekstur mi instan komersial... 97

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lembar kuisioner uji deskriptif Lampiran 2. Lembar kuisioner uji hedonik Lampiran 3. Lembar kuisioner paired preference test Lampiran 4. Data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 60 Lampiran 5. Hasil analisis data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.. 61 Lampiran 6. Data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 64 Lampiran 7. Hasil analisis data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.. 65 Lampiran 8. Data kadar air mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 68 Lampiran 9. Hasil analisis data kadar air mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.. 69 Lampiran 10. Data pertambahan berat mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 72 Lampiran 11. Hasil analisis data pertambahan berat mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.. 73 Lampiran 12. Data derajat pengembangan mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 76 Lampiran 13. Hasil analisis data derajat pengembangan mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.. 77 Lampiran 14a. Hasil uji deskriptif (tingkat kekerasan) Lampiran 14b. Hasil uji deskriptif (tingkat elastisitas)... 81

14 Halaman Lampiran 14c. Hasil uji deskriptif (tingkat kelengketan) Lampiran 15a. Hasil uji hedonik warna, rasa, elastistas, dan kelengketan.. 83 Lampiran 15b. Hasil uji hedonik kekerasan Lampiran 16. Hasil paired preference test. 93 Lampiran 17. Hasil analisis kimia mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit Lampiran 18. Hasil analisis warna mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit 95 Lampiran 19. Hasil analisis tekstur mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit 95

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia. Karakteristik mi terigu telah melekat kuat pada masyarakat Indonesia, sehingga inovasi mi yang baru selalu dibandingkan dengan mi terigu terutama dari sisi penerimaan organoleptiknya. Salah satu produk mi terigu yang tetap berkembang hingga sekarang adalah mi instan. Tingginya permintaan mi instan yang berkembang pesat di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen mi instan terbesar di dunia. Pada tahun 2003, dalam pemasaran produk mi instan, Cina menduduki tempat teratas dengan 44,3 milyar bungkus, Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus, dan Jepang sebanyak 5,4 milyar bungkus (Sawit, 2003). Indonesia tidak tergolong sebagai negara penghasil gandum sehingga kebutuhan terigu Indonesia dicukupi dari gandum impor. Indonesia menduduki peringkat 6 importir gandum dunia dengan total impor sebanyak 4,5 juta ton gandum pada tahun 2009 (BPS, 2009). Kedua hal diatas mendorong pemikiran untuk melakukan diversifikasi pangan dengan mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar pembuatan mi instan. Salah satu bahan pangan Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif adalah jagung. Jagung memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan beberapa daerah di Indonesia menggunakan jagung sebagai makanan pokok seperti masyarakat Madura dan Nusa Tenggara Barat. Pengembangan jagung sudah didukung oleh teknologi unggul yang mencakup budidaya tanam yang sederhana dan praktis, serta pengolahan pasca panen yang berorientasi pasar. Pemilihan jagung sebagai bahan baku pada penelitian kali ini sejalan dengan rencana aksi peningkatan kemampuan produksi jagung nasional melalui program prioritas pemerintah, yaitu program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK). Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan produktivitas jagung periode sekitar 0,80-4,18 ton/ha tiap tahunnya. Swasembada jagung di Indonesia telah tercapai yang 1

16 ditunjukkan dengan 90 persen kebutuhan nasional sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan telah berhasil mengekspor jagung sebanyak 150 ribu ton pada tahun 2008 (Deptan, 2009). Riset untuk pengembangan produk pangan berbasis jagung telah cukup lama dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Di antara penelitian yang cukup intensif adalah dalam pengembangan teknologi tepung jagung. Tepung jagung dapat diaplikasikan dalam produk mi jagung (Kusnandar et al., 2008). Tepung terigu dapat disubtitusi dengan tepung jagung hingga 35% dalam formula mi kering. Penggunaan campuran tepung terigu dengan tepung jagung dapat menghasilkan karakteristik adonan dan mi yang lebih baik dengan tekstur mi yang lebih kuat dan kenyal dibandingkan dengan mi yang terbuat dari 100% jagung. Kelebihan lain dari mi subtitusi adalah tidak memerlukan modifikasi proses, sehingga dapat diadopsi langsung oleh produsen mi dengan tidak memerlukan penambahan investasi dan perubahan aliran proses (Sigit, 2008). Mi jagung juga dapat diproduksi dari 100% tepung jagung, namun memerlukan modifikasi proses, yaitu penambahan tahap proses pengukusan adonan sebelum pembentukan lembaran adonan. Hal ini untuk mengatasi masalah tidak adanya gluten dalam jagung yang diperlukan dalam pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang elastis. Selama ini, teknologi mi jagung baru dikembangkan untuk memproduksi mi jagung basah dan mi jagung kering. Perbedaan antara mi kering dan mi instan adalah pada proses pengeringan setelah pengukusan mi basah. Mi kering dikeringkan dengan oven, sedangkan mi jagung instan digoreng. Mi instan umumnya memiliki waktu pemasakan yang lebih pendek dibandingkan mi kering yaitu maksimal 4 menit (Sigit, 2008). Merujuk berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung instan perlu dilakukan dalam upaya diversifikasi pangan dengan mengaplikasikan teknologi mi instan yang telah ada, tanpa perlu melakukan modifikasi proses. 2

17 B. TUJUAN DAN MANFAAT Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesetimbangan massa proses penepungan jagung; menentukan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi jagung instan sehingga menghasilkan mi jagung instan dengan karakteristik yang disukai oleh konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam aplikasi pembuatan mi jagung instan oleh industri pangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak bagi peningkatan pemanfaatan jagung sebagai bahan baku pembuatan mi dan mengurangi impor gandum. 3

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG Jagung (Zeaa mays) adalah tanaman serealia yang tergolong jenis tanamann semusim. Menurut Nobel dan Andrizal (2003) terdapat dua golongan tanamann jagung yaitu jagung hibrida dan jagung komposit. Jagung hibrida adalah jagung yang memiliki potensi hasil lebih tinggii karena memiliki gen- berdasarkan gejala heterosis dengan menggunakan populasi generasi F1 gen dominan dengann produktivitas yang tinggi. Jagung hibrida dikembangkan sebagai tanaman produksi (Iriany dan Andi, 2007). Jenis-jenis jagung dibagi berdasarkan bentuk biji serta kandungan endosperma. Menurut Dickerson (2003), Jenis jagung berdasarkan kandungan endospermanya terdiri atas pop, flint, dent, flour, dan sweet corn. Jenis-jenis jagung berdasarkan kandungan endosperma dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Jenis jagung berdasarkan kandungan endosperma (Dickerson, 2003) Anatomi jagung terdiri dari empat bagian pokok, yaitu kulit (perikarp), tip cap, germ, dan endosperma. Kulit adalah bagian yang berfungsi sebagai pelindung endosperma dan bakal benih dari kerusakan fisik serta serangan serangga, menahan air, dan mengurangi proses penguapan air dari biji. Bagian tip cap adalah bagian tempat menempelnya biji pada tongkol jagung. Bagian ini merupakan jalur makanan dan air untuk biji. Bagian germ (bakal benih) adalah bagian dari biji yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian ini mengandung vitamin dan mineral serta lemak yang dibutuhkan biji untuk 4

19 tumbuh. Bagian endosperma merupakan bagian terbesar dari biji (lebih dari 80%) yang merupakan sumber pati dan protein yang dibutuhkan untuk mendukung germinasi (Jamin dan Flores, 1998). Struktur anatomi jagung dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Anatomi biji jagung (Geochembio, 2010) Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati, yang berfungsi sebagai cadangan energi. Sel endosperma memiliki lapisan aleuron yang merupakan pembatas antara endosperma dengan kulit. Lapisan aleuron menyelubungi endosperma dan lembaga. Dalam endosperma terdapat granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah zein. Endosperma jagung terdiri dari dua bagian, yaitu endosperma keras (horny endosperm) dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras (Jamin dan Flores, 1998). Jenis jagung semiflint (semi mutiara) lebih mudah dibuat tepung dibandingkan jagung mutiara. Hal ini disebabkan jagung semi mutiara mengandung endosperma lunak yang lebih banyak dibandingkan dengan endosperma keras (Jamin dan Flores, 1998). B. TEPUNG JAGUNG Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays LINN.) yang bersih dan baik berdasarkan 5

20 SNI Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap. Endosperma merupakan bagian terbesar dari biji Jagung (75-80%) yang digiling menjadi tepung jagung. Bagian endosperma mengandung pati yang tinggi (sekitar 86%), protein (6%), lemak (1,73%), dan serat (3,2%). Kulit mengandung serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar (Juniawati, 2003) Jagung yang sesuai untuk dibuat mi jagung adalah jagung kuning dari berbagai varietas yang mengandung amilosa 25-75%, seperti jagung srikandi, pioneer, dan jagung mutiara. Jagung putih (jagung pulut) kurang sesuai untuk dibuat mi jagung, karena mengandung amilopektin yang lebih tinggi sehingga membentuk tekstur mi yang lengket. Varietas jagung yang umum dipakai dalam proses pembuatan mi jagung adalah jagung varietas P-21 (Pioneer-21) memiliki umur panen 100 hari. Tepung jagung yang dihasilkan memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu 1,73%. Kandungan lemak yang rendah disebabkan adanya proses degeminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses penepungan (Etikawati, 2007). Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO, 2005) dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah karbohidrat dimana sebagian besar terdiri dari pati. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi manusia (Almatsier, 2003). Pati tersusun rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi becabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah amilopektin dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa dengan rantai cabang pada 1,6-D-glukopiranosa, sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan 6

21 ikatan 1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1998). Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai jenis bahan makanan, tetapi umumnya jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa (Almatsier, 2003). Tabel 1. Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum Komposisi Kimia Varietas Pioneer 21* Jagung kuning** Kadar air (%) 5,46 14,00 Kadar protein (%) 6,32 6,60 Kadar abu (%) 0,31 0,50 Kadar lemak (%) 1,73 2,80 Kadar karbohidrat (%) 86,18 76,10 Kadar Amilopektin (%) 43,52 - Kadar Amilosa (%) 23,04 - Kadar karoten (ppm) - 1,30 Retinol equivalen (ppm) - 0,21 Kadar serat larut (%) - 0,20 Kadar serat tidak larut (%) - 1,50 Total serat pangan (%) - 1,70 Keterangan: (-) tidak tercantum Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005) Tepung jagung yang diperlukan untuk produksi mi jagung adalah yang berukuran 100 mesh. Penggunaan tepung jagung dengan ukuran kurang dari 100 mesh akan menghasilkan mi jagung dengan tekstur yang kasar dan kehilangan padatan selama pemasakan yang lebih tinggi (Sigit, 2008). Tepung jagung P-21 memiliki derajat Hue 82,65 yang berarti tepung jagung memiliki warna yellow red (Etikawati, 2007). Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen karoten dan beta karoten, jagung kuning umumnya mengandung karoten 1,3 ppm dan beta karoten antara 0,7 hingga 1,46 ppm (Howe dan Tanumihardjo, 2006). Jagung dengan varietas yang berbeda memungkinkan untuk memiliki kandungan karoten yang berbeda pula. Warna kuning dari tepung jagung akan menghasilkan mi jagung yang berwarna kuning alami. Jenis protein pada tepung jagung berbeda dengan protein pada tepung terigu. Protein pada tepung terigu mengandung protein jenis gliadin dan glutenin yang bertanggung jawab dalam pembentukan gluten. Protein tepung 7

22 jagung lebih banyak mengandung protein zein (prolamin) dan glutelin. Gluten berperan dalam pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang kenyal dan elastis. Protein zein dan glutelin dari jagung tidak dapat membentuk gluten sebagaimana tepung terigu, sehingga kurang berperan dalam pembentukan kekenyalan dan elastisitas mi. Dengan perbedaan karakteristik antara protein terigu dan jagung tersebut, maka proses pembuatan mi jagung (terutama untuk mi yang dibuat dari 100% tepung jagung) agak berbeda dengan mi terigu yaitu dilakukan pengukusan adonan sebelum tahap sheeting yang merupakan tahap pregelatinisasi sehingga antar pati jagung saling mengikat membentuk adonan yang kuat (Sigit, 2008). C. MI JAGUNG Mi jagung dari berbahan baku tepung jagung dapat diproduksi dengan menggunakan teknologi kalendering dan teknologi ekstrusi. Teknologi kalendering merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan membentuk adonan menjadi lembaran terlebih dahulu. Teknologi ekstrusi merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan menggunakan ekstruder pasta (Sigit, 2008). Proses pembuatan mi jagung dengan pembentukan lembaran terdiri dari beberapa tahap yaitu pencampuran bahan, pengukusan adonan, grinding, sheeting, slitting, pengukusan mi, dan pengeringan. Pembuatan mi jagung dengan teknologi kalendering diawali dengan pencampuran tepung jagung dengan larutan garam (1% garam dilarutkan dalam air) dan guar gum 1%. CMC, guargum, dan alginat dapat berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss (Faldillah, 2005). Dalam teknologi kalendering, untaian mi dibentuk dengan cara memotong lembaran adonan, sedangkan dalam teknologi ekstrusi, untaian mi dibentuk dengan menekan adonan mi ke dalam lubang-lubang kecil pada alat ekstruder. 8

23 Campuran ini kemudian dikukus pada kisaran suhu C. Pengukusan menyebabkan adonan mengalami gelatinisasi, sehingga terbentuk massa yang elastis dan kohesif setelah mixing. Tahap selanjutnya adalah sheeting untuk pembentukan lembaran adonan. Pengepresan lembaran dilakukan bertahap dengan melewatkan adonan di antara roll pengepres sehingga didapatkan ketebalan 1.5mm. Lembaran ini kemudian dipotong menjadi untaian mi. Agar untaian mi tidak mudah patah, maka jumlah pati yang dipregelatinisasi harus cukup (>85%) karena pati yang berfungsi sebagai pengikat (Soraya, 2006). Selanjutnya untaian mi dimatangkan dengan pengukusan pada kisaran suhu C dan diperoleh mi basah. Produksi mi kering dilakukan dengan cara pengeringan dengan oven pada suhu C. Secara skematis, teknologi proses produksi mi jagung dapat dilihat pada Gambar 3. Proses pengolahan mi basah jagung berbeda dengan proses pengolahan mi basah terigu karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan pengukusan adonan. Pengukusan dilakukan agar adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mi. Terigu pada pembuatan mi berperan penting dalam pembentukan adonan adalah protein, sedangkan pada jagung yang berpengaruh terhadap adonan adalah pati. Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi untuk menggantikan sebagian atau semua tepung terigu dalam produksi mi. Penggunaan tepung jagung dalam mi memiliki keunggulan, yaitu dapat mengurangi biaya bahan baku dan produksi, mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku terigu, dan memberikan keunggulan terhadap mi karena tanpa penggunaan pewarna sintetis dan adanya kandungan beta karoten. Hal ini berbeda dengan mi terigu dimana warna kuning dihasilkan oleh penambahan pewarna kuning tartrazin. Mi jagung yang dihasilkan dari 100% tepung jagung berwarna lebih kuning dibandingkan mi terigu atau mi subtitusi (Kusnandar et al., 2008). Penggunaan tepung jagung dalam mi dibatasi oleh karakteristik fungsional tepung jagung, yaitu kandungan protein gluten yang rendah dan tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang bertindak sebagai pengikat untuk membentuk tekstur adonan yang elastic-cohesive 9

24 (Juniawati, 2003). Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual dapat dilihat pada Tabel 2. Tepung terigu Tepung jagung (70%) Air garam Mixing Mixing I (kering) Mixing II Air garam Tepung jagung (30%) Pengukusan Grinding (pemadatan) Ekstrusi Sheeting dan Slitting Sheeting dan Slitting Pengukusan Untaian mi Pengukusan Pengukusan II Mie basah Pengeringan Penggorengan Mie basah Pengeringan Mie kering Gambar 3. Teknologi proses produksi mi jagung (Kusnandar, et al., 2008) Tabel 2. Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual Proses Mixing Sheeting Slitting Steaming Mie instan Mie kering Kriteria Pengukuran Adonan seragam; mampu menyerap air secara optimal Lembaran mi mudah dibentuk; permukaannya halus; tidak bergaris-garis; dan tidak ada noda Ukuran seragam dan sesuai; tersisir dengan baik; bentuknya bagus Memiliki derajat gelatinisasi yang baik; tidak lengket Cooking Waktu pemasakan singkat; rendah cooking loss (kehilangan padatan akibat pemasakan); teksturnya bagus Sumber: Hou dan Kruk (1998) 10

25 D. MI INSTAN Menurut SII (Standar Industri Indonesia) , pengertian mi instan yaitu produk makanan kering dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diijinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh oleh air mendidih paling lama 4 menit. Sedangkan menurut SNI mi instan memiliki pengertian mi dengan berbahan dasar tepung terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya dan dapat diberi perlakuan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mi dikeringkan dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya. Proses pembuatan mi instan berbahan dasar terigu terdiri dari tujuh tahap utama. Tahap-tahap pembuatan mi instan antara lain penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam, mixing, pressing dan slitting, steaming, frying, cooling, dan packing (Astawan, 2004) yang diuraikan sebagai berikut: 1. Penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam Bahan-bahan yang akan dibuat adonan ditimbang sesuai proporsi masing-masung bahan dalam adonan. Larutan garam perlu dilarutkan di dalam air untuk mempermudah proses mixing. Persyaratan kualitas dari larutan garam adalah larutan homogen, tidak ada benda asing, tidak berbau, warna jernih, ph 9-11, umur larutan garam tidak lebih dari 24 jam. 2. Pencampuran (Mixing) Mixing adalah proses pencampuran antara raw material (tepung terigu dan tepung tapioka) dengan larutan garam dalam suatu mixer yang dicampur secara homogen dalam waktu tertentu. Proses ini bertujuan untuk membentuk adonan dengan kadar air yang cukup dan mempunyai struktur gluten yang dapat membentuk adonan yang baik pada proses pengepresannya nantinya. Persyaratan kualitas untuk mixing adalah suhu maksimal mixing 37 C dengan kadar air adonan 32-34%. 11

26 3. Pembentukan lembaran dan pencetakan (sheeting dan slitting) Tahap sheeting adalah tahap dimana adonan yang telah homogen dari dalam mixer menerima gaya tekan hingga membentuk lembaran adonan dengan ketebalan tertentu. Slitting adalah proses dimana lembaran adonan dipotong atau disisir membentuk untaian mi. Proses slitting bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar adonan menjadi lembut dan elastis serta dapat dipotong atau disisir menjadi untaian mi dan dibentuk menjadi bergelombang. 4. Pemotongan (cutting) Cutting adalah proses pemotongan untaian mi dengan ukuran tertentu. Proses cutting bertujuan untuk memotong untaian mi sesuai ukuran. 5. Pengukusan (steaming) Steaming adalah proses pengukusan dari untaian mi setelah dipotong sesuai dengan ukuran tertentu dengan menggunakan uap air panas bersuhu C. Proses steaming bertujuan untuk mematangkan mi sehingga terbentuk tekstur mi yang solid yang disebabkan oleh adanya gelatinisasi pati dan koagulasi gluten yang menyebabkan gelombang mi bersifat solid/tetap. Gelatinisasi yang sempurna akan menghasilkan tekstur mi yang lembut, lunak, dan elastis. 6. Penggorengan (frying) Penggorengan adalah proses pengeringan dengan menggunakan minyak sebagai media. Proses penggorengan merupakan proses pengeluaran uap air yang tergantikan dengan minyak dalam keadaan terendam minyak dengan suhu 160 C dan waktu penggorengan selama 3 menit (deep frying). Penggorengan bertujuan untuk mengurangi kadar air di dalam mi dan pemantapan pati tergelatinisasi (Astawan, 2004). Selama penggorengan terjadi penghilangan air dalam jumlah yang besar dan 12

27 penyerapan minyak ke dalam mi. Selain itu, penggorengan juga memberikan proses gelatinisasi tambahan pada pati. Oleh karena itu, selama proses penggorengan akan terjadi kehilangan bobot mi sekitar 30-32% (mi dalam kemasan biasa) dan 32-33% (mi dalam cup) (Kim, 1999). 7. Pendinginan dan pengemasan (Cooling dan Packaging) Pendinginan mi dilakukan setelah mi melewati tahap penggorengan. Pendinginan dilakukan dengan hembusan udara atau kipas dalam lorong pendingin. Setelah tahap pendinginan, mi dikemas dan dikelim (sealing), lalu dikemas dengan menggunakan pengemas sekunder. Proses pendinginan harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya oksidasi minyak karena suhu mi setelah digoreng cukup tinggi yaitu 140ºC. Setelah didinginkan, mi langsung dikemas (Kim, 1999). E. PENGGORENGAN Proses penggorengan memiliki arti proses dimana bahan makanan yang dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup besar, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Komponen bahan pangan yang digoreng akan mengalami pelarutan dan akan terbentuk cita rasa bahan pangan yang digoreng akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat, dan komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam makanan (Blumenthal, 1996). Proses penggorengan dibagi menjadi dua kategori, yaitu sistem batch merupakan sistem yang statis dan dalam ukuran kecil (kapasitas minyak yang digunakan sedikit, sekitar 8 hingga 28 liter) yang umumnya digunakan di restoran. Kategori penggorengan yang kedua yaitu sistem bed yang umumnya digunakan dalam industri (kapasitas produksi 250 hingga kg produk/hari) (Moreira, 2003). 13

28 Teknik menggoreng dibagi menjadi dua tipe, yaitu teknik gangsa (pan frying/contact frying) dan teknik terendam (deep-fat frying). Teknik gangsa menggoreng bahan dengan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak. Teknik terendam merupakan proses penggorengan dengan bahan terendam seluruhnya oleh minyak sehingga seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan minyak dengan batas minyak minimal 2cm diatas permukaan produk (Moreira, 2003) Proses penggorengan terendam terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian input dari ketel penggorengan yang terdiri dari minyak, bahan makanan yang digoreng dan panas, dan bagian output terdiri dari produk hasil goreng, uap panas, minyak, produk yang berminyak, dan remahan bahan makanan yang dapat disaring (Robertson, 1967). Skema aliran bahan dalam menggoreng terendam dapat dilihat pada Gambar 4. Uap Uap yang dihasilkan dari lemak dan hasil sampingannya Bahan mentah Minyak Minyak dalam ketel Produk gorengan Panas Penyaring Gambar 4. Skema aliran bahan dalam teknik penggorengan terendam (Moreira, 2003) Proses penggorengan memiliki beberapa perbedaan dibandingkan proses memasak lainnya, sehingga menggoreng dirasakan lebih mudah dan praktis untuk dilakukan. Pematangan terhadap bahan pangan merupakan akibat dari terjadi transfer massa dan transfer panas selama proses penggorengan (Blumenthal, 1996). Hal-hal yang terjadi selama penggorengan antara lain: 14

29 1. Penguapan air dari bahan pangan Suhu permukaan produk meningkat. Penggorengan merupakan proses dehidrasi, yakni keluarnya air dan udara panas dari produk akibat adanya panas dari minyak. 2. Pemanasan produk sesuai temperatur yang diinginkan untuk mencapai karakteristik yang diinginkan. 3. Meningkatnya suhu permukaan produk untuk mencapai warna kecoklatan dan kerenyahan. Tingkat pencoklatan produk dan kerenyahan diakibatkan oleh perbedaan suhu yang besar antara minyak dan produk selama proses penggorengan menyebabkan pemasakan menjadi lebih efektif ketika tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan minyak menjadi optimal dan minyak masuk ke dalam pangan bertukaran dengan air yang terkandung. 4. Perubahan dimensi produk. Produk dapat mengecil, membesar, mengembang atau sama dengan ukuran sebelumnya. 5. Terjadi perpindahan lemak dari minyak ke produk. 6. Sistem penggantian minyak yang dipindahkan dari produk atau kelebihan minyak ke sistem penggorengan oleh produk. 7. Perubahan densitas dikarenakan minyak dengan densitas yang lebih kecil dibandingkan air bertukar tempat dengan air selama proses penggorengan. 8. Perubahan kimia minyak dan kemampuan mentransfer panas yang berakibat terhadap kualitas produk (penyerapan minyak, tingkat pencoklatan produk, dan rasa). Proses penggorengan dipengaruhi oleh panas, udara, dan kelembaban (kadar air). Proses pemanasan minyak pada suhu yang tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam minyak, seperti asam oleat dan linoleat. Terbentuknya flavor yang menyimpang sering terjadi pada minyak yang telah digunakan selama proses penggorengan (Gebhardt, 1996). 15

30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan-bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu jagung pipil varietas P-21 dari daerah Ponorogo, tepung terigu cakra kembar, dan minyak goreng. Bahan-bahan tambahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu guar gum, garam, baking soda, dan air. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan mi jagung instan adalah oven pengering, neraca analitik, disc mill, multi mill, tray dryer, steamer, deepfat fryer, dan kain saring. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah oven pengering, penangas, termometer, jangka sorong, cawan alumunium, desikator, dan alat-alat gelas. B. METODE PENELITIAN Penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) pembuatan tepung jagung dari jagung pipil P-21, (2) pembuatan mi jagung instan, dan (3) analisis produk. Bagan penelitian dapat dilihat pada Gambar Pembuatan Tepung Jagung Pembuatan tepung jagung dilakukan dengan cara kering. Pembuatan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 6. Proses penepungan jagung dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: jagung pipil digiling dengan multi mill yang akan menghasilkan tepung kasar, grits, kulit ari, dan lembaga. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan multi mill dapat dilihat pada Gambar 7. Pemisahan grits/tepung kasar dari kulit ari/lembaga dilakukan dengan cara perendaman jagung giling dalam air selama 2 jam. Selama perendaman, kulit ari dan lembaga menjadi terapung sehingga dapat dipisahkan. 16

31 Pembuatan Tepung Jagung Tepung Jagung Pembuatan mi jagung instan berdasarkan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)) Data mutu adonan (kemudahan pembentukan adonan, kekompakan, dan elastisitas) Penggorengan mi jagung instan berdasarkan waktu penggorengan (1, 2, 3, 4, dan 5 menit) Mi jagung instan dengan kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan Analisis fisik dan kimia: Cooking loss Cooking time Kadar air Derajat pengembangan Pertambahan berat Mutu Organoleptik: Uji deskriptif Uji rating hedonik Paired preference test Data mutu fisik, kimia, dan organoleptik mi jagung instan Mi Jagung instan dengan mutu fisik dan kimia yang baik dan mutu organoleptikyang paling disukai Analisis proksimat, tekstur, dan warna mi jagung instan Kandungan gizi, data tekstur dan warna mi jagung instan Gambar 5. Bagan penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan 17

32 Jagung pipil P-21 Penggilingan I (multi mill) Grits Kotoran Pencucian dan perendaman dalam air selama 2 jam Pengeringan oven 40 C Penggilingan II (disc mill) Pengayakan (100 mesh) Tepung jagung kasar Tepung jagung halus (100 mesh) Gambar 6. Pembuatan tepung jagung (Juniawati, 2003) Gambar 7. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan multi mill Kulit ari harus dipisahkan dari endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang tinggi kandungan lemaknya sehingga dapat membuat tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji 18

33 jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar (Juniawati, 2003). Grits jagung basah dikeringkan dengan tray oven (40 C) hingga kadar air sekitar 17% kemudian digiling dengan menggunakan disc mill yang bertujuan untuk memperhalus ukuran grits jagung menjadi tepung. Jika kadar air terlalu tinggi, maka bahan akan menempel pada disc mill sehingga dapat menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah maka endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan. Tepung jagung yang dihasilkan masih berupa pencampuran antara tepung halus dan tepung kasar yang belum terpisahkan berdasarkan ukurannya. Hasil penggilingan kemudian diayak dengan menggunakan automatic siever dengan ukuran 100 mesh sehingga menghasilkan tepung jagung yang halus dengan ukuran 100 mesh. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung jagung dengan menggunakan disc mill dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung jagung dengan menggunakan disc mill 2. Pembuatan Mi Jagung Instan Pada tahap ini akan ditentukan rasio tepung terigu dan tepung jagung dan waktu penggorengan, meliputi tahapan formulasi produk dan pembuatan produk a) Formulasi produk Tahap formulasi merupakan tahap perancangan formula produk. Pada tahap ini dilakukan perhitungan persentase bahan agar dihasilkan produk mi jagung instan yang mendekati dengan mutu produk mi instan yang berbahan 19

34 dasar terigu. Formula mi jagung instan dibedakan berdasarkan rasio tepung terigu dan tepung jagung(90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)). Formula produk mi jagung instan basis 1 kg dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Formulasi produk mi jagung instan basis 1kg Bahan baku (gram) Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5 Tepung jagung Tepung terigu Air Baking soda CMC Garam Pada pembuatan mi jagung instan formula tepung jagung 100% terdapat perbedaan pada jumlah air yang ditambahkan dan tanpa penambahan baking soda. Hal tersebut berdasarkan pada penelitian Sigit (2008) yang menyatakan jumlah air (50%) yang ditambahkan dalam pembuatan mi jagung 100% akan menghasilkan tekstur mi yang kompak dan lembut. Baking soda tidak ditambahkan karena mi jagung akan terlalu mengembang dan memiliki cooking loss yang sangat besar. b) Pembuatan produk Pada tahap pembuatan mi jagung instan dilakukan pembuatan produk berdasarkan formula rancangan percobaan. Proses pembuatan mi jagung instan dengan substitusi tepung terigu pada umumnya melalui 5 tahap, yaitu meliputi pencampuran 1 (kering), pencampuran 2, sheeting, slitting, pengukusan, dan penggorengan. Tahap pembuatan mi jagung instan subtitusi tepung jagung (10, 20, 30, dan 40%) dan mi jagung instan 100% tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 9. 20

35 Tepung jagung (10,20,30,40%) Tepung terigu (90,80,70,60%) Baking soda (0,3%) Guar gum (1%) Tepung jagung (70%)* Mixing I (kering) Mixing II Air garam (garam 1% dan air 40% atau 50%*) Pengukusan I* Grinding (pemadatan adonan)* Sheeting dan Slitting Tepung jagung (30%)* Untaian mi Pengukusan Penggorengan (1,2,3,4,5 menit) Mie jagung instan Ket: *) merupakan proses yang dilakukan hanya pada pembuatan mi jagung instan 100% Gambar 9. Tahap pembuatan mi jagung instan Pencampuran 1 (kering) bertujuan mengurangi risiko tidak meratanya bahan baku pada adonan. Pencampuran 2 bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, menghasilkan campuran yang homogen dan membentuk adonan. Guar gum berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss (Faldillah, 2005). Terdapat perbedaan proses pembuatan mi jagung instan subtitusi dengan mi jagung instan 100% yaitu pada proses pencampuran hanya dimasukkan tepung jagung sebanyak 70% sedangkan 30% tepung jagung akan dimasukkan pada tahap grinding. Adanya dua bagian tepung jagung dikarenakan tepung jagung yang sebanyak 30% dimaksudkan agar dapat berfungsi sebagai pelapis adonan 21

36 sehingga adonan ketika digrinding tidak lengket. Pencampuran 1 dan pencampuran 2 menggunakan alat vary mixer. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan Perbedaan lain proses pembuatan mi jagung instan subtitusi dengan mi jagung instan 100% yaitu pengukusan 1. Pengukusan 1 dimaksudkan sebagai tahap gelatinisasi awal sehingga adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mi karena terigu pada pembuatan mi berperan penting dalam pembentukan adonan adalah protein, sedangkan pada jagung yang berpengaruh terhadap adonan adalah pati. Pengukusan 1 dilakukan pada suhu 90 C selama 15 menit. Apabila suhu pengukusan kurang dari 90 C maka adonan akan menjadi rapuh sedangkan apabila suhu lebih dari 90 C maka adonan akan menjadi lengket begitu pula dengan waktu pengukusan sehingga suhu dan waktu pada pengukusan 1 menjadi tahapan kritis. Tahap grinding dimaksudkan untuk memadatkan adonan sehingga menjadi adonan yang kuat dan menyatu. Proses grinding pada adonan mi jagung 100% dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Proses grinding pada adonan mi jagung 100% 22

37 Sheeting dilakukan dengan menggunakan sheeter dengan prinsip memberikan tekanan pada adonan secara berulang-ulang di antara dua roll logam sehingga adonan semakin menyatu dan kompak satu sama lain. Lembaran dibuat bertahap dari yang tebal sampai ke tipis dengan cara mengatur jarak roll semakin lama semakin kecil hingga ketebalan adonan sekitar 0,5mm. Proses sheeting adonan dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Proses sheeting adonan Slitting adalah proses dimana lembaran adonan dipotong atau disisir membentuk untaian mi. Proses slitting bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar adonan menjadi lembut dan elastis serta dapat dipotong atau disisir menjadi untaian mi dan dibentuk menjadi bergelombang. Proses slitting lembaran adonan mi dan untaian mi jagung yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13. (A) (B) Gambar 13. Proses slitting lembaran adonan mi (A) dan untaian mi jagung yang dihasilkan (B) Pengukusan dilakukan pada kisaran suhu 100 C sekitar 15 menit. Pengukusan menyebabkan adonan mengalami gelatinisasi, sehingga 23

38 menyebabkan terbentuknya massa yang elastis dan kohesif. Mi jagung yang telah dikukus dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Mi jagung yang telah dikukus Tahap selanjutnya adalah penggorengan. Proses penggorengan menurut Blumenthal (1996), memiliki arti proses dimana bahan makanan yang dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya gelembunggelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup besar, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Komponen bahan pangan yang digoreng akan mengalami pelarutan dan akan terbentuk cita rasa bahan pangan yang digoreng akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat, dan komponenkomponen minor lainnya yang ada dalam pangan (Blumenthal, 1996). Penggorengan mi jagung instan dilakukan dengan menggunakan deep fat fryer. Proses penggorengan mi jagung instan dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Proses penggorengan mi jagung instan 24

39 Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) yang disusun secara faktorial 5 X 5 dengan dua kali ulangan. Sebagai sumber keragaman adalah rasio tepung terigu dan tepung jagung (A) dengan lima taraf perlakuan (90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)) dan waktu penggorengan (B) dengan lima taraf perlakuan (1, 2, 3, 4, dan 5 menit). Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan: Yijk = respon yang terukur µ = rataan umum Ai = pengaruh rasio tepung terigu dan tepung jagung pada taraf ke-i Bj = pengaruh waktu penggorengan pada taraf ke-j (AB)ij = pengaruh interaksi antara tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf ke-i dan waktu penggorengan pada taraf ke-j. εijk = galat percobaan untuk tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf ke-i dan waktu penggorengan pada taraf ke-j dari ulangan ke-k 3. Analisis Produk Analisis mutu mi instan yang untuk pemilihan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan terdiri dari karakteristik adonan, mutu fisik, kimia, dan organoleptik. Analisis karakteristik adonan terdiri dari kemudahan pembentukan, elastisitas lembaran adonan, dan kekompakan adonan yang dinilai berdasarkan jumlah pengulangan sheeting pada tahap pertama dan kehalusan permukaan adonan secara visual. Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi jagung instan terdiri dari (a) waktu rehidrasi (cooking time), (b) cooking loss, (c) pertambahan berat dan derajat pengembangan, (d) kadar air, dan (e) mutu organoleptik. Data waktu rehidrasi (cooking time), cooking loss, pertambahan berat, derajat pengembangan, dan kadar air selanjutnya dilakukan pengujian secara statistik menggunakan metode General Linier Method (GLM) pada 25

40 program Statistical Analysis System (SAS) untuk melihat pengaruh nyata dari interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan dari masing-masing parameter. Analisis fisik dan kimia untuk kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan terdiri dari (a) warna, (b) analisa tekstur, (c) kadar abu, (d) kadar protein, (e) kadar lemak, (f) kadar karbohidrat, (g) kadar serat kasar, (h) pengukuran aktivitas air. Standar mi instan yang diinginkan dengan karakteristik adonan yang kompak dan elastis, mi instan kering dengan kadar air kurang dari 10% (SNI ), warna yang cerah, tekstur mi setelah dimasak tidak hancur, dan mi instan masak dengan kadar cooking loss kurang dari 15% (Hou dan Kruk, 1998), cooking time kurang dari 4 menit (SII ), derajat pengembangan ±125%, pertambahan berat lebih besar dari 225% dengan rasa, warna, kekerasan, elastisitas, dan kelengketan yang lebih disukai secara subjektif. Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan diuraikan sebagai berikut: a. Waktu rehidrasi optimum (cooking time) (Juniawati, 2003) Waktu rehidrasi optimum diukur dengan cara merebus 5 gram sampel mi instan 5 cm di dalam 200 ml air mendidih. Mi diambil setiap 30 detik dan ditekan diantara dua batang gelas pengaduk. Waktu rehidrasi optimum tercapai ketika bagian tengah mi sudah terehidrasi sempurna yaitu sudah tidak ada warna putih pada bagian tengah mi. b. Kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking loss) (Oh, et al., 1985) Sebanyak 5 gram sampel yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan ke dalam air mendidih (100 C) selama waktu rehidrasi optimum, mi ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Segera setelah itu dipindahkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven 105 C selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. 26

41 Perhitungan : % Keterangan: A = berat cawan + sampel setelah dikeringkan B = berat cawan Kam= kadar air mula-mula Bsm = berat sampel mula-mula c. Pertambahan berat dan derajat pengembangan (swelling power) (Pukkahuta et al., 2007) Sebanyak 3 gram mi direbus dalam 40 ml air mendidih selama waktu rehidrasi optimum. Mi diangkat, ditiriskan, dan ditimbang. Perbandingan antara berat (W) setelah direhidrasi dengan sebelum direhidrasi (dalam persen) dinyatakan sebagai pertambahan berat karena rehidrasi. Sementara itu, pengembangan ditentukan dengan cara mengukur perbedaan diameter (D) mi yang sudah mengalami rehidrasi dengan mi yang belum mengalami rehidrasi (dinyatakan dalam persen). Perhitungan : W rehidrasi Pertambahan berat % x 100 W D sesudah rehidrasi Derajat pengembangan % 100 D sebelum rehidrasi d. Kadar air, metode oven (AOAC, 1995) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 6 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven selama menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih bobot 0,0003 gram). 27

42 Perhitungan : Kadar air %bb Kadar air %bk W W W W W W x 100 x 100 e. Mutu organoleptik (Adawiyah et al., 2007) Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskriptif, uji hedonik, dan paired preference test. Panelis yang digunakan berjumlah 30 orang dengan latar belakang mahasiswa S1 Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Uji deskriptif digunakan untuk mengetahui karakter mi jagung instan dari segi tingkat kekerasan, tingkat elastisitas, dan tingkat kelengketan dibandingkan dengan mi terigu komersial secara subjektif. Sampel disajikan secara acak kepada panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner uji deskriptif dapat dilihat pada Lampiran 1. Penilaian dilakukan dengan tidak membandingkan antara sampel satu dengan yang lain. Skala deskriptif yang digunakan adalah skala garis mempunyai rentang 0-15cm. Selanjutnya dilakukan analisis paired t-test terhadap data sensori yang dihasilkan. Uji hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap dua kombinasi kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan dari segi warna, rasa, elastisitas, kekerasan, dan kelengketan. Sampel disajikan secara acak kepada panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 2. Penilaian dilakukan dengan tidak membandingkan antara sampel satu dengan yang lain. Skala hedonik yang digunakan adalah skala garis mempunyai rentang 0-15cm. Selanjutnya dilakukan analisis t-test terhadap data sensori yang dihasilkan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesukaan terhadap kedua sampel. Paired preference test digunakan untuk mengetahui formula mi jagung instan yang lebih disukai oleh konsumen. Dua sampel disajikan secara acak kepada panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada 28

43 lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner paired preference test dapat dilihat pada Lampiran 3.. Penilaian dilakukan dengan memilih satu sampel yang paling disukai. Kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan terpilih adalah mi jagung instan yang terbanyak dipilih oleh panelis. Mi jagung instan dengan kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan selanjutnya akan dilakukan analisis mutu kimia dan fisik. Analisis mutu fisik dan kimia kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan diuraikan sebagai berikut: a. Warna mi instan, metode Hunter (Hutching, 1999) Sebanyak 5 gram sampel ditempatkan pada wadah yang transparan lalu pengukuran menghasilkan nilai L, a, b dan H. Nilai L digunakan untuk menyatakan parameter kecerahan (warna akromatis, 0 (hitam) sampai 100 (putih)). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b- = 0-(-70)) untuk biru. Nilai Hue dikelompokkan sebagai berikut: Red purple : Hue Green : Hue Red : Hue Purple : Hue Yellow Red : Hue Blue Purple : Hue Yellow : Hue Blue green : Hue Blue : Hue Yellow green : Hue b. Tekstur secara objektif (texture analyzer) (Sigit, 2008) Tekstur mi yang terdiri atas kekerasan, kelengketan, daya kohesif, dan elastisitas diukur dengan menggunakan texture analyzer TA-XT2. Tiga parameter yang menentukan tekstur mi yaitu kekerasan, kelengketan, daya kohesif, dan elastisitas yang akan tercatat pada kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu. Gaya (gf) selama 29

44 periode tertentu (s) yang dibutuhkan untuk mengembalikan mi pada kondisi semula disebut dengan kelengketan. Gaya maksimum yang dapat memutuskan mi ketika ditarik pada sampel holder dinamakan elastisitas. Gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menekan mi (gf) dinamakan kekerasan. Sebelum diukur mi direhidrasi dengan cara direbus di dalam air mendidih sesuai dengan waktu rehidrasi optimumnya. Mi ditiriskan dan diletakkan pada tempat contoh untuk di deformasi dengan probe silinder dengan kecepatan 1 mm per detik. Sebagai pembanding digunakan 1 sampel mi instan terigu komersial. Pengaturan Texture Profile Analyzer dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaturan Texture Profile Analyzer Parameter Setting Pre test speed 2,0 mm/s Test speed 0,1 mm/s Post test speed 2,0mm/s Rupture test speed 1,0 mm Distance 75% Force 100 g Time 5 sec Count 2 c. Kadar abu (AOAC, 1995) Pinggan porselin pengabuan dibakar dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3 gram ditimbang dalam pinggan tersebut, kemudian pinggan yang berisi sampel dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai bobotnya konstan. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 o C dan kedua pada suhu C. Pinggan porselin yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Catatan: Sebelum pinggan porselin masuk kedalam tanur, sampel yang ada dalam pinggan porselin dibakar dulu pada pembakar sampai asapnya habis. Setelah itu, pinggan dapat dimasukkan ke dalam tanur. 30

45 Perhitungan : bobot abu Kadar abu % bb bobot sampel x100 d. Kadar protein metode Kjedahl-mikro (AOAC, 1995) Sekitar 0,10 mg sampel (dibutuhkan sekitar 8 ml HCl 0,02N) ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjedahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1,9 gram K 2 SO 4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2,0 ml H 2 SO 4 ke dalam labu Kjedahl yang berisi sampel. Setelah itu, beberapa butir batu didih dimasukkan ke dalam labu Kjedahl yang berisi sampel kemudian labu Kjedahl didihkan selama 1 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi sampel didinginkan dan ditambahkan ± 5 ml air secara perlahan-lahan ke dalamnya, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. labu Kjedahl yang isinya sudah dipindahkan ke dalam alat destilasi dicuci dan bilas 6 kali dengan 2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan satu bagian metilen blue 0,2% dalam alkohol) diletakan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H 3 BO 3 kemudian ditambahkan 9 ml larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung kirakira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Selanjutnya isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml dan kemudian ditritasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Perhitungan: Kadar N % HC HC N HC. Kadar protein % %N x Faktor Konversi 31

46 e. Kadar lemak (metode soxhlet) (AOAC, 1995) Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Heksana dituang ke dalam labu lemak dan kemudian alat dirangkai. Refluks dilakukan selama 6 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dan sisa pelarut heksana diangkat dan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu C sampai pelarut menguap semua. Labu yang berisi lemak didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Perhitungan : Kadar lemak %bb W W x 100 f. Kadar karbohidrat (by difference) (AOAC, 1995) Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari persentase kadar persentase air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat ditentukan sebagai berikut : Kadar karbohidrat % 100% %bb K. air %K. abu %K. protein %K.lemak g. Kadar serat kasar (AOAC, 1995) Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dihaluskan. Sampel yang telah halus diekstrak lemaknya menggunakan pelarut Petroleum Eter (PE). Sampel bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif kedalam erlenmeyer 200 ml. Setelah itu, H 2 SO 4 mendidih ditambahkan kedalam erlenmeyer berisi sampel. Erlenmeyer diletakkan pada pendingin balik. Sampel dididihkan dalam erlenmeyer selama 30 menit dengan sesekali digoyang. Setelah selesai suspensi disaring dengan menggunakan kertas saring. Residu yang tertinggal dicuci dengan air mendidih, pencucian dilakukan sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (pengujian dengan kertas lakmus). Residu secara kuantitatif dipindahkan dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan spatula. Sisa residu yang tertinggal pada kertas saring dicuci kembali dengan menggunakan NaOH mendidih sampai semua residu masuk semua ke dalam erlenmeyer. 32

47 Sampel dididihkan kembali dengan pendingin balik selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan. Sampel disaring kembali dengan kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K 2 SO 4 10%. Residu di kertas saring dicuci dengan menggunakan air mendidih kemudian dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven dengan suhu C sampai berat konstan (1-2 jam). Setelah itu sampel didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator, lalu sampel ditimbang. Perhitungan: Kadar serat kasar % W W X100 W Dimana: W 2 = berat residu dan kertas saring yang dikeringkan (gr) W 1 = berat kertas saring (gr) W = berat sampel yang dianalisis (gr) h. Aktivitas air (a w ) (AOAC, 1995) Aktivitas air dari sampel diukur dengan menggunakan a w meter yang telah dikalibrasi dengan garam NaCl dengan nilai kelembabannya (RH) adalah 75%. Sampel dimasukkan kedalam chamber pada a w meter dan ditutup rapat. Pembacaan nilai a w dilakukan pada saat angka tidak berubah. Hal ini ditunjukkan oleh tulisan atau indikator pada a w meter yaitu complete test. 33

48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Pengamatan yang dilakukan pada pembuatan tepung jagung adalah perhitungan rendemen tepung jagung. Sebanyak 10 kg jagung pipil varietas Pioneer-21 melalui proses penepungan kering menghasilkan 3,04 kg tepung jagung 100 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan sebesar 30,40%. Bagian yang harus dipisahkan (lembaga, kulit ari, dan tip cap) sebesar 37,30% sedangkan tepung yang tidak lolos ayakan sebesar 30,30%. Diagram alir kesetimbangan massa proses penepungan kering tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 16. B. PENENTUAN RASIO TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TERIGU, SERTA WAKTU PENGGORENGAN DALAM PEMBUATAN MI JAGUNG INSTAN 1. Mutu Adonan Mi Jagung Instan Mutu adonan mi yang baik harus cukup kuat, tidak melekat kembali ketika proses sheeting, dan tidak memiliki retakan-retakan/tonjolan-tonjolan (kekompakan adonan mi) pada lembaran adonan yang dihasilkan (Park dan Baik, 2004). Kandungan protein yang tinggi yang dapat membentuk struktur gluten yang sempurna hanya terdapat pada tepung terigu sehingga apabila dilakukan subtitusi dengan bahan baku lain pada adonan mi maka terdapat kemungkinan adonan yang dihasilkan pun akan memiliki karakteristik yang berbeda (Zhao dan Seib, 2005). Mutu adonan mi jagung instan pada berbagai tingkatan formula dapat dilihat pada Tabel 5. Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 (b/b)) yang sangat elastis diperkirakan karena kandungan protein yang tinggi (12%) dari tepung terigu yang ditambahkan. Kandungan protein tepung berkolerasi positif pada kandungan gluten dan elastisitas mi. Semakin tinggi kandungan gluten pada adonan maka adonan akan semakin elastis (Ross et al., 1997). 34

49 Jagung kering pipil (10kg) Penggilingan I (multimill) Grits, lembaga, tip cap, kulit ari yang terbuang (0,25 kg/2,50%) Grits, lembaga, tip cap, kulit ari (9,75 kg/ 97,50%) Pencucian, perendaman, dan pengeringan Lembaga, tip cap, kulit ari (3,48 kg/ 34,80%) Grits jagung (6,27 kg/62,70%) Penggilingan II (discmill) Grits jagung yang terbuang (0,2 kg/ 2,00%) Tepung kasar (6,07kg/60,70%) Pengayakan (100 mesh) Tepung tak lolos ayakan (3,03 kg/ 30,30%) Tepung jagung (3,04 kg/30,40%) Gambar 16. Diagram alir kesetimbangan massa proses penepungan kering tepung jagung 35

50 Tabel 5. Mutu adonan mi jagung instan pada berbagai tingkatan formula Formula Terigu:jagung (90:10) Terigu:jagung (80:20) Terigu:jagung (70:30) Terigu:jagung (60:40) Terigu:jagung (0:100) Kemudahan pembentukan adonan Sulit Agak sulit Agak mudah Agak mudah Sulit Pengulangan sheeting adonan tahap pertama 9-10 kali 7-8 kali 5-6 kali 5-6 kali 9-10 kali Tingkat elastisitas adonan Sangat elastis Agak elastis Agak tidak elastis Agak tidak elastis Tidak elastis Tingkat kekompakan adonan Agak tidak kompak Agak kompak Kompak Kompak Tidak kompak Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 (b/b)) yang memiliki banyak tonjolan (tidak kompak) karena protein gliadin dan glutenin berinteraksi membentuk struktur gluten melalui jembatan disulfida oleh sistein yang terdapat pada molekul protein yang dapat dilihat pada Gambar 17. Jembatan disulfida membentuk struktur gluten dengan pola yang tidak teratur dan mengalami pelipatan (Fennema, 1996). Oleh karena itu, dilakukan proses sheeting yang bertujuan membuat struktur gluten menjadi searah dan teratur dengan arah sheeting. Namun, proses sheeting hanya untuk meminimalkan pelipatan struktur gluten akibat jembatan disulfida dan tidak sempurna sehingga permukaan lembaran adonan tidak rata dengan adanya struktur gluten yang melipat (Fu, 2007). Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 (b/b)) yang sulit dibentuk karena sifat elastisitas adonan membuat adonan terus menerus berlubang pada proses sheeting pertama kali. Jembatan disulfida Gambar 17. Glutenin dan gliadin dalam pembentukan gluten melalui jembatan disulfida (Crockett, 2009) 36

51 Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (80:20 (b/b)) memiliki karakteristik adonan yang agak elastis dan agak kompak. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan penggunaan tepung terigu sebanyak 10% pada adonan mi memberikan dampak pada tingkat elastisitas adonan. Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) yang kompak dan agak elastis diperkirakan karena jumlah tepung jagung yang cukup banyak ditambahkan dalam formula. Karakteristik adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (60:40 (b/b)) tidak memiliki perbedaan dengan karakteristik adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)). Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 dan 70:30 (b/b)) dapat dilihat pada Gambar 18. (A) (B) Gambar 18. Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 <A> dan 70:30 <B> (b/b)) Kesulitan pembentukan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (0:100 (b/b)) karena pada jagung yang berpengaruh terhadap adonan adalah pati. Pengukusan 1 dan grinding menjadi tahapan penentu mutu adonan tersebut. Pengukusan 1 berfungsi sebagai pregelatinisasi sehingga antar pati jagung saling mengikat dan grinding untuk memadatkan adonan sehingga terbentuk adonan yang kuat dan menyatu. Adonan yang tidak elastis diperkirakan karena karakteristik protein tepung jagung yang tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang dapat membentuk struktur gluten. Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (0:100 (b/b)) tidak kompak karena tidak meratanya penyerapan air pada pati jagung (Sigit, 2008). 37

52 Penggunaan formulasi seperti pada penelitian ini membuat adonan mi jagung subtitusi semakin elastis, sulit dibentuk, dan tidak kompak dengan semakin banyak tepung terigu karena semakin tinggi kandungan gluten yang terdapat pada adonan. Kandungan gluten berbanding lurus dengann elastistas dan terbentuknya jembatan disulfida (Ross et al., 1997; Fennema, 1996). 2. Mutuu Fisik dan Kimia Mi Jagung Instan a. Cooking time mi jagung instan Data cooking time mi jagung instann berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagungg dengan waktu penggorengan disajikan pada Lampiran 4. Interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengann berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap Cooking time seperti yang disajikan pada Lampiran 5. Gambar 19. menunjukkan bahwa pada mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagungg (90:10, 80:20, 60:40, dan 0:100 (b/b)) pada waktu penggorengann yang semakin lama maka nilai cooking time meningkat. Sedangkan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung ( 70:30 (b/b)) memiliki nilai cooking time yang menurun. Hal itu menunjukkan tidak hanya waktu penggorengan yang berperan pada nilai cooking time melainkan rasio terigu dan tepung jagung juga berperan. Mi dengan penggunaan tepung terigu yang lebih banyak menghasilkan tekstur mi yang lebih kuat karena mengandung lebih banyak gluten sehingga lebih sulit dipenetrasi oleh panas dan waktu penggorengan yang semakin lama akan membuat tekstur semakin keras. 0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,00 Cooking time (menit)5,0 4,0 4,5 4,0 3,5 3,0 4,0 0 4,0 4,0 4,5 3,5 4,0 4,0 40 4,0 4,5 3,5 1 4,5 3,5 3,5 3,5 3, Waktu penggorengan (menit) 4,5 4,0 3,0 4,0 3,5 5 Terigu:jagungg (90:10) Terigu:jagungg (80:20) Terigu:jagungg (70:30) Terigu:jagungg (60:40) Terigu:jagungg (0:100) Gambar 19. Cooking time mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan 38

53 Berdasarkan tahap penyeleksian kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berdasarkan cooking time, terdapat 5 dari 25 formula yang ditolak. Formula yang ditolak karena nilai cooking time lebih dari 4 menit yaitu selama 4,5 menit. b. Cooking loss mi jagung instan Nilai cooking loss yang diinginkan adalah yang relatif kecil. Semakin rendah nilai cooking loss menunjukkan bahwa mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen (Hou dan Kruk, 1998). Data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan disajikan pada Lampiran 6. Interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap Cooking loss seperti yang disajikan pada Lampiran 7. Gambar 20. menunjukkan bahwa mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30, 60:40, dan 0:100 (b/b)) pada waktu penggorengan yang semakin lama memiliki nilai cooking loss yang semakin rendah. Proses penetrasi panas pada suhu tinggi (>150 C) dengan waktu yang lebih lama dapat menyebabkan meningkatnya kekompakan dan ikatan antar partikel pati jagung (Sigit, 2008). Sedangkan pada mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 dan 80:20 (b/b)) pada waktu penggorengan yang semakin lama memiliki nilai cooking loss semakin besar dikarenakan karakteristik pati gandum membentuk ikatan yang kuat ketika tidak mengalami perlakuan pemanasan dengan suhu tinggi. Waktu pengorengan yang semakin lama membuat pati gandum menerima perlakuan pemanasan yang semakin lama pula pada suhu tinggi sehingga tekstur mi menjadi berongga dan ikatan antar pati gandum pecah (Park dan Baik, 2004). Mi jagung instan dengan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (0:100 (b/b)) memiliki nilai cooking loss yang besar karena kurang optimumnya matriks pati jagung tergelatinisasi dalam mengikat pati yang tidak tergelatinisasi (Kusnandar et al., 2008). Berdasarkan tahap penyeleksian kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berdasarkan cooking loss, terdapat 7 dari 25 formula yang ditolak. Formula yang ditolak karena nilai cooking loss lebih dari 15%. 39

54 Cooking loss (%) ,18 9,51 14,1018,24 32,40 13,05 18,26 11,85 12,78 27,13 7,72 12,95 10,95 14,24 24,06 13,89 12,86 11,13 8,00 25, Waktu penggorengan (menit) 14,29 14,65 11,66 10, ,18 Terigu:jagung (90:10) Terigu:jagung (80:20) Terigu:jagung (70:30) Terigu:jagung (60:40) Terigu:jagung (0:100) Gambar 20. Cooking loss mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagungg dengan waktu penggorengan c. Kadar air mi jagung instan Data kadar air mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan disajikan pada Lampiran 8. Interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengann berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air seperti yang disajikan pada Lampiran 9. Gambar 21. menunjukkan bahwa pada mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (60:40 dan 0:100 (b/b)) memiliki kadar air yang menurun signifikan (dari 13, 44-14,85% pada menit pertamaa menjadi 8,31-8,71% pada menit kedua) dibandingkan dengan mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10, 70:30, dan 80:20 (b/b)) (dari 9,76-10,60% pada menit pertama menjadi 8,22-9,35% pada menit kedua). Hal tersebut karena tekstur mi yang yang lebih berongga dengan meningkatnyaa tingkat subtitusi jagung sehingga semakin mudah dimasuki oleh minyak maka kadar air dapat menurun secara signifikan. Berdasarkan hasil uji kandungann kadar air, terdapat 4 dari 25 formula yang ditolak karena mengandung kadar air diatas 10%. 40

55 ,, 15 13,44 14,85 Kadar air (%) ,45 10,60 9,76 9,07 9,35 8,22 8,31 8,71 8,45 7,65 7,40 7,62 7,18 8,38 7,86 7,26 7,41 6,57 7,36 6,75 6,92 7,13 6,46 Batas maksimum Terigu:jagung (90:10) Terigu:jagung (80:20) Terigu:jagung (70:30) Waktu penggorengan (menit) 5 Terigu:jagung (60:40) Terigu:jagung (0:100) Gambar 21. Kadar air mi jagungg instan dengan berbagai kombinasii rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan d. Pertambahan berat dan derajat pengembangan mi jagung instan Persen pertambahan berat pada kualitas mi menunjukkan jumlah air yang masuk ke dalam mi selamaa proses pemasakan yang akan meningkatkan berat dari mi setelah dimasak. Data pertambahan berat mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan disajikan pada Lampiran 10. Interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan berat seperti yang disajikan pada Lampiran 11. Gambar 22. menunjukkan bahwa mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (80:20, 70:30, 60:40 dan 0:100 (b/b)) pada waktu penggorengan yang semakin lama maka nilai pertambahan berat semakin menurun sedangkan mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:100 (b/b)) yang mengandung lebih banyak pati gandum dari tepung terigu menunjukkan dengan waktu penggorenga an yang semakin lama maka nilai pertambahan beratnya semakin besar. Hal tersebut karena karakteristik pati gandum membentuk ikatan yang kuat ketika tidak mengalami perlakuan pemanasann dengan suhu tinggi. Semakin lama waktu penggorengan maka pati gandum semakin lama menerima perlakuan pemanasan pada suhu tinggi sehingga tekstur mi menjadi berongga dan ikatan antar pati gandum pecah (Park dan Baik, 2004). Hal ini membuat mi semakin banyak mudah menyerap air pada saat dimasak kembali sehingga semakin berat. 41

56 Pertambahan berat (%) ,27 228,59 230,06 272, ,06 222,57 207,35 226,84 265,68 273, ,57 225,83 242,67 241,72 318, ,23 204,94 230,15 238,97 289, Waktu penggorengan (menit) 240,73 212,25 215,58 230,30 279,86 Terigu:jagung(90:10) Terigu:jagung(80:20) Batas minimumm Terigu:jagung(70:30) Terigu:jagung(60:40) Terigu:Jagung (0:100) Gambar 22. Pertambahan berat mi jagung instan dengann berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan Persen derajat pengembangan mi pada kualitas mi instan menunjukkan kemampuan mi instan mengalami pengembangan setelah proses pemasakan. Data derajat pengembangan mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagungg dengan waktu penggorengan disajikan pada Lampiran 12. Interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat pengembangan mi seperti yang disajikan pada Lampiran 13. Berdasarkan Gambar 23. dapat dilihat bahwaa mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 dan 80:20 (b/b)) pada waktu penggorengan tertentu, derajat pengembangan mi menurun secaraa signifikan dibandingkan dengan pada mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30, 60:40, dan 0:100 (b/b)). Hal tersebut karenaa tekstur mi yang yang tidak kuat dengan meningkatnyaa tingkat subtitusi jagung dikarenakan karakteristik tepung jagung yang tidak mengandung protein gliadin dan glutenin sebagai pengikat sehingga lebih cepat keras dan sulit mengalami pengembangan. Berdasarkan hasil uji pertambahan berat dan derajat pengembangann mi, terdapat 12 dari 25 formula yang ditolak. 42

57 Derajat pengembangan (%) ,30 139,36 121,28 122, ,81 121,28 138,30 121,28 122,50 138,89 121,30 138,30 121, ,31 138,18 120,72 121,94 121,28 121,35 137,50 121,28 121,28 121,28 121, Lama penggorengan (menit) 137,50 Terigu:jagung(90:10) Terigu:jagung(80:20) Batas maksimum Terigu:jagung(70:30) Terigu:jagung(60:40) Terigu:jagungg (0:100) Gambar 23. Derajat pengembangan mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan Berdasarkan cooking time, cooking loss, kadar air, pertambahan berat, dan derajat pengembangan mi dapat ditentukan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan, hanya 6 dari 25 formula yang diterima. Pemetaan kombinasi formula dan waktu penggorengan pada tahap seleksi dapat dilihat pada Tabel 6. Formula mi jagung instan dengan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:300 (b/b)) dengan waktu penggorengann selama 3 dan 4 menit terpilih karena merupakan tingkat subtitusi jagung terbesar dan waktu penggorengan optimum dengan karakteristik warna mi instan yang tidak terlalu gelap dan tekstur yang tidak mudah patah. Mi jagung instan dengan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagungg (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan selamaa 1 dan 2 menit tidak terpilih karena mengandung kadar air yang lebih besar dan persentase pertambahan berat yang lebih kecil dibandingkan dengann mi jagungg instan dengan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan selama 3 dan 4 menit. Mi jagung instan dengann kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung (60:40 (b/b)) dengan waktu penggorengan selamaa 5 menit tidak terpilih dikarenakan memiliki warna yang terlalu gelap dan mudah patah. 43

58 Tabel 6. Pemetaan kombinasi formula dan lama penggorengan pada tahap seleksi Ratio T:J (b/b), waktu penggorengan (menit) CT CL KA PB DP Keseluruhan T:J(90:10), 1 X X X Ditolak T:J(90:10), 2 X X Ditolak T:J(90:10), 3 Diterima T:J(90:10), 4 X Ditolak T:J(90:10), 5 X X Ditolak T:J(80:20), 1 X X Ditolak T:J(80:20), 2 X X X Ditolak T:J(80:20), 3 X Ditolak T:J(80:20), 4 X Ditolak T:J(80:20), 5 X Ditolak T:J(70:30), 1 Diterima T:J(70:30), 2 Diterima T:J(70:30), 3 Diterima T:J(70:30), 4 Diterima T:J(70:30), 5 X Ditolak T:J(60:40), 1 X Ditolak T:J(60:40), 2 X Ditolak T:J(60:40), 3 X Ditolak T:J(60:40), 4 X Ditolak T:J(60:40), 5 Diterima T:J(0:100), 1 X X Ditolak T:J(0:100), 2 X X Ditolak T:J(0:100), 3 X X Ditolak T:J(0:100), 4 X X Ditolak T:J(0:100), 5 X X Ditolak Keterangan: CT = Cooking time CL = Cooking loss KA = Kadar air PB = Pertambahan berat DP = Derajat pengembangan = diterima X = ditolak T = tepung terigu J = tepung jagung 44

59 3. Mutu Organoleptik Mi Jagung Instan Uji organoleptik (uji deskriptif, uji rating hedonik, dan paired preference test) dilakukan terhadap mi jagung instan dengan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan selama 3 dan 4 menit merupakan tahap penentuan formula mi jagung instan yang direkomendasikan. a. Hasil uji deskriptif Berdasarkan uji deskriptif, dapat disimpulkan bahwa mi jagung instan kedua formula memiliki tingkat elastisitas, tingkat kekerasan, dan tingkat kelengketan yang berbeda nyata dengan standar mi instan komersial pada taraf signifikansi 0,05 seperti yang dapat terlihat pada Lampiran 14. Perbedaan dari tingkat kekerasan, tingkat elastisitas, dan tingkat kelengketan antara mi jagung instan dengan mi instan komersial dikarenakan karakteristik fungsional tepung jagung, disebabkan oleh karakteristik protein tepung jagung yang tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang bertindak sebagai pengikat untuk membentuk tekstur adonan yang elasticcohesive (Juniawati, 2003; Budiyah, 2005). Karakteristik mi jagung instan dibandingkan dengan standar berdasarkan nilai rataan panelis pada uji deskriptif dapat dilihat pada Gambar 24. Tingkat kekerasan 10 5 Standar Tingkat kelengketan 0 Tingkat elastistas Mi jagung instan F33 Mi jagung instan F34 Keterangan: F33 = Mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung(70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit F34 = Mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung(70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 4 menit Gambar 24. Rataan nilai panelis untuk tingkat kekerasan, elastisitas, dan kelengketan 45

60 b. Hasil uji hedonik Hasil analisiss ragam terhadap atribut warna, rasa, elastisitas, dan kelengketan mi jagung instan pasca rehidrasi menunjukkan nilaii kesukaan terhadap warna, rasa, elastisitas, dan kelengketan produk tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti yang disajikan pada Lampiran15a. Rataan nilaii kesukaan terhadap warna, rasa, elastisitas, dan kelengketan mi jagung instan pasca rehidrasi masing-masing berkisar 10,2-10,8, 9,3-10,2, 9,3-9,9, dan 9,6-10,2. Perlakuan waktu penggorengan yang berbeda tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna, rasa, elastisitas, dan kelengketan mi jagung instan pasca rehidrasi yang dihasilkan. Hasil analisis ragam terhadap atribut kekerasan mi jagung instan pasca rehidrasi menunjukkan nilai kesukaan terhadap kekerasan produk berbeda nyata (P<0,05) seperti yang disajikan pada Lampiran15b. Rataan nilai kesukaan terhadap kekerasan mi jagung instan pasca rehidrasi berkisar 9,0-10,8 dapat dilihat pada Gambar 25. Mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit lebih disukai oleh konsumen dengan skor kesukaan sebesar 10,8. Skor ini lebih tinggi dibandingkan dengan mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:300 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 4 menit. Skor rata rata kesukaan panelis ,8 9,0 F333 F34 Jenis mi jagung instan Keterangan: F33 = Mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung(70:300 (b/b)) pada waktu penggorengan selamaa 3 menit F34 = Mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung(70:300 (b/b)) pada waktu penggorengan selamaa 4 menit Gambar 25. Hubungan antara jenis mi jagung instan dengan skor rata-rata kesukaan panelis berdasarkan atribut kekerasan Rataan kesukaan terhadap warna, rasa, elastisitas, kelengketan, dan kekerasan mi jagung instan lebih tinggi dibandingkan dengan mi jagung kering (30% tepung jagungg dan pengeringan dengan oven) dengan kisaran nilai 46

61 8,3-8,7 (Sigit, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa mi jagung instan lebih disukai dibandingkan dengan mi jagung kering. c. Hasil paired preference test Uji pasangan dalam uji preferensi memiliki prinsip yaitu menunjukkan sampel mana yang lebih disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil paired preference test dapat dilihat bahwa mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit lebih disukai dibandingkan mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 4 menit ditandai dengan 73,33% panelis memilih mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit (Lampiran 16.). C. MUTU KIMIA DAN FISIK MI JAGUNG INSTAN 1. Mutu Kimia Analisis proksimat dilakukan terhadap mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit yang telah direhidrasi. Data hasil analisis proksimat mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit disajikan pada Lampiran 17. dan kandungan gizi mi jagung instan dan mi instan komersial dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar mi jagung instan lebih rendah dibandingkan dengan mi instan komersial. Sedangkan kadar karbohidrat mi jagung instan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan mi instan komersial, yakni 70,31%. Nilai total dari keseluruhan analisis proksimat suatu produk adalah 100%. Oleh karena itu, penurunan nilai salah satu parameter proksimat akan meningkatkan nilai parameter lainnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis yang menunjukkan bahwa penurunan nilai kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar pada mi jagung instan meningkatkan nilai kadar karbohidratnya. Nilai a w mi jagung instan lebih tinggi dibandingkan mi instan komersial. Hal itu disebabkan oleh sistem penggorengan mi instan komersial 47

62 dengan suhu penggorengan yang bertahap sehingga penetrasi panas terhadap produk lebih besar yang menyebabkan kadar air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba lebih rendah. Tabel 7. Kandungan gizi mi jagung instan dan mi instan komersial Jenis Mi instan Komponen Mi jagung instan (%bb) Mi instan komersial* Air 7,40 ± 0,04 9,60 Abu 1,64 ± 0,01 2,51 Protein 10,51 ± 0,02 12,87 Lemak 10,14 ± 0,03 18,02 Karbohidrat** 70,31 57,09 Serat kasar 1,48 ± 0,01 3,01 a w 0,588 ± 0,001 0,542 ± 0,002*** Sumber: *) Indriani (2005) **) By difference ***) Hasil analisis 2. Mutu Fisik a. Warna Analisis warna dilakukan terhadap mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit yang belum direhidrasi. Berdasarkan data yang diperoleh, warna mi jagung instan formula terpilih memiliki nilai a positif dan nilai b positif. Hal ini menunjukkan bahwa mi jagung instan sebelum direhidrasi memiliki warna campuran merah dan kuning. Warna merah yang dihasilkan diperkirakan karena akibat proses penggorengan. Proses penggorengan menyebabkan terjadinya pencoklatan pada produk akibat adanya proses pencoklatan nonenzimatis (Blumental, 1996). Nilai ⁰hue mi jagung instan sebesar 83,90 yang berada pada kisaran ⁰hue 54-90, sehingga dapat disimpulkan bahwa warna mi jagung instan berwarna kuning merah. Warna kuning merah pada mi jagung instan dan warna kuning pada mi instan komersial dapat dilihat pada Gambar

63 (A) (B) Gambar 26. Warna kuning merah pada mi jagung instan (A) dan warna kuning pada mi instan komersial (B) Mi instan komersial memiliki nilai ⁰hue sebesar 94,30 yang berada pada kisaran ⁰hue , sehingga dapat disimpulkan bahwa warna mi instan komersial berwarna kuning (yellow). Mi instan komersial memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dibandingkan dengan mi jagung instan ditunjukkan dengan nilai L mi instan komersial lebih tinggi dibandingkan dengann mi jagung instan masing-masing sebesar 74,10 dan 63,11. Warna kuning dan tingkat kecerahan yang lebih tinggi padaa mi instan komersial dikarenakan penggunaan pewarna sintetik umumnya tartrazine. Sedangkan warna kuning padaa mi jagung instan dikarenakan adanya pigmen karoten dan beta karoten, jagung kuning umumnya mengandung karoten 1,3 ppm dan beta karoten antara 0,7 hingga 1,46 ppm (Howe dan Tanumihardjo, 2006). Data hasil Chromameter disajikan pada Tabel 8. dan Lampiran 18. Tabel 8. Hasil Chromameter mi jagung instan dan mi instan komersial Rata-rata Rata-rata Rata-ratb Hue Mi jagung 65, 13 3,73 34,50 83,90 Yellow-red instan Rata-rata Sampel Warna L a Mi instan 74, 10-2,57 33,71 94,30 Yellow komersial b. Kekerasan, kelengketan, elastisitas, dan daya kohesif Gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menekan mi (gf) dinamakan kekerasan. Semakin tinggi peak (puncak kurva) yang ditunjukkan oleh kurva, berarti kekerasan mi akan semakin meningkat. Seperti yang dapat dilihat pada 49

64 Gambar 27. nilai kekerasan mi jagung instan lebih tinggi dibandingkan dengan mi instan komersial yaitu masing-masing sebesar 2657,05 dan 2803,60 gf. Hal ini dikarenakan proses retrogradasi pati pada mi jagung instan lebih besar dibandingkan mi instan komersial. Retrogradasi merupakan proses terbentuknya ikatan antara amilosa-amilosa yang telah terdispersi ke dalam air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses retrogradasi pati semakin mudah terjadi. Penggunaan bahan tambahan seperti guar gum diharapkan dapat menyebabkann turunnya amilosa terlarut sehingga fraksi amilosa yang mengalami retrogradasi juga lebih sedikit. Hal ini menyebabkan tekstur mi menjadi lebih lunak (Kurniawati, 2006). Gaya (gf) selama periode tertentu (s) yang dibutuhkan untuk mengembalikan mi pada kondisi semula disebut dengan kelengketan. Semakin besar luas area negatif yang ditunjukkan oleh kurva, maka nilai kelengketan mi semakin tinggi. Gambar 27. menunjukkan bahwa mi instan komersial memiliki nilai kelengketan lebih kecil dibandingkan dengan mi jagung instan yaitu masing-masing sebesar -51,30 dan -140,55 gf. Hal ini disebabkan amilosa pada jagung lebih besar daripada tepung terigu sehingga amilosa pada mi jagung instan yang terlepas dari granula pati pun diperkirakan lebih besar dibandingkan mi instan komersial dapat menyebabkan kelengketann (Eliasson dan Gudmundsson, 1996; Merdiyanti, 2008). 2657, , Kekerasan 1000 Kelengketan ,55 Mi jagung instan 51,30 Mi instann komersial Jenis mi Gambar 27. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkatt kekerasan dan kelengketan Besar gaya (gf) Seperti dapat dilihat padaa Gambar 28. elastisitas mi instann komersial memiliki nilai elastisitas dan daya kohesif yang lebih besar dibandingkan 50

65 dengan mi jagung instan masing-masing sebesar 0,59 dan 0,43 gs. Sedangkan nilai elastisitas dan daya kohesif mi jagung instan masing-masing sebesar 0,54 dan 0,25 gs. Hal ini disebabkan akibat kandungan gluten yang terdapat pada tepung terigu yang merupakan bahan baku dari mi instann komersial lebih tinggi dibandingkan mi jagung instan. Daya kohesif dan elastisitas berbanding lurus. Penurunan daya kohesif antara pati tergelatinisasi dengan tepung kering akibat pemasakan pada suhu tinggi menyebabkan elongasi menurun. Penurunan elongasi menyebabkan penurunan elastisitas. Hasil analisis tekstur mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selamaa 3 menit disajikan pada Lampiran 19. Besar gaya (gs) ,54 0,25 Mi jagung instan 0,59 0,43 Mi instan komersial Elastisitas Daya kohesif Jenis mi Gambar 28. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkat elastisitas dan daya kohesif Tingkat kekerasan, kelengketan, dan daya kohesif mi jagung kering (30% tepung jagung dan pengeringan dengan oven) lebih tinggi dibandingkan dengan mi jagung instan dengan nilai berturut-turutt sebesar 2814,37 gf, -977,46 gf, dan 0,28 gs. Hal ini disebabkan oleh penetrasi panas pada suhu rendah (70 C) yang berlangsungg lama (70 menit) pada pembuatan mi jagung kering menyebabkan n meningkatnya daya kohesif antar pati tergelatinisasi sehingga kekerasan dan kelengketan meningkat. Sedangkan tingkatt elastisitas mi jagungg kering lebih rendah dibandingkann dengan mi jagung instan dengan nilai sebesar 0,41 gs. Hal ini disebabkan oleh penambahan baking soda pada pembuatan mi jagung kering (0,1%) lebih sedikit dibandingkan pada pembuatan mi jagung instann (0,3%). Baking soda berfungsi untuk meningkatkan elastisitas pada pembuatan mi jagung (Sigit, 2008). 51

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F24103133 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant Mi jagung yang telah mengalami proses pengukusan kedua selanjutnya pengalami proses dehidrasi untuk mengurangi kadar air mi. Proses

Lebih terperinci

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 524-530 Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan mi jagung basah dan instan berskala laboratorium dengan berbagai formula dan bahan baku. Rianto (2006) telah berhasil melakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG. 1. Jenis Jagung

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG. 1. Jenis Jagung II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG 1. Jenis Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminae) yang awalnya berasal dari Amerika dan merupakan

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah

Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah Tepung jagung, air, garam, baking powder (formulasi terbaik dengan penambahan air 30 ml

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras Penelitian mengenai bahan pangan pokok selain beras sudah banyak dilakukan oleh peneliti untuk mensukseskan program diversifikasi pangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Mi, Jagung, Mi Jagung, Tepung Jagung. PENDAHULUAN

Abstrak. Kata kunci : Mi, Jagung, Mi Jagung, Tepung Jagung. PENDAHULUAN Produksi Mi Berbahan Baku Tepung Jagung dengan Teknologi Sheeting oleh Wonojatun (F24060686), Abdi Tunggal C.S. (F24060460), Yogi Karsono (F24060109), Vendryana Ayu Larasati (F24070103) Departemen Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.2 ; November 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING * RIZKI AMALIA 1, AK QOYUM FINARIFI 1 1 Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007).

Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA A Jagung Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rerumputan/graminae. Terdapat tiga varietas jagung yang populer di Indonesia yaitu BISI, Pioneer, dan NK (Takdir

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Oleh : Arie Norman Riandi F24103091 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim yang mempunya batang berbentuk

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman serealia yang tergolong jenis tanaman semusim. Menurut Noble dan Andrizal (2003) terdapat dua golongan tanaman jagung yaitu jagung hibrida dan jagung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI Oleh GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tepung Jagung Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, CV. An-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan proyeksi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun lalu sebesar 5,08 juta ton karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gembili Menurut Nur Richana (2012), gembili diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Magnoliophyta ( tumbuhan berbiji

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001).

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001). II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JAGUNG Jagung (Zea mays L) adalah jenis rerumputan/graminae dan termasuk tanaman semusim. Biji jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau perikarp yang menyatu dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH PENEPUNGAN TEPUNG UBI JALAR YANG SESUAI UNTUK MENSUBSTITUSI TEPUNG TERIGU TERHADAP KARAKTERISTIK BISKUIT YANG DIHASILKAN

KAJIAN PENGARUH PENEPUNGAN TEPUNG UBI JALAR YANG SESUAI UNTUK MENSUBSTITUSI TEPUNG TERIGU TERHADAP KARAKTERISTIK BISKUIT YANG DIHASILKAN KAJIAN PENGARUH PENEPUNGAN TEPUNG UBI JALAR YANG SESUAI UNTUK MENSUBSTITUSI TEPUNG TERIGU TERHADAP KARAKTERISTIK BISKUIT YANG DIHASILKAN PENULISAN DAN SEMINAR ILMIAH OLEH : MARIO KURNIAWAN NRP 6103008112

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan mie gembili adalah sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan: a. Panci b. Slicer c. Pisau d. Timbangan e. Screen 80 mesh

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG DENGAN METODE KALENDERING. Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA F

SKRIPSI OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG DENGAN METODE KALENDERING. Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA F SKRIPSI OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG DENGAN METODE KALENDERING Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA F24104026 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SKRIPSI. KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH. Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM:

SKRIPSI. KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH. Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM: SKRIPSI KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM: 100801132 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI Oleh : INDARTY WIJIANTI 0533010013 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan eksperimen, metode ini ditempuh dalam pembuatan Chiffon cake dengan subtitusi tepung kulit singkong 0%, 5%, 10%,

Lebih terperinci

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F SKRIPSI FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF Oleh HENDY F24103098 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FORMULASI

Lebih terperinci

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL Oleh: Indira Saputra F24103088 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap PENGOLAHAN DAGING NUGGET Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI Oleh MARGI KUSUMANINGRUM FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tepung Terigu 2.1.1 Pengertian Tepung Terigu Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari penggilingan biji gandum. Gandum merupakan salah satu tanaman biji-bijian

Lebih terperinci