Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007)."

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A Jagung Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rerumputan/graminae. Terdapat tiga varietas jagung yang populer di Indonesia yaitu BISI, Pioneer, dan NK (Takdir et al 2007). Pioneer 21 merupakan salah satu varietas yang berpotensi untuk dikembangkan karena telah banyak di tanam oleh petani di Indonesia. Pioneer 21 adalah kelompok jagung kuning yang merupakan produk jagung hibrida yang telah banyak di tanam oleh petani jagung di Lampung Timur dan Selatan, dan Tanggamus. Keunggulan dari jagung varietas Pioneer 21 adalah tahan kekeringan dan kondisi cuaca yang tidak normal serta mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi yaitu 13.3 MT/hektar pipilan kering (Anonim 1, 2008). Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007). Biji jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa membentuk daging buah. Bagian utama biji jagung terdiri dari tiga, yaitu pericarp, endosperm, dan embrio atau lembaga (Gambar 1). Perikarp merupakan lapisan luar tipis yang dilapisi oleh testa dan

2 lapisan aleuron serta berfungsi mencegah kerusakan biji dari organisme pengganggu dan kehilangan air. Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung yaitu 75% dari bobot biji. Fungsi endosperm adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Lembaga merupakan tempat perkecambahan biji, yang terdiri atas plumula, meristem, skutelum, dan koleoptil (Subekti et al, 2007). Tabel 1 Komposisi gizi jagung kuning secara umum Kadar Gizi Jagung Kuning Energi (Kal/100g) 350 Air (g/100g) 14.5 Protein (g/100g) 8.6 Lemak (g/100g) 5.0 Karbohidrat (g/100g) 70.6 Abu (g/100g) 1.3 Karoten (πg) 150 Retinol ekuifalen (πg) 26 Serat larut (g) 0.6 Serat tidak larut (g) 8.4 Total serat pangan (g) 9 Sumber: FAO (2005). Komposisi gizi (Tabel 1) terbesar pada jagung adalah karbohidrat yang terdapat dalam bentuk pati. Sebanyak 86.4% pati terdapat pada bagian endosperm jagung yang merupakan bagian terbesar pada jagung (Tabel 2). Bagian terbesar pada jagung selain endosperm adalah lembaga, yaitu sekitar 12% dari biji jagung. Lembaga mengandung lemak cukup tinggi, yaitu 33.2%. Jagung mengandung asam lemak jenuh % dan asam lemak tidak jenuh % (Suarni dan Widowati 2007). Bagian lain dari jagung adalah kulit dan tip cap. Tabel 2 Komposisi gizi biji jagung pada masing-masing bagiannya Komponen Jumlah (%bk) Pati Protein Lemak Serat Lain-lain Endosperm Lembaga Kulit Tip cap Sumber: Johnson (1991).

3 Protein dalam jagung kuning yang memiliki jumlah terbesar adalah zein (prolamin) dan glutelin, persentasenya berurutan adalah 5% dan 3.15% dari biji jagung kuning, sedangkan 0.45% terdiri dari protein lain yaitu globulin, albumin, dan enzim (FAO, 1968). Zein memiliki sifat tidak larut dalam air karena protein tersebut mengandung asam amino hidrofobik yaitu, leusin, prolin, dan alanin. Selain asam amino tersebut zein memiliki komposisi asam amino asam glutamat yang tinggi, tetapi rendah kandungan lisin, triptofan, histidin, dan metionin. Glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol. Komposisi asam amino pada glutelin yang berada dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan zein adalah lisin, arginin, histidin, dan triptofan, tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Lasztity 1986). Oleh sebab itu jagung tidak dapat membentuk gluten yang merupakan komponen penting sebagai pembentuk tekstur yang kenyal dan elastis pada mi. Gluten terbentuk dari gliadin dan glutenin pada kondisi tertentu setelah dicampurkan dengan air (Indreswari, 2005). B Tepung Jagung Menurut SNI , tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays LINN) yang baik dan bersih. Tahap awal dalam pembuatan tepung jagung adalah melakukan pemisahan kulit, endosperm, lembaga, dan tip cap. Bagian yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah endosperm, sehingga bagian lain harus dipisahkan. Kulit mengandung serat yang tinggi sehingga dalam pembuatan tepung jagung, kulit harus dipisahkan dari endosperm karena batas maksimal jumlah serat kasar dalam tepung jagung menurut SNI , adalah 1.5%. Lembaga merupakan bagian dari biji jagung yang mengandung lemak tertinggi (Tabel 2), sehingga harus dipisahkan untuk mencegah tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip cap harus dipisahkan dalam pembuatan tepung karena dapat menyebabkan adanya butir-butir hitam pada tepung jagung. Adanya butir hitam pada tepung jagung dapat mengkontaminasi produk sehingga dapat menurunkan kualitas.

4 Pembuatan tepung jagung telah dilakukan oleh Putra (2008), dengan menggunakan metode penggilingan kering. Proses penggilingan kering pada pembuatan tepung jagung dapat menghasilkan tepung sebanyak 2.9 kg dari 10 kg jagung pipil atau rendemen sekitar 29%. Tepung jagung yang dibuat dengan menggunakan metode penggilingan kering dilakukan dengan beberapa tahap yaitu penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir, serta pengayakan. Penggilingan tahap awal dilakukan dengan menggunakan hammer mill yang akan menghasilkan penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Pemisahan kulit, lembaga, dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman, grits akan mengandap dan kulit serta lembaga akan mengapung. Grits jagung dikering anginkan selama 2 jam (hingga kadar air + 17%) untuk mempermudah ke tahap penggilingan seanjutnya. Kadar air grits yang tinggi dapat menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat, sedangkan kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan pertikel tepung setelah penggilingan lebih besar (tidak halus). Penggilingan tahap akhir adalah penggilingan grits jagung dengan menggunakan disc mill (penggiling halus) untuk menghasilkan tepung jagung yang lebih kecil ukurannya. Tepung jagung dari penggilingan tahap akhir kemudian diayak dengan menggunakan pengayak berukuran 100 mesh. Pengayakan ini bertujuan agar ukuran partikel tepung seragam, karena menurut Faridi dan Faubion (1995), perbedaan ukuran partikel tersebut dapat menyebabkan terbentuknya specks (noda) berwarna putih karena ukuran partikel yang lebih besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyerap air, sehingga bagian yang tidak menyerap air tersebut akan membentuk noda berwarna putih. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO 2005) dapat dilihat pada Tabel 3. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah karbohidrat, dimana sebagain besar adalah terdiri dari pati. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi manusia (Almatsier 2003). Pati tersusun atas rangkaian unit-unit glukosa yeng terdiri dari fraksi bercabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah amilopektin dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa dengan rantai cabang pada

5 1,6-D-glukopiranosa, sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan sugiyono 1998). Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai jenis bahan makanan, tetapi umumnya jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa (Almatsier 2003). Tabel 3 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum Komposisi kimia Varietas Pioneer 21 * Jagung kuning ** Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%) Kadar Amilopektin (%) Kadar Amilosa (%) Kadar karoten (ppm) Retinol equivalen (ppm) Kadar serat larut (%) Kadar serat tidak larut (%) Total serat pangan (%) Keterangan: (-) Tidak tercantum. Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005). Pati merupakan komponen yang penting pada proses pembuatan mi, terutama mi dari bahan baku non gluten (jagung). Hal tersebut disebabkan karena pati merupakan komponen yang membentuk tekstur pada produk mi, oleh sebab itu karakteristik fisik pati penting untuk diketahui. Karakteristik fisik pati pada produk tepung maupun pati dapat digambarkan dengan melakukan analisis profil gelatinisasi. Profil gelatinisasi menurut Schoch and Maywad (1968) dikutip oleh Collado et al (2001), dibagi menjadi 4 tipe yaitu A, B, C, dan D. Tipe A memiliki ciri kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas puncak bila diukur dengan Rapid Visco Analyzer (RVA), contoh tipe A adalah pati kentang, tapioka, dan waxy cereals. Tipe B memiliki ciri kemampuan mengambang sedang (moderate) yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak bila diukur dengan RVA dan viskositas turun selama pemanasan, contoh tipe B adalah pati dari serealia. Tipe C memiliki ciri pengembangan terbatas ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan

6 viskositas konstan bahkan meningkat selama pemanasan, contoh pati tipe C adalah pati yang dimodifikasi dengan metode ikatan silang dan pati kacangkacangan. Tipe D memiliki ciri pengembangan sangat terbatas bahkan tidak dapat mengambang sehingga tidak dapat membentuk viskositas pada pasta, contoh pati tipe ini adalah pati dengan kandungan amilosa > 55%. Hingga saat ini belum ada penelitian yang memberikan informasi tentang profil gelatinisasi ataupun karakteristik fisik tepung jagung varietas pioneer 21. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan melakukan karakterisasi sifat fisik termasuk profil gelatinisasi tepung jagung dari varietas Pioneer 21, sehingga dapat diketahui tipe profil gelatinisasi tepung jagung dari varietas Pioneer 21. Profil gelatinisasi tepung dari jenis serealia lain yaitu beras, diketahui memiliki profil gelatinsasi tipe B (Takahashi et al 2005). Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa tepung jagung memiliki tipe profil gelatinisasi yang sama dengan tepung beras yaitu tipe B. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa contoh tipe profil gelatinisasi pada pati serealia adalah tipe B. Shimelis et al (2006), menunjukkan bahwa terdapat kesamaan tipe profil gelatinisasi pada pati dengan tepung dari bahan yang sama. Tipe profil gelatinisasi yang sesuai sebagai bahan baku mi adalah tipe C (Collado et al 2001). Hal tersebut disebabkan karena bahan baku yang memiliki profil gelatinisasi tipe C menggambarkan bahwa bahan baku tersebut memiliki memiliki kestabilan pasta atau viskositas yang relatif konstan pada kondisi pemanasan dan pengadukan. Sifat tersebut dibutuhkan sebagai bahan baku mi karena, dengan bahan baku yang memiliki kestabilan viskositas selama pemanasan dapat menghasilkan mi yang memiliki tekstur kompak atau tidak mudah hancur setelah direhidrasi dan kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) yang rendah. Pati kacang hijau memiliki profil tipe C, dimana ketika diaplikasikan pada produk mi, dapat menghasilkan mi dengan tekstur yang kompak dan kehilangan padatan selama pemasakan yang rendah (Collado et al 2001). Sehingga dibutuhkan cara untuk merubah karakteristik fisik tepung jagung. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakuakan modifikasi. Umumnya modifikasi dilakukan dalam bentuk pati, tetapi berdasarkan

7 pertimbangan harga pati yang relatif mahal maka akan dilakukan modifikasi pati dalam bentuk tepung jagung. Perbedaan yang dapat terlihat jelas antara jagung dengan jenis serealia lainnya adalah warna kuning pada jagung. Warna kuning pada jagung dikarenakan kandungan karoten dan beta karoten, jagung kuning umumnya mengandung karoten 1.3 ppm (Tabel 3) dan beta karoten antara 0.7 hingga 1.46 ppm (Howe dan Tanumihardjo, 2006). Jagung dengan varietas yang berbeda memungkinkan untuk memiliki kandungan karoten yang berbeda pula. Pengukuran vitamin A (retinol equivalen) pada 19 varietas jagung rata-rata adalah 6.4 ppm (5 ppm hingga 7.7 ppm), atau setara dengan jumlah karoten 72 ppm dan beta karoten 38.4 ppm (FAO 1968). Adanya pigmen warna kuning tersebut memberikan nlai tambah lain pada jagung yaitu memiliki aktivitas provitamin A terutama karena adanya beta karoten. Pigment tersebut memiliki sifat mudah rusak selama pemanasan. Pengeringan pada suhu 50 o C selama 4 jam dapat menurunkan kadar beta karoten sebesar 38.38%, sedangkan kehilangan meningkat menjadi 40.5% pada pengeringan selama 24 jam (Erawati 2006). Berdasarkan hal tersebut maka akan dilihat pula pengaruh perlakuan modifikasi pada tepung jagung terhadap karakteristik kimia tepung jagung. C Modifikasi Pati Metode HMT (Heat Moisture Treatment) Modifikasi pati dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) merupakan modifikasi yang dilakukan secara fisik dengan menggunakan kombinasi kadar air dan pemanasan diatas suhu gelatinisasi (Purwani et al 2006). Menurut Collado et al (2001), modifikasi pati metode HMT adalah memberikan perlakuan pada pati diatas suhu gelatinisasinya (80 hingga 120 o C) dengan kondisi kadar air terbatas (< 35%). Salah satu kelebihan modifikasi pati dengan metode HMT adalah tidak melibatkan reaksi kimia dengan menggunakan reagen tertentu, sehingga tidak akan meninggalkan residu pada hasil pati termodifikasi. Salah satu pesyaratan bahan baku berbahan dasar pati untuk digunakan pada poduk mi, adalah memiliki profil gelatinisasi tipe C (Collado et al 2001). Profil gelatinisasi tipe C dimiliki oleh pati kacang hijau (kacang-kacangan) yang merupakan salah jenis pati terbaik sebagai bahan baku produk mi, karena dapat

8 memberikan kekuatan gel yang tinggi dan kehilangan padatan selama pemasakan yang rendah. Hal tersebut dipercaya karena pati kacang hijau memiliki kandungan amilosa yang tinggi, pengembangan terbatas, dan profil gelatinisasi tipe C (Collado et al 2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa kacang-kacangan memiliki profil gelatinisasi tipe C yang ditunjukkan dengan terjadinya kenaikan viskositas pada suhu 95 o C yang dipertahankan selama 30 menit (Hoover dan Ratnayake 2002) bila dilakukan pengukuran profil gelatinisasi. Kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown) menggambarkan ketahanan pasta yang terbentuk ketika dipanasakan. Berdasarkan hal tersebut maka akan mempengaruhi KPAP, elastisitas, dan kelengketan mi yang dihasilkan. Viskositas yang stabil mengindikasikan kekompakan struktur pati yang terbentuk, sehingga kemungkinan padatan yang keluar selama pemasakan akan semakin rendah. Komponen pati yang kemungkinan akan terlarut atau keluar dari matriks gel yeng terbentuk selama pemanasan adalah amilosa. Amilosa yang berada di permukaan mi setelah dimasak (jumlah amilosa yang keluar dari matriks gel yang terbentuk setelah pemanasan) mempengaruhi kelengketan mi, tetapi dengan terbentuknya kompleks antara amilosa dengan lemak dapat menurunkan kelengketan mi dengan menurunkan jumlah amilosa pada permukaan mi yang telah direhidrasi (Matsuo et al 1986 yang dikutip oleh Kusnandar 1998). Selain itu tingginya kandungan amilosa pada matriks gel dapat menurunkan kehilangan elastisitas (Toyokama et al 1989 yang dikutip oleh Kusnandar 1998). Berdasarkan hal tersebut maka kestabilan viskositas terhadap panas dan jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan memberikan pengaruh terhadap KPAP, elastisitas, dan kelengketan mi yang dihasilkan. Kekuatan gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Kandungan amilosa yang tinggi akan meningkatkan kekuatan gel. Hal tersebut disebabkan karena gel terbentuk setelah proses pemanasan, sehingga salah satu faktor yang mempengaruhi adalah retrogradasi. Proses retrogradasi merupakan pembentukkan ikatan kembali antara amilosa dengan amilosa setelah pemanasan atau pada kondisi pendinginan (Winarno 2004). Oleh sebab itu banyaknya kandungan amilosa pada matriks gel akan memperkuat gel yang terbentuk selama pendinginan. Begitu pula dengan tingkat kekerasan mi, dimana semakin tinggi

9 kandungan amilosa dan kemampuan meretrogradasi, maka tingkat kekerasan mi yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Selain itu jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan. Pemilihan metode modifikasi pati didasarkan kepada pemenuhan kriteria proses dan mutu akhir dari produk. Berdasarkan kriteria proses metode modifikasi HMT telah dilaporkan dapat merubah karakteristik fisik pati diantaranya adalah profil gelatinisasi, kemampuan mengembang, dan jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan. Perlakuan HMT dapat mengubah profil gelatinisasi pati sagu dari tipe A menjadi tipe C dengan perlakuan HMT (Purwani et al 2006), pati ubi (sweet potato) dari tipe A menjadi tipe C (Collado et al 2001), tepung beras (pada kondisi ph 6.3) dari tipe B menjadi tipe C (Takahashi et al 2005), dan pati jagung dari tipe B menjadi tipe C (Widaningrum dan Purwani 2006). Kemampuan mengembang pati setelah perlakuan HMT menurun pada pati ubi (Collado et al 2001), pati jagung (Pukkahuta et al 2007) dan pati ubi jalar (Gunaratne dan Hoover 2002). Jumlah amilosa yang lepas selama pemasakan terjadi penurunan pada pati ubi jalar setelah perlakuan HMT (Gunaratne dan Hoover 2002 serta Jacob dan Delcour 1998). Berdasarkan kriteria mutu akhir dari produk metode modifikasi pati HMT telah dilaporkan dapat meningkatkan kulitas mi dengan ditunjukkannya perubahan pada kehilangan padatan selama pemasakan, kekenyalan, kelengetan, kekompakan tekstur mi. Mi sagu yang di substitusikan dengan pati sagu HMT (50:50) menunjukkan terjadinya penurunan kehilangan padatan selama pemasakan, peningkatan kekenyalan, menurunkan kelengketan, dan peningkatan kekompakan tekstur mi (Purwani et al 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa mi pati ubi HMT (100%) dapat menurunkan kelengketan mi. Penelitian Putra (2008), pada pembuatan mi kering jagung dengan menggunakan teknologi sheeting menghasilkan kisaran kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) antara 10 hingga 11%. Kehilangan padatan selama pemasakan pada beberapa produk mi non gluten menurut Purwani et al (2006), adalah % pada mi sagu, 1.5% pada mi ubi, % pada pati kentang, dan % pada pati kacang hijau. Berdasarkan lebih tingginya kehilangan padatan selama pemasakan pada mi jagung dibandingkan mi non gluten lainnya, maka diperlukan perbaikan

10 pada kualitas mi kering jagung terutama dalam hal kehilangan padatan selama pemasakan. Perubahan sifat fungsional pati setelah modifikasi HMT menurut beberapa penelitian disebabkan karena proses HMT mempengaruhi penyusunan kembali molekul pati antara amilosa dengan amilopektin, sehingga memperkuat ikatan pati (Franco et al, 1995; Gunaratne dan Hoover, 2002 dikutip oleh Shin et al, 2004). Fenomena lain menurut Jacob dan Delcour (1998), perlakuan HMT pada pati dapat menyebabkan pembentukkan kristal kompleks yang disebabkan karena terbentuknya ikatan antara amilosa dengan amilosa, amilosa dengan rantai cabang amilopektin, dan amilosa dengan lemak dalam granula pati berdasarkan beberapa penelitian Donovon et al (1983), Hoover dan Vasantan (1994), serta Hoover dan Manuel (1996). Perlakuan HMT pada pati tidak hanya merubah sifat fungsional pati tetapi juga dapat meningkatkan jumlah pati resisten. Terbentuknya pati resisten selama proses HMT disebabkan karena terjadinya pemotongan rantai lurus dari amilopektin dan pembentukkan ikatan amilosa dengan amilosa, amilopektin, atau lemak sehingga membentuk struktur yang lebih kompak (Miyoshi 2002). Pembentukkan ikatan tersebut menyebabkan pati lebih sulit untuk diserang oleh enzim pencernaan, sehingga terjadi penurunan kemampuan pati untuk dicerna. Adanya pati resisten dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, karena tingginya kandungan pati resisten menyebabkan lambatnya pelepasan glukosa sebagai akibat dari sulitnya pati untuk dicerna oleh enzim pencernaan karena terbentuknya kompleks. Kondisi tersebut dibutuhkan oleh penderita diabetes yang memiliki keterbatasan atau pun tidak dapat memproduksi insulin. insulin merupakan hormon yang bertugas untuk mentransport glukosa ke dalam sel dan mengubah glukosa menjadi glikogen. Oleh sebab itu dalam penelitian ini selain melihat pengaruh HMT terhadap sifat fisikokimia mi juga akan dilihat pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi mi dengan mengukur indeks glikemik.

11 D Mi Jagung Penelitian tentang mi jagung telah banyak dilakukan. Mi jagung yang telah dikembangkan adalah mi jagung yang dibuat dari pencapuran pati dan tepung jagung (Soraya 2006) dan mi jagung dari tepung jagung (Juniawati 2003; Putra 2008) dengan teknologi sheeting, dan teknologi ekstruksi (Hatorangan 2007 dan Fahmi 2007). Salah satu keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu adalah mi jagung tidak memerlukan penambahan pewarna. Mi terigu dalam pengolahannya ditambahkan dengan pewarna kuning yaitu tartrazine, sedangkan menurut Asatwan dan Kasih (2008) warna kuning yang dihasilkan dari mi jagung merupakan warna kuning alami dari karotenoid yang terdapat dalam jagung. Perbedaan antara mi jagung dengan mi terigu adalah komponen pembentuk tekstur mi. Pembentuk tekstur yang elastis dan kompak pada mi terigu adalah gluten. Adanya gluten pada tepung terigu menyebabkan terbentuknya tekstur yang elastis dan kompak setelah tepung terigu ditambahkan air, sehingga adonan tersebut dapat dibentuk menjadi lembaran. Hal tersebut tidak dapat terjadi ketika tepung jagung ditambahkan air, sehingga dibutuhkan bahan atau proses tertentu agar terbentuk adonan yang memiliki tekstur elastis dan kompak. Berdasarkan Soraya (2006) dan Putra (2008), pembentukkan adonan pada pembuatan mi jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati. Soraya (2006) melakukan pembuatan mi jagung basah dengan mengukus 70 bagian tepung jagung yang kemudian dicampurkan dengan 30 bagian tepung jagung tanpa pengukusan. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Putra (2008), melakukan pembuatan mi jagung kering dengan mencampurkan tepung jagung yang telah tergelatinisasi dan tepung jagung tanpa proses gelatinisasi dengan perbandingan 70:30. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fahmi (2007), telah mendapatkan proses optimasi pembuatan mi basah jagung dengan teknologi ekstruksi yaitu, dengan jumlah komposisi tepung jagung 60 g dibutuhkan penambahan 70% air, dan suhu pengolahan 90 o C dengan kecepatan 130 rpm, sedangkan penelitian Hatorangan (2007), menunjukkan bahwa proses produksi mi basah jagung dengan teknologi ekstruksi terbaik adalah dengan perlakuan tiga kali passing atau tiga kali melewatkan adonan kedalam alat ekstruksi. Penggunaan teknologi dalam produksi

12 mi di industri besar maupun kecil adalah dengan menggunakan alat sheeting, sehingga penelitian pembuatan mi dengan menggunakan alat sheeting lebih berpotensi untuk dikembangkan, agar teknologi pembuatan mi jagung dapat diaplikasikan pada industri besar maupun kecil. Proses pembuatan mi kering jagung dengan menggunakan alat sheeting dilakukan dengan beberapa tahap yaitu, pengukusan 70 bagian tepung jagung, pencampuran dengan 30 bagian tepung jagung lainnya, pembentukkan lembaran dan pemotongan mi, pengukusan mi, serta pengeringan mi (Putra 2008). Proses pembuatan mi kering jagung diawali dengan mengelatinisasi adonan 1 yaitu campuran dari 70 bagian tepung jagung dengan 1% guar gam, dan 50% air yang mengadung 1% garam. Adonan 1 dicampurkan dengan adonan 2 (30% tepung jagung), kemudian dilakukan pembentukkan lembaran. Mi mentah yang dihasilkan dikukus, kemudian dikeringkan dengan oven. Penelitian Putra (2008), menghasilkan mi kering jagung yang memiliki tingkat kesukaan terhadap kekerasan, kekenyalan, dan secara keseluruhan netral dengan karaktersitik fisik mi yang memiliki tingkat kekerasan gf hingga gf, kekenyalan gs hingga gs, kelengketan gf hingga gf, dan kehilangan padatan selama pemasakan 9.99 % hingga %. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan dengan melakukan substitusi tepung jagung dengan tepung jagung HMT dapat memperbaiki karakteristik sensori mi jagung menjadi lebih disukai dan memperbaiki karakteristik fisik mi yaitu menurunkan tingkat kekerasan, kelengketan, dan kehilangan padatan selama pemasakan, serta meningkatkan kekenyalan. E Indeks Glikemik (IG) Indeks glikemik merupakan pengukuran kecepatan penyerapan karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi glukosa darah dalam waktu tertentu. Definisi lain indeks glikemik adalah sebagai respon glukosa darah terhadap makanan yang mengandung karbohidrat dalam takaran dan waktu tertentu (Prijatmoko 2007). Indeks glikemik diukur dengan menghitung luas kurva kenaikan dan penurunan kadar gula darah setelah mengkonsumsi makanan tertentu yang dibandingkan dengan suatu standar (glukosa murni).

13 Berdasarkan pengukuran nilai IG tersebut, maka makanan dapat dikatagorikan menurut IG-nya seperti pada Tabel 4. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan mengetahui nilai IG suatu makanan diantaranya adalah penderita diabetes melitus dapat memilih makanan yang tidak akan menaikan kadar glukosa darah dengan cepat (makanan memiliki IG rendah), sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada kadar yang tetap normal ( mg/dl). Menurut the british diabetic association bagi penderita diabetes, dianjurkan paling sedikit mengkonsumsi 50 % dari total asupan nasi berupa makanan yang memiliki indeks glikemik rendah. Berdasarkan hal tersebut informasi tentang nilai indeks glikemik suatu makanan sangat dibutuhkan oleh penderita diabetes. Oleh sebab itu dalam penelitian ini juga akan melakukan pengukuran nilai indeks glikemik mi kering jagung. Tabel 4 Katagori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni sebagai standar Katagori pangan Rentang IG IG rendah < 55 IG sedang IG tinggi >70 Sumber: Eliasson (2004). Pemecahan dan penyerapan karbohidrat oleh tubuh akan menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah. Kecepatan kadar glukosa darah mencapai puncak tergantung dari kecepatan pencernaan dan penyerapan karbohidrat dalam tubuh. Kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan oleh tubuh agar tetap pada batas normal, yaitu mg/dl. Mekanisme mempertahankan kadar glukosa darah tersebut melibatkan hormon insulin dan glukagon yang dilepaskan oleh pankreas. Hormon insulin akan dilepaskan oleh penkreas pada kondisi tubuh dengan kadar glukosa darah diatas 110 mg/dl. Tugas hormon tersebut adalah mentransport glukosa ke dalam sel dan menstimulir pengubahan glukosa menjadi glikogen (sebagai simpanan dalam hati dan otot). Apabila kadar glukosa darah berada di bawah 70 mg/dl, maka pankreas akan melepaskan hormon glukagon untuk menstimulir pemecahan glikogen menjadi glukosa dan meningkatkan sintesis

14 glukosa agar kadar glukosa darah naik hingga batas normal. Mekanisme dalam tubuh tersebut akan lebih jelas pada Gambar Mentranspor glukosa ke dalam sel 2. Mengubah glukosa menjadi glikogen Pankreas melepaskan insulin Glukosa darah tinggi Kisaran glukosa darah normal 110 mg/dl 70 mg/dl 1. Memecah glikogen menjadi glukosa 2. Meningkatkan sintesis glukosa Pankreas melepaskan glukagon Glukosa darah rendah Gambar 2 Mekanisme mempertahankan kadar normal glukosa darah dalam tubuh (Almatsier 2003). Berdasarkan mekanisme yang digambarkan pada Gambar 2 dapat dikatakan bahwa akan lebih baik mengonsumsi makanan yang memiliki nilai IG rendah terutama pada penderita diabetes melitus, karena makanan yang memiliki nilai IG rendah akan meningkatkan kadar glukosa darah secara perlahan sehingga akan membantu mengontrol kadar gulokasa darah dalam tubuh. Powell et al (2002), mengatakan bahwa makanan yang memiliki nilai IG tinggi bila dikonsumsi dalam jumlah besar dapat meningkatkan resiko penyakit diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Malitus = NIDDM) dan penyakit kardiovaskular. Nilai IG suatu makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Rimbawan dan Siagian (2004), yaitu proses pengolahan, kadar serat pangan, kadar amilosa dan amilopektin, serta kadar lemak dan protein. Proses pengolahan mempengaruhi IG karena proses pengolahan akan mempengaruhi daya cerna dan daya serap suatu bahan pangan. Semakin tingginya daya cerna dan daya serap

15 suatu makanan maka semakin cepat menaikkan kadar gula darah, sehingga semakin tinggi pula nilai IG makanan tersebut. Proses pengolahan yang dapat mempengaruhi IG diantaranya adalah pengecilan ukuran (penepungan) dan pemasakan. Penepungan menyebabkan ukuran partikel suatu makanan menjadi lebih kecil dan memperbesar luas permukan yang dapat diserang oleh enzim, sehingga semakin cepat pencernaan dan penyerapan karbohidrat. Oleh sebab itu semakin kecil ukuran partikel suatu makanan maka nilai IG makanan tersebut akan semakin tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Liljeberg (1992) dikutip oleh Rimbawan dan Siagian (2004), menunjukkan bahwa serealia ayang berada dalam bentuk utuh menghasilkan respon glukosa yang lebih rendah dibandingkan pada serealia yang melalui tahap penggilingan. Pemasakan mempengaruhi IG karena proses pemasakan akan menggelatinisasi pati sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim dalam usus, sehingga dapat mempercepat kenaikan kadar gula darah. Berdasarkan hal tersebut maka makanan yang mengandung pati tergelatinisasi penuh memiliki nilai IG yang lebih tinggi dibandingkan makanan tersebut dalam bentuk mentah. Serat pangan merupakan komponen makanan (karbohidrat kompleks) dalam tanaman yang tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan manusia (Astawan dan Wresdiyati, 2004). Serat pangan terdiri dari komponen serat larut (Soluble Dietary Fiber/SDF) dan komponen serat tidak larut (Insoluble Dietary Fiber/IDF) (Winarno 2004). Mekanisme serat pangan dalam mempengaruhi IG suatu makanan adalah dengan menurunkan efisiensi penyerapan karbohidrat, sehingga menghambat peningkatan glukosa darah secara cepat dalam tubuh. Jenis serat pangan dalam mekanisme tersebut adalah SDF, misalnya pektin, dan guar gum. Hasil tersebut dibuktikan oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa konsumsi makanan yang diperkaya dengan guar gum dan pektin dapat menurunkan peningkatan glukosa darah (Astawan dan Wresdiyati 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Prijatmoko (2007), menunjukkan bahwa bahan pangan yang mengandung serat lebih tinggi yaitu jagung 1.5% hanya menaikan glukosa darah sebesar 13.4 mg/dl, dibandingkan nasi yang mengandung serat 0.5% dapat menaikan kadar glukosa darah 35.6

16 mg/dl dan kentang yang mengandung serat 0.9% dapat menaikan kadar glukosa darah 18.1 mg/dl. Golongan karbohidrat yang berasal dari tanaman terutama serealia adalah pati, polosakarida, dan selulosa. Pati dalam bahan pangan terdapat dalam dua bentuk, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki struktur yang tidak bercabang, sedangkan amilopektin memiliki struktur bercabang. Perbedaan bentuk struktur tersebut yang mempengaruhi nilai IG suatu makanan. Struktur amilosa yang lurus membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga lebih sulit dicerna oleh enzim, sedangkan amilopektin yang memiliki struktur bercabang, ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim (Rimbawan dan Siagian, 2004). Oleh sebab itu makanan yang mengandung amilosa lebih tinggi dibandingkan amilopektin akan lebih sulit dicerna, sehingga memiliki nilai IG yang rendah. Menurut Powell et al (2002), corn muffin yang mengandung rendah amilosa memiliki nilai IG 102, sedangkan corn muffin yang mengandung tinggi amilosa memiliki nilai IG 49 dengan glukosa sebagai standar. Kadar lemak dan protein mempengaruhi nilai IG suatu makanan karena, tingginya kedua komponen tersebut dalam bahan pangan akan memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di dalam usus halus juga akan diperlambat (Rimbawan dan Siagian 2004). Berdasarkan hal tersebut, makanan yang memiliki kadar lemak lebih tinggi memiliki nilai IG yang lebih rendah. Komponen lain yang dapat mempengaruhi nilai IG adalah terbentuknya pati resisten. Pati resisten merupakan komponen pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan orang sehat (Haliza et al 2006). Pembentukkan pati resisten dapat terjadi dengan berbagai cara, diantaranya adalah selama proses pengolahan (Sajilata et al, 2006) dan perlakuan heat moisture treatment (HMT) pada pati (Miyoshi 2002 dan Shin 2004). Tingginya kandungan pati resisten dapat menurunkan nilai IG. Hal tersebut didukung oleh Haliza et al (2006), yang menyatakan bahwa tingginya kandungan pati resisten pada mi sagu menyebabkan rendahnya nilai IG mi sagu. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini juga akan melihat pengaruh perlakuan HMT pada tepung jagung, terhadap kandungan pati resisten tepung jagung dan mi kering jagung serta akan dilihat pula pengaruh

17 HMT terhadap nilai IG mi kering jagung. Indeks glikemik mi kering jagung dari varietas srikandi putih menurut Marsono et al (2007), adalah 57 (glukosa sebagai standar) atau tergolong pada pangan dengan IG sedang (Tabel 5). Tabel 5 Nilai indeks glikemik serealia (jagung, beras, dan gandum), mi dari berbagai jenis bahan baku (jagung putih, terigu, kacang hijau, beras, sagu) dan pasta (spageti) Produk Nilai indeks glikemik Golongan IG Jagung * 59 Sedang Tepung jagung * 68 Sedang Beras * 69 Sedang Gandum * 30 Rendah Semolina * 55 Sedang Mi jagung varietas Srikandi putih ** 57 Sedang Mi instan (dari gandum) * 47 Rendah Mi kacang hijau * 26 Rendah Mi atau pasta beras * 61 Sedang Mi sagu *** 28 Rendah Spageti (dari semolina) * 59 Sedang Sumber : *Powell et al (2002), **Marsono et al (2007), ***Haliza et al (2006). Tabel 5 menunjukkan bahwa serealia memiliki nilai indeks glikemik yang berbeda-beda, tetapi dari beberapa jenis serealia (jagung, beras, gandum, dan semolina) hanya gandum yang memiliki nilai IG rendah yaitu 30. Mi yang memiliki nilai IG rendah adalah yang terbuat dari gandum, kacang hijau, dan sagu, sedangkan mi jagung dan spageti memiliki nilai IG sedang. Berdasarkan hal tersebut diharapkan dengan membuat mi kering dari tepung jagung yang disubstitusi dengan tepung jagung HMT dapat menurunkan nilai IG mi jagung dari sedang menjadi rendah sehingga sama dengan mi dari gandum (mi instan).

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001).

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001). II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JAGUNG Jagung (Zea mays L) adalah jenis rerumputan/graminae dan termasuk tanaman semusim. Biji jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau perikarp yang menyatu dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi kebiasaan konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan waktu terbaik selama perlakuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG

PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG HEAT MOISTURE TREATED (HMT) INFLUENCE ON CORN FLOUR GELATINIZATION PROFILES Oke Anandika Lestari 1), Feri Kusnandar 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles

Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles Oke Anandika Lestari* 1, Feri Kusnandar 2, Nurheni

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung,

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung, 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbohidrat merupakan senyawa organik yang jumlahnya paling banyak dan bervariasi dibandingkan dengan senyawa organik lainnya yang terdapat di alam. Sumber utama karbohidrat,

Lebih terperinci

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian KARAKTERISASI SIFAT FUNGSIONAL DAN IDENTIFIKASI NILAI INDEKS GLIKEMIK SERTA SIFAT HIPOGLIKEMIK BERAS ANALOG BERBASIS PATI SAGU (Metroxylon spp.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris) DISERTASI Disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tepung Jagung Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman serealia yang tergolong jenis tanaman semusim. Menurut Noble dan Andrizal (2003) terdapat dua golongan tanaman jagung yaitu jagung hibrida dan jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Jagung putih merupakan salah satu tanaman pangan yang masih ditanam di beberapa daerah di Indonesia. Produksi jagung putih cukup melimpah karena dapat diproduksi hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusianya. Menurut Kusharto dan Muljono (2010) dalam Maulana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan mi jagung basah dan instan berskala laboratorium dengan berbagai formula dan bahan baku. Rianto (2006) telah berhasil melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal tersebut yang belum termanfaatkan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan proyeksi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun lalu sebesar 5,08 juta ton karena

Lebih terperinci

Pati ubi kayu (tapioka)

Pati ubi kayu (tapioka) Pengaruh Heat Moisture Treatment (HMT) Pada Karakteristik Fisikokimia Tapioka Lima Varietas Ubi Kayu Berasal dari Daerah Lampung Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan

I. PENDAHULUAN. Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan bukanlah sekedar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah manfaat makanan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

JENIS-JENIS SEREALIA. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB 1

JENIS-JENIS SEREALIA. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB 1 JENIS-JENIS SEREALIA Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB 1 SEREALIA Sumber kalori terbesar (50%) Dapat disimpan lama Dapat diolah menjadi berbagai jenis produk Mudah beradaptasi pada berbagai kondisi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cake adalah makanan yang sangat populer saat ini. Rasanya yang manis dan bentuknya yang beragam menjadikannya kian digemari oleh masyarakat. Cake dapat disajikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan tepung, sebagian besar menggunakan tepung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan tambahan serta bahan kimia. Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI TERHADAP MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN MI JAGUNG. Oleh ISNAINI INDRAWURI F

SKRIPSI PERANAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI TERHADAP MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN MI JAGUNG. Oleh ISNAINI INDRAWURI F SKRIPSI PERANAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI TERHADAP MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN MI JAGUNG Oleh ISNAINI INDRAWURI F24052713 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PERANAN TEPUNG

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, konsumsi dari kelompok padi-padian masih dominan baik di kota maupun di

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diperkirakan berasal dari daratan Cina. Hal ini dapat dilihat dari budaya bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. diperkirakan berasal dari daratan Cina. Hal ini dapat dilihat dari budaya bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mie dan Perkembangannya Mie adalah produk pasta atau ekstrusi. Mie merupakan jenis makanan yang diperkirakan berasal dari daratan Cina. Hal ini dapat dilihat dari budaya bangsa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gannguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan. Dasar (2013), sebanyak 3,8% penduduk Indonesia mengonsumsi mi

BAB I PENDAHULUAN. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan. Dasar (2013), sebanyak 3,8% penduduk Indonesia mengonsumsi mi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi merupakan salah satu produk olahan tepung terigu yang cukup populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), sebanyak 3,8% penduduk

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 524-530 Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Naan bread merupakan salah satu olahan roti tradisional dari daerah Timur Tengah yaitu India. Naan bread biasanya berbentuk bulat hingga agak lonjong, terbuat dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein, dan mikronutrien yang penting bagi tubuh. Terdapat beberapa

BAB I PENDAHULUAN. protein, dan mikronutrien yang penting bagi tubuh. Terdapat beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras memiliki manfaat bagi kesehatan karena terkandung serat, protein, dan mikronutrien yang penting bagi tubuh. Terdapat beberapa jenis beras yaitu beras putih dan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan sejak tahun 1990, diabetes melitus termasuk 29 penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kandungan gizi utama pada ubi jalar adalah karbohidrat sebanyak 75-90% berat kering ubi merupakan gabungan dari pati, gula, dan serat seperti selulosa, hemiselulosa,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ungu Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna ungu pekat. Ubi jalar ungu menjadi sumber vitamin C dan betakaroten (provitamin A) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci