BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Dinc et. al (2002) yang berjudul Economic Impacts of Agriculture on The Huron County Economy menunjukkan bahwa hasil Analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa sektor yang memiliki rasio lebih besar dari dari provinsi Ontario (LQ> 1) adalah pertanian (6,42), memancing dan perikanan (2,3), pertambangan, (2.23), konstruksi (1,16), kesehatan dan sosial jasa (1,14), dan perdagangan grosir (1,03). Sektor lainnya semua memiliki LQs kurang dari satu pekerjaan bawah rata-rata provinsi. Sektor-sektor ini meliputi akomodasi (0,98), penebangan dan kehutanan (0,97), manufaktur (0,91), perdagangan eceran (0,90), transportasi (0,87), layanan lainnya (0,77), pendidikan (0,73), Pemerintah (0.71), komunikasi (0,68), real estate (0,56), keuangan (0,5) dan layanan bisnis (0,38). Di menganalisis hasil bagi lokasi penting untuk besarnya jumlah relatif terhadap satu. Kota Huron adalah salah satu kota pertanian yang memiliki produksi yang tinggi di provinsi Ontario. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa bila LQ sektor pertanian lebih besar dari satu. Memancing dan industri perikanan juga memiliki LQ lebih besar dari satu. Industri ini melakukan ekspor, seperti industri pertambangan yang mengekspor garam. Sektor konstruksi mengalami kenaikan di Kota ini dengan peningkatan pembangunan pariwisata terkait seperti cottage di sepanjang danau Kesehatan dan pelayanan sosial sektor juga memiliki LQ lebih besar dari satu, menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari pekerjaan dalam sektor untuk Kota Huron daripada di Provinsi Ontario secara keseluruhan. Sektor grosir adalah final sektor dengan tingkat pekerjaan yang lebih tinggi daripada sektor grosir di provinsi secara keseluruhan. Hasil analisis LQ di 18 sektor menunjukkan bahwa 12 dari 18 sektor memiliki LQ kurang dari satu. Namun, ada titik-titik tertentu yang menunjukkan kepada peneliti bahwa tidak semua sektor-sektor ini merupakan 9

2 10 komponen non-dasar ekonomi. Misalnya, industri manufaktur (LQ = 0,91) di Kota Huron menghasilkan siswa kelas jalan dan garam untuk ekspor. Penebangan dan sektor kehutanan (LQ.97) juga eksportir bersih. Juga, itu tidak realistis untuk berpikir bahwa orang dari Kota Huron bisa mengkonsumsi semua yang diproduksi produksi dari daerah ini. Untuk alasan ini, manufaktur dan sektor kehutanan yang termasuk dalam komponen dasar. Penelitian Jayanti (2007) yang berjudul Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Jember menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir kontribusi sektor pertanian dalam PDRB rata-rata sekitar 42,41 persen, namun trendnya cenderung terus menurun sekitar 0,22. Subsektor perkebunan menduduki peringkat ke-6 keterkaitan langsung ke depan, dan peringkat ke-10 keterkaitan langsung ke belakang. Berdasarkan dampak pengganda (multiplier effect), sektor pertanian memberikan dampak yang cukup besar dibandingkan dengan sektor lain, baik pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja. Untuk pengganda output total sebesar 3,23; pengganda pendapatan total sebesar 1,41 serta pengganda tenaga kerja type II sebesar 2,48. Peranan sektor pertanian merupakan sektor yang dominan baik dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB maupun jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut, selain itu kontribusi sektor pertanian dalam PDRB juga masih cukup besar walaupun mempunyai kecenderungan menurun. Sektor pertanian dilihat dari keterkaitan antar sektor, baik kedepan langsung, langsung dan tidak langsung maupun kebelakang langsung, langsung dan tidak langsung memberikan peran yang cukup besar, dan bila dilihat berdasarkan dampak pengganda (multiplier effect), sektor pertanian memberikan dampak yang cukup besar dibandingkan dengan sektor lain, baik pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja. Penelitian Saraswati (2008) yang berjudul Identifikasi Dan Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah di Kabupaten Kudus selama tahun sektor pertanian merupakan sektor non basis di Kabupaten Kudus. Sub sektor tabama, tanaman perkebunan dan peternakan merupakan sub

3 11 sektor basis, sedangkan sub sektor kehutanan dan perikanan merupakan sub sektor non basis. Dengan analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang. Sub sektor tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan mampu diharapkan untuk menjadi sub sektor basis di masa yang akan datang, sedangkan sub sektor tabama dan kehutanan tidak bisa diharapkan untuk menjadi sub sektor basis di masa yang akan datang. Berdasarkan analisis gabungan LQ dan DLQ, sektor pertanian mengalami perubahan posisi dari non basis menjadi basis.sub sektor tabama mengalami perubahan posisi dari basis menjadi non basis, sedangkan perikanan mengalami perubahan dari non basis menjadi basis. Kontribusi tertinggi sektor pertanian selama tahun dilihat dari angka pengganda pendapatan sebesar 30,23 yaitu pada tahun 2003, sedangkan kontribusi sektor pertanian tertinggi jika dilihat dari angka pengganda tenaga kerja sebesar 6,19 yaitu pada tahun 2004 Penelitian Ropingi (2009) yang berjudul Analisis Keterkaitan Sektor Pertanian Terhadap Sektor Perekonomian Lain dalam Pembangunan Wilayah di Era Otonomi Daerah Kabupaten Karanganyar menunjukkan bahwa subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang tinggi adalah subsektor perikanan, subsektor kehutanan, subsektor peternakan dan subsektor tanaman perkebunan. Sedangkan subsektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang rendah adalah subsektor tanaman bahan makanan. Semua subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 mempunyai nilai keterkaitan ke depan rendah. Subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 yang termasuk subsektor andalan /kunci sebagai pengguna output sektor lainnya atau nilai koefisien penyebarannya tinggi (diatas rata-rata) atau lebih besar satu adalah subsektor perikanan, subsektor kehutanan. subsektor peternakan dan subsektor tanaman perkebunan. Sedangkan subsektor tanaman bahan makanan mempunyai nilai koefisien penyebaran rendah atau kurang dari satu, sehingga bukan sebagai penarik sektor lainnya. Semua

4 12 subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 mempunyai nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu. Penelitian Sugiarto (2011) yang berjudul Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian di Kabupaten Wonogiri menunjukkan bahwa terdapat empat sektor perekonomian dan satu sub sektor pertanian yang merupakan sektor basis di Kabupaten Wonogiri, yaitu sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasajasa, sedangkan sub sektor pertaniannya yaitu sub sektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan hasil analisis DLQ diketahui terdapat tujuh sektor perekonomian dan empat subsektor pertanian yang dapat diharapkan menjadi sektor basis pada masa yang akan datang. Ketujuh sektor perekonomian tersebut adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, sedangkan empat subsektor pertanian tersebut adalah subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan. Sektor perekonomian di Kabupaten Wonogiri yang mengalami perubahan posisi pada masa yang akan datang yaitu sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Subsektor pertanian di Kabupaten Wonogiri yang mengalami perubahan posisi pada masa yang akan datang yaitu sub sektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan.faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan posisi pada sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah faktor lokasi. Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan posisi pada sektor pertambangan dan galian, sektor bangunan dan konstruksi, serta sektor pengangkutan dan komunikasi adalah faktor struktur ekonomi. Pada subsektor pertanian faktor yang menyebabkan perubahan posisi subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan adalah

5 13 faktor struktur ekonominya. Sedangkan faktor yang menyebabkan perubahan posisi subsektor perikanan adalah faktor lokasi. Penelitian Setyowati (2012) yang berjudul Analisis Peran Sektor Pertanian di Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa Sektor pertanian merupakan sektor basis di Kabupaten Sukoharjo dimana sektor pertanian mampu memenuhi kebutuhan lokal dan surplus produksinya dapat dieskpor keluar wilayah Sukoharjo. Jumlah dan laju serapan tenaga kerja sektor pertanian di Sukoharjo cenderung berfluktuasi antara tahun Angka pengganda sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo cenderung menurun yang mengindikasikan peran sektor pertanian alam perluasan kesempatan kerja baik dibidang pertanian maupun di bidang/sektor lain semakin menurun. Upaya sinergis antara pemerintah daerah, rumah tangga petani dan pihak swasta diperlukan untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian sebagai upaya mempertahankan sektor pertanian sebagai sektor basis di kabupaten Sukoharjo. Penelitian Khatimah (2013) yang berjudul Analisis Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Demak menunjukkan bahwa selama kurun waktu sektor pertanian di Kabupaten Demak merupakan sektor basis bersama dengan sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Subsektor yang menjadi basis di Kabupaten Demak adalah subsektor Tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. Tiap-tiap subsektor pada pertanian memiliki nilai Pnij positif. Subsektor yang memiliki pertumbuhan cepat yaitu subsektor peternakan dan subsektor kehutanan (nilai PP sebesar Rp dan Rp ), sedangkan subsektor yang memiliki daya sang baik yaitu subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan (nilai PPW sebesar Rp dan Rp ). Prioritas pengembangan subsektor pada pertanian di Kabupaten Demak yaitu subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan menduduki prioritas pengembangan kedua, subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan memiliki prioritas pengembangan

6 14 keempat, dan subsektor kehutanan termasuk kriteria prioritas pengembangan kelima. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan daerah melelui analisis pengganda pendapatan selama tahun mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Rata-rata nilai angka pengganda pendapatan sektor pertanian sebesar 2,3845, artinya setiap terjadi kenaikan pendapatan di sektor pertanian sebesar Rp 1,00 maka terjadi kenaikan total pendapatan daerah sebesar Rp 2,3845. Beberapa penelitian tersebut di atas digunakan sebagai referensi karena penelitian tersebut dilaksanakan di daerah yang memiliki struktur wilayah yang hampir sama dengan Kabupaten Wonogiri dan menggunakan metode analisis yang sama dengan penelitian ini yaitu analisis Location Quotient, analisis Shift Share, dan analisis Pengganda Pendapatan. B. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Daerah Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Apapun komponen yang spesifik atas kehidupan yang lebih baik, bertolak dari tiga nilai pokok proses perkembangan di semua masyarakat harus memiliki tiga tujuan inti yaitu (Todaro, 2000): a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan. b. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

7 15 c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan bukan hanya terhadap orang atau negara bangsa lain namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka. Pembangunan daerah merupakan pembangungan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh darerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah di mana tempat kegiatan tersebut berlangsung. Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002). Dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar

8 16 saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan, 2006). Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk. Sehingga proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang penting dalam proses pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan daerah disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Simanjuntak, 2003). 2. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasajasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oieh masyarakat, dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat (Basri, 2002).

9 17 Ada 3 faktor yang mempengarui pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat menurut Todaro (2000). Faktor faktor tersebut diungkapkan oleh sebagai berikut: a. Akumulasi modal, meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik dan sumberdaya manusia b. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja c. Kemajuan teknologi Lebih lanjut diungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengarui oleh faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal adalah daya dukung ekonomi di dalam daerah seperti sumber daya manusia, investasi, sumber daya alam, sarana dan prasarana penunjang aktivitas. Sedangkan faktor eksternal yang merupakan kekuatan dari luar adalah campur tangan pemerintah yang diimplementasikan dalam penyaluran dana pembangunan melalui dana inpres dan dana bentuk lain pada daerah atau sektor yang diprioritaskan. Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung peningkatan presentase dari Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan jasa yang baru diproduksi pada suatu saat atau tahun serta pendapatan total yang diterima dari adanya seluruh produksi barang dan jasa tersebut atau secara lebih rinci, PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan biasanya dihitung dalam nilai riil dengan tujuan untuk menghilangkan adanya inflasi dalam harga dan jasa yang diproduksi sehingga PDB riil mencerminkan perubahan kuantitas produksi (Mankiw, 2001). Sadono (2000), alat untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Perekonomian wilayah akan mengalami kenaikan dari tahun ketahun dikarenakan adanya penambahan pada faktor produksi. Selain faktor produksi, jumlah angkatan

10 18 kerja yang bekerja juga akan meningkat dari tahun ke tahun sehingga apabila dimanfaatkan dengan maksimal maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa alat pengukur dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu : a. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto apabila ditingkat nasional adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. b. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Produk domestik bruto per kapita dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk dalam skala daerah. 3. Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kemudian disebutkan kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Daerah kabupaten/kota dianggap lebih dekat dengan rakyat dibanding propinsi. Dengan jumlah penduduk ratarata hanya jiwa, daerah kabupaten/kota dianggap berhak mempunyai lembaga legislatif sendiri dan dengan demikian dapat mengelola daerahnya secara demokratis sesuai aspirasi penduduknya (Harahap, 2002). Otonomi bukan sekedar pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, tetapi paling tidak harus diterjemahkan dalam tiga aspek perubahan penting. Pertama, pendaerahan pengelolaan pembangunan ekonomi (perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasi). Kedua, swastanisasi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dapat dilaksanakan oleh rakyat atau swasta harus diserahkan kepada rakyat atau

11 19 swasta. Ketiga, organisasi dan kelembagaan pembangunan ekonomi juga harus mengalami perubahan. Sehingga diberlakukan otonomi daerah (Syahrani, 2001). Kebijakan otonomi daerah sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam naungan wilayah NKRI yang semakin kokoh melalui strategi pelayanan kepada masyarakat yang semakin efektif dan efisien dan adanya akselerasi pertumbuhan dan perkembangan potensi daerah yang semakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana yaitu untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan lebih merata. Masing masing daerah otonom didorong dan dipacu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai kewenangan yang diberikan untuk mengelola potensi daerahnya masing masing. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia di masa datang akan lebih mampu bersaing dengan bangsa bangsa lain di dunia dalam persaingan global yang semakin ketat (Harmantyo, 2007). Sasana (2006) menyebutkan bahwa pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal memiliki tiga misi utama, yaitu: a. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah b. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan. Berdasarkan uraian di atas otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sangat penting untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa alasan sebagai berikut : a. Sebagai perwujudan fungsi dan peran negara modern, yang lebih menekankan upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state). b. Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari perspektif politik. Negara sebagai organisasi, kekuasaan yang di dalamnya terdapat lingkungan kekuasaan baik pada tingkat suprastruktur maupun

12 20 infrastruktur, cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Untuk menghindari hal itu, perlu pemencaran kekuasaan (dispersed of power). c. Dari perspektif manajemen pemerintahan negara modern, adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah, yaitu berupa keleluasaan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya, merupakan perwujudan dari adanya tuntutan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan umum. 4. Sektor Perekonomian. Sektor perekonomian diklasifikasikan kedalam 9 sektor perekonomian. Sembilan sektor perekonomian itu adalah sector pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sector listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan atau konstruksi, sektor perdagangan,hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Pembangunan harus dapat menghasilkan perubahan struktural yang seimbang yang tidak menimbulkan ketimpangan antar sektor perekonomian dan membentuk perekonomian yang sehat yaitu perekonomian yang mampu menjaga kesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan structural terus terjadi pada perekonomian Indonesia, akan tetapi perubahan yang terjadi justru menghasilkan ketimpangan antar sektor yang kemudian menumbuhkan struktur ekonomi yang rapuh, struktur ekonomi yang dapat dengan mudah dipengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi disuatu sektor tanpa dapat digantikan oleh sektor lainnya (Kwik Kian Gie, 2002). Pada banyak negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sektor pertanian dan industri penghasil sarana produksi

13 21 pertanian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Rancangan pembangunan seperti demikian, diharapkan dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia yang serasi dan seimbang, tangguh menghadapi gejolak internal dan eksternal (Tambunan, 2001). Sektor pertanian berperan sangat vital dalam ekonomi Indonesia karena pertanian sekaligus berfungsi sebagai basis atau landasan pembangunan ekonomi bangsa. Sektor pertanian dibangun dengan sumber daya alam yang tidak dapat dilakukan secara sambilan, tapi perlu serentak dan komprehensif serta melibatkan pendukung penting seperti sektor infrastruktur, pembiayaan, perdagangan, pemasaran, penyuluhan, pengembangan sumber daya manusia, riset dan pengembangan (R&D). Sektor pertanian juga mampu menjadi pembangunan sektor lain di saat sektor lain mengalami penurunan, seperti mendorong sektor industri untuk bisa maju lagi (Bustanul, 2005). Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan. Ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk (Saerofi, 2005). 5. Teori Ekonomi Basis Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya

14 22 yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2007). Location Quotient (LQ) adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sector kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relative atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. LQ ialah suatu metode yang didasarkan pada teori basis ekonomi untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu region (kabupaten/kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan secara propinsi/nasional atau menghitung perbandingan antara share output sektor i di kabupaten terhadap share output sektor i di propinsi. Rumus menghitung nilai LQ adalah sebagai berikut :

15 23 Keterangan : = Indeks LQ sektor ekonomi ke-i di suatu daerah. LQsub SEsub =Nilai sektor ekonomi ke-i dalam PDRB daerah yang bersangkutan. PDRBsub = Nilai PDRB daerah yang bersangkutan. SEglob = Nilai sektor ekonomi ke-i dalam PDRB kawasan yang lebih luas, dimana daerah tersebut menjadi bagiannya. PDRBglob = Nilai PDRB kawasan yang lebih luas, dimana daerah tersebut menjadi bagiannya. (Rusastra dkk, 2000). Logika dasar LQ adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan memberikan pendapatan bagi daerah tersebut. Selanjutnya adanya arus pendapatan dari luar daerah ini akan mengakibatkan kenaikan konsumsi (C) dan investasi (I) di daerah tersebut. Hal tersebut selanjutnya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya meningkatkan permintaan terhadap industri non basis (lokal). Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada industri yang bersangkutan dan juga industri lain (Widodo, 2006).

16 24 Ada tiga kemungkina nilai LQ yang dapat ditemukan yaitu (Widodo, 2006): a. Nilai LQ di sektor i= 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dengan daerah perekonomian daerah referensi p. b. Nilai LQ di sektor i > 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama dengan daerah perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian sektor i merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k. c. Nilai LQ di sektor i < 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama dengan daerah perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian sektor i bukan merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi serta tidak prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k. 6. Analisis Shift Share Basuki dan Gayatri (2009), Analisis Shift-Share adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding. Analisis Shift Share adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam kaitannya dengan perekonomian daerah acuan yaitu daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Teknik analisis shift share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (G) suatu variabel wilayah, seperti tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan atau output, selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh : pertumbuhan nasional (N), Proportional Shift(P), dan Differential Shift( D ).

17 25 Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi seperti produksi dan kesempatan kerja pada titik waktu di suatu wilayah. Hasil analisis ini akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah bila dibandingkan secara relatif dengan sektorsektor lainnya, apakah bertumbuh cepat atau lamban. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah pertumbuhan cepat atau lambat. Lukas dan Primms (1979) dalam Budiharsono (2001) mengungkapkan adanya kenyataan bahwa beberapa sektor dalam suatu perekonomian tumbuh lebih cepat dari sektor-sektor lain dan beberapa wilayah lebih maju dari wilayah yang lain. Komponen pertumbuhan ekonomi dalam hal ini digolongkan menjadi tiga, yaitu komponen pertumbuhan nasional (PN), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Data yang biasa digunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: 1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap. 2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi. 3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat

18 26 provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Kedua komponen shift yaitu Sp dan Sd memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktorfaktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi. Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. (Richardson, 1991). Analisis shift share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain, yaitu (Arsyad, 2004): a. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan

19 27 b. Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan. c. Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan. Dalam penelitian ini komponen pertumbuhan wilayah yang digunakan hanya komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhna pangsa wilayah (PPW). Analisis komponen pertumbuhan wilayah menggunakan model analisis shift share. Menurut Budiharsono (2005) analisis shift share secara matematik dapat dinyatakan sebgai berikut: Yij = PNij + PPij + PPWij Atau secara rinci dapat dinyatakan sebagai berikut: (Y ij Kij)= Yij = Yij (Ra 1) + Yij (Ri Ra) + Yij (ri Ri) ri= Y ij/yij Ri= Y i/yi Ra= Y../Y.. PNij= (Ra 1)x Yij PPij= (Ri Ra) x Yij PPWij= (ri Ri) x Yij Keterangan: Yij = Perubahan PDRB sektor/subsektor i di kabupaten j

20 28 Yij = PDRB sektor/subsektor i di kabupaten j pada tahun analisis Y ij = PDRB sektor/subsektor i di kabupaten j pada akhir tahun analisis Y ij = PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten j pada tahun akhir analisis (t1)..pdrbij (t1). Yij = PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten j pada tahun dasar analisis (to)..pdrbij (to). (Ra 1) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional. (Ri Ra) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional. (ri Ra) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa pasar wilayah. Dengan kriteria: a. Apabila PPij positif, maka sektor/subsektor di kabupaten j pertumbuhannya cepat. b. Apabila PPij negatif, maka sektor/subsektor di kabupaten j pertumbuhannya lambat. c. Apabila PPWij positif, maka sektor/subsektor di kabupaten j mempunyai daya saing yang baik jika dibandingkan dengan sektor/subsektor yang sama di wilayah lainnya. d. Apabila PPWij < 0, maka sektor/subsektor di kabupaten j tidak dapat bersaing dengan baik jika dibandingkan dengan sektor/subsektor yang sama di wilayah lainnya. Analisis prioritas pengembangan sektor pertanian dan subsektor pertanian di Kabupaten Wonogiri diperoleh dengan cara menggabungkan antara hasil analisis Location Quotient dan Shift Share (Soesilo, 2000). Kriteria penentuan prioritas dari hasil penggabungan analisis ini terbagi dalam tiga kategori yaitu:

21 29 a. Prioritas I, adalah yang merupakan sektor basis dengan salah satu atau kedua nilai PP dan PPW bernilai positif (+). b. Prioritas II, adalah yang merupakan sektor basis dan memiliki nilai PP dan PPW bernilai negatif (-), atau merupakan sektor bukan basis tetapi memiliki nilai PP dan PPW bernilai positif (+). c. Prioritas III, adalah yang merupakan sektor bukan basis dengan salah satu atau kedua nilai PP dan PPW bernilai positif (+) atau keduanya bernilai negatif (-). 7. Pengganda Pendapatan Analisis pengganda (Multiplier) pengukuran suatu respon atau dampak stimulus ekonomi, besarnya dampak atas pengaruh stimulus ekonomi tersebut terdiri dari beberapa efek yang dapat dihitung menjadi dua tipe, yaitu multiplier tipe I dan multiplier tipe II. Multiplier tipe I merupakan perubahan tidak langsung, perubahan ini menggunakan matrik kebalikan (I-Ad)-1 berdasarkan Tabel IO terbuka (opentable). Multiplier tipe II merupakan adanya perubahan tidak langsung dan terinduksi, yang menggunakan matrik kebalikan (I-Ad)-1 berdasarkan Tabel IO tertutup (closed table) yaitu dengan menyertakan kolom konsumsi rumah tangga dari permintaan akhir dan baris upah dan gaji dari faktor primer dalam matrik koefisien, dengan perkataan lain multiplier tipe II memperhatikan perubahan pendapatan (income) akibat pengeluaran konsumen dalam reaksi rantai antar industri di samping perubahan pendapatan (income) tidak langsung. Multiplier tipe I dan II merupakan hasil proses mekanisme dampak yang terdiri dari: (1) efek awal (initial effect), (2) efek putaran awal (first round effect), (3) efek dukungan industri (industrial support effect), dan (4) efek induksi konsumsi (consumption induced effect). Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pada pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan II (Daryanto, 1991 ; dan Muchdie, 2002)

22 30 Analisis Multiplier Effect (Angka Pengganda) merupakan alat analisis untuk menghitung total nilai produksi dari semua sektor ekonomi yang diperlukan untuk memenuhi nilai permintaan akhir dari output, pendapatan (income) dan kesempatan kerja (employment) suatu sektor (Suryani, 2010). Model basis ekonomi dengan menggunakan pendapatan sebagai nilai ukurnya karena dapat digunakan untuk melihat dampak potensial wilayah sebagai pasar. Untuk melihat dampak pendapatan sektor basis dapat dilakukan dengan pendekatan pengganda pendapatan jangka pendek dan berdasarkan model basis ekonomi Tiebout maka rumus matematis pengganda pendapatan jangka pendek dapat ditulis : Keterangan : MS = Pengganda pendapatan jangka pendek YN = Pendapatan nonbasis Y = Pendapatan total wilayah Perubahan pendapatan basis akan mengubah pendapatan di bidang nonbasis. Pendapatan yang diperoleh masyarakat dari kegiatan ekspor dan investasi akan digunakan untuk bebagai cara, biasanya yang terbesar adalah untuk dibelanjakan untuk keperluan konsumsi dan dari konsumsi yang digunakan ada yang berasal dari produk lokal dan impor. Konsumsi yang berasal dari produk lokal akan meningkatkan pendapatan nonbasis (Budiharsono, 2001). Nazara (1997) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) variabel utama yang diperhatikan dalam analisis pengganda, yaitu; (1) pengganda ouput sektorsektor produksi, (2) pengganda pendapatan rumah tangga (household income), dan (3) pengganda tenaga kerja (employment). Pengganda berdasarkan waktu dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu pengganda jangka pendek (jenis I)

23 31 dan pengganda jangka panjang (jenis II). Pada pengganda jenis I, rumah tangga sebagai variabel yang bersifat exogenous, sedangkan pada pengganda jenis II rumah tangga bersifat endogenous. Konsep ekonomi basis wilayah, pada dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam satu wilayah terjadi karena adanya efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan wilayah yang dipasarkan ke wilayah lain. Formulasi yang digunakan menghitung nilai pengganda pendapatan dari sektor pertanian mengacu pada Budiharsono (1989) yaitu: M= Y/Yp Keterangan: Y = Total PDRB Yp = PDRB Sektor Pertanian M = Nilai Pengganda C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan dengan mengacu pada kemampuan dan potensi daerah sendiri, maka ketergantungan pada pemerintah pusat dapat ditekan baik dalam hal pembiayaan dan sumber daya manusia. Kebijakan-kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan potensi daerah masingmasing agar tepat sasaran dan berjalan dengan efektif. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan upaya pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat harus mampu menaksir sektorsektor yang mempunyai potensi untuk ditumbuhkembangkan dalam rangka untuk merancang dan membangun perekonomian daerah berdasarkan sumber daya yang dimilikinya. Pembangunan ekonomi di Kabupaten Wonogiri tidak lepas dari kontribusi beberapa sektor perekonomian seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor

24 32 pengadaan listrik dan gas; sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; sektor konstruksi; sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor; sektor transportasi dan pergudangan; sektor penyediaan akomodasi makan minum; sektor informasi dan komunikasi; sektor jasa keuangan dan asuransi; sektor real estate; sektor jasa perusahaan; sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial; sektor jasa pendidikan; sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan sektor jasa lainnya. Kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri yang terbagi menjadi 3 sub sektor yaitu sub sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian; subsektor kehutanan dan penebangan kayu dan subsektor perikanan perikanan dipengaruhi oleh potensi-potensi daerah yang dimiliki. Untuk mengetahui peran sektor pertanian dan sub sektor pertanian dalam program pembangunan daerah Kabupaten Wonogiri dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan daerah digunakan analisis Location Quotient, analisis Pengganda Pendapatan, analisis Shift Share dan analisis gabungan Location Quotient dan Shift Share. Pendekatan analisis Location Quotient dapat mengetahui peran sektor sektor pertanian sebagai sektor basis atau non basis di Kabupaten Wonogiri. Analisis Pengganda Pendapatan dapat mengetahui peran sektor pertanian dilihat dari pendapatan basis di Kabupaten Wonogiri. Analisis Shift Share dapat mengetetahui pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian terhadap sektor perekonomian lain. Analisis gabungan Location Quotient dan Shift Share dapat mengetahui prioritas pengembangan sektor pertanian dan subsektor pertanian di Kabupaten Wonogiri. Keempat analisis tersebut akan mengidentifikasi peran dan prioritas sektor perekonomian dan subsektor pertanian yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pembangunan wilayah di Kabupaten Wonogiri.

25 33 Pembangunan Wilayah Kabupaten Wonogiri Sektor Perekonomian Sektor Non Perekonomian sektor pertanian, kehutanan, perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor; transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan jasa lainnya Sub sektor pertanian: Subsektor Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Subsektor Kehutanan dan Penebangan Kayu Subsektor Perikanan Analisis Location Quotient Analisis Shift Share LQ>1, merupakan sektor/ subsektor pertanian basis. LQ<1, merupakan sektor/ subsektor pertanian non basis. LQ=1, merupakan sektor/ subsektor pertanian non basis Analisis Pengganda Pendapatan Gabungan LQ dan Shift Share PPij < 0: Pertumbuhan PDRB sektor/subsektor pertanian termasuk lambat PPij 0: Pertumbuhan PDRB sektor/subsektor pertanian termasuk cepat PPWij < 0:Sektor/subsektor pertanian tidak mempunyai daya saing dengan sektor/subsektor pertanian di Jawa Tengah PPWij 0:Sektor/subsektor pertanian mempunyai daya saing yang baik dengan sektor/ subsektor pertanian di Jawa Tengah Peran dan prioritas pengembangan sektor/subsektor pertanian Kabupaten Wonogiri Gambar 1. Kerangka Teori Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Wonogiri

26 34 D. Asumsi-Asumsi 1. Penduduk di wilayah Kabupaten Wonogiri mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan Provinsi Jawa Tengah. 2. Wilayah Kabupaten Wonogiri memiliki pola permintaan dimana permintaan wilayah Kabupaten Wonogiri akan suatu produk akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah Kabupaten Wonogiri serta kekurangannya dipenuhi dari luar wilayah Kabupaten Wonogiri, dan sebaliknya kelebihan produksi di wilayah Kabupaten Wonogiri dikirim ke wilayah lain. E. Pembatasan Masalah Data yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan data time series yaitu berupa data PDRB Kabupaten Wonogiri dan data PDRB Provinsi Jawa Tengah selama lima tahun dari tahun Atas Dasar Harga Konstan tahun F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. 1. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. 2. Sektor adalah kegiatan atau lapangan usaha yang berhubungan dengan bidang tertentu atau mencakup beberapa unit produksi yang terdapat dalam suatu perekonomian. 3. Sektor-sektor perekonomian adalah sektor-sektor yang dalam produksinya dapat menunjang perekonomian wilayah, yang termasuk dalam sektor perekonomian adalah: a. Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan b. Sektor Pertambangan dan Penggalian c. Sektor Industri Pengolahan d. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas e. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang f. Sektor Konstruksi

27 35 g. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor h. Sektor Transportasi dan Pergudangan i. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum j. Sektor Informasi dan Komunikasi k. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi l. Sektor Real Estate m. Sektor Jasa Perusahaan n. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. o. Sektor Jasa Pendidikan p. Sektor Kesehatan dan Kegiatan Sosial q. Sektor Jasa Lainnya 4. Sektor pertanian adalah sektor yang menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input subsektor lain yang terdiri dari subsektor yang membentuk sektor pertanian tersebut yaitu subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian, subsektor kehutanan dan penebangan kayu, dan subsektor perikanan. 5. Sektor basis adalah sektor yang mampu menghasilkan barang dan jasa untuk konsumsi lokal serta mampu mengekspor ke luar wilayah yang bersangkutan. Suatu sektor dikatakan sektor basis jika bernilai LQ > Sektor non basis adalah sektor yang hanya mampu menghasilkan barang dan jasa untuk konsumsi pasar lokal serta belum mampu mengekspor ke luar wilayah yang bersangkutan. Suatu sektor dikatakan sektor non basis jika memiliki nilai LQ < Sektor yang hanya mampu memenuhi konsumsi lokal dan tidak mampu memenuhi kebutuhan luar wilayah Kabupaten Wonogiri, sektor ini tergolong sektor non basis dan memiliki nilai LQ=1

28 36 8. Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun (Arsyad, 1999). Laju pertumbuhan ini dapat diukur dengan menggunakan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Jika laju pertumbuhan ekonomi bernilai positif berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami kenaikan dan sebaliknya jika laju pertumbuhan ekonomi bernilai negatif berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan. 9. Daya saing merupakan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional yang dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan analisis Shift Share. 10. Pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect), merupakan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah terhadap perekonomian Kabupaten Wonogiri artinya setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonogiri. bila nilai pertumbuhan ekonomi nasional positif, berarti kebijakan yang diambil pemerintah di tingkat Provinsi Jawa Tengah akan meningkatkan perekonomian Kabupaten Wonogiri 11. Pergeseran proporsional (proportional shift), merupakan perubahan relatif (naik/turun) kinerja suatu sektor di Kabupaten Wonogiri terhadap sektor yang sama Propinsi Jawa Tengah. Bila nilai pergeseran proposional positif, berarti kinerja suatu sektor di Kabupaten Wonogiri mengalami kenaikan terhadap sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. 12. Pertumbuhan Pangsa Wilayah merupakan tingkat kekompetitifan suatu sektor tertentu di Kabupaten Wonogiri dibanding tingkat propinsi (Jawa Tengah). Jika nilai pergeseran diferensialnya positif, berarti sektor tersebut di Kabupaten Wonogiri lebih kompetitif dibanding sektor yang sama di tingkat perekonomian Propinsi Jawa Tengah.

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Model Rasio Pertumbuhan Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) adalah salah satu alat yang digunakan untuk melakukan analisis alternatif guna mengetahui potensi kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN 2010-2014 2.1 STRUKTUR EKONOMI Penetapan SDG s Sustainable Development Goals) sebagai kelanjutan dari MDG s Millenium Development Goals) dalam rangka menata arah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada daerah Kabupaten Kubu Raya, yang merupakan satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan masalah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK Khusnul Khatimah, Suprapti Supardi, Wiwit Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Keadaan geografis yang berada dibawah gunung Lawu membuat kabupaten ini memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakaat mengelola sumberdaya-sumberdaya

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakaat mengelola sumberdaya-sumberdaya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakaat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari semua hasil pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Hasil analisis Model Rasio Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TABANAN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TABANAN ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TABANAN NGURAH MADE NOVIANHA PYNATIH Fakultas Ekonomi Universitas Tabanan ABSTRAK Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU. Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU. Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati Pogram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl.

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DI PROVINSI ACEH PERIODE

ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DI PROVINSI ACEH PERIODE ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DI PROVINSI ACEH PERIODE 2012-2016 Isthafan Najmi Fakultas Ekonomi, Universitas Abulyatama Email: isthafan@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan melakukan mitra kerja dengan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN 2011-2015 Irawaty Maslowan Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115, Indonesia Email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2007-2011 JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Bakhtiar Yusuf Ghozali 0810210036 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas 1.371,78 Km2, penggunaan wilayah Ponorogo sebagaian besar untuk area ke hutanan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan memerlukan perencanaan yang akurat dari pemerintah. Upaya dalam meningkatkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam

METODE PENELITIAN. bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam 28 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua 42 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

Salah satu komponen esensial dari pembangunan adalah pembangunan ekonomi Penentuan target pembangunan ekonomi perlu melihat kondisi atau tingkat

Salah satu komponen esensial dari pembangunan adalah pembangunan ekonomi Penentuan target pembangunan ekonomi perlu melihat kondisi atau tingkat Analisis PDRB Kota Jambi Dr. Junaidi, SE, M.Si Dr. Tona Aurora Lubis, SE, MM Seminar: PDRB Kota Jambi Bappeda Kota Jambi, 17 Desember 2015 Pendahuluan Salah satu komponen esensial dari pembangunan adalah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 01/08/1205/Th. VIII, 16 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai kartanegara yang merupakan salah satu dari 10 Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Kutai kartanegara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Bantul periode , maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Bantul periode , maka dapat disimpulkan bahwa: BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap sektor ekonomi di Kabupaten Bantul periode 2010-2015, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari hasil perhitungan analisis Location

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 HALAMAN SAMPUL DEPAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol Analisis Sektor Unggulan dan Supomo Kawulusan (Mahasiswa Program Studi Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan Pascasarjana Universitas Tadulako) Abstract The purpose this reseach the economy sector growth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan adalah suatu proses yang mengalami perkembangan secara cepat dan terus-merenus demi tercapainya kesejahteraan masyarakat sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hlm Tulus Tambunan, Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri, Rajawali Pres,

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hlm Tulus Tambunan, Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri, Rajawali Pres, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan pemerintah dalam proses perkembangan ekonomi untuk masing-masing Negara mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. 1 Dalam pembangunan negara Indonesia, perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam pembangunan daerah berada pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan nasional, karena pembangunan nasional di Indonesia dilakukan agar mampu menciptakan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Majalengka yang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Tatar Pasundan Provinsi Jawa Barat. Objek yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam produksi untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam produksi untuk memenuhi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep Pembangunan Ekonomi Penjelasan tentang definisi atau pengertian pembangunan ekonomi banyak dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Menurut Adam Smith dalam Suryana (2000),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar alinea keempat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar alinea keempat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 19945 alinea keempat, mengatakan bahwa fungsi dan tujuan Negara Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum. Hal tersebut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series, III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series, dengan periode pengamatan tahun 2007-2011. Data yang digunakan antara lain: 1. Produk

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Kiky Fitriyanti Rezeki, Wiwit Rahayu, Emi Widiyanti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Volume 21 Nomor 1, 2017 51 PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Novy Anggraini 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dwi Sakti Baturaja ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KEPULAUAN SANGIHE

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KEPULAUAN SANGIHE ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KEPULAUAN SANGIHE Vicky Y. Takalumang, Vekie A. Rumate, Agnes L.Ch.P Lapian Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan masyarakat Indonesia dengan tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur merata materiil

Lebih terperinci

P E RA N A N S E KT OR P ER T A NI AN D A LAM P E NY E R APA N T E N A GA KE RJA D I KAB UP AT E N P A T I

P E RA N A N S E KT OR P ER T A NI AN D A LAM P E NY E R APA N T E N A GA KE RJA D I KAB UP AT E N P A T I PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN PATI Indah Kusuma Wardani, Minar Ferichani, Wiwit Rahayu Program Studi Agribisnis - Universitas Sebelas Maret Surakarta Jalan Ir. Sutami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Pertumbuhan ekonom i biasanya hanya diukur berdasarkan kuantitas

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Pertumbuhan ekonom i biasanya hanya diukur berdasarkan kuantitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonom i pada dasarnya memiliki perbedaaan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonom i biasanya hanya diukur berdasarkan kuantitas seperti peningkatan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa didukung adanya kegiatan kegiatan yang. indonesia tidaklah mudah, harus ada sinergi antara pemerintah dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa didukung adanya kegiatan kegiatan yang. indonesia tidaklah mudah, harus ada sinergi antara pemerintah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa didukung adanya kegiatan kegiatan yang berkesinambungan dan berlanjut menuju keadaan yang lebih baik. Peran pemerintah sangat penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel merupakan suatu objek yang diteliti atau menjadi fokus perhatian dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yaitu memajukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA Wiwit Rahayu, Nuning Setyowati 1) 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret email: wiwit_uns@yahoo.com

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menghitung berbagai indikator pokok yang

Lebih terperinci