BAB II LANDASAN TEORI. Perilaku adalah semua tindakan atau tingkah laku seorang individu, baik kecil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Perilaku adalah semua tindakan atau tingkah laku seorang individu, baik kecil"

Transkripsi

1 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Perilaku Anak Normal Perilaku adalah semua tindakan atau tingkah laku seorang individu, baik kecil maupun besar, yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan oleh orang lain atau diri sendiri. Jadi perilaku meliputi bicara atau suara, gerakan-gerakan atau aksi-aksi baik berupa gerakan yang beraturan atau tidak beraturan, tertuju ataupun tidak tertuju, sengaja maupun tidak sengaja, berguna maupun tidak berguna (Handojo, 2006). Semua perilaku individu pasti didahului oleh suatu penyebab, baik eksternal maupun internal. Penyebab eksternal dapat diperoleh dari individu lain maupun lingkungan sekitarnya. Penyebab internal dapat berasal dari sikap dan emosi yang didasari oleh watak dan kepribadian seseorang. Setiap perilaku juga akan memberikan suatu akibat, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, baik bagi individu itu sendiri, orang lain ataupun pada lingkungannya. Sebelum membahas tentang anak-anak dengan berkebutuhan khusus dimana memiliki kelainan perilaku, maka sebaliknya kita melihat dan memahami terlebih dahulu perkembangan perilaku anak-anak yang normal. Hal ini penting ketahui dengan beberapa alasan, pertama yaitu untuk mendeteksi secara dini apabila pada anak terjadi penyimpangan perkembangan perilakunya jika dibandingkan dengan anak yang normal. Yang kedua adalah untuk mengetahui sejauh mana

2 11 keterlambatan dari pada anak yang mengalami hambatan perkembangan perilakunya, serta seberapa jauh harus mengejar keterlambatan tersebut. Ada beberapa hal yang dapat memberikan gambaran mengenai keberadaan anak-anak normal, yang mana semua itu adalah sebuah rangkaian yang saling berkaitan sejak lahir sampai meninggal manusia selalu mengalami perubahan. Perubahan dalam kehidupan manusia meliputi perubahan dalam pertumbuhan yang diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif, dimana di dalamnya mencakup bertambahnya ukuran dan struktur. Sedangkan perubahan dalam perkembangan yang diartikan sebagai perubahan kualitatif yaitu perubahan yang progresif, koheren, dan teratur Perubahan yang terjadi pada diri manusia Menurut Somantri (2006) bahwa ada empat tipe perubahan yang terjadi pada diri manusia yaitu: 1) Perubahan ukuran Perubahan ini meliputi perubahan fisik seperti bertambahnya berat badan, bertambahnya tinggi badan ataupun besarnya organ-organ. 2) Perubahan proporsi Yaitu perubahan yang dapat diamati dari perbandingan antara ukuranukuran tubuh manusia yang mengalami perubahan. 3) Hilangnya sifat-sifat atau keadaan-keadaan tertentu Hal ini dapat dilihat seperti hilangnya sifat kekanak-kanakan, hilangnya rambut dan gigi pada bayi serta hilangnya gerakan-gerakan bayi yang tidak bermakna.

3 12 4) Munculnya sifat-sifat atau keadaan-keadaan yang baru Yaitu munculnya standar-standar moral, munculnya karakteristikkarakteristik seksual dan sebagainya. Di bawah ini terdapat tabel perkembangan yang secara singkat dapat menggambarkan perkembangan perilaku anak normal sampai usia 6 tahun (Handojo, 2003) Tabel 2.1 PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK NORMAL USIA KEMAMPUAN MOTORIK KEMAMPUAN WICARA Lahir Fiksasi pandangan Bereaksi terhadap suara 5 minggu Tersenyum sosial 2 bulan Mengikuti benda di garis tengah 3 bulan Telapak tangan terbuka Guu,guu 4 bulan Menyatukan kedua tangan Orientasi terhadap suara, a- guu, a-guu, mengoceh 5 bulan Mengetahui adanya benda kecil, memindahkan benda antara kedua tangan. Menoleh kepada suara, mengoceh 6 bulan Meraih unilateral Mengoceh, menggumam (dadada) 7 bulan Memeriksa benda Menoleh kepada suara bel fase II 8 bulan Memeriksa benda Mengerti perintah tidak boleh, da-da tanpa arti, mama tanpa arti 9 bulan Pincet grasp prematur, melemparkan benda 10 bulan Membuka penutup mainan 11 bulan Pincet grasp dengan jari, meletakkan kubus dibawah gelas 12 bulan Melepaskan benda dengan sengaja, mencoret, memasukkan biji ke dalam botol, minum dari gelas sendiri, menggunakan sendok Dada, menoleh kepada suara bel fase III Mengerti perintah ditambah mimik, mama dan kata pertama selain mama Kata kedua 13 bulan Kata ketiga 14 bulan Melepaskan biji dengan meniru Mengerti perintah tanpa mimic

4 13 15 bulan Meniru membuat garis, menyusun kata kubus 16 bulan Melepaskan biji spontan, menyusun 3 kubus 17 bulan Menunjuk 5 bagian badan yang disebutkan, 7-20 kata 18 bulan Membuat garis secara spontan 21 bulan Kalimat pendek 2 kata 24 bulan Kereta api dengan 4 kubus, membuka baju sendiri 50 kata, kalimat terdiri dari 2 kata Membuat garis datar dan tegak bulan 30 bulan Kereta api dengan cerobong asap, meniru membuat lingkaran 3 tahun Membuat lingkaran spontan, membuat jembatan dari 3, membuka kancing 250 kata, kalimat terdiri dari 3 kata 4 tahun Membuat pintu gerbang dari 5 kubus, memasang kancing 5 tahun Mengikatkan tali sepatu 6 tahun Membuat tangga dan dinding dari beberapa kubus tanpa contoh Faktor-faktor yang menentukan perubahan Kalimat terdiri dari 4-5 kata, bercerita, menanyakan arti suatu kata, menghitung sampai 20 Somantri (2006) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan pada diri manusia yaitu: 1) Faktor kematangan, dimana faktor ini merupakan pemunculan dari traittrait yang secara potensial dimiliki individu sebagai pembawaan yang merupakan sifat keturunan. 2) Faktor belajar, dimana faktor ini merupakan hasil dari pengalaman dan latihan. Kedua faktor tersebut saling berinteraksi, yang satu mempengaruhi yang lainnya serta menjadi kesatuan dalam menentukan perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap individu.

5 Periode masa perkembangan anak Ada beberapa periode masa perkembangan anak yang meliputi lima periode sebagai berikut: 1) Periode pra-natal Yaitu periode yang meliputi sebelum kelahiran, perkembangan berlangsung dengan sangat pesat, khususnya dalam perkembangan fisiologis dan meliputi pertumbuhan seluruh struktur. 2) Periode infansi (sejak lahir sampai hari) Yaitu periode bayi yang baru dilahirkan. Dalam periode ini bayi secara menyeluruh harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang benar-benar baru di luar tubuh ibunya serta untuk sementara pertumbuhan tidak bertambah. 3) Masa bayi (2 minggu - 2 tahun) Pada periode ini bayi belajar untuk mengendalikan otot-ototnya sehingga dengan demikian ia dapat bergerak sendiri. Perubahan ini disertai dengan meningkatnya penolakan untuk diperlakukan seperti bayi dan keinginan yang makin meningkat untuk tidak bergantung pada orang lain. 4) Masa anak-anak (2 tahun - masa remaja) Periode ini biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a) Masa anak-anak awal (2-6 tahun).

6 15 Periode ini merupakan masa prasekolah atau masa kehidupan kelompok. Anak pada masa ini berusaha untuk menguasai lingkungannya dan mulai belajar untuk mengadakan penyesuaian sosial. b). Masa anak-anak akhir (6-13 tahun untuk anak perempuan dan 14 tahun untuk anak laki-laki). Dalam periode ini terjadi kematangan seksual dan anak mulai memasuki masa remaja. Perkembangan dalam periode ini adalah anak berada pada usia sekolah dasar atau kehidupan berkelompok. 5) Masa pubertas ( 11 tahun-16 tahun) Pada masa ini merupakan masa-masa yang tumpang tindih, dua tahun tumpang tindih dengan masa anak-anak dan dua tahun dengan masa remaja. Masa puber ini berkisar usia tahun pada anak perempuan dan tahun pada anak laki-laki. Pada masa ini tubuh anak mulai mengalami perubahan menjadi tubuh orang dewasa Anak Berkebutuhan Khusus Pengertian Anak berkebutuhan khusus menurut Heward (dalam Abdurrahman,1999) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada kemampuan mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku anak-anak ini, yang antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada anak normal (Handojo, 2006). Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami

7 16 kelainan atau penyimpangan baik secara fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional dalam proses pertumbuhan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan penanganan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya sehingga dalam mengembangkan potensi dan kemampuan mereka memerlukan penanganan yang khusus. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda Tipe anak berkebutuhan khusus Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua tipe yaitu: 1) Anak berkebutuhan khusus temporer Anak berkebutuhan khusus yang termasuk ke dalam tipe temporer meliputi anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan, anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan pulau terpencil serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. 2) Anak berkebutuhan khusus permanen Anak berkebutuhan khusus yang termasuk ke dalam tipe permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, autis, ADHD, anak berkesulitan belajar dan anak berbakat Autisme Masa Anak-Anak (Autisme Infantil)

8 Pengertian Autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri Isme yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autisme adalah suatu keadaan dimana anak berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini biasanya mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Menurut Autism Research Center (USA), Autis is A spectrum of neurodevelopment condition! It s a part of brain developmental disorder. Maksudnya adalah kondisi dimana seorang anak mengalami gangguan perkembangan sel-sel saraf otak yang menyebabkan mereka susah berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain, bahkan dengan orangorang terdekatnya sekali pun. Autisme bisa mengenai siapa saja, baik sosioekonomi mapan maupun kurang, anak-anak ataupun dewasa dan semua etnis (Rizki, 2010). Istilah autisme baru diperkenalkan pada tahun 1943 oleh seorang psikiater di Harvard, Leo Kanner. Pada suatu saat dalam pelaksanaaan pekerjaan klinisnya, Leo Kanner mengamati sebelas anak yang mengalami gangguan menunjukkan perilaku yang tidak ditemukan pada anak-anak dengan retardasi mental atau skizofrenia. Ia menamai sindrom tersebut autisme infantil dini karena ia mengamati bahwa Sejak awal terdapat suatu kesendirian autistik ekstrem yang kapan pun memungkinkan, tidak mempedulikan, mengabaikan, menutup diri dari segala hal yang berasal dari luar dirinya (Kanner dalam Davidson, Gerald, Neale & Kring, 2010).

9 18 Kanner menganggap kesendirian autisme merupakan simtom fundamental. Ia juga menemukan bahwa sejak awal kehidupan kesebelas anak tersebut tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara wajar. Mereka memiliki keterbatasan yang parah dalam bahasa dan memiliki keinginan yang kuat agar segala sesuatu yang berkaitan dengan mereka tetap persis sama. Berdasarkan pengamatan tersebut, Kanner mendeskripsikan gangguan autisme sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotif, rute ingatan yang kuat dan keinginan untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya. Gangguan autisme tidak dimasukkan dalam klasifikasi diagnostik resmi hingga terbitnya Diagnostic and Statistical Manual (DSM-III) pada tahun Penerimaan resmi diagnosis autisme tertunda karena kebingungan yang terjadi dalam klasifikasi gangguan serius yang berawal di masa kanak-kanak. DSM-II menggunakan diagnosis skizofrenia di masa kanak-kanak untuk kondisi tersebut, menganggap bahwa autisme hanyalah bentuk skizofrenia pada orang dewasa dengan onset dini, namun bukti yang ada mengindikasikan bahwa skizofrenia dengan onset kanak-kanak dan autisme merupakan dua gangguan yang berbeda (Frith, Rutter & Schopler dalam Davidson, Gerald, Neale & Kring, 2010). Meskipun penarikan diri dari kehidupan sosial dan efek yang tidak sesuai yang terlihat pada anak-anak autisme tidak mengalami halusinasi dan delusi, dan dia atas semuanya, tidak mengalami skizofrenia ketika dewasa (Wing & Attwood dalam Davidson, Gerald, Neale & Kring, 2010). Untuk mengklarifikasi

10 19 perbedaan autisme dengan skizofrenia, DSM-III memperkenalkan dan dipertahankan dalam DSM-III-R, DSM-IV, dan DSM-IV-TR, istilah gangguan perkembangan pervasif. Istilah ini menekankan bahwa autisme mencakup abnormalitas serius dalam proses perkembangan itu sendiri hingga berbeda dengan berbagai ganguan jiwa yang berawal di masa dewasa. Pada saat ini Dalam DSM-IV-TR gangguan autisme hanyalah salah satu dari beberapa gangguan perkembangan pervasif. Autisme menurut istilah ilmiah kedokteran, psikiatri dan psikologi termasuk dalam gangguan perkembangan pervasif (Pervasive Developmental Disorders). Secara khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan adanya gangguan perkembangan yang menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan berbahasa, bersosialisasi, mengalami gangguan berkomunikasi dan melakukan perilaku secara berulang Karakteristik Penyandang autisme menurut Handojo (2006) mempunyai karakteristik antara lain: 1) Selektif berlebihan terhadap rangsang 2) Kurangnya motivasi untuk menjelajah lingkungan baru 3) Respon stimulus diri sehingga mengganggu integrasi sosial 4) Respon unik terhadap imbalan (reinforcement), khususnya imbalan dari stimulus diri. Anak merasa mendapat imbalan berupa hasil penginderaan terhadap perilaku stimulus dirinya, baik berupa

11 20 gerakan maupun berupa suara. Hal ini menyebabkan dia selalu mengulang perilakunya secara khas Jenis Perilaku Perilaku autisme digolongkan dalam 2 jenis, yaitu: 1) Perilaku eksesif (berlebihan) Yang termasuk perilaku ini adalah hiperaktif, tantrum(mengamuk), berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul dan sering terjadi anak menyakiti diri sendiri (self abuse). 2) Perilaku defisit Pada perilaku ini ditandai dengan adanya gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai serta ada juga defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, seperti tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun Penyebab-penyebab autisme Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab gangguan ini yaitu: 1) Faktor Biologis - Genetik (keturunan) Faktor genetik diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, meskipun bukti-bukti yang konkrit masih sulit diketemukan. Memang ditengarai adanya kelainan kromosom pada anak autisme, namun kelainan tersebut tidak berada pada kromosom yang selalu sama. Sampai saat ini penelitian masih terus dilakukan.

12 21 - Kehamilan trimester pertama Pada fase ini faktor pemicunya adalah adanya infeksi (rubella, candida, toksoplasmosis, dan sebagainya), logam berat, zat aditif (MSG, pengawet dan pewarna), alergi berat, obat-obatan, jamu peluntur, muntah-muntah hebat (hiperemesis), pendarahan berat, dan sebagainya. - Proses kelahiran Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) juga menjadi faktor pemicu terjadinya autisme, dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin, pemakaian forsep dan lain-lain. - Sesudah lahir (post partum) Pada fase ini yang menjadi faktor pemicu misalnya: infeksi ringanberat pada bayi, logam berat, protein susu sapi (kasein) dan protein tepung terigu. Tumbuhnya jamur yang berlebihan di usus sebagai akibat dari pemakaian antibiotika yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya kebocoran usus dan tidak sempurnanya pencernaan kasein dan gluten. 2) Gangguan perkembangan otak - Lobus Parietalis, penyandang autisme 43% mempunyai kelainan lobus parietalis di otaknya yang menyebabkan anak menjadi tidak peduli terhadap lingkungannya.

13 22 - Cerebellum (otak kecil), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil ini bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). - Sistem limbik, pada daerah ini terdapat hippocampus dan amygdala. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat sedangkan amygdala bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, rasa dan rasa takut. Dengan adanya kelainan di area ini maka menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kontrol terhadap agresif dan emosi, dimana anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau pasif. Selain itu anak juga mengalami kesulitan menyimpan informasi baru dan munculnya perilaku yang diulang-ulang Gejala- gejala autisme Melihat dari beberapa faktor penyebab di atas maka timbulah gejala yang dapat diamati. Gejala autisme dapat timbul sejak lahir dan anak tidak pernah mengalami perkembangan perilaku yang normal. Namun terkadang ada juga anak yang sejak lahir tampak normal dan baru berusia sekitar 2 tahun terjadi hambatan perkembangan pada perilakunya dan kemudian terjadi kemunduran (regresi). Berikut ini disajikan beberapa kriteria diagnostik dari DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual), dari grup Psikiatri Amerika.

14 23 Kriteria Gangguan Autistik dalam DSM-IV-TR 1) Enam atau lebih dari kriteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan minimal dua kriteria dari A dan masing-masing satu dari B dan C. A. Hendaya dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua dari kriteria berikut: - Hendaya yang tampak jelas dalam pengggunaan perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh. - Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan. - Kurang melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan. - Kurangnya ketimbalbalikan sosial atau emosional. B. Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut: - Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal. - Pada mereka yang cukup mampu berbicara, hendaya yang tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain. - Bahasa yang diulang-ulang atau idiosinkratik. - Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya. C. Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau streotif, terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut ini : - Preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu.

15 24 - Ketertarikan yang kaku pada ritual tertentu. - Tingkah laku stereotif. - Preokupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek. 2) Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu dari bidang berikut, berawal sebelum usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif. 3) Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau gangguan disintegratif di masa kanak-kanak. Untuk dapat melakukan deteksi dini, maka berikut ini diberikan beberapa cara untuk mengenali tanda-tanda atau gejala-gejala autisme. A. THE CHAT (Checklist for Autism in Toddlers) The CHAT (dalam Handojo, 2006) berisi beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada orang tua. Adapun daftar pertanyaan sebagai berikut: a. Apakah anak Anda suka seolah-olah melakukan sesuatu, misalnya membuat teh menggunakan cangkir atau teko mainan, atau berpura-pura yang lainnya? b. Apakah anak Anda sering menunjuk-nunjuk untuk menyatakan ketertarikannya pada sesuatu? c. Apakah anak Anda tertarik dengan anak-anak lain? d. Apakah anak Anda senang bermain ciluk-ba atau petak umpet? e. Apakah anak Anda sering membawa serta memperlihatkan barang-barang kepada Anda?

16 25 B. CHECK LIST (ICD 10 dari WHO) Check-list ini adalah referensi dari World Health Organization (WHO) yang secara lengkap dapat membantu mengamati dan mencari perilaku yang ada pada anak-anak tersebut ( dalam Handojo, 2006) Kel No. GEJALA V Jml KET. 1 a. Interaksi sosial tidak memadai: Minimal 2 Gejala * Kontak mata sangat kurang * Ekspresi wajah kurang hidup * Gerak-gerik yang kurang fokus * Menolak untuk dipeluk * Tidak menengok bila dipanggil * Menangis atau tertawa tanpa sebab * Tidak tertarik pada mainan * Bermain dengan benda yang bukan mainan b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya c. Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik 2. a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang, menarik tangan bila ingin sesuatu, bahasa isyarat tak berkembang. b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru 3. a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebihlebihan b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya, misalnya makanan dicium dulu c. Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang d. Seringkali sangat terpukau pada bagianbagian benda Minimal 1 Gejala Minimal 1 Gejala

17 26 Dari check-list di atas dapat dilihat bahwa autisme dapat ditegakkan apabila jumlah gejala semuanya minimal Penanganan autisme Dalam menangani anak autisme adalah dengan cara memberikan terapi yang sesuai, dimana terapi sebaiknya dimulai sedini mungkin sebelum usia 5 tahun. Perkembangan paling pesat dari otak manusia terjadi pada usia sebelum 5 tahun, puncaknya terjadi pada usia 2-3 tahun. Oleh karena itu apabila terapi dilakukan setelah usia 5 tahun hasilnya berjalan lebih lambat. Terapi yang akan menjadi acuan bagi penanganan anak autis adalah sebagai berikut : 1) Terapi Perilaku Terapi perilaku ini terdiri dari terapi wicara, okupasi dan menghilangkan perilaku yang asosial. 2) Terapi Biomedik Terapi ini berhubungan dengan obat-obatan yang sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati. Dosis dan jenisnya diserahkan kepada dokter spesialis yang memahami dan mempelajari autisma. 3) Sosialisasi ke sekolah reguler Terapi yang satu ini adalah tujuannya untuk melatih kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi anak penyandang autis dengan teman-teman sebayanya. 4) Sekolah khusus Di dalam pendidikan khusus ini biasanya telah diprogram dengan terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak, dimana ada terapi wicara dan terapi okupasi.

18 27 Apabila perlu ditambah dengan terapi obat-obatan, vitamin dan nutrisi yang memadai Sosialisasi Pengertian Menurut Berger (dalam Haryanto dan Nugrohadi, 2011), sosialisasi adalah proses dimana di dalamnya seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Pendapat ahli lain yaitu Cooley (dalam Haryanto dan Nugrohadi, 2011) bahwa konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain Jenis Sosialisasi Berdasarkan jenisnya sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu sosialisasi primer yang berada dalam keluarga dan sosialisasi sekunder yang berada dalam masyarakat. Menurut Goffman (dalam Hutomi, 2011) kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung dan diatur secara formal. A. Sosialisasi primer Berger dan Luckmann (dalam Hutomi, 2011) mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota keluarga. Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk sekolah, dimana anak mulai

19 28 mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap anak mulai membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. B. Sosialisasi sekunder Sosialisasi sekunder adalah lanjutan dari sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat Proses Sosialisasi Mead dalam bukunya Mind, Self and Society (dalam Haryanto dan Nugrohadi, 2011), menguraikan tahap pengembangan diri manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Mead (dalam Hutomi, 2011) berpendapat bahwa pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap yaitu tahap persiapan (preparatory stage), tahap meniru (play stage), tahap siap bertindak (game stage) dan tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage). a. Tahap persiapan (preparatory stage) Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri b. Tahap meniru (play stage) Tahap dimana seorang anak mulai belajar mengambil peranan orang - orang yang berada disekitarnya. Ia mulai menirukan peranan yang dijalankan orang tuanya atau orang dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi. Namun dalam tahap ini anak belum bisa memahami isi peranan-peranan yang ditirunya.

20 29 c. Tahap bertindak (game stage) Pada tahap ini menurut Mead seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankanya, tetapi telah mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Dalam tahap ini seseorang telah dapat mengambil peranan orang lain. d. Tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage) Dalam tahap ini seseorang telah dianggap mampu mengambil peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat. Ia mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami perannya sendiri serta peranan orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Hal ini dapat terlihat dimana selaku anak, ia telah memahami peranan yang dijalankan orang tuanya. Mead berpendapat pada tahap ini seseorang telah mempunyai suatu diri Agen Sosialisasi Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Jacobs (dalam Haryanto dan Nugrohadi, 2011) mengindetifikasikan empat agen sosialisasi yang utama yaitu keluarga, kelompok bermain, sistem pendidikan formal dan media massa. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa juga bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain.

21 30 1) Keluarga (kinship) Jaeger (dalam Haryanto dan Nugrohadi, 2011), berpendapat bahwa peranan agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam lingkungan keluarganya terutama orang tuanya sendiri. Agen sosialisasi dalam keluarga meliputi ayah, ibu, saudara kandung dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Namun terkadang agen sosialisasi menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. 2) Kelompok bermain Kelompok bermain pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat dimana hal ini dapat dilihat dengan adanya perbedaan usia, pengalaman, dan peranan. Sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan-peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan. 3) Lembaga pendidikan formal Agen sosialisasi berikutnya adalah sistem pendidikan formal yaitu sekolah. Di sini seseorang mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga. Pendidikan formal mempersiapkannya untuk penguasaan peran-peran baru di kemudian hari, dikala seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya.

22 31 Dreeben (dalam Haryanto dan Nugrohadi, 2011) berpendapat bahwa dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universalism), dan spesifitas (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. 4) Media massa Light, Keller, dan Calhoun (dalam Haryanto dan Nugrohadi, 2011) mengemukakan bahwa media massa yang terdiri dari media cetak dan elektronik. Media cetak yang dimaksud adalah berupa surat kabar, majalah, dan tabloid. Sedangkan media elektronik seperti radio, televisi, video dan film. Besarnya pengaruh media tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan Aspek-aspek sosialisasi Menurut Hutomi (2011) ada beberapa aspek yang mempengaruhi sosialisasi yaitu : 1) Kesiapan atau kematangan pribadi seseorang Pendidikan yang diberikan pada anak mensyaratkan bahwa sosialisasi memerlukan kesiapan dalam menjalani proses tersebut yaitu potensi manusia untuk belajar dan kemampuan bahasa.

23 32 2) Lingkungan/Sarana sosialisasi Potensi manusia tidak dapat berkembang secara otomatis melainkan memerlukan lingkungan sosial yang tepat. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: - Interaksi dengan sesama Dalam interaksi diperlukan pertumbuhan kecerdasan, pertumbuhan sosial, emosional, mempelajari pola-pola kebudayaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Melalui interaksi seseorang dapat belajar tentang pola perilaku yang tepat serta belajar hak, kewajiban dan tanggung jawab. - Bahasa Bahasa digunakan untuk mempelajari simbol-simbol kebudayaan, merumuskan dan memahami kebudayaan, memahami gagasan yang kompleks dan menyatakan pandangan maupun nilai seseorang. - Cinta/Kasih sayang Cinta sangat diperlukan untuk kesehatan mental dan fisik seseorang. Lingkungan dimana ia tinggal sangat berpengaruh pada sosialisasi. Lingkungan yang baik maupun yang buruk akan mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang terutama anak-anak Pola-pola Sosialisasi Pola-pola sosialisasi menurut Haryanto dan Nugrohadi (2011) terdiri dari dua yaitu:

24 33 1) Sosialisasi refresif (refressive socialization) Pada pola ini menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lainnya menurut Jaeger seperti penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan kepatuhan anak pada orang tua, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, non verbal dan berisi perintah. Penekanan titik berat sosialisasi pada orang tua dan pada keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai bagian diri terpenting (significant other). 2) Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) Pola ini merupakan pola yang di dalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku baik ; hukuman dan imbalan bersifat simbolik ; anak diberi kebebasan ; penekanan diletakkan pada interaksi ; komunikasi bersifat lisan ; anak menjadi pusat sosialisasi ; keperluan anak dianggap penting ; keluarga menjadi penyamarataan dengan diri sendiri (generalized other) Bentuk-bentuk Tingkah Laku Sosial Pola tingkah laku yang terbentuk pada masa bayi adalah sebagai landasan terbentuknya tingkah laku sosial yang ditemui pada masa anak-anak, tetapi beberapa diantaranya merupakan bentuk tingkah laku yang baru dan beberapa diantaranya merupakan bentuk tingkah laku yang tidak sosial bahkan juga anti

25 34 sosial. Meskipun demikian bentuk-bentuk tingkah laku tersebut merupakan hal yang terpenting bagi proses sosialisasi. Menurut Somantri (2006) bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang biasa dijumpai pada masa anak-anak adalah: 1) Negativisme MacFarlene dkk (dalam Somantri, 2006) mendefinisikan negativisme sebagai gabungan antara keyakinan diri, perlindungan diri dan penolakan terhadap yang berlebihan. Negativisme merupakan akibat dari suatu situasi sosial, seperti disiplin yang terlalu keras atau sikap orang dewasa yang tidak toleran. Negativisme pada anak-anak kecil dinyatakan dalam bentuk tindakan fisik, berpura-pura tidak mendengar, menolak makan dan mengompol. Antara usia anak empat dan enam tahun, pengungkapan dalam bentuk verbal meningkat sedangkan bentuk reaksi fisik menurun. Pada masa ini, anak mulai mempergunakan dusta-dusta untuk mempertahankan diri, mengeluh dan sebagainya. 2) Agresi Agresi merupakan tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan rasa benci. Semua anak dalam batas-batas tertentu bersifat agresif. Sebelum anak berusia 4 tahun, ia hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk mengadakan kontak dengan orang lain sehingga mempunyai sedikit kesempatan untuk mengungkapkan agresifnya. Penyebab munculnya agresif pada anak-anak adalah frustasi,

26 35 keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan perlindungan dari rasa tidak aman, dan identifikasi dari orang tua yang agresif. Beberapa tingkah laku agresif yang biasa dijumpai pada masa anak-anak adalah: a. Bertengkar Merupakan ungkapan rasa marah yang dibuat dengan menyerang orang lain. b. Mengejek dan mengganggu Mengejek diartikan sebagai serangan yang bersifat verbal pada orang lain dengan maksud supaya orang yang diejek menjadi marah, sedangkan mengganggu adalah sebagai tindakan yang menimbulkan rasa sakit dalam arti fisik dan orang yang melakukannya memperoleh kenikmatan dengan melihat korbannya kesakitan. 2. Kerjasama Kerjasama baru terlihat pada saat anak berusia tiga atau empat tahun. Semakin banyak anak bergaul dengan orang lain, maka makin cepat dia dapat bekerja sama. 3. Tingkah laku menguasai Yaitu tindakan untuk mencapai atau mempertahankan penguasaan suatu situasi sosial, apabila diarahkan dengan tepat akan berkembang menjadi pemimpin.

27 36 4. Kemurahan hati Adalah kecenderungan anak untuk mengesampingkan diri sendiri demi kepentingan kelompok. 5. Ketergantungan Yaitu sebagai keinginan untuk mendapat bantuan dari orang lain untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya sendiri atau dianggapnya tidak dapat dilakukan sendiri. Pada awalnya anak menunjukkan ketergantungan pada orang tua kemudian beralih kepada kakak-adiknya sebagai pengganti orang tua dan ketergantungan kepada kelompok seusianya. 6. Persahabatan Anak-anak menunjukkan persahabatan baik dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain. Kontak sosial merupakan kebutuhan, bila tidak terpenuhi akan menyebabkan perasaan kurang enak pada diri anak. Anak-anak mengungkapkan persahabatan dalam bentuk tindakan seperti memeluk, membelai, mencium dan sebagainya. Dengan meningkatnya kemampuan verbal anak, maka persahabatan diungkapkan dalam bentuk verbal. 7. Simpati Simpati diartikan sebagai kemungkinan untuk terpengaruh keadaan emosional orang lain, dan hal ini dimungkinkan dengan adanya kemampuan seseorang untuk membayangkan dirinya pada posisi orang lain. Seorang anak menunjukkan simpati pada orang lain dengan cara

28 37 menolong, melindungi atau mempertahankan orang dari hal-hal yang mengganggu Kerangka Berpikir Karakteristik Autisme Jenis Perilaku Penanganan Sosialisasi Penyebab Gejala

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan. dan Warren, masyarakat pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan. dan Warren, masyarakat pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut : BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan Seperti telah diungkap oleh berbagai literatur ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu menginginkan anaknya berkembang menjadi

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 4. SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIANLATIHAN SOAL BAB 4. Pemerintah. Masyarakat. Media Massa.

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 4. SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIANLATIHAN SOAL BAB 4. Pemerintah. Masyarakat. Media Massa. SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 4. SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIANLATIHAN SOAL BAB 4 1. Seorang anak sebagai generasi penerus dibekali dengan keimanan, ketakwaan serta pemahaman pada nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui

Lebih terperinci

AUTISM. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

AUTISM. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS AUTISM Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS AUTISM DAN PDD PDD = ASD Leo Kanner,1943 Early Infantile Autism Hans Asperger, 1944 Asperger Syndrome Autism Asperger Syndrome Rett Syndrome CDD PDD-NOS Mental

Lebih terperinci

Bab 2 Anak-anak yang tidak dapat mendengar dengan baik membutuhkan bantuan dini

Bab 2 Anak-anak yang tidak dapat mendengar dengan baik membutuhkan bantuan dini Bab 2 Anak-anak yang tidak dapat mendengar dengan baik membutuhkan bantuan dini Di Dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, semua anak, termasuk anakanak tunarungu atau yang tidak dapat mendengar dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Sejak bayi, manusia telah berkomunikasi dengan orang lain, yaitu ibu dan ayahnya. Menangis di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Istilah autis sudah cukup populer di kalangan masyarakat, karena banyak media massa dan elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara mendalam. Autisme

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Autisme 2.1.1. Definisi Autisme bukan suatu penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) terjadi penyimpangan perkembangan sosial, gangguan kemampuan berbahasa dan kepedulian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA i MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi anak yang terlahir normal, para orang tua relatif mudah dalam mengasuh dan mendidik mereka. Akan tetapi, pada anak yang lahir dengan berkelainan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1980, jarang ditemukan penyandang autisme. Namun akhir-akhir ini, jumlah penyandang autisme terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kasus kekerasan seksual pada anak (KSA) semakin marak menjadi sorotan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kasus kekerasan seksual pada anak (KSA) semakin marak menjadi sorotan BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kasus kekerasan seksual pada anak (KSA) semakin marak menjadi sorotan di berbagai macam media cetak maupun elektronik. Usia pelaku dan korban pun bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Pengantar Variasi potensi dan masalah yang terdapat pada ABK Pemahaman yang beragam tentang ABK Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes Definisi ANAK DULU: < 12 THN; < 15 THN; < 16 THN UU Tenaga Kerja, UU Perkawinan [UU No. 9 TAHUN 1979 ttg Kesejahteraan Anak: USIA < 21 thn dan

Lebih terperinci

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi.

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. 1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu dari konsepsi sampai dewasa. Dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan bawaan 2. Pada periode tertentu ada masa percepatan dan

Lebih terperinci

Tumbuh kembang anak. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Tumbuh kembang anak. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH Tumbuh kembang anak Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH Pokok bahasan Pendahuluan Definisi pertumbuhan & perkembangan Tumbuh kembang janin Tumbuh kembang anak 0 5 tahun Tumbuh kembang anak 6 10 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI

KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI PPB-FIP FIP-UPI PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL KONDISI ATAU KEADAAN MENTAL YANG SEHAT SERTA TERWUJUDNYA KEHARMONISAN YANG SUNGGUH- SUNGGUH ANTARA FUNGSI JIWA UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Peaget (1896) dalam buku Konsep dan Makna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut akan dapat tercapai jika

PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut akan dapat tercapai jika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Usia Sekolah

Karakteristik Anak Usia Sekolah 1 Usia Sekolah Usia Sekolah 2 Informasi Umum dengan Disabilitas 3 Usia Sekolah Anak dengan Disabilitas Anak Dengan Disabilitas adalah anak yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Deteksi dan Stimulasi Perkembangan Anak Usia 0-36 bulan ini dikembangkan oleh peneliti untuk dijadikan pedoman bagi kader posyandu dalam rangka mengamati perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan diri menurut Hurlock (1973) adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis 14 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis merupakan harapan bagi semua orangtua yang sudah menantikan kehadiran anak dalam kehidupan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar 15-20 tahun yang lalu, autisme pada masa kanak-kanak dianggap sebagai gangguan perkembangan yang sangat jarang terjadi. Hanya ditemukan dua hingga

Lebih terperinci

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS 2.1 Definisi Informasi Informasi adalah ilmu pengetahuan yang didapatkan dari hasil belajar, pengalaman, atau instruksi. Namun informasi memiliki banyak arti bergantung

Lebih terperinci

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini yang menjadi pondasi bagi pendidikan selanjutnya sudah seharusnya

Lebih terperinci

BAB V SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

BAB V SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB V SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI Titing Rohayati 1 ABSTRAK Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan

Lebih terperinci

Checklist Indikator. PERKEMBANGANANAK Usia 0-1 tahun. Sumber: Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007

Checklist Indikator. PERKEMBANGANANAK Usia 0-1 tahun. Sumber: Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007 -1 Checklist Indikator PERKEMBANGANANAK Usia 0-1 tahun Sumber: Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007 Diolah oleh: http://www.rumahinspirasi.com MORAL & NILAI AGAMA a. Dapat

Lebih terperinci

Fenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim

Fenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim TANGGUNG JAWAB MORAL ORANG TUA ANAK ABK DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN PENDIDIKAN DAN SOLUSINYA Oleh: Rahayu Ginintasasi JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2009 Fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pemberian layanan agar anak dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan definisi dan teori-teori yang dapat dijadikan landasan berfikir peneliti dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik ini. Teori yang akan diutarakan

Lebih terperinci

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY Pedoman Identifikasi Anak Autis Sukinah jurusan PLB FIP UNY Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu bangsa. Setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya adalah masa remaja akhir (19-22 tahun) pada masa ini remaja ditandai dengan persiapan akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin dikenal seturut dengan semakin meningkatnya jumlah anak yang didiagnosis sebagai penyandang

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai BABl PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai dari masa pra lahir, masa bayi, masa awal anak-anak, pertengahan masa anakanak dan akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perbedaannya hanya mereka membutuhkan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya akan menjadikan penerus bagi keturunan keluarganya kelak. Setiap anak

BAB I PENDAHULUAN. tentunya akan menjadikan penerus bagi keturunan keluarganya kelak. Setiap anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran buah hati pasti sudah sangat berarti bagi orang tua, yang tentunya akan menjadikan penerus bagi keturunan keluarganya kelak. Setiap anak pasti melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap keluarga khususnya orang tua menginginkan anak yang lahir dalam keadaan sehat, tidak mengalami kecacatan baik secara fisik maupun mental. Salah satu contoh dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan luar biasa mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Manusia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira Apakah Autisme Itu? A U T I S M E Gangguan Perkembangan Neurobiologis yg Kompleks, yang terjadinya atau gejalanya sudah muncul pada anak sebelum berusia Tiga tahun. Gangguan perkembangan yg terjadi mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk individual dan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk individual dan sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individual dan sosial dalam kehidupan sehari-harinya yang senantiasa berinteraksi antara satu dengan lainnya. Sebagai makhluk individual

Lebih terperinci

Perkembangan Individu

Perkembangan Individu Perkembangan Individu oleh : Akhmad Sudrajat sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/perkembangan-individu/ 1. Apa perkembangan individu itu? Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki anak adalah suatu kebahagiaan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat, BAB I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat, informasi menjadi cepat tersebar ke seluruh pelosok Indonesia melalui berbagai

Lebih terperinci

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Rentang Perkembangan Manusia UMBY 1. Neonatus (lahir 28 hari) Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan. 2. Bayi (1

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 tahun Pada tahun pertama kehidupan ditandai dengan pertumbuhan fisik, maturasi, kemampuan yang semakin terasah, dan reorganisasi psikologis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme Struktural Talcott Parson (dalam Ritzer, 2004:121) beranggapan bahwa suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab

Lebih terperinci