PENGKONDISI SINYAL ANALOG 2.2 PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGKONDISI SINYAL ANALOG 2.2 PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG"

Transkripsi

1 PENGKONDISI SINYAL ANALOG 2. PENDAHULUAN Bermacam-macam transduser yang diperlukan untuk mantransformasi bermacam-macam variabel dinamik dalam sistem kontrol proses ke listrik analog menghasilkan bermacam-macam karakteristik sinyal resultan. Pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversinya ke bentuk yang susuai dengan interface dengan elemen-elemen yang lain dalam loop kontrol proses. Dalam bab ini difokuskan pada konversi analog, dimana output dikondisikan pada sinyal analog. 2.2 PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG Sebuah transduser mengukur suatu variabel dinamik dengan mengkonversinya kedalam sinyal elektrik. Untuk mengembangkan transduser seperti ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi alam sehingga hanya ada beberapa tipe yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Efek pengkondisi sinyal sering dinyatakan dengan fungsi alihnya (transfer function). Dengan istilah ini kita menghubungkan efek yang ditimbulkan dengan sinyal input. Jadi, sebuah amplifier sederhana mempunyai fungsi alih dari beberapa konstanta yang, ketika dikalikan dengan tegangan input, memberikan tegangan output Perubahan Level Sinyal Metode paling sederhana dari pengkondisi sinyal adalah pengubahan level sinyal. Contoh yang paling umum adalah untuk penguatkan atau pelemahkan level tegangan. Secara umum, aplikasi kontrol proses dihasilkan dalam variasi sinyal frekuensi rendah secara lambat dimana amplifier respon d-c atau frekuensi rendah bisa dipakai. Suatu faktor penting dalam pemilihan sebuah amplifier adalah impedansi input yang amplifier tawarkan kepada transduser (atau elemen-elemen lain yang menjadi input) Linierisasi Linierisasi bisa dihasilkan oleh sebuah amplifier yang gainnya sebuah fungsi level tegangan untuk melinierkan semua variasi tegangan input ke tegangan output. Sebuah contoh sering terjadi pada sebuah transduser dimana outputnya adalah eksponensial berkenaan dengan variabel dinamik. Pada Gambar 2. dapat dilihat sebuah contoh yang dimaksud dimana tegangan transduser diasumsikan eksponensial terhadap intensitas cahaya I. Bisa dituliskan sebagai V I = V 0 e -αt+ (2-) Dimana V I V 0 α = tegangan output pada intensitas I = tegangan intensitas zero = konstanta eksponensial

2 I = intensitas cahaya Untuk melinierkan sinyal ini digunakan secara logaritma terhadap input amplifier yang outputnya bervariasi V A = K ln(v IN ) (2-2) Dimana V A = tegangan output amplifier K = konstanta kalibrasi V IN = tegangan input amplifier = V I [dalam Pers. (2-)] Dengan substitusi Persamaan (2-) ke Persamaan (2-2) dimana V IN = V I diperoleh V A = K ln(v 0 ) αki (2-3) Gambar 2. Contoh sebuah output transduser nonlinier. Disini, intensitas cahaya diasumsikan untuk menghasilkan tegangan output. Gambar 2.2 Pengkondisi sinyal yang bagus menghasilkan tegangan output yang berubah secara linier terhadap intensitas cahaya. Output amplifier berubah secara linier dengan intensitas tetapi dengan offset K ln V 0 dan faktor skala dari αk seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2.

3 Untuk mengeliminasi offset dan menyediakan kalibrasi yang diinginkan dari tegangan versus intensitas dapat digunakan pengkondisi sinyal Konversi Sering kali, pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversi suatu tipe variasi elektrik kepada tipe lainnya. Sehingga, satu kelas besar dari transdusertransduser menyediakan perubahan tahanan dengan perubahan dalam variabe dinamik. Dalam kasus ini, adalah perlu dibuat sebuah rangkaian untuk mengkonversi perubahan tahanan ini baik kedalam sinyal tegangan maupun arus. Secara umum ini dipenuhi oleh jembatan-jembatan bila perubahan sebagian tahanan adalah kecil dan/atau dengan amplifier-amplifier yang gainnya berubah terhadap tahanan Penapis dan Penyesuai Impedansi Sering sinyal-sinyal gangguan dari daya yang besar muncul dalam lingkungan industri, seperti sinyal-sinyal frekuensi saluran standar 60 Hz dan 400 Hz. Transien start motor juga dapat mengakibatkan pulsa-pulsa dan sinyal-sinyal yang tidak diperlukan lainnya dalam loop kontrol proses. Dalam banyak kasus, perlu digunakan high pass, low pass dan notch filter untuk mengurangi sinyalsinyal yang tidak diinginkan dari loop. Filter seperti ini dapat dipenuhi oleh filter pasif yang hanya menggunakan resistor, kapasitor, induktor, atau filter aktif, menggunakan gain dan feedback. Penyesuai impednsi adalah sebuah elemen penting dari pengkondisi sinyal ketika impedansi internal transduser atau impedansi saluran dapat mengakibatkan error dalam pengukuran variabel dinamik. Baik jaringan aktif maupun pasif juga dipakai untuk menghasilkan penyesuai seperti ini. 2.3 RANGKAIAN JEMBATAN DAN POTENSIOMETER Rangkaian jembatan terutama digunakan sebagai sebuah alat pengukur perubahan tahanan yang akurat. Rangkaian seperti ini terutama berguna bila perubahan fraksional dalam impedansi sangat kecil. Rangkaian potensiometerik digunakan untuk mengukur tegangan dengan akurasi yang baik dan impedansi sangat tinggi Rangkaian Jembatan Rangkaian jembatan adalah rangkaian pasif yang digunakan untuk mengukur impedansi dengan teknik penyesuaian potensial. Dalam rangkaian ini, seperangkat impedansi yang telah diketahui secara akurat diatur nilaianya dalam hubungannya terhadap satu yang belum diketahui sampai suatu kondisi yang ada dimana perbedaan potensial antara dua titik dalam rangkaian adalah nol, yaitu setimbang. Kondisi ini menetapkan sebuah persamaan yang digunakan untuk menemukan impedansi yang tidak diketahui berkenaan dengan nilai-nilai yang diketahui.

4 JEMBATAN WHEATSTONE Rangkaian jembatan yang paling sederhana dan paling umum adalah jembatan d-c Wheatstone seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3. Rangkaian ini digunakan dalam aplikasi pengkondisi sinyal dimana transduser mengubah tahanan dengan perubahan variabel dinamik. Beberapa modifikasi dari jembatan dasar ini juga dipakai untuk aplikasi spesifik lainnya. Pada Gambar 2.3 obyek yang diberi label D adalah detektor setimbang yang digunakan untuk membandingkan potensial titik a dan b dari rangkaian. Dalam aplikasi paling modern detektor setimbang adalah amplifier diferensial impedansi input sangat tinggi. Dalam beberapa kasus, Galvanometer yang sensitif dengan impedansi yang relatif rendah bisa digunakan, khususnya untuk kalibrasi atau instrumeninstrumen pengukuran tunggal. Untuk analisis awal kita, anggap impedansi detektor setimbang adalah tak hingga, yaitu rangkaian terbuka. Gambar 2-3 Jembatan d-c Wheatstone Dalam kasus ini beda potensial, V antara titik a dan b, adalah V = V a V b (2-4) Dimana V a V b = potensial titik a terhadap c = potensial titik b terhadap c Nilai V a dan V b sekarang dapat dicari dengan memperhatikan bahwa V a adalah hanya tegangan sumber, V, dibagi antara R dan R 3 V a VR R R 3 (2-5) 3 Dengan cara yang sama V b adalah tegangan yang terbagi diberikan oleh

5 V b VR R R 4 (2-6) 2 4 Dimana V = tegangan sumber jembatan R,R2,R3,R4 = resistor-resistor jembatan seperti diberikan oleh Gambar 2.3. Jika sekarang kita kombinasikan Persamaan (2-4), (2-5), (2-6), beda tegangan atau offset tegangan, dapat ditulis VR R R 3 4 V (2-7) 3 VR R R Setelah beberapa aljabar, pembaca dapat memperlihatkan bahwa persamaan ini berkurang menjadi 2 4 R2R3 R R4 V V (2-8) R R ).( R R ) ( Persamaan (2-8) memperlihatkan bagaimana beda potensial melalui detektor adalah fungsi dari tegangan sumber dan nilai resistor. Karena tampilan yang berbeda dalam numerator Persamaan (2-8), jelas bahwa kombinasi khusus dari resistor dapat ditemukan yang akan menghasilkan perbedaan nol dan tegangan nol melewati detektor, yaitu, setimbang. Jelas, kombinasi ini, dari pemeriksaan Persamaan (2-8), adalah R 3 R 2 = R R 4 (2-9) Persamaan (2-9) mengindikasikan bahwa kapan saja sebuah jembatan Wheatstone dipasang dan resistor diatur untuk setimbang detektor, nilai-nilai resistor harus memenuhi persamaan yang diindikasikan. Tidak masalah jika tegangan sumber berubah, kondisi setimbang dipertahankan. Persamaan (2-8) dan (2-9) menekankan aplikasi jembatan Wheatstone untuk aplikasi kontrol proses yang menggunakan detektor impedansi input tinggi Rangkaian Potensiometer Pengukuran tegangan dalam kontrol proses sering kali harus dibuat pada impedansi sangat tinggi dan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Banyak rangkaian modern yang menggunakan divais aktif telah dikembangkan pada akhir-akhir ini untuk melakukan pengukuran-pengukuran seperti ini. Selama bertahun-tahun metode yang dapat diandalkan untuk pengukuran-pengukuran seperti ini, yang akurat dan impedansi tinggi, hanya potensiometer. Pada dasarnya, rangkaian ini adalah sebuah pembagi tegangan yang mengukur tegangan yang tidak diketahui dengan mengatur yang telah diketahui, yaitu tegangan yang terbagi sampai sesuai/cocok dengan yang diketahui. Teknik ini dapat difahami dari satu

6 pemeriksaan Gambar 2.0. Pembagi tegangan dikonstruksi oleh R, R 2 dan R secara seri yang dihubungkan ke tegangan sumber kerja., V w. R 2 adalah resistor presisi dan tertentu, sedangkan R adalah resistor yang presisi dan variabel linier. Resistor kalibrasi R adalah variabel (yang nilai sebenarnya belum pernah digunakan dalam perhitungan apa pun), dan V w adalah sumber yang mempunyai tegangan yang memadai (seperti yang akan ditetapkan nanti) dan stabil. Supply V REF adalah sebuah standar kalibrasi yang mempunyai tegangan yang telah diketahui secara akurat. Unit D dan D 2 keduanya adalah detektor setimbang dan bisa berupa galvanometer ataupun detektor tegangan impedansi tinggi. V x adalah tegangan yang tidak diketahui yang akan diukur. Gambar 2.0 Sebuah rangkaian dasar potensiometer Kalibrasi dari pembagi tegangan dipenuhi dengan menutup saklar S dan mengatur R sampai detektor D mengindikasikan setimbang. Dalam kondisi ini kita akan menetapkan/membuktikan bahwa V a = V REF sesuai akurasi dari detektor kesetimbangan. Secara efektif ini mengkalibrasi rangkaian pembagi karena V a dibagi antara resistor presisi R dan R 2. Penyapu R menyapu tegangan antara zero pada bagian bawah dan V b pada bagian atas dari resistor variabel. Tegangan V b dicari dari Vb = RVa R R 2 (2-23) Karena V a = V REF, kita mempunyai identifikasi V b secara langsung dalam hubungan V REF. Sekarang jika penyapu R adalah bagian/pecahan α dari sisi ground, tahanan diatas penyapu adalah (-α)r. Jika sebuah tegangan yang tidak diketahui diberikan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.0 dan penyapu diatur sampai detektor D 2 menunjukkan nol, tegangan penyapu dan tegangan yang tidak diketahui adalah sama. Jadi, tegangan yang tidak diketahui diberikan oleh V x = αv b Dimana α = bagian/pecahan R untuk terjadinya kondisi setimbang V b = tegangan titik b yang diberikan oleh Persamaan (2-23)

7 Dalam beberapa kasus resitor variabel R diberi penskalaan dengan pembagian, seperti pembagian yang dapat dibaca 000. Dalam kasus ini, α adalah hanya sejumlah pembagian yang menghasilkan keadaan setimbang dari detektor D 2. Perhatikan bahwa sekali pembagi dikalibrasi, tegangan acuan V REF dan detktor D tidak diperlukan lebih lama. CONTOH 2.9 Sebuah rangkaian potensiometer mempunyai R = k dengan pembagian 000, R 2 = 2500, dan sebuah acuan V REF =,00329 V dengan kondisi setimbang untuk α = 225 pembagian. Cari tegangan yang tidak diketahui! PENYELESAIAN Dari Gambar 2.0 kita cari V b, dimana kalibrasi mengeset V a =,00329, hingga RVa Vb = R R2 (000)(,00329) Vb = ,28665 volt (2-23) dengan α = 225 pembagian, kita lihat bahwa V x adalah Vx = (0,28665) 0,0645 volt CONTOH 2.0 Rancanglah sebuah potensiometer yang akan mengukur 0-00 mv dengan resistor variabel k pembagian 000. Gunakan sebuah batre kerja 6 volt dan sebuah sel acuan,35629 volt. PENYELESAIAN Sasaran pertama kita adalah menentukan nilai R 2 yang akan memberikan V b = 00 mv. Ini bisa dicari dari Persamaan (2-23) 0, volt = (,35629)(k ) R k 2 Penyelesaian untuk R 2 kita dapatkan R 2 = 2,5629 K

8 Sekarang R dapat dicari dengan mengetahui bahwa 6, ,64 harus jatuh di R pada arus pembagi. Arus pembagi ini adalah I I I D D D V REF R R 2,35629 k 2,563k 0, ma Kemudian kita cari R 46,6 k Kita pilih sebuah resistor variabel untuk menyediakan tahanan tersebut. 2.4 OPERASIONAL AMPLIFIER Seperti dibahas dalam bagian 2.2, ada banyak macam syarat untuk pengkondisi sinyal dalam kontrol proses. Dalam bagian 2.3 dianggap dua hal umum, rangkaian pasif yang dapat memberikan operasi sinyal yang diperlukan, jembatan dan potensiometer. Detektor yang digunakan dalam rangkaian jembatan dan potensiometer yang digunakan dalam sistem kontrol proses terdiri dari tabung dan rangkaian transistor. Dalam kasus lain dimana transformasi impedansi, amplifikasi, dan operasi lain yang diperlukan, rangkaian dirancang bergantung pada komponen elektronik diskrit. Dengan kemajuan yang luar biasa dalam bidang elektronik dan integrated circuit (IC), syarat untuk mengimplementasikan desain dari komponen-komponen diskrit telah memberikan cara menuju metode yang lebih mudah dan lebih handal untuk pengkondisi sinyal. Banyak rangkaian khusus dan amplifier untuk tujuan umum sekarang berada dalam paket Intergrated Circuit (IC) menghasilkan solusi yang cepat untuk masalah-masalah pengkondisi sinyal bersama dengan ukuran kecil, konsumsi daya rendah, dan harganya murah. Secara umum, aplikasi dari IC memerlukan pengetahuan tentang jalur yang tersedia dari peralatan yang demikian, spesifikasi dan batasannya, sebelum dapat diaplikasikan untuk masalah khusus. Terpisah dari IC-IC yang dikhususkan ada juga tipe dari amplifier yang mendapatkan aplikasi yang luas seperti blok pembentuk dari aplikasi pengkondisi sinyal. Peralatan ini, disebut operasi amplifier (op amp), telah ada selama bertahun-tahun, awalnya dibuat dari tabung, kemudian transistor diskrit, dan sekarang integrated circuit. Meski banyak jalur dari op amp dengan bermacam spesifikasi khusus ada dari beberapa pabrik, semuanya memiliki karakteristik umum dalam operasi yang dapat dipakai dalam rancangan dasar berkaitan dengan op amp umum.

9 2.4. Karakteristik Op Amp Dengan sendirinya, op amp adalah amplifier elektronik yang sangat sederhana dan nampak tak berguna. Dalam Gambar 2.a kita dapat lihat simbol standar dari op amp dengan penandaan input (+) dan input (-), dan output. Input (+) juga disebut input noniverting (tidak membalik) dan (-)input inverting (membalik). Hubungan dari input op amp dan output sungguh sangat sederhana, seperti yang terlihat dengan menganggap dari deskripsi idealnya. OP AMP IDEAL Untuk menjelaskan respon dari op amp ideal, kita menamai V tegangan pada input (+), V 2 tegangan pada terminal input (-), dan V 0 tegangan output. Idealnya, jika V-V2 adalah positif (V>V2), maka V0 saturasi positif. Jika V-V2 adalah negatif (V2>V), maka V0 saturasi negatif seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.b. Input (-) disebut input inverting. Jika tegangan dalam input ini adalah lebih positif dibandingkan pada input (+), output saturasi negatif. Amplifier ideal ini mempunyai gain tak terbatas karena perbedaan yang sangat kecil antara V dan V2 hasilnya adalah output saturasi. Karakteristik lain dari op amp adalah () impedansi tak terhingga antar input-inputnya dan (2) impedansi output zero. Pada dasarnya, op amp adalah peralatan yang mempunyai hanya dua keadaan output, +Vsat dan Vsat. Dalam praakteknya, peralatan ini selalu digunakan dengan umpanbalik dari output ke input. Umpanbalik seperti ini menghasilkan implementasi dari berbagai hubungan khusus antara tegangan input dan output. Vo +V SAT V - V 2 -V SAT (a) (b) Gambar 2. Op amp. (a) Simbol. (b) Karakteristik ideal dari sebuah op amp AMPLIFIER INVERTING IDEAL Untuk melihat bagaimana op amp digunakan, perhatikan rangkaian pada Gambar 2.2. Disini resistor R2 digunakan untuk umpan balik output ke input inverting dari op amp dan R menghubungkan tegangan input Vin dengan titik yang sama

10 ini. Hubungan bersama disebut titik penjumlahan (summing point). Dapat dilihat bahwa dengan tanpa umpanbalik dan (+) digroundkan, Vin>0 menjadikan output saturasi negatif, sedangkan Vin<0 menjadikan output saturasi positif. Dengan umpanbalik, output menyesuaikan dengan tegangan sedemikian hingga:. Tegangan summing point sama dengan level input (+) op amp, dalam keadaan ini adalah nol/zero. 2. Tidak ada aliran arus melalui terminal-terminal input op amp karena anggapan impedansi tak hingga. Dalam keadaan ini, jumlah dari arus pada summing point harus nol. I +I 2 = 0 (2-24) Karena tegangan pada summing point dianggap nol, kita mempunyai Vin Vout 0 (2-25) R R dari Persamaan (2-25), kita dapat menuliskan respon rangkaian sebagai 2 V out = - R2 Vin (2-26) R Jadi, rangkaian pada Gambar 2.2 adalah amplifier inverting dengan gain R2/R yang digeser 80 0 dalam fase (terbalik) dari input. Alat ini juga merupakan attenuator dengan menjadikan R2 < R. Gambar 2.2 Amplifier inverting Pendekatan serupa dapat dipakai untuk analisis ideal dari banyak rangkaian op amp yang lainnya dimana langkah () dan (2), yang diberikan diatas, membawa kepada persamaan-persamaan seperti Persamaan (2-24) dan (2-25). Akan tetapi, harus kita perhatikan bahwa amplifier inverting dari Gambar 2.2 mempunyai impedansi input R yang, secara umum, bisa tidak tinggi. Sehingga, meskipun didukung dengan sifat dari gain variabel atau attenuasi, rangkaian ini tidak mempunyai impedansi input yang tinggi.

11 EFEK-EFEK NONIDEAL Analisis dari rangkaian op amp dengan respons nonideal dilakukan dengan memperhatikan parameter-parameter berikut:. Gain open loop berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai gain tegangan seperti ditunjukkan oleh respons amplifier dalam Gambar 2.3a. Gain tegangan dinyatakan sebagai perubahan dalam tegangan output, V o, dihasilkan dengan perubahan dalam tegangan input differensial [V- V2]. 2. Impedansi input berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai impedansi input dan, sebagai konsekuensi, tegangan berhingga dan arus melalui terminal input. 3. Impedansi output tidak nol. Op amp yang sebenarnya mempunyai impedansi output tidak nol, meskipun impedansi output rendah ini khsusunya hanya beberapa ohm. a) Karakteristik nonideal op amp b) Efek-efek nonideal Gambar 2.3 Tipe-tipe efek nonideal dalam analisis op amp dan rangkaian Dalam aplikasi modern efek nonideal ini dapat diabaikan dalam desain rangkaian op amp. Contohnya, anggap rangkaian dari Gambar 2.3b dimana impedansi berhingga dan gain dari op amp adalah sudah termasuk. Kita dapat menggunakan analisis rangkaian standar umtuk menemukan hubungan antara tegangan input dan output untuk rangkaian ini. Penjumlahan arus pada titik penjumlan diberikan I + I 2 + I s = 0 Kemudian, masing-masing arus dapat diidentifikasi dalam kaitannya dengan parameter-parameter rangkaian untuk memberikan Vin Vs Vo Vs R R 2 Vs Zin 0 Akhirnya, dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan di atas, kita cari

12 R2 Vo = - Vin (2-27) R Dimana = Zo R 2 R2 R2 R Zin Zo A R2 (2-28) Jika kita anggap bahwa sangat kecil bila dibandingkan dengan kesatuan, maka Persamaan (2-27) terduksi ke keadaan ideal yang diberikan oleh Persamaan (2-26). Tentu, jika nilai khusus untuk IC op amp dipilih untuk satu keadaan dimana R2/R = 00, kita dapat tunjukkan bahwa <<. Contohnya, biasnya, IC op amp untuk kegunaan umum menunjukkan A = Z 0 = 75 Z in = 2 M Jika digunakan tahanan umpan balik R2 00k dan mensubstitusikan nilai diatas kedalam Persamaan (2-28), didapatkan = 0,0005 yang menunjukkan bahwa gain untuk persamaan (2-27) berbeda dari yang ideal dengan hanya 0,05%. Tentu saja, cara ini hanya satu contoh dari banyak rangkaian op amp yang digunakan, tetapi sebetulnya dalam semua kasus analisis yang sama menunjukkan bahwa karakteristik ideal dapat diasumsikan Spesifikasi-Spesifikasi Op Amp Ada karakteristik-karakteristik lain dari op amp dibandingkan yang diberikan dalam bagian sebelumnya yang masuk dalam aplikasi desain. Karakteristikkarakteristik ini diberikan dalam spesifikasi untuk op amp khusus bersama dengan gain open loop dan impedansi input dan output yang dijelaskan sebelumnya. Beberapa karakteristik tersebut adalah: Tegangan offset input. Dalam banyak kasus, tegangan output op amp tidak boleh nol ketika tegangan pada input adalah nol. Tegangan yang harus diterapkan dalam terminal input untuk menggerakkan output ke nol adalah tegangan offset input. Arus offset input. Seperti tegangan offset bisa diperlukan melalui input untuk men-zero-kan tegangan output, sehingga arus jala bisa diperlukan melalui input untuk men-zero-kan tegangan output. Arus yang demikian dijadikan acuan sebagai arus offset input. Ini diambil sebagai perbedaan dua arus input. Arus bias input. Ini adalah rata-rata dari dua arus input yang diperlukan untuk menggerakkan tegangan output ke nol.

13 Slew rate. Jika tegangan diterapkan dengan cepat ke input dari op amp, output akan saturasi ke maksimum. Untuk input step slew rate adalah kecepatan dimana output berubah ke nilai saturasi. Ini khususnya dinyatakan sebagai tegangan per mikrosecond (V/s). Bandwith frekuensi gain satuan. Respons frekuensi dari op amp khusus disefinisikan dengan bode plot dari gain tegangan open loop dengan frekuensi. Plot seperti ini sangat penting untuk rancangan rangkaian yang berhubungan dengan sinyal a-c. Adalah diluar jangkauan dari tulisan ini untuk menjelaskan detail dari desain seperti ini yang memakai bode plot. Malahan, kita catat bahwa tingkah laku frekuensi besar dapat dilihat dengan penentuan frekuensi dimana gain open loop dari op amp menjadi satuan, sehingga menetapkan bandwith frekuensi gain satuan. 2.5 RANGKAIAN OP AMP DALAM INSTRUMENTASI Setelah op amp menjadi terkenal pada kerja individu dalam kontrol proses dan teknologi instrumentasi, banyak macam rangkaian dikembangkan dengan aplikasi langsung dalam bidang ini. Secara umum, lebih mudah untuk mengembangkan sebuah rangkaian untuk pelayanan khusus menggunakan op amp dibandingkan komponen-komponen diskrit; dengan pengembangan biaya rendah, IC op amp, juga adalah suatu desain yang praktis. Mungkin salah satu kerugian besar adalah diperlukannya sumber daya bipolar untuk op amp. Bagian ini menghadirkan sejumlah rangkaian khusus dan karakteristik dasarnya bersama dengan trurunan dari respons rangkaian dengan asumsi op amp ideal Pengikut Tegangan (Voltage Follower) Pada Gambar 2.4 kita lihat sebuah rangkaian op amp yang mempunyai gain satuan dan impedansi input sangat tinggi. Pada dasarnya impedansi input ini adalah impedansi input dari op amp itu sendiri yang dapt lebih besar dari 00 M. Output tegangan mengikuti input lebih dari range yang ditentukan dengan output tegangan saturasi plus dan minus. Output arus dibatasi sampai arus hubung singkat dari op amp, dan impedansi output khususnya kurang dari 00. Dalam banyak hal sebuah pabrik akan memasarkan sebuah pengikut tegangan op amp yang umpan baliknya disediakan secara internal. Unit seperti ini biasanya secara khusus didisain untuk impedansi input yang sangat tinggi. Pengikut tegangan gain satuan pada dasarnya adalah sebuah transformer impedansi dalam indera pengkonversi sebuah tegangan pada impedansi tinggi ke tegangan yang sama pada impedansi rendah.

14 Gambar 2.4 Sebuah pengikut tegangan op amp. Rangkaian ini mempunyai impedansi input yang sangat tinggi; sekitar 0 6-0, tergantung pada op amp tersebut. Rangkaian ini berguna sebagai sebuah transformer impedansi Amplifier Membalik (Inverting Amplifier) Inverting amplifier ini telah didiskusikan dalam hubungannya dengan pembicaraan kita tentang karakteristik op amp. Persamaan (2-26) menunjukkan bahwa rangkaian ini membalikkan sinyal input dan mungkin mempunyai pelemahan ataupun penguatan tergantung pada perbandingan antara tahanan input R dan tahanan umpan balik R 2. Rangkaian untuk amplifier ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Penting untuk memoperhatikan bahwa impedansi input dari rangkaian ini pada dasarnya sama dengan R, yaitu tahanan input. Pada umumnya, tahanan ini tidak besar, dan karena itu impedansi input tidak besar. AMPLIFIER PENJUMLAH (SUMMING AMPLIFIER) Modifikasi yang umum dari inverting amplifier adalah sebuah amplifier yang menjumlahkan atau menambahkan dua atau lebih tegangan yang diterapkan. Rangkaian ini ditunjukkan dalam Gambar 2.5 untuk kasus penjumlahan dua tegangan input. Fungsi transfer amplifier ini diberikan oleh Vout = - R V R R 2 2 V2 R3 (2-29) Penjumlahan dapat diberi skala dengan pemilihan tahanan yang tepat. Contohnya, jika kita membuat R = R 2 = R 3, maka outputnya adalah hanya jumlah (terbalik) dari V dan V 2. Rata-rata dapat dicari dengan menjadikan R = R 3 dan R 2 = R /2.

15 Gambar 2.5 Summing amplifier Amplifier Tidak Membalik (Non-inverting Amplifier) Sebuah amplifier non-inverting dapat dikonstruksi dari sebuah op amp seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.6. Gain rangkaian ini dicari dengan menjumlahkan arus-arus pada summing point S, dan menggunakan kenyataan bahwa tegangan summing point adalah V in sehingga tidak ada beda tegangan yang muncul melalui terminal-terminal input. Dimana I + I 2 = 0 I = arus melalui R I 2 = arus melalui R 2 Tapi arus-arus ini dapat dicari dari hukum Ohm sedemikian sehingga persamaan ini menjadi Vout = R 2 Vin R (2-30) Persamaan (2-30) menunjukkan bahwa noninverting ampifier mempunyai gain yang tergantung pada rasio resistor umpan balik R 2 dan resistor ground R, tapi gain ini tidak pernah dapat digunakan untuk pelemahan tegangan. Kita catat pula bahwa karena input diambil secara langsung ke input noninverting dari op amp, impedansi input adalah sangat tinggi karena secara efektif sama dengan impedansi input op amp.

16 Gambar 2.6 Non-inverting amplifier CONTOH 2. Rancangkah sebuah amplifier impedansi tinggi dengan gain tegangan 42. PENYELASAIAN Kita gunakan rangkaian non-inverting Gambar 2.6 dengan resistor dipilih dari R Vout = 2 Vin R (2-30) 42 = R 2 R R 2 = 4R sehingga kita dapat memilih R = k, yang memerlukan R 2 = 4 k Amplifier Selisih Sering kali, dalam instrumentasi yang dihubungkan dengan kontrol proses, diperlukan amplifikasi tegangan diferensial, misalnya untuk rangkaian jembatan. Sebuah ampifier diferensial dibuat dengan menggunakan sebuah op amp seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.7a. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa tegangan output diberikan oleh R Vout (2-3) R 2 V2 V Rangkaian ini mempunyai gain atau atenuasi variabel yang diberikan oleh rasio R 2 dan R dan merespons diferensial dalam input tegangan sebagaimana diperlukan. Adalah sangat penting bahwa resistor dalam Gambar 2.7a yang diindikasikan mempunyai nilai yang sama secara hati-hati disesuaikan dengan

17 tolakan yang pasti (assure rejetion) dari tegangan bersama ke kedua input. Kerugian yang signifikan dari rangkaian ini adalah bahwa impedansi input pada masing-masing terminal input adalah tidak besar, menjadi R + R 2 pada input V 2 dan R pada input V. Untuk memakai rangkaian ini saat diinginkan amplifikasi diferensial impedansi input yang tinggi, pengikut tegangan bisa dipakai sebelum masing-masing input seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7b. Rangkaian ini memberikan gain yang sebaguna, amplifier diferensial impedansi input yang tinggi untuk penggunaan dalam sistem-sistem instrumentasi. Gambar 2.7 Amplifier diferensial. (a) Amplifier Diferensial (b) Amplifier Instrumentasi Konverter Tegangan ke Arus Karena sinyal-sinyal dalam kontrol proses paling sering ditransmisikan sebagai arus, khususnya 4-20 ma, maka perlu untuk memakai sebuah konverter linier tegangan ke arus. Rangkaian seperti ini harus mampu memasukkan arus ke sejumlah beban yang berbeda tanpa mengubah karateristik-karateristik transfer tegangan ke arus. Sebuah rangkaian op amp untuk memberikan fungsi ini

18 diperlihatkan pada Gambar 2.8. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa hubungan antara arus dan tegangan diberikan oleh I R2 Vin (2-32) R R 2 asalkan tahanan-tahanan yang dipilih sehingga R (R 3 + R 5 ) = R 2 R 4 (2-33) rangkaian dapat mengirimkan arus ke salah satu arah, sebagimana diperlukan oleh sebuah aplikasi khusus. Tahanan beban maksimum dan arus maksimum adalah berhubungan dan ditentukan oleh kondisi bahwa output amplifier adalah saturasi dalam tegangan. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa saat tegangan output op amp mencapai saturasi tahanan beban maksimum dan arus maksimum dihubungkan oleh R ML V SAT R4 R5 R3 IM (2-34) R3 R4 R5 R ML = tahanan beban maksimum V SAT = tegangan saturasi op amp = arus maksimum I M Perhatikan bahwa penyelidikan Persamaan (2-34) menunjukkan bahwa tahanan beban maksimum adalah selalu kurang dari V SAT /I M. Tahanan beban minimum adalah nol. Gambar 2.8 Konverter teganan ke arus

19 2.5.6 Konverter Arus ke Tegangan Pada ujung penerima dari sistem trasnsmisi sinyal kontrol proses kita sering perlu untuk mengubah arus kembali ke tegangan. Ini paling mudah dilakukan dengan rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.9. Rangkaian ini menyediakan suatu tegangan output yang diberikan oleh Vout = IR (2-35) asalkan tegangan saturasi op amp tidak tecapai. Resistor R pada terminal noninverting dipakai untuk memberikan stabilitas temperatur pada konfigurasi Sample and Hold Gambar 2.9 Konverter arus ke tegangan Ketika pengukuran harus antarmuka dengan sebuah proses digital dalam situasi kontrol atau pengukuran, seringkali perlu untuk menyediakan nilai tertentu pada konverter analog ke digital (ADC). Jadi, jika suatu pengukuran dibuat pada beberapa waktu, bisa jadi selama prosedur konversi A/D nilai yang terukur berubah. Variasi seperti ini dapat menyebabkan error dalam proses konversi. Untuk mengurangi ini, sebuah op amp digunakan dalam konfigurasi sample-andhold. Rangkaian ini, diperlihatkan pada Gambar 2.20, dapat mengambil sampel yang sangat cepat dari sinyal tegangan input dan kemudian menahan nilai ini, meskipun sinyal input mungkin berubah, sampai sampel yang lain diperlukan. Metode ini memanfaatkan kemampuan mengisi-menyimpan (charge-storing ability) dari kapasitor dan impedansi tinggi dari op amp yang menjadi sifatnya. Serperti diperlihatkan pada contoh rangkaian sederhana Gambar 2.20, saat saklar ditutup, kapasitor dengan cepat berubah ke level tegangan input. Jika sekarang saklar dibuka, op amp tegangan pengikut mengijinkan ukuran tegangan kapasitor diambil pada output tanpa megubah muatan kapasitor. Saat sample baru harus diambil, pertama saklar 2 ditutup untuk mengosongkan kapasitor dan karena itu merset rangkaian. Saklar-saklar yang digunakan biasanya saklar-saklar elektronik yang diaktifkan oleh level logika digital.

20 Gambar 2.20 Rangkaian sample and hold. Tutup S untuk mengambil sampel dan buka untuk menahan sampel. Tutup S 2 untuk me-reset Integrator Rangkaian op amp biasa yang terakhir yang menjadi pertimbangan adalah integrator. Konfigurasi ini, diperlihatkan pada Gambar 2.2, terdiri dari sebuah resistor input dan kapasitor umpan balik. Dengan menggunakan analisis ideal kita dapat menjumlahkan arus pada summing point sebagai Vin R C dvout dt 0 (2-36) yang dapat diselesaikan dengan mengintegrasikan keduanya sehingga respons rangkaian adalah Vout RC V in dt (2-37) yang ini menunjukkan bahwa tegangan output berubah-ubah sebagai integral dari tegangan input dengan faktor skala /RC. Rangkaian ini digunakan dalam banyak kasus dimana dinginkan integrasi dari output transduser. Fungsi-fungsi lain juga dapat diimplementasikan, seperti sebuah tegangan ramp linier. Jika tegangan input adalah konstan, V in = K, maka peersamaan (2-37) menjadi K Vout t (2-38) RC yang merupakan ramp linier, kemiringan negatif K/RC. Bebrapa mekanisme reset melalui pengosongan kapasitor harus diberikan karena jika tidak V out akat naik sampai nilai saturasi output dan tetap pada keadaan itu.

21 Gambar 2.2 Rangkaian integrator. Sebuah saklar ditempatkan melewati kapasitor untuk menset integrator. CONTOH 2.2 Gunakan sebuah integrator untuk menghasilkan tegangan ramp linier yang naik 0 volt per ms seperti pada Gambar 2.2. PENYELESAIAN Rangkaian integrator menghasilkan ramp Vin Vout t (2-38) RC saat tegangan input adalah konstan. Jika kita buat RC = ms dan V in = -0 V, maka kita mempunyai Vout = ( )t yang merupakan ramp yang naik 0 volt/ms. Pemilihan R = k dan C = F akan memberikan hasil RC yang diperlukan Linierisasi Op amp memberikan peranan divais yang sangat efektif untuk linierisasi peralatan. Secara umum, ini dicapai dengan menempatkan elemen nonlinier dalam loop umpan balik dari op amp sebagaimana diperlihatkan pada Gambar Penjumlahan arus memberikan bahwa Vin R F Vout 0 (2-39) Dimana V in R = tegangan input = tahanan input

22 F(V out ) = perubahan nonlinier arus dengan tegangan F(Vout) Gambar 2.22 Amplifier nonlinier dibuat dengan menempatkan elemen nonlinier dalam umpan balik dari op amp. Sekarang jika Persamaan (2-39) diselesaikan untuk V out kita dapatkan Dimana Vin Vout G (2-40) R V out = tegangan output V G in R = fungsi nonlinier tegangan input, sebenarnya fungsi invers dari F(V out ). Jadi, sebagai sebuah contoh, jika sebuah dioda diletakkan dalam umpan balik seperti diperlihatkan pada Gambar 2.23, maka fungsi F(V out ) adalah eksponensial Dimana F 0 = konstanta amplitudo Α = konstanta eksponensial F(Vout) = Fo exp (Vout) (2-4) Invers dari fungsi ini adalah logaritma dan Persamaan (2-40) demikian menjadi Vout nvin nfor (2-42) yang merupakan sebuah amplifier (linier) logaritmik. Divais umpan balik yeng berbeda dapat menghasilkan amplifier yang hanya meratakan variasi linier atau menyediakan operasi-operasi yang ditentukan seperti amplifier logaritmik.

23 Gambar 2.23 Saat sebuah dioda ditempatkan di kaki umpan balik sebuah op amp, sebuah amplifier nonlinier dibentuk yang outputnya adalah proporsional ke logaritma natural dari input Rangkaian-Rangkaian yang Terintegrasi Khusus (IC) Merek rangkaian terintegrasi (IC) yang sangat banyak adalah tesedia dari berbagi pabrik dan berguna untuk perancang instrumentasi kontrol proses. Divais untuk tujuan khusus seperti ini termasuk:. Amplifier instrumentasi diferensial gain tinggi. 2. Konverter arus ke tegangan. 3. Modulator/demodulator. 4. Jembatan dan detektor kesetimbangan. 5. Detektor phase sensitive. Dalam bab berikutnya kita sering memerlukan pengkondisi sinyal yang akan diimplementasikan melalui penggunaan IC-IC khusus ini. Secara umum, kita akan menunjukkan perincian rancangan pengkondisi sinyal, tetapi pembaca seharusnya selalu sadar bahwa IC-IC untuk kegunaan khusus ini bisa membuat seperti tidak diperlukannya desain yeng teperinci. CONTOH 2.3 Rancang sebuah konverter arus ke tegangan untuk memberikan arus 0-0 ma untuk input 0- volt. Tentukan tahanan muatan maksimum. Op amp saturasi pada outputput 0 volt. PENYELESAIAN Jika kita membuat R = R 2, maka Persamaan (2-3) menjadi I Vin (2-32) R 3 dimana sekarang Persamaan (2-33) menentukan R 3 + R 2 = R 4. Sehingga kita pilih R = R 2 = k dan kemudian, dari Persamaan (2-32),

24 V R 3 0 (2-32) 0mA Jika sekarang kita buat R 5 = 0, yang dibolehkan, maka R 4 = 00 juga. Resistor muatan maksimum sekarang dicari dari Persamaan (2-34) yang memberikan 00 R ML (2-34) 200 R ML = 450 Ω 2.6 ELKTRONIKA INDUSTRI Pengkondisi sinyal yang telah didiskusikan hingga kini dalam bab ini sebagian besar mengacu kepada modifikasi sinyal pengukuran. Sering juga perlu menggunakan tipe pengkondisi sinyal pada output kontroler untuk mengaktifkan elemen kontrol akhir. Contoh, output kontroler 4 sampai 20 ma mungkin diperlukan untuk mengatur input panas menjadi lebih besar, kerja berat oven untuk membakar kue kering. Panas seperti ini bisa disediakan oleh pemanas listrik 2-kW. Jelaslah, beberapa jenis pengkondisi diperlukan untuk memberikan sistem tenaga tinggi dikendalikan oleh sinyal arus tenaga rendah. Pada sisi ini, kita menyajikan dua divais yang secara umum digunakan dalam kontrol proses untuk memberikan suatu mekanisme yang dengannya koversi energi seperti itu dapat terjadi. Maksud di sini bukan untuk memberi anda semua informasi yang diperlukan untuk membuat rangkaian praktis untuk menggunakan divais ini, tapi untuk menjadikan anda akrab dengannya dan spesifikasinya Silikon Controlled Rectifier (SCR) SCR telah menjadi bagian yang sangat penting dari pengkondisi sinyal dan kontrol listrik daya tinggi. Dalam beberapa hal, ini merupakan penggantian keadaan yang tetap untuk rele, walaupun terdapat beberapa masalah jika analogi tersebut diambil terlalu jauh. Dioda standar, dalam pengertian yang ideal, adalah divais yang akan menghantarkan arus hanya dalam satu arah. SCR, juga dalam pengertian ideal, adalah sejenis dioda yang yang tidak menghantarkan arus dalam salah satu arah sampai SCR tersebut nyala atau "tersulut". Pada Gambar 2.24 kita akan melihat simbol skematik dari SCR. Perhatikan kesamaannya dengan dioda tetapi dengan tambahan terminal, yang disebut gerbang/gate. Jika SCR didibias maju, yaitu, tegangan positif pada anoda berkenaan dengan katoda, SCR tidak akan menghantarkan arus. Sekarang anggap suatu tegangan ditempatkan pada gerbang berkenaan dengan katoda. Akan ada nilai positif dari tegangan ini tegangan pemicu yang mana SCR akan mulai menghantarkan arus dan berjalan seperti dioda normal. Walaupun tegangan gerbang dilepas, SCR akan terus menghantarkan arus seperti dioda; artinya, sekali dinyalakan SCR akan terus nyala tanpa memperhatikan gerbang. Cara untuk mematikan kembali SCR

25 hanyalah kondisi bias maju dihentikan. Ini artinya tegangan harus turun dibawah jatuh tegangan maju dari SCR sehingga arus jatuh di bawah nilai minimum, yang disebut arus penahan atau holding current, atau polaritas dari anoda ke katoda harus benar-benar membalik. Fakta bahwa SCR tidak dapat dengan mudah dimatikan membatasi penggunaannya dalam aplikasi-aplikasi dc sampai pada kasus-kasus ketika dapat disediakan beberapa metoda pengurangan arus maju sampai dibawah nilai holding. Dalam rangkaian-rangkaian ac, SCR akan secara otomatis mati setiap setengah siklus saat tegangan ac diterapkan pada polaritas kebalikan SCR. Gambar 2.24 Simbol untuk sebuah SCR. Karakteristik dan spesifikasi SCR diberikan di bawah ini:. Arus maju maksimum. Ada arus maksimum yang dapat dihantarkan oleh SCR dengan arah maju tanpa terjadi kerusakan. Besarnya bervariasi dari beberapa miliampere samai lebih dari seribu ampere untuk tipe industri besar. 2. Tegangan mundur puncak. Seperti dioda ada tegangan bias mundur yang dapat diterapkan pada SCR tanpa merjadi kerusakan. Besarnya bervariasi dari beberapa volt sampai beberapa ribu vollt. 3. Tegangan pemicu. Tegangan gerbang minimum untuk mengaktifkan SCR supaya menghantarkan arus bervariasi antara tipe-tipe dan ukuran-ukuran dari beberapa volt sampai 40 volt. 4. Arus pemicu. Terdapat arus minimum yang harus mampu diberikan oleh sumber tegangan pemicu sebelum SCR menyala. Ini bervariasi dari beberapa miliampere sampai ratusan miliampere. 5. Arus penahan/holding current. Ini mengacu kepada arus anoda minimum ke katoda yang diperlukan untuk menjaga SCR tetap menghantar dalam keadaan menghantar maju. Besarnya bervriasi dari 20 sampai 00 ma.

26 Gambar 2.25 Operasi SCR setengah gelombang. Aplikasi perubahan waktu dari V T mengubah tegangan dc rms yang diterapkan pada muatan, V L. OPERASI AC Gambar 2.25 mengilustrasikan operasi sebuah SCR dalam variasi tegangan dc rms dalam operasi setengah gelombang. Tegangan pemicu dibangkitkan oleh beberapa rangkaian yang menghasilkan pulsa pada fase yang dipilih tertentu dari sinyal ac yang diterapkan. Jadi, SCR menyala pada mode berulang sebagaimana ditunjukkan. SCR kembali mati, tentu, pada setiap setengah gelombang saat polaritas membalik. Pehatikan bahwa dengan perubahan bagian setengah gelombang positif saat pemicu diterapkan, nilai efektif (rms) dari tegangan yang diterapkan pada beban dapat dinaikkan. Tentu, dengan rangkaian ini tegangan dc rms maksimum yang mungkin adalah yang dihasilkan oleh penyearah setengah gelombang. Jika diperlukan daya yang lebih, SCR dapat digunakan dalam tipe rangkaian jembatan setengah gelombang. Gambar 2.26 menunjukkan tipe rangkaian ini dan grafik tegangan versus waktu yang dihasilkan. Tegangan pemicu sekarang harus dibangkitkan pada setiap setengah siklus dan diterapkan pada terminal pemicu (gerbang) SCR yang sesuai. Dalam aplikasi kontrol proses, sinyal keluaran kontroler digunakan untuk mengaktifkan sebuah rangkaian yang berubah pada waktu pulsa-pulsa diterapkan pada gerbang dan sehingga mengubah daya yang diterapkan pada beban. Perhatikan bahwa

27 tegangan yang diterapkan pada beban adalah dc berdenyut. Konfigurasi ini tidak dapat digunakan dengan sebuah beban yang diperlukan tegangan ac untuk operasi. Gambar 2.26 Rangkaian SCR gelombang penuh. Tegangan dc efektif rms ysng diterspksn pada beban naik karena digunakan kedua siklus ac TRIAC Perluasan dari SCR yang didiskusikan pada bagian sebelumnya adalah divais yang dapat dipicu untuk menghantar dalam salah satu arah. TRIAC dapat dianggap sebagai dua SCR yang dihubungkan dalam paralel dan diputarbalikkan tetapi dengan gerbang-gerbang yang terhubung. Pemicu positif akan menyebabkannya menghantar dalam satu arah, dan pemicu negatif akan menyebabkannya menghantar dalam arah lain. Dengan demikian TRIAC dapat digunakan dalam aplikasi ac murni. Gambar 2.27 menunjukkan simbol TRIAC dan sebuah rangkaian untuk aplikasi khusus. Perhatikan bahwa tegangan melalui beban masih berupa ac. Nilai rms ac efektif dari tegangan yang diterapkan dapat diubah dengan perubahan waktu dalam fase siklus saat gerbang TRIAC diberi pulsa. Tegangan pemicu yang dibangkitkan harus bipolar, satu pulsa dalam satu polaritas dan berikutnya dari polaritas sebaliknya. Spesifikasi dari TRIAC sama dengan spesifikasi SCR; arus rms maksimum, tegangan mundur puncak, tegangan pemicu, dan arus pemicu.

28 Gambar 2.27 TRIAC dapat menghantar dalam dua arahsehingga tegangan beban tetap ac, tetapi nilai rms ditentukan dengan waktu saat tegangan pemicu ditrepkan RINGKASAN Pengkondisi sinyal yang didiskusikan dalam bab ini berhubungan dengan teknik standar yang dipakai untuk menghasilkan kompatibilitas sinyal dan pengukuran dalam sistem analog. Pembaca telah dikenalkan kepada konsep-konsep dasar yang membentuk dasar-dasar dari pengkondisi analog seperti itu. Untuk menyajikan gambaran lengkap pengkondisi sinyal analog, poinpoin bertikut ini patut dipertimbangkan:. Keperluan untuk pengkondisi sinyal analog ditinjau dan ditetapkan menjadi syarat-syarat dari pengubahan level sinyal, linierisasi, konversi sinyal, dan penyaringan dan penyesuaian impedansi. 2. Rangkaian-rankaian jembatan adalah contoh umum proses konversi dimana perubahan resistansi diukur baik menurut sinyal arus maupun tegangan. 3. Rangkaian potensiometer merupakan standar pengukuran tegangan impedansi tinggi yang akurat selama bertahun-tahun. 4. Operational amplifier (op amp) adalah sebuah pengkondisi sinyal yang sangat istimewa yang membentuk blok sekitarnya dimana bebrapa rangkaian dengan fungsi khusus dapat dikembangkan. Divais ini diperagakan pada aplikasi-aplikasi yang melibatkan amplifier, konverter, rangkaian linierisasi, integrator, dan bebrapa fungsi lainnya.

29 5. Silicon controlled rectifier (SCR) dan TRIAC merupakan divais semikonduktor, mirip dengan dioda, yang dapat mengontrol sinyal ac atau dc energi besar yang menggunakan input-input level rendah.

Modul 2. Pengkondisian Sinyal.

Modul 2. Pengkondisian Sinyal. Modul 2. Pengkondisian Sinyal. Beragam transduser diperlukan untuk konversi besaran umum menjadi besaran listrik. Tetapi ini pun belum cukup, biasanya sinyal yang berasal dari ransduser belum layak untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG 2.2 PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG

BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG 2.2 PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bab ini diharapkan pembaca mampu untuk:. Memndefinisikan tipe-tipe umum dari pengkondisi sinyal analog.. Mendesain sebuah jembatan

Lebih terperinci

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING 2.1 Pendahuluan Signal Conditioning ialah operasi untuk mengkonversi sinyal ke dalam bentuk yang cocok untuk interface dengan elemen lain dalam sistem kontrol. Process

Lebih terperinci

TUJUAN Setelah menyelesaikan perkuliahan ini peserta mampu:

TUJUAN Setelah menyelesaikan perkuliahan ini peserta mampu: TUJUAN Setelah menyelesaikan perkuliahan ini peserta mampu: Menggunakan rumus-rumus dalam rangkaian elektronika untuk menganalisis rangkaian pengkondisi sinyal pasif Menggunakan kaidah, hukum, dan rumus

Lebih terperinci

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto Pengkondisian Sinyal Rudi Susanto Tujuan Perkuliahan Mahasiswa dapat menjelasakan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Mahasiswa dapat menerapkan penggunaan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Pendahuluan

Lebih terperinci

Bab III. Operational Amplifier

Bab III. Operational Amplifier Bab III Operational Amplifier 30 3.1. Masalah Interfacing Interfacing sebagai cara untuk menggabungkan antara setiap komponen sensor dengan pengontrol. Dalam diagram blok terlihat hanya berupa garis saja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas dasar teori yang berhubungan dengan perancangan skripsi antara lain fungsi dari function generator, osilator, MAX038, rangkaian operasional amplifier, Mikrokontroler

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 4.1. Topik 1. Rangkaian Pemicu SCR dengan Menggunakan Rangkaian RC (Penyearah Setengah Gelombang dan Penyearah Gelombang Penuh). A. Penyearah Setengah Gelombang Gambar

Lebih terperinci

ANALOG SIGNAL PROCESSING USING OPERASIONAL AMPLIFIERS

ANALOG SIGNAL PROCESSING USING OPERASIONAL AMPLIFIERS ANALOG SIGNAL PROCESSING USING OPERASIONAL AMPLIFIERS (PEMROSESAN SINYAL ANALOG MENGGUNAKAN PENGUAT OPERASIONAL) A. PENDAHULUAN Sinyal keluaran dari sebuah tranduser atau sensor sangat kecil hampir mendekati

Lebih terperinci

Penguat Operasional OP-AMP ASRI-FILE

Penguat Operasional OP-AMP ASRI-FILE Penguat Operasional OPAMP Penguat Operasional atau disingkat Opamp adalah merupakan suatu penguat differensial berperolehan sangat tinggi yang terkopel DC langsung, yang dilengkapi dengan umpan balik untuk

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat. Mulai. Tinjauan pustaka

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat. Mulai. Tinjauan pustaka 59 BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1. Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat Mulai Tinjauan pustaka Simulasi dan perancangan alat untuk pengendali kecepatan motor DC dengan kontroler PID analog

Lebih terperinci

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA DEPARTEMEN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2010 MODUL I DIODA SEMIKONDUKTOR DAN APLIKASINYA 1. RANGKAIAN PENYEARAH & FILTER A. TUJUAN PERCOBAAN

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II DEPARTEMEN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK A. OP-AMP Sebagai Peguat TUJUAN PERCOBAAN PERCOBAAN VII OP-AMP SEBAGAI PENGUAT DAN KOMPARATOR

Lebih terperinci

BAB VI INSTRUMEN PENGKONDISI SINYAL

BAB VI INSTRUMEN PENGKONDISI SINYAL BAB VI INSTRUMEN PENGKONDISI SINYAL Pengkondisian sinyal merupakan suatu konversi sinyal menjadi bentuk yang lebih sesuai yang merupakan antarmuka dengan elemen-elemen lain dalam suatu kontrol proses.

Lebih terperinci

BABV INSTRUMEN PENGUAT

BABV INSTRUMEN PENGUAT BABV INSTRUMEN PENGUAT Operasional Amplifier (Op-Amp) merupakan rangkaian terpadu (IC) linier yang hampir setiap hari terlibat dalam pemakaian peralatan elektronik yang semakin bertambah di berbagai bidang

Lebih terperinci

OPERASIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) Oleh : Sri Supatmi

OPERASIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) Oleh : Sri Supatmi 1 OPERASIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) Oleh : Sri Supatmi Operasional Amplifier (OP-AMP) 2 Operasi Amplifier adalah suatu penguat linier dengan penguatan tinggi. Simbol 3 Terminal-terminal luar di samping power

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Rangkaian Komutasi Alami.

Gambar 2.1. Rangkaian Komutasi Alami. BAB II DASAR TEORI Thyristor merupakan komponen utama dalam peragaan ini. Untuk dapat membuat thyristor aktif yang utama dilakukan adalah membuat tegangan pada kaki anodanya lebih besar daripada kaki katoda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp ) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp ) 1.2 Alat Alat Yang Digunakan Kit praktikum karakteristik opamp Voltmeter DC Sumber daya searah ( DC

Lebih terperinci

Elektronika. Pertemuan 8

Elektronika. Pertemuan 8 Elektronika Pertemuan 8 OP-AMP Op-Amp adalah singkatan dari Operational Amplifier IC Op-Amp adalah piranti solid-state yang mampu mengindera dan memperkuat sinyal, baik sinyal DC maupun sinyal AC. Tiga

Lebih terperinci

Penguat Inverting dan Non Inverting

Penguat Inverting dan Non Inverting 1. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian op-amp sebagai penguat inverting dan non inverting. 2. Mengamati fungsi kerja dari masing-masing penguat 3. Mahasiswa dapat menghitung penguatan

Lebih terperinci

Operational Amplifier Karakteristik Op-Amp (Bagian ke-satu) oleh : aswan hamonangan

Operational Amplifier Karakteristik Op-Amp (Bagian ke-satu) oleh : aswan hamonangan Operational Amplifier Karakteristik Op-Amp (Bagian ke-satu) oleh : aswan hamonangan Kalau perlu mendesain sinyal level meter, histeresis pengatur suhu, osilator, pembangkit sinyal, penguat audio, penguat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahap Proses Perancangan Alat Perancangan rangkaian daya Proteksi perangkat daya Penentuan strategi kontrol Perancangan rangkaian logika dan nilai nominal Gambar 3.1 Proses

Lebih terperinci

Tipe op-amp yang digunakan pada tugas akir ini adalah LT-1227 buatan dari Linear Technology dengan konfigurasi pin-nya sebagai berikut:

Tipe op-amp yang digunakan pada tugas akir ini adalah LT-1227 buatan dari Linear Technology dengan konfigurasi pin-nya sebagai berikut: BAB III PERANCANGAN Pada bab ini berisi perancangan pedoman praktikum dan perancangan pengujian pedoman praktikum dengan menggunakan current feedback op-amp. 3.. Perancangan pedoman praktikum Pada pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Sistem pengukur pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu:

BAB II DASAR TEORI. Sistem pengukur pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu: BAB II DASAR TEORI 2.1 Instrumentasi Pengukuran Dalam hal ini, instrumentasi merupakan alat bantu yang digunakan dalam pengukuran dan kontrol pada proses industri. Sedangkan pengukuran merupakan suatu

Lebih terperinci

Politeknik Gunakarya Indonesia

Politeknik Gunakarya Indonesia THYRISTOR DAN APLIKASI SCR Disusun Oleh : Solikhun TE-5 Politeknik Gunakarya Indonesia Kampus A : Jalan Cutmutiah N0.99 Bekasi Telp. (021)8811250 Kampus B : Jalan Cibarusaah Gedung Centra kuning Blok C.

Lebih terperinci

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP)

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) + PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OPAMP) Penguat operasional atau Operational Amplifier (OPAMP) yaitu sebuah penguat tegangan DC yang memiliki 2 masukan diferensial. OPAMP pada dasarnya merupakan sebuah

Lebih terperinci

LVDT (Linear Variable Differensial Transformer)

LVDT (Linear Variable Differensial Transformer) LVDT (Linear Variable Differensial Transformer) LVDT merupakan sebuah transformator yang memiliki satu kumparan primer dan dua kumparan sekunder. Ketiga buah kumparan tadi, diletakkan simetris pada sebuah

Lebih terperinci

Elektronika Lanjut. Penguat Instrumen. Elektronika Lanjut Missa Lamsani Hal 1

Elektronika Lanjut. Penguat Instrumen. Elektronika Lanjut Missa Lamsani Hal 1 Penguat Instrumen Missa Lamsani Hal 1 . Missa Lamsani Hal 2 / 28 Penguat Instrumentasi Penguat instrumentasi adalah suatu loop tertutup (close loop) dengan masukan differensial dan penguatannya dapat diatur

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK SENSOR LDR

BAB III KARAKTERISTIK SENSOR LDR BAB III KARAKTERISTIK SENSOR LDR 3.1 Prinsip Kerja Sensor LDR LDR (Light Dependent Resistor) adalah suatu komponen elektronik yang resistansinya berubah ubah tergantung pada intensitas cahaya. Jika intensitas

Lebih terperinci

PENGUAT OPERASIONAL. ❶ Karakteristik dan Pemodelan. ❷ Operasi pada Daerah Linear. ❸ Operasi pada Daerah NonLinear

PENGUAT OPERASIONAL. ❶ Karakteristik dan Pemodelan. ❷ Operasi pada Daerah Linear. ❸ Operasi pada Daerah NonLinear PENGUAT OPERASIONAL ⓿ Pendahuluan ❶ Karakteristik dan Pemodelan ❷ Operasi pada Daerah Linear Model Virtual Short Circuit Metoda Inspeksi Metoda Sistematik ❸ Operasi pada Daerah NonLinear Rangkaian Ekivalen

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN 2.1. C-V Meter Karakteristik kapasitansi-tegangan (C-V characteristic) biasa digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN SISTEM

BAB II LANDASAN SISTEM BAB II LANDASAN SISTEM Berikut adalah penjabaran mengenai sistem yang dibuat dan teori-teori ilmiah yang mendukung sehingga dapat terealisasi dengan baik. Pada latar belakang penulisan sudah dituliskan

Lebih terperinci

OPERATIONAL AMPLIFIERS

OPERATIONAL AMPLIFIERS OPERATIONAL AMPLIFIERS DASAR OP-AMP Simbol dan Terminal Gambar 1a: Simbol Gambar 1b: Simbol dengan dc supply Standar operasi amplifier (op-amp) memiliki; a) V out adalah tegangan output, b) V adalah tegangan

Lebih terperinci

Penguat Oprasional FE UDINUS

Penguat Oprasional FE UDINUS Minggu ke -8 8 Maret 2013 Penguat Oprasional FE UDINUS 2 RANGKAIAN PENGUAT DIFERENSIAL Rangkaian Penguat Diferensial Rangkaian Penguat Instrumentasi 3 Rangkaian Penguat Diferensial R1 R2 V1 - Vout V2 R1

Lebih terperinci

Gambar 2.1. simbol op amp

Gambar 2.1. simbol op amp BAB II. PENGUAT OP AMP II.1. Pengenalan Op Amp Penguat Op Amp (Operating Amplifier) adalah chip IC yang digunakan sebagai penguat sinyal yang nilai penguatannya dapat dikontrol melalui penggunaan resistor

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERACAGA SISTEM Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai perencanaan modul pengatur mas pada mobile x-ray berbasis mikrokontroller atmega8535 yang meliputi perencanaan dan pembuatan rangkaian

Lebih terperinci

NAMA : WAHYU MULDAYANI NIM : INSTRUMENTASI DAN OTOMASI. Struktur Thyristor THYRISTOR

NAMA : WAHYU MULDAYANI NIM : INSTRUMENTASI DAN OTOMASI. Struktur Thyristor THYRISTOR NAMA : WAHYU MULDAYANI NIM : 081910201059 INSTRUMENTASI DAN OTOMASI THYRISTOR Thyristor adalah komponen semikonduktor untuk pensaklaran yang berdasarkan pada strukturpnpn. Komponen ini memiliki kestabilan

Lebih terperinci

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1)

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1) TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1) DASAR ELEKTRONIKA KOMPONEN ELEKTRONIKA SISTEM BILANGAN KONVERSI DATA LOGIC HARDWARE KOMPONEN ELEKTRONIKA PASSIVE ELECTRONIC ACTIVE ELECTRONICS (DIODE

Lebih terperinci

PENGERTIAN THYRISTOR

PENGERTIAN THYRISTOR PENGERTIAN THYRISTOR Thyristor merupakan salah satu devais semikonduktor daya yang paling penting dan telah digunakan secara ekstensif pada rangkaian elektronika daya.thyristor biasanya digunakan sebagai

Lebih terperinci

DIODA KHUSUS. Pertemuan V Program Studi S1 Informatika ST3 Telkom

DIODA KHUSUS. Pertemuan V Program Studi S1 Informatika ST3 Telkom DIODA KHUSUS Pertemuan V Program Studi S1 Informatika ST3 Telkom Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa mampu: mengetahui, memahami dan menganalisis karakteristik dioda khusus Memahami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LED (Light Emitting Diode) LED (Light Emitting Diode) adalah dioda yang memancarkan cahaya jika diberi tegangan tertentu. LED terbuat dari bahan semikonduktor tipe-p (pembawa

Lebih terperinci

Elektronika Lanjut. Pengkondisian Sinyal. Elektronika Lanjut Missa Lamsani Hal 1

Elektronika Lanjut. Pengkondisian Sinyal. Elektronika Lanjut Missa Lamsani Hal 1 Pengkondisian Sinyal Missa Lamsani Hal 1 Instrumen Pengkondisi Sinyal Pengkondisian sinyal merupakan suatu konversi sinyal menjadi bentuk yang lebih sesuai yang merupakan antarmuka dengan elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB 4. Rangkaian Pengolah Sinyal Analog

BAB 4. Rangkaian Pengolah Sinyal Analog DIKTAT KULIAH Elektronika Industri & Otomasi (IE-204) BAB 4. Rangkaian Pengolah Sinyal Analog Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha JURUSAN

Lebih terperinci

Sistem Perlindungan menggunakan Optical Switching pada Tegangan Tinggi

Sistem Perlindungan menggunakan Optical Switching pada Tegangan Tinggi Sistem Perlindungan menggunakan Optical Switching pada Tegangan Tinggi Yusuf Nur Wijayanto yusuf@ppet.lipi.go.id Sulistyaningsih sulis@ppet.lipi.go.id Folin Oktafiani folin@ppet.lipi.go.id Abstrak Sistem

Lebih terperinci

MODUL - 04 Op Amp ABSTRAK

MODUL - 04 Op Amp ABSTRAK MODUL - 04 Op Amp Yuri Yogaswara, Asri Setyaningrum 90216301 Program Studi Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung yogaswarayuri@gmail.com ABSTRAK Pada percobaan praktikum Op Amp ini digunakan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ELEKTRONIKA DASAR KODE : TSK-210 SKS/SEMESTER : 2/2 Pertemuan Pokok Bahasan & ke TIU 1 Pengenalan Komponen dan Teori Semikonduktor TIU : - Mahasiswa mengenal Jenis-jenis

Lebih terperinci

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP TUJUAN Mempelajari penggunaan operational amplifier Mempelajari rangkaian rangkaian standar operational amplifier PERSIAPAN Pelajari keseluruhan petunjuk praktikum untuk modul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam merealisasikan suatu alat diperlukan dasar teori untuk menunjang hasil yang optimal. Pada bab ini akan dibahas secara singkat mengenai teori dasar yang digunakan untuk merealisasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan,

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem kontrol (control system) Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan, memerintah dan mengatur keadaan dari suatu sistem. [1] Sistem kontrol terbagi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah Kode / SKS Program Studi Fakultas : Elektronika Dasar : IT012346 / 3 SKS : Sistem Komputer : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi 1 Pengenalan Komponen dan Teori Semikonduktor TIU : - Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1. Model CFA [2]

BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1. Model CFA [2] BAB II Dasar Teori Pada bab ini berisi dasar teori dari current feedback op-amp yang menjelaskan perbedaanperbedaannya dengan voltage feedback op-amp. 2.1. Current Feedback Operational Amplifier Op-amp

Lebih terperinci

Workshop Instrumentasi Industri Page 1

Workshop Instrumentasi Industri Page 1 INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 1 (PENGUAT NON-INVERTING) I. Tujuan a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian, prinsip kerja, dan karakteristik penguat non-inverting b. Mahasiswa dapat merancang,

Lebih terperinci

BAB II Transistor Bipolar

BAB II Transistor Bipolar BAB II Transistor Bipolar 2.1. Pendahuluan Pada tahun 1951, William Schockley menemukan transistor sambungan pertama, komponen semikonduktor yang dapat menguatkan sinyal elektronik seperti sinyal radio

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 Tujuan Perancangan Tujuan dari perancangan ini adalah untuk menentukan spesifikasi kerja alat yang akan direalisasikan melalui suatu pendekatan analisa perhitungan, analisa

Lebih terperinci

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya - 2 Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya Missa Lamsani Hal 1 SAP Semikonduktor tipe P dan tipe N, pembawa mayoritas dan pembawa minoritas pada kedua jenis bahan tersebut. Sambungan P-N, daerah deplesi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sensor/Tranduser Sensor adalah elemen yang menghasilkan suatu sinyal yang tergantung pada kuantitas yang diukur. Sedangkan tranduser adalah suatu piranti yang mengubah suatu sinyal

Lebih terperinci

PERTEMUAN 4 RANGKAIAN PENYEARAH DIODA (DIODE RECTIFIER)

PERTEMUAN 4 RANGKAIAN PENYEARAH DIODA (DIODE RECTIFIER) PERTEMUAN 4 RANGKAIAN PENYEARAH DIODA (DIODE RECTIFIER) Rangkaian Penyearah Dioda (Diode Rectifier) Peralatan kecil portabel kebanyakan menggunakan baterai sebagai sumber dayanya, namun sebagian besar

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan III-1 BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1. Perancangan Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan menghasilkan suatu sistem yang dapat mengontrol cahaya pada lampu pijar untuk pencahayaanya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI NAMA : REZA GALIH SATRIAJI NOMOR MHS : 37623 HARI PRAKTIKUM : SENIN TANGGAL PRAKTIKUM : 3 Desember 2012 LABORATORIUM

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem perangkat keras dari UPS (Uninterruptible Power Supply) yang dibuat dengan menggunakan inverter PWM level... Gambaran Sistem input

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421)

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 13 (ADC 2 Bit) I. TUJUAN 1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip kerja dan karakteristik rangkaian ADC 2 Bit. 2. Mahasiswa dapat merancang rangkaian ADC 2 Bit dengan

Lebih terperinci

PEMASANGAN PANEL RANGKAIAN OP AMP 1

PEMASANGAN PANEL RANGKAIAN OP AMP 1 KATA PENGANTAR xxi PEMASANGAN PANEL RANGKAIAN OP AMP 1 1-0 Pendahuluan 1 1-1 Panel-kotak Rangkaian-Terpadu Linier 2 1-1.1 Persyaratan Panel-kotak 2 1-1.2 Panel-kotak IC Dioperasikan-Batere 2 1-1.3 Panel-kotak

Lebih terperinci

RANGKAIAN ELEKTRONIKA ANALOG

RANGKAIAN ELEKTRONIKA ANALOG Pendahuluan i iv Rangkaian Elektronika Analog RANGKAIAN ELEKTRONIKA ANALOG Oleh : Pujiono Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

TUGAS DAN EVALUASI. 2. Tuliska macam macam thyristor dan jelaskan dengan gambar cara kerjanya!

TUGAS DAN EVALUASI. 2. Tuliska macam macam thyristor dan jelaskan dengan gambar cara kerjanya! TUGAS DAN EVALUASI 1. Apa yang dimaksud dengan elektronika daya? Elektronika daya dapat didefinisikan sebagai penerapan elektronika solid-state untuk pengendalian dan konversi tenaga listrik. Elektronika

Lebih terperinci

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian TEORI DASAR 2.1 Pengertian Dioda adalah piranti elektronik yang hanya dapat melewatkan arus/tegangan dalam satu arah saja, dimana dioda merupakan jenis VACUUM tube yang memiliki dua buah elektroda. Karena

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING)

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING) INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING) I. TUJUAN Tujuan dari pembuatan modul Penguat Inverting ini adalah: 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian penguat inverting sebagai

Lebih terperinci

SISTEM KONVERTER DC. Desain Rangkaian Elektronika Daya. Mochamad Ashari. Profesor, Ir., M.Eng., PhD. Edisi I : cetakan I tahun 2012

SISTEM KONVERTER DC. Desain Rangkaian Elektronika Daya. Mochamad Ashari. Profesor, Ir., M.Eng., PhD. Edisi I : cetakan I tahun 2012 SISTEM KONVERTER DC Desain Rangkaian Elektronika Daya Oleh : Mochamad Ashari Profesor, Ir., M.Eng., PhD. Edisi I : cetakan I tahun 2012 Diterbitkan oleh: ITS Press. Hak Cipta dilindungi Undang undang Dilarang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen murni. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh frekuensi medan eksitasi terhadap

Lebih terperinci

VOLTAGE PROTECTOR. SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia

VOLTAGE PROTECTOR. SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia bidang TEKNIK VOLTAGE PROTECTOR SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia Listrik merupakan kebutuhan yang sangat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN WHIRLPOOL DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER

RANCANG BANGUN WHIRLPOOL DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER RANCANG BANGUN WHIRLPOOL DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER Cahya Firman AP 1, Endro Wahjono 2, Era Purwanto 3. 1. Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Industri 2. Dosen Jurusan Teknik Elektro Industri 3.

Lebih terperinci

DAC - ADC Digital to Analog Converter Analog to Digital Converter

DAC - ADC Digital to Analog Converter Analog to Digital Converter DAC - ADC Digital to Analog Converter Analog to Digital Converter Missa Lamsani Hal 1 Konverter Alat bantu digital yang paling penting untuk teknologi kontrol proses adalah yang menerjemahkan informasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 48 BAB I HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 4.1. HASIL PERCOBAAN 4.1.1. KARAKTERISTIK DIODA Karakteristik Dioda dengan Masukan DC Tabel 4.1. Karakteristik Dioda 1N4007 Bias Maju. S () L () I D (A) S () L ()

Lebih terperinci

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat Modul 04: Op-Amp Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis Reza Rendian Septiawan March 3, 2015 Op-amp merupakan suatu komponen elektronika aktif yang dapat menguatkan sinyal dengan

Lebih terperinci

Mekatronika Modul 2 Silicon Controlled Rectifier (SCR)

Mekatronika Modul 2 Silicon Controlled Rectifier (SCR) Mekatronika Modul 2 Silicon Controlled Rectifier (SCR) Hasil Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dari Silicon Controlled Rectifier (SCR) Tujuan Bagian ini memberikan informasi

Lebih terperinci

BAB I SEMIKONDUKTOR DAYA

BAB I SEMIKONDUKTOR DAYA BAB I SEMIKONDUKTOR DAYA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti materi ini diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi: Menguasai karakteristik semikonduktor daya yang dioperasikan sebagai pensakelaran, pengubah,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab tiga ini akan dijelaskan mengenai perancangan dari perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada alat ini. Dimulai dari uraian perangkat keras lalu uraian perancangan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengukuran resistivitas dikhususkan pada bahan yang bebentuk silinder. Rancangan alat ukur ini dibuat untuk mengukur tegangan dan arus

Lebih terperinci

MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER

MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER 1. Tujuan Memahami op-amp sebagai penguat inverting dan non-inverting Memahami op-amp sebagai differensiator dan integrator Memahami op-amp sebagai penguat jumlah 2. Alat

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

MODUL 09 PENGUAT OPERATIONAL (OPERATIONAL AMPLIFIER) PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018

MODUL 09 PENGUAT OPERATIONAL (OPERATIONAL AMPLIFIER) PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018 MODUL 09 PENGUAT OPERATIONAL (OPERATIONAL AMPLIFIER) PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018 LABORATORIUM ELEKTRONIKA & INSTRUMENTASI PROGRAM STUDI FISIKA, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Riwayat Revisi Rev. 07-06-2017

Lebih terperinci

BAB III PERAGAAN Topik 1. Rangkaian Pemicu SCR dengan Menggunakan Rangkaian RC (Penyearah Setengah Gelombang dan Penyearah Gelombang penuh).

BAB III PERAGAAN Topik 1. Rangkaian Pemicu SCR dengan Menggunakan Rangkaian RC (Penyearah Setengah Gelombang dan Penyearah Gelombang penuh). BAB III PERAGAAN 3.1. Topik 1. Rangkaian Pemicu SCR dengan Menggunakan Rangkaian RC (Penyearah Setengah Gelombang dan Penyearah Gelombang penuh). 3.1.1. Tujuan Mempelajari bentuk gelombang penyearah setengah

Lebih terperinci

Materi 2: ELEKTRONIKA DAYA (2 SKS / TEORI) SEMESTER 106 TA 2016/2017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

Materi 2: ELEKTRONIKA DAYA (2 SKS / TEORI) SEMESTER 106 TA 2016/2017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA Materi 2: ELEKTRONIKA DAYA 52150492 (2 SKS / TEORI) SEMESTER 106 TA 2016/2017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA KONVERTER AC KE DC Rangkaian Penyearah Dioda (Rectifier) PENYEARAH SETENGAH GELOMBANG

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA V KOMPARATOR

LEMBAR KERJA V KOMPARATOR LEMBAR KERJA V KOMPARATOR 5.1. Tujuan 1. Mahasiswa mampu mengoperasikan op amp sebagai rangkaian komparator inverting dan non inverting 2. Mahasiswa mampu membandingkan dan menganalisis keluaran dari rangkaian

Lebih terperinci

Perancangan Sistim Elektronika Analog

Perancangan Sistim Elektronika Analog Petunjuk Praktikum Perancangan Sistim Elektronika Analog Lab. Elektronika Industri Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Lab 1. Amplifier Penguat Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam merealisasikan suatu alat diperlukan dasar teori untuk menunjang hasil yang optimal. Pada bab ini akan dibahas secara singkat mengenai teori dasar yang digunakan untuk merealisasikan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 PERANCANGAN PERANGKAT KERAS Setelah mempelajari teori yang menunjang dalam pembuatan alat, maka langkah berikutnya adalah membuat suatu rancangan dengan tujuan untuk mempermudah

Lebih terperinci

DIODA SEBAGAI PENYEARAH (E.1) I. TUJUAN Mempelajari sifat dan penggunaan dioda sebagai penyearah arus.

DIODA SEBAGAI PENYEARAH (E.1) I. TUJUAN Mempelajari sifat dan penggunaan dioda sebagai penyearah arus. DIODA SEBAGAI PENYEARAH (E.1) I. TUJUAN Mempelajari sifat dan penggunaan dioda sebagai penyearah arus. II. DASAR TEORI 2.1 Pengertian Dioda Dioda adalah komponen aktif bersaluran dua (dioda termionik mungkin

Lebih terperinci

JOBSHEET 2 PENGUAT INVERTING

JOBSHEET 2 PENGUAT INVERTING JOBSHEET 2 PENGUAT INVERTING A. TUJUAN Tujuan dari pembuatan modul Penguat Inverting ini adalah: 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian penguat inverting sebagai aplikasi dari rangkaian Op-Amp.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Catu Daya / power supply Power supply adalah rangkaian elektronika yang berfungsi untuk memberikan tegangan listrik yang dibutuhkan oleh suatu rangkaian elektronika. Dalam

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN 3.1. Blok Diagram Sistem Untuk mempermudah penjelasan dan cara kerja alat ini, maka dibuat blok diagram. Masing-masing blok diagram akan dijelaskan lebih rinci

Lebih terperinci

PENERAPAN DARI OP-AMP (OPERATIONAL AMPLIFIER)

PENERAPAN DARI OP-AMP (OPERATIONAL AMPLIFIER) ORBITH VOL. 13 NO. 1 Maret 2017 : 43 50 PENERAPAN DARI OP-AMP (OPERATIONAL AMPLIFIER) Oleh : Lilik Eko Nuryanto Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Soedarto. SH,

Lebih terperinci

PERCOBAAN 9 RANGKAIAN COMPARATOR OP-AMP

PERCOBAAN 9 RANGKAIAN COMPARATOR OP-AMP PERCOBAAN 9 RANGKAIAN COMPARATOR OP-AMP 9.1 Tujuan : 1) Mendemonstrasikan prinsip kerja dari rangkaian comparator inverting dan non inverting dengan menggunakan op-amp 741. 2) Rangkaian comparator menentukan

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

DASAR PENGUKURAN LISTRIK DASAR PENGUKURAN LISTRIK OUTLINE 1. Objektif 2. Teori 3. Contoh 4. Simpulan Objektif Teori Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu: Menjelaskan dengan benar mengenai prinsip dasar pengukuran. Mengukur arus,

Lebih terperinci

PENGUAT OPERASIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) Laporan Praktikum

PENGUAT OPERASIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) Laporan Praktikum PENGUAT OPERASIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) Laporan Praktikum ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Elektronika Dasar yang diampu oleh Drs. Agus Danawan, M.Si Disusun oleh Anisa Fitri Mandagi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 21 BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Rangkaian Keseluruhan Sistem kendali yang dibuat ini terdiri dari beberapa blok bagian yaitu blok bagian plant (objek yang dikendalikan), blok bagian sensor, blok interface

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Juli 2012 yang dilaksanakan di laboratorium Elektronika dan Robotika

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan perancangan alat, yaitu perancangan perangkat keras dan perancangan perangkat lunak. Perancangan perangkat keras terdiri dari perangkat elektronik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

yaitu, rangkaian pemancar ultrasonik, rangkaian detektor, dan rangkaian kendali

yaitu, rangkaian pemancar ultrasonik, rangkaian detektor, dan rangkaian kendali BAB III PERANCANGAN 3.1. Blok Diagram Pada dasarnya rangkaian elektronik penggerak kamera ini menggunakan beberapa rangkaian analok yang terbagi menjadi beberapa blok rangkaian utama, yaitu, rangkaian

Lebih terperinci

Percobaan 3 Rangkaian OPAMP

Percobaan 3 Rangkaian OPAMP Percobaan 3 Rangkaian OPAMP EL2193 Praktikum Rangkaian Elektrik Penguat Noninverting Penguatan = 1 1/1 = 2 12V 2k2Ω 2k2Ω V in 2k2Ω Posisi V in (V) Vout (V) Vout ukur (V) A 6 12 11,7 B 2 4 4 C 2 4 4 D 6

Lebih terperinci