BAB I PENDAHULUAN. Persaingan merupakan sesuatu yang alami dan sangat wajar terjadi. Manusia,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Persaingan merupakan sesuatu yang alami dan sangat wajar terjadi. Manusia,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan merupakan sesuatu yang alami dan sangat wajar terjadi. Manusia, tentu memiliki tujuan atau objektifitas hidup yang menjadi kepentingannya. Persaingan akan terjadi manakala terdapat kesamaan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Saling berebut jalan dapat terjadi karena sama-sama memiliki kepentingan untuk segera sampai di tempat yang dituju. Berlomba-loma menempuh jenjang pendidikan yang tinggi dan mengikuti seleksi di tempat kerja yang terbaik juga dapat terjadi karena sama-sama memiliki kepentingan untuk mendapatkan penghasilan dan kehidupan yang layak. Persaingan dapat terjadi secara sehat (fair competition) maupun secara tidak sehat (unfair competition). Persaingan secara sehat terjadi manakala proses persaingan dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak melanggar peraturan yang berlaku. Persaingan yang tidak sehat tentu terjadi dengan cara-cara sebaliknya. Persaingan yang tidak sehat untuk dapat memenuhi atau mencapai kepentingan individu pada akhirnya akan menyebabkan kerugian bahkan dapat menimbulkan malapetaka bagi individu lain bahkan masyarakat. Begitu pula halnya di dalam dunia usaha, tidak dapat dipisahkan dari persaingan. Para pelaku usaha, khususnya yang bergerak di bidang usaha utama (core business) yang sama tentunya akan saling bersaing di dalam kegiatan usahanya, baik dari sisi pemasaran, produk atau jasa yang dijual, bahkan sampai dengan layanan purna jual. 1

2 Persaingan tersebut tentunya untuk tujuan atau kepentingan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Persaingan secara sehat antar pelaku usaha akan membawa dampak dan manfaat yang baik bagi pelaku usaha tersebut dan masyarakat. Bagi pelaku usaha, akan memberikan dampak positif, di antaranya merangsang budaya inovatif dan efisien, sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing dari segi kualitas maupun harga, yang akhirnya dapat memaksimalkan keuntungan bagi pelaku usaha tersebut tanpa membawa kerugian bagi pelaku usaha pesaingnya, bahkan membawa keuntungan bagi masyarakat. Sebaliknya persaingan tidak sehat akan menciptakan perilaku enggan berinovasi dan tidak efisien. Perilaku tersebut dapat mematikan pelaku usaha yang lain dan membawa kerugian bagi masyarakat. Dampak yang lebih besar adalah dapat merugikan perekonomian Negara. Sejarah di Indonesia telah membuktikan bahwa perilaku-perilaku anti persaingan telah membawa dampak kerugian terhadap perekonomian Negara. Peranan bisnis atau usaha sangat penting di dalam menjalankan roda perekonomian. Hal tersebut sangat wajar karena tidak mungkin Negara dapat membiayai sendiri pembangunannya. Keberadaan para pelaku usaha, khususnya usaha besar, baik lokal maupun asing sangat penting untuk mendorong pembangunan. Banyak pemanfaatan potensi sumber daya alam yang dimiliki lndonesia hanya bisa dimanfaatkan dalam proses produksi dan pemasaran oleh usaha besar. Usaha besar yang menjangkau usaha dengan scale of economy yang besar dapat melakukan hal tersebut dengan modal besar yang dimilikinya. Investasi-investasi yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha besar tidak dapat sepenuhnya dibiayai dari tabungan pemerintah maupun dana bantuan. Anggaran sektor publik lebih dimanfaatkan untuk 2

3 prasarana dasar pembangunan (basic imfrastructural dan program-program pemerataan). Bahkan untuk pembangunan prasarana-prasarana dasar yang memerlukan investasi sangat besar, pemerintah telah mengikutsertakan kemampuan permodalan dan pengelolaan usaha besar nasional (termasuk dengan kerjasama usaha besar luar negeri). Ada hal-hal yang dilihat dari segi "economic scale ini memang perlu dilakukan oleh usaha besar. 1 Persaingan sangat wajar terjadi manakala terdapat kesamaan kepentingan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Begitu pula halnya dengan pelaku usaha, bahwa persaingan pelaku usaha terjadi karena memiliki persamaan kepentingan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang mereka jalankan. Lalu apa yang dimaksud dengan kepentingan?, kepentingan menurut Sudikno adalah tuntutan atau kebutuhan yang diharapkan untuk dipenuhi. Namun demikian, kepentingan tersebut tidak dapat luput dari gangguan dan bahaya, salah satunya adalah yang datangnya dari manusia. Sehingga, atas kepentingan tersebut membutuhkan perlindungan kepentingan dalam wujud kaidah sosial, termasuk di dalamya kaidah hukum. Kaidah hukum tersebut masuk di dalam kelompok kaidah sosial dengan aspek kehidupan antar pribadi yang ditujukan kepada sikap lahir manusia sebagai makhluk sosial, yang berarti bahwa sikap lahirlah yang dinilai 2. Dalam aktifitas bisnis atau usaha tentunya terdapat kepentingan-kepentingan yang harus dipenuhi, baik itu kepentingan para pelaku usaha, kepentingan masyarakat dan 1 Tanpa Nama Penulis, 1995, Demokrasi Ekonomi dan Masalah Keadilan Sosial Dalam Kerangka Pengembangan Struktur Usaha Nasional, Makalah, Bandung, hlm. 190, diunduh dari pada tanggal 16 september Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pusaka, Yogyakarta, 2012, hlm

4 kepentingan Negara yang tidak dapat luput dari gangguan dan bahaya, salah satunya yang datangnya dari para pihak itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu rambu-rambu yang dapat memberikan perlindungan kepentingan sekaligus membatasi para pihak untuk mencapai kepentingannya, yaitu dalam wujud kaidah hukum. Kaidah hukum di bidang ekonomi yang mengatur tentang persaingan usaha di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3817, yang mulai diberlakukan setahun kemudian pada 5 Maret Selanjutnya untuk alasan teknis istilah yang digunakan untuk menunjuk pada undang-undang dimaksud adalah UU No. 5 tahun Momentum dibentuk dan diundangkannya UU No. 5 tahun 1999 adalah karena adanya krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada 1998 yang kemudian diperburuk dengan kondisi perekonomian dunia yang semakin menurun 3. Agar segera keluar dari krisis, untuk mempercepat program pemulihan ekonomi Indonesia dan adanya desakan dari International Monetary Fund (IMF), maka pemerintah Indonesia pada Januari 1998 telah menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan IMF, yang kemudian dipertegas kembali di dalam Memorandum Tambahan Mengenai Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Pemerintah Republik Indonesia (Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies /MEFP of the Government of Indonesia) pada tanggal 10 April Program IMF mensyaratkan 50 butir kesepakatan yang 3 L. Budi Kagramanto, Mengenal Hukum Persaingan Usaha (Berdasarkan UU No. 5 tahun 1999), Laros, Sidoarjo, 2012, hlm

5 merupakan serangkaian kebijakan deregulasi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menindaklanjutinya dengan melakukan deregulasi terhadap berbagai peraturan di bidang ekonomi yang menginstruksikan penghentian tindakan yang mendistorsi pasar yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan beberapa kelompok usaha di Indonesia yang pada waktu itu dekat dengan Pemerintah Orde Baru 4. Reformasi di bidang ekonomi diawali dengan deregulasi terhadap beberapa peraturan dengan menghasilkan 3 (tiga) Keputusan Presiden (Keppres), 3 (tiga) Peraturan Pemerintah, dan 6 (enam) Instruksi Presiden 5. Keppres yang dikeluarkan oleh Pemerintah di antaranya adalah Keppres No. 20 tahun 1998 yang mengatur tentang pencabutan fasilitas istimewa yang sebelumnya diberikan kepada Proyek Mobil Nasional, Keppres No. 15 tahun 1998 yang mengatur tentang pencabutan monopoli yang dilakukan oleh Bulog (kecuali beras), dan Keppres No. 21 tahun 1998 yang mengatur tentang pembubaran Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC) 6. Deregulasi lainnya di bidang ekonomi adalah berupa pembentukan Undang-Undang Persaingan Usaha yaitu UU No. 5 Tahun Undang-undang ini merupakan hasil hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 8. 4 Ibid., hlm Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pustaka Bunga Press, Medan, 2003, hlm L. Budi Kagramanto, op.cit., hlm Pendapat yang berbeda mengenai pengaruh yang melatarbelakangi lahirnya UU Persaingan Usaha disampaikan oleh Syamsu Maarif, yang menyebutkan bahwa keberadaan UU Persaingan bukan dipengaruhi oleh dunia Barat, terutama oleh Bank Dunia dan IMF. Pendapat disampaikan di dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Pusat Study APEC, the Center on Japanese Ecnomy and Business and the School of International and Public Affair di Universitas Columbia pada tanggal 18 Oktober 2000 yang mendiskusikan tantangan yang dihadapi oleh KPPU dalam melaksanakan kebijakan persaingan, khususnya, dan otoritas persaingan usaha di dunia pada umumnya. Syamsu Maarif adalah Wakil Komisi KPPU yang menjabat pada waktu itu. 8 L Budi Kagramanto, op.cit., hlm

6 Deregulasi di bidang ekonomi sangat terasa urgensinya mengingat bahwa salah satu penyebab krisis perekonomian di Indonesia pada saat itu adalah ketiadaan kebijakan persaingan yang jelas. Sebelum dilakukannya deregulasi, banyak pelaku usaha yang menjalankan praktek usaha yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, termasuk di dalamnya tindakan monopoli yang mencermikan adanya konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh beberapa pihak saja. Keengganan bersaing dan berinovasi merupakan budaya yang terbentuk akibat monopoli. Akibat yang ditimbulkan adalah berupa kontrol terhadap pasar dan harga, serta membatasi pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar (barrier to entry). Bagi masyarakat, kesempatan atau akses untuk mendapatkan dan membeli produk yang berkualitas dan dengan harga yang kompetitif juga menjadi terbatas 9. Kecenderungan pasar di Indonesia yang terdistorsi sebenarnya lebih diakibatkan oleh perilaku monopolistik beberapa kelompok pengusaha yang memiliki kedekatan dan hubungan baik dengan penguasa pemerintahan pada waktu itu. Kondisi tersebut telah melahirkan suatu preferensi yang berlebih pada beberapa kelompok pengusaha dalam menjalankan usahanya. Fasilitas demi fasilitas termasuk proteksi dan kemudahan diberikan kepada segelintir kelompok sehingga mengarah kepada terjadinya monopoli terhadap pasar, bahkan fasilitas dan kemudahan tersebut dituangkan di dalam suatu peraturan, sebut saja fasilitas dan kemudahan bagi Proyek Mobil Nasional dan bagi BPPC sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Proteksi 9 Ningrum Natasya Sirait, op.cit., hlm. 2. Menurut Ningrum Natasya Sirait, sejarah lahirnya UU Persaingan Usaha di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1997 sampai dengan 1998, yang menunjukkan bahwa Indonesia tidak memiliki fondasi perekonomian yang kuat akibat penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik, di mana kemudahan-kemudahan berusaha cenderung diberikan kepada para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan, yang kemudian diperparah dengan belum adanya kebijakan persaingan (competition policy). 6

7 tidak sepenuhnya buruk, namun proteksi yang melindungi ketidakefisienan usaha, atau memperbesar margin keuntungan buat pengusaha atas "kerugian" konsumen berarti subsidi rakyat kepada pelaku usaha, yang juga berarti merugikan arti persaingan sehat dalam kepengusahaan ekonomi. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kepesatan kemajuan suatu usaha (besar) karena proteksi jelas tidak sehat dan tidak adil 10. Sebelum lahirnya UU No. 5 Tahun 1999, sebenarnya antisipasi dan pengaturan terkait persaingan usaha yang sehat di Indonesia telah tertuang di dalam beberapa peraturan yang tersebar secara sporadis, sebut saja di antaranya Pasal 382 bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan sebagainya yang akan diuraikan secara rinci di dalam BAB II Penelitian ini. Ketidakefektifan penegakan hukum atas peraturan-peraturan tersebut terjadi karena pengaturannya menyebar dan tidak komperehensif. Keengganan dalam penegakannya sebagai akibat politik pembangunan dan perekonomian di Indonesia yang dijalankan pada waktu itu juga merupakan alasan ketidakefektifan peraturan-peraturan dimaksud. UU No. 5 Tahun 1999 diakui lahir di tengah carut marutnya perekonomian Indonesia pada kuartal pertama Masyarakat Indonesia sepatutnya menyambut gembira kehadiran undang-undang tersebut karena telah memberikan rambu-rambu bagi perilaku para pelaku usaha. Undang-undang tersebut juga merupakan level playing field bagi para pelaku usaha. Meskipun demikian, kritisi terhadap rumusan 10 Tanpa Nama Penulis,, op.cit., hlm

8 pasal undang-undang tersebut perlu dilakukan, karena jika dilihat sejarahnya, khususnya dalam konteks waktu atau momentum pembentukannya tidak dapat dikesampingkan adanya perkembangan nilai-nilai budaya dan hukum di Indonesia. Setidaknya terdapat beberapa momentum yang membawa pengaruh terhadap nilai-nilai budaya dan hukum serta berdampak pada globalisasi ekonomi dan perdagangan yang membawa sistem ekonomi Indonesia menuju sistem ekonomi pasar, antara lain 11 : 1. Diratifikasinya perjanjian World Trade Organization (WTO) dengan Undang- Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara tahun 1994 nomor 3564); 2. Komitmen Pemerintah Indonesia pada Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation) tentang liberalisasi perdagangan dan investasi. Komitmen tersebut berlaku pada tahun 2010 bagi Negara-negara maju dan tahun 2020 bagi Negara-negara berkembang; dan 3. Kesepakatan Negara-negara anggota Asean untuk memberlakukan AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun UU No. 5 tahun 1999 adalah sebagai salah satu wujud pembangunan dan pembaharuan hukum di bidang ekonomi. Terlepas dari ada atau tidaknya desakan IMF, pembangunan dan pembaharuan hukum tetap perlu dilakukan akibat perkembangan nilai-nilai budaya di era globalisasi ekonomi dan perdagangan. 11 FX. Joko Priyono, 2001, Analisis Komperehensif Terhadap Beberapa Peraturan Perundangundangan Dalam Kerangka Hukum Bisnis di Indonesia, Makalah, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm Makalah disampaikan pada Diskusi Reguler Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Undip tanggal 31 Januari

9 Pembangunan dan pembaharuan hukum bukanlah sekedar mengganti hukum yang lama dengan yang baru. Namun terjadi akibat konsekuensi perkembangan ekonomi dan politik yang dilatarbelakangi oleh perubahan orientasi dan nilai-nilai yang melandasi peraturan tersebut. Dengan kata lain, pembangunan dan pembaharuan hukum terjadi untuk mengadopsi nilai-nilai yang baru sebagai akibat perkembangan orientasi dan perubahan budaya yang hidup di masyarakat. Saat berkuasanya Regim Orde Baru, yang merupakan regim pembangunan (development regime state), dimulailah dasar bagi pembangunan yang berbasis pada upaya menciptakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, seperti pengendalian inflasi serta target pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai 12. Intervensi pemerintah pada saat itu dibutuhkan untuk menciptakan kondisi politik yang stabil agar pembangunan infrastruktur dapat berjalan secara berkesinambungan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah Orde Baru menempatkan dirinya sebagai pusat monopoli politik serta pengendali tunggal ekonomi, yang dalam perspektif ekonomi dapat dikatakan pemerintah telah melakukan monopoli alokasi serta distribusi sumber daya ekonomi. Melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan, pemerintah menentukan alokasi modal, kredit, konsesi, serta lisensi 13. Namun krisis yang terjadi di rentang tahun 1997 sampai dengan 1998, termasuk adanya desakan dari pihak eksternal (IMF) serta keinginan masyarakat dan pelaku usaha yang menginginkan adanya suatu peraturan yang mengatur perilaku 12 Budi L Kagramanto, op.cit., hlm. 7. Menurut Karl Wohlmuth, ada 3 (tiga) karakteristik dari negara pembangunan, yakni (a) memiliki staf yang professional dan sistim administrasi yang baik, disiplin dan terampil, (b) tidak hanya bekerja berdasarkan aturan, tetapi juga didukung oleh basis legitimasi rakyat, sehingga birokrasi dapat bekerja maksimal hingga tahap akhir, (c) pemimpinnya mempunyai komitmen dan dedikasi tinggi untuk mencapai target pertrumbuhan ekonomi, investasi dan daya saing internasional/asing dibandingkan dengan kebijakan ekonomi yang berfokus pada konsumsi dan sumber daya publik. 13 L Budi Kagramanto, loc.cit. 9

10 serta batasan tindakan pelaku usaha yang berpotensi menghambat persaingan usaha yang dapat merusak mekanisme pasar, maka budaya persaingan yang bersifat monopolistik dan anti persaingan telah berubah menjadi budaya persaingan yang mengikuti mekanisme pasar. Melihat waktu lahirnya UU No. 5 Tahun 1999, dapat dikatakan bahwa produk hukum tersebut lahir di era globalisasi ekonomi dan perdagangan yang berorientasi pada pencapaian efisiensi. Pemerintah harus menjalankan komitmen internasionalnya dengan suatu politik pembangunan di bidang ekonomi yang mengikuti mekanisme pasar, bukan lagi yang bersifat monopolistik dan anti persaingan. Ginandjar Kartasasmita menyebutkan bahwa kecenderungan-kecenderungan globalisasi dalam bidang ekonomi tercermin atau berdampak sekurang-kurangnya pada tiga aspek 14 : 1. Keterbukaan 2. Persaingan 3. Pendekatan (integrasi) Dengan demikian, jelaslah tampak bahwa keterbukaan dan persaingan merupakan beberapa dampak dari globalisasi ekonomi dan perdagangan. Keterbukaan terlihat dari derasnya arus informasi dan lancarnya komunikasi yang mengantarkan manusia, barang, jasa dan data, serta telah menyebabkan makin terbukanya ekonomi dunia. Keterbukaan ini memperlancar arus perdagangan, investasi, informasi dan teknologi yang membawa keuntungan bagi yang terlibat di dalamnya. Kemajuan ekonomi dunia tercatat paling cepat di negara-negara yang ekonominya terbuka. Negara-negara yang ekonominya tertutup justru paling ketinggalan dan tidak menikmati arus perubahan 14 Ginandjar Kartasasmita, 1990, Beberapa Pokok Pikiran Mengenai Martabat dan Kualitas Manusia di Dalam Persaingan Global, Makalah, Yogyakarta, hlm

11 yang membawa berbagai kemungkinan dan kesempatan itu. Negara-negara sosialis yang sistem ekonominya tertutup akhirnya menyadari hal itu dan sekarang telah membuka ekonominya. Negara-negara yang memproteksi ekonominya secara ketat seperti Jepang dan Korea, juga telah membuka keran akses ekonominya, meskipun prosesnya tidak secepat seperti yang diinginkan banyak orang 15. Globalisasi ekonomi dan perdagangan memang tidak dapat dihindari dan harus dihadapi oleh Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Di satu sisi sikap terbuka memang diperlukan, namun di sisi lain tetap diperlukan strategi dan usaha yang maksimal agar kita dapat menarik manfaat dari globalisasi tersebut. Jika pembentukan UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu pembaharuan hukum yang harus dilakukan untuk menghadapi globalisasi, maka kritisi terhadap (rumusan) undang-undang tersebut tetap perlu dilakukan. Suatu produk undang-undang, meskipun secara formal telah terbentuk, belum tentu dapat diterapkan dengan baik dan berhasil. Menurut Hamid Chalid di dalam L Budi Kagramanto 16, ada beberapa kriteria yang dapat dipakai agar suatu undang-undang dapat diterapkan dengan baik dan berhasil, antara lain : 1. Secara filosofis undang-undang itu dapat menciptakan keadilan bagi masyarakat; 2. Secara sosiologis undang-undang akan memberikan manfaat bagi yang menundukkan diri secara sukarela kepadanya; 3. Secara yuridis undang-undang akan menciptakan kepastian hukum. 15 Ibid, hlm L Budi Kagramanto, op.cit., hlm. 29. Lihat juga Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 19, yang menyebutkan bahwa ketiga nilai dasar tersebut mempunyai dasar keabsahannya sendiri-sendiri. Nilai dasar Keadilan, keabsahan berlakunya adalah secara filosofis. Nilai dasar kegunaan keabsahan berlakunya adalah secara sosiologis dan nilai dasar Kepastian keabsahan berlakunya adalah secara yuridis. 11

12 Menurut hemat penulis setidaknya terdapat beberapa alasan mengapa kritisi ataupun evaluasi terhadap UU No. 5 Tahun 1999 perlu dilakukan, yaitu : 1. Sejarah Pembentukan UU No. 5 Tahun 1999 Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, selain sebagai bentuk pembaharuan hukum akibat perkembangan nilai-nilai budaya di era globalisasi ekonomi dan perdagangan, fakta menunjukkan bahwa UU No. 5 Tahun 1999 lahir di tengah carut marutnya perekonomian Indonesia pada kuartal pertama 1997 sampai dengan tahun Akibat desakan dari IMF maka pemerintah telah melakukan deregulasi terhadap aturan-aturan di bidang ekonomi. Meskipun keinginan dari beberapa pihak untuk memiliki undang-undang yang mengatur perilaku terkait persaingan usaha telah ada sebelumnya melalui beberapa usulan rancangan undangundang persaingan usaha, namun masih terlihat kesan terburu-buru dalam pembuatannya (sweeping legislation) serta masih banyak mengandung loop holes Kepastian hukum dan kemanfaatan Di era globalisasi ekonomi dan perdagangan, kepastian hukum merupakan tuntutan yang mutlak harus dipenuhi oleh pemerintah. Untuk percepatan pembangunan, negara tetap membutuhkan peranan para pelaku usaha khususnya pelaku usaha skala besar. Hal tersebut sangat wajar karena tidak mungkin Negara dapat membiayai dan melakukan sendiri pembangunannya. Keterbatasan anggaran pemerintah tidak dapat membiayai semua program yang telah dicanangkan, sehingga hanya dapat dialokasikan untuk mendanai program-program yang masuk skala 17 Hamid Chalid, 2001, Telaah Kritis UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Kuliah Umum Persaingan Usaha, Fakultas Hukum Unair, Surabaya,, hlm. 5 dalam Ibid, hlm

13 prioritas, sedangkan percepatan pelaksanaan program lainnya membutuhkan peranan dari usaha besar yang dengan modalnya dapat menjangkau usaha dengan scale of economy yang besar. Investasi-investasi yang nilainya sangat besar tidak hanya dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha nasional saja, ajakan agar pelaku usaha atau investor asing untuk berinvestasi di Indonesia juga telah dilakukan oleh pemerintah. Untuk itu sangat relevan ketika para investor menuntut adanya kepastian hukum yang bertujuan untuk melindungi investasinya. Munculnya sejumlah peraturan di era globalisasi ekonomi dan perdagangan sebagai wujud pembaharuan hukum untuk mengakomodasi perkembangan nilai-nilai budaya diharapkan dapat memberikan kesejahteraan dan kemanfaatan bagi Negara dan masyarakat. Harapan tersebut tentu hanya sekedar menjadi harapan tanpa adanya suatu evaluasi baik terhadap rumusan maupun pelaksanaannya. Menurut paham utilitarianis, produk undang-undang sebagai hasil globalisasi harus dievaluasi untuk mengetahui kemanfaatannya. Bila tidak memberikan manfaat, maka perlu dilakukan perubahan ataupun penyempurnaan. 3. Kesesuaian dengan sistem hukum Ginandjar Kartasasmita memandang bahwa globalisasi yang salah satu tanda atau gejalanya berupa kemajuan ekonomi sebagai hasil kemajuan teknologi di negaranegara barat mengakibatkan ideologi tidak lagi menjadi relevan sebagai tolok ukur utama hubungan satu negara dengan negara lainnya. Ukuran yang menjadi paling menonjol adalah ekonomi, yaitu apa hasil nyata yang akan diperoleh dari hubungan itu. Gejala tersebut didorong oleh dahsyatnya arus informasi yang tidak bisa dibendung oleh batas-batas yang dibangun untuk mencegah masuknya pengaruh luar. 13

14 Kesadaran politik yang baru muncul untuk menggantikan dogma-dogma idiologi dan mempengaruhi sikap politik orang atau negara kepada orang atau negara lain. 18 Apa yang diutarakan oleh Ginandjar Kartasasmita tersebut patut direnungkan. Apabila kedaulatan politik tergantung dari kedaulatan ekonomi, atau dengan kata lain apabila kedaulatan politik tidak akan pernah diperoleh jika suatu negara tidak memiliki kedaulatan ekonomi, maka sangat relevan jika produk hukum kita terindikasi menyimpang dari idiologi bangsa, bukankah hukum itu sendiri merupakan produk politik. Mengacu pada paham positivisme hukum, keberadaan UU No. 5 Tahun 1999 di Indonesia secara formal telah memenuhi unsure kepastian hukum. Namun perlu dilihat kembali apakah secara substantif telah sesuai dengan perkembangan dan sistem hukum termasuk ideologi bangsa Indonesia. Bukankah kebenaran hukum normatif adalah kebenaran pragmatis, sehingga kebenaran tentang nilai-nilai yang diatur atau yang melandasi suatu undang-undang menjadi sangat penting. Pergerakan hukum progresif yang dimotori oleh Satjipto Rahardjo memandang bahwa untuk mengatasi permasalahan formalisasi hukum, pemaknaan terhadap teks aturan hukum menjadi sesuatu yang sangat penting. Pemaknaan hukum tersebut bertalian dengan penafsiran terhadap teks-teks hukum yang menempati posisi penting dalam kehidupan berhukum. Melalui alasan-alasan yang telah diuraikan, karya tulis ini didedikasikan untuk melakukan kritisi atau evaluasi terhadap rumusan UU No. 5 Tahun Batasan penelitian yang dilakukan adalah terhadap asas hukum yang terkandung di dalamnya, 18 Ginandjar Kartasasmita, op.cit., hlm

15 khususnya yang dirumuskan di dalam Pasal 2 undang-undang tersebut. Rumusan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan : Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Menurut pandangan penulis, terdapat hal yang cukup menggelitik di dalam rumusan pasal tersebut. Dari 2 (dua) asas yang terkandung di dalamnya, yaitu Demokrasi Ekonomi dan Keseimbangan. Di mana terdapat hubungan yang dependen (tergantung atau tidak dapat berdiri sendiri) antara satu asas dengan asas lainnya, yaitu asas Demokrasi Ekonomi menjadi faktor dependen atau tergantung terhadap asas Keseimbangan. Hubungan tersebut memunculkan suatu pola prasyarat, yaitu pedoman dalam menjalankan kegiatan usaha tidak an sich berdasarkan asas Demokrasi Ekonomi, tetapi juga dengan tetap memperhatikan asas Keseimbangan. Keberadaan kata memperhatikan yang ditempatkan atau diposisikan setelah asas Demokrasi Ekonomi di dalam rumusan tersebut dapat dimaknai bahwa menjadi sesuatu yang relatif atau nisbi apabila penerapan norma dan aturan yang terkandung di dalam UU No. 5 Tahun 1999 hanya berpedoman terhadap asas Demokrasi Ekonomi dengan mengesampingkan asas Keseimbangan. Dengan kata lain, Asas Keseimbangan telah menjadi prasyarat Asas Demokrasi Ekonomi. Dari sudut pandang penafsiran, penjelasan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999 hanya tertulis Cukup Jelas. Kondisi yang demikian tentunya menjadikan penafsiran atas rumusan pasal tersebut menjadi sangat sulit dilakukan. Padahal Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa sejak hukum diformalkan, maka akan terdapat 15

16 pereduksian makna. Sejalan dengan hal tersebut, sempat disinggung pula bahwa pergerakan hukum progresif yang dimotori oleh Satjipto Rahardjo memandang bahwa untuk mengatasi permasalahan formalisasi hukum, pemaknaan terhadap teks aturan hukum menjadi sesuatu yang sangat penting. Pemaknaan hukum tersebut bertalian dengan penafsiran terhadap teks-teks hukum yang menempati posisi penting dalam kehidupan berhukum. Satjipto Rahardjo meyakini bahwa tidak ada rumusan satu undang-undang pun yang absolut benar, lengkap, dan komprehensif. Oleh karena itu, menurut beliau penafsiran hukum merupakan sebuah sarana yang dapat menjembatani kekurangan aturan objek yang dirumuskan dengan perumusannya. Di sinilah ditemukan bahwa hukum progresif juga banyak bergerak pada ranah penafsiran hukum 19. Satjipto Rahardjo telah meletakkan pandangannya terhadap penafsiran hukum sebagai berikut : Bahkan tidak berlebihan apabila kita dapat mengatakan, bahwa penafsiran hukum itu merupakan jantung hukum. Hampir tidak mungkin hukum bisa dijalankan tanpa membuka pintu penafsiran. Penafsiran hukum merupakan aktifitas yang mutlak terbuka untuk dilakukan, sejak hukum berbentuk tertulis. Diajukan sebuah adagium. Membaca hukum adalah menafsirkan hukum. Mengatakan teks hukum sudah jelas, adalah suatu cara saja bagi pembuat hukum untuk bertindak pragmatis seraya diam-diam mengakui, bahwa ia mengalami kesulitan untuk memberikan penjelasan (Rahardjo, 2006b:163). Berdasarkan uraian-uraian di atas, secara eksplisit belum dapat ditemukan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan mengapa asas Keseimbangan menjadi prasyarat asas Demokrasi Ekonomi. Sehingga sangat relevan apabila penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan dimaksud. Selain 19 Artidjo Alkostar, 2011, Relevansi Hukum Progresif dalam Reformasi Hukum dan Peradilan, dalam Moh. Mahfud MD, et.al., 2011, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif : Urgensi dan Kritik, Edisi Pertama, Epistema Institute dan HUMA, Jakarta, 2011, hlm

17 itu, Jawaban di dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisa peristiwa hukum yang terkait langsung dengan asas keseimbangan dan asas Demokrasi Ekonomi yang perkaranya telah diputus oleh Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Oleh karena itu, judul yang dirumuskan oleh penulis di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Keseimbangan Sebagai Prasyarat Asas Demokrasi Ekonomi di dalam Undang- Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Studi Kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 03/KPPU-L- I/2000 Tanggal 4 Juli 2001 B. Perumusan Masalah Sehubungan dengan uraian di dalam bagian Pendahuluan di atas, maka perumusan masalah yang diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Mengapa asas Keseimbangan menjadi prasyarat asas Demokrasi Ekonomi di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat?. 2. Bagaimanakah implementasi asas Keseimbangan yang menjadi prasyarat asas Demokrasi Ekonomi di dalam perkara persaingan usaha, khususnya di dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 03/KPPU-L-I/2000 Tanggal 4 Juli 2001?. C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan permasalahan yang diajukan, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Tujuan Subjektif 17

18 Tujuan subjektif penelitian ini adalah untuk melengkapi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 (S2), dan memperoleh gelar Magister Hukum (M.H.) pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian dan penulisan hukum ini adalah untuk menjawab pertanyaan sebagaimana yang telah dirumuskan diatas yaitu : a. Mengetahui mengapa asas Keseimbangan menjadi prasyarat asas Demokrasi Ekonomi di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. b. Mengetahui bagaimana implementasi asas Keseimbangan yang menjadi prasyarat asas Demokrasi Ekonomi di dalam perkara persaingan usaha, khususnya di dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 03/KPPU-L-I/2000 Tanggal 4 Juli D. Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian yang dilakukan akan dapat membawa manfaat seluasluasnya. Untuk itu, harapan tersebut semoga dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat dari segi teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum persaingan usaha yang diatur dalam Hukum Persaingan Usaha 2. Manfaat dari segi praktis 18

19 a. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan arah kebijakan dalam penyusunan maupun perubahan peraturan terkait Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. b. Bagi masyarakat, praktisi, dan penegak hukum, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam penanganan dan antisipasi muncul dan berkembangnya masalah persaingan usaha yang dapat dapat merugikan para pihak yang berkepentingan, yaitu pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. E. Keaslian Penelitian Guna memenuhi kaidah keaslian tulisan dan penelitian, penulis telah melakukan penelusuran terhadap karya-karya tulis atau ilmiah, baik yang dilakukan melalui penelusuran internet maupun kunjungan ke perpustakaan Fakultas Hukum kampus Yogyakarta dan kampus Magister Ilmu Hukum di Jakarta. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, ditemukan satu karya tulis berupa tesis yang bersinggungan secara langsung dengan tema asas Keseimbangan dalam UU No. 5 Tahun 1999 yang diangkat oleh penulis. Karya tulis tesis tersebut dibuat oleh Winarno, S.H. pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang di tahun 2009 dengan judul Perumusan Asas Keseimbangan Kepentingan dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Serta Penerapan Hukumnya Dalam Putusan Hakim Atas Perkara Persaingan Usaha. Tema asas keseimbangan dalam UU No. 5 Tahun 1999 yang diangkat di dalam karya tulis tesis oleh Winarno, S.H. dimaksud memiliki kesamaaan dengan yang 19

20 diangkat oleh penulis dalam karya tulis ini. Namun demikian, yang menjadi perumusan atau fokus yang diangkat serta diteliti oleh Beliau adalah apakah perumusan ketentuan-ketentuan di dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah mencerminkan asas keseimbangan dan bagaimana penerapannya di dalam putusan hakim. Sedangkan penelitian yang diajukan dan coba diangkat oleh penulis di dalam karya tulis tesis ini adalah mengapa asas Keseimbangan menjadi prasyarat bagi Demokrasi Ekonomi di dalam UU No. 5 Tahun 1999, beserta implementasinya di dalam salah satu perkara persaingan usaha yang telah diputus oleh Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha. UU No. 5 Tahun 1999 disahkan dan diundangkan sebelum Amandemen UUD 45 yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2002, yang di dalam Pasal 33 UUD 45 tersebut belum secara eksplisit menyebutkan asas Keseimbangan. Namun pasca amandemen, telah secara eksplisit menyebutkan asas/prinsip keseimbangan (vide ayat 5). Pertanyaannya adalah, dengan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999 sebelum UUD 45 diamandemen, khususnya terhadap Pasal 33 (yang belum secara eksplisit menyebutkan asas keseimbangan), apakah Demokrasi Ekonomi yang dirumuskan di dalam Pasal 33 UUD 45 sebelum amandemen, yang merupakan dasar fundamental perekonomian Indonesia belum cukup memberikan dasar atau keseimbangan sehingga asas Keseimbangan harus dijadikan prasyarat atas Demokrasi Ekonomi di dalam UU No. 5 tahun 1999?. Selanjutnya, penelitian yang diajukan dan diangkat di dalam karya tulis ini adalah bagaimanakah implementasi Asas Keseimbangan yang menjadi prasayarat atas 20

21 Demokrasi Ekonomi dimaksud di dalam kasus-kasus persaingan usaha. Permasalahan ini menurut hemat penulis sangat penting untuk diangkat, mengingat setelah diketahui jawaban atas rumusan permasalahan yang pertama, maka harus diketahui pula bagaimana konsistensi dan penegakan (enforcement) atas aturan-aturan yang terkandung di dalam UU No. 5 Tahun Dengan demikian, permasalahanpermasalahan yang akan diteliti oleh penulis belum pernah diangkat dalam penelitianpenelitian sebelumnya, sehingga penelitian ini dapat dianggap memenuhi kaidah keaslian penelitian. 21

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Antitrust Law (USA) Antimonopoly Law (Japan) Restrictive Trade Practice Law (Australia) Competition

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PEMBATASAN PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK OLEH UU NO

KAJIAN YURIDIS PEMBATASAN PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK OLEH UU NO KAJIAN YURIDIS PEMBATASAN PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK OLEH UU NO. 5 TAHUN1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Raja wahid Nur Sinambela Marlina ABSTRAK Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian cepat membawa dampak positif maupun negatif. Era globalisasi sekarang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah pertumbuhan perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa iklim bersaing di Indonesia belum terjadi sebagaimana yang diharapkan, dimana Indonesia telah membangun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan semakin tinggi. Maka dengan ini upaya untuk mengantisipasi hal

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan semakin tinggi. Maka dengan ini upaya untuk mengantisipasi hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini telah terjadi disetiap negara melakukan perdagangan secara bebas, sehingga tingkat persaingan di berbagai sektor perdagangan semakin tinggi.

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY 62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara study literatur yang data-datanya diperoleh dari buku, jurnal, arsip, maupun artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan pembangkit listrik Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan pembangkit listrik Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya. Kedua hal tersebut pun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya 177 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya tentang Kebijakan Pemerintah Orde Baru dalam Privatisasi BUMN Ditinjau dari Peranan IMF Antara Tahun 1967-1998.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma hukum law as a tool of social engineering yang artinya hukum sebagai alat perubahan sosial. Istilah tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus hak atas tanah yang merupakan hak ekonomi, sosial dan budaya dapat

BAB I PENDAHULUAN. khusus hak atas tanah yang merupakan hak ekonomi, sosial dan budaya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah kebutuhan dasar manusia sebagai sarana dalam kehidupan dapat di lihat dari berbagai Peraturan Perundang-Undangan, secara khusus hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menjumpai perbedaan harga suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau persekongkolan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa proses globalisasi telah menimbulkan persaingan yang semakin tajam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa proses globalisasi telah menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaedah hukum yang berbentuk peraturan dibedakan menjadi peraturan atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif ialah yang memberikan kewenangan

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah merger dapat didefinisikan sebagai suatu fusi atau absorbsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi diartikan sebagai suatu proses transformasi sosial yang membawa kondisi umat manusia yang berbeda, terpencar di seluruh dunia ke satu kondisi yang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. 1 Dengan berbagai

I.PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. 1 Dengan berbagai 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal reformasi di Indonesia memunculkan rasa keperihatinan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar yang disebut konglomerat menikmati pangsa pasar

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

Analisis dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan

Analisis dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Membership) Analisis dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=108852&lokasi=lokal ------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM) memiliki peranan yang vital dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara. Kontribusi terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa proses globalisasi telah menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan inti dari sistem keuangan pada tiap negara Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang perbankan, diantaranya yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional merupakan salah satu faktor yang sangat strategis dalam membentuk dan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK I. UMUM Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 BAB IV PEMBAHASAN A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 Dalam putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 pada halaman 136 poin 10 dan halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu ancaman bagi para pengusaha nasional dan para pengusaha asing yang lebih

I. PENDAHULUAN. suatu ancaman bagi para pengusaha nasional dan para pengusaha asing yang lebih 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ekonomi saat ini, dunia usaha merupakan salah satu kegiatan yang diminati oleh banyak orang di Indonesia. Lahirnya pengusahapengusaha baru dalam

Lebih terperinci

Hukum dan Globalisasi

Hukum dan Globalisasi Hukum dan Globalisasi Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI SH (UI), LL.M (Keio University, Jepang), PhD (University of Nottingham, Inggris) 1 Apa itu Globalisasi? Multi makna

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 1. entitas ekonomi didasarkan atas kenyataan bahwa masing-masing pihak saling

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 1. entitas ekonomi didasarkan atas kenyataan bahwa masing-masing pihak saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sedang dilanda krisis ekonomi akibat menguatnya mata uang dollar terhadap hampir seluruh mata uang di dunia. Perubahan tersebut memunculkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya krisis multi dimensi di Indonesia menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya etika untuk dilaksanakan. Etika menjadi kebutuhan penting bagi semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mendorong pelaku usaha untuk melakukan pengembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mendorong pelaku usaha untuk melakukan pengembangan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha, para pelaku usaha sering melakukan upaya-upaya yang disebut dengan restrukturisasi perusahaan atau pengembangan usaha. Adanya keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan seni, budaya, suku, bangsa, dan agama. Keanekaragaman akan memberikan suatu identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, sub sektor ini

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, sub sektor ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perbankan sebagai salah satu sub sektor ekonomi sangat besar peranannya dalam mendukung aktivitas dan pelaksanaan pembangunan yang merupakan alat di dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan

BAB III PENUTUP. persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan 162 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam mendorong iklim persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan perannya sesuai dengan tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa sekarang ini semakin ketat. Hal tersebut akan berdampak pada pelanggan, persaingan usaha dan perubahan.

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun membuat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 membuat perekonomian nasional menjadi buruk. Pada pertengahan tahun 1998, bursa ditinggalkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan praktik penerbangan bukanlah perkara sederhana. Ada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan praktik penerbangan bukanlah perkara sederhana. Ada banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan praktik penerbangan bukanlah perkara sederhana. Ada banyak faktor yang kehadirannya saling terkait dan mustahil untuk ditiadakan sehingga usaha penerbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara menginginkan negaranya memiliki suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis terhadap..., Aryanti Artisari, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis terhadap..., Aryanti Artisari, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Globalisasi telah mendorong pergerakan ekonomi dunia berkembang semakin cepat di setiap negara. Meskipun pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis multidimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan yang pesat dalam bidang teknologi informasi. ekonomi, sosial, budaya maupun politik mempengaruhi kondisi dunia bisnis dan persaingan yang timbul

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh sektor kehidupan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham

Lebih terperinci