Hukum dan Globalisasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hukum dan Globalisasi"

Transkripsi

1 Hukum dan Globalisasi Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI SH (UI), LL.M (Keio University, Jepang), PhD (University of Nottingham, Inggris) 1

2 Apa itu Globalisasi? Multi makna dari globalisasi Ciri-ciri globalisasi Borderless Kepentingan cross border Dampak yang meluas 2

3 Kapan ada Globalisasi? Perdagangan antar bangsa Penyebaran peradaban dan hukum Eropa Beberapa gelombang globalisasi Globalisasi dewasa ini menyangkut segala aspek kehidupan manusia dan negara 3

4 Globalisasi dan Hukum: Penggunaan Hukum oleh Negara Maju terhadap Negara Berkembang Salah satu aspek globalisasi dan hukum adalah bagaimana hukum dimanfaatkan oeh negara maju terhadap negara berkembang untuk kepentingan politik 4

5 Fungsi Hukum Hukum memiliki banyak fungsi Hukum sebagai alat kontrol (pengendali) sosial Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat Hukum sebagai alat politik 5

6 Bagaimana memanfaatkan hukum sebagai alat politik? Bagaimana Negara Maju memanfaatkan hukum sebagai alat politik? 6

7 Dalam lima tahun terakhir ini telah banyak keluhan tentang rongrongan atas kedaulatan Republik Indonesia dalam proses legislasi Rongrongan terjadi sebagai akibat keikutsertaan Indonesia antara lain dalam berbagai perjanjian internasional maupun ketergantungan Indonesia kepada negara asing, lembaga keuangan internasional maupun perusahaan multinasional 7

8 Apakah rongrongan terhadap kedaulatan Indonesia dalam proses legislasi dapat dimaknai sebagai intervensi asing dalam urusan domestik? Tidak-kah ini bertentangan dengan hukum internasional? Bila bukan intervensi, apakah ini merupakan cara baru bagi Negara Maju untuk mengendalikan Negara Berkembang, seperti Indonesia? Apakah tujuan pengendalian ini dalam rangka tujuan mulia ataukah sekedar untuk mengamankan kepentingan Negara Maju? 8

9 Hukum sebagai Alat Pengganti Kekuasaan Kolonial Pasca proses dekolonisasi dua hal yang menarik, (1) jumlah negara semakin banyak (2) obyek yang diperebutkan adalah Pasar, bukan lagi wilayah Dikotomi masyarakat internasional: Negara Maju dan Negara Berkembang Negara Maju memiliki produsen yang dominan sementara Negara Berkembang memiliki konsumen 9

10 Negara Berkembang dalam hal tertentu dianggap sebagai suatu ancaman oleh Negara Maju Ancaman terpenting adalah kenyataan bahwa Negara Berkembang setelah merdeka memiliki kedaulatan untuk membuat peraturan perundang-undangan Dalam perspektif Negara Maju, kedaulatan dibidang legislasi ini sangat rawan, dan telah terbukti, digunakan untuk membuat aturan yang kerap merugikan kepentingan Negara Maju. 10

11 Oleh karena itu, untuk dapat mencegah agar peraturan perundang-undangan Negara Berkembang tidak berdampak negatif terhadap Negara Maju maka Negara Maju merasa perlu untuk melakukan tindakan campur tangan atau intervensi Namun, karena realita perkembangan situasi hubungan internasional maka Negara Maju menghadapi permasalahan mendasar, yaitu mereka tidak dapat lagi melakukan intervensi seperti pada masa kolonialisme dan imperialisme. 11

12 Tantangan ini telah dijawab oleh Negara Maju dengan memanfaatkan hukum dan berbagai ketergantungan Negara Berkembang sebagai pengganti dari kekuasaan kolonial dan imperial di masa lampau. 12

13 Hukum sebagai Instrumen Politik hukum berfungsi sebagai instrumen politik Sebagai instrumen politik, hukum digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu Termasuk hukum internasional digunakan untuk melindungi kepentingan Negara Maju 13

14 Dua cara yang paling sering dilakukan oleh Negara Maju terhadap Negara Berkembang Pertama adalah cara yang memanfaatkan perjanjian internasional Kedua adalah cara yang memanfaatkan ketergantung dibidang tertentu untuk mendesak perubahan peraturan perundang-undangan Intervensi melalui dua cara ini tidak bisa dianggap sebagai suatu intervensi yang melanggar hukum internasional 14

15 Keikutsertaan suatu negara dalam perjanjian internasional berarti negara tersebut dengan sengaja membebankan dirinya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam perjanjian internasional Salah satu kewajiban tersebut adalah mentransformasikan ketentuan yang ada dalam perjanjian internasional ke dalam hukum nasionalnya 15

16 Perubahan peraturan perundang-undangan yang dilakukan karena adanya faktor ketergantungan juga tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum internasional Perubahan atas peraturan perundang-undangan pada dasarnya dilakukan secara sukarela oleh negara yang memiliki ketergantungan agar dapat memperoleh apa yang diinginkan oleh Lembaga Keuangan Internasional, seperti International Monetary Fund (IMF) atau Negara Asing 16

17 Hal yang sama juga berlaku bagi perusahaan multinasional yang mengancam akan keluar dari Indonesia bila pemerintah tidak melakukan reformasi peraturan perundang-undangan tertentu Desakan semacam ini tidak dapat dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum internasional 17

18 Pelanggaran terhadap hukum internasional semakin tidak akan dirasakan jika intervensi yang dilakukan memang dikehendaki oleh komponen dalam negeri Negara Berkembang itu sendiri, baik sadar maupun tidak 18

19 Memahami Cara Kerja Hukum Internasional sebagai Instrumen Politik Ada sebuah isu tertentu, seperti tertutupnya akses pasar dari Negara Berkembang, minimnya perlindungan yang didapat atas HKI pelaku usaha Negara Maju, bahkan keamanan investasi Selanjutnya Perjanjian internasional dimanfaatkan Perjanjian internasional dirancang oleh Negara Maju yang memiliki kepentingan Perjanjian internasional dibuat sedemikian rupa sehingga kepentingan Negara Maju terbungkus dengan berbagai kalimat hukum yang canggih 19

20 Selanjutnya perjanjian internasional ini didiskusikan dengan Negara Berkembang dalam suatu konperensi internasional Diskusi yang dilakukan sebenarnya tidak akan merubah secara signifikan draft yang dibuat Disini keahlian bernegosiasi akan dilakukan oleh wakil dari Negara Maju agar wakil dari Negara Berkembang mau menerima draft perjanjian internasional tanpa harus membuat perubahan yang signifikan 20

21 Berikutnya adalah proses sosialisasi dan upayaupaya yang menyebabkan Negara Berkembang turut dalam Perjanjian Internasional dimaksud Ketika Negara Berkembang telah turut dalam perjanjian internasional tersebut maka Negara Berkembang akan selalu diingatkan untuk mengubah atau mengamandemen ketentuan hukum nasionalnya 21

22 Dalam konteks tersebut sebenarnya yang terjadi adalah Negara Maju telah melakukan intervensi terhadap hukum nasional Negara Berkembang melalui prosedur hukum yang disepakati bersama 22

23 Secara kritis memang dapat dipertanyakan tujuan dari amandemen terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pemerintah Apakah amandemen terhadap peraturan perundang-undangan ditujukan untuk merespon kebutuhan masyarakat Indonesia ataukah karena merupakan kewajiban yang diamanatkan dalam perjanjian internasional? 23

24 Selanjutnya akan diulas bagaimana ketergantungan dapat dijadikan alat untuk mengintervensi kedaulatan dalam proses legislasi suatu negara Negara Maju telah lama melihat adanya ketergantungan ekonomi dari Negara Berkembang 24

25 semakin Negara Berkembang bergantung secara ekonomi pada Negara Maju atau lembaga keuangan internasional yang Negara Maju kendalikan maka semakin rentan Negara Berkembang tersebut untuk diintervensi 25

26 Ketergantungan ekonomi sebagai alat pemaksa dapat berbentuk insentif maupun sanksi Insentif antara lain berupa hibah dan kuota tekstil yang diberikan kepada Negara Berkembang agar negara tersebut memiliki ketergantungan Ketergantungan inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan intervesi atas kedaulatan dibidang legislasi 26

27 Sementara sanksi yang dikenakan kepada Negara Berkembang yang tidak mengikuti kehendak Negara Maju dapat berupa penundaan kucuran pinjaman, pencabutan kuota tekstil bahkan dimasukkan dalam daftar hitam negara mitra perdagangan 27

28 Mengamati apa yang telah diuraikan diatas, pertanyaan mendasar bagi Indonesia adalah bagaimana kita harus menyikapi rongrongan terhadap kedaulatan dalam proses legislasi yang sedang terjadi? Satu hal yang pasti, apa yang telah diuraikan sama sekali tidak dimaksudkan untuk mendorong agar Indonesia bersikap anti terhadap Negara Maju, anti terhadap IMF, anti terhadap utang luar negeri dan berbagai anti lainnya. 28

29 Sikap berbagai anti tidak akan mengeluarkan Indonesia dari masalah, justru akan menimbulkan masalah baru yang tidak diharapkan. Apa yang diuraikan juga tidak menganjurkan agar Indonesia menarik diri dalam gelombang globalisasi. Globalisasi adalah suatu realita yang harus dihadapi, bukan untuk ditakuti. 29

30 Apa yang diuraikan adalah dalam rangka menyadarkan pada kita semua bahwa hukum dapat digunakan sebagai alat politik, antara lain sebagai alat intervensi bagi Negara Maju terhadap Indonesia 30

31 Untuk menghadapi intervensi yang menggunakan hukum tidak bisa lain selain menghadapinya pula dengan memanfaatkan hukum Kepandaian dalam merumuskan kalimat hukum dan bernegosiasi harus dilawan dengan kepandaian yang sama. Demikian pula kelihaian harus dilawan dengan kelihaian 31

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang 134 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Globalisasi ekonomi adalah proses pembentukan pasar tunggal bagi barang, jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PENGARUH HUKUM INTERNASIONAL BAGI PEMBANGUNAN HUKUM INDONESIA

FUNGSI DAN PENGARUH HUKUM INTERNASIONAL BAGI PEMBANGUNAN HUKUM INDONESIA FUNGSI DAN PENGARUH HUKUM INTERNASIONAL BAGI PEMBANGUNAN HUKUM INDONESIA Haryono* Abstrak. Dalam melaksanakan pembangunan Indonesia memerlukan bantuan dari negara lain terutama dari negara maju. Untuk

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5784 EKONOMI. Keanggotaan Kembali. Republik Indonesia. Dana Moneter Internasional. Bank Internasional. Undang-Undang. Nomor 9 Tahun 1966. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1967.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1966 TENTANG KEANGGOTAAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA DALAM DANA MONETER INTERNASIONAL

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM UU BIDANG EKONOMI DI INDONESIA. - Hikmahanto Juwana - Abstrak

POLITIK HUKUM UU BIDANG EKONOMI DI INDONESIA. - Hikmahanto Juwana - Abstrak POLITIK HUKUM UU BIDANG EKONOMI DI INDONESIA - Hikmahanto Juwana - Abstrak Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum sangat penting. Keberadaan peraturan perundang-undangan dan perumusan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI SILABUS. FRM/FISE/ September 2009

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI SILABUS. FRM/FISE/ September 2009 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI FRM/FISE/46-01 8 September 2009 Fakultas : Ilmu Sosial dan Ekonomi Jurusan/Program Studi : Mata Kuliah : Internasional Kode : SSM 346 SKS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1966 TENTANG KEANGGOTAAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA DALAM DANA MONETER INTERNASIONAL

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI KEAMANAN NASIONAL

POLITIK DAN STRATEGI KEAMANAN NASIONAL POLITIK DAN STRATEGI KEAMANAN NASIONAL 7.1 Pengertian 1) Pengertian Politik Politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis yang berarti negara (city state) yang terdiri dari rakyat, wilayah dan pemerintah

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

Contract Drafting T R A I N I N G

Contract Drafting T R A I N I N G Contract Drafting T R A I N I N G Pendahuluan Mengingat adanya perkembangan berbagai kontrak yang muncul dalam perkembangan masyarakat dalam dunia bisnis secara luas telah digunakan oleh masyarakat yang

Lebih terperinci

Modul 1 : Karakteristik Bisnis Internasional

Modul 1 : Karakteristik Bisnis Internasional ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah Bisnis Internasional adalah suatu studi yang mempelajari aktivitas berupa transaksi bisnis di antara lebih dari dua negara yang melibatkan semua aspek yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI INDONESIA Oleh: Yeni Handayani Sebagai negara kesatuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

51. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

51. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 51. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan

Lebih terperinci

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya No.138, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6084)

Lebih terperinci

RERANGKA ANALISIS LINGKUNGAN PEMASARAN GLOBAL

RERANGKA ANALISIS LINGKUNGAN PEMASARAN GLOBAL PEMASARAN INTERNASIONAL MINGGU KETIGA BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. FAKULTAS EKONOMI UNIV. IGM POKOK BAHASAN LINGKUNGAN EKONOMI GLOBAL LINGKUNGAN POLITIK GLOBAL LINGKUNGAN HUKUM GLOBAL LINGKUNGAN SOSIO-KULTURAL

Lebih terperinci

MEKANISME UMUM HUBUNGAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH DAERAH DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

MEKANISME UMUM HUBUNGAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH DAERAH DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI MEKANISME UMUM HUBUNGAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH DAERAH DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2012 Prinsip Dasar Hubungan & Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda Hubungan dan kerjasama

Lebih terperinci

Sessi. Dosen Pembina:

Sessi. Dosen Pembina: Sessi Lingkungan Perdagangan Internasional yang Dinamis Dosen Pembina: Mumuh Mulyana Mubarak, SE. http://moebarak.wordpress.com Dengan Ekonomi Global Tercipta Pasar Dunia yang Kompetitif Terbentuk Pasar-pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas/Semester : VII s/d IX /1-2

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas/Semester : VII s/d IX /1-2 PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas/Semester : VII s/d IX /1-2 Nama Guru :... NIP/NIK :...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak

Lebih terperinci

Penegakan Hukum dalam Kajian Law and Development: Problem dan Fundamen bagi Solusi di Indonesia

Penegakan Hukum dalam Kajian Law and Development: Problem dan Fundamen bagi Solusi di Indonesia Penegakan Hukum dalam Kajian Law and Development: Problem dan Fundamen bagi Solusi di Indonesia Hikmahanto Juwana SH (UI), LL.M (Keio University), PhD (University of Nottingham) Guru Besar dan Dekan Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER : STUDI KASUS KONFERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG ANALISIS KEPENTINGAN NASIONAL Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Hsl Rpt Antardep Tgl 9-6- 08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Materi Pokok : Makna manusia, bangsa, dan negara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan (2x 45 menit) - Memahami hakikat bangsa dan negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA

SISTEM EKONOMI INDONESIA SISTEM EKONOMI INDONESIA Suatu sistem ekonomi mencakup nilai nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma norma, peraturanperaturan yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan perkembangan teknologi modern yang begitu cepat membuat jumlah aktifitas dan cara manusia tersebut beraktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC),

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC), mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016. Pembentukan MEA berasal dari kesepakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS INTERNASIONAL. Week 5

ETIKA BISNIS INTERNASIONAL. Week 5 ETIKA BISNIS INTERNASIONAL Week 5 Bisnis Internasional Bisnis internasional yakni bisnis yang kegiatannya melewati batas-batas negara. Definisi ini termasuk perdagangan internasional, pemanufakturan diluar

Lebih terperinci

Sebuah Pemulihan yang Menguat

Sebuah Pemulihan yang Menguat Sebuah Pemulihan yang Menguat By Maurice Obstfeld 24 Juli, 2017 Pemulihan global berada pada pijakan lebih teguh, dengan revisi keatas pertumbuhan Jepang, kawasan euro, Tiongkok, serta untuk negara ekonomi

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM :

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : HUKUM KONSTRUKSI Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : 03115153 RINGKASAN UU NO 18 TAHUN 1998 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB I Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843] BAB XI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 65 Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara study literatur yang data-datanya diperoleh dari buku, jurnal, arsip, maupun artikel

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA FREQUENTLY ASKED QUESTIONS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 1 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 1. Apa saja pertimbangan diterbikannya

Lebih terperinci

penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang kemudian menimbulkan masalah yang harus dihadapi pemerintah yaitu permasalahan gizi. Permasalahan

penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang kemudian menimbulkan masalah yang harus dihadapi pemerintah yaitu permasalahan gizi. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era global saat ini, sistem internasional telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Era globalisasi yang muncul bukan hanya memudarkan batas-batas negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DEMOKRATISASI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA: TANTANGAN DAN ARAH KE DEPAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DEMOKRATISASI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA: TANTANGAN DAN ARAH KE DEPAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN DEMOKRATISASI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA: TANTANGAN DAN ARAH KE DEPAN Oleh Tim Peneliti Fakultas Hukum Unpad Ketua Tim : Atip Latifulhayat, S.H., LL.M., Ph.D. Wakil Ketua Tim:

Lebih terperinci

BAB I PNDAHULUAN. digunakan dan berkembang, persentuhannya dengan bahasa-bahasa lain

BAB I PNDAHULUAN. digunakan dan berkembang, persentuhannya dengan bahasa-bahasa lain BAB I PNDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Bagi bahasa hidup, yaitu bahasa yang masih terus digunakan dan berkembang, persentuhannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

51. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

51. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 51. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

perkembangan investasi di Indonesia, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing, termasuk investasi oleh ekonomi rakyat. Sementara itu, pada

perkembangan investasi di Indonesia, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing, termasuk investasi oleh ekonomi rakyat. Sementara itu, pada ix B Tinjauan Mata Kuliah uku Materi Pokok (BMP) ini dimaksudkan sebagai bahan rujukan utama dari materi mata kuliah Perekonomian Indonesia yang ditawarkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Menjalin suatu hubungan / interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA A. Definisi Sistem ekonomi adalah cara suatu negara mengatur kehidupan ekonominya dalam rangka mencapai kemakmuran. Pelaksanaan sistem ekonomi suatu negara tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kuota jemaah haji dan umrah terbanyak yang diberikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dengan kuota jemaah haji dan umrah terbanyak yang diberikan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hingga tahun 2016, tercatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kuota jemaah haji dan umrah terbanyak yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Setiap tahunnya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif.

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif. P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI I. UMUM Ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis secara domestik maupun global menjadi semakin maju dan pesat sehingga membuat transaksi perdagangan antar berbagai negara menjadi

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga hak setiap orang seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu dari upaya tersebut adalah melalui pembentukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

SISTEM MONETER INTERNASIONAL

SISTEM MONETER INTERNASIONAL SISTEM MONETER INTERNASIONAL Sejarah sistem Moneter Internasional 1. Zaman Emas (1876-1913): penggunaan emas sebagai standar alat tukar Standar emas pada dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) Satuan Pendidikan : SMP 1 Karangdadap Kelas/Semester : VII s/d IX /1-2

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) Satuan Pendidikan : SMP 1 Karangdadap Kelas/Semester : VII s/d IX /1-2 PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) Satuan Pendidikan : SMP 1 Karangdadap Kelas/Semester : VII s/d IX /1-2 Nama Guru : Rina Suryati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bukanlah merupakan mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka

I. PENDAHULUAN. bukanlah merupakan mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sebagian besar masyarakatnya bertopang pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, petani Indonesia bukanlah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya 177 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya tentang Kebijakan Pemerintah Orde Baru dalam Privatisasi BUMN Ditinjau dari Peranan IMF Antara Tahun 1967-1998.

Lebih terperinci

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK) HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA 1 POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA Oleh : TRI HERMINTADI, SH, MH 1. A. Pengantar Jika konfigurasi politik demokratis maka akan melahirkan karakter hukum yang responsif. Konfigurasi

Lebih terperinci

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. RESENSI BUKU Judul : Investor-State Arbitration Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. Rubins, Borzu Sabahi Penerbit : Oxford University Press Bahasa : Inggris Jumlah halaman :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional adalah hukum atau peraturan yang berlaku diluar dari wilayah suatu negara. Secara umum, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA 1 KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA oleh : Prof. Dr. Y. Sogar Simamora, S.H., M.Hum. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga) Disampaikan dalam Sosialisasi Undang-Undnag dan Peraturan Bidang

Lebih terperinci

11 ALASAN PENOLAKAN RUU ORMAS Disiapkan oleh: Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB]

11 ALASAN PENOLAKAN RUU ORMAS Disiapkan oleh: Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB] 11 ALASAN PENOLAKAN RUU ORMAS Disiapkan oleh: Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB] 1. Definisi Ormas Sangat Umum, Membelenggu Semua Bentuk dan Bidang Kemasyarakatan Definisi Ormas dalam Pasal 1 yang serba

Lebih terperinci