BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan berat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan berat"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Pemlastis Uraian bahan pemlastis Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan dari polimer, meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer. Bahan pemlastis larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas, suhu kristalisasi atau suhu pelelehan dari polimer (Wypych, 2004). Mekanisme kerja plasticizer pada resin adalah memisahkan rantai melalui pemutusan ikatan yaitu ikatan hidrogen dan ikatan van der Waals atau ikatan ion, yang menyebabkan rantai polimer bersatu dan melapisi tenaga di tengahnya melalui pembentukan ikatan polimer-plasticizer. Kemudian kelompok polymer-phylic akan memperbaiki kelarutannya, sedangkan kelompok polymerphobic memperbaiki pengaruhnya. Beberapa jenis plasticizer yang dapat digunakan adalah gliserol, polivinilalkohol, sorbitol, asam laurat, asam oktanoat, asam laktat dan trietilen glikol. Kompatibilitas yang baik menunjukkan campuran pemlastis dan polimer yang stabil dan homogen, yang mana ditentukan oleh interaksi molekul polimer pemlastis, bahan aditif, tekanan, suhu, kelembaban dan cahaya. Kompatibilitas campuran dapat ditentukan melalui panas reaksi 6

2 campuran, transisi gelas, morfologi, sifat mekanikal dinamis secara viskometrik (Chattopadhyay, 2000). Pemlastis bisa saja kompatibel pada suhu proses namun dapat keluar kembali dari polimer (blooming) pada suhu kamar. Polimer pemlastis berada dalam kesetimbangan dinamis pada suhu tertentu, begitu suhu berubah efektifitas gaya-gaya juga berubah. Pada kondisi normal, difusi selalu terjadi yaitu sejumlah tertentu pemlastis berada di permukaan polimer karena kesetimbangan adsorpsi/ desorpsi antara polimer dan pemlastis terganggu (Zhong, dkk., 1998). Proses pemlastis, prinsipnya adalah terjadinya dispersi molekul pemlastis ke dalam fase polimer. Bilamana pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer pemlastis sehingga keadaan ini disebut kompatibel. Interaksi antara pemlastis polimer ini sangat dipengaruhi oleh sifat afinitas kedua komponen. Kalau afinitas polimer pemlastis tinggi, maka molekul pemlastis akan terdifusi ke dalam bundel, di sini molekul pemlastis akan berada di antara rantai polimer dan mempengaruhi mobilitas rantai (Efendi, 2001). Komponen terbesar dalam film biodegradable adalah plasticizer sama seperti pembuatan film polimer. Penambahan plasticizer pada film biodegradable ditujukan untuk mengurangi kerapuhan yang disebabkan tekanan intermolecular yang tinggi. Plasticizer umumnya bermolekul kecil seperti polyol seperti sorbitol, gliserol dan polietilen glikol (PEG) yang 7

3 memasuki dan menyelingi diantara rantai polimer, memutuskan ikatan hydrogen dan memisahkan rantai yang tidak hanya meningkatkan fleksibilitas, tetapi juga permeabilitas uap air dan gas (Gontard, et al., 1993) Gliserin Gliserol memiliki rumus kimia C 3 H 5 (OH) 3. Gliserol merupakan trihidrat alkohol, dimana mempunyai dua gugus hidroksil primer dan satu gugus hidroksil sekunder. Gliserol alami merupakan hasil samping konversi lemak dan minyak dari splitting lemah yang dapat diperoleh 15-20% larutan gliserol dalam air. Proses transesterifikasi menghasilkan 75-90% larutan gliserol dalam alkohol. Proses ini bergantung pada perbandinngan jumlah alkohol dan lemak ataupun minyak dan konsentrasi katalis (Noureddini dan Medikonduru, 1997). Fungsi utama gliserol adalah sebagai humektant (suatu zat yang berfungsi untuk menjaga kelembutan dan kelembaban). Gliserol juga dapat digunakan sebagai pelarut, pemanis, pengawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik. Berdasarkan sifatnya, gliserol banyak digunakan sebagai zat pemlastis dan minyak pelumas dalam mesin pengolahan makanan dan minuman. Hal ini disebabakan karena gliserol tidak beracun (Noureddini dan Medikonduru, 1997). Gliserin digunakan diberbagai jenis formulasi farmasetik, termasuk sediaan oral, otic, mata, topical dan sediaan parenteral, dapat dilihat pada Tabel 2.1. Pada formulasi sediaan topical dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin digunakan sebagai pelarut dan cosolvent. 8

4 Gliserin ditambahkan dalam larutan dan gel dan jugan sebagai zat adiktif. Dalam formulasi sediaan parenteral, gliserin umumnya digunakan sebagai pelarut dan cosolvent. Dalam larutan oral, gliserin digunakan sebagai pelarut, zat pemanis, pengawet antimikroba dan zat peningkat kekentalan. Gliserin digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan kapsul lunak gelatin dan supositoria gelatin (Rowe, et al., 2009). Tabel 2.1 Kegunaan gliserin (Rowe, et al., 2009) Kegunaan Konsentrasi (%) Pengawet Antimikroba < 20 Emolien 30 Pembentuk Gel, 5,0 15,0 Pembentuk Gel, 50,0 80,0 Humektan 30 Formulasi Optikum 0,5 3,0 Zat Tambahan Bervariasi Plasticizer dalam tablet selaput film Bervariasi Pelarut dalam formulasi parenteral 50 Zat Pemanis dalam eliksir alcohol Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa kapsul gelatin lunak atau keras (Ansel, 2005). Kulit kapsul terutama terdiri dari gelatin pelentur, dan air; kulit kapsul dapat juga mengandung bahan-bahan tambahan seperti pengawet, bahan pewarna dan bahan pengeruh, pemberi rasa, gula, asam, dan bahan obat untuk mendapat efek yang diinginkan. Plasticizer (pelentur) yang digunakan dengan 9

5 gelatin pada pembuatan kapsul lunak relative sedikit. Yang paling banyak adalah Gliserin USP, Sorbitol USP, Pharmaceutical Grade Sorbitol Special, dan kombinasi-kombinasinya. Perbandingan berat plastisator kering terhadap gelatin kering menentukan kekerasan kulit/cangkang gelatin, dengan anggapan tidak ada pengaruh dari bahan yang dikapsulkan (Lachman, dkk., 2008). Kapsul dapat disalut, atau, lebih umumnya, granul yang dienkaspulasi dapat disalut untuk menahan pelepasan obat dalam cairan lambung dimana suatu penundaan penting untuk mengurangi masalah yang mungkin terjadi pada inaktifasi obat atapun iritasi mukosa lambung. Tabel 2.2 Penerimaan beberapa sediaan delayed release (USP, 2009) No. Sediaan Medium Persyaratan Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Kapsul delayed 1 Terdisolusi tidak kurang dari 75% release Aspirin Basa ph 6,8 dalam waktu 90 menit Tablet delayed Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% 2 release Natrium Terdisolusi tidak kurang dari 75% Basa ph 6,8 diklofenak dalam waktu 45 menit Tablet delayed Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% 3 release Terdisolusi tidak kurang dari 80% Basa ph 6,8 Diritromicin dalam waktu 45 menit Kapsul delayed Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% 4 release Terdisolusi tidak kurang dari 80% Basa ph 6,8 Eritromicin dalam waktu 120 menit Kapsul delayed Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% 5 release Terdisolusi tidak kurang dari 80% Basa ph 6,8 Lansoprazole dalam waktu 60 menit Kapsul delayed Asam Terdisolusi tidak lebih dari 15% 6 release Terdisolusi tidak kurang dari 75% Basa ph 7,6 Omeprazole dalam waktu 30 menit Tablet delayed Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% 7 release Terdisolusi tidak kurang dari 85% Basa ph 7,5 Sulfasalazin dalam waktu 60 menit 10

6 Istilah delayed-release digunakan pada monografi Farmakope pada kapsul salut enterik yang ditujukan untuk menunda pelepasan dari bahan obat hingga kapsul melewati lambung (USP, 2009). Tabel penerimaan beberapa sediaan delayed release dapat dilihat pada Tabel Natrium Alginat Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz, et al., 1987) Gambar 2.1 Struktur alginat Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β-dmannuronat (M) dan α-l-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linear (Grasdalen, et al., 1979). Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masingmasing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, et al., 1980). 11

7 Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel alginat dengan ion kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980). Kegunaan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan ph. Kemampuan mengikat air meningkat bila jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pada ph dibawah 3 terjadi pengendapan.secara umum, alginat dapat mengabsorpsi air dan dapat digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas yang rendah (Zhanjiang, 1990). Di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung. Cangkang kapsul ini dibuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan (ph 1,2). Kapsul mengembang dan pecah dalam cairan usus buatan yaitu ph 4,5 dan ph 6,8 (Bangun, dkk., 2005). 12

8 Utuhnya cangkang kapsul kalsium alginat di dalam medium ph 1,2 disebabkan komponen penyusun cangkang alginat yaitu kalsium guluronat masih utuh, sedangkan pelepasan kalsium kemungkinan berasal dari kalsium yang terperangkap dalam kapsul dan terikat dengan manuronat saja. Hal itu berarti kalsium guluronat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kapsul di dalam medium ph 1,2 (Bangun, dkk., 2005). Cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan pecah di dalam medium ph 4,5 dan 6,8 (cairan usus buatan). Hal ini disebabkan terjadi pertukaran ion kalsium dari kalsium alginat (kalsium guluronat) dengan ion natrium yang terdapat pada cairan usus buatan, sehingga terbentuk natrium alginat (natrium guluronat). Pembentukan natrium alginat pada kapsul dapat menyebabkan kapsul bersifat hidrofilik, sehingga mudah menyerap air, mengembang dan pecah (Bangun, dkk., 2005). 2.4 Kesetimbangan Kandungan Uap Air Hubungan antara kelembaban dan kandungan uap air pada temperatur yang sama (isoterm) dikenal sebagai kesetimbangan isoterm sorpsi uap air (Equilibrium Moisture Sorption Isotherm) seperti yang dikemukakan oleh Bell dan Labuza. Masing-masing produk mempunyai kesetimbangan kandungan uap air yang unik karena perbedaan interaksi (efek koligatif larutan, efek kapiler, dan interaksi permukaan) antara air dengan komponen padat pada kandungan uap air yang berbeda. Peningkatan a w biasanya dibarengi dengan peningkatan kandungan uap air, walaupun tidak secara linier. Kesetimbangan 13

9 kandungan uap air biasanya berbentuk sigmoidal untuk kebanyakan makanan, walaupun makanan tersebut mengandung gula dalam jumlah besar (Fontana, 2000). Informasi mengenai mekanisme sorpsi uap air pada suatu bahan dapat diketahui dari bentuk kesetimbangan kandungan uap airnya, karena hal itu sangat tergantung pada interaksi antara molekul air dengan suatu bahan padat. Isoterm sorpsi fisis ini dapat digolongkan menjadi 6 tipe utama (I-VI), berdasarkan klasifikasi IUPAC. Isoterm tipe V dan VI tidak umum untuk dijumpai (Sing, et al., 1985). Tipe I adalah tipe Langmuir, yang ditandai oleh adanya adsorpsi yang terbatas yang diasumsikan sebagai terbentuknya suatu lapisan tunggal yang sempurna. Tipe I memiliki adsorben dengan mikropori yang luas permukaannya relatif kecil, yang dapat menyimpan banyak uap air pada RH yang rendah (Sing, et al., 1985). Isoterm tipe II, bentuk sigmoidal atau bentuk S umumnya berhubungan dengan sorpsi lapisan tunggal-multi lapisan pada bahan dengan permukaan yang tidak berpori atau makropori. Isoterm tipe II dan IV menunjukkan pengikatan tertentu pada kelembaban rendah yang diikuti dengan adsorpsi yang rendah pada kelembaban menengah, selanjutnya meningkat lagi pada kelembaban yang lebih tinggi. Adanya histeresis menunjukkan adanya mesopori dan umum terjadi pada isoterm tipe II dan IV (Sing, et al., 1985). Berbeda dengan isoterm tipe IV, isoterm tipe II tidak memiliki penyerapan yang stabil pada a w yang tinggi. Isoterm tipe IV terjadi karena 14

10 tertutupnya mesopori yang diikuti dengan kondensasi kapiler atau pengisian pori (Sing, et al., 1985). Isoterm tipe III dan V menandakan adanya interaksi adsorbent-adsorbat yang lemah dan ditandai dengan penyerapan yang rendah pada kelembaban rendah dan terjadi peningkatan yang pesat pada kelembaban yang lebih tinggi. Isoterm tipe VI, isoterm bertingkat dimana terjadi sorpsi tingkat demi tingkat pada permukaan bahan tidak berpori yang seragam (Sing, et al., 1985). Gambar 2.2 Klasifikasi isoterm sorpsi uap air dan berbagai bentuknya (Sing, et al., 1985) Kesetimbangan dari adsorpsi uap air (dimulai dari keadaan kering) tidak sama persis dengan kesetimbangan yang dihasilkan dari desorpsi uap air (dimulai dari keadaan basah). Fenomena dari kandungan uap air yang berbeda dengan a w yang sama ini dikenal sebagai histeresis sorpsi uap air (moisture sorption hysteresis) dan dimiliki oleh kebanyakan makanan (Fontana, 2000). 15

11 Gambar 2.3 Skema histeresis antara adsorpsi dan desorpsi uap air (Chaplin, 2005) Ada beberapa alasan hal ini dapat terjadi, seperti perbedaan pengisian dan pengosongan uap air pada pori-pori, pengembangan bahan polimer, transisi keadaan gelas dan karet, dan supersaturasi beberapa zat terlarut selama desorpsi. Kesetimbangan kandungan uap air ini biasanya digambarkan dalam bentuk grafik, dengan memplot kandungan uap air sebagai suatu fungsi a w atau dalam suatu bentuk persamaan (Fontana, 2000). 2.5 Kerapuhan Cangkang Kapsul Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, et al., 2009). 16

12 Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.. Kadar air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar air pada kapsul kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul berkisar C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH) (Margareth, et al., 2009). 2.6 Natrium Diklofenak Uraian bahan Rumus Bangun : Rumus Molekul : C 14 H 10 Cl 2 NNaO 2 Nama Kimia : Asam benzenasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amin]-, garam monosodium Nama lain : Natrium [o-(2,6-dikloroanilino)fenil]asetat Berat Molekul : 318,13 (USP, 2009). 17

13 Pemerian : Serbuk kristal putih atau sedikit kuning, agak higroskopis Kelarutan : Sedikit larut dalam air, mudah larut dalam methanol, larut dalam etanol (96 persen), sedikit larut dalam aseton (British Pharmacopoeia, 2009). pka : 4,2 (Moffats, 2005) Farmakologi natrium diklofenak Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai florbiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek anti inflamasi, analgesik dan anti piretik. Diklofenak cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Seperti flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak lebih besar dari pada naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut (Katzung, 2004) Ulkus peptikum dan NSAIDs Ulkus peptikum merupakan lesi yang dalam yang terjadi pada mukosa dan muskularis mukosa saluran cerna (g.i.t). Ulkus peptikum yang sering terjadi adalah ulkus gastritis dan ulkus duodenum. Ulkus terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif (asam hidroklorida, pepsin, H. pylori, NSAIDs, asam lambung) dengan faktor protektif (antioksidan enzimatis, antioksidan non enzimatis, aliran darah, proses regenerasi sel, musin, 18

14 bikarbonat, prostaglandin), yang akhirnya menyebabkan kerusakan mukosa (Amandeep, et al., 2012). NSAID nonselektif menyebabkan kerusakan mukosa lambung melalui dua mekanisme penting: (a) langsung atau iritasi topikal pada epitel lambung dan (b) penghambatan sistemik sintesis prostaglandin mukosa endogen. Meskipun cedera awal dimulai dari iritasi topikal oleh sifat asam dari banyak dari NSAID, penghambatan sistemik prostaglandin memainkan peran utama dalam pengembangan ulkus lambung. Siklooksigenase (COX) adalah enzim yang mengatur konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan dihambat oleh NSAID (Dipiro, et al., 2008). a. Efek lokal Efek lokal yang ditimbulkan NSAIDs diakibatkan konsentrasi obat yang tinggi pada permukaan mukosa di wilayah lapisan difusi, yang terjadi saat obat terdisolusi dalam cairan lambung (Abdou, et al., 2001). b. Penghambatan sistemik Prinsip efek terapetik turunan NSAIDs adalah kemampuan menghambat produksi prostaglandin. Prostaglandin berpengaruh dalam peningkatan sekresi mukosa (sitoproteksi), mengurangi sekresi asam dan pepsin. NSAIDs menghambat proses pembentukan prostaglandin dengan menghambat siklooksigenase sehingga asam arachidonat tidak dapat berubah menjadi prostaglandin. Dengan penghambatan pembentukan prostaglandin, maka sekresi mukosa menjadi menurun dan sekresi asam ditingkatkan. Ion H+ terakumulasi pada mukosa, system intraseluler buffer menjadi jenuh, ph 19

15 menurun sehingga sel menjadi rusak dan dapat menyebabkan kematian sel (Kelly, 2005). 2.7 Uji Disolusi Uji disolusi yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media aqueous dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik (Shargel dan Andrew, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu: a. faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i. efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. ii. efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat. b. faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi: i. efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi. 20

16 ii. efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi. c. faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi : i. tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi. ii. viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. iii. ph medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000). Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, dkk., 1993). United States Pharmacopeia (USP) XXX memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan. Antara lain metode keranjang (basket) dan metode dayung (paddle). Berikut dapat dilihat perbedaan antara kedua metode disolusi ini: 21

17 a. metode keranjang (basket) Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37 o C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi. b. metode dayung (paddle) Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37 o C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan (Shargel dan Andrew, 1988). 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polietilen Glikol (PEG) Polietilen glikol adalah polimer yang dapat dirumuskan oleh formula HOCH 2 (CH 2 OCH 2 ) n CH 2 OH. Nilai n dapat berkisar dari 1 sampai nilai yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natrium Diklofenak 2.1.1 Uraian Bahan Rumus bangun : Rumus molekul : C 14 H 10 Cl 2 NNaO 2 Berat molekul : 318,13 Nama kimia : asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin. kering; di dalam udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin. kering; di dalam udara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspirin 2.1.1 Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Rumus Bangun : Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat Molekul : 180,16 Pemerian : Hablur putih,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat. Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, kuning kecoklatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat. Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, kuning kecoklatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fero Sulfat 2.1.1 Uraian Bahan Rumus molekul : FeSO 4.7H 2 O Berat molekul : 278,01 Nama kimia : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat Pemerian : Hablur atau granul warna hijau

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik, antipiretik, anti inflamasi, dan dalam dosis rendah dapat menghambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer 2.1.1 Polietilen glikol (PEG) PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi hiperlipidemia (Lacy dkk., 2008). Fenofibrat di dalam tubuh mengalami hidrolisis oleh enzim sitokrom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat-obat Antianemia Defisiensi Besi Hematinik adalah antianemia untuk menambah kadar hemoglobin dalam eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama dalam hal aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Sediaan aspirin dalam bentuk konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh BAB III METODE PENELITIAN Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh penambahan polimer terhadap pelepasan amoksisilin dari kapsul alginat. Dalam penelitian ini yang termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi kelainan musculoskeletal, seperti artritis rheumatoid, yang umumnya hanya meringankan

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL Cl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90S : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: INDA LUTFATUL AMALIYA K 100040058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUAMMADIYA

Lebih terperinci

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 Rancangan formula R/ Ketokenazol PVP Amilum Sagu pregelatinasi Avicel ph 102 Tween 80 Magnesium Stearat Talk HOME 200 mg

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

Sifat fisika kimia - Zat Aktif Praformulasi UKURAN PARTIKEL, DISTRIBUSI PARTIKEL BENTUK PARTIKEL / KRISTAL POLIMORFI, HIDRAT, SOLVAT TITIK LEBUR, KELARUTAN KOEFISIEN PARTISI, DISOLUSI FLUIDITAS (SIFAT ALIR), KOMPAKTIBILITAS PEMBASAHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) banyak dimanfaatkan pada pengobatan kelainan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam peningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama di bidang

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Rumus Bangun : Nama Kimia : 1,3-dimethylxanthine Rumus Molekul : C 7 H 8 N 4 O 2 Berat Molekul : 180,17 Pemerian : Serbuk hablur, Putih; tidak berbau;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk, berat, kekerasan,

Lebih terperinci

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan.

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. KULIAH KE VIII EDIBLE FILM mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Kelemahan Kemasan Plastik : non biodegradable Menimbulkan pencemaran Dikembangkan kemasan dari bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor/panas dari suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natrium Diklofenak 2.1.1 Uraian bahan Rumus bangun : Rumus molekul : C 14 H 10 Cl 2 NNaO 2 Berat molekul : 318,13 Nama kimia : asam benzeneasetat, 2 -[(2,6- diklorofenil) amino]

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin) GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet 2.1.1 Pengertian Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping produksi biodiesel dari minyak goreng 1 kali penggorengan, pemurnian gliserol

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gliklazid adalah agen anti hiperglikemia yang digunakan secara oral untuk pengobatan non-insulin dependent diabetes mellitus. Gliklazid termasuk dalam golongan sulfonilurea.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul 2.1.1 Kapsul secara umum Kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi antara lain: Hal-hal yang berdampak pada kelarutan Hal-hal yang berdampak pada kecepatan disolusi Hal-hal yang

Lebih terperinci

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt LARUTAN Larutan sejati didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen,

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indometasin 2.1.1. Uraian bahan (DITJEN POM, 1995) Rumus bangun : Rumus molekul : C 19 H 16 ClNO 4 Berat molekul : 357.79 Nama kimia : Asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metilindola-

Lebih terperinci