BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimana pun, gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair (Ansel, 2005). Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi untuk memproduksi sediaan kapsul dan dipasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam bentuk sediaan tablet (Gennaro, 2000).

2 2.2 Alginat Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental; tidak larut dalam etanol dan eter Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz, dkk., 1987). Gambar 2. Struktur alginat (Chaplin, 2009). Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β-dmannuronat (M) dan α-l-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk., 1979). Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, dkk., 1980). Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1980).

3 2.3 Interaksi Uap Air-Padatan Molekul air terdiri dari dua atom hidrogen, yang berikatan secara kovalen dengan atom pusat oksigen. Molekul air saling menarik satu sama lain melalui ikatan hidrogen, yang melibatkan polaritas dari molekul air (Airaksinen, 2005). Di dalam suatu bahan terdapat air dalam bentuk : (1) Air Bebas, yaitu air yang berada di permukaan benda padat dan sifatnya mudah diuapkan, (2) Air Terikat, yaitu air yang terikat secara fisik (menurut sistem kapiler atau air absorpsi karena adanya tenaga penyerapan), dan air terikat secara kimia (air yang berada dalam bahan dalam bentuk air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid) (Supriyono, 2003). (a) (b) (c) Gambar 3. Jenis air pada suatu bahan ( a = air bebas, b = air terikat secara fisik, c = air terikat secara kimia) (Supriyono, 2003). Uap air yang diadsorpsi pada permukaan disebut adsorbat, sedangkan zat padat yang mengadsorpsi uap air tersebut disebut adsorben. Kecenderungan adsorpsi pada permukaan zat padat sangat tergantung pada tekanan uap air, temperatur dan perbedaan energi pengikatan interfacial. Proses adsorpsi terjadi antara molekul air dengan bagian hidrofilik permukaan zat padat melalui ikatan hidrogen (Airaksinen, 2005).

4 Molekul air pertama-tama diadsorpsi pada permukaan bahan kering membentuk suatu lapisan monomolekular, yang dipengaruhi oleh tenaga pengikatan pada permukaan dan difusi. Ketika tenaga difusi melebihi tenaga pengikatan, lebih banyal molekul air yang terikat pada permukaan dan uap air dipindahkan ke dalam bahan. Jadi, uap air dapat diadsorpsi sebagai suatu lapisan tunggal atau multilapisan atau sebagai uap air yang terkondensasi (York, 1981). Gambar 4. Lokasi uap air dalam zat padat (A = uap air yang terikat pada permukaan, B = uap air di dalam bahan, C = uap air yang terkondensasi (lapisan multimolekular uap air) (York, 1981). 2.4 Aktivitas Air Aktivitas air (Water Activity) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik (Fennema, 1985). Aktivitas air menggambarkan status energi air dalam sistem, didefinisikan sebagai perbandingan tekanan uap air dalam suatu bahan (p) terhadap tekanan uap

5 air murni (p o ) pada temperatur yang sama. Aktivitas air dinyatakan dalam angka antara 0 sampai 1.0 yang secara langsung juga sebanding dengan keadaan kelembaban relatif (relative humidity/rh) 0% sampai 100% (Fennema, 1985). a w = p/p o = RH (%) / 100 Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkurangnya aktivitas air suatu bahan, seperti efek koligatif larutan, efek kapiler, dan interaksi permukaan. Efek koligatif zat terlarut berinteraksi dengan air melalui ikatan dipol-dipol, ionik dan hidrogen. Efek kapiler akan menurunkan aktivitas air karena terjadi perubahan ikatan hidrogen antara molekul air. Interaksi permukaan antara air dengan gugus kimia zat yang tidak larut (seperti amilum dan protein) melalui ikatan dipol-dipol, ikatan ionik (H 3 O + or OH - ), ikatan van der Waals (hidrofobik), dan ikatan hidrogen (Fennema, 1985). Aktivitas air tergantung pada temperatur. Temperatur mengubah aktivitas air sehubungan dengan perubahan ikatan air, disosiasi air, solubilitas zat terlarut dalam air ataupun keadaan matriks. Efek temperatur terhadap aktivitas air suatu bahan bersifat spesifik. Beberapa produk mengalami peningkatan a w dengan terjadinya kenaikan temperatur, dan beberapa produk mengalami penurunan a w dengan terjadinya kenaikan temperatur (Fennema, 1985). Karena merupakan energi potensial, akan terjadi perpindahan air dari daerah dengan aktivitas air tinggi menuju daerah dengan aktivitas air rendah. Sebagai contohnya, madu (a w 0.6) yang terpapar dengan udara lembab (a w 0.7), madu akan menyerap air dari udara (Fennema, 1985). Mikroba hanya dapat hidup pada besaran a w tertentu. Sebagian besar bakteri membutuhkan a w untuk perkembangbiakannya, sedangkan

6 beberapa khamir dan kapang dapat berkembang secara lambat pada a w 0.62 (Fennema, 1985). Mikro organisme Clostridium botulinum E Pseudomonas fluorescens 0.97 Escherichia coli 0.95 Clostridium perfringens 0.95 Salmonella 0.95 Vibrio cholerae 0.95 Clostridium botulinum A, B 0.97 Bacillus cereus 0.93 Listeria monocytogenes 0.92 Bacillus subtilis 0.91 Staphylococcus aureus 0.86 Lumut 0.80 Tabel 1. a w minimum pertumbuhan mikroorganisme tertentu (Chaplin, 2005). a w 2.5 Permeasi Uap Air Banyak makanan dan bahan farmasetik yang sensitif terhadap uap air, sehingga perlu mengontrol laju permeasi uap air dari lingkungan untuk mendapatkan kualitas, keamanan dan waktu edar yang dikehendaki. Ada beberapa teknik untuk mengukur laju permeasi uap air, mulai dari teknik gravimetri yang mengukur penambahan atau pengurangan uap air melalui berat kalsium klorida anhidrat, sampai teknik yang menggunakan instrumen yang sangat rumit untuk mengukur laju permeasi uap air. Banyak metode standar yang digunakan dalam industri, seperti ISO,ASTM, BS, DIN, dll untuk mengukur laju permeasi uap air. Kondisi selama pengukuran sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Temperatur dan kelembaban selama pengukuran harus dicatat, karena tidak dapat membandingkan dua hasil yang diperoleh jika kondisi tersebut tidak diketahui. Satuan laju permeasi uap air yang paling banyak dipakai adalah g/m 2 /hari.laju permeasi uap air dapat sangat rendah, seperti pada aluminium foil (0,001

7 g/m 2 /hari) maupun sangat tinggi seperti pada kain (dapat mencapai beberapa ribu g/m 2 /hari) (Anonim, 2010). 2.6 Kesetimbangan Kandungan Uap Air Hubungan antara kelembaban dan kandungan uap air pada temperatur yang sama (isoterm) dikenal sebagai kesetimbangan isoterm sorpsi uap air (Equilibrium Moisture Sorption Isotherm) seperi yang dikemukakan oleh Bell dan Labuza. Masing-masing produk mempunyai kesetimbangan kandungan uap air yang unik karena perbedaan interaksi (efek koligatif larutan, efek kapiler, dan interaksi permukaan) antara air dengan komponen padat pada kandungan uap air yang berbeda. Peningkatan a w biasanya dibarengi dengan peningkatan kandungan uap air, walaupun tidak secara linier. Kesetimbangan kandungan uap air biasanya berbentuk sigmoidal untuk kebanyakan makanan, walaupun makanan tersebut mengandung gula dalam jumlah besar (Fontana, 2000). Informasi mengenai mekanisme sorpsi uap air pada suatu bahan dapat diketahui dari bentuk kesetimbangan kandungan uap airnya, karena hal itu sangat tergantung pada interaksi antara molekul air dengan suatu bahan padat. Isoterm sorpsi fisis ini dapat digolongkan menjadi 6 tipe utama (I-VI), berdasarkan klasifikasi IUPAC. Isoterm tipe V dan VI tidak umum untuk dijumpai (Sing, dkk., 1985). Tipe I adalah tipe Langmuir, yang ditandai oleh adanya adsorpsi yang terbatas yang diasumsikan sebagai terbentuknya suatu lapisan tunggal yang sempurna. Tipe I memiliki adsorben dengan mikropori yang luas permukaannya relatif kecil, yang dapat menyimpan banyak uap air pada RH yang rendah (Sing, dkk., 1985). Isoterm tipe II, bentuk sigmoidal atau bentuk S umumnya berhubungan dengan sorpsi lapisan tunggal-multi lapisan pada bahan dengan permukaan yang tidak berpori atau makropori. Isoterm tipe II dan IV menunjukkan pengikatan tertentu pada

8 kelembaban rendah yang diikuti dengan adsorpsi yang rendah pada kelembaban menengah, selanjutnya meningkat lagi pada kelembaban yang lebih tinggi. Adanya histeresis menunjukkan adanya mesopori dan umum terjadi pada isoterm tipe II dan IV (Sing, dkk., 1985). Berbeda dengan isoterm tipe IV, isoterm tipe II tidak memiliki penyerapan yang stabil pada a w yang tinggi. Isoterm tipe IV terjadi karena tertutupnya mesopori yang diikuti dengan kondensasi kapiler atau pengisian pori (Sing, dkk., 1985). Isoterm tipe III dan V menandakan adanya interaksi adsorbent-adsorbat yang lemah dan ditandai dengan penyerapan yang rendah pada kelembaban rendah dan terjadi peningkatan yang pesat pada kelembaban yang lebih tinggi. Isoterm tipe VI, isoterm bertingkat dimana terjadi sorpsi tingkat demi tingkat pada permukaan bahan tidak berpori yang seragam (Sing, dkk., 1985). Gambar 5. Klasifikasi Isoterm Sorpsi Uap Air dan Berbagai Bentuknya (Sing, dkk., 1985). Kesetimbangan dari adsorpsi uap air (dimulai dari keadaan kering) tidak sama persis dengan kesetimbangan yang dihasilkan dari desorpsi uap air (dimulai dari keadaan basah). Fenomena dari kandungan uap air yang berbeda dengan a w

9 yang sama ini dikenal sebagai histeresis sorpsi uap air (moisture sorption hysteresis) dan dimiliki oleh kebanyakan makanan (Fontana, 2000). Gambar 6. Skema Histeresis antara Adsorpsi dan Desorpsi Uap Air (Chaplin, 2005). Ada beberapa alasan hal ini dapat terjadi, seperti perbedaan pengisian dan pengosongan uap air pada pori-pori, pengembangan bahan polimer, transisi keadaan gelas dan karet, dan supersaturasi beberapa zat terlarut selama desorpsi. Kesetimbangan kandungan uap air ini biasanya digambarkan dalam bentuk grafik, dengan memplot kandungan uap air sebagai suatu fungsi a w atau dalam suatu bentuk persamaan (Fontana, 2000). Ada lebih dari 70 persamaan yang telah dikembangkan untuk memprediksi kesetimbangan kandungan uap air ini. Model GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer) merupakan salah satu model yang telah diterima secara luas untuk bahan dengan aktivitas air dari 0,1 sampai 0,9. C 1 k m o a w (1 k a w )(1 k aw + C 1 k a w )

10 Dimana C 1 dan k adalah suatu konstanta dan m o adalah kadar uap air lapisan tunggal. Persamaan ini dapat diselesaikan menggunakan program regresi nonlinear terkomputerisasi ataupun dalam bentuk persamaan polinomial (Fontana, 2000). 2.7 Pengaruh Air terhadap Stabilitas Kimia dan Biokimia Air (terutama aktivitas air) tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan mikroba, tetapi juga mempengaruhi reaktivitas kimia dan enzimatik suatu bahan. Air dapat mempengaruhi stabilitas kimia dalam berbagai cara. Air dapat bertindak sebagai pelarut, reaktan, atau mengubah mobilitas dari suatu reaktan dengan mengubah viskositas sistem. Aktivitas air mempengaruhi pengcoklatan nonenzimatik (non-enzymatic browning), oksidasi lipid enzimatik, denaturasi protein, gelatinisasi amilum, dan retrodegradasi amilum (Fontana, 2000). Gambar 7. Aktivitas air Diagram Stabilitas (Labuza, 1972).

11 Pengcoklatan non-enzimatik (non-enzymatic browning) meningkat dengan meningkatnya a w, dan mencapai maksimum pada range a w 0,60 0,70. Umumnya, peningkatan a w yang lebih lanjut justru akan menghambat reaksi pengcoklatan. Lipid oksidasi akan mencapai minimum pada range a w menengah sedangkan mencapai maksimum pada range a w rendah dan tinggi. Stabilitas enzim dan vitamin juga dipengaruhi oleh aktivitas air sehubungan sifat alamiahnya yang rapuh. Kebanyakan reaksi enzimatik berjalan lambat pada a w di bawah 0,80 tetapi beberapa reaksi dapat terjadi pada a w yang sangat rendah. Selain itu, juga mempengaruhi temperatur gelatinisasi dan laju retrodegradasi dari amilum (Fontana, 2000). 2.8 Stabilitas Fisik Cangkang Kapsul Gelatin dan HPMC Warna Warna, merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap kualitas produk. Warna suatu bahan dapat berasal dari warna alamiahnya atau warna yang terjadi selama proses pengolahannya (Morales, dkk., 1998). Temperatur dan kadar uap air yang relatif tinggi selama proses pengolahan dan penyimpanan yang berkepanjangan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan (enzimatik dan non-enzimatik) (Labuza, dkk., 1972). Reaksi pengcoklatan adalah suatu reaksi dimana suatu bahan berubah menjadi coklat, baik melalui proses enzimatik maupun non-enzimatik. Pengcoklatan enzimatik ini melibatkan polifenol oksidase atau enzim lain yang menghasilkan melanin, sehingga menimbulkan warna coklat. Sedangkan

12 pengcoklatan non-enzimatik dapat menimbulkan warna coklat tanpa adanya aktivitas enzim (Marshall, dkk., 2000). Ogura dkk (1998) mengisi cangkang kapsul gelatin dan HPMC dengan asam askorbat dan membungkusnya dalam botol polietilen tanpa desikan dan menyimpannya pada suu 40 0 C/RH 75% selama 2 bulan. Cangkang kapsul gelatin menjadi berwarna coklat, sedangkan cangkang kapsul HPMC tidak mengalami perubahan warna. Hal ini menandakan bahwa perubahan warna yang terjadi merupakan reaksi antara asam askorbat dan cangkang kapsul gelatin (dikenal dengan reaksi Maillard) (Honkanen, 2004). Reaksi Maillard merupakan suatu reaksi kimia pengcoklatan non-enzimatik antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino. Tergantung pada jenis bahan dan jalannya reaksi, perubahan warna yang terjadi bisa dari kuning lemah sampai coklat gelap. Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard, seperti temperatur, aktivitas air, ph, kadar uap air dan komposisi kimia suatu bahan (Morales, dkk., 1998) Kerapuhan Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009). Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.. Kadar uap air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi

13 rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul gelatin melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul gelatin berkisar C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH). (Margareth, dkk., 2009). Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh Kontny dan Mulski. Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul. Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan tidak boleh terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30% dan 50% selama 4 minggu (Kontny, dkk., 1989). Gambar 8. Kelembaban Relatif (RH), Kandungan Uap Air Gelatin dan Sifat Kapsul Gelatin Keras (Kontny, dkk., 1989)

14 2.8.3 Waktu Hancur Chiwele dkk. (2000) telah meneliti mengenai waktu hancur cangkang kapsul gelatin kosong dan kapsul HPMC (Hydroxypropyl Methylcellulose) setelah penyimpanan selama 24 jam pada kondisi tropis lembab (suhu 37 0 C, RH 75%) dan pada temperatur kamar. Dalam metode ini, mereka menggunakan bola besi sebagai bahan pengisi dalam kapsul. Pada penyimpanan kondisi tropis lembab, cangkang kapsul gelatin tidak mengalami perubahan waktu hancur dalam medium apapun, sedangkan waktu hancur kapsul HPMC tidak berubah hanya dalam medium cairan lambung buatan (Honkanen, 2004). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Ogura (1998) bahwa cangkang kapsul HPMC yang telah diisi dengan spiramisin dan disimpan pada suhu 60 0 C, RH 75% selama 10 hari tidak mengalami perubahan sifat waktu hancur. Tetapi, mereka menggunakan prosedur standar uji waktu hancur dalam farmakope, yang tidak dapat menentukan waktu hancur cangkang kapsul dan bahan obat secara terpisah. Sedangkan dalam metode yang digunakan Chiwele dkk. (2000), bola besi yang digunakan tidak mempengaruhi waktu hancur (Honkanen, 2004). 2.9 Spektroskopi IR Spektroskopi Infrared (IR) merupakan suatu teknik analisa spektroskopi yang menggunakan spektrum daerah inframerah. Analisis IR ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi campuran dan menyelidiki komposisi sampel, berdasarkan serapan radiasi inframerah oleh ikatan kimia senyawa (Anonim, 2010).

15 2.10 Differential Thermal Analyzer Analisis termal juga sangat penting untuk diketahui karena dalam proses industri umumnya berkaitan dengan suhu/panas dan dapat memberikan data mengenai stabilitas dan residu penguraian suatu bahan. Kadar uap air juga dapat dipelajari dari pengukuran termal ini Salah satu analisis termal ini adalah Differential Thermal Analyzer (DTA), yaitu suatu teknik analisa yang mengukur perbedaan temperatur antara suatu sampel dengan pembanding, apakah endotem atau eksoterm. Puncak endoterm terjadi jika temperatur pada sampel lebih kecil daripada pembanding (ΔT -), sebaliknya puncak eksoterm terjadi jika temperatur pada sampel lebih besar daripada pembanding (ΔT +) (Soares, 2004). Stabilitas termal asam alginat dan Na alginat telah diperiksa menggunakan thermogravimetry (TG) dan differential scanning calorimetry (DSC). Kurva thermogravimetry dari asam alginat menunjukkan bahwa proses penguraian berlangsung melalui dua tahap. Pertama, terjadi kehilangan uap air diikuti dengan penguraian polimer. Sedangkan Na alginat terurai melalui tiga tahap. Pertama, terjadi pelepasan uap air diikuti penguraian polimer dan terakhir terbentuk residu Na 2 CO 3 (Soares, 2004). Terbentuknya residu Na 2 CO 3 telah diteliti oleh Newkirk, dimana residu Na 2 CO 3 dapat dipastikan dengan memanaskan sampel sampai suhu 550 o C di dalam oven kemudian dengan menambahkan HCl pada sisanya. Terbentuknya gas CO 2 pada residu tersebut di dalam tabung reaksi membuktikan adanya residu Na 2 CO 3 (Soares, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polietilen Glikol (PEG) Polietilen glikol adalah polimer yang dapat dirumuskan oleh formula HOCH 2 (CH 2 OCH 2 ) n CH 2 OH. Nilai n dapat berkisar dari 1 sampai nilai yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat. Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, kuning kecoklatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat. Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, kuning kecoklatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fero Sulfat 2.1.1 Uraian Bahan Rumus molekul : FeSO 4.7H 2 O Berat molekul : 278,01 Nama kimia : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat Pemerian : Hablur atau granul warna hijau

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alginat Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah (Grasdalen dkk, 1979). Natrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin. kering; di dalam udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin. kering; di dalam udara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspirin 2.1.1 Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Rumus Bangun : Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat Molekul : 180,16 Pemerian : Hablur putih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor/panas dari suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan berat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan berat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Pemlastis 2.1.1 Uraian bahan pemlastis Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

Kemampuan yang ingin dicapai:

Kemampuan yang ingin dicapai: Kemampuan yang ingin dicapai: Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik hidratasi pada bahan pangan serta hubungannya dengan pengolahan dan mutu pangan. A. PENGERTIAN Karakteristik hidratasi : karakteristik

Lebih terperinci

Air. Shinta Rosalia Dewi

Air. Shinta Rosalia Dewi Air Shinta Rosalia Dewi Materi Air Karbohidrat Polisakarida Vitamin Mineral Diagram fasa Air Air penting dalam kehidupan : Mempengaruhi suhu tubuh Sebagai pelarut / solven Sebagai pembawa nutrien dan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT SKRIPSI OLEH: HANDI HENDRA NIM

PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT SKRIPSI OLEH: HANDI HENDRA NIM PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT SKRIPSI OLEH: HANDI HENDRA NIM 060804038 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natrium Diklofenak 2.1.1 Uraian Bahan Rumus bangun : Rumus molekul : C 14 H 10 Cl 2 NNaO 2 Berat molekul : 318,13 Nama kimia : asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]-

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH

PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH Hatmiyarni Tri Handayani 1, Purnama Darmadji 2 1 Email: hatmiyarnitri@gmail.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

Sifat fisika kimia - Zat Aktif Praformulasi UKURAN PARTIKEL, DISTRIBUSI PARTIKEL BENTUK PARTIKEL / KRISTAL POLIMORFI, HIDRAT, SOLVAT TITIK LEBUR, KELARUTAN KOEFISIEN PARTISI, DISOLUSI FLUIDITAS (SIFAT ALIR), KOMPAKTIBILITAS PEMBASAHAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Firman Jaya Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Khamir memerlukan Aw minimal lebih rendah daripada bakteri ±0,88 KECUALI yang bersifat osmofilik Kapang memerlukan Aw minimal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 Oleh KIKI NELLASARI (1113016200043) BINA PUTRI PARISTU (1113016200045) RIZQULLAH ALHAQ F (1113016200047) LOLA MUSTAFALOKA (1113016200049) ISNY

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Aliran Udara Kipas terhadap Penyerapan Etilen dan Oksigen Pada ruang penyerapan digunakan kipas yang dihubungkan dengan rangkaian sederhana seperti pada gambar 7.

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI SKRIPSI oleh Rakhma Daniar NIM 061710201042 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat-obat Antianemia Defisiensi Besi Hematinik adalah antianemia untuk menambah kadar hemoglobin dalam eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL 5. Pilih satu jawaban yang benar!

LEMBARAN SOAL 5. Pilih satu jawaban yang benar! LEMBARAN SOAL 5 Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INDUSTRI KIMIA DAN PERKEMBANGANNYA Saat ini, perhatian terhadap industri kimia semakin meningkat karena berkurangnya pasokan bahan baku dan sumber energi serta meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan, tepung tapioka dikondisikan dengan menempatkan sampel ini di dalam wadah yang berisi larutan garam jenuh dan disimpan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BLANSING. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

BLANSING. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB BLANSING DEFINISI Merupakan proses termal yang menggunakan suhu 75-95 C selama 1-10 menit TUJUAN Mendapatkan kualitas yang baik untuk sayuran yang akan dikeringkan, dikalengkan atau dibekukan Menurunkan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994 TENTANG PERSYARATAN OBAT TRADISIONAL

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994 TENTANG PERSYARATAN OBAT TRADISIONAL KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994 TENTANG PERSYARATAN OBAT TRADISIONAL Menimbang : a. Bahwa untuk melindungi masyakarat terhadap hal-hal yang dapat mengganggu dan merugikan kesehatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci