BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kondisi Jembatan Pemeriksaan jembatan adalah salah satu komponen yang paling penting dalam sistem informasi manajemen jembatan, karena terdapat hubungan antara kondisi jembatan dengan rencana pemeliharaan atau peningkatan jembatan dalam waktu mendatang ( 2012). Dalam penelitian kondisi Jembatan Keduang pasca banjir disebutkan bahwa mempertahankan fungsi dan kemampuan jembatan dalam melayani arus lalu lintas menjadi kunci lancarnya roda perekonomian, oleh sebab itu pemeriksaan yang terus menerus terhadap kondisi jembatan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem manajemen jembatan. Pemeriksaan terhadap kondisi jembatan dimaksudkan untuk sedini mungkin mengidentifikasi kerusakan yang terjadi sehingga penanganan yang efektif dan efisien dapat dilakukan sesuai dengan kondisi kerusakan yang terjadi (Dedy dkk, 2009). Pengembangan infrastruktur harus menyeluruh, terintegrasi karena saling terkait. Jika jembatan tidak baik, maka sebaik apapun fasilitas jalan yang ada, fungsi jalan akan menurun. Begitu sebaliknya jika jembatan dalam kondisi baik maka fungsi jalan akan bisa maksimal, pengguna akan memilih jalur lain yang mana akan terjadi overload yang akan mengindikasikan tidak meratanya pembangunan infrastruktur, oleh sebab itu banyak jembatan yang rusak dikarenakan lambatnya penanganan (Edwin dkk, 2010). H. P. Tserng, dkk (2007) menggunakan sebuah klasifikasi sistematis dan analisis statistik berdasarkan ribuan set data inspeksi jembatan yang ada di Taiwan untuk menilai tingkat kerusakan jembatan, umur jembatan dan strategi pemeliharaan tiap komponen jembatan. 5

2 6 Pemeriksaan jembatan mempunyai tujuan spesifik diantaranya ( 2011): a. Memeriksa keamanan jembatan pada saat layan. b. Menjaga terhadap ditutupnya jembatan. c. Mencatat kondisi jembatan pada saat tersebut. d. Menyediakan data bagi personil perencanaan teknis, konstruksi dan pemeliharaan. e. Memeriksa pengaruh dari beban kendaraan dan jumlah kendaraan. f. Memantau keadaan jembatan secara jangka panjang. g. Menyediakan informasi mengenai dasar dari pembebanan jembatan. Informasi mengenai karakteristik lalulintas dikelompokan dari survei inventarisasi seperti sarana dan prasarana, perlengkapan lalu-lintas dan fasilitas angkutan umum. Survei unjuk kerja seperti volume lalulintas, kecepatan, kelambatan, aksesibilitas parkir (Alizar, 2008). Data mengenai lalulintas diperlukan untuk berbagai hal, untuk dapat melakukan survei secara effisien maka maksud atau sasaran dari survei harus jelas. Biasanya metode survei ditetapkan sesuai dengan tujuan survei, dana dan peralatan yang tersedia dan waktu yang ada (Alizar, 2008). Jangka waktu survei tergantung maksud dan kondisi lalulintas yang akan dipecahkan. Jika masalah kemacetan pada saat jam sibuk, maka pencacahan volume lalulintas dengan interval 5 menit, selain diperlukan data volume selama sehari. Dalam memperoleh data arus lalulintas sehari, survei dilakukan selama 24 jam, dimana waktu terbesar adalah antara jam pagi sampai jam malam (12 jam). Volume selama 12 jam ini biasanya sebesar 85% dan total volume sehari penuh pada area perkotaan dan 80% pada rute antar kota (Alizar, 2008). Besarnya volume lalulintas yang ada sangat mempengaruhi lebar efektif jembatan. Perbandingan banyaknya lalu lintas yang melewati jalur jalan tersebut akan menjadi dasar perancangan geometri jalan dan lebar rencana jembatan (

3 7 Dalam perannya, sebuah jembatan akan memberikan manfaat dan memajukan sektor-sektor yang dilayaninya. I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menyatakan bahwa Tata Guna Lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan pembagian wilayah dan merupakan kerangka kerja yang meliputi lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, jaringan air bersih dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Secara detail pembagian penanggung jawab jalan dan jembatan dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Penanggung Jawab Jalan dan Jembatan Penanggung Penanggung Jawab Jawab Nasional Provinsi Kabupaten Jalan Kota Jalan Desa Ditjen Bina Marga Ditjen Bina Marga Propinsi Ditjen PU Kabupaten Ditjen PU Kotamadya (Sumber: jbptitbpp-gdl-citraindri ts-2) Dalam menentukan penanganan jembatan masyarakat bisa sangat berperan dan harus dilibatkan, karena masyarakat dianggap secara langsung merasakan manfaatnya. Masyarakat juga harus berperan dalam menjaga jembatan dengan tidak melakukan perusakan terhadap jembatan. I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menuliskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Surat Edaran bersama antara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 18/M.PPN/02/ /244/SJ tanggal 14 Pebruarai 2006 tentang Musrenbang. Dalam penentuan usulan kegiatan yang lolos Musrenbang Kecamatan didasarkan atas hasil musyawarah di kecamatan dengan diikuti oleh wakil wakil masyarakat desa yang dikirim ke kecamatan. Hasil dari musyawarah kecamatan dibawa ke kabupaten dan

4 8 disaring kembali oleh pihak kabupaten melalui wakil-wakil masyarakat di tingkat kabupaten. Sehingga akhirnya dilakukan musyawarah di provinsi terhadap hasil Musrenbang Kabupaten ditingkat provinsi, yang selanjutnya disebut Musrenbang Provinsi Prioritas Pemeliharaan Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemikiran dalam rangka pemecahan suatu masalah untuk memperoleh hasil akhir guna dilaksanakan (Effendi, 1996 dalam Sri Wahyuni dkk, 2012). Metode AHP dikembangkan oleh Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1993 dalam I Dewa, 2011). Menurut Saaty (1994) dalam Hanien Nia H Sega (2012) menjelaskan hirarki adalah gambaran dari permasalahan yang kompleks dalam struktur banyak tingkat dimana tingkat paling atas adalah tujuan dan diikuti tingkat kriteria, subkriteria dan seterusnya ke bawah sampai pada tingkat yang paling bawah adalah tingkat alternatif.

5 9 Sebagai contoh, metode yang digunakan dalam penetapan prioritas rehabilitasi adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) yang merupakan suatu metode untuk pengambilan keputusan. Metode ini didisain dan dilakukan secara rasional dengan membuat penyeleksian yang terbaik terhadap beberapa alternatif dan dievaluasi dengan multi criteria (Hariyadi, 2005 dalam I ied, 2008). Untuk mengatasi permasalahan pada evaluasi multi kriteria dapat menggunakan Multiple Criteria Decision Making (MCDM) yang salah satunya dapat menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Saaty (1990). Pada perkembangannya selanjutnya AHP masih memiliki kelemahan yaitu ketidakmampuan AHP untuk mengakomodasi kesamaran atau ketiakpastian (vagueness) dan subjektivitas. Proses penerapan metode AHP akan lebih mudah dan humanistik bila evaluator menilai kriteria A lebih penting daripada kriteria B daripada kriteria A dibandingkan B memiliki tingkat kepentingan lima dibanding satu. Selain itu, pembobotan nilai antar setiap evaluator dapat saja berbeda sehingga penggunaan AHP akan sangat dipengaruhi subjektivitas dari orang yang melakukan pembobotan nilai. Maka dikembangkan metode dengan Fuzzy AHP diharapkan faktor kesamaran dan subjektivitas pada saat pembobotan nilai dapat dihilangkan dan memungkinkan pembobotan dilakukan oleh lebih dari satu orang. Dorina Hertaria (2009) menuliskan bahwa dalam AHP judgement yang dilakukan oleh pengambil keputusan atau pakar tidak bersifat deterministik, namun lebih merupakan persepsi yang linguistik. Pada Fuzzy AHP penilaian (preferensi) pengambil keputusan yang mengandung sifat uncertainty ini dimodelkan dengan menggunakan logika fuzzy. Informasi dalam fuzzy AHP seperti halnya dengan AHP konvensional diperoleh dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan mulai dari sama penting sampai mutlak lebih penting. Skala dalam bentuk variabel linguistik tersebut dalam AHP konvensional yang dilakukan oleh Saaty

6 10 (1991) bernilai 1-9, dikonversikan dalam bentuk fuzzy menggunakan Triangular Fuzzy Number (TFN). Fungsi keanggotaan Triangular Fuzzy Number (TFN) merupakan gabungan antara dua garis linier. Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (Sri Kusumadewi dkk, 2006). Logika fuzzy merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran (fuzzyness) antara dua nilai. Teori fuzzy pertama dikemukakan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965 (Anshori, 2012 dalam Fuzzy AHP merupakan suatu metode analisis yang dikembangkan dari AHP. Walaupun AHP biasa digunakan dalam menangani kriteria kualitatif dan kuantitatif namun fuzzy AHP dianggap lebih baik dalam mendeskripsikan keputusan yang samar-samar daripada AHP (Sri Wahyuni dkk, 2012). TFN ditandai dengan tiga bilangan real, dinyatakan sebagai l, m, u. Parameter l, m dan u menggambarkan, kemungkinan terkecil, yang paling menjanjikan dan kemungkinan terbesar hasil penggambaran bilangan fuzzy (Priyantha dkk, 2012). Penjelasan metode FAHP dapat digambarkan dalam gambar 2.1. AHP - Thomas L. Saaty - Teori pendukung keputusan multikriteria Fuzzy - Lotfi Asker Zadeh - Peningkatan dari logika boolen yang berhadapan dengan konsep kebenaran sebagian Fuzzy AHP - Gungor Z, Serhadlioglu G, dan Kesen SE - A fuzzy AHP Approach to Personel Selection Problem Gambar 2.1. Penjelasan Metode FAHP (Sumber: Risky, 2011)

7 11 TOPSIS merupakan metode yang dikembangkan oleh Hwang dan Yoon, teknik ini merupakan teknik untuk memilih alternative terbaik dari beberapa pilihan yang paling dekat dengan solusi ideal positif dan paling jauh dari solusi ideal negative. Fuzzy AHP dan TOPSIS dapat digunakan secara bersama-sama untuk pengambilan keputusan yang komplek (Ahmad, 2013). TOPSIS dikembangkan oleh Hwang dan Yoon (1981) yang mengaplikasikan TOPSIS untuk menyelesaikan masalah MCDM karena memiliki beberapa kelebihan: (1) Proses TOPSIS memberikan kemudahan untuk setiap orang yang akan melakukan proses seleksi; (2) Solusi terbaik dan terburuk dibandingkan secara kuantitatif; (3) TOPSIS mudah untuk memasukkan bobot penting dan digambarkan dalam matematika secara sederhana (Shu-Hsun Chang dkk, 2008). Dalam pengambilan keputusan, bobot kriteria sangat mempengaruhi pemilihan akhir masalah TOPSIS. Bobot kriteria mencerminkan pembuat keputusan yang preferensi subyektif dan secara tradisional diperoleh dengan menggunakan preferensi teknik elisitasi. Misalnya, pendekatan hirarki analitik proses (AHP) diusulkan oleh Saaty. Namun, bobot kriteria yang objektif atas alternatif tingkat tidak hanya dapat mengekspresikan kemampuan menjelaskan dari masalah pengambilan keputusan tetapi juga dapat merupakan kondisi sebenarnya untuk pengambilan keputusan dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan (Meliya dkk, 2012). Dalam penelitianannya, Fera Tri Wulandari (2013) menyatakan bahwa TOPSIS adalah metode beberapa kriteria untuk mengidentifikasi solusi dari satu set alternatif terbatas (Ashtiani dkk, 2009). Prinsip dasarnya adalah bahwa alternatif yang dipilih harus memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Dalam TOPSIS, rating kinerja dan bobot kriteria tersebut diberikan sebagai nilai crisp. Sejauh mana suatu kebijakan berhasil dalam masyarakat, sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan itu. Banyak kebijakan yang secara umum dipandang para ahli cukup baik, tetapi tidak berhasil diterapkan

8 12 dalam masyarakat sehingga tidak berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Bertolak dari keperluan adanya mutu dan dukungan tersebut, pertimbangan strategis yang selalu menyertai para pembuat kebijakan adalah tidak seluruh pertimbangan atau perhitungan dalam perumusan kebijakan dipusatkan pada apa masalahnya dan bagaimana mengatasinya, tetapi juga pada bagaimana mendapatkan dukungan atau legitimasi bagi kebijakan (Charles, 1977 dalam Asmawi, 2006). Ferry Hariman, dkk (2007) menuliskan bahwa NPV dan IRR digunakan sebagai indeks rangking untuk menentukan prioritas penanganan jembatan menurut nilai ekonomisnya. Jembatan yang telah dievaluasi secara ekonomis dengan otomatis diurut berdasarkan NPV masing-masing untuk program penggantian dan IRR untuk program rehabilitasi. Jembatan yang memiliki nilai keuntungan ekonomi yang tinggi mempunyai prioritas yang lebih tinggi daripada jembatan-jembatan dengan nilai keuntungan rendah. Setelah diketahui nilai kondisi dan lalulintas dilakukan perangkingan urutan prioritas berdasarkan NPV/m. Muhammad Edwin, dkk (2010) menuliskan bahwa dalam menentukan dan menyusun urutan prioritas dapat memberikan suatu acuan dan masukan bagi pemerintah, sehingga nantinya kegiatan penanganan yang dilaksanakan akan lebih tepat sasaran sesuai kebutuhan pembangunan daerah. Masalah yang terjadi jaman sekarang adalah cara mengelola dan mempertahankan jembatan dengan informasi yang terkini sehingga dapat mencapai tujuan prinsip hemat biaya optimal dan menjamin kelancaran arus lalu lintas. Di Cina masalah yang terjadi adalah jembatan Cina memiliki kecenderungan semakin tua mempertahankan jembatan yag ada seringkali sulit untuk bertemu dengan kebutuhan transportasi (Fang Zhang dkk, 2007). Hithoshi Furuta, dkk (2006) dalam Tri Wiyono (2011) mengembangkan suatu sistem pendukung keputusan hemat biaya untuk pemeliharaan jembatan. Usaha yang dilakukan adalah mengembangkan sistem manajemen jembatan yang dapat memberikan rencana perawatan praktis dengan menggunakan algoritma genetika multi-objektif.

9 Sekelompok jembatan dianalisis untuk menunjukkan penerapan dan efisiensi metode yang diusulkan Landasan Teori Kondisi Jembatan A. Pemeriksaan Nilai Kerusakan Sebelum melakukan pemeriksaan jembatan hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui bagian-bagian konstruksi jembatan yang terdiri dari ( 2012): a. Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures) 1) Trotoar termasuk di dalamnya sandaran dan tiang sandaran, peninggian trotoar atau kerb dan konstruksi trotoar. 2) Lantai kendaraan dan perkerasan 3) Balok diafragma atau ikatan melintang 4) Balok gelagar 5) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem, ikatan tumbukan) 6) Perletakan (rol dan sendi) Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berfungsi menampung bebanbeban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan orang, kendaraan dan lainnya, kemudian menyalurkan pada bangunan bawah. b. Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures) Konstruksi bagian bawah jembatan yaitu pangkal jembatan atau abutment dan pondasi 2 pilar serta pondasi. Fungsinya untuk menerima beban-beban yang diberikan bengunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi, beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah. Semua komponen dan elemen jembatan diperiksa serta kerusakankerusakan yang berarti dikenali dan didata. Data pemeriksaan jembatan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

10 14 a. Pemeriksaan Inventarisasi. Pemeriksaan inventarisasi dilaksanakan untuk mendaftar semua data fisik dan administratif jembatan yang relevan termasuk lokasi, jumlah bentang, tipe konstruksi, bahan dan lain-lain. Pemeriksaan inventarisasi dilaksanakan hanya sekali pada tiap jembatan pada saat awal pekerjaan, sesudah jembatan diganti sehabis pekerjaan besar dilaksanakan ( b. Pemeriksaan Detail Pemeriksaan detail dilaksanakan untuk membuat pengecekan rinci terhadap semua elemen jembatan. Elemen jembatan diberi nilai kondisi oleh pemeriksa. Nilai kondisi digunakan untuk menetapkan peringkat dan membuat program pekerjaan untuk mempertahankan fungsi jembatan secara efektif. Pemeriksaan dilakukan dalam tenggang waktu 2 sampai 5 tahun ( Hierarki jembatan ini dibagi menjadi 5 level/tingkatan elemen. Setiap elemen memiliki kerusakan yang berarti dan ditentukan oleh 5 (lima) nilai yaitu: Nilai Struktur (S), Nilai Kerusakan (R), Nilai Perkembangan (K), Nilai Fungsi (F), Nilai Pengaruh (P). Setiap nilai diberi angka 0 atau 1, sehingga subjektivitas selama pemeriksaan dapat diminimalkan dan penilaian menjadi lebih konsisten. Elemen atau kelompok elemen dinilai dengan diberikan suatu nilai kondisi antara 0 sampai 5. Angkaangka tersebut mewakili jumlah dari kelima nilai yang ditentukan menurut kriteria yang diberikan pada Tabel 2.2.

11 15 Tabel 2.2. Sistem penilaian kondisi elemen NILAI KRITERIA NILAI Struktur Berbahaya 1 (S) Tidak Berbahaya 0 Kerusakan Kerusakan parah 1 (R) Kerusakan ringan 0 Perkembangan Lebih dari 50% 1 (K) Kurang dari 50% 0 Fungsi Elemen tidak berfungsi 1 (F) Elemen berfungsi 0 Pengaruh Mempengaruhi elemen lain 1 (P) Tidak mempengaruhi elemen lain 0 Nilai Kondisi (NK) NK = S + R + K + F + P 0 5 (Sumber: BMS, 1993 dalam Ferry dkk, 2007) Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi jembatan secara detail dan akan digunakan untuk menilai kondisi kerusakan pada setiap jembatan yang mengacu pada kriteria skrining teknik BMS tahun 1993 pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Kriteria Skrining Teknik Parameter Nilai Kategori Penanganan Indikatif Kondisi Baik s/d rusak ringan Rusak berat Kritis atau runtuh Pemel. rutin/berkala Rehabilitasi Penggantian (Sumber: BMS, 1993 dalam Ferry dkk, 2007) c. Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan rutin dilaksanakan setiap tahun untuk menjamin tidak adanya sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada tahun sebelumnya dan untuk memeriksa bahwa pemeliharaan rutin dilaksanakan secara efektif (

12 16 d. Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan khusus dilakukan jika selama pemeriksaan detail kekurangan sumber daya, pelatihan atau pengalaman untuk menilai dengan yakin kondisi jembatan ( 2007ts-2). e. Pemeriksaan sewaktu-waktu Pemeriksaan sewaktu-waktu merupakan pemeriksaan visual singkat terhadap jembatan ( B. Lalulintas Pengelompokan jembatan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian jembatan berada didalam kelas jalan tertentu yang berada di bawah administrasi kabupaten berdasarkan wewenang Pembinaan Jalan. Menurut PP No.26 tahun 1985 tentang jalan, pengelompokan berdasarkan wewenang tersebut adalah sebagai berikut (I Dewa, 2011): a. Jalan Kabupaten Adalah jalan dibawah pembinaan kabupaten atau instansi yang ditunjuk diantaranya: 1) Jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional atau provinsi. 2) Jalan lokal primer. 3) Jalan yang memiliki strategis untuk kepentingan kabupaten. b. Jalan Desa Adalah jalan dibawah pembinaan desa yaitu: jalan sekunder yang ada di desa. Untuk mengetahui kapasitas LHR yang ada pada suatu kelas jalan dibawah administrasi kabupaten dapat dilihat pada Tabel 2.3.

13 17 Tabel 2.4 Klasifikasi Jalan Kabupaten Kelas Fungsi LHR Tipe Keterangan Jalan Jalan (smp) Permukaan III A Lokal Primer >500 Aspal Jalan Kabupaten yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan pusat III B III C Lokal Sekunder Lokal Sekunder Aspal Min Kerikil dan Mak Aspal (Sumber: DPU, 2005 dalam M. Aris, 2008) kecamatan Jalan Kabupaten yang menghubungkan pusat kecamatan dengan pusat kecamatan lainnya <50 Kerikil Jalan kabupaten yang menghubungkan desa dengan pusat kecamatan Analisa volume lalu lintas dilakukan setelah diperoleh data dari survei primer (trafic counting) pada jembatan dengan mengacu pada petunjuk MKJI 1997 (M. Aris, 2008): V = LHRT x EMP...(2.1) dengan: V = Volume lalulintas (smp/jam) LHRT = lalulintas harian rata-rata (kend/jam) EMP = Ekivalen Mobil Penumpang EMP yang digunakan untuk sepeda motor adalah 0,5; mobil penumpang, mikrobis, pickup adalah 1,0; bus, truk 2 as, truk 3 as adalah 1,3. Hasil yang didapat dari analisa volume lalulintas selanjutnya dapat dibedakan kedalam kriteria skrining teknis BMS tahun 1993, seperti pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Kriteria Skrining Teknis Parameter Nilai Kategori Penanganan Indikatif Lalulintas 0 5 Cukup lebar Terlalu sempit Pemel. rutin Duplikasi, penggantian, pelebaran (Sumber: BMS, 1993 dalam Ferry dkk, 2007)

14 18 Dalam menentukan kategori cukup lebar atau terlalu sempit maka acuan yang dipakai adalah Kriteria kapasitas lalulintas BMS 1993 pada Tabel 2.6 Tabel 2.6 Kriteria Skrining Teknis Lebar Jembatan (m) LHR Standar Kebijakan < 3.0 > 3.0, < 4.5 > 4.5, < 6.0 > 6.0, < 7.0 < 7.0, < 14.0 > 14.0 Berapapun >2000 >3000 >8000 >20000 Berapapun (Sumber: BMS, 1993 dalam Ferry dkk, 2007) Terlalu sempit Terlalu sempit Terlalu sempit Terlalu sempit Terlalu sempit Cukup Lebar C. Pemanfaatan Jembatan Pembagian wilayah dibagi berdasarkan fungsi-fungsi kawasan diantaranya kawasan permukiman, industri, pariwisata dan lainnya. Adapun maksud dari perencanaan tata guna lahan kawasan adalah sebagai pedoman untuk (I Dewa, 2011): a. Penyusunan rencana rinci tata ruang kota b. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan dan pengendalian ruang diwilayah kota. c. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan kesinambungan perkembangan antar kawasan wilayah kota serta keserasian antar sektor. d. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat. e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam pengelolaan lahan yang berkelanjutan sangat perlu dipahami dalam melihat permasalahan pengelolaan sumber daya lahan di indonesia. Pada dasarnya penggunaan lahan dibedakan atas dua kelompok yaitu untuk kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun. Untuk kawasan

15 terbangun digunakan untuk perumahan dan fasilitas umum ( 2008) Prioritas Pemeliharaan A. Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output (Sri Kusumadewi, 2002). Sebuah bilangan fuzzy yang direpresentasikan pada Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis linear. Kurva segitiga bilangan fuzzy mempunyai fungsi keanggotaan yang didefenisikan oleh tiga bilangan real yang dinyatakan sebagai l, m dan u, yang disebut Triangular Fuzzy Numbers (TFN) dan umum digunakan karena memiliki perhitungan sederhana ( Gambar 2.2 menampilkan struktur Triangular Fuzzy Numbers (TFN) M l m u Gambar 2.2. Kurva Segitiga (Sri Kusumadewi, 2002) Fungsi keanggotaan: µa =, l x m...(2.2) =, m x u...(2.3) = 0, x m dan x u...(2.4) Tiga operasi dasar segitiga fuzzy dan ada dua TFN yaitu M 1 = (l 1, m 1, u 1 ) dan M 2 = (l 2, m 2, u 2 ) sehingga ( a. Penjumlahan (l 1, m 1, u 1 ) + (l 2, m 2, u 2 ) = (l 1 + l 2, m 1 + m 2, u 1 + u 2 )...(2.5)

16 20 b. Perkalian (l 1, m 1, u 1 ) x (l 2, m 2, u 2 ) = (l 1 l 2, m 1 m 2, u 1 u 2 )...(2.6) c. Invers (l 1, m 1, u 1 ) -1 = (,, )...(2.7) B. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik dalam buku Proses Hirarki Analitik Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang Kompleks (Saaty, 1986 dalam I Dewa, 2011), adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Seperti yang dituliskan I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun elemenelemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana yang diambil. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling terkait tersusun dalam suatu sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan, ke pelaku/aktor yang memberi dorongan dan turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijakankebijakan, strategi-strategi tersebut. Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3: sasaran kriteria 1 kriteria 2 kriteria 3 kriteria 4 subkriteria subkriteria subkriteria subkriteria Gambar 2.3. Susunan Hirarki Keputusan (Sumber: Saaty, 1986)

17 21 Keterangan: Level 1 : Fokus/sasaran/goal Level 2 : Faktor/kriteria Level 3 : Alternatif/subkriteria I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menuliskan untuk mengkuantitifkan pendapat kualitatif digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka/kuantitatif. Menurut Saaty (1986) untuk berbagai permasalahan skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala terbaik dalam mengkualitatifkan pendapat, dengan akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan difinisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan Saaty seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Skala Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Definisi Kepentingan 1 Elemen yang sama pentingnya dibanding dengan elemen yang lain (equal importance) 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain (moderate more important) 5 Elemen yang satu jelas lebih penting dari pada elemen lain (Essential, Strong more importance) 7 Elemen yang satu sangat jelas lebih penting dari pada elemen yg lain (Demonstrated importance) 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yg lain (Absolutely more importance) 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai ruang berdekatan (grey area) (Sumber: Saaty, 1986) Penjelasan Kedua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut Pengalaman menyatakan sedikit berpihak pada satu elemen Pengalaman menunjukan secara kuat memihak pada satu elemen Pengalaman menunjukan secara kuat disukai dan dominannya terlihat dlm praktek Pengalaman menunjukan satu elemen sangat jelas lebih penting Nilai ini diberikan bila diperlukan kompromi

18 22 Dalam tesisnya, I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menjabarkan langkah-langkah untuk mengerjakan AHP yang juga akan digunakan sebagai acuan pengerjaan dalam tesis ini. Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Bila dalam suatu sub sistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3,...An maka hasil perbandingan secara berpasangan elemenelemen tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Bentuk matrik perbandingan berpasangan bobot elemen seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Matrik Perbandingan Berpasangan Bobot Elemen A1 A2... An A1 A11 Ann... A1n A2 A21 A22... A2n An An1 An2 Ann (Sumber: Saaty, 1986) Bila elemen A dengan parameter i, dibandingkan dengan elemen operasi A dengan parameter j, maka bobot perbandingan elemen operasi Ai berbanding Aj dilambangkan dengan Aij maka: a(ij) = Ai / Aj, dengan : i,j = 1,2,3,...n...(2.8) Bila vektor-vektor pembobotan operasi A1, A2,..., An maka hasil perbandingan berpasangan dinyatakan dengan vektor W, dengan W = (W1, W2, W3...Wn) maka nilai Intensitas kepentingan elemen operasi Ai terhadap Aj yang dinyatakan sama dengan aij. Dari penjelasan tersebut maka matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrik), dapat digambarkan menjadi matrik perbandingan preferensi seperti diperlihatkan pada Tabel 2.9.

19 23 Tabel 2.9 Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan W1 W2... Wn W1 W1/W1 W1/W2... W1/Wn W2 W2/W1 W2/W2... W2/Wn Wn Wn/W1 Wn/W2 Wn/Wn (Sumber: Saaty, 1986) Nilai Wi/Wj dengan i,j = 1, 2,, n dijajagi dengan melibatkan Responden yang memiliki kompetensi dalam permasalahan yang dianalisis. Matrik perbandingan preferensi diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap baris tersebut dengan menggunakan rumus: Wi = n (ai1 x ai2 x ai3,.x ain) (2.9) Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vector adalah ( Xi), dengan: Xi = (Wi / Σ Wi)... (2.10) Dengan nilai eigan vector terbesar (λ maks) dengan: λmaks = Σ aij.xj (2.11) Perhitungan konsistensi dalam metode AHP adalah matrik bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai berikut: a. Hubungan Kardinal : aij ajk = aik b. Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut: a. Dengan melihat preferensi multiplikatif misalnya keselamatan lalu lintas lebih penting 4 kali dari kerusakan jalan, dan kerusakan jalan lebih penting 2 kali dari kemacetan maka keselamatan lalu lintas lebih penting 8 kali dari kemacetan.

20 24 b. Dengan melihat preferensi trasitif, misalnya keselamatan lalu lintas lebih penting dari kerusakan jalan dan kerusakan jalan lebih penting dari kemacetan, maka keselamatan lalu lintas lebih penting dari kemacetan. Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matrik tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena tidak konsisten dalam preferensi seseorang, contoh konsistensi matrik sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.4: I J K A = I J ¼ 1 ½ K ½ 2 1 Gambar 2.4 Konsistensi Matrik (Sumber: Saaty, 1986) Matrik A tersebut konsisten karena: aij x ajk = aik ---- = 4 x ½ = 2 aik x akj = aij ---- = 2 x 2 = 4 ajk x aki = aji ---- = ½ x ½ = ¼ Penyimpangan terhadap konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi didapat rumus: CI = λmaks n... (2.12) n 1 Dengan: λmaks = Nilai Eigen Vektor Maksimum, n = Ukuran Matrik. Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Dengan Indeks Random (RI) setiap ordo matriks seperti diperlihatkan pada Tabel 2.10.

21 25 Tabel 2.10 Random Indek Ordo matrik RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan 500 sampel, jika keputusan numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8,.., 1, 2,, 9 akan memperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda. Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi (CR). Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten tidak lebih dari 10% atau sama dengan 0,1: CR = CI/RI <= 0,1 (ok)... (2.13) Pembobotan kriteria dari masing-masing responden telah diperoleh dan dilanjutkan dengan menjumlahkan tiap kriteria pada masing-masing responden. Nilai ini kemudian dirata-ratakan dengan cara membaginya dengan jumlah responden, seperti yang diperlihatkan pada Tabel Tabel 2.11 Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Kriteria Resp.1 Resp.2 Resp.3 Resp.n A B C D (Sumber: Saaty, 1986) C. Fuzzy Analytic Hierarchy Process (FAHP) Fuzzy Analytic Hierarchy Process (FAHP) dapat dilihat sebagai metode analitik yang dikembangkan dari metode AHP. FAHP merupakan penggabungan dari metode AHP dengan logika matematika fuzzy. Perbedaannya dengan AHP adalah implementasi tingkat kepentingan dalam perbandingan berpasangan di dalam matriks perbandingan, yang menggunakan Triangular Fuzzy Numbers (TFN). Hal ini berarti angka

22 26 perbandingan berpasangan bukan satu melainkan tiga, yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Berdasarkan konsep fuzzy, fungsi keanggotaan tingkat kepentingan kriteria dapat dilihat pada Gambar 2.5. µ M Gambar 2.5. Fungsi keanggotaan tingkat kepentingan kriteria (Sumber: Kabir, dkk, 2011) Langkah-langkah metode FAHP dapat disusun sebagai berikut: Step 1: Menyusun struktur permasalahan yang dihadapi Langkah menyusun struktur permasalahan sama seperti pada metode AHP dimana hirarki memiliki tujuan utama permasalahan, kriteria dan sub kriteria, serta alternatif. Step 2: Menguji konsistensi matriks Uji konsistensi matriks dilakukan dengan cara AHP yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar matriks perbandingan berpasangan yang dibentuk konsisten. Step 3: Mengevaluasi perbandingan berpasangan fuzzy Setelah memperoleh matriks yang konsisten, selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan fuzzy. Dalam melakukan perbandingan berpasangan fuzzy, digunakan skala TFN seperti pada Tabel Elemen untuk penilaian negatif diwakili oleh inverse dan urutan reverse dari bilangan fuzzy penilaian positif.

23 27 Tabel 2.12 Skala TFN dalam Variabel Linguistik Linguistic Scale For Importance Fuzzy Numbers Triangular Fuzzy Number (TFN) Perbandingan elemen yang sama (Just Equal) Elemen satu cukup penting dari yang lainnya (moderatly important) Elemen satu kuat pentingnya dari yang lain (strongly Important) Elemen satu lebih kuat pentingnya dari yang lain (very strong) Elemen satu mutlak lebih penting dari yang lainnya (extremely strong) (Sumber: Kabier, dkk, 2011) Reciprocal (Kebalikan) 1 (1, 1, 3) (1/3, 1, 1) 3 (1, 3, 5) (1/5, 1/3, 1) 5 (3, 5, 7) (1/7, 1/5, 1/3) 7 (5, 7, 9) (1/9, 1/7, 1/5) 9 (7, 9, 9) (1/9, 1/9, 1/7) Matriks perbandingan direpresentasikan seperti persamaan (2.14), dimana a ij = (a, a, a ) merupakan hubungan kepentingan masing-masing kriteria/alternatif dalam perbandingan berpasangan, sedangkan a, a, a menunjukkan secara berurutan nilai minimum, nilai tengah, dan nilai maksimum dari TFN. Step 4: Extent Analysis Metode extent analisis diperkenalkan oleh Chang pada tahun 1996 untuk menghitung nilai sintesis pada berbandingan berpasangan fuzzy. Langkahlangkah extent analysis yang pertama adalah menghitung nilai fuzzy syntethic extent. Nilai fuzzy syntethic extent untuk i-objek didefenisikan sebagai: Si = M X [ ] -1...(2.14)

24 28 Dengan M adalah TFN, m adalah jumlah kriteria, j adalah kolom, i adalah baris dan g adalah parameter (l,m,u). M, merupakan operasi penjumlahan TFN dalam setiap baris, yang didefenisikan sebagai: M = [,, ]...(2.15) M, merupakan penjumlahan keseluruhan TFN dalam matriks perbandingan berpasangan, yang didefenisikan sebagai: M = [,, ]...(2.16) Kemudian menghitung nilai invers dari persamaan (2.16) sebagai berikut: [ M ] -1 = (,, )...(2.17) Untuk dua TFN, M 1 = (l 1, m 1, u 1 ) dan M 2 = (l 2, m 2, u 2 ) dengan tingkat kemungkinan (M 2 M 1 ) didefenisikan sebagai: V (M 2 M 1 ) 1, if m 2 m 1 0, if l 1 u (2.18) ( 2 2 ) ( 1 1 ) Tingkat kemungkinan untuk bilangan fuzzy konveks M yang lebih baik dibandingkan k bilangan fuzzy konveks Mi(i=1,2,...k) dapat ditentukan dengan menggunakan operasi max dan min sebagai: V(M M 1, M 2,..., M k ) = V[(M M 1 ) and (M M 2 ) and... and (M M k ) = min V(M M 1 )...(2.19) dengan i = 1,2,3,..., k. Diasumsikan bahwa d(a 1 ) = min V(Si Sk) untuk k=1,2,...n; k i, sehingga vektor bobot didefenisikan sebagai:

25 29 W' = (d'(a 1 ), d'(a 2,.., d'(an)) T...(2.20) dengan A i = (i = 1,2,, n) adalah n element. Langkah terakhir adalah normalisasi vektor bobot yang telah diperoleh dengan persamaan: W = (d(a 1 ), d(a 2,., d(an)) T...(2.21) d(an) = ( )...(2.22) ( ) dengan W adalah bilangan non-fuzzy. D. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) Model matematis adalah suatu system persamaam matematik yang digunakan untuk meyelesaikan suatu permasalahan, sehingga penyelesaiannya lebih sederhana. Dari pembobotan kriteria total responden diatas setelah dihitung rata-ratanya selanjutnya dihitung nilainya dengan sistem persamaan matematis menurut Brodjonegoro (1991) dalam I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) adalah: Y= A(a1xbobot a1+.+ a6xbobot a6+...+d(d1xbobot d1+ +d5xbobotd5) (2.23) Dengan: Y = Skala prioritas (untuk analisis TOPSIS) A s/d D = Bobot FAHP Alternatif level 2 (berdasar analisa responden) a1, a2,,...d4, d5 = Bobot FAHP Alternatif level 3 (berdasar analisa responden) bobot a1, bobot a2,., bobot d5 = Bobot Alternatif level 3 (berdasarkan analisis data)

26 30 TOPSIS didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif (Hwang, 1981). Setelah didapatkan nilai total integral pada setiap kriteria, dilakukan normalisasi melalui persamaan: r ij =...(2.24) Kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan matrix bobot yang ternormailisasi melalui persamaan: y ij = W ij x r ij...(2.26) Kemudian dihitung nilai solusi ideal positf dan nilai solusi ideal negatif menggunakan persamaan: A + = {y 1, y 2,..., yn} dan A - = {y 1, y 2,..., yn}...(2.27) Jarak antara alternatif dengan solusi ideal positif dihiutng dengan persamaan: = (y ij ) 2...(2.28) Sedangkan jarak alternatif dengan solusi ideal negatif dihitung dengan persamaan: = (y ij ) 2...(2.29) Dengan membandingkan jarak dengan solusi ideal positif dan negatif, maka didapatkan nilai preferensi untuk setiap alternatif melalui persamaan: V i =...(2.30)

27 31 Nilai CC yang didapatkan dari persamaan 2.29 merupakan nilai akhir yang digunakan untuk menentukan peringkat dari beberapa alternatif yang akan dipilih dengan nilai urutan peringkat awal dimulai dari nilai CC yang terbesar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tegah. Kabupaten Sragen terdapat 308 jembatan yang menghubungkan dua

Lebih terperinci

APLIKASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN

APLIKASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN APLIKASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN I Nyoman Yudha Astana 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Udayana Bukit Jimbaran, Badung, Bali. E-mail

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie

Lebih terperinci

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN Oleh : Manis Oktavia 1209 100 024 Dosen Pembimbing : Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Sidang Tugas Akhir - 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS 3.1 Penggunaan Konsep Fuzzy Apabila skala penilaian menggunakan variabel linguistik maka harus dilakukan proses pengubahan variabel linguistik ke dalam bilangan fuzzy.

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS Fratika Aprilia Purisabara, Titin Sri Martini, dan Mania Roswitha Program

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Sistem Sistem adalah kumpulan objek seperti orang, sumber daya, konsep dan prosedur yang dimaksudkan

Lebih terperinci

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK Khafizan 1), Slamet Widodo 2), Siti Mayuni 2) Khafizan.apid@gmail.com Abstrak Jaringan jalan cenderung

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Virgeovani Hermawan 1 1 Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional Pariwisata merupakan kegiatan perjalanan untuk rekreasi dengan mengunjungi tempat-tempat wisata seperti gunung, pantai, perkotaan, dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014 PENERAPAN METODE TOPSIS DAN AHP PADA SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU, STUDI KASUS: IKATAN MAHASISWA SISTEM INFORMASI STMIK MIKROSKIL MEDAN Gunawan 1, Fandi Halim 2, Wilson 3 Program

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem yang efektif dalam membantu mengambil suatu keputusan yang kompleks, sistem ini menggunakan aturan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX Daniar Dwi Pratiwi 1, Erwin Budi Setiawan 2, Fhira Nhita 3 1,2,3 Prodi Ilmu Komputasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA

PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA Agustinus Syawal 1) Abstrak Berdasarkan database jalan Kabupaten Bengkayang tahun 2012 terdapat

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Multiple Attribute Decision Making (MADM) Multiple Attribute Decision Making (MADM) adalah studi tentang identifikasi dan pemilihan alternatif berdasarkan nilai-nilai dan preferensi

Lebih terperinci

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process Rekaracana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Januari 2016 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode khusus dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, metodologi penelitian merupakan suatu proses berpikir yang sistematis atau tahap-tahap penelitian yang diawali dengan mengidentifikasi masalah,

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Sleman, yang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process Dalam Seleksi Karyawan (Studi Kasus: Pemilihan Staf Administrasi Di PT. XYZ)

Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process Dalam Seleksi Karyawan (Studi Kasus: Pemilihan Staf Administrasi Di PT. XYZ) J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 1, May. 2005, 17 26 Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process Dalam Seleksi Karyawan (Studi Kasus: Pemilihan Staf Administrasi Di PT. XYZ) Mardlijah,

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) 2.1.1 Kegunaan Analytic Hierarchy Process (AHP) AHP banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam hal

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENENTUAN PEMBOBOTAN EVALUASI TEKNIS JASA KONSULTANSI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN FUZZY

PERBANDINGAN PENENTUAN PEMBOBOTAN EVALUASI TEKNIS JASA KONSULTANSI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN FUZZY PERBANDINGAN PENENTUAN PEMBOBOTAN EVALUASI TEKNIS JASA KONSULTANSI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN FUZZY M. Adhitya Verdian 1 Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi Program

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN

PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN Vera Methalina Afma Dosen Tetap Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Riau Kepulauan ABSTRAK Tanah atau lahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

Analytic Hierarchy Process

Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process Entin Martiana INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

P11 AHP. A. Sidiq P.

P11 AHP. A. Sidiq P. P11 AHP A. Sidiq P. http://sidiq.mercubuana-yogya.ac.id Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Tujuan Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming.

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming. PENENTUAN MULTI CRITERIA DECISION MAKING DALAM OPTIMASI PEMILIHAN PELAKSANA PROYEK Chintya Ayu Puspaningtyas, Alvida Mustika Rukmi, dan Subchan Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI Mengambil sebuah keputusan tidak pernah lepas dari kehidupan setiap orang, setiap detik dari hidupnya hampir selalu membuat keputusan dari keputusan yang sederhana hingga keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Studi Menurut penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti terdahulu, hasil menunjukkan berbagai pandangan tentang metode Fuzzy Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MAHASISWA BERPRESTASI DI STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU DENGAN METODE SAW

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MAHASISWA BERPRESTASI DI STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU DENGAN METODE SAW SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MAHASISWA BERPRESTASI DI STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU DENGAN METODE SAW Fitria Ningsih Jurusan Manajemen Informatika STMIK Pringsewu Lampung Jl. Wismarini no.09 Pringsewu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP Analytic Hierarchy Process atau AHP dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty sebagai algoritma pengambilan keputusan untuk permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Literatur Berikut adalah beberapa penelitian serupa mengenai kualitas yang telah dilakukan dilakukan sebelumnya, yaitu: 1. Harwati (2013), yaitu: Model Pengukuran Kinerja

Lebih terperinci

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE Nunu Kustian Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Email: kustiannunu@gmail.com ABSTRAK Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Robbins dan Coultier (2012) menyatakan bahwa manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan adalah sumber kekayaan alam yang mampu memberikan manfaat yang sangat besar. Hasil yang diperoleh dari hutan merupakan aset yang sangat berharga dan menjanjikan.

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

PENENTUAN SISWA BERPRESTASI PADA SMK WIDYA YAHYA GADINGREJO DENGAN METODE SAW

PENENTUAN SISWA BERPRESTASI PADA SMK WIDYA YAHYA GADINGREJO DENGAN METODE SAW PENENTUAN SISWA BERPRESTASI PADA SMK WIDYA YAHYA GADINGREJO DENGAN METODE SAW RATIH ERNAWATI Jurusan Sistem Informasi, Sekolah Tinggi Manajemen dan Informatika STMIK Pringsewu Lampung Jl. Wismarini no.09

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota Malang. Fokus penelitian ini meliputi Sub sektor apa saja yang dapat menjadi

Lebih terperinci

PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI

PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI bidang TEKNIK PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI SRI NURHAYATI, SRI SUPATMI Program Studi Teknik Komputer Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia Tujuan dari Perguruan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam BAB III METODOLOGI Metodologi merupakan kumpulan prosedur atau metode yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Menurut Mulyana (2001, p114), Metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak

Lebih terperinci

PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Dahriani Hakim Tanjung Sistem Informasi, Teknik dan Ilmu Kompuer, Universitas Potensi Utama JL. KL. Yos Sudarso

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Pemilihan Supplier dan Alokasi Order Pemilihan supplier berpotensi memiliki dampak signifikan terhadap kinerja berlangsungnya perusahaan (Herbon dkk, 2012).

Lebih terperinci

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PENDUDUK KERJA DI KECAMATAN SUKMAJAYA DEPOK MENUJU TEMPAT KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS Sabdo Wicaksono

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Keputusan Teori keputusan adalah teori mengenai cara manusia memilih pilihan diantara pilihan-pilihan yang tersedia secara acak guna mencapai tujuan yang hendak diraih (Hansson,

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN PROVINSI DI SUMATERA BARAT

STUDI PERBANDINGAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN PROVINSI DI SUMATERA BARAT JURNAL REKAYASA SIPIL (JRS-UNAND) Vol. 13 No. 1, Februari 2017 Diterbitkan oleh: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas (Unand) ISSN (Print) : 1858-2133 ISSN (Online) : 2477-3484 http://jrs.ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian 15 16

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan satu usaha Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam meningkatkan potensi daerah yang mengalami perkembangan sangat pesat. Perkembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Metode Analytical Hierarchy Process 2.2.1 Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP Mayang Anglingsari Putri 1, Indra Dharma Wijaya 2 Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Keputusan Keputusan (decision) yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses,

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ISSN : 2338-4018 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Ambar Widayanti (ambarwidayanti@gmail.com) Muhammad Hasbi (hasbb63@yahoo.com) Teguh Susyanto (teguh@sinus.ac.id)

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE 34 EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE Faisal piliang 1,Sri marini 2 Faisal_piliang@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terkait Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dita Monita seorang mahasiswa program studi teknik informatika dari STMIK Budi Darma Medan

Lebih terperinci

PENENTUAN PEMINATAN PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN METODE AHP-TOPSIS (STUDI KASUS SMA NEGERI 6 SEMARANG)

PENENTUAN PEMINATAN PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN METODE AHP-TOPSIS (STUDI KASUS SMA NEGERI 6 SEMARANG) PENENTUAN PEMINATAN PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN METODE AHP-TOPSIS (STUDI KASUS SMA NEGERI 6 SEMARANG) Rahmawan Bagus Trianto 1 1 Teknik Informatika Universitas Dian Nuswantoro Semarang E-mail : 111201005199@mhs.dinus.ac.id

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR TI BAHREN, MUNAR a Jurusan Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Almuslim Jln. Almuslim Tlp.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori mengenai Sistem Pendukung Keputusan, penelitan lain yang berhubungan dengan sistem pendukung keputusan, Simple Additve Weighting (SAW), dan Weighted

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 75 ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Dyna

Lebih terperinci

KOMBINASI METODE AHP DAN TOPSIS PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

KOMBINASI METODE AHP DAN TOPSIS PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN KOMBINASI METODE AHP DAN TOPSIS PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN Ahmad Abdul Chamid 1*, Alif Catur Murti 1 1 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus Gondangmanis, PO Box

Lebih terperinci

BAB III ANP DAN TOPSIS

BAB III ANP DAN TOPSIS BAB III ANP DAN TOPSIS 3.1 Analytic Network Process (ANP) Analytic Network Process atau ANP adalah teori matematis yang memungkinkan seorang pengambil keputusan menghadapi faktor-faktor yang saling berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Umum Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi, dan sosial

Lebih terperinci

PEMILIHAN STRATEGI KEBIJAKAN PEMBINAAN UMKM DI DINAS KUMKM DAN PERDAGANGAN PROVINSI DKI JAKARTA DENGAN METODE AHP DAN TOPSIS

PEMILIHAN STRATEGI KEBIJAKAN PEMBINAAN UMKM DI DINAS KUMKM DAN PERDAGANGAN PROVINSI DKI JAKARTA DENGAN METODE AHP DAN TOPSIS PEMILIHAN STRATEGI KEBIJAKAN PEMBINAAN UMKM DI DINAS KUMKM DAN PERDAGANGAN PROVINSI DKI JAKARTA DENGAN METODE AHP DAN TOPSIS Dino Caesaron 1), Leksani B. R. 2 ) Program Studi Teknik Industri-Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem interaktif yang mendukung kepututsan dalam proses pengambilan keputusan melalui alternatif-alternatif

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERSETUJUAN SKRIPSI... ii. PENGESAHANDEWAN PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iv

DAFTAR ISI. PERSETUJUAN SKRIPSI... ii. PENGESAHANDEWAN PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iv DAFTAR ISI PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENGESAHANDEWAN PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... v UCAPAN TERIMA KASIH...

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Penyusunan Hirarki Dari identifikasi dan subatribut yang dominan, dapat disusun struktur hirarki sebagai berikut: Gambar 4.1 Struktur Hirarki Penerima Beasiswa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

Analytical hierarchy Process

Analytical hierarchy Process Analytical hierarchy Process Pengertian AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP menguraikan masalah multi faktor atau

Lebih terperinci

PEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN TOPSIS

PEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN TOPSIS Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN TOPSIS Juliyanti 1,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PADA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PADA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PADA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : Imam Husni A Abstrak - Penelitian ini mengembangankan Sistem Pendukung

Lebih terperinci

AHP (Analytical Hierarchy Process)

AHP (Analytical Hierarchy Process) AHP (Analytical Hierarchy Process) Pengertian Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 1, Juni 2011 ISSN 1412-6869 ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Pendahuluan Ngatawi 1 dan Ira Setyaningsih 2 Abstrak:

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Tujuan analisa sistem dalam pembangunan aplikasi sistem pendukung keputusan ini adalah untuk mendapatkan semua kebutuhan pengguna dan sistem, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan perumahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan perumahan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan perumahan dan pemukiman adalah agar seluruh rakyat Indonesia dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE FUZZY-AHP

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE FUZZY-AHP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE FUZZY-AHP Alwi *), Surya Sumpeno 2), dan I Ketut Eddy Purnama 3) *) Bidang Keahlian Telematika (Konsentrasi CIO) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Model. Representasi sistem atau masalah berdasarkan model dapat dilakukan dengan berbagai macam tingkat abstraksi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Model. Representasi sistem atau masalah berdasarkan model dapat dilakukan dengan berbagai macam tingkat abstraksi. BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci