KERAGAMAN GENETIK DAN SISTEM PERKAWINAN DI TEGAKAN BENIH MINDI (Melia azedarach Linn.) WANAYASA, PURWAKARTA AZIZAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN GENETIK DAN SISTEM PERKAWINAN DI TEGAKAN BENIH MINDI (Melia azedarach Linn.) WANAYASA, PURWAKARTA AZIZAH"

Transkripsi

1 KERAGAMAN GENETIK DAN SISTEM PERKAWINAN DI TEGAKAN BENIH MINDI (Melia azedarach Linn.) WANAYASA, PURWAKARTA AZIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

2 Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan pada Tegakan Benih Mindi (Melia azedarach Linn.) di Wanayasa, Purwakarta Oleh : Azizah dan Iskandar Z. Siregar ABSTRAK Mindi merupakan salah satu jenis cepat tumbuh dari famili Meliaceae yang berpotensi untuk dikembangkan di Hutan Rakyat. Upaya peningkatan produktivitas mindi memerlukan informasi dasar terkait keragaman genetik dan sistem perkawinannya. Sifat bunga hermaprodit mindi menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana sistem perkawinan yang terjadi dalam populasi mindi. Untuk itu diperlukan analisis keragaman genetik dan tipe perkawinan mindi yang dapat diduga dengan bantuan teknik mikrosatelit. Penelitian ini bertujuan untuk i) mengetahui amplifikasi silang primer mikrosatelit jenis Mahoni (Swietenia spp) dan Mimba (Azadirachta indica) pada jenis Mindi (Melia azedarach Linn.), ii) menduga variasi genetik indukan dan anakan dari tegakan benih Mindi serta iii) mengkarakterisasi parameter sistem perkawinan di tegakan benih Wanayasa (Purwakarta). Sampel yang digunakan terdiri atas 10 pohon induk mindi dan keturunannya masing-masing sebanyak 5 anakan. Primer spesifik Ai-05 dan Ai-34 (jenis mimba) serta SM45 (jenis mahoni) dapat diamplifikasikan pada mindi. Analisis data menggunakan software POPgene versi 1.31 menunjukkan rata-rata keragaman genetik (H e ) dalam populasi sebesar Analisis sistem perkawinan dilakukan dengan bantuan software MLTR (Multilocus Mating System Program) yang menunjukkan nilai outcrossing t m =t s =1,000 berdasarkan metode Expected Maximum (MLTR). Nilai tersebut menunjukkan bahwa mindi di tegakan benih Wanayasa secara umum melakukan perkawinan silang. Informasi mengenai sistem perkawinan ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui cara efektif yang diperlukan untuk tujuan pengelolaan sumber benih. Keywords: mindi, mikrosatelit, sistem perkawinan, kebun benih, keragaman genetik iii

3 Genetic diversity and mating system in a seed stand of Mindi (Melia azedarach Linn.), Wanayasa, Purwakarta By : Azizah and Iskandar Z. Siregar ABSTRACT Mindi is a fast growing species belonging to family Meliaceae which is potential to be developed in community forest. Efforts to increase productivity of mindi seed stand require basic knowledge on genetic diversity and mating system. The sexual flower character of mindi is of hermaphrodite type raising a question about the mating system of Mindi. Genetic diversity and mating system characteristics of mindi can be analyzed by microsatellite. This study was aimed to i) cross-amplify microsatellite primers of Mahogany (Swietenia spp) and Neem (Azadirachta indica) in Mindi, ii) estimate genetic variation of mother trees and their offspring and iii) characterize the parameters of mating system of a mindi seed stand. The samples for DNA analysis were 10 mother trees and their respective offspring (n=5). Specific primers Ai-05 and Ai-34 from Neem and SM45 from Mahogany was successfully amplified in Mindi. Data analysis using POPgene version 1.31 showed the average values of genetic diversity of H e =0.565 in the seed stand population. Mating system analysis analyzed by multilocus mating system program showed outcrossing values of t m =t s = 1.00 based on the method of expected maximum (EM). These findings indicated that Mindi in the seed stand Wanayasa is predominantly outcrosser. Basic information on the mating system characteristics of Mindi may be used for effective management for increasing the productivity of seed stands. Keywords : Mindi, Microsatellite, Mating system, Seed Stand, Genetic diversity iv

4 KERAGAMAN GENETIK DAN SISTEM PERKAWINAN DI TEGAKAN BENIH MINDI (Melia azedarach Linn.) WANAYASA, PURWAKARTA AZIZAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ii

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan di Tegakan Benih Mindi (Melia azedarach Linn.) Wanayasa, Purwakarta Nama : Azizah NIM : E Menyetujui : Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP Mengetahui : Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan di Tegakan Benih Mindi (Melia azedarach Linn.) Wanayasa, Purwakarta adalah benar-benar hasil karangan sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Azizah E vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 15 Maret 1990 sebagai putri dari pasangan Soepardi (alm) dan Sunariyah (almh). Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN 02 Blorok. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 01 Kaliwungu. Pada tahun 2007, penulis lulus dari SMAN 01 Kendal dimana pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur dengan minor Arsitektur Lanskap pada tahun Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni komisi IV DPM Fakultas Kehutanan IPB 2008/2009, Bendahara umum Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet 2009/2010. Divisi Bussiness Development Tree Grower Community 2009/2010, Divisi Eksternal Kohati Cabang Bogor 2008/2009, Sekretaris umum Kohati Komisariat Fakultas Kehutanan IPB 2010/2011, anggota HMI Cabang Bogor Komisariat Fakultas Kehutanan IPB 2008/2011 dan anggota FOKMA Bahurekso Kendal 2007/2011. Selain itu penulis pernah menjadi asisten untuk program Sarjana pada mata kuliah Dendrologi 2009/2010 dan 2011/2012, mata kuliah Silvikultur 2010/2011. Selama di bangku kuliah, penulis pernah mendapatkan beasiswa Eka Tjipta Foundation 2007/2010, Beasiswa LAZ-Al Hurriyah 2008/2009, dan Beasiswa BUMN dari PT. Angkasa Pura 2010/2011. Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) yang dilaksanakan di Kamojang-Sancang. Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi. Praktek Kerja Profesi (PKP) yang dilaksanakan di PT. Inco Tbk Sorowako-Sulawesi Selatan. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan di Tegakan Benih Mindi (Melia azedarach Linn) Wanayasa, Purwakarta. vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah bagi Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan di Tegakan Benih Mindi (Melia azedarach Linn.) Wanayasa, Purwakarta. Mindi merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh dari famili Meliaceae yang memiliki berbagai fungsi sehingga sangat baik untuk dikembangkan di Hutan Rakyat. Penelitian ini menggunakan penanda DNA untuk mengamati sistem perkawinan yang terjadi pada populasi mindi dengan teknik mikrosatelit. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi perbaikan untuk penelitian yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2011 Penulis viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan ilmu yang diberikan. 2. Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS selaku Ketua Sidang dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku Dosen Penguji atas kesediaannya menjadi penguji dalam Ujian Komprehensif penulis. 3. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan konseling selama penulis menempuh program Sarjana. 4. Bapak dan Ibu tercinta (Alm. Soepardi dan Almh. Sunariyah), Ayah dan ummi (H. Masyhuri dan Maryamuqnuti), kakak-kakak tercinta (Nur Roziqin, Choiriyah, Isti Faizah dan Zaenatun) dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat dan doa untuk penulis. 5. Teman-teman di laboratorium (Tedi Yunanto S.Hut, M.Si, Asep Mulyadiana S.Hut, Laswi Irmayanti, Eka Perdanawati Y, Dr. Ir. Yulianti, MS, Dra. Dida Syamsuwida, M.Sc) serta Dikdik, Dhinda dan Novan yang telah menemani penulis begadang selama penelitian. 6. Keluarga besar Silvikultur 44 atas semua canda tawa dan suka duka selama kebersamaan kita. 7. Keluarga besar Fokma Bahurekso Kendal, Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fahutan, Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet, dan Tree Grower Community atas ilmu dan kekeluargaannya. 8. PT. Angkasa Pura yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. 9. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2011 Penulis ix

10 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... viii UCAPAN TERIMA KASIH...ix DAFTAR ISI...x DAFTAR TABEL...xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...xiv PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat...2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.) Morfologi Mindi Sebaran Geografis Hama dan Penyakit Kegunaan Kayu dan Non-Kayu Sistem Perkawinan dan Reproduksi Sistem Perkawinan Siklus Reproduksi Tanaman Mikrosatelit...8 METODE PENELITIAN Waktu dan lokasi penelitian Alat dan bahan Populasi penelitian Alat dan bahan Prosedur penelitian Pengambilan sampel daun Ekstraksi DNA Uji kualitas DNA...13 x

11 3.3.4 PCR Visualisasi DNA Analisis data...16 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi silang jenis Mindi Keragaman genetik dalam populasi Mindi Sistem perkawinan pada tegakan benih Mindi di Wanayasa...22 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...25 DAFTAR PUSTAKA...26 LAMPIRAN...29 xi

12 DAFTAR TABEL 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam teknik mikrosatelit Pasang sekuen untuk seleksi primer (Lemes et al. 2002) dan (Boontong et al. 2008) Tahapan PCR Bahan-bahan penyusun gel akrilamid Tahapan pewarnaan gel akrilamid dengan metode perak nitrat Hasil pengukuran dan pendugaan panjang fragmen DNA hasil amplifikasi Panjang fragmen untuk masing-masing primer Hasil amplifikasi tiga primer mikrosatelit mindi Variabilitas genetik mindi di tegakan benih Wanayasa Nilai multilokus pada masing-masing pohon induk Hasil estimasi parameter sistem perkawinan menggunakan MLTR dengan metode Expected Maximum...23 xii

13 DAFTAR GAMBAR 1 Morfologi mindi a) bunga mindi (Dida S 2010), b) buah mindi, c) biji mindi (Pramono AA 2008), d) daun mindi, e) pohon mindi (koleksi pribadi) Peta penyebaran Melia azedarach Linn. (Orwa et al. 2009) Ilustrasi sistem perkawinan (Finkeldey 2005) Pendeteksian Mikrosatelit pada genom DNA oleh primer forward dan reserve (panah abu-abu) (Davidson 2001) Peta Lokasi Pengambilan Sample Mindi (Melia azedarach Linn.). Sumber : Kuswanto FS 2011 dan Kabupaten Purwakarta Prosedur analisis genetik dengan penanda mikrosatelit Cara skoring pita DNA Grafik panjang fragmen hasil amplifikasi mikrosatelit Pola polimorfik DNA mindi yang diamplifikasi dengan primer SM45, Ai34 dan Ai Dendogram mindi berdasarkan jarak genetic Nei s (1972) xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Dokumentasi alat laboratorium Hasil skoring mikrosatelit Variabilitas genetik populasi indukan dan anakan mindi di Tegakan benih Wanayasa Nilai jarak genetik menurut Nei s (1972)...34 xiv

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mindi (Melia azedarach Linn.) merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh dari famili Meliaceae. Jenis ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman khususnya Hutan Tanaman Rakyat karena sifat multipurpose-nya. Mindi memiliki kayu dengan kelas awet III-II dan kelas kuat V-IV (Balitbanghut 2009) sehingga cocok digunakan sebagai kayu alternatif pengganti kayu-kayu komersial. Daun, akar, kulit, bunga dan daun mindi juga dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan pestisida alami. Mindi memiliki 3 kandungan zat yang bermanfaat yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol. Selain itu, kemampuan adaptasi mindi yang tinggi memudahkan tanaman ini untuk tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan. Hasil survei di Jawa Barat menunjukkan bahwa pohon mindi banyak dijumpai pada lahan masyarakat sebagai bagian dari sistem pertanaman campuran (Pramono et al. 2008). Dengan demikian, peningkatan produktivitas tegakan mindi perlu dilakukan untuk menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Upaya peningkatan produktivitas berkaitan erat dengan pengaruh faktor lingkungan dan genetik. Keragaman genetik berperan penting dalam proses adaptasi tanaman. Tingkat keragaman genetik pada mindi di Wanayasa berdasarkan penanda RAPD menunjukkan nilai H e sebesar 0,1712 (Yulianti 2011). Namun belum diketahui berapa nilai keragaman genetik mindi apabila dianalisis dengan teknik Mikrosatelit. Siklus reproduksi mindi bergantung pada sistem perkawinan yang ada contohnya perkawinan silang, perkawinan kerabat. Pada tanaman mindi belum diketahui secara jelas model perkawinan yang terjadi. Walaupun struktur bunga mindi memiliki tipe hermaprodit namun belum diketahui sistem perkawinan yang terjadi dalam populasi mindi. Penelitian Syamsuwida (2009) memperlihatkan adanya potensi reproduksi mindi yang cukup tinggi sehingga muncul asumsi bahwa tanaman mindi melakukan perkawinan silang (outcrossing). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat keragaman genetik mindi di dalam 1

16 populasi mindi, mengkaji sistem perkawinan mindi melalui pendugaan outcrossing rate (derajat perkawinan silang) sehingga diperoleh informasi dasar pola keragaman genetik dalam populasi mindi untuk kegiatan pengelolaan sumber benih di Hutan Rakyat. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk i) mengetahui amplifikasi silang primer mikrosatelit jenis Mahoni (Swietenia spp) dan Mimba (Azadirachta indica) pada jenis Mindi (Melia azedarach Linn.), ii) menduga variasi genetik indukan dan anakan dari tegakan benih Mindi serta iii) mengkarakterisasi parameter sistem perkawinan pada tegakan benih Mindi di Wanayasa Kabupaten Purwakarta. 1.3 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menyediakan informasi dasar tentang pola keragaman genetik dalam populasi serta sistem perkawinan yang terjadi pada mindi. 2

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.) Morfologi Mindi Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach Linn.) merupakan jenis cepat tumbuh yang menyukai cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan subur di bawah titik beku (Balitbanghut 2009). Tanaman mindi dapat mencapai tinggi hingga m dengan bebas cabang 8-20 m, diameter cm setelah kurang lebih 20 tahun. Batang silindris, tegak dengan kulit batang ada yang beralur, halus atau berbintil. Bentuk tajuk relatif simetris dengan percabangan melebar, berdaun ringan, bentuk daun majemuk dengan bagian tepi bergerigi atau halus. Kadang menggugurkan daun pada musim kering (decidoeus), bertunas setelah masa rontok daun yang diikuti dengan pembungaan. Berakar tunggang yang dalam dengan akar cabang yang banyak (Heyne 1987). Morfologi mindi disajikan pada Gambar 1. A B C D e Gambar 1 Morfologi mindi a) bunga mindi (Dida S 2010), b) buah mindi, c) biji mindi (Pramono AA 2008), d) daun mindi, e) pohon mindi (koleksi pribadi). Bunga hermaprodit (organ jantan dan betina berada dalam satu bunga), berkelompok dalam satu rangkaian bunga (malai) berbentuk panicle, kelopak bunga berwarna putih dengan pistil ungu tua, berbau harum. Bentuk buah bulat 3

18 lonjong, berukuran panjang 1 2 cm, diameter 0,5 1 cm, berwarna kuning saat masak panen, berkulit licin. Buah mempunyai karpel 4-5 yang masing-masing berisi satu biji, namun umumnya yang berkecambah biasanya hanya satu (Syamsuwida, tidak dipublikasikan). Bagian perikarp yaitu lapisan kulit antara mesokarp (daging buah) dengan biji, sangat keras sehingga untuk mengecambahkan benih perlu perlakuan khusus Sebaran Geografis Sebaran alami mindi berada di India dan Burma, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Tanaman mindi banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis. Mindi mampu tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, ketinggian mdpl, dengan curah hujan rata-rata per tahun mm, dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Tumbuh subur pada tanah berdrainase baik, tanah yang dalam, tanah liat berpasir, toleran terhadap tanah dangkal, tanah asin dan basa (Balitbanghut 2009). Gambar 2 Peta penyebaran Melia azedarach Linn. (Orwa et al. 2009) Hama dan Penyakit Hama yang sering menyerang mindi yaitu penggerek pucuk Hypsipyla robusta Moore dan kumbang ambrosia Xleborus ferrugineus. Hal ini mengakibatkan kualitas kayu mindi menurun. Pengendalian hama secara teknis dapat dilakukan dengan menggunakan bibit tanaman yang tahan serangan hama, dapat pula dengan membuat hutan tanaman campuran. Sedangkan cara kimiawi untuk memberantas hama dapat dilakukan dengan menyuntikkan insektisida 4

19 Nuvacron 20 SCW, Dimecron 50 SCW dan Gusadrin 15 WSC setelah batangnya ditakik (Balitbanghut 2009) Kegunaan Kayu dan Non-Kayu Kayu mindi tergolong kelas kuat III - II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan kelas awet IV - V. Kayu mindi biasa digunakan sebagai bahan baku mebel karena memiliki corak yang indah dan mudah dikerjakan. Selain mebel, kayu mindi yang berukuran kecil dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat barang kerajinan (Balitbanghut 2009). Mindi memiliki kandungan bahan aktif sama dengan mimba (Azadirachta indica) yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol. Selain itu mindi juga mengandung bahan kimia seperti saponin, flavonowa, polifenol dan alkaloida. Kulit batang berkhasiat sebagai obat rematik, radang, demam, bengkak dan radang serta dapat membantu mengeluarkan cacing usus. Daun tanaman tersebut berkhasiat sebagai obat nyeri perut, obat kencing manis dan menambah nafsu makan dan dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama seperti belalang. Meliacin hasil isolasi dari daun dan akar mindi dapat digunakan untuk menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari beberapa virus seperti virus polio (Balitbanghut 2009). 2.2 Sistem Perkawinan dan Reproduksi Sistem Perkawinan Sistem perkawinan adalah sistem yang menentukan penggabungan gametgamet organisme yang berbeda yaitu gamet jantan ( ) dan betina ( ) untuk membentuk zigot (Sedgley & Griffin 1989). Perkawinan pada tanaman ditentukan oleh sistem seksual yang mungkin terjadi antara anggota populasi. Oleh karena itu, sistem perkawinan sangat penting dalam membentuk struktur genotipik dari generasi selanjutnya. Menurut Finkeldey (2005) sistem perkawinan populasi tanaman melibatkan beberapa aspek penting, di antaranya penyerbukan sendiri (selfing), penyerbukan silang (outcrossing), kawin acak (random mating), dan kawin berpilih (assortative mating). 5

20 Berbagai tipe sistem perkawinan dijelaskan sebagai berikut (Finkledey 2005): 1. Perkawinan Acak (random mating) Dalam populasi perkawinan acak, semua mating preferences adalah sama dengan satu. Bentuk pemilihan ini tidak berpegang pada pemilihan seksual (sexual selection), yang mana dalam esensinya dianggap sebagai bentuk pemilihan yang hanya mempengaruhi satu gamet seks, biasanya seks/gamet jantan dan menghasilkan keberhasilan perkawinan yang berbeda di antara setiap tipe seks gamet ini. 2. Perkawinan Berpilih (Assortative Mating) Kawin acak sulit terjadi pada jenis pohon hutan tropis yang mempunyai kerapatan rendah. Struktur spasial dan karakter pembungaan (early atau late flowering) akan menyebabkan adanya preferensi di antara tipe-tipe tertentu atau disebut perkawinan berpilih (assortative mating). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kawin berpilih adalah merupakan sebuah penyimpangan dari kawin acak. 3. Perkawinan Tidak Acak (Non-Random Mating) Pada kebanyakan jenis pohon hutan, inbreeding merupakan konsekuensi dari self-fertilization, terutama pada jenis konifer di mana mekanisme inkompatibilitas prezygotic tidak terjadi. Selain itu periode pembungaan yang jelas bervariasi pada individu pohon, dan kemungkinan inkompatibilitas prezygotic pada kebanyakan jenis pohon angiospermae, memunculkan berbagai bentuk positif atau negatif dari assortative mating. Dengan demikian, dalam populasi pohon hutan perkawinan tidak acak diharapkan akan sering terjadi. 4. Penyerbukan Silang (outcrossing) Penyerbukan silang, yang umum terjadi pada jenis pohon hutan, biasanya menghasilkan keragaman genetik populasi yang tinggi (heterozygote). Pada penyerbukan silang, genotip yang berbeda akan berhasil melakukan persilangan satu sama lain, dan kecil kemungkinan keberhasilan persilangan yang terjadi antara struktur jantan dan betina pada tanaman yang sama, atau dengan individu yang dekat kekerabatannya. 6

21 5. Penyerbukan Sendiri (selfing) Ketika polen dari suatu pohon menyerbuki bunga yang terdapat pada pohon itu sendiri, maka disebut penyerbukan sendiri (selfing). Selfing sering terjadi pada tanaman yang melakukan geitonogami ( penyerbukan dari bunga yang berbeda pada satu tanaman) dan autonogami (penyerbukan dari bunga yang sama). Kedua tipe seksual ini termasuk pada tumbuhan hermaprodit yaitu tanaman yang berbunga sempurna dimana gamet jantan maupun betina dihasilkan pada satu bunga yang sama. Penyerbukan sendiri ini tidak mungkin terjadi pada jenis tanaman yang dioecious (berumah dua dimana bunga jantan dan bunga betina dihasilkan pada dua individu yang berbeda). Ilustrasi sistem perkawinan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Ilustrasi sistem perkawinan (Finkeldey 2005) Siklus Reproduksi Tanaman Tanaman memproduksi biji karena secara alami tanaman memiliki kemampuan untuk mempertahankan jenis agar keberadaannya tetap lestari. Selain itu juga untuk menghasilkann individu baru yang beragam agar memiliki berbagai sifat yang menguntungkan. Biji sendiri adalah merupakan ovul yang sudah masak setelah dibuahi yang mengandung embrio, nutrisi tersimpan, integumen dan testa (Esau 1976). Proses reproduksi dimulai dari inisiasi pembungaan yaitu suatu transisi dari meristem vegetatif (memproduksi primordia daun) menjadi apikal reproduktif (primordia bunga) yang akan berkembang menjadi bunga (Owens & Blake 1985). Perubahan ini terjadi beberapa hari, minggu atau bulan sebelum munculnya

22 kuncup bunga. Inisiasi pembungaan terjadi setelah tanaman melewati fase juvenilitas. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya proses inisiasi pembungaan di antaranya : suhu, intensitas cahaya, panjang hari, kelembaban, mineral dan hara serta faktor cekaman (stress air, pelukaan, pencekikan dll). 2.3 Mikrosatelit Mikrosatelit yang dikenal dengan Simple Sequence Repeats (SSRs) merupakan kelas terkecil dari sekuen berulang (Anonim 2011 dalam Fahmi 2011). Mikrosatelit merupakan rangkaian pola nukleotida antara dua sampai enam pasang basa yang berulang secara berurutan. Mikrosatelit cenderung terjadi pada non-coding DNA. Sistem marker ini telah terbukti lebih efektif baik untuk pengorganisasian materi genetik berdasarkan jarak genetik, pemetaan gen dan pengimplementasian program pemuliaan yang lebih efisien. Mikrosatelit biasa digunakan sebagai penanda genetik untuk menguji kemurnian galur, studi filogenetik, lokus pengendali sifat kuantitatif dan forensik. Mikrosatelit diamplifikasi menggunakan teknik PCR dengan beberapa pasang mikrosatelit (Anonim 2011 dalam Fahmi 2011). Cara yang paling umum untuk mendeteksi mikrosatelit adalah dengan merancang primer PCR yang unik untuk satu lokus dalam genom dan pasangan basa di kedua sisi bagian berulang. Oleh karena itu, satu pasang primer PCR akan bekerja untuk setiap individu dalam spesies dan menghasilkan produk yang berbeda ukuran untuk masing-masing mikrosatelit dengan panjang yang berbeda (Davidson 2001). Cara pendeteksian mikrosatelit pada genom oleh primer forward dan reserve disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Pendeteksian Mikrosatelit pada genom DNA oleh primer forward dan reserve (panah abu-abu) (Davidson 2001). 8

23 Karakteristik mikrosatelit di antaranya: adanya tingkat polimorfisme yang tinggi, kodominan dan diwariskan mengikuti hukum Mendel (Weising et al. 2005). Keuntungan menggunakan Mikrosatelit menurut Korzun (2003) yaitu: (1) Metodenya relatih sederhana dan dapat dilakukan secara otomatis; (2) Kebanyakan markernya adalah monolokus dan mengikuti warisan hukum Mendel; (3) Memiliki kandungan informasi lebih mendalam; (4) Pasangan primer Mikrosatelit tersedia di pasaran dalam jumlah yang besar; (5) Lebih efektif dalam biaya per genotipe dan primer (sama dengan RAPD). Kekurangan penggunaan Mikrosatelit adalah kesulitan dalam penentuan primer (Anonim 2011 dalam Fahmi 2001) dan dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk merancang primer baru (Powell et al dalam Azrai 2005). Permasalahan lain dalam penggunaan mikrosatelit yaitu adanya problem teknis dan problem data. Problem teknis biasa terjadi pada saat pemilihan primer untuk mikrosatelit, dimana setiap tanaman memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Selain itu, adanya slippage selama proses amplifikasi menyebabkan perbedaan antara ukuran produk amplifikasi dengan ukuran produk sebenarnya. Sedangkan problem data yang dihadapi yaitu adanya homoplasi yang merupakan kondisi dimana dua alel yang sama berada pada keadaan yang sama. Homoplasi akan mempengaruhi pengukuran keragaman genetika, aliran gen, jarak genetika, ukuran neighbourhood, metode penetapan dan analisis filogenetika (Estoup et al. 2002). 9

24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institutt Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan bahan Populasi penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah pohon induk mindi sebanyak 10 pohon induk dan keturunannya masing-masing 5 anakan. Lokasi pengambilan sampel berada di Desa Legok Huni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Umur pohon induk yang digunakan berkisar antara 8-10 tahun. Peta lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 5. Skala 1 : Gambar 5 Peta Lokasi Pengambilan Sample Mindi (Melia azedarach Linn.). Sumber : Kuswanto FS 2011 dan Kabupaten Purwakarta Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan teknik Mikrosatelit dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu ekstraksi DNA,

25 uji kualitas DNA, PCR, visualisasi DNA dan analisis data. Deskripsi alat dan bahan yang digunakan pada analisis genetik disajikan pada Tabel 1. Adapun gambar peralatan yang digunakan disajikan pada Lampiran 1. Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam teknik mikrosatelit Tahapan Kegiatan Ekstraksi DNA Uji kualitas DNA PCR Visualisasi DNA Analisis data Analisis genetik dengan penanda Mikrosatelit Alat Bahan Sarung tangan, masker, gunting, tube Buffer ekstrak, PVP 1 %, fenol, 2 ml, mortar, sudip, mikropipet, tips, kloroform, isopropanol dingin, rak tube, vortex, waterbath,mesin NaCl, etanol 96 %, buffer TE. sentrifugasi, freezer, alat tulis. Sarung tangan, masker, timbangan Agarose, buffer TAE 1 x, DNA analitik, gelas ukur, erlenmeyer, hasil ekstraksi, blue juice 10 x, cetakan agar, microwave, mikropipet, EtBr. mesin elektroforesis, ektroforesis, bak EtBr, kamera, mesin UV, laptop. Sarung tangan, masker, mikropipet, DNA, primer spesifik forward tube 0.2 ml, spidol permanen, alat dan reverse (Ai5, Ai34 dan tulis, rak tube, tips, mesin SM45), Green go taq sentrifugasi, mesin PCR. polymerase, Nucleas free water Sarung tangan, masker, piringan kaca Acrylamid, bisacrilamid, buffer kecil, tissue, mikropipet, tips, mesin TBE 10 x, aquadest, buffer TBE sentrifugasi, mesin elektroforesis, 1 x, TEMED, APS, DNA hasil mesin UV, magnetic stirrer, PCR, ethanol 96 %, sigmacote, kontainer/bak plastik, shaker, mesin bind silane, acetic acid, silver cahaya, kamera. nitrat, NaOH, formaldehid. Laptop, software POPGENE 32 versi 1.31, NTSys versi 2.0 (Rohfl, 2008) dan software MLTR for windows (Ritland, 2008) 3.3 Prosedur penelitian Secara umum, prosedur penelitian dengan metode Mikrosatelit disajikan dalam Gambar 6. Gambar 6 Prosedur analisis genetik dengan penanda mikrosatelit.

26 3.3.1 Pengambilan sampel daun Sampel daun muda diambil dari pohon induk dan keturunannya sebanyak 4 5 helai kemudian dimasukkan ke dalam plastik klip yang telah berisi silica gel. Sampel disimpan dalam freezer apabila tidak langsung digunakan. Total sampel yang diambil berjumlah 60 sampel yang terdiri dari 10 pohon induk dan 5 anakan untuk masing-masing pohon induk Ekstraksi DNA Ektraksi DNA merupakan proses untuk mendapatkan pellet DNA. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode CTAB (Cetyl Trimethil Ammonium Bromide). Metode ini menggunakan bufer CTAB yang berfungsi untuk melisis jaringan tanaman. Sampel daun berukuran 2 cm x 2 cm digerus dengan mortar. Hasil gerusan kemudian dimasukkan ke dalam tube yang telah diberi PVP 1% 100 µl dan buffer ekstrak 500 µl lalu divortex selama 1 menit. Setelah itu dilakukan proses inkubasi selama 1 jam dengan waterbath. Suhu yang digunakan dalam proses inkubasi adalah 65 0 C. Proses inkubasi berfungsi untuk merusak jaringan tanaman yang tidak rusak pada saat penggerusan. Selama proses inkubasi, setiap 15 menit sekali tube dibolak-balik untuk memastikan seluruh jaringan terinkubasi. Setelah proses inkubasi selesai, tube didiamkan selama 15 menit. Proses selanjutnya adalah pemurnian DNA. Tube yang telah didinginkan kemudian diberi kloroform 500 µl dan fenol 20 µl lalu disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 2 menit. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan DNA yang murni. Pada saat disentrifugasi, bahan tanaman dalam tube akan terpisah menjadi dua bagian yaitu supernatan dan pelet. Bagian yang digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu supernatan. Supernatan yang telah diambil kemudian diendapkan dengan bantuan NaCl 300 µl dan isopropanol dingin 500 µl lalu disimpan dalam freezer selama 1 jam. Penyimpanan ini bertujuan untuk pengemdapan dan pembentukan benang-benang DNA. Hasil pengendapan kemudian disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan rpm. Setelah itu, buang fase air secara perlahan-lahan agar pelet DNA tidak ikut terbuang. Pelet DNA yang telah diperoleh kemudian dicuci dengan ethanol 300 µl. Pelet kemudian disentrifugasi dan dibuang cairan ethanolnya. Proses pencucian 12

27 ini dilakukan sebanyak 2 kali. Setelah itu pelet dikeringkan di desikator selama 15 menit. Setelah dikeringkan, pelet DNA ditambahkan bufer TE sebanyak 50 µl lalu disentrifugasi. Penambahan bufer TE ini bertujuan untuk memekatkan dan melarutkan DNA (Aritonang et al. 2007) Uji kualitas DNA Pelet DNA hasil ekstraksi kemudian diuji kualitasnya dengan menggunakan alat elektroforesis. Media yang digunakan untuk uji kualitas berupa gel agarose. Gel dicetak dengan bantuan sisir untuk meletakkan DNA pada saat running. Gel ini terbuat dari campuran 0,15 gram agarose serbuk dan 15 ml bufer TAE atau 0,33 gram agarose serbuk dan 33 ml bufer TAE tergantung dari jumlah sisir yang akan digunakan. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dengan microwave selama 1-2 menit. Campuran kemudian dituangkan ke dalam pencetak dan ditunggu sampai kering. Gel yang telah siap kemudian dimasukkan ke dalam alat elektroforesis. Sisir-sisir pencetak diisi dengan campuran DNA 3 µl dan blue juice 2 µl. Blue juice berfungsi untuk mewarnai DNA. DNA kemudian dirunning dalam bak elektroforesis yang berisi larutan bufer TAE. Bak elektroforesis kemudian dialiri listrik. DNA akan berpindah dari kutub negatif ke kutub positif. Proses running dilakukan sampai DNA berada di ujung gel. Gel yang telah dirunning kemudian difoto dengan bantuan alat UV transluminator PCR PCR atau Polimerase Chain Reaction merupakan proses terpenting dalam kegiatan analisis genetik. Pada proses ini DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan primer spesifik. Primer merupakan potongan rantai DNA antara nukleotida yang didesain berkomplemen dengan rantai DNA template dan menjadi titik batas multiplikasi DNA target (Aritonang et al. 2007). Komponen bahan-bahan penyusun yang diperlukan untuk proses PCR meliputi master mix (green go taq) 7.5 µl, nuclease free water µl, primer spesifik 1.5 µl, dan DNA template 2 µl. Pendekatan primer spesifik perlu dilakukan untuk tanaman yang belum mempunyai primer spesifik. Pendekatan ini dilakukan melalui seleksi primer. Untuk mindi, jenis primer spesifik yang dipakai dalam proses seleksi primer 13

28 berasal dari dua jenis tanaman kerabat mindi yaitu mahoni (Lemes et al. 2002) dan mimba (Boontong et al. 2008). Adapun primer yang digunakan dalam proses seleksi primer tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Pasang sekuen untuk seleksi primer (Lemes et al dan Boontong et al. 2008) No Lokus Repeat PCR Primer (5 to 3 ) Allelic range T a ( 0 C) size (bp) 1 sm01 (AG) GCGCGATTGATTGACTTC GCGCTTAGCATTATTCTCC-3 2 sm22 (AG) TCTGCTACAGAGCTGGATGC GTATGCTCGAAGAAGTCGTTG-3 3 sm31 (AG) CTTCTAATGTTCTGATGCCTG AGCAACTCGTGAGGAATTTAC-3 4 sm32 (AG) CACCTTATGTACACCACACAG GAAGGAGACACCAGCAATC-3 5 sm34 (AG) GCACTCAAGGTACACTATGAT TACGTGTGAATGCGTCTAT-3 6 sm40 (AG) TGCTACTGTCAAGAGTGTAT GACAAACATGTACCACAAG-3 7 sm45 (AG) CCTTATGTTCACCACACAGTA GAGACACCAGCAATCCAG-3 8 sm46 (AG) GCAGTACTCGCCTATCTTCA TGAGAACTGCAGAATCCTTT-3 9 sm47 (AG) GCCATTGGTCTCAATCTTAC GGAAGAGTCTTAGAACACAG-3 10 sm51 (AG) GCAATTTCCAGAAGAAACC CTGTAGGCGATAACAATCAG-3 11 Ai5 (CA) GAAAGGAGGGTTTTCAAATCA TCGGCCGAACACAATTTTA-3 12 Ai34 (GA) ATTTGTGTGTGCGTGCTAGG CGAGGAACTGAGACTCCTGAA-3 13 Ai48 (CA) TCCCAGTTATTCAACGTAGGC TCTTAATCATGGATTGCTTCACA-3 Ket: T a : Suhu annealing Prinsip dasar proses PCR adalah adanya sifat komplementasi rantai DNA dengan pasangannya dan dimanipulasi melalui tiga tahapan suhu yaitu denaturasi (pemisahan rantai), annealing (penempelan primer) serta extension (perpanjangan rantai DNA polymerase) (Aritonang et al. 2007). Adapun tahapan suhu tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Tahapan PCR Tahapan Suhu Waktu Siklus Pre-denaturation 95 0 C 2 menit 1 Denaturation 95 0 C 2 menit Annealing 52 0 C 56 0 C 1 menit 39 Extension 72 0 C 2 menit Final Extension 72 0 C 5 menit 1 14

29 3.3.5 Visualisasi DNA Visualisasi DNA dilakukan melalui beberapa tahapan meliputi pembuatan gel akrilamid, running, dan pewarnaan. Gel akrilamid dibuat dengan bantuan kaca pencetak. Kaca ini terdiri dari dua piringan dimana salah satu kaca berfungsi sebagai tempat menempelnya gel. Proses awal yang harus dilakukan yaitu pembersihan kaca pencetak agar. Permukaan kaca terlebih dahulu dibersihkan dengan ethanol. Pemberian etanol ini berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa bahan kimia. Setelah itu, salah satu kaca diberi larutan Sigmacote 50 µl dan satunya lagi diberi larutan Bind silane 50 µl. Pemberian Sigmacote bertujuan untuk melicinkan gel, sementara Bind silane digunakan agar gel akrilamid tertempel pada permukaan kaca. Bahan-bahan penyusun gel akrilamid disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Bahan-bahan penyusun gel akrilamid No Nama bahan Volume* 1 Akrilamid 5,7 gr 2 Bis-akrilamid 0,3 gr 3 TEMED 50 µl 4 APS (Ammonium persulfat) 500 µl 5 Aquadest 60 ml 6 Buffer TBE 10 x 10 ml *untuk sekali reaksi = 20 sampel Untuk membuat larutan gel akrilamid, bahan-bahan seperti akrilamid, bisakrilamid, buffer TBE 10 x dan aquadest dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu distirrer selama 15 menit. Pada menit ke-10 dimasukkan TEMED dan pada menit ke-14 dimasukkan APS. APS berfungsi sebagai pengeras gel sehingga dimasukkan paling akhir. Setelah itu larutan gel segera dituangan ke dalam cetakan kaca yang telah dipersiapkan lalu sisir untuk mencetak tempat DNA disisipkan diujung kaca. Gel didiamkan sampai mengeras. Untuk proses running, gel yang telah siap kemudian dipasangkan ke alat elektroforesis dengan bantuan penjepit. Buffer yang digunakan dalam proses running adalah buffer TBE 100x. DNA hasil PCR kemudian dimasukkan ke dalam lubang sisir. DNA yang dibutuhkan dalam proses running sebanyak 5 µl. DNA dirunning dengan voltase 350 V, 40 ma, 80 W selama ± 120 menit. Gel yang telah selesai dirunning kemudian diwarnai dengan metode pewarnaan perak nitrat yang telah dimodifikasi. Metode pewarnaan perak nitrat merupakan metode yang digunakan oleh Benbouza et al (2006) dalam 15

30 penelitiannya. Gel yang telah dirunning diwarnai dengan urutan seperti yang tertera pada Tabel 5. Selama proses pewarnaan, bak digoyang-goyang dengan bantuan shaker. Tahapan pewarnaan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Tahapan pewarnaan gel akrilamid dengan metode perak nitrat Nomor bak Komposisi bahan Lama pencelupan (penggoyangan) Nama bahan Volume Bak I : Asam asetat Aquadest 450 ml menit Etanol 50 ml Acetic acid 25 µl Bak II : Aquades Aquadest 500 ml 5 menit Bak III : Perak nitrat Aquadest 500 ml menit Formaldehid 0,6 ml Silbernitrat 0,5 gr Bak IV : NaOH Aquadest 500 ml Sampai keluar pita Formaldehid 1 ml NaOH 7,5 gr Analisis data Hasil dari kegiatan teknik mikrosatelit pada daun selanjutnya difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pada pola pita yang muncul. Hasil interpretasi foto kemudian dianalisis dengan menggunakan software POPGENE 32 versi 1.31 (Yeh dan Yang, 1999), NTSys Ver 2.0 (Rohlf 2008), dan MLTR (Multilocus Mating System Programme) software (Ritland 1996). Cara skoring pita DNA disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Cara skoring pita DNA. Untuk mengetahui tingkat keakuratan pendugaan lokasi amplifikasi DNA pada gel akrilamid maka digunakan persamaan kuadratik. Persamaan kuadratik ini diperoleh melalui pengukuran manual pita DNA yang terbentuk pada gel akrilamid. Pengukuran dilakukan dengan mistar. Hasil pengukuran kemudian diolah dengan Minitab 14 untuk mendapatkan nilai persamaannya. Persamaan kuadratik yang digunakan sebagai acuan skoring yaitu : 16

31 f (x) = 23.17x x Keterangan : f (x) = Panjang basepair; x = Panjang pita dalam pengamatan Hasil pengukuran dan pendugaan panjang fragmen DNA hasil amplifikasi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengukuran dan pendugaan panjang fragmen DNA hasil amplifikasi Allele Foto (cm) Basepair (Boontong et al, 2008 dan Lemes et al. 2002) Basepair (persamaan) Ai-5 1 2, Ai-5 2 2, Ai-5 3 2, Ai , Ai , Ai , SM45 1 1, SM45 2 1, Gambar 8 Grafik panjang fragmen hasil amplifikasi mikrosatelit.

32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai DNA antara nukleotida yang didesain komplemen dengan DNA templat dan menjadi batas multiplikasi segmen DNA target (Aritonang et al. 2007). Primer spesifik dari suatu jenis tanaman diperoleh melalui proses seleksi primer. Mindi sendiri belum memiliki primer spesifik sehingga diperlukan pendekatan primer menggunakan primer spesifik dari jenis terdekatnya yaitu mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari jenis mahoni (10 primer) dan mimba (3 primer) menunjukkan bahwa hanya ada 3 primer yang mampu mengamplifikasi DNA mindi. Primer tersebut yaitu primer Ai-5, Ai-34 (jenis mimba) ), dan SM45 (jenis mahoni). Amplifikasi yang baik ditunjukkan oleh adanya pola polimorfik pada pita DNA hasil PCR setelah dirunning pada gel akrilamid. Suatu gen dikatakan polimorfik jika dijumpai sekurang-kurangnya dua varian (alel) yang berbeda (Finkeldey et al. 2005). Visualisasi DNA pada gel akrilamid disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Pola polimorfik DNA mindi yang diamplifikasi dengan primer SM45, Ai34 dan Ai05. Hasil pengukuran dan penghitungan dengan persamaan kuadratik menunjukkan bahwa panjang fragmen yang mampu diamplifikasikan pada mindi berkisar antara A 108 A Primer Ai-05 mengamplifikasi pada fragmen A 142, A 154, A 162 ; Ai-34 pada fragmen A 108, A 116, A 120 ; dan SM45 pada fragmen A 116, A 118. Hal ini menunjukkann amplifikasi primer mimba dan mahoni pada jenis mindi berhasil dilakukan meskipun berada pada panjang fragmen yang berbeda.

33 Panjang fragmen untuk masing-masing primer disajikan pada Tabel 7. Selanjutnya hasil skoring genotipe dari populasi yang diteliti berdasarkan indukan dan anakan disajikan pada Lampiran 2. Tabel 7 Panjang fragmen untuk masing-masing primer Lokus Jumlah alel Size range (bp) Size range (bp) Ket Ai-05 3 A 130 -A 182 * A 142, A 154, A 162 Polimorfik Ai-34 3 A 146 -A 168 * A 108, A 116, A 120 Polimorfik SM45 2 A 140 -A 178 ** A 116, A 118 Polimorfik Ket : *: panjang fragmen mimba, **: panjang fragmen mahoni Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa perbedaan panjang fragmen yang teramplifikasi terdapat pada primer Ai-34 dan primer SM45 sedangkan primer Ai- 05 mampu mengamplifikasi mindi pada panjang fragmen yang diharapkan. Pada Tabel 7 terlihat bahwa jumlah alel dalam lokus pada primer Ai-05 dan Ai-34 sebanyak 3 alel. Hal ini berbeda jauh dengan jumlah alel yang terdapat pada jenis mimba yang diamplifikasi dengan primer yang sama. Primer Ai-05 mempunyai 9 alel per lokus pada jenis mimba Indian dan 8 alel per lokus pada jenis mimba Thailand. Sedangkan primer Ai-34 sama-sama mempunyai 7 alel per lokus pada jenis mimba Indian dan mimba Thailand (Boontong et al. 2008). Primer SM45 juga yang diamplifikasikan pada mindi menunjukkan bahwa hanya ada 2 alel per lokus padahal primer ini memiliki 15 alel per lokus apabila diamplifikasikan pada mahoni (Lemes et al. 2002). Posisi alel dalam lokus sesuai hasil amplifikasi secara rinci disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil amplifikasi tiga primer mikrosatelit mindi Lokus Allele (bp) Ai Ai SM Ket : : panjang fragmen dimana DNA teramplifikasi 4.2 Keragaman genetik dalam populasi Mindi Keragaman genetik merupakan salah satu indikator genetik dalam praktek manajemen hutan yang lestari (Namkoong et al. 1996). Keragaman genetik mempengaruhi daya adaptasi tanaman. Keragaman genetik yang rendah pada suatu individu atau populasi akan membuatnya rentan terhadap kondisi lingkungan yang heterogen (Namkoong et al. 1996). Keragaman genetik dalam suatu populasi seringkali dicirikan melalui beberapa ukuran seperti PLP 19

34 (Persentase Lokus Polimorfik), jumlah alel yang teramati, jumlah alel efektif dan heterozigositas harapan (H e ) (Finkeldey et al. 2005). Pada penelitian ini, keragaman genetik dapat dilihat dalam dua populasi yaitu populasi anakan dan populasi indukan. Frekuensi alel yang teramati pada kedua populasi menunjukkan nilai yang sama yaitu Sedangkan nilai frekuensi alel efektif pada populasi indukan sebesar 2.39 dan pada anakan sebesar Rata-rata persentase lokus polimorfik adalah 100%. Rata-rata nilai heterozigositas harapan (H e ) sebesar (Tabel 9). Adapun nilai variabilitas genetik populasi indukan dan anakan secara rinci disajikan pada Lampiran 3. Tabel 9 Variabilitas genetik mindi di tegakan benih Wanayasa Pop N PLP N a N e H e Induk % Anak % Rata-rata % Ket: N: jumlah individu, N a : jumlah alel yang teramati, N e : jumlah alel efektif, H e : heterozigositas harapan, PLP: Persentase Lokus Polimorfik Nilai keragaman genetik dalam populasi indukan memiliki nilai lebih rendah dari pada populasi anakan. Keragaman genetik indukan sebesar 0.56 sedangkan pada anakan sebesar Kedua populasi ini dapat dikategorikan memiliki nilai keragaman genetik yang tinggi. Yulianti (2011) menyatakan bahwa keragaman genetik mindi di Wanayasa dengan teknik analisis RAPD sebesar 0,1712 termasuk ke dalam kategori keragaman genetik sedang. Sementara Rambey (2011) dengan teknik analisis mikrosatelit menyatakan bahwa mindi di daerah Garut, Jawa Barat memiliki nilai keragaman genetik sebesar 0,373 dan dikategorikan keragaman genetik tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa mindi di wilayah Jawa Barat memiliki nilai keragaman yang tinggi. Dengan nilai keragaman genetik yang tinggi, maka mindi diharapkan memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan yang beragam. Keragaman genetik yang tinggi pada kedua populasi mindi kemungkinan disebabkan oleh adanya perkawinan silang yang terjadi dalam populasi. Selain sistem perkawinan, faktor yang mempengaruhi keragaman genetik suatu spesies yaitu ukuran luas populasi dan produksi bunga (Sedley dan Griffin 1989). Faktor lain yang juga mempengaruhi pola keragaman genetik suatu populasi yaitu mutasi dan aliran gen (Finkeldey et al. 2005). 20

35 Jarak genetik, diferensiasi genetik dan analisis klaster biasa digunakan sebagai penciri keragaman genetik antar populasi. Jarak genetik mengukur perbedaan struktur genetik antar dua populasi pada lokus gen tertentu (Finkeldey et al. 2005). Informasi jarak genetik dalam suatu populasi penting diketahui sebagai acuan dalam program pemuliaan pohon. Semakin lebar jarak genetik suatu tanaman maka semakin jauh perbedaan genetiknya (Hidayat 2011 dalam Rambey 2011). Jarak genetik biasa divisualisasikan melalui dendogram. Nilai jarak genetik menurut Nei s (1972) secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Dendogram diperoleh dengan mengolah data menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Grouping Method with Aritmatic Averaging) pada program NTSys. Melalui dendogram ini, dapat dilakukan analisis klaster. Dendogram yang menunjukkan jarak genetik antara indukan dan anakan mindi berdasarkan Nei s (1972) disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Dendogram mindi berdasarkan jarak genetic Nei s (1972). Analisis klaster pada dendogram jarak genetik antar populasi mindi menunjukkan adanya penggabungan antara indukan dan anakan. Populasi indukan dan anakan menyebar dan tidak membentuk klaster tersendiri. Indukan dan anakan yang memiliki jarak genetik rendah bergabung dalam satu jarak disusul dengan indukan dan anakan yang memiliki jarak genetik lebih jauh. Jarak genetik yang rendah menunjukkan bahwa populasi-populasi tersebut memiliki persamaan (similarity) yang tinggi, sedangkan jarak genetik yang jauh menunjukkan sebaliknya (Mardiningsih 2002). Hal ini menunjukkan adanya kedekatan genetik

36 antara indukan dan anakan. Adanya fenomena ini dimungkinkan karena penyebaran polen yang mengindikasikan adanya perkawinan silang dalam populasi indukan mindi. 4.3 Sistem perkawinan pada tegakan benih Mindi di Wanayasa Sistem seksual yang dimiliki oleh suatu individu menentukan pola sistem perkawinan yang mungkin terjadi antara anggota-anggota populasi. Sistem perkawinan menentukan penggabungan gamet-gamet organisme yang berbeda untuk membentuk zigot. Sistem perkawinan ini penting dalam pembentukan struktur genetik pada generasi selanjutnya (Finkeldey et al. 2005). Sistem perkawinan yang terjadi dalam suatu populasi dapat diduga dengan software MLTR (Multilocus Mating System Program). MLTR mampu menduga beberapa parameter yang biasa digunakan untuk menentukan pola sistem perkawinan yang terjadi. Parameter yang biasa digunakan yaitu tingkat perkawinan silang multilokus, tingkat perkawinan silang lokus tunggal, nilai korelasi paternitas dan jumlah polen efektif. MLTR memiliki dua metode dalam pengolahan data yaitu Newton Raphson dan Expected Maximum. Menurut Ritland (1996) metode Newton Raphson (NR) memiliki kemampuan untuk menganalisis data dengan cepat namun sering kali menghasilkan pencilan karena adanya data yang hilang atau kesalahan asumsi. Kesalahan asumsi ini terjadi karena adanya fenomena homogeneity of pollen cloud. Metode NR mensyaratkan adanya penyebaran pollen yang menyebar di semua area sehingga menimbulkan bias yang besar. Sedangkan metode Expected maximum (EM) lebih lama dalam menganalisis data namun memiliki nilai bias yang kecil. Metode EM lebih sering digunakan untuk mencari nilai p (sebaran polen dan frekuensi ovul) dalam suatu perkawinan. Sedangkan metode NR lebih baik digunakan untuk mencari nilai parameter perkawinan seperti estimasi populasi. Penggunaan metode NR dalam pendugaan keluarga akan menimbulkan bias yang besar karena besarnya nilai t yang digunakan t m = Pada penelitian ini, metode Expected Maximum digunakan untuk menduga nilai-nilai parameter perkawinan. Nilai dari parameter tersebut disajikan pada Tabel 10 dan

37 Tabel 10 Nilai multilokus pada masing-masing pohon induk Nomor pohon N t m P ± 0.00 P ± 0.30 P ± 0.00 P ± 0.00 P ± 0.00 P ± 0.00 P ± 0.00 P ± 0.00 P ± 0.00 P ± 0.00 Ket: N:Jumlah anakan, t m : nilai multilokus Secara individu, 9 pohon induk di Wanayasa memiliki tingkat perkawinan silang multi lokus (t m ) sebesar 1.00 yang berarti bahwa 9 pohon induk tersebut melakukan perkawinan silang. Sedangkan 1 pohon induk memiliki nilai perkawinan silang pada multilokus sebesar Hal ini menunjukkan bahwa 32% dari anakan pohon ini merupakan hasil silang dalam (selfing dan perkawinan kerabat). Adanya fenomena tingginya silang dalam dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Finkeldey 2005). Faktor genetik yang mempengaruhi silang dalam pada mindi mempengaruhi yaitu struktur bunga, sistem seksual dan waktu pembungaan yang dimiliki oleh tanaman mindi. Sementara faktor lingkungan yang mempengaruhi silang dalam yaitu kurangnya polinator atau vektor penyerbuk (Finkeldey 2005). Tabel 11 Hasil estimasi parameter sistem perkawinan menggunakan MLTR dengan metode Expected Maximum Parameter Nilai Famili 10 t m 1.00 t s 1.00 t m t s 0.00 r p 0.26 F m 0.00 N ep (1/r p ) 3.86 Ket: t m : tingkal perkawinan silang multi lokus, t s : tingkat perkawinan silang lokus tunggal, t m -t s : derajat selfing, r p : nilai korelasi paternal, F m : koefisien perkawinan kerabat pada lokus tunggal, N ep : jumlah polen efektif untuk pembuahan. Hasil analisis dengan metode Expected Maximum (MLTR) menunjukkan bahwa nilai rata-rata perkawinan silang pada multi lokus (t m ) dan rata-rata perkawinan silang pada suatu lokus (t s ) sangat tinggi yaitu t m =1.00 dan t s =1.00. Nilai t m dan t s yang sangat tinggi menunjukkan terjadinya perkawinan silang 23

38 (outcrossing) pada populasi mindi di tegakan benih Wanayasa. Tingkat selfing yang sangat rendah ditunjukkan oleh nilai t m -t s = 0, yang berarti bahwa tingkat perkawinan kerabat yang terjadi di populasi mindi sebesar 0% atau tidak ada perkawinan kerabat. Nilai korelasi paternitas (r p ) menunjukkan nilai sebesar Nilai r p dipengaruhi oleh pembungaan (Nurjahjaningsih 2010). Nilai r p yang rendah menunjukkan adanya pembungaan yang lebih seimbang yaitu bunga betina yang melimpah diimbangi dengan bunga jantan yang melimpah pula. Sebaliknya, nilai r p yang lebih tinggi menunjukkan adanya ketidakseimbangan pembungaan dimana bunga betina lebih melimpah ketimbang bunga jantan (Mahfudz et al. 2010). Nilai N ep menunjukkan besaran jumlah polen efektif yang dibutuhkan dalam proses pembuahan. Jumlah polen efektif yang dibutuhkan untuk menyerbuki putik oleh populasi mindi di tegakan benih Wanayasa yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 38,6% dari total polen yang menyebar yang dibutuhkan untuk membuahi ovul. 24

39 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Seleksi primer terhadap 13 primer spesifik dari jenis mahoni dan mimba menunjukkan bahwa ada tiga primer yang mampu diamplifikasikan pada jenis mindi. Primer tersebut yaitu Ai-5, Ai-34 (jenis mimba), dan SM45 (jenis mahoni). 2. Keragaman genetik dalam populasi indukan dan anakan mindi berturut-turut menunjukkan nilai H e = 0,56 dan H e = 0,57. Nilai keragaman genetik ini dapat dikategorikan tinggi sehingga dapat dinyatakan bahwa tegakan benih mindi Wanayasa memiliki variasi keragaman genetik yang beragam. 3. Karakterisasi parameter sistem perkawinan dilihat berdasarkan tingkat perkawinan silang multilokus (t m ). Tingkat perkawinan silang multilokus pada tegakan benih mindi Wanayasa menunjukkan nilai t m = 1,00. Hal ini berarti sistem perkawinan pada tegakan benih Mindi di Wanayasa yaitu sistem perkawinan silang. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem reproduksi mindi. 2. Perlu dilakukan pendekatan primer untuk mengetahui urutan basa mindi dengan menggunakan primer lain. 25

40 DAFTAR PUSTAKA Aritonang KV, Siregar IZ, Yunanto T Manual Analisis Genetik Tanaman Hutan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor. Azrai M Pemanfaatan markah molekuler dalam proses seleksi pemuliaan tanaman. Jurnal Agro Biogen 1(1): Balitbanghut Mindi. Brosur Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bonbouza H, Jaquemin JM, Baudoin JP, dan Mergeai G Optimization of a realible, fast, cheap and sensitive silver staining method to detect SSR markers in polyacrylamide gels. Biotechnol Agron Soc Environ 10 (2): Boontong C, Pandey M, Changtragoon S Isolation and characterization of microsatellite markers in Indian neem (Azadirachta indica var. indica A. Juss) and cross-amplification in Thai neem (A. Indica var siamensis Valenton). Conserv Genet DOI /s Davidson Microsatellite DNA Methodology. Departement of Biology: Davidson college. Doyle JJ, Doyle JL Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: Esau K Anatomy of Seed Plants. 2 nd edition John Wiley & Sons. Estoup A, Jarne P, Cornent JM Homoplasy and mutation model at microsatellite loci and their consequences for population genetic analysis. Mol. Ecol. 11: Fahmi ZI Pemanfaatan teknologi DNA molekuler dalam identifikasi dan verifikasi varietas tanaman perkebunan. Surabaya: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Finkeldey R Pengantar Genetika Hutan Tropis. Jamhuri E, Siregar IZ, Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-Univerity-Gottingen. Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetics. Khan AV, Athar AK, Indu S In Vitro Antibacterial Potential of Melia azedarach Crude Leaf Extracts Against Some Human Pathogenic Bacterial Strains. Ethnobotanical Leaflets 12:

41 Korzun, V Molecular markers and their applications in cereals breeding. marker assisted selection : a fast track to increase genetic gain in plant and animal breeding? page Kusnawan FS.6 kota impian kota-impian.html. [ 3 November 2011] Lemes MR, Brondani RPV, Grattapaglia D Multiplexed Systems of Microsatellite Markers for Genetic Analysis of Mahogany, Swietenia macrophylla King (Meliaceae), a Threatened Neotropical Timber Species. The Journal of Heredity 93(4) Mahfudz, Na iem M, Sumardi, Hardiyanto EB Analisis Sistem Perkawinan Merbau (Intsia bijuga O.Ktze) Berdasarkan Penanda Isoenzim. J Pemuliaan Tanaman Hutan. Edisi November 2010, Vol 4: Mardiningsih O Teknik kultur in vitro dan variasi genetik Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.) [skripsi]. Fakultas kehutanan : Institut Pertanian Bogor. Mulyadiana A Keragaman genetik Shorea laevis Ridl. Di Kalimantan berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi]. Fakultas kehutanan : Institut Pertanian Bogor. Nurjahjaningsih ILG Sistem perkawinan di kebun benih Pinus merkusii di Jember. Makalah dalam prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan: Jogjakarta. Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Simons A Agroforestree Database:a tree reference and selection guide version 4.0 ( Pramono AA, Danu, Rohandi A, Royani H, Abidin AZ, Supardi E, Nurokhim N Sebaran Potensi Sumber Benih jenis Potensial (Mindi) di Jawa Barat. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor. Pramono AA Buah mindi (Melia azedarach) masak: Forest seed. [3 November 2011] Rambey R Pengetahuan lokal sistem agroforestri mindi (Melia azedarach Linn) (Studi kasus di Desa Selaawi, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat [tesis]. Sekolah Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor. Rohlf FJ Numerical Taxonomy and Analysis System (NTSYSpc) Version 2.0. New York: Departement of Ecology and Evolution Sate University of New York. 27

42 Ritland K Multilocus Mating System Program. MLTR. Departement of Biology : University of Toronto. Stanley TD, Ross EM Flora of south-eastern Queensland. Vol. 1 Queensland Department of Primary Industries. Brisbane. Australia Sedgley M, Griffin AR Sexual Reproduction of Tree Crops. Academic Press. Sydney. Schmidt L Guide to handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Forest Seed Centre. Humlebaek. Denmark. Siregar IZ Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii Jungh.et de Vriese in Indonesia. Cuvillier Verlag, Gottingen. Weising K, Nybom H, Wolff K, Kahl DNA Fingerprinting in Plants: Principle, Methods and Applications. London: CRC Press. Yeh FC, Yang R POPGENE Version 1.31: User guide. Centre for Internasional Forestry Research: University of Alberta. Yulianti Strategi pengembangan Sumber Benih Mindi (Melia azedarach L.) pada Hutan Rakyat Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Yunanto T Uji Lapang Lacak Balak Kayu Meranti Balau (Shorea laevis Ridl.) dengan Penanda Mikrosatelit. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Zulfahmi Variasi DNA kloroplas Shorea spp (S. acuminata, S. leprosula Miq, dan S. parvifolia Dyer) Berdasarkan penanda Mikrosatelit [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 28

43 LAMPIRAN 29

44 Lampiran 1 Dokumentasi Alat Laboratorium Keterangan: A) tips, B) vortex, C) stirrer, D) shaker, E) desikator, F) mesin PCR, G) sentifuse mini, H) waterbath (dokumentasi pribadi), I) alat elektroforesis untuk gel akrilamid, J) timbangan digital, K) alat elektroforesis untuk gel agarose, L) pipet (Mulyadiana

45 Lampiran 2 Hasil skoring mikrosatelit Individu Ai-05 Ai-34 SM45 Indukan 1 A 142 A 162 A 116 A 116 A 116 A 118 Anakan 1a A 162 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 1b A 162 A 162 A 108 A 120 A 118 A 118 Anakan 1c A 142 A 162 A 108 A 108 A 116 A 118 Anakan 1d A 142 A 154 A 108 A 108 A 118 A 118 Anakan 1e A 162 A 162 A 116 A 120 A 116 A 118 Indukan 3 A 154 A 162 A 116 A 120 A 118 A 118 Anakan 3a A 142 A 142 A 108 A 120 A 118 A 118 Anakan 3b A 162 A 162 A 120 A 120 A 118 A 118 Anakan 3c A 154 A 162 A 116 A 116 A 118 A 118 Anakan 3d A 142 A 162 A 116 A 120 A 118 A 118 Anakan 3e A 142 A 162 A 116 A 116 A 118 A 118 Indukan 8 A 154 A 154 A 116 A 120 A 118 A 118 Anakan 8a A 142 A 142 A 108 A 116 A 116 A 118 Anakan 8b A 142 A 154 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 8c A 142 A 154 A 120 A 120 A 116 A 118 Anakan 8d A 162 A 162 A 120 A 120 A 116 A 118 Anakan 8e A 162 A 162 A 120 A 120 A 116 A 118 Indukan 9 A 142 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 9a A 142 A 162 A 116 A 120 A 118 A 118 Anakan 9b A 142 A 162 A 116 A 120 A 118 A 118 Anakan 9c A 154 A 154 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 9d A 162 A 162 A 116 A 120 A 116 A 118 Anakan 9e A 162 A 162 A 120 A 120 A 116 A 118 Indukan 12 A 154 A 162 A 116 A 120 A 116 A 118 Anakan 12a A 154 A 162 A 120 A 120 A 116 A 118 Anakan 12b A 154 A 162 A 108 A 116 A 116 A 116 Anakan 12c A 142 A 142 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 12d A 142 A 162 A 108 A 116 A 118 A 118 Anakan 12e A 162 A 162 A 108 A 120 A 118 A 118 Indukan 14 A 142 A 154 A 120 A 120 A 116 A 118 Anakan 14a A 154 A 154 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 14b A 154 A 162 A 108 A 116 A 118 A 118 Anakan 14c A 154 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 14d A 162 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 14e A 142 A 154 A 108 A 108 A 118 A

46 Lampiran 2 (Lanjutan) Individu Ai-05 Ai-34 SM45 Indukan 15 A 162 A 162 A 108 A 116 A 118 A 118 Anakan 15a A 154 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 15b A 162 A 162 A 116 A 120 A 116 A 118 Anakan 15c A 142 A 162 A 120 A 120 A 118 A 118 Anakan 15d A 142 A 142 A 116 A 116 A 116 A 118 Anakan 15e A 154 A 162 A 120 A 120 A 118 A 118 Indukan 16 A 142 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 16a A 154 A 162 A 108 A 120 A 118 A 118 Anakan 16b A 142 A 154 A 108 A 108 A 118 A 118 Anakan 16c A 162 A 162 A 116 A 120 A 116 A 118 Anakan 16d A 154 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 16e A 142 A 154 A 108 A 108 A 116 A 118 Indukan 17 A 162 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 17a A 154 A 162 A 116 A 120 A 118 A 118 Anakan 17b A 142 A 154 A 120 A 120 A 116 A 118 Anakan 17c A 154 A 162 A 120 A 120 A 116 A 116 Anakan 17d A 154 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 17e A 142 A 162 A 108 A 120 A 116 A 118 Indukan 20 A 154 A 162 A 108 A 120 A 118 A 118 Anakan 20a A 154 A 154 A 108 A 120 A 116 A 118 Anakan 20b A 162 A 162 A 108 A 116 A 118 A 118 Anakan 20c A 142 A 154 A 108 A 120 A 118 A 118 Anakan 20d A 142 A 142 A 116 A 120 A 116 A 118 Anakan 20e A 162 A 162 A 108 A 116 A 118 A

47 Lampiran 3 Variabilitas genetik populasi indukan dan anakan mindi di Tegakan benih Wanayasa 33

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi singkat Mindi (Melia azedarach Linn.) 2.1.1 Morfologi Mindi Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach Linn.) merupakan jenis cepat tumbuh yang menyukai cahaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS 92 7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS A. Pendahuluan Nepenthes atau kantong semar merupakan salah jenis tumbuhan bawah yang mampu beradaptasi dan tumbuh dominan di habitat

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.. Tempat dan Waktu Tempat penelitian analisis DNA dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel kayu Shorea laevis. Jumlah contoh Kayu di Industri. Kayu di TPK

BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel kayu Shorea laevis. Jumlah contoh Kayu di Industri. Kayu di TPK BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama 8 bulan, yaitu dari bulan Juni 2009 Januari 2010. Pengambilan contoh kayu dilakukan pada kayu tunggak, kayu di Tempat Pengumpulan Kayu (TPK),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 3.2 Objek Penelitian DNA ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) yang resisten dan sensitif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2017 di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN: Evaluasi Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Tanaman Gunung (Dipterocarpus retusus blume.) dan (Dipterocarpus hasseltii blume.) Berdasarkan Penanda RAPD Growth and Genetic Variation Evaluation of Mountain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016. Isolasi dan visualisasi RNA Colletrotichum dilaksanakan di Laboratorium Hama Penyakit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Analisis Tempat Tumbuh Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Analisis Tempat Tumbuh Alat dan Bahan 16 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan agroforestri yang terdapat di Desa Selaawi, secara administrasi berada di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci