BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis tingkat keterbacaan buku teks

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis tingkat keterbacaan buku teks"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis tingkat keterbacaan buku teks Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang berjudul Kewarganegaraan untuk SMP kelas VIII. Penulis buku teks ini yaitu Hadi Wiyono dan Isworo dengan penerbit Ganeca Exact dan diterbitkan pada tahun Isi dari buku teks ini berdasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun sistematika materi dalam buku teks ini yaitu: BAB 1 : Perilaku Berpancasila BAB 2 : Konstitusi-konstitusi di Negara Republik Indonesia BAB 3 : Peraturan perundang-undangan BAB 4 : Pelaksanaan Kehidupan demokrasi BAB 5 : Kedaulatan Rakyat dalam Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Materi yang digunakan untuk uji keterbacaan buku teks ini yaitu materi dari bagian awal, tengah dan akhir buku teks hal ini berdasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Harjasujana dan Yeti Mulyati (1999:171) yang menyatakan: Untuk menentukan keterbacaan suatu buku teks yang cukup tebal, maka disarankan untuk mengambil tiga pilihan yaitu pilihan pertama diambil dari bagian awal buku teks, pilihan kedua dari bagian tengah, dan pilihan ketiga dari bagian akhir buku teks. Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti mengambil wacana untuk dijadikan sampel penelitian buku teks yaitu bab 1, bab 3, dan bab 4. Pemilihan bagian tersebut didasarkan pada perhitungan jumlah kata perseratus perkataan 72

2 73 untuk digunakan pada uji keterbacaan dengan menggunakan formula grafik fry dan selain itu didasarkan pada perhitungan jumlah kata sebanyak 250 kata untuk perhitungan keterbacaan dengan menggunakan teknik uji rumpang. Ketiga wacana tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Wacana Bagian Pertama ISTILAH PANCASILA Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta. Panca yang berarti lima dan Syila yang brarti alas atau dasar. Pancasila artinya lima asas yang menjadi dasar. Istilah Pancasila dicetuskan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada sidang BPUPKI I, tanggal 1 Juni Sumber inspirasi penamaan dasar Negara yang akan dibentuk, diberi nama Pancasila antara lain mengakomodasi usulan dari beberapa tokoh pengusul rancangan dasar Negara yang masing-masing terdiri dari lima sila. Sila-sila dari Pancasila berasal dan berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang dianggap baik dan benar serta bernilai luhur karena di dalamnya terdapat nilai yang bersifat umum dan universal. Keluhuran nilai-nilai tersebut diyakini dapat menciptakan keharmonisan serta kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang beranekaragam tanpa memandang dan membedakan kasta atau kelas sosial dalam masyarakat. Kebenaran dan kebaikan Pancasila bagi bangsa Indonesia dijadikan ideologi yang diyakini dapat digunakan sebagai sumber dan pedoman serta dapat menjadi kenyataan yang disenangi dan diidolakan oleh segala lapisan

3 74 masyarakat yang beraneka ragam ini karena perwujudan dan pengamalan Pancasila tidak sulit dan tidak memerlukan ilmu tertentu untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari dan pada dasarnya semenjak manusia lahir dan mengenal lingkungan alam dan sosial telah mengamalkan nilainilai Pancasila tersebut. Oleh karena itu, marilah kita semakin mengakrabkan diri kita dengan nilai-nilai Pancasila karena semakin merasa memiliki Pancasila kita akan semakin peka terhadap perbuatan atau sikap yang tidak mencerminkan nilai Pancasila serta semakin kuat untuk menghindarinya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Pancasila memiliki pengertian sebagai berikut: 1) Pengertian secara historis Pancasila adalah nama calon dasar Negara yang diusulkan oleh Soekarno pada pidatonya di hadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni ) Pengertian secara etimologis Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta Panca berarti lima dan Syila berarti alas, dasar, atau syiila berarti peraturan tentang tingkah laku yang baik. Panca Syila artinya dasar yang memiliki lima unsur. Panca Syila artinya lima peraturan tingkah laku yang penting. Kata Pancasila berasal dari kepustakaan Buddha di India. Dalam agama Buddha terdapat ajaran moral: Sada Syiila, Sapta Syiila, dan Panca Syiila 3) Pengertian secara terminologis Pancasila adalah dasar negara dari negara Republik Indonesia yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

4 75 2. Wacana Bagian Tengah KASUS KORUPSI DI INDONESIA Perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merupakan perilaku yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan keberadaan Negara. Hal ini terjadi karena perilaku KKN merusak berbagai macam tatanan, seperti tatanan hukum, tatanan politik, dan tatanan sosial budaya dari Negara yang bersangkutan. Dalam ber-kkn ada prinsip-prinsip keadilan dan etika kemasyarakatan yang diabaikan, adanya pembodohan terhadap masyarakat, dan juga ekonomi biaya tinggi. Apa yang dimaksud dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme? Menurut UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang dimaksud dengan korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Kolusi adalah pemufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara Negara atau antara penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau Negara. Sementara nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara. Perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme mempunyai kaitan yang sangat erat.

5 76 Dalam UU No. 28 tahun 1999 dinyatakan bahwa korupsi merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur tindak pidana korupsi. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah yang terdapat dalam UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Selain itu, korupsi pun dapat berarti setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Pengertian lain korupsi adalah setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. Adanya berbagai macam pengertian tersebut tidak dianggap bahwa tindak pidana korupsi menjadi tidak jelas pengertiannya. Dengan adanya pengertian tersebut, segala perbuatan yang mengandung unsur-unsur dari pengertian korupsi tersebut akan diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Misalnya apabila

6 77 seorang pegawai negeri atau pejabat Negara atau hakim enggan menerima seseorang yang ingin membicarakan kepentingannya yang merupakan tugas kewenangan pejabat Negara, ia pun sudah melakukan praktik koruptif. Contoh lain, menunda-nunda pemberian pelayanan publik yang menjadi kewajiban pegawai negeri/pejabat Negara termasuk praktik koruptif. Klasifikasi perbuatan yang tidak sesuai dengan asas umum penyelenggaraan dan perbuatan KKN lainnya, menurut laporan yang diterima Komisi Ombudsman Nasional Tahun , yaitu penyimpangan prosedur, imbalan/praktik KKN, nyata-nyata berpihak, penyalahgunaan wewenang, inkompetensi, penanganan berlarut, intervensi, pemalsuan, melalaikan kewajiban, bertindak tidak layak, dan penggelapan barang bukti. Kita tidak dapat menyangkal bahwa korupsi di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh lemahnya upaya penegakkan hukum, tetapi juga adanya aparataparat penegak hukum itu sendiri yang merupakan bagian dari kerawanan korupsi, termasuk di pengadilan. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan selama ini menurun. Fakta lain dapat dilihat dari sekitar 4600 laporan yang diterima Komisi Ombudsman Nasional periode Maret 2000 s.d Maret 2005, diklasifikasi terlapor bahwa sekitar 35% merupakan Badan Peradilan, sekitar 13 % Kepolisian dan sekitar 9% Pemerintah Daerah dan Instansi Pemerintah. Dari tiga besar klasifikasi tersebut, terlihat sekitar 16% merupakan penundaan berlarut, sekitar 15% penyimpangan prosedur, dan sekitar 15 % penyalahgunaan wewenang, sedangkan

7 78 lainnya yang tidak kalah menarik sekitar 12% imbalan/praktik KKN yang juga tidak sedikit dilakukan oknum pejabat publik. 3. Wacana Bagian Akhir PENGERTIAN DEMOKRASI Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat. Dengan demikian, yang dimaksud demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat dan mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan Negara. Konsep tersebut tentunya telah menjadikan demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang paling ideal dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya. Namun demikian, penerapan sistem demokrasi saat ini berbeda dengan penerapannya pada jaman Yunani kuno. Pada jaman Yunani kuno rakyat yang menjadi warga Negara terlibat secara langsung dalam pemikiran, pembahasan, dan pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan Negara. Demokrasi semacam ini disebut sebagai demokrasi langsung atau demokrasi murni. Demokrasi semacam ini tidak mungkin lagi dilaksanakan pada jaman modern karena pada saat ini hampir setiap Negara memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang sangat besar. Setiap perkara kenegaraan tidak mungkin dibicarakan secara langsung oleh seluruh rakyat dan karenanya rakyat harus memilih wakil-wakilnya.

8 79 Demokrasi semacam ini dikenal dengan demokrasi tidak langsung (demokrasi perwakilan). Demokrasi pada dasarnya menyangkut masalah distribusi kekuasaan mengingat rakyat merupakan sumber kekuasaan dan memiliki kekuasaan yang sangat besar. Akan tetapi, karena rakyat tidak dapat secara langsung menyelenggarakan kekuasaannya, kemudian rakyat memberikan wewenang kepada seseorang atau sejumlah orang untuk menyelenggarakan kekuasaan yang dimiliki rakyat tersebut dan mempertanggungjawabkannya kepada pemberi kekuasaan itu. Oleh karena itu, titik sentral dari demokrasi adalah rakyat. Perwujudan demokrasi langsung di Indonesia dapat dilihat pada saat pemilihan presiden dan wakil presiden tahun Hal ini merupakan pelaksanaan dari amanat pasal 6A ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Hal ini merupakan pemilihan presiden dan wakil presiden yang pertama di Indonesia dilaksanakan secara langsung, sedangkan sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Perwujudan demokrasi tidak langsung dapat dilihat pada pemilihan umum. Pemilihan anggota legislatif (DPR dan DPRD) melalui pemilihan umum. Pemilihan anggota DPD pada pemilihan umum tahun 2004 dilaksanakan secara langsung. DPR, DPRD, dan DPD berkedudukan sebagai lembaga legislatif yang

9 80 mempunyai kekuasaan membuat Undang-undang dan mengawasi jalannya pemerintahan. Lembaga ini merupakan wakil rakyat yang berfungsi menyalurkan aspirasi rakyat dalam pemerintahan. B. Deskripsi Hasil Penelitian dan Analisis Wacana dalam Buku Teks Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berdasarkan Perkembangan Psikologi Siswa Buku teks yang berkualitas baik salah satunya adalah materi atau bahan yang tersaji dalam buku teks tersebut sesuai dengan kemampuan berpikir siswa karena hal ini berhubungan dengan pemahaman siswa tehadap pesan atau isi buku teks tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harjasujana (1999 : 118)bahwa keterbacaan (readibility) merupakan ukuran tentang sesuai tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu. Berdasarkan hasil penelitian mengenai keterbacaan buku teks Kewargaegaraan (PKn) kelas VIII yang didasarkan pada perkembangan psikologi siswa dalam memahami suatu wacana dalam buku teks, maka peneliti menggunakan formula grafik fry untuk mengetahui kesesuaian antara buku teks dengan kemampuan yang dimiliki siswa pada jenjang tertentu. 1. Deskripsi Hasil Penelitian Keterbacaan Wacana Istilah Pancasila Pada wacana pertama yang berjudul Istilah Ideologi, berdasarkan perhitungan keterbacaan grafik fry, menunjukkan bahwa wacana ini tidak cocok untuk digunakan dikelas 8 melainkan di kelas 9. Hasil data tesebut berdasarkan pada perhitungan wacana sebagai berikut:

10 81 Jumlah Kata Perseratus Perkataan ISTILAH PANCASILA Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta. Panca yang berarti lima dan Syila yang berarti alas atau dasar. Pancasila artinya lima asas yang menjadi dasar. Istilah Pancasila dicetuskan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada sidang BPUPKI I, tanggal 1 Juni Sumber inspirasi penamaan dasar Negara yang akan dibentuk, diberi nama Pancasila antara lain mengakomodasi usulan dari beberapa tokoh pengusul rancangan dasar Negara yang masing-masing terdiri dari lima sila. Sila-sila dari Pancasila berasal dan berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang dianggap baik dan benar serta bernilai luhur karena di dalamnya terdapat nilai yang bersifat umum dan universal. Keluhuran nilai-nilai tersebut diyakini dapat menciptakan keharmonisan serta kelangsungan hidup

11 82 bangsa Indonesia yang beranekaragam tanpa memandang dan membedakan kasta atau kelas sosial dalam masyarakat. Jumlah Suku Kata Perseratus Perkataan ISTILAH PANCASILA 1 Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta. 2 Panca yang berarti lima dan Syila yang berarti alas atau dasar. 3 Pancasila artinya lima asas yang menjadi dasar. 4 Istilah Pancasila dicetuskan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada sidang BPUPKI I, tanggal 1 Juni Sumber inspirasi penamaan dasar Negara yang akan dibentuk, diberi nama Pancasila antara lain mengakomodasi usulan dari beberapa tokoh pengusul rancangan dasar Negara yang masing-masing terdiri dari lima sila. 6 Sila-sila dari Pancasila berasal dan berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang dianggap baik dan benar serta bernilai luhur karena di dalamnya terdapat nilai yang bersifat umum dan universal. 6 Keluhuran nilai-nilai

12 83 tersebut diyakini dapat menciptakan keharmonisan serta kelangsungan hidup 3 4 bangsa Indonesia yang beranekaragam tanpa memandang dan membedakan kasta atau kelas sosial dalam masyarakat. Maka hasil pengukuran berdasarkan grafik fry adalah sebagai berikut: a) Kata keseratus dalam wacana ini jatuh pada kata ke 4 pada kalimat ke 6. Pada kalimat ke enam berisi 24 kata. Ini berarti 4/24 (0,16) dibulatkan menjadi 0,2. Jadi rata-rata jumlah kalimat perseratus perkataan wacana tersebut adalah 6 + 0, 2 maka hasilnya 6,2. b) Sedangkan jumlah suku kata dari kalimat pertama sampai kalimat ke enam yaitu secara berturut-turut 19, 21, 18, 44, 77, 70, 15. Jadi jumlah suku kata wacana ini yaitu 264. c) Karena wacana ini merupakan wacana bahasa Indonesia maka jumlah suku kata harus dilakukan konversi yaitu jumlah suku kata dikalikan dengan 0,6. Jadi jumlah suku kata wacana ini yaitu 264 x 0,6 hasilnya 158,4. d) Angka 6,2 yang menunjukkan jumlah dan 158, 4 menunjukkan jumlah suku kata, maka apabila kedua titik tersebut maka kedua angka tersebut akan bertemu pada garis angka 9. Angka 9 menunjukkan tingkatan kelas pembaca yang mampu memahami wacana tanpa frustasi.

13 84 2. Deskripsi Hasil Penelitian Keterbacaan Wacana Kasus Korupsi di Indonesia Pada wacana kedua yang berjudul Kasus Korupsi Di Indonesia, menunjukkan hasil perhitungan grafik fry yang menyakan bahwa wacana kedua ini tidak cocok untuk digunakan di kelas 8 melainkan di kelas 12. Data tersebut bedasarkan perhitungan terhdap wacana dibawah ini. Jumlah Kata Perseratus Perkataan KASUS KORUPSI DI INDONESIA Perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merupakan perilaku yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan keberadaan Negara. Hal ini terjadi karena perilaku KKN merusak berbagai macam tatanan, seperti tatanan hukum, tatanan politik, dan tatanan sosial budaya dari Negara yang bersangkutan. Dalam ber-kkn ada prinsip-prinsip keadilan dan etika kemasyarakatan yang diabaikan, adanya pembodohan terhadap masyarakat, dan juga ekonomi biaya tinggi

14 85 Apa yang dimaksud dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme? Menurut UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang dimaksud dengan korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jumlah Suku Kata Perseratus KASUS KORUPSI DI INDONESIA 1 Perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merupakan perilaku yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan keberadaan Negara. 2 Hal ini terjadi karena perilaku KKN merusak berbagai macam tatanan, seperti tatanan hukum, tatanan politik, dan tatanan sosial budaya dari Negara yang bersangkutan. 3 Dalam ber-kkn ada

15 86 prinsip-prinsip keadilan dan etika kemasyarakatan yang diabaikan, adanya pembodohan terhadap masyarakat, dan juga ekonomi biaya tinggi Apa yang dimaksud dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme? 5 Menurut UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang dimaksud dengan korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Maka berdasarkan data wacana tersebut perhitungan keterbacaan grafik fry adalah sebagai berikut: a) Kata keseratus dalam wacana ini jatuh pada kata ke 30 pada kalimat ke 5. Jumlah kata pada kalimat ke 5 yaitu 37 buah kata. Ini berarti 30/37 (0,81) dibulatkan menjadi 0,8. Jadi rata-rata jumlah kalimat perseratus perkataan yaitu 4,8. b) Jumlah suku kata dari kalimat pertama sampai kalimat ke 5 yaitu secara berturut-turut adalah 66, 60, 57, 19, 79. Jadi jumlah suku kata wacana ini yaitu 281. Maka jumlah suku kata setelah dilakukan konversi yaitu 281 x 0,6 yaitu 168, 6.

16 87 c) Apabila diplotkan jumlah kalimat (4,8) dengan jumlah suku kata (168,6) maka akan bertemu pada angka 12 yaitu cocok untuk kelas Deskripsi Hasil Penelitian Keterbacaan Wacana Pengertian Demokrasi Wacana ketiga yaitu wacana yang berjudul Pengertian Pancasila. Hasil perhitungan wacana dengan menggunakan grafik fry wacana tidak cocok digunakan untuk kelas 8 melainkan kelas 10. Hal ini bedasarkan pada pertemuan antara jumlah suku kata dengan jumlah kalimat pada wacana ini yaitu titik pertemuan angka 7 dengan angka 163,8. Berikut wacana yang diukur dengan grafik fry. Jumlah kata perseratus perkataan PENGERTIAN DEMOKRASI Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintahan Demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat. Dengan demikian, yang dimaksud demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat dan mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan Negara

17 88 Konsep tersebut tentunya telah menjadikan demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang paling ideal dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya. Namun demikian, penerapan sistem demokrasi saat ini berbeda dengan penerapannya pada jaman Yunani kuno Pada jaman Yunani kuno rakyat yang menjadi warga Negara terlibat secara langsung dalam pemikiran, pembahasan, dan pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan Negara Jumlah suku kata perseratus perkataan PENGERTIAN DEMOKRASI 1 Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata demos dan kratos. 2 Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintahan Demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat. 4 Dengan demikian, yang dimaksud

18 89 demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat dan mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan Negara Konsep tersebut tentunya telah menjadikan demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang paling ideal dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya. 6 Namun demikian, penerapan sistem demokrasi saat ini berbeda dengan penerapannya pada jaman Yunani kuno Pada jaman Yunani kuno rakyat yang menjadi warga Negara terlibat secara langsung dalam pemikiran, pembahasan, dan pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan Negara Berdasarkan data wacana diatas maka perhitungan keterbacaan wacana grafik fry adalah sebagai berikut: a) Kata keseratus dari wacana ini jatuh pada kata ke 25 kalimat ke-8. Jumlah kata pada kalimat ini yaitu 25 kata. Ini berarti kata keseratus jatuh tepat pada kata

19 90 terakhir dari kalimat ini. Maka rata-rata jumlah kalimat perseratus perkataan adalah 7. b) Jumlah suku kata dari kalimat pertama sampai kalimat ke tujuh yaitu secara berturut-turut yaitu 31, 18, 16, 54, 50, 39, 65. Jadi jumlah suku kata perseratus perkataan yaitu 273. Maka rata-rata jumlah suku kata pada wacana ini yaitu 273 x 0,6 adalah 163,8. c) Apabila jumlah suku kata (7) dipertemukan dengan jumlah kalimat (163,8) pada grafik fry maka titik pertemuannya yaitu pada daerah angka 10, yang menunjukkan bahwa wacana tersebut cocok untuk kelas Analisis Keterbacaan Wacana Buku Teks PKn berdasarkan Perkembangan Psikologi Siswa Berdasarkan perhitungan keterbacaan wacana buku teks dengan menggunakan grafik fry maka dapat disimpulkan perhitungan jumlah suku kata dan jumlah kalimat setiap wacana sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Grafik Fry Wacana Perseratus Perkataan Jumlah Kalimat Jumlah Suku Kata Angka/ Kelas Istilah Pancasila 6,2 158,4 9 Kasus Korupsi di Indonesia 4,8 168,6 12 Pengertian Demokrasi 7 163,8 10 Rata-rata 6 163,6 10 Berdasarkan data diatas jumlah kalimat yaitu 6 dan jumlah suku kata yaitu 163,6 dibulatkan 164, maka apabila diplotkan pada grafik fry maka kedua angka

20 91 tersebut akan bertemu pada angka 10 dalam arti sesuai untuk kelas 10 atau kelas 1 SMA. Penyimpangan mungkin terjadi, maka buku teks ini cocok untuk kelas IX (10-1), X, XI (10+1). Maka hal ini menunjukkan bahwa buku teks PKn untuk kelas VIII penerbit Ganeca tidak sesuai dengan kemampuan siswa kelas VIII SMPN 1 Lembang. Apabila buku teks yang digunakan dalam proses pembelajaran keterbacaannya tidak sesuai dengan kemampuan siswa maka akan menyulitkan siswa dalam memahamai materi yang disampaikan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kokom Komalasari dalam Civicus (2005:349) bahwa dalam penyusunan buku teks PKn harus memperhatikan kaidah bahasa dan keterbacaan dimana Kalimat yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, susunan kalimat hendaknya menunjukkan pola berfikir logis dan sistematis, sturkur kalimat sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, kalimat yang digunakan komunikatif sehingga siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami pesan yang disampaikan dalam setiap pokok bahasan dalam buku teks tersebut. Berdasarkan aspek psikologi perkembangan siswa, buku teks yang tidak sesuai dengan tingkat pemahaman siswa dalam menerima informasi baru akan menghambat pemahaman siswa terhadap pesan yang hendak disampaikan dalam buku teks. Dilihat dari segi bahasa yang digunakan dalam buku teks ini, terdapat beberapa kata yang kurang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa seperti kata tindak pidana, korporasi, intervensi, inkompetensi, Komisi

21 92 Ombudsmn Nasional. Maka hal ini akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami pesan yang dimaksud dalam wacana tersebut. Dalam buku teks ini terdapat kata-kata dan peristilahan asing yang sulit untuk dipahami oleh siswa sehingga tidak akan menimbulkan rasa senang untuk membacanya dan terdorong untuk mempelajari buku tersebut secara tuntas. Berdasarkan perkembangan psikologi yang dinyatakan oleh Abin Syamsudin (2003: 132) bahwa perkembangan bahasa dan kognitif antara usia tahun, terutama siswa kelas VIII walaupun proses berfikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang bersifat abstrak namun masih relatif terbatas. Tidak seperti halnya anak antara usia tahun atau antara siswa yang berada kelas X, XI, dan XII dimana proses berfikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuannya membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komprehensif Selain itu, uraian dan contoh yang disajikan dalam pokok bahasan tertentu kurang menarik sehingga kurang membantu siswa dalam memahami wacana dalam buku teks PKn ini. Bahan bacaan yang tidak sesuai dengan peringkat pembacanya dianggap mempunyai tingkat keterbacaan yang rendah. Bahan bacaan yang demikian tidak dapat dicerna dengan mudah dalam waktu yang relatf cepat. Pembaca akan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memahami bahan bacaan tersebut. Hasil interpretasi keterbacaan buku teks PKn dengan menggunakan formula grafik fry yang menyatakan bahwa buku teks PKn yang digunakan oleh siswa kelas VIII SMPN 1 Lembang tidak sesuai untuk peringkat kelas VIII

22 93 melainkan sesuai untuk kelas IX, X, dan XI, hal ini berkaitan dengan hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Jika isi buku teks PKn sulit dipahami maka tidak sesuai dengan psikologi perkembangan siswa terbukti. C. Deskripsi Hasil Penelitian dan Analisis Buku Teks Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berdasarkan Tingkat Keterbacaan Keterbacaan suatu buku teks akan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap buku teks yang dibacanya. Sebagaimana diungkapkan oleh Dale and Chall dalam Gilliland, bahwa Keterbacaan adalah seluruh unsur yang ada dalam teks yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembaca dalam memahami materi yang dibacanya pada kecepatan membaca yang optimal. Maka dalam penelitian ini untuk mengukur keterbacaan buku teks PKn digunakan teknik uji rumpang dan diperoleh data sebagai berikut: 1. Deskripsi Hasil Penelitian Keterbacaan dengan Teknik Uji Rumpang Berdasarkan hasil penelitian tingkat keterbacaan buku teks PKN penerbit Ganeca yang dilakukan pada siswa SMPN 1 Lembang kelas VIII E dan VIII H dengan menggunakan teknik uji rumpang maka diperoleh data sebagai berikut: NO Responden Tabel 4.2 Hasil Tes Keterbacaan Uji Rumpang Jumlah Jawaban Benar A % B % C % Penguasaan % 1 A B ,3 3 C D E F ,3 7 G ,7

23 8 H ,3 9 I ,3 10 J K ,3 12 L M N O ,7 16 P ,7 17 Q ,3 18 R ,7 19 S T U ,3 22 V ,7 23 W ,3 24 X Y ,3 26 Z ,3 27 A ,7 28 B ,3 29 C ,3 30 D ,3 31 E ,3 32 F G ,6 34 H ,7 35 I J K ,3 38 L ,3 39 M ,7 40 N ,7 41 O ,3 42 P ,6 43 Q R ,7 45 S ,3 46 T U ,7 48 V ,7 49 W X ,7 51 Y ,7 94

24 52 Z ,3 53 A ,7 54 B ,3 55 C ,3 56 D E ,7 58 F ,3 59 G H I ,3 62 J ,7 63 K L M N ,7 67 O P Q R S T ,3 73 U ,7 74 V W X ,7 77 Y Z A ,3 80 B C D ,3 83 E O F ,7 85 G ,7 86 H ,7 87 I ,3 88 J ,3 89 K ,3 90 L ,7 91 M ,3 92 N O ,7 94 P

25 96 Keterangan: A : Wacana Istilah Pancasila B : Wacana Kasus Korupsi di Indonesia C : Wacana Pengertian Demokrasi 2. Deskripsi Hasil Penelitian Uji Rumpang Wacana Istilah Pancasila Table 4.3 Tabulasi Hasil Penelitian Uji Rumpang Wacana Istilah Pancasila Penggolongan Pembaca Frekuensi Persentase Independen 30 32% Instruksional 53 56% Frustasi 11 12% Berdasarkan tabel diatas sebanyak 30 orang siswa atau sebesar 32% dari siswa termasuk pembaca independen, maka bagi siswa yang termasuk pembaca ini wacana Istilah Pancasila merupakan wacana yang sangat mudah untuk dipahami. Sebanyak 53 siswa atau sebesar 56% termasuk pembaca instruksional atau bagi siswa yang termasuk pada pembaca ini wacana Istilah Pancasila merupakan wacana yang sedang untuk dipahami. Sedangkan siswa yang termasuk pembaca frustasi hanya sebanyak 14 orang siswa atau sebesar 12% hal ini menunjukkan bahwa bagi siswa tersebut wacana Istilah Pancasila merupakan wacana yang sukar untuk dipahami. Dilihat dari segi ruang lingkup materi (content) wacana ini cukup memuat aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan. Untuk keluasan materi, wacana ini sudah mencerminkan jabaran substansi yang termuat dalam

26 97 Standar Kompetensi (SK) yaitu menampilkan perilaku yang sesuai dengan Pancasila dan Kompetensi Dasar (KD) yaitu menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi Negara. Sedangkan kedalaman materi wacana ini dimulai dari pengenalan fakta, konsep, teori dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Namun, wacana ini kurang memberikan contoh yang konkret mengenai pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat terutama mengenai sikap yang mencerminkan nilai Pancasila sehingga siswa akan sulit memahami maksud dari pernyataan tersebut. Dari segi keterbacaan, bahasa yang digunakan dalam wacana ini sedikit berbelit-belit sehingga menyulitkan siswa dalam memahami wacana ini dan terdapat beberapa istilah yang asing bagi siswa, namun dengan adanya kesimpulan diakhir wacana mengenai istilah Pancasila cukup memudahkan siswa dalam memahami pengertian dari Pancasila. Hal ini terlihat dalam wacana ini terdapat 56% siswa yang sedang memahami wacana ini. Sedangkan dari segi penyajian materi, wacana ini sudah cukup sistematis dimulai dari hal-hal yang umum ke hal-hal yang khusus. Gambar yang disajikan dalam wacana ini sudah sesuai yaitu Presiden Soekarno sebagai pencetus istilah Pancasila. Materi yang disajikan cukup komunikatif yaitu terlihat dari ajakan penulis buku untuk semakin mengakrabkan diri dengan nilai-nilai Pancasila. Dan cukup merangsang keterlibatan dan partisipasi siswa.

27 98 3. Deskripsi Hasil Penelitian Uji Rumpang Wacana Kasus Korupsi di Indonesia Berdasarkan hasil penelitian keterbacaan dengan menggunakan formula uji rumpang terhadap wacana Kasus Korupsi di Indonesia, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.4 Tabulasi Hasil Penelitian Uji Rumpang Wacana Kasus Korupsi di Indonesia Penggolongan Pembaca Frekuensi Persentase Independen - - Istruksional 50 53% Frustasi 44 47% Berdasarkan tabel diatas tidak terdapat siswa yang termasuk pada pembaca independen yaitu siswa yang menganggap wacana Kasus Korupsi di Indonesia merupakan wacana sangat mudah untuk dipahami. Namun sebanyak 50 siswa atau sebesar 53% siswa termasuk pembaca instruksional hal ini menunjukkan wacana Kasus Korupsi di Indonesia merupakan wacana yang sedang untuk dipahami. Dan sebanyak 44 siswa atau 47% siswa termasuk pembaca frustasi yang menganggap wacana Kasus Korupsi di Indonesia merupakan wacana yang sukar untuk dipahami. Dilihat dari segi cakupan materi, wacana Kasus Korupsi di Indonesia kurang memberikan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan. Hal ini terlihat pada uraian atau teori tentang korupsi dan tidak dijelaskan latarbelakang seseorang melakukan korupsi. Sehingga kurang memberikan

28 99 pengetahuan kepada siswa bagaimana seseorang sampai melakukan tindak korupsi. Untuk keluasan materi wacana ini sudah cukup menjabarkan substansi materi yang terdapat dalam Standar Kompetensi (SK) yaitu menampilkan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan nasional dan Kompetensi Dasar (KD) yaitu mengidentifikasi kasus korupsi dan upaya pemberantasan korupsi. Namun pada pokok bahasan yang terdapat dalam wacana ini kurang menjelaskan perbedaan antara Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, sehingga akan menyulitkan siswa dalam memahami wacana ini. Uraian yang terdapat dalam wacana ini cukup banyak dalam setiap paragrafnya sehingga membuat jenuh siswa yang membacanya. Sedangkan untuk kedalaman materi wacana ini, fakta, konsep/teori, prinsip/hukum sudah sesuai dengan SK dan KD. Namun sedikit kurang menunjukkan nilai-nilai yang sesuai dengan materi pokok. Dari segi kebahasaan, bahasa yang digunakan dalam wacana ini berbelitbelit sehingga pesan yang disampaikan dari wacana ini kurang dipahami siswa dan tidak menimbulkan rasa senang untuk membaca. Terdapat istilah yang kurang dipahami oleh siswa dan kurang tepat digunakan bagi siswa kelas VIII. Selain itu, struktur kalimat pada salah satu paragraph wacana ini kurang sistematis. Sedangkan dari segi penyajian materi, wacana ini kurang sistematis, hal ini terlihat dari pengertian Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tidak dijelaskan terlebih dahulu penyebab timbulnya KKN. Gambar yang terdapat dalam wacana ini sudah mencantumkan nomor, nama dan judul gambar namun gambar tersebut tidak sesuai dengan judul Kasus Korupsi di Indonesia melainkan pada judul

29 100 Upaya Pemberantasan Korupsi. Penyajian materinya mengikuti alur berfikir dari umum ke khusus. Materi yang disajikan kurang komunikatif dan interaktif dan kurang merangsang keterlibatan dan partisipasi siswa untuk belajar mandiri dan kelompok karena bahasa kalimat yang terdapat dalam wacana ini sulit dipahami dan penggunaan istilah yang kurang tepat bagi siswa tingkat Sekolah Pertama Kelas VIII. 4. Tabulasi Hasil Penelitian Uji Rumpang Wacana Pengertian Demokrasi Berdasarkan hasil penelitian keterbacaan buku teks PKn penerbit Ganeca pada wacana Pengertian Demokrasi diperoleh data kesimpulan sebagai berikut: Tabel 4.5 Tabulasi Hasil Penelitian Uji Rumpang Wacana Pengertian Demokrasi Penggolongan Pembaca Frekuensi Persentase Independen 25 26% Istruksional 56 60% Frustasi 13 14% Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui sebanyak 25 siswa atau 26% siswa termasuk pembaca independen maksudnya yaitu bagi pembaca ini wacana Pengertian Demokrasi merupakan wacana yang sangat mudah untuk dipahami. Sebanyak 56 orang siswa atau sebesar 60% siswa termasuk pembaca instruksional yaitu wacana Pengertian Demokrasi merupakan wacana yang sedang untuk dipahami.

30 101 Sedangkan sebanyak 13 orang siswa atau sebesar 14% siswa termasuk siswa yang mengalami kesukaran dalam memahami wacana Pengertian Demokrasi ini atau digolongkan kedalam pembaca frustasi. Maka dari data diatas wacana ini sedang untuk dipahami hal ini dapat terlihat dari persentase jumlah siswa yang termasuk pembaca instruksional yang menganggap wacana ini sedang untuk dipahami yaitu sebesar 60%, namun pembaca independen lebih besar 26% dibandingkan dengan tingkat frustasi yang lebih rendah yaitu 14%. Dari data diatas dapat diketahui bahwa dari segi ruang lingkup materi, wacana ini cukup memuat aspek pengetahuan mengenai makna demokrasi, namun sedikit kurang dari pencerminan aspek sikap, dan keterampilan kewarganegaraan. Untuk keluasan materi, wacana Pengertian Demokrasi sudah mencerminkan penjabaran pada Standar Kompetensi (SK) yaitu memahami pelaksanaan demokrasi dalam berbagai aspek kehidupan dan Kompetensi Dasar (KD) yaitu menjelaskan hakikat demokrasi. Sedangkan untuk kedalam materi, pengenalan fakta dan contoh yang disajikan sudah cukup sesuai dengan materi yang disajikan merupakan contoh-contoh yang konkret dari lingkungan lokal dan nasional tentang pelaksanaan demokrasi langsung di Indonesia yang ditunjukkan pada pemilihan umum tahun Namun contoh yang sajikan masih kurang merangsang keingitahuan siswa. Dari segi kebahasaan dan keterbacaan, bahasa yang digunakan dalam wacana ini menggunakan bahasa yang sedang dipahami oleh siswa. Namun

31 102 terdapat penggunaan satu istilah dalam kalimat yang kurang sesuai digunakan pada materi ini yaitu kata distribusi. Sedangkan dari segi penyajian materi, wacana yang disajikan cukup sistematik dimulai dari hal-hal yang bersifat konkret kepada hal-hal yang abstrak. Uraian substansi dalam wacana ini kurang porposional, uraian mengenai pengertian dari demokrasi kurang dijelaskan secara mendalam. Penyajian gambar dalam wacana ini cukup sesuai dengan materi pokok yang disampaikan dari wacana ini sehingga dapat memperjelas hakikat dari demokrasi. Penyajian materi dari wacana ini cukup komunikatif seolah-oleh siswa berkomunikasi dengan penulis buku, dan cukup dapat merangsang keterlibatan siswa untuk belajar mandiri dan kelompok. 5. Analisis Hasil Penelitian Keterbacaan Buku Teks PKn Berdasarkan hasil penelitian keterbacaan buku teks PKn penerbit Ganeca dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Tabel 4.6 Persentase Tingkat Keterbacaan Buku Teks PKn Wacana Independen Instruksional Frustasi Keterangan Istilah Pancasila 32% 56% 12% Sedang Kasus Korupsi di Indonesia Pengertian Demokrasi - 53% 47% Sedang 26% 60% 14% Sedang Rata-Rata 20% 56% 24% Sedang

32 103 Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebesar 20% siswa termasuk pada pembaca independen yaitu siswa yang dapat mudah memahami buku teks PKn secara mandiri. Sedangkan sebesar 56% siswa termasuk pembaca instruksional yaitu siswa sedang untuk memahami wacana yang terdapat dalam buku teks PKn ini. Dan sebesar 24% siswa termasuk pembaca frustasi maka bagi pembaca ini wacana dalam buku teks PKn ini sukar untuk dipahami. Jadi, berdasarkan data diatas tingkat keterbacaan buku teks PKn penerbit Ganeca termasuk tingkat keterbacaan sedang maka sebagian siswa cukup dapat memahami buku teks dan siswa SMPN 1 Lembang termasuk pembaca instruksional hal ini ditunjukkan dengan jumlah persentase pada peringkat pembaca ini yaitu sebesar 56%. Dilihat dari ruang lingkup materi, materi dalam buku teks ini sudah mencerminkan materi yang terkandung dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Fakta, konsep, dan teori yang disajikan cukup relevan, namun kurang memberikan aspek pengetahuan kewarganegaraan. Uraian dan contoh yang disajikan kurang menarik, karena uraian dalam buku teks PKn ini sedikit banyak, sehingga tidak akan merangsang siswa untuk lebih mempelajari buku teks PKn ini.. Dan contoh yang disajikan dalam setiap wacana sudah memiliki keterkaitan dengan materi sajian namun contoh tersebut sedikit kurang dapat membantu pemahaman siswa karena dilihat persentase jumlahnya sedikit. Dari segi keterbacaan, pada wacana tertentu, bahasa yang digunakan kurang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, terdapat beberapa istilah

33 104 asing yang kurang cocok untuk digunakan pada tingkat siswa kelas VIII. Sedangkan sistematika bahasa yang digunakan sedikit berbeli-belit. Hal ini berdasarkan pada pendapat J.S Badudu (1989) bahwa: Keterbacaan sebuah teks itu tinggi apabila pembacanya dapat dengan mudah memahami isi teks itu atau pembaca tidak menemui kesukaran untuk memahaminya. Keterbacaan sebuah teks tergantung kepada bahasa yang digunakan untuk mengungkap (hal yang diuraikan itu), gaya penyajian (apa yang diungkap itu), bacaan itu sendiri. Apabila buku teks PKn memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi maka siswa dapat mudah memahami isi dari buku teks tersebut tanpa mengalami kesukaran dalam memahami isi buku teks. Hasil data yang menunjukkan bahwa pembaca buku teks PKn penerbit Ganeca yaitu siswa/siswi SMPN 1 Lembang termasuk pada pembaca instruksional artinya siswa yang sedang dalam memahami isi buku teks, interpretasi hasil analisis tersebut berkaitan dengan hipotesis kedua yaitu Jika tingkat keterbacaan buku teks PKn mudah dipahami maka pemahaman siswa baik tidak terbukti. D. Deskripsi Hasil Penelitian dan Analisis Hasil Belajar Siswa berdasarkan Buku Teks Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Salah satu hal yang menentukan pemahaman siswa terhdap buku teks yaitu tingkat keterbacaan yang dimiliki oleh buku teks tersebut. Dalam hal ini yaitu tingkat keterbacaan yang dimiliki oleh buku teks tersebut. Keterbacaan ini berhubungan erat dengan taraf kesulitan bacaan. Sebagaimana yang dungkapkan oleh Tarigan (1986: 22-23) bahwa salah satu penilaian buku teks yaitu dapat

34 105 dimengerti oleh siswa sebagai pembacanya. Dalam hal ini faktor kebahasaan dalam buku teks sangat berpengaruh. 1. Deskripsi Hasil Penelitian Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Buku Teks PKn Pemahaman siswa terhadap buku teks tentunya berbeda-beda tingkatannya. Berdasarkan hasil penelitian berdasarkan hasil belajar siswa terhadap buku teks PKN penerbit Ganeca dengan menggunakan tes pemahaman bacaan yang berisi 42 butir soal Pilihan Ganda (PG) mencakup jenjang-jenjang pada ranah kognitif, maka diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Belajar Siswa terhadap Buku Teks PKn NO Responden Nilai Penguasaan 1 A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X 26 62

35 25 Y Z A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A B C D E F G H I J K L M N O P

36 Q R S T U V W X Y Z A B C D E F G H I J K L M N O P Tabel 4.8 Persentase Hasil Belajar Siswa Skor Frekuensi Persentase Keterangan 90% - 100% - - Baik sekali 80% - 89% 6 6,4% Baik 70% - 79% 25 26,6% Cukup 0% - 69% 63 67% Kurang Jumlah % - Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hanya 6 orang siswa atau 6,4% mendapatkan hasil belajar yang baik. Sedangkan sebanyak 24 siswa atau sebesar 26,6% siswa memperoleh hasil cukup baik atau sedang, dan sebanyak 64 siswa

37 108 atau sebesar 67% siswa mempeoleh hasil belajar yang kurang baik dalam memahami isi buku teks PKN. 2. Analisis Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Buku Teks Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Banyaknya siswa yang mendapatkan hasil belajar yang kurang baik menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami isi buku teks PKn tersebut. Apabila dilihat dari segi materi, materi yang disajikan sudah mecerminkan jabaran substansi yang terkandung dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Dan materi yang terdapat dalam setiap pokok bahasan sudah mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Namun, uraian yang terdapat dalam wacana ini cukup banyak sehingga akan membuat siswa jenuh dan kurang merangsang siswa untuk terdorong mempelajari buku teks PKn ini. Walaupun penyajian fakta, teori dan contoh sudah cukup relevan dengan materi yang dibahas namun masih sedikit kurang dapat membantu memperjelas materi yang disampaikan dan jumlahnya kurang banyak. Penggunaan bahasa yang digunakan dalam buku teks ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan siswa kurang dapat memahami secara cepat isi pokok bahasan tersebut, diantaranya yaitu pada wacana Kasus Korupsi di Indonesia. Terdapat beberapa struktur kalimat dalam wacana tersebut kurang sistematis dan

38 109 kurang jelas sehingga siswa kurang dapat memahaminya, salah satunya siswa kurang dapat membedakan perbedaan antara Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Selain itu, dalam wacana Istilah Demkrasi terdapat penggunaan istilah yang kurang sesuai untuk digunakan dalam pokok bahasan tersebut, yaitu istilah distribusi kekeuasaan. Dari segi penyajian materi, gambar yang disajikan pada beberapa wacana kurang dapat memperjelas materi pokok yang disajikan dan walaupun terdapat gambar yang terdapat dalam setiap wacana namun pada beberapa wacana kurang sesuai dengan materi yang dibahas. Penyajian pembelajaran yang terdapat dalam buku teks ini sedikit kurang komunikatif sehingga kurang dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara mental dan emosional untuk belajar secara mandiri dan kelompok dalam pencapaian SK dan KD. Sebagaimana diungkapkan oleh beberapa peneliti yang mengkaji tentang keterbacaan suatu buku teks (Gilliland, 1972; Klare, 1984) bahwa keterbacaan itu berkaitan dengan tiga hal yakni kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman. Keterbacaan yang memiliki kualitas yang baik akan mempengaruhi pembacanya dalam peningkatkan minat membaca dan daya ingat terhadap wacana yang terdapat dalam buku teks tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat beberapa ahli (Widdowson, 1983; Nuttal, 5; Gilliland, 1976) yang menyatakan bahwa suatu kegiatan dapat disebut membaca jika seseorang dapat memahami isi sebuah teks, disamping mengerti kata, istilah, dan kalimat yang dibacanya. Kekompleksan ide dan bahasa yang

39 110 terdapat dalam suatu buku teks juga menyebabkan buku tersebut sulit dipahami. Interaksi antara istilah dan kosakata mempengaruhi keterpahaman itu. Jika wacana itu sendiri sukar yang disebabkan oleh cara pengungkapan idenya, maka interaksi antara kosakata dan pengetahuan pembaca akan mempengaruhi keterpahamannya. Jadi keterbacaan buku teks akan menentukan pemahaman dan keberhasilan belajar siswa. Selain dari keterbacaan wacana dalam buku teks yang cukup sulit dipahami oleh siswa, kurangnya hasilnya belajar siswa dapat juga dikarenakan siswa kurang membaca dan mempelajari buku teks PKn dengan baik dan intens. Sebagaimana diungkapkan oleh Williams (1984) yang menyatakan bahwa: Antara minat baca dan keterbacaan wacana terdapat hubungan timbal balik. Ketiadaan minat baca menyebabkan keengganan membaca pada pembacanya. Salah satu faktor yang menyebabkan keengganan membaca adalah factor keterbacaan wacana. Teks yang memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi relatif lebih mudah dibaca. Sebaliknya, teks yang memiliki tingkat keterbacaan yang rendah relatif lebih sulit dibaca. ( Faktor bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan memahaminya. Bahan bacaan yang terlalu sulit untuk seseorang akhirnya akan mematahkan selera siswa untuk membaca buku teks PKn. Berdasarkan hasil belajar siswa SMPN 1 Lembang terhadap buku teks PKn yang menunjukkan hasilnya yang kurang baik, hal ini berkaitan dengan hipotesis kedua yaitu Jika tingkat keterbacaan buku teks PKn mudah dipahami maka pemahaman siswa baik tidak terbukti. Berikut ini merupakan hasil penelitian analisis keterbacaan buku teks PKn untuk kelas VIII yang digunakan oleh siswa SMP Negeri 1 Lembang:

40 UJI RUMPANG Sebesar 20% Siswa SMPN 1 Lembang termasuk pada pembaca independen, 56% pembaca instruksional, dan 24% pembaca frustasi. Sebesar 20% buku teks PKn memiliki tingkat keterbacaan yang mudah, 56% tingkat tingkat keterbacaannya sedang, dan 24 % tingkat keterbacaannya sukar dipahami - Siswa SMPN 1 Lembang tergolong pada pembaca instruksional, maka bagi pembaca tersebut wacana dalam buku teks PKn termasuk wacana yang sedang untuk dipahami. - Dalam buku teks ini terdapat iatilah yang kurang dapat dipahami oleh siswa dan struktur kalimatnya sedikit kurang sistematis. KETERBACAAN BUKU TEKS PKN KELAS VIII GRAFIK FRY Buku teks PKn penerbit Ganeca tidak sesuai untuk dipergunakan bagi siswa di kelas VIII - Buku teks PKn penerbit Ganeca untuk kelas VIII yang dipergunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas kurang sesuai untuk kelas VIII melainkan untuk kelas IX, X, dan XI. Maka siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami isi buku teks tersebut. - Berdasarkan perkembangan psikologi pada usia tahun walaupun proses berfikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidahkaidah logika formal yang bersifat abstrak namun masih relatif terbatas. TES PEMAHAMAN HASIL BELAJAR SISWA Sebesar 6,4 % Siswa SMPN 1 Lembang menunjukkan hasil belajar yang baik dalam memahami isi buku teks PKn, 26,6% pada peringkat sedang, dan 67% pada peringkat kurang baik. - Sebagian besar siswa SMPN 1 Lembang menunjukkan hasil belajar yang kurang baik terhadap buku teks PKn. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami pesan dan isi dalam buku teks PKn sehingga siswa kurang mempelajari buku teks secara intens. - Contoh yang disajikan dalam buku teks PKn kurang dapat membantu pengetahuan dan pemahaman siswa. Serta penggunaan bahasa yang sedikit berbeli-belit. 72

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Whitney (1960) dalam M. Natzir (2005:54) menyatakan bahwa metode deskriptif

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Maria Alfonsa Chintia Dea P. NIM : A12.2013.04844 Kelompok : A12.6701 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan semua hal yang harus kalian peroleh atau dapatkan. Hak bisa berbentuk kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hak yang diperoleh merupakan akibat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS; MENGETAHUI SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA MENJELASKAN

Lebih terperinci

PANCASILA PENDAHULUAN. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PENDAHULUAN. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PENDAHULUAN Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Pancasila PENDAHULUAN Kontrak perkuliahan, Rencana Pembelajaran, Deskripsi Perkuliahan,

Lebih terperinci

KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Nomor Soal. Kelas VII Norma 1. Konstitusi dan Proklamasi. Hak Asasi Manusia 6

KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Nomor Soal. Kelas VII Norma 1. Konstitusi dan Proklamasi. Hak Asasi Manusia 6 KISI KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Nama Madrasah: MTsN 1 Kota Serang Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas : IX Kurikulum : KTSP/2006 No Standar Kompetensi

Lebih terperinci

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan Dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian . BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai lembaga satuan pendidikan, keberhasilan sekolah dapat diukur dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam menunjang proses belajar mengajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan KISI-KISI UJIAN SEKOLAH Pendidikan Kewarganegaraan SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012-2013 KISI KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2012-2013

Lebih terperinci

KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER (PAS) GANJIL MADRASAH TSANAWIYAH KOTA SERANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018. Proses perumusan dan. penetapan Pancasila

KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER (PAS) GANJIL MADRASAH TSANAWIYAH KOTA SERANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018. Proses perumusan dan. penetapan Pancasila KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER (PAS) GANJIL MADRASAH TSANAWIYAH KOTA SERANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018 SEKOLAH MATA PELAJAARAN KELAS/SEMESTER : MTs Kota Serang : Pendidikan Kewarganegaraan : VII/Ganjil

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata,

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa yang perlu dimiliki oleh siswa. Melalui menulis siswa bisa mengekspresikan kekayaan ilmu, pikiran,

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH A. TEKNIK PENYAJIAN I. KELAYAKAN PENYAJIAN Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Konsistensi

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Zaka nurhadi Nim : 11.11.5663 Kelompok : F Program studi : S1-Teknik informatika Dosen : Dr.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan merupakan bagian dari payung penelitian dan pengembangan (Research and Development / R&D). Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian keterbacaan soal ulangan akhir semester ini timbul karena adanya

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian keterbacaan soal ulangan akhir semester ini timbul karena adanya 737 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian keterbacaan soal ulangan akhir semester ini timbul karena adanya data di lapangan bahwa tes formatif, tes sumatif, dan Ujian Nasional (UN) hasilnya

Lebih terperinci

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A. 2011 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 Oleh : Elfa Sahrani Yusna Melianti ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan.

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. PERTEMUAN KE 4 DEMOKRASI Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

PENERAPAN DEMOKRASI PANCASILA

PENERAPAN DEMOKRASI PANCASILA PENERAPAN DEMOKRASI PANCASILA Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Disusun oleh Nama : Asilka Islamey Nim : 11.11.5124 Kelompok : D Jurusan Dosen : S1-TI : Drs. Tahajudin Sudibyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas/Semester : VII /1

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas/Semester : VII /1 PERANGKAT PEMBELAJARAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL ( ) Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Satuan Pendidikan : S/MTs. Kelas/Semester : VII /1 Nama Guru :... Sekolah :... KURIKULUM TINGKAT

Lebih terperinci

REKAPITULASI PROGRAM SEMESTER September' No Uraian Kegiatan Jml. Minggu

REKAPITULASI PROGRAM SEMESTER September' No Uraian Kegiatan Jml. Minggu Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Purworejo : VII (Tujuh) : I (Satu) Tahun Pelajaran : 01 / 013 1 Juli'11 Waktu Agustus'11 5 1 Menunjukan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku 1 3 September'11

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitan : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Desember 2010. 2. Tempat Penelitian : Penelitian ini

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Pancasila, Ideologi Negara, Implementasi Pancasila di Negara Indonesia. Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi

Lebih terperinci

PROGRAM TAHUNAN STANDAR KOMPETANSI / 2.2 Mendeskripsikan suasana kebatinan konstitusi yang pertama 2 4

PROGRAM TAHUNAN STANDAR KOMPETANSI / 2.2 Mendeskripsikan suasana kebatinan konstitusi yang pertama 2 4 PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SMP NEGERI 21 PURWOREJO Alamat : Desa Brunorejo, Kecamatan Bruno Kabupaten Purworejo Kode Pos 54261 PROGRAM TAHUNAN Mata Pelajaran : Pendidikan

Lebih terperinci

Tampubolon menyebutnya sebagai Kemampuan Efektif Membaca. Walaupun keduanya

Tampubolon menyebutnya sebagai Kemampuan Efektif Membaca. Walaupun keduanya Kemampuan Efektif Membaca 1. Definisi KEM Penggunaan KEM di kalangan para ahli bahasa memiliki istilah berbeda-beda. Ahmadslamet menyebutkan KEM sebagai Kecepatan Efektif Membaca, sedangkan Tampubolon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada empat komponen utama dan saling berpengaruh dalam proses pembelajaran, di antaranya, sarana, siswa, lingkungan, dan hasil belajar. Hasil belajar sebagai dampak

Lebih terperinci

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi. Guru Mapel

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi. Guru Mapel KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JENJANG PENDIDIKAN : SMA/SMK Standar Guru Standar Isi Standar Utama Inti Guru Mapel Dasar Indikator Esensial (1) (2) (3)

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan bangsa dan Negara sebagaimana tercantum di

Lebih terperinci

ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Fakultas Desain dan Seni Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si A. Pengertian Korupsi Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rakyat), dan dalam hubungan antara sesama warganegara. HAM yang berisi

BAB I PENDAHULUAN. (rakyat), dan dalam hubungan antara sesama warganegara. HAM yang berisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak Asasi Manusia (HAM) mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam hubungan antara negara (penguasa) dan warganegara (rakyat), dan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 26 TAHUN 2006 T E N T A N G PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) merupakan mata pelajaran yang bertujuan mendidik siswanya untuk membina moral dan menjadikan warga Negara yang baik, yang diharapkan

Lebih terperinci

Berilah tanda (X) pada huruf a, b, c, atau d sebagai jawaban yang paling tepat!

Berilah tanda (X) pada huruf a, b, c, atau d sebagai jawaban yang paling tepat! SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 BERBAH ULANGAN HARIAN 1 KELAS VIII SEMESTER GASAL TAHUN 2016 Waktu: 50 menit Berilah tanda (X) pada huruf a, b, c, atau d sebagai jawaban yang paling tepat! 1. Sikap positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

DESKRIPSI INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN BIOLOGI SMA/MA

DESKRIPSI INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN BIOLOGI SMA/MA DESKRIPSI INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN BIOLOGI SMA/MA I. KOMPONEN PENYAJIAN A. Teknik Penyajian Butir 1 Konsistensi sistematika sajian dalam bab Butir 2 Sistematika penyajian dalam setiap

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan KISI-KISI ULANGAN KENAIKAN KELAS VIII Pendidikan Kewarganegaraan SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012-2013 MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMP DKI JAKARTA

Lebih terperinci

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 2001/134, TLN 4150] Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara

Lebih terperinci

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional

Lebih terperinci

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT PASAL 18 UUD 1945 (3) Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA 1 ALINEA KE IV PEMBUKAAN UUD 1945 MEMUAT : TUJUAN NEGARA, KETENTUAN UUD NEGARA, BENTUK NEGARA, DASAR FILSAFAT NEGARA. OLEH KARENA ITU MAKA SELURUH

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH Jakarta, 2013 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ETIKA POLITIK PANCASILA

ETIKA POLITIK PANCASILA ETIKA POLITIK PANCASILA Oleh: Dwi Yanto Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Ma arif Buntok, Kalimantan Tengah Abstrak Pengertian secara sederhana tentang Politik adalah, Suatu kegiatan untuk mencapai

Lebih terperinci

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada PELATIHAN APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM BIDANG MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA BAGI APARATUR PEMERINTAH DESA Oleh : IPTU I GEDE MURDANA, S.H. (KANIT TIPIDKOR

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI (SK) DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PEMETAAN, MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ASPEK KELAS VII SEMESTER 1 1. Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara 1.1

Lebih terperinci

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

B. Tujuan C. Ruang Lingkup 27. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Pendidikan di diharapkan

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia, sebagai salah satu identitas atau pembeda dari bangsa lain, selain sebagai bahasa persatuan juga berkedudukan sebagai bahasa negara dan sebagai

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya Di Indonesia Modul ini akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. selanjutnya diharapkan diperoleh

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA Di susun oleh : Nama : Adam Putra Bakti NIM : 11.02.8089 Kelompok : A P. Studi : Pendidikan Pancasila Jurusan : D3-MI Dosen : Drs. M. Khalis Purwanto, MM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. 56 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Deskriptif Kualitatif Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini penulis gunakan untuk mendeskripsikan keterbacaan wacana

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016 SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016 Mata Pelajaran Kelas Nama Guru : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan : SMK X : Nur Shollah, SH.I Pilihan Ganda : Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM DAN PENGGANTIAN CALON TERPILIH

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5234 ADMINISTRASI. Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan. Teknik Penyusunan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N :

M E M U T U S K A N : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.2/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN FORMULASI, IMPLEMENTASI, EVALUASI KINERJA DAN REVISI KEBIJAKAN PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN

Lebih terperinci

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono*

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono* STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn SMP @ Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono* PENDAHULUAN Standar Isi maupun SKL ( Lulusan) merupakan sebagian unsur yang ada dalam SNP (Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan dalam bahasa Inggrisnya Research and development adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan pengembangan dalam bahasa Inggrisnya Research and development adalah 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk berupa model buku teks pelajaran berbasis intertekstual. Penelitian ini merupakan bagian dari Research

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN SARAN. Teks bacaan pada bahan ajar membaca dalam buku teks harus dirancang

SIMPULAN DAN SARAN. Teks bacaan pada bahan ajar membaca dalam buku teks harus dirancang SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Teks bacaan pada bahan ajar membaca dalam buku teks harus dirancang dengan baik dan benar sehingga berfungsi sebagai media pembelajaran yang efektif bukan hanya sebatas

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci